gangguan usu halus

Upload: yulia-darsih

Post on 12-Jul-2015

656 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

TUGAS PATOFISIOLOGI TENTANG GANGGUAN USUS HALUS DAN USUS BESAR

Oleh: Yulia Darsih (1001118)

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

Malabsorpsi Penyakit usus halus seringkali disertai perubahan fungsi yang bermanifestasi sebagai syndrom malabsorpsi. Malabsorpsi adalah terganggunya absorbsi satu atau banyak zat gizi dalam mukosa usus, menyebabkan terjadinya gerakan makanan terdigesti yang tidak memadai dari usus halus ke dalam darah atau sistem limfatik. Malabsorbsi dan maldigesti harus dibedakan, karena meningkatnya kehilangan zat gizi dalam feses dapat menggambarkan salah satu proses tersebut. Maladigesti adalah kegagalan absorpsi zat gtizi pada pemecahan proses pencernaan kimiawi yang berlangsung dalam lumen usus atau brush border mukosa usus.

Penyebab Pada dasarnya, malabsoprsi disebabkan oleh gangguan salah satu fungsi sistem pencernaan berikut: 1. Digesti intraluminal Proses ini terjadi di sepanjang saluran cerna dimulai dengan saliva di mulut, dilanjutkan di lambung dan di usus halus, dibantu oleh sekresi enzim pankreas dan emulsifikasi oleh garam empedu. 2. Digesti terminal Proses ini melibatkan hidrolisis karbohidrat dan peptida oleh disakaridase dan peptidase di brush border mukosa usus halus. 3. Transpor transepitelial Nutrisi dan elektrolit di transpor melalui epitel usus halus untuk disalurkan ke dalam darah. Lemak disalurkan dalam bentuk kilomikron.

Beberapa Penyebab Syndrom Malabsorpsi OPERASI LAMBUNG SEBELUMNYA Gastrektomi total Gastrektomi Billroth II Piloroplasti Vagotomi GANGGUAN PANKREAS Pangkreatitis kronis Fibrosis kistik

Reseksi pankreas Syndrom Zollinger-Ellison PENYAKIT HEPATOBILIARIS Obstruksi saluran empedu Sirosis dan hepatitis Fistula saluran empedu PENYAKIT PADA USUS HALUS Penyakit primer usus halus Sprue non-tropis Sprue tropik Enteritis regional Reseksi usus masif Pertumbuhan bakteri berlebihan pada jengkung aferen setelah gastrektomi Billroth II Penyakit iskemia usus halus Aterosklerosis mesenterika Gagal jantung kongestif kronis Infeksi dan Infestasi usus halus Enteritis akut Giardiasis Penyakit sistemik yang menyerap usus halus Penyakit Whipple Amiloidosis Sarkoidosis Skleroderma Limfoma GANGGUAN HEREDITER Defisiensi laktase primer MALABSORPSI AKIBAT OBAT Neomisin Kalsium karbonat

Gejala Secara klinik, sindrom malabsorpsi hampir memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu feses yang banyak, berbusa, berlemak, serta berwarna kuning atau keabuan. Selain itu gejala lainnya adalah: Gejala Berat badan menurun Diare Flatus Glositis,keilositis, stomatotitis Nyeri abdomen Nyeri tulang Tetanus, paresthesia Lemah Azotemia, hipotensi Amenorrhea Anemia Perdarahan Rabun senja (xerothalmia) Neuropati perifer Dermatitis Mekanisme Anoreksia, malabsorpsi nutrisi Absorpsi yang terganggu (osmotik) atau sekresi air dan elektrolit (sekretorik) sekresi cairang kolon akibat dihidroksi asam empedu dan asam lemak yang tidak diserap Fermentasi karbohidrat yang tidak terabsorpsi oleh baktei Defisiensi besi, vitamin B12, folat, dan vitamin A Distensi usus atau inflamasi, pakreatitis Malabsorpsi vitamin D dan kalsium, defisensi protein, osteoporosis Malabsorpsi kalisum dan magnesium Anemia, depresi elekrolit (terutama K+) Deplesi cairan dan elektrolit Deplesi protein, penurunan kalori, hipopituarisme sekunder Gangguan absorpsi besi, folat, vitamin B12 Malabsorpsi vitamin K, hipoprotrombinemia Malabsorpsi vitamin A Defisiensi vitamin B12 dan tiamin Defisiensi vitamin A, seng, dan lemak esensial

Gangguan Primer Usus Halus yang Disertai Malabsorpsi

Sprue Non-Tropis (Penyakit Seliak) Sprue Non-Tropis (penyakit seliak) adalah malabsorpsi non-infeksi yang disebabkan oleh pengecilan area absorptif usus halus. Kelainan utama dari penyakit seliak adalah sesitivitas terhadap gluten, komponen gandum yang mengandung gliadin, suatu protein yang tidak larut dalam air. Peptida gliadin dipresentasikan oleh antigen precenting cell HLA-DQ2-positif dan HLA-DQ8-positif di lamina propria usus halus kepada sel T CD4+, dan menyebabkan respon imun terhadap gluten. Oleh karena itu, diduga penyakit

ini merupakan penyakit genetik. Bila terpapar oleh gluten, akumulasi limfosit pada lambung dan mukosa usus dapat terjadi, bahkan limfosit dapat menembus hingga lapisan epitel sehingga menyebabkan kerusakan sel enterosit epitelial yang bermanifestasi pada vili yang rata karena destruksi. Penderita penyakit seliak mengalami peningkatan level serum antibodi, termasuk autoantibodi IgA antiendomisil. Autoantibodi antiendomisial bertujuan melawan transglutaminassse, suatu enzim yang mendeamidasi gliadin. Pada pasien terdapt pula diare dan status malnutrisi yang bervariasi dari kecil hingga menjelang dewasa menengah. Terdapat pula risiko maligna. Diet bebas gluten dapat meningkatkan status pasien. Sprue Tropis Tropical sprue merupakan gejala, namun dapat menjadi terjadi penyakit secara eksklusif pada orang yang beda atau mengunjungi daerah tropis. Tidak ada agen kausal spesifik yang diidentifikasi secara jelas, tetapi pertumbuhan yang berlebihan (overgrowth) organisme enterotoksigenik (ex: E. coli dan Haemophilus). Pada pasien ini terdapat tanda-tanda malabsorpsi status enteritis difus dengan vilus yang rata. Respon pengobatan terhadap antibiotik spektrum luasa memberikan hasil. Defisiensi Laktase Enzim disakaridase, terutama laktase, terletak di membran sel apikal vilus sel epitel. Defisiensi laktase kongenital sangat jarang, tetapi defisiensi laktase didapat lebih sering terjadi, terutama pada orang kulit hitam dan Asia. Pemecahan yang tidak sempurna dari laktosa menjadi glukosa dan galaktosa bermanifestasi pada diare osmotik dari laktosa yang tidak terabsorpsi. Fermentasi gula yang tidak terabsoprsi yang dilakukan bakteri menghasilkan produksi hidrogen yang meningkat, sehingga dapat dinilai melalui udara pernapasan yang keluar. Pada bayi, ditandai dengan feses yang eksplosif, encer, berbusam disertai disentri abdominal saat diberikan ASI. Pada orang dewasa, intoleransi laktosa dihubungkan dengan infeksi atau kelainan pada usus. Penyakit Whipple Penyakit Whipple adalah infeksi sistemik yang jarang, melibatkan multiorgan di tubuh tetapi terutama melibatkan usus halus, sistem saraf pusat, dan sendi. Tanda secara mikroskopik adalah mukosa usus halus yang dipenuhi oleh makrofag periodic acidSchiff (PAS)-positif di lamina propria. Organisme penyebabnya adalah aktinomisetes gram positif dan resiten kultur, yaitu Tropheryma whippelli. Organisme yang terfagositosis dan fragmendegenerasinya dapat menetap di makrofag lamina propria

bertahun-tahun, makrofag yang sama dapat ditemukan di optak, cairan sinovial, dan tempat lainnya. Inflamasi biasanya tidak ada. Penyakit Whipple menyebabkan sindrom malabsorpsi disertai limfadenopati, hiperpigmentasi, poliartritis, dan kelainan sistem saraf pusat. Respon terhadap antibiotik memberikan hasil. Enteritis regional (Penyakit Crohn) Penyakit Crohn adalah penyakit inflamasi granulomatosa sistemik kronik dengan predominasi sistem pencernaan. Penyakit ini dapat menangani semua tingkatan saluran cerna. Kasus penyakit ini biasanya disertai oleh komplikasi sistem imun, seperi iritis, uveitis, sakroilitis, poliartritis migrans, eritema nodusom, perikolangitis hepatis, dan sklerosing kolangitis. Etioploginya masih belum diketahui. Dari sediaan patologik didapatkan lesi transmural yang diakibatkan oleh proses inflamasi disertasi kerusakan mukosa yang menyebabkan lias permukaan absorptik berjurang. Gejala yang dominan ialah diare episodik, nyeri abdominal, dan demam. Gejala akan hilang secara spontan atau dengan terapi, tetapi kemudian diikuti oleh relaps kembali. Selain itu, akan tampak pembentukan fistula di usus, dapat terjadi juga abses abdominal, serta obstruksi usus sehingga perlu dilakukan tindakan invasif. Komplikasi terberat adalah perdarahan di usus, dilatasi kolon akibat toksik, serta karsinoma kolon atapun usus halus.

APENDISITIS

Apendisitis (radang usus buntu) adalah peradangan (umbai Umumnya pada apendiks usus

vermiformis buntu).

cacing/

apendisitis

disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya ada beberapa

kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya (obstruksi) faktor pada penyumbatan lapisan saluran

(lumen) apendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras (fekalit), hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, kanker dan pelisutan. Faktor kebiasaan makan makanan rendah serat dan konstipasi /susah buang air besar (BAB) menunjukkan peran terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan lumen usus yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal usus. Tipe Apendisitis: 1. Apendisitis akut (mendadak). Gejala apendisitis akut adalah demam, mual-muntah, penurunan nafsu makan, nyeri sekitar pusar yang kemudian terlokalisasi di perut kanan bawah, nyeri bertambah untuk berjalan, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja. 2. Apendisitis kronik. Gejala apendisitis kronis sedikit mirip dengan sakit asam lambung dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut. Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak apendiks itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung apendiks menyentuh saluran kemih, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi apendiks ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik.

Perjalanan penyakit apendisitis:

Apendisitis akut fokal (peradangan lokal) Apendisitis supuratif (pembentukan nanah) Apendisitis Gangrenosa (kematian jaringan apendiks) Perforasi (bocornya dinding apendiks ) Peritonitis (peradangan lapisan rongga perut); sangat berbahaya, dan mengancam jiwa

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan mendiagnosis adanya Apendisitis, diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi : 1. Pemeriksaan fisik Pada apendisitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggitinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan apendiks semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu. 2. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) . 3. Pemeriksaan radiologi Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 ?97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan

pemeriksaan CT scan (93-98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit apendisitis (radang usus buntu)adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosis kemungkinan pemberian antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat kekambuhannya mencapai 35%. Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 -10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.

PERITONITIS Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.

PENYEBAB Peritonitis biasanya disebabkan oleh : 1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan peritonitis adalah

perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan

peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati. 2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual 3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia) 4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi 5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam

perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus. 6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut. 7. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.

GEJALA Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar.

DIAGNOSA Foto rontgen diambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi. Kadangkadang sebuah jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga perut, yang akan diperiksa di laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika. Pembedahan eksplorasi merupakan teknik diagnostik yang paling dapat dipercaya.

PENGOBATAN Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infus.

OBSTRUKSI USUS

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Ada dua tipe obstruksi yaitu : 1. Mekanis (Ileus Obstruktif) Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses 2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik) Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson

PENYEBAB 1. Perlengketan : Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pasca jaringan parut setelah pembedahan abdomen 2. Intusepsi : Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus

3. Volvulus : Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya 4. Hernia : Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen 5. Tumor : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus

PATOFISIOLOGI Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi. Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.

TANDA DAN GEJALA Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area

gastriuntestinalyang terjadi, semakin jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

EVALUASI DIAGNOSTIK Obstruksi Usus Halus : Diagnosa didasarkan pada gejala yang digambarkan diatas serta pemeriksaan sinar-X. Sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas dari gas atau cairan dalam usus. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi

PENGOBATAN Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal. Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium). Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.

PENYAKIT DIVERTIKULA PADA USUS BESAR

Divertikulosis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya divertikula, biasanya pada usus besar. Divertikula bisa muncul di setiap bagian dari usus besar, tetapi paling sering terdapat di kolon sigmoid, yaitu bagian terakhir dari usus besar tepat sebelum rektum. Sebuah divertikulum merupakan penonjolan pada titiktitik yang lemah, biasanya pada titik dimana pembuluh nadi (arteri) masuk ke dalam lapisan otot dari usus besar. Kejang (spasme) diduga menyebabkan bertambahnya tekanan dalam usus besar, sehingga akan menyebabkan terjadinya lebih banyak divertikula dan memperbesar divertikula yang sudah ada. Ukuran divertikula bermacam-macam, mulai dari 0,25-2,5 cm.

Jarang timbul sebelum usia 40 tahun. Pada usia 90 tahun, seseorang bisa memiliki lebih dari satu divertikula. Divertikula raksasa memiliki ukuran sekitar 2,5-15 cm, jarang membentuk kantong yang menonjol keluar. Seseorang bisa hanya memiliki satu divertikula raksasa.

PENYEBAB Penyebab utama dari penyakit divertikulum adalah makanan rendah serat. Serat merupakan bagian dari buah-buahan, sayuran dan gandum yang tidak dapat dicerna oleh tubuh. Terdapat 2 jenis serat: Serat yang larut dalam air, di dalam usus terdapat dalam bentuk yang menyerupai agar-agar yang lembut Serat yang tidak larut dalam air, melewati usus tanpa mengalami perubahan bentuk. Kedua jenis serat tersebut membantu memperlunak tinja sehingga mudah melewati usus. Serat juga mencegah sembelit (konstipasi). Sembelit menyebabkan otot-otot menjadi tegang karena tinja yang terdapat di dalam usus terlalu keras. Hal ini merupakan penyebab utama dari meningkatnya tekanan di dalam usus besar. Tekanan yang berlebihan menyebabkan titik-titik lemah pada usus besar menonjol dan membentuk divertikula.

GEJALA Kebanyakan penderita divertikulosis tidak menunjukan gejala. Tetapi beberapa ahli yakin bahwa bila seseorang mengalami nyeri kram, diare dan gangguan pencernaan lainnya, yang tidak diketahui penyebabnya, bisa dipastikan penyebabnya adalah divertikulosis. Pintu divertikulum bisa mengalami perdarahan, yang akan masuk ke dalam usus dan keluar melalui rektum. Perdarahan bisa terjadi jika tinja terjepit di dalam divertikulum dan merusak pembuluh darahnya. Perdarahan lebih sering terjadi pada divertikula yang terletak di kolon asendens. Divertikulanya sendiri tidak berbahaya. Tetapi tinja yang terperangkap di dalam divertikulum, bukan saja bisa menyebabkan perdarahan, tetapi juga menyebabkan peradangan dan infeksi, sehingga timbul divertikulitis. Sumber perdarahan bisa diketahui melalui pemeriksaan kolonoskopi.

DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaaan fisik. Pada pemeriksaan fisik dilakukan colok dubur ke dalam rektum untuk mengetahui adanya nyeri tekan,

penyumbatan maupun darah. Pemeriksaan terhadap contoh tinja dilakukan untuk

mengetahui adanya tanda-tanda perdarahan dan pemeriksaan darah dilakukan untuk mencari tanda-tanda infeksi. Jika terjadi perdarahan, maka untuk mengetahui

sumbernya dilakukan pemeriksaan kolonoskopi.

PENGOBATAN Mengkonsumsi makanan yang kaya akan serat (sayuran, buah-buahan dan sereal) bisa mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi. Bila diet tinggi serat saja tidak akan efektif, bisa ditambah dengan bekatul giling atau mengkonsumsi 3,5 gram psillium dalam 8 ons air 1-2 kali/hari. Metil seluclosa juga dapat membantu. Diet rendah serat sebaiknya dihindari karena akan lebih banyak membutuhkan tekanan untuk mendorong isi usus. Divertikulosis tidak membutuhkan pembedahan. Tetapi divertikula raksasa harus diangkat, karena mereka lebih sering mengalami infeksi dan perforasi (perlubangan).

RADANG USUS BESAR

Penyakit radang kronis usus besar dibagi dalam dua bagian yaitu kolitis ulseratif nonspesifik dan penyakit Crohn usus besar (kolitis granulomatosa). Walaupun kedua keadaan ini mempunyai banyak gambaran yang sama, namun banyak perbedaan yang memisahkan keduanya menjadi dua keadaan klinis yang berbeda.

a. Kolitis Ulseratif Kolitis ulseratif merupakan radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti. Nyeri abdomen, diare, dan pendarahan rektum merupakan gejala dan tanda yang penting. Lesi utamanya adalah reaksi peradangan daerah suberpitel yang timbul pada basis kripte Lieberkuhn, yang akhirnya menimbulkan ulserasi mukosa.Penyakit Crohn terjadi pada sekitar seperempat dari kolitis ulseratif.

Etiologi dan Patogenesi Etiologi kolitis ulseratif, seperti juga penyakit Crohn, tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya berperanan dalam etiologi, karena terdapat hubungan familial yang jelas antara kolitis ulseratif, penyakit Crohn, dan spondilitis ankilosa. Telah dijelaskan beberapa teori mengenai penyebab kolitis ulseratif, namun tidak ada yang terbukti. Teori yang paling terkenal adalah teori reaksi sistem imun tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan terus berlangsungnya peradangan dalam dinding usus. Penderita kolitis ulseratif memang memiliki kelainan sistem imun, tetapi tidak diketahui hal ini merupakan penyebab atau akibat efek ini; kolitis ulseratif tidak disebabkan oleh distres emosional atau sensitifitas terhadap makanan, tetapi faktor-faktor ini mungkin dapat memicu timbulnya gejala pada beberapa orang (NIDDK,1998). Lesi patologis awal terbatas pada lapisan mukosa berupa pembentukan abses dalam kriptus, yang berbeda dengan lesi pada penyakit Chorn yang menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat mengakibatkan kerapuhan hebat sehingga dapat terjadi pendarahan akibat trauma ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan. Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kripte pecah menembus dinding kripte dan menyebar dalam lapisan submukosa, menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terkelupas menyisakan daerah tidak bermukosa (tukak).

Tukak mula-mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium lebih lanjut, permukaan mukosa yang hilang menjadi luas sekali sehingga mengakibatkan hilangnya jaringan, protein, dan darah dalam jumlah banyak.

Gambaran Klinis Terdapat tiga jenis klinis kolitis ulseratif yang sering terjadi, dikaitkan dengan frekuensi timbulnya gejala. Kolitis ulseratif fulminan akut ditandai oleh awitan yang mendadak disertai diare (10 sampai 20 kali/hari) parah, berdarah, nausea, muntah, dan demam yang menyebabkan berkurangnya cairan dan elektrolit dengan cepat. Seluruh kolon dapat terserang disertau dengan pembentukan teworongan dan pengelupasan mukosa, yang menyebabkan hilangnya darah dan mukus dan mukus dalam jumlah banyak. Jenis kolitis ini terjadi pada sekitar 10% penderita. Prognosisnya buruk, dan sering terjadi penyulit berupa megakolon toksik. Sebagian besar penderita kolitis ulseratif mengalami tipe kolitis kronis intermiten (rekuren). Awitan cenderung perlahan selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Penyakit bentuk ringan dicirikan dengan serangan singkat yang terjadi dalam interval berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berlangsung selama 1-3 bulan. Mungkin terjadi sedikit atau tidak terjadi demam serta gejala konstitusional, dan biasanya hanya mengenai kolon bagian distal. Pada kolitis ulseratif bentuk ringan, terjadi diare ringan disertai dengan pendarahan ringan dan intermiten. Pada penyakit yang berat, defekasi terjadi lebih dari enam kali sehari disertai banyak darah dan mukus. Kehilangan darah dan mukus yang berlangsung kronis dapat menyebabkan anemia dan hipoproteinemia. Nyeri kolik hebat ditemukan pada abdomen bagian bawah dan sedikit mereda bila defekasi. Hanya sedikit kematian yang secara langsung terjadi akibat penyakit ini, namun dapat menimbulkan cacat ringan atau berat. Penegakan diagnosis kolitis ulseratif biasanya jelas. Dijumpai diare serta darah, dan sigmoidoskopi memperlihatkan mukosa yang rapuh dan sangat meradang disertai eksudat. Pemeriksaan radiografi dan barium pada kolon membantu menentukan luas perubahan pada kolon yang lebih proksimal, tetapi sebaiknya tidak dilakukan pada serangan akut, karena dapat mempercepat terjadinya megakolon toksik dan perforasi. Pemeriksaan USG endoskopi dapat memperlihatkan dinding saluran gastrointestinal dan struktur yang berdekatan.

Komplikasi Komplikasi kolitis ulseratif dapat bersifat lokal atau sistemik. Beberapa penderita dapat mengalami penyempitan lumes usus akibat fibrosis. Salah satu komplikasi yang lebih berat adalah dilatasi toksik atau megakolon, dengan paralisis fungsi motorik kolon transversum disertai dilatasi cepat segmen usus tersebut. Megakolon toksik paling sering menyertai pankolitis. Angka mortalitas sekitar 30% dan sering terjadi perforasi usus. Komplikasi lain adalah karsinoma kolon, dan frekuensinya semakin meningkat pada pasien yang telah mederita lebih dari 10 tahun. Komplikasi sistemik sangat beragam. Komplikasi ini berupa pioderma gangrenosa, episkleritis, uveitis, artritis, dan spondilitis ankilosa serta gangguan fungsi hati.

Pengobatan Tidak ada pengobatan spesifik. Pengaturan makanan, obat-obat simtomatik dan upaya-upaya medis suporatif, kortikosteroid dan sulfasalazin biasanya diberikan selama kehamilan. Meskipun kortikosteroid dan sulfasalazin kemungkinan teratogen, resiko yang kecil ini biasanya lebih dipilih untuk keadaan eksaserbasi akut. Sulfasalazin dapat menyebabkan hiperbilirubin neonatus, dan jika digunakan, ibu harus mendapat asam folat (Ralph C. Benson & Martin L. Pernoll, 2009).

b. penyakit Crohn usus besar (kolitis granulomatosa) Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus. Pada beberapa dekade yang lalu, penyakit Crohn lebih sering ditemukan di negara barat dan negara berkembang. Terjadi pada pria dan wanita, lebih sering pada bangsa Yahudi, dan cenderung terjadi pada keluarga yang juga memiliki riwayat kolitis ulserativa. Kebanyakan kasus muncul sebelum umur 30 tahun, paling sering dimulai antara usia 14-24 tahun. Penyakit ini mempengaruhi daerah tertentu dari usus, kadang terdapat daerah normal diantara daerah yang terkena. Pada sekitar 35% dari penderita penyakit Crohn, hanya ileum yang terkena. Pada sekitar 20%, hanya usus besar yang terkena. Dan pada sekitar 45%, ileum maupun usus besar terkena.

PENYEBAB Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui. Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu: - Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh - Infeksi - Makanan

GEJALA Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di sisi kanan. Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah (abses). Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus. Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus besar meningkat. Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah di sekitar anus, terutama fistula dan lecet (fissura) pada lapisan selaput lendir anus. Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan tertentu pada bagian tubuh lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan penumpukan amiloid (amiloidosis). Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita juga bisa mengalami: - peradangan sendi (artritis) - peradangan bagian putih mata (episkleritis) - luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa) - nodul kulit yang meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum) dan - luka biru-merah di kulit yang bernanah (pioderma gangrenosum). Jika penyakit Crohn tidak menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita masih bisa mengalami: - peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa) - peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis) - peradangan di dalam mata (uveitis) dan

- peradangan pada saluran empedu (kolangitis sklerosis primer). Pada anak-anak, gejala-gejala saluran pencernaan seperti sakit perut dan diare sering bukan merupakan gejala utama dan bisa tidak muncul sama sekali. Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau pertumbuhan yang lambat.

Pola umum dari penyakit Crohn Gejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 4 pola yang umum terjadi, yaitu: 1. Peradangan: nyeri dan nyeri tekan di perut bawah sebelah kanan 2. Penyumbatan usus akut yang berulang, yang menyebabkan kejang dan nyeri hebat di dinding usus, pembengkakan perut, sembelit dan muntah-muntah 3. Peradangan dan penyumbatan usus parsial menahun, yang menyebabkan kurang gizi dan kelemahan menahun 4. Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi nanah (abses), yang sering menyebabkan demam, adanya massa dalam perut yang terasa nyeri dan penurunan berat badan.

PENGOBATAN Pengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan gejalanya. Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat, loperamide, opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan per-oral (melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan. Untuk membantu mencegah iritasi anus, diberikan metilselulosa atau preparat psillium, yang akan melunakkan tinja. Sering diberikan antibiotik berspektrum luas. Antibiotik metronidazole bisa

membantu mengurangi gejala penyakit Crohn, terutama jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus. Penggunaan metronidazole jangka panjang dapat merusak saraf, menyebabkan perasaan tertusuk jarum pada lengan dan tungkai. Efek samping ini biasanya menghilang ketika obatnya dihentikan, tapi penyakit Crohn sering kambuh kembali setelah obat ini dihentikan.

Sulfasalazine dan obat lainnya dapat menekan peradangan ringan, terutama pada usus besar. Tetapi obat-obat ini kurang efektif pada penyakit Crohn yang kambuh secara tibatiba dan berat. Kortikosteroid (misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan

menimbulkan perasaan enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius. Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin. Obat-obatan seperti azatioprin dan mercaptopurine, yang merubah kerja dari sistim kekebalan tubuh, efektif untuk penyakit Crohn yang tidak memberikan respon terhadap obat-obatan lain dan terutama digunakan untuk mempertahankan waktu remisi (bebas gejala) yang panjang. Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan efek samping yang serius. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya alergi, peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah putih. Formula diet yang ketat, dimana masing-masing komponen gizinya diukur dengan tepat, bisa memperbaiki penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk waktu yang singkat dan juga dapat membantu pertumbuhan anak-anak. Diet ini bisa dicoba sebelum pembedahan atau bersamaan dengan pembedahan. Kadang-kadang zat makanan diberikan melalui infus, untuk mengkompensasi penyerapan yang buruk, yang sering terjadi pada penyakit Crohn. Bila usus tersumbat atau bila abses atau fistula tidak menyembuh, mungkin dibutuhkan pembedahan. Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terkena dapat meringankan gejala namun tidak menyembuhkan penyakitnya. Peradangan cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada hampir 50% kasus, diperlukan pembedahan kedua. Karena itu, pembedahan dilakukan hanya bila timbul komplikasi atau terjadi kegagalan terapi dengan obat.

Kanker ColorectalKanker colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau jaringan rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian besar kanker colorectal adalah adenocarcinoma (kanker yang dimulai di sel-sel yang membuat serta melepaskan lendir dan cairan lainnya).

Penyebab Tidak ada yang tahu penyebab sebenarnya dari kanker colorectal ini. Namun, kami tahu bahwa orang dengan kebiasaan tertentu lebih besar kemungkinannya Penelitian berikut terkena kanker faktorkanker

colorectal. faktor

menemukan ini untuk

risiko

colorectal: Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.

Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar

Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.

Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika Anda mempunyai riwayat kanker colorectal pada keluarga, maka kemungkinan Anda terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika saudara Anda terkena kanker pada usia muda.

Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker colorectal.

Usia di atas 50: Kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia manusia yang semakin tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.

Gejala Gejala umum dari kanker colorectal adalah perubahan pada kebiasaan buang air besar. Gejalanya antara lain:

Perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau sembelit/konstipasi) Usus besar Anda terasa tidak kosong seluruhnya Ada darah (baik merah terang atau kehitaman) di kotoran Anda Kotoran Anda lebih sempit dari biasanya Sering kembung atau keram perut, atau merasa kekenyangan atau begah Kehilangan berat badan tanpa alasan Selalu merasa sangat letih Mual atau muntah-muntah Umumnya, gejala-gejala ini bukan akibat kanker. Masalah kesehatan lainnya juga bisa

menyebabkan gejala seperti ini. Tapi, Anda juga perlu tahu bahwa kanker pada stadium dini biasanya tidak terasa sakit. Oleh karena itu, orang yang mengalami gejala ini harus ke dokter untuk didiagnosis dan dirawat sedini mungkin.

SkriningTes skrining akan membantu dokter menemukan polip atau kanker sebelum ada gejalanya. Deteksi dini kanker colorectal biasanya juga meningkatkan efektivitas pengobatan kanker. Tes skrining berikut ini dapat digunakan untuk mendeteksi polip, kanker, atau ketidaknormalan lainnya.

Tes darah samar pada feses/kotoran (Fecal occult blood test -FOBT): Terkadang kanker atau polip mengeluarkan darah, dan FOBT dapat mendeteksi jumlah darah yang sangat sedikit dalam kotoran. Karena tes ini hanya mendeteksi darah, tes-tes lain dibutuhkan untuk menemukan sumber darah tersebut. Kondisi jinak (seperti hemoroid), juga bisa menyebabkan darah dalam kotoran.

Sigmoidoskopi: Dokter akan memeriksa rektum Anda dan bagian bawah kolon dengan tabung cahaya (sigmoidoskop). Jika ditemukan polip (pertumbuhan jinak yang dapat menjadi kanker), maka polip bisa diangkat.

Kolonoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan seluruh kolon dengan menggunakan tabung panjang bercahaya (kolonoskop). Jika ditemukan polip (pertumbuhan jinak yang dapat menjadi kanker), maka polip bisa diangkat.

Enema barium kontras ganda (Double contrast barium enema): Prosedur ini mencakup pengisian kolon dan rektum dengan bahan cair putih (barium) untuk meningkatkan kualitas gambar sinar X. Dengan demikian, ketidaknormalan (seperti polip) dapat terlihat dengan jelas.

Pemeriksaan rektal secara digital: Pemeriksaan rektal seringkali menjadi bagian pemeriksaan (check-up) fisik rutin. Dokter akanmemasukkan jari dengan sarung tangan yang telah dilumasi ke dalam rektum, untuk merasakan ketidaknormalan.

Diagnosis Jika Anda mempunyai gejala atau hasil skrining yang mengarah pada kanker colorectal, maka dokter harus mencari tahu apakah gejala tersebut berasal dari kanker atau kondisi kesehatan yang lain. Dokter akan menanyakan riwayat medis pribadi dan keluarga Anda, dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika ditemukan ketidaknormalan (misalnya polip), biopsi perlu dilakukan. Seringkali, jaringan yang abnormal dapat diangkat selama kolonoskopi atau sigmoidoskopi. Dokter patologi akan memeriksa jaringan apakah mengandung sel kanker dengan menggunakan mikroskop.

Jika biopsi menunjukkan adanya kanker, dokter harus mengetahui tingkat stadium penyakit agar bisa merencanakan pengobatan yang terbaik. Stadium tersebut berdasarkan apakah tumor sudah menyerang jaringan di sekitarnya, apakah kanker telah menyebar, dan jika memang sudah menyebar, ke bagian tubuh yang mana penyebarannya. kanker colorectal dibagi berdasarkan stadium berikut: 1. Stadium 0: Kanker ditemukan hanya pada lapisan terdalam di kolon atau rektum. Carcinoma in situ adalah nama lain untuk kanker colorectal Stadium 0. 2. Stadium I: Tumor telah tumbuh ke dinding dalam kolon atau rektum. Tumor belum tumbuh menembus dinding. 3. Stadium II: Tumor telah berkembang lebih dalam atau menembus dinding kolon atau rektum. Kanker ini mungkin telah menyerang jaringan di sekitarnya, tapi sel-sel kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening. 4. Stadium III: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, tapi belum menyebar ke bagian tubuh yang lain. 5. Stadium IV: Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain, misalnya hati atau paru-paru. 6. Kambuh: Kanker ini merupakan kanker yang sudah diobati tapi kambuh kembali setelah periode tertentu, karena kanker itu tidak terdeteksi. Penyakit ini dapat kambuh kembali dalam kolon atau rektum, atau di bagian tubuh yang lain. Pengobatan

Pembedahan Pembedahan adalah tindakan mengangkat jaringan yang mengandung tumor dan jaringan/kelenjar getah bening di sekitarnya. Pembedahan ini bisa dilakukan melalui laparoskopi atau pembedahan terbuka.

Kemoterapi Kemoterapi menggunakan obat-obatan anti kanker bertujuan untuk mengecilkan/membunuh sel-sel kanker. Obat-obatan ini masuk ke dalam aliran darah dan bisa mempengaruhi sel-sel kanker di seluruh tubuh.

Terapi Biologi beberapa penderita kanker colorectal yang sudah menyebar bisa menggunakan antibodi monoklonal, yaitu sejenis terapi biologi. Antibodi monoklonal ini akan mengikat diri pada sel-sel kanker colorectal. Terapi ini akan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.

Terapi Radiasi Terapi radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel kanker. Cara ini akan mempengaruhi sel-sel kanker pada area yang diobati saja.

GANGGUAN ANOREKTALHemoroid Hemoroid atau "wasir" merupakan vena varikosa pada kanalis ani dan dibagi menjadi dua jenis yaitu, hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media, sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Hemoloid eksterna timbul di sebelah luar otot sfingter ani dan hemoroid interna timbul di sebelah atas atau di sebelah proksimal sfingter. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid interna dikelompokkan dalam derajat I, II dan III. Hemoroid interna I (dini) tidak menonjol melalui kanalis ani hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan proktoskopi. Hemoroid derajat II mengalami prolaps melalui kanalis ani setelah defekasi; hemoroid ini dapat mengecil spontan atau dapat direduksi secara manual. Hemoroid derajat III mengalami prolaps secara permanen. Gejala hemoroid interna ynag paling sering adalah pendarahan tanpa nyeri, karena tidak terdapat serabut syaraf pada daerah ini. Sebagian besar penderita hemoroid tidak perlu menjalani pembedahan. Pengobatan medis adalah "kompres duduk" atau bentuk pemanasan basah lain, tirah baring, pelunak feses untuk mencegah kostipasi, diet tinggi serat, dan penggunaan supositoria. Eksisi bedah dapat dilakukan bila pendarahan menetap, terjadi prolaps, atau terjadi pruritus dan nyeri anus yang tidak dapat diatasi.

Fisura Ani (Fisura in Ano) Fisura ani merupakan retakan pada dinding anus yang disebabkan oleh peregangan akibat lewatnya feses yang keras (konstipasi). Diare atau trauma saat lahir juga menyebabkan timbulnya fisura ani. Gejala yang paling mencolok adalah nyeri terbakar hebat setelah defekasi, dan gerakan usus biasanya diikuti oleh sedikit darah merah cerah. Penderita hampir selalu mengalami konstipasi dan menimbulkan nyeri hebat, konstipasi memburuk secara progresif karena penderita takut melakukan defekasi. Fisura ani sering disertai skin tag hemoroid eksterna. Bila diatasi lokal, pemakaian salep, dan pembersih tidak membantu, dilakukan eksisi bedah.

Daftar Pustaka C. Benson Ralph, L. Pernoll, Martin. 2009. Buku saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. Davey, Patrick. 2003. At a Galnce Medicine. Jakarta: Erlangga. M. Wilson, Lorraine dkk. 2006. PATOFISIOLOGI konsep klinik proses-proses penyakit volume I. Jakarta: Buku Kedoteran EGC. http://medicastore.com/penyakit/497/Peritonitis_radang_selaput_rongga_perut.html http://canhope.org/bahasa_indonesia/education/colorectal-cancer