jurnal-progress3 usu

Upload: lidya-siahaan

Post on 16-Oct-2015

57 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Habituasi

    2.1.1 Definisi

    Istilah habituasi atau kebiasaan sering digunakan di kalangan masyarakat untuk

    menunjukkan perilaku yang sering dilakukan oleh seseorang. Istilah habituasi ini

    sering diberi definisi oleh banyak pihak. Namun, menurut James W. (2009), seorang

    psikolog atau ahli psikologi di dalam bukunya, Biological Psychology, menulis

    bahwa habituasi merupakan penurunan respon/ tanggapan terhadap rangsangan/

    stimulus yang diberikan, dan tidak dijumpai perubahan pada rangsangan lain selain

    dari rangsangan yang diberikan.

    Sedangkan menurut Ganong W. (2006) pula, habituasi merupakan pengurangan

    respon dari respon sebelumnya yang ditampilkan pada saat tidak ada diberikan

    ganjaran atau hukuman setelah rangsangan diberikan.

    Misalnya, jika diberikan makanan yang pedas pada seseorang, pada awalnya

    seseorang itu tidak dapat menahan pedas yang dirasakannya. Jika stimulus diberikan

    berulang-ulang tanpa diikuti pemberian hadiah atau hukuman setelah diberikan

    stimulus (pedas), lama kelamaan rasa pedas yang dirasakan oleh seseorang itu akan

    semakin berkurang dan akhirnya tidak terasa pedas sama sekali apabila tahap

    kepedasan (stimulus) yang sama diberikan seperti sebelumnya.

    Kurangnya tanggapan (rasa pedas) ini tidak berasal dari hasil kelelahan atau pun

    adaptasi indera, dan bertahan lama; ketika sepenuhnya terbiasa, seseorang tidak akan

    Universitas Sumatera Utara

  • menanggapi rangsangan/stimulus walaupun stimulus tersebut tidak diberikan selama

    beberapa minggu atau bulan sejak stimulus terakhir diberikan.

    2.1.2 Mekanisme Terjadinya Habituasi

    Menurut Ganong W.F. juga, apabila sesuatu rangsangan fisik atau kimia diberikan

    pada hujung presenaptik yang berperan dalam ingatan tanpa merangsang ujung

    presenaptik yang berperan dalam sistem pensensitisasi (ganjaran atau hukuman),

    didapati sinyal yang dihantar begitu besar untuk rangsangan kali pertama. Namun

    apabila rangsangan yang sama diberikan secara berterusan pada hujung presenaptik

    yang sama (presinaptik yang berperan dalam ingatan), didapati transmisi sinyal

    semakin berkurang sehingga pada satu tahap transmisi sinyal hampir berhenti.

    Habituasi terjadi apabila hal seperti ini terjadi.

    2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Habituasi

    Habituasi secara umumnya dapat mempengaruhi perilaku seseorang di dalam

    kegiatannya sehari-hari. Apabila kita menelusuri tentang faktor-faktor yang dapat

    mempengaruhi kebiasaan / habituasi, kita dapati ada pelbagai pendapat di kalangan

    masyarakat termasuk pendapat dari kalangan ahli, guru, maupun dari tokoh agama

    mengatakan bahwa kebiasaan seseorang itu dapat dipengaruhi melalui oleh beberapa

    faktor seperti faktor agama/ kepercayaan, budaya, lingkungan, keluarga, rakan-rakan

    seusia, dan sebagainya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.4 Klasifikasi Habituasi Berdasarkan Akibat

    Masyarakat juga sering membagikan kebiasaan kepada dua jenis kebiasaan

    berdasarkan akibat yang dapat terjadi dari kebiasaan seseorang, yaitu kebiasaan yang

    membawa kebaikan/ manfaat dan kebiasaan yang dapat merugikan seseorang.

    Antara contoh kebiasaan yang merugikan adalah seperti kebiasaan merokok,

    kebiasaan meminum minuman keras, dan kebiasaan melihat sesuatu benda dengan

    jarak yang dekat pada waktu lebih 30-40 menit tanpa diselangi dengan istirahat

    sehingga dapat mempengaruhi terjadinya miopia. Kebiasaan yang bersifat negatif

    harus diubah meskipun dampaknya mungkin sedikit atau tidak berpengaruh sama

    sekali terhadap kehidupan seseorang individu maupun terhadap masyarakat

    sekitarnya.

    2.1.5 Habituasi yang Dapat Meningkatkan Risiko Terjadinya Miopia

    Seperti yang tertulis sebelumnya, selain faktor yang dapat menyebabkan miopia

    (rabun jauh) pada diri seseorang seperti genetik, dan asupan nutrisi yang tidak

    adekuat, habituasi (kebiasaan) seseorang dalam menggunakan organ penglihatannya

    juga dapat mempengaruhi terjadinya miopia.

    Diantara kebiasaan yang dapat mempengaruhi terjadinya miopia:

    1. Menghabiskan banyak waktu untuk membaca (melihat dengan jarak

    yang dekat) tanpa diselangi dengan istirahat setelah 30-40 menit

    membaca.

    2. Sering bekerja di hadapan komputer, atau

    3. Sering melakukan pekerjaan lain di hadapan objek yang memiliki

    intensitas visual dengan jarak yang dekat.

    Universitas Sumatera Utara

  • Pada kebanyakan kasus, bekerja dengan menumpukan fokus terhadap sesuatu objek

    pada jarak yang dekat seperti membaca, dan menggunakan komputer untuk waktu

    yang lama (melebihi 30-40 menit) dapat menyebabkan miopia. Akomodasi yang

    berlebihan terjadi karena upaya pemfokusan diperlukan untuk melakukan pekerjaan

    yang melibatkan pemfokusan objek pada jarak yang dekat. Hal ini dapat

    menghasilkan perpanjangan progresif dan ireversibel pada struktur mata.

    2.2 Miopia

    2.2.1 Definisi

    Gambar 2.1: Miopia

    Miopia merupakan salah satu dari kelainan refraksi. Kelainan refraksi terjadi

    apabila mata tidak sanggup untuk memfokuskan imej tepat pada retina. Miopia

    adalah kesulitan dalam melihat objek yang jauh dengan jelas. Ini terjadi apabila imej

    dari objek yang terletak jauh terbentuk berada di hadapan retina dan bukan terletak

    tepat pada retina. Seseorang yang mengalami miopia dapat melihat objek yang

    terletak dekat dengan jelas tetapi kabur apabila melihat objek yang terletak jauh.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.2 Epidemiologi

    Prevalensi miopia sangat bervariasi, ini karena prevalensi miopia tergantung kepada

    beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan miopia seperti faktor usia, jenis

    kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, dan pencapaian pendidikan

    seseorang. Miopia biasanya dimulai di masa anak-anak.

    Dari hasil penelitian dengan tidak menggunakan agen sikloplegik (agen yang dapat

    melumpuhkan otot silia sehingga fokus terhadap objek dekat tidak akan terjadi) yang

    telah dilakukan oleh ahli penelitian terdahulu, dijumpai beberapa derajat miopia dapat

    terjadi pada sejumlah besar bayi. Miopia yang dimiliki bayi didapati cenderung

    menurun sejalan dengan peningkatan usianya, dan sebagian besar bayi tersebut

    mencapai penglihatan yang normal (emmetropia) setelah mencapai usia 2-3 tahun.

    Selain daripada itu, didapati bayi-bayi prematur dapat memiliki prevalensi miopia

    yang tinggi. Untuk anak-anak yang berusia 5 tahun, prevalensi miopia dengan

    minimal 0,50 D memiliki prevalensi yang lebih rendah (< 5%) berbanding kelompok

    usia yang lain. Penelitian secara kohort pada kelompok anak yang berada dalam usia

    persekolahan dan remaja, di dapati prevalensi miopia mereka mencapai sehingga 20-

    25 persen pada usia pertengahan hingga akhir usia remaja.

    Untuk negeri-negeri maju dan Amerika Serikat, didapati remaja di negeri-negeri

    tersebut memiliki prevalensi miopia sekitar 25-35 persen. Manakala di beberapa

    daerah di Asia mempunyai prevalensi miopia yang lebih tinggi seperti di Republik

    China.

    Prevalensi miopia pada populasi di atas usia 45 tahun di dapati agak menurun, yaitu

    mencapai sekitar 20 persen dalam usia 65 tahun. Pada populasi di atas usia 70 tahun,

    didapati prevalensi miopia semakin menurun sehingga serendah 14 persen.

    Universitas Sumatera Utara

  • Berdasarkan jenis kelamin pula, beberapa penelitian menemukan perempuan

    mempunyai prevalensi miopia yang sedikit lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki.

    Tingkat pendapatan dan pencapaian pendidikan mempunyai hubungan langsung

    dengan peningkatan prevalensi miopia. Ini berarti, semakin tinggi tingkat pendapatan

    dan pencapaian pendidikan, semakin tinggi prevalensi miopia.

    Selain dari itu, jenis pekerjaan juga dapat memainkan peran dalam prevalensi

    miopia. Dari penelitian terdahulu, didapati seseorang yang bekerja dengan pekerjaan

    yang memerlukan untuk melihat objek dengan jarak yang dekat mempunyai

    prevalensi miopia yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pekerjaan lain.

    2.2.3 Klasifikasi

    Penyebab terjadinya miopia itu sangat banyak, dan kejadian miopia di dalam

    populasi dunia sangat bervariasi dan dapat diklasifikasikan kepada beberapa

    kelompok. Menurut pembahagian miopia yang dilakukan oleh American Optometric

    Association (2006), miopia dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa tipe

    klasifikasi miopia seperti:

    1. Miopia Sederhana

    Miopia sederhana dapat terjadi pada individu yang mempunyai kelainan pada

    kekuatan optik kornea dan lensa kristalinnya, serta panjang aksial matanya.

    Pengaruh kekuatan optik kornea dan lensa kristalin pada miopia sederhana:

    Seseorang individu dapat menjadi miopia sederhana jika kekuatan optik kornea dan

    lensa kristalinnya lebih besar dari kekuatan optik yang normal/ rata-rata.

    Universitas Sumatera Utara

  • Apabila ini terjadi, imej objek yang terletak jauh akan terbentuk di hadapan retina

    sehingga objek yang terletak jauh terlihat kabur walaupun panjang aksial matanya

    normal/ seperti panjang aksial mata yang rata-rata.

    Akan tetapi, meskipun seseorang yang mempunyai kekuatan optik kornea dan lensa

    kristalinnya lebih besar dari kekuatan optik yang normal/ rata-rata, dapat menjadi

    emmetropia (penglihatan normal) jika panjang aksial matanya lebih pendek dari

    panjang aksial mata normal/ rata-rata dan cukup pendek untuk imej dari objek yang

    terletak jauh dapat terbentuk tepat pada retinanya.

    Pengaruh panjang aksial mata pada miopia sederhana:

    Seseorang individu dapat menderita miopia sederhana jika panjang aksial mata

    lebih panjang dari panjang aksial mata yang normal/ rata-rata. Apabila ini terjadi,

    imej objek yang terletak jauh akan terbentuk di hadapan retina sehingga objek yang

    terletak jauh terlihat kabur walaupun kekuatan optik kornea dan lensa kristalinnya

    memiliki kekuatan yang normal/ seperti kekuatan rata-rata.

    Akan tetapi, meskipun seseorang yang mempunyai panjang aksial matanya lebih

    panjang dari panjang aksial mata yang normal/ rata-rata, dapat menjadi emmetropia

    (penglihatan normal) jika kekuatan optik kornea dan lensa kristalinnya lebih lemah

    dari kekuatan optik kornea dan lensa kristalin pada mata normal/ rata-rata dan cukup

    lemah untuk imej dari objek yang terletak jauh dapat terbentuk tepat pada retinanya

    walaupun panjang aksial matanya lebih panjang dari normal/ rata-rata.

    Dari fenomena yang ditulis diatas, dapat dibuat kesimpulan bahwa panjang aksial

    mata berhubungan secara terbalik dengan kekuatan optik kornea dan lensa kristalin

    pada mata dengan penglihatan normal (emmetropia).

    Dari sekian banyak jenis-jenis miopia, didapati miopia sederhana merupakan jenis

    miopia yang paling umum dijumpai dikalangan masyarakat. Secara umumnya, pasien

    Universitas Sumatera Utara

  • dengan kelainan refraksi kurang dari 0 D hingga -6 dioptri (D); dan kebanyakannya

    kurang dari 0 D hingga -4 atau -5 D merupakan penderita miopia sederhana.

    Astigmatisma dapat terjadi bersamaan pada miopia sederhana, misalnya:

    1. Astigmatik miopik sederhana (simple myopic astigmatism): Kondisi di mana

    sebahagian sinar cahaya yang masuk ke dalam mata ada yang dapat difokuskan

    tepat pada retina sedangkan (emmetropik) dan ada sebahagian yang lain terbentuk

    di hadapan retina (miopik).

    2. Campuran miopik astigmatisme (compound myopic astigmatism): Kondisi

    dimana semua sinar cahaya yang masuk hanya terlalu sedikit sahaja yang dapat

    menyentuh retina, sedangkan yang lainnya berada dihadapan retina.

    Di dalam kasus miopia, dapat terjadi kondisi yang disebut sebagai miopia

    anisometropik (anisomiopia) yaitu apabila derajat miopia satu mata tidak sama

    dengan derajat miopia mata yang satu lagi.

    Sedangkan anisometropia miopik sederhana (simple myopic anisometropia) dapat

    terjadi apabila satu mata adalah normal (emmetropik), manakala mata yang satu

    lagi miopik.

    Menurut American Optometric Association (1997), anisometropia mungkin tidak

    membawa arti klinis yang signifikan selagi perbedaan antara derajat miopia kedua

    belah mata tidak menghampiri 1D.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Miopia Nokturnal

    Miopia nokturnal adalah kondisi di mana seseorang itu mengalami rabun jauh hanya pada

    kondisi lingkungan yang malap/ redup/ tidak terang, seperti pada malam hari.

    Miopia dipercayai dapat disebabkan oleh akibat dilatasi pupil. Dilatasi pupil

    merupakan refleks pupil ketika mata berada pada lingkungan gelap/ kurang intensitas

    cahaya agar lebih banyak cahaya dapat masuk ke dalam mata, yang akhirnya dapat

    menyebabkan rabun jauh disebabkan terjadinya penambahan penyimpangan cahaya

    dalam mata. Berdasarkan kadar prevalensi, didapati orang muda mempunyai

    prevalensi yang lebih banyak berbanding pada orang tua.

    4. Pseudomiopia

    Pseudomiopia terjadi akibat dari spasme silia atau stimulasi yang berlebihan

    terhadap mekanisme akomodasi mata sehingga terjadinya peningkatan pada kekuatan

    refraksi okular (mata). Keadaan seperti ini dinamakan pseudomiopia karena miopia

    hanya muncul pada pasien apabila respons akomodsi yang tidak memadai terjadi.

    5. Miopia Degeneratif

    Miopia degeneratif atau miopia patologis adalah suatu kondisi di mana terjadinya

    perubahan akibat kerusakan pada segmen posterior mata. Biasanya penderita miopia

    degeneratif memiliki derajat miopia tahap tinggi (-6 D, -6,1 D dan seterusnya).

    Fungsi visual yang abnormal seperti penurunan ketajaman visus/ visual atau

    lapangan pandang mengalami perubahan abnormal dapat terjadi akibat daripada

    kerusakan (degeneratif) pada segmen posterior mata. Gejala sisa (sequelae) yang

    relatif umum terjadi pada miopia degeneratif adalah seperti perlepasan retina dan

    glaukoma.

    Universitas Sumatera Utara

  • 6. Miopia didapat

    Miopia didapat sering bersifat sementara dan dapat menjadi normal/ emmetropia.

    Antara penyebab yang dapat menyebabkan miopia didapat adalah seperti terpaparnya

    terhadap berbagai agen farmasi, kadar gula darah pada tahap tertentu, terjadinya

    sklerosis pada inti lensa kristal, atau kondisi anomali yang lainnya.

    2.2.4 Etiologi

    Etiologi miopia masih belum diketahui secara pasti. Namun miopia diduga berasal

    dari faktor genetik dan faktor lingkungan. American Optometric Association (1997)

    menulis etiologi yang diduga menyebabkan miopia berdasarkan jenis-jenis miopia:

    Tabel 2.1: Jenis-jenis Miopia dan Etiologinya

    Jenis-jenis miopia Etiologi-etiologi

    Miopia Sederhana Keturunan/ Warisan

    Sering bekerja dengan melihat

    sesuatu objek dengan jarak yang

    dekat

    Idiopatik

    Miopia Nokturnal Akomodasi untuk fokus gelap pada

    tahap yang signifikan

    Pseudomiopia Kelainan akomodasi

    Axoforia tahap tinggi

    Universitas Sumatera Utara

  • Agen kolinergik agonis

    Miopia Degeneratif Keturunan/ Warisan

    Retinopati akibat prematuritas

    Gangguan pada hantaran cahaya

    melalui media okular

    Idiopatik

    Miopia Didapat Katarak nuclear akibat peningkatan

    usia

    Terpapar kepada sulfonamid dan

    agen farmaseutikal yang lain

    2.2.5 Faktor Risiko

    Meskipun etiologi pasti miopia masih belum diketahui, namun terdapat beberapa

    faktor risiko yang diduga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang itu mengalami

    miopia.

    Faktor risiko yang dapat menyebabkan miopia antaranya adalah faktor genetik, jika

    terdapat salah seorang dari orang tua atau keduanya menderita miopia, maka

    kemungkinan anak untuk menderita miopia akan menjadi lebih tinggi.

    Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi kejadian miopia pada diri seseorang,

    semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin tinggi kemungkinan seseorang itu

    mengalami miopia. Begitu juga halnya dengan pekerjaan seseorang, seseorang yang

    Universitas Sumatera Utara

  • sering bekerja dengan melihat sesuatu pada jarak yang dekat dapat meningkatkan

    terjadinya miopia.

    Selain dari faktor risiko di atas, seseorang yang tidak memakai cermin mata hitam

    (sunglasses) ketika berada ditempat/ melihat sesuatu yang terang/ sangat terang dapat

    meningkatkan risiko terjadinya miopia, selain faktor risiko yang lain seperti status

    gizi, penyakit tertentu, kelainan genetik, dan seseorang yang lahir prematur.

    2.2.6 Gejala dan Tanda

    Seseorang yang miopia sering mengeluhkan gejala-gejala tertentu dan terdapat

    tanda-tanda klinis yang dapat menunjukkan seseorang itu mengalami miopia.

    Gejala miopia adalah seperti sering mengatakan bahwa dia nyeri kepala, matanya

    kelelahan, mengecilkan bukaan kelopak mata untuk melihat sesuatu yang terletak

    agak jauh seperti melihat tulisan di papan tulis, kelelahan mata saat mengemudi,

    berolahraga, atau ketika melihat sesuatu yang jauhnya lebih dari beberapa meter/kaki.

    Manakala tanda seseorang itu miopia adalah seseorang yang memiliki nilai

    kekuatan visus kurang dari 6/6 atau 5/5 tergantung kartu snellen yang digunakan

    untuk pemeriksaan.

    2.2.7 Pemeriksaan dan Diagnosis

    Untuk mengetahui seseorang itu mendapat miopia, harus ditanyakan kepada pasien

    berkaitan dengan gejala yang dihadapinya secara mendalam serta dikenal pasti ada

    tidaknya pasien memiliki faktor risiko miopia, riwayat penyakit yang dialami dan

    Universitas Sumatera Utara

  • obat yang diambil pasien sebelumnya. Terdapat beberapa pengujian yang dapat

    dilakukuan seperti dengan menggunakan phoropter dan retinoskop.

    Beberapa prosedur dalam pengujian miopia bertujuan untuk mengukur fokus mata

    terhadap cahaya dan untuk memperbaiki kekurangan visus/ penglihatan dengan

    menentukan kekuatan lensa optik yang diperlukan.

    Phoropter dan retinoskop

    Phoropter dan retinoskop sering digunakan selama pemeriksaan mata yang

    dilakukan secara menyeluruh untuk menentukan lensa yang memungkinkan

    penglihatan kembali menjadi jelas.

    Kartu Carta Snellen (Snellens Chart merupakan sebahagian dari alat yang

    digunakan untuk mendiagnosis miopia dengan pasien disuruh untuk mengidentifikasi

    huruf-huruf yang terdapat pada kartu tersebut. Di setiap baris terdapat pecahan-

    pecahan tertentu seperti 20/24 dan sebagainya. Tujian tes ini adalah untuk mengukur

    ketajaman visus.

    Ketika tes dilakukan, pasien diminta untuk mengidentifikasi huruf-huruf bermula

    dari baris yang paling atas dan diikuti dengan baris-baris huruf dibawahnya. Tes

    dihentikan apabila pasien sudah tidak mampu mengidentifikasi sebagian besar dari

    huruf-huruf yang terdapat pada sesuatu baris. Bacaan visus pasien adalah pecahan

    yang terdapat pada baris yang terakhir dimana huruf pada baris tersebut dapat

    diidentifikasi semuanya/ sebagian besarnya oleh pasien dengan tanpa menggunakan

    bantuan sebarang alat maupun lensa kontak. Jarak antara pasien dan kartu tes adalah

    5 atau 6 meter tergantung kepada kartu snellen yang digunakan, dan pasien

    diposisikan bertentangan tepat dengan kartu tes.

    Universitas Sumatera Utara

  • Seseorang dengan ketajaman visus 20/40 hanya dapat melihat sesuatu huruf/ objek

    yang jaraknya 40 meter dari pasien apabila dia berada pada jarak 20 meter dari

    huruf/objek tersebut. Normal jarak ketajaman visus adalah 20/20, namun kebanyakan

    orang juga mempunyai ketajaman visus 20/15 (lebih baik dari visus normal).

    Dengan menggunakan phoropter, di depan mata pasien akan diletakkan serangkaian

    lensa dan dokter akan mengukur nilai fokus cahaya pasien dengan menggunakan

    retinoskop yang dipegang oleh dokter. Selain dari cara manual tadi, dokter juga dapat

    memilih untuk menggunakan mesin yang dapat mengevaluasi kekuatan fokus mata

    pasien secara otomatis.

    Setelah kekuatan fokus telah berhasil dievaluasi, daya kekuatan fokus yang telah

    diditeksi oleh mesin akan disempurnakan oleh pasien, yaitu lensa yang

    memungkinkan penglihatan kembali menjadi jelas akan ditentukan berdasarkan

    respon pasien terhadap lensa yang diletakkan dihadapan matanya.

    Dengan menggunakan pemeriksaan ini, tetes mata tidak perlu digunakan untuk

    menentukan respon mata pasien pada kondisi normal. Tetes mata dapat digunakan

    jika terdapat beberapa kesulitan ketika pemeriksaan penglihatan dilakukan, antaranya

    jika pasien tidak dapat merespons secara verbal, atau jika terdapat kemungkinan

    tersembunyinya beberapa kekuatan fokus mata. Tetes mata untuk kasus-kasus seperti

    ini diberikan agar perubahan fokus mata dapat dielakkan untuk sementara waktu yaitu

    pada saat uji coba dilakukan.

    Informasi yang diperoleh dari tes ini, bersama dengan hasil tes lainnya, dapat

    digunakan untuk menentukan seseorang pasien itu miopia atau tidak. Selain itu,

    apapun kekuatan lensa yang diperlukan untuk mengoreksi agar penglihatan pasien

    kembali jelas dapat ditentukan dengan menggunakan informasi ini, sehingga pilihan

    untuk pengobatan miopia juga dapat disarankan kepada pasien.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.8 Diagnosis banding

    Dalam menegakkan diagnosis miopia, terdapat beberapa penyakit yang mempunyai

    gejala dan tanda mirip seperti pada miopia. Maka, seseorang dokter harus berhati-hati

    dalam menegakkan diagnosis karena jika diagnosisnya tidak benar, maka pengobatan

    yang diberikan terhadap pasien tidak tepat dan seterusnya dapat merugikan pasien.

    Antara penyakit-penyakit yang mirip dengan miopia seperti diplopia, dan degenerasi

    makula (macular degeneration).

    2.2.9 Penatalaksanaan

    Pada masa ini, terdapat beberapa pilihan yang tersedia agar pasien miopia dapat

    kembali melihat dengan jelas apabila melihat sesuatu yang jauh seperti orang normal.

    Antara pilihan penatalaksanaan miopia adalah seperti pemakaian kacamata, lensa

    kontak, ortokeratologi, laser dan prosedur operasi refraktif lainnya, serta terapi visus/

    penglihatan untuk pasien yang mengalami miopia akibat stress penglihatan.

    Pilihan utama untuk mengkoreksi miopia adalah kacamata dengan lensa sferis

    negatif. Umumnya, diresepkan sebuah lensa tunggal agar pasien dapat memiliki

    penglihatan yang jelas pada setiap jarak.

    Namun, terdapat beberapa keadaan yang menyebabkan pasien miopia perlu

    menggunakan lensa bifokal atau lensa tambahan yang progresif, antaranya seperti

    pada pasien yang usianya sekitar lebih dari 40 tahun, atau anak-anak, dan orang

    dewasa yang miopia akibat stres kerja karena sering melihat sesuatu pada jarak dekat.

    Untuk memungkinkan penglihatan yang jelas ketika melihat sesuatu yang jauh

    maupun yang dekat dapat diberikan lensa-lensa multifokal karena lensa-lensa ini

    Universitas Sumatera Utara

  • dapat memberikan kekuatan yang berbeda atau kekuatan seluruh lensa yang

    diperlukan oleh pasien.

    Pada masa ini, selain alatan medis yang digunakan untuk memperbaiki penglihatan,

    kacamata juga dapat digunakan untuk menunjukkan penampilan (fashion) seseorang

    karena pada masa ini sudah tersedia pelbagai jenis lensa dan desain bingkai yang

    berbeda dari segi ukuran, bentuk, warna dan bahan yang dapat dipilih oleh pasien dari

    segala usia.

    Lensa kontak dapat memberikan penglihatan yang lebih baik dan mungkin

    memberikan visi yang lebih jelas dan lapangan pandang yang lebih luas berbanding

    kacamata pada beberapa individu. Namun, lensa kontak perlu dilakukan pembersihan

    dan perawatan rutin agar kesehatan mata dapat dijaga karena lensa kontak dipakai

    langsung pada mata.

    Terapi refraksi kornea atau juga dikenal sebagai ortokeratologi (Ortho-k) adalah

    terapi yang melibatkan pemasangan dari serangkaian lensa kontak kaku agar kornea

    yaitu permukaan luar depan mata dapat dibentuk kembali.

    Jangka waktu pemakaian lensa kontak adalah terbatas, karena lensa kontak harus

    dikeluarkan dari mata seperti pada malam hari. Penglihatan yang jelas yang bersifat

    sementara untuk sebahagian besar kegiatan sehari-hari pada pasien miopia tahap

    moderate mungkin dapat diperolehi apabila menggunakan lensa kontak ini.

    Dengan menggunakan sinar cahaya laser juga dapat membentuk kembali kornea

    dan seterusnya dapat membaiki miopia. Keratectomy photorefractive (PRK) dan laser

    keratomileusis in situ (LASIK) merupakan dua prosedur yang umum dilakukan.

    Lapisan tipis jaringan dari permukaan kornea dihilangkan dengan menggunakan

    laser dalam prosedur PRK bertujuan untuk mengubah bentuk jaringan tipis dari

    kornea dan memfokuskan cahaya yang masuk ke dalam mata. Meskipun begitu,

    Universitas Sumatera Utara

  • jumlah pembuangan jaringan tipis ini terdapat batas amannya. Apabila sebagian

    jaringan kornea ini dibuang, maka sejumlah kasus miopia dapat diatasi.

    PRK membuang lapisan tipis dari permukaan kornea sedangkan LASIK tidak.

    LASIK membuang sebagian lapisan jaringan dari lapisan dalamnya. Untuk

    melakukan hal ini, bagian dari permukaan luar kornea dipotong dan dilipat agar

    jaringan lapisan dalam terdedah. Kemudian sebagian jaringan lapisan dalam yang

    diperlukan untuk membentuk kembali kornea dibuang pada jumlah yang tepat dengan

    menggunakan laser, dan kemudian jaringan luar ditutup dan ditempatkan semula

    dalam posisi untuk menyembuhkan. Jumlah miopia yang dapat dikoreksi LASIK

    dibatasi oleh jumlah jaringan kornea yang dapat dihapus dengan cara yang aman.

    Pada masa ini, orang yang sangat rabun dekat atau korneanya terlalu tipis sehingga

    tidak memungkinkan penggunaan prosedur laser sudah memiliki pilihan lain selain

    untuk memperbaiki rabun jauhnya. Dengan melakukan prosedur penanaman lensa

    kecil di dalam mata mereka, rabun jauh yang mereka miliki mungkin dapat dikoreksi.

    Lensa intraokular ini dapat memberikan koreksi optik yang diperlukan secara

    langsung di dalam mata dan lensa intraokular ini terlihat seperti lensa kontak kecil.

    Dari segi pengobatan secara farmakologi, berdasarkan laporan dari dua hasil

    penelitian yang telah dilakukan oleh Association for Research in Vision and

    Ophthalmology menunjukkan bahawa pirenzepin berpotensi dalam mengurangkan

    perkembangan miopia pada anak-anak. Pirenzepin (PIR), merupakan satu zat yang

    relatif selektif M1-muskarinik antagonis, zat tersebut dapat mengurangkan

    perkembangan miopia pada anak karena pirenzepin dapat mengawal perpanjangan

    aksis (axis) bola mata. Dosis yang didapati aman untuk anak terhadap gel ophtalmik

    2% (2% ophthalmic gel) adalah penggunaan dengan 2 kali/ hari selama 28 hari.

    Selain itu, menurut laporan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh the Atropine

    in the Treatment Of Myopia (ATOM) menunjukkan bukti yang jelas bahwa

    penggunaan atropin secara topikal (1% tetes mata atropin atau Isoptotears sekali

    Universitas Sumatera Utara

  • setiap malam) dapat mengawal perpanjangan aksis (axis) bola mata sehingga

    perkembangan miopia pada anak dapat dikurangkan.

    Selain dari terapi yang ditulis sebelumnya, terdapat suatu pilihan terapi lain yang

    dapat dipilih bagi orang-orang yang miopia yang disebabkan oleh kejangnya otot-otot

    yang mengendalikan fokus mata yaitu terapi penglihatan (vision therapy).

    Vision therapy merupakan terapi perilaku. Antara yang dapat dilakukan pasien dari

    segi terapi perilaku adalah dengan melakukan berbagai senam mata dan mengelakkan

    dari terjadinya kelelahan mata yang berpanjangan agar pasien dapat meningkatkan

    kemampuan fokus mata yang lemah dan mengembalikan penglihatan yang jelas.

    Penjagaan gizi juga memberikan peranan dalam mengatasi miopia. Semua anak

    miopia harus diberikan makanan tambahan berupa kalsium dan vitamin D yang boleh

    didapati dari beberapa jenis makanan seperti produk susu, sayuran hijau, ikan dan

    telur. Sebuah diet seimbang akan memperlambatkan kenaikan tahap miopia meskipun

    tidak mampu menghentikan peningkatan tingkat miopia.

    Berbagai pilihan yang dapat diambil oleh pasien miopia untuk memperbaiki

    masalah penglihatan mereka dan setiap pilihan itu tergantung kepada kondisi dan

    penyebab miopianya.

    2.2.10 Pencegahan

    Terdapat pelbagai cara yang dapat dilakukan untuk mencegah miopia sejak dari

    anak-anak. Selain faktor keturunan yang tidak dapat diubah, setidaknya ada dua

    faktor miopia lain yang dapat dimodifikasi yaitu faktor lingkungan dan faktor gizi.

    Selain dari mencegah faktor-faktor risiko miopia, faktor lingkungan seperti stress

    visual harus dikurangkan, antara yang dapat dilakukan adalah sering meregangkan

    dan menggerakkan mata dan melihat jauh pada objek yang jauh dari bahan bacaan,

    Universitas Sumatera Utara

  • menanggalkan kacamata dan lensa kontak atau menggunakan kacamata baca ketika

    membaca tanpa menggunakan lensa kontak.

    Selain faktor lingkungan, penjagaan gizi juga dapat membantu mencegah miopia

    karena mata memiliki struktur kolagen, dan mengkonsumsi zat-zat yang dapat

    memperkuat kolagen juga mungkin dapat membantu mencegah bola mata menjadi

    memanjang. Zat-zat yang dapat digunakan untuk mencegah miopia adalah seperti

    kalsium, magnesium, boron, silika, selenium, mangan dan vitamin D, vitamin C dan

    bioflavonoid.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Daubs (1984), rendahnya tingkat

    kalsium, fluorida dan selenium dapat meningkatkan risiko miopia progresif. Menurut

    Politzer (1977) pula, perkembangan miopia pada anak-anak dapat diperlambat dengan

    vitamin E. Selain itu, konsumsi rendah protein, lemak, vitamin B1, B2 dan C, fosfor,

    besi, dan kolesterol, serta kurang paparan sinar matahari, menurut Edwards (1996)

    kekurangan zat-zat ini juga mempunyai hubungan yang signifikan dengan miopia

    pada anak-anak.

    Selain daripada penjagaan gizi anak, ibu-ibu disarankan agar mengambil beberapa

    vitamin/ mineral yang dapat mencegah miopia selama beberapa bulan sebelum

    terjadinya kehamilan karena diet ibu sebelum dan selama kehamilan juga mungkin

    memainkan peran dalam kekuatan struktural mata si anak.

    2.2.11 Komplikasi

    Terdapat banyak komplikasi yang dapat terjadi pada pasien miopia. Diantara

    komplikasi miopia itu dapat menyebabkan kebutaan dan perubahan degeneratif yang

    Universitas Sumatera Utara

  • dapat terjadi dalam kehidupan seorang dewasa setelah menderita miopia sepenuhnya

    sejak bertahun-tahun lamanya.

    Selain itu, perdarahan dan thrombosis khoroid dapat terjadi. Perdarahan berulang

    mungkin saja dapat terjadi. Apabila perdarahan di daerah tengah yaitu tempat sering

    terjadinya perdarahan berulang berlaku, pembentukan atau perluasan daerah atropik

    bekas luka dapat terjadi. Efek kumulatif dari peristiwa ini sering membawa bencana

    kepada penglihatan pasien walaupun daerah atropik itu kecil dan tunggal. Apabila

    perdarahan besar terjadi, semakin tragislah efek yang terjadi kepada pasien.

    Selain dari thrombosis dan perdarahan koroid, kekeruhan vitreous dapat juga

    terjadi. Kekeruhan vitreous sering terjadi pada beberapa derajat miopia tinggi.

    Kekeruhan vitreous dapat meningkat secara tiba-tiba dan komplikasi serius dapat

    terjadi akibat kejadian seperti ini. Perlu juga diketahui bahwa kekeruhan vitreous

    kadang-kadang dapat disertai dengan pengisian darah di dalamnya.

    Perlepasan retina merupakan salah satu komplikasi yang paling umum dari miopia,

    dan inilah komplikasi yang paling ditakuti terjadi. Sir Stewart Duke-Elder

    menyatakan bahwa 5% dari miopia dapat terjadi perlepasan retina. Glaukoma

    sederhana juga boleh terjadi, dan ini adalah komplikasi lebih lanjut dari miopia

    tinggi. Glaukoma sederhana terjadi dalam derajat yang lebih tinggi setelah

    pertengahan usia.

    Sebenarnya risiko kebutaan di usia tua pada pasien-pasien ini sangat sedikit. Perlu

    disadari bahwa masalah sebenar mereka dimulai pada masa anak-anak yaitu ketika

    kali pertama mereka dipakaikan dengan sepasang lensa korektif (negatif) oleh

    seseorang yang mungkin tidak peduli tentang tragis yang akan terjadi akibat dampak

    jangka panjang pemberian lensa korektif tersebut. Setiap kali lensa pasien diperkuat,

    semakin buruk keadaan mata pasien. Kondisi ini sering tidak disadari pasien, jarang

    sekali hal ini diberitahukan kepada pasien, dan pencegahan agar mata tidak

    bertambah rusak juga jarang diberitahukan kepada pasien.

    Universitas Sumatera Utara

  • Apabila tingkat keparahan miopia semakin meningkat dan sudah terlambat untuk

    melakukan pencegahan, pasien sering dijumpai di kamar bedah untuk memperbaiki

    penglihatannya. Hal ini sering merupakan akibat dari kesalahan orang lain yang

    mencoba untuk terus menambah pemburukan pada retina pasien. Akhirnya pasien

    telah menjadi korban seumur hidupnya akibat ketidaktahuannya dan menjadi korban

    eksploitasi dari orang yang tidak peduli tentang tragis yang akan menimpa dirinya

    (diri pasien).

    2.2.12 Prognosis dan Tindak lanjutan (Follow up)

    Prognosis miopia sederhana adalah sangat baik. Pasien miopia sederhana yang telah

    dikoreksi miopianya selalunya dapat melihat objek jauh dengan lebih baik. Prognosis

    bagi pasien miopia, astimatigma, anisometropia, dan akomodasi pasien serta fungsi

    vergence (gerakan satu mata dalam kaitannya dengan mata yang lain) berdasarkan

    derajat keparahannya, mungkin atau mungkin tidak melihat dengan lebih baik apabila

    melihat benda dekat selepas koreksi dilakukan koreksi.

    Setiap tahun sekali, anak-anak dengan miopia sederhana harus diperiksa. Namun,

    tindak lanjut yang mungkin sesuai untuk anak-anak yang mengalami perkembangan

    miopia tingkat tinggi secara luar biasa adalah setiap 6 bulan. Setidaknya pemeriksaan

    harus dilakukan setiap 2 tahun bagi orang dewasa dengan miopia sederhana. Bagi

    pasien yang memakai lensa kontak, agar evaluasi lensa cocok dan fisiologi kornea

    dapat dilakukan, umumnya mereka lebih sering memerlukan tindak lanjut. Pasien

    miopia sederhana dari tingkat rendah yang dijangkakan miopianya akan meningkat

    (misalnya, anak muda miopia dengan -0,50 -0,75 D), pada interval sekitar 6 bulan

    tindak lanjut dapat dijadwalkan apabila pasien tidak diberikan resep.

    Untuk menentukan apakah koreksi telah menghilangkan gejala penglihatan lemah

    dalam kondisi gelap dan/ atau kesulitan mengemudi di malam hari, setelah menerima

    Universitas Sumatera Utara

  • koreksi untuk melihat jelas pada malam hari, pasien dengan miopia malam harus

    dievaluasi 3-4 minggu. Kemudian pasien harus diperiksa setiap tahun setelah gejala

    miopia mereda. Prognosis miopia pada malam hari adalah baik selepas dikoreksi.

    Pseudomiopia biasanya dapat diobati dengan sukses, namun pasien mungkin

    memerlukan beberapa minggu untuk sembuh karena perjalanan pengobatan mungkin

    lambat. Sebelum komodatif berlebihan dan gejala dieliminasi, tindak lanjut harus

    dilakukan pada interval yang sering (misalnya, setiap 1-4 minggu). Pemeriksaan

    harus dilakukan secara tahunan setelah akomodasi telah membaik (relax).

    Pada pasien miopia degeneratif, prognosisnya bervariasi dengan perubahan yang

    terjadi pada retina dan mata. Tergantung kepada sifat dan keparahan perubahan retina

    dan mata, pemeriksaan harus dilakukan setiap tahun atau lebih sering. Aspek penting

    dalam tindak lanjut adalah seperti pemeriksaan retina secara regular, bidang

    pengujian visual, dan pengukuran tekanan intraokular. Dalam kasus miopia yang

    didapat, prognosisnya baik dan kekerapan tindak lanjut yang direkomendasikan

    tergantung pada kondisi atau agen penyebabnya.

    Universitas Sumatera Utara