bab 1
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia karena masih sering timbul dalam Kejadian
Luar Biasa dan disertai dengan angka kematian yang cukup tinggi. Di Indonesia
dilaporkan secara keseluruhan pada tahun 2008, episode diare pada balita
berkisar 40 juta per tahun (Soebagyo, 2008). Sedangkan data Dinas Kese-
hatan Kota Malang (2007) menunjukkan bahwa diare menduduki peringkat ter-
atas dari sepuluh penyakit tertinggi pada balita.
Diare pada bayi jika tidak segera ditangani akan menyebabkan terjadinya
dehidrasi. Dehidrasi terjadi karena pada saat diare, bayi akan malas minum ASI
bersamaan dengan frekuensi buang air besar yang lebih sering dari biasanya
dengan konsistensi yang lebih encer. Dehidrasi sangat berbahaya apabila terjadi
pada bayi karena 80% komponen tubuh bayi adalah cairan, sehingga apabila
tak kunjung ditangani akan berujung pada kematian. WHO (2008) menyatakan
bahwa setiap tahun 1,5 juta anak balita meninggal dunia akibat penyakit diare,
hal ini menyebabkan diare sebagai penyebab kematian terbesar kedua pada
anak balita. Di Indonesia pada tahun 2008 terdapat 200.000-400.000 balita yang
meninggal akibat diare (Soebagyo, 2008).
Diare disebabkan oleh 4 faktor, diantaranya factor infeksi, factor
makanan, factor malabsorbsi, dan factor psikologis. Pada bayi, diare lebih
banyak disebabkan oleh 3 factor diantaranya factor infeksi, factor malabsorbsi,
2
dan factor makanan. Higienitas yang kurang terjamin dan rendahnya system
imun pada bayi memperbesar resiko terjadinya diare pada bayi.
Pemberian makanan pendamping ASI sangat penting pada bayi mulai
berusia 6 bulan karena kebutuhan energy untuk pertumbuhan dan aktivitas se-
makin bertambah, sedangkan produksi ASI relative tetap. Oleh karena itu dibu-
tuhkan makanan tambahan untuk melengkapi zat-zat gizi yang belum dipenuhi
oleh ASI untuk menunjang proses pertumbuhan supaya tetap optimal. Pembe-
rian makanan pendamping ASI harus disesuaikan dengan usia bayi. Makanan
harus dipersiapkan dan diberikan dengan cara yang aman, harus dipastikan
memiliki resiko sekecil mungkin dari kontaminasi patogen. Selain itu, makanan
harus diberikan dengan cara layak secara tekstur dan jumlah yang cukup, misal
pada bayi usia 6 bulan dapat diberikan pisang lembek, bukan makanan padat
seperti nasi yang layaknya diberikan pada bayi usia 1 tahun.
Saat ini, lebih dari 50% bayi di Indonesia sudah mendapat MP-ASI pada
umur kurang dari satu bulan. Bahkan, pada umur 2-3 bulan, bayi ada yang sudah
mendapat makanan padat (Irawati, 2004). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun
2010 juga menyatakan bahwa di Indonesia, bayi yang mendapat ASI eksklusif
hingga umur 6 bulan baru 15,3% dari jumlah total keseluruhan bayi. Hal ini dipen-
garuhi oleh berbagai factor, diantaranya adalah masih rendahnya pengetahuan
masyarakat mengenai makanan pendamping ASI.Selain itu, adanya keper-
cayaan yang cukup kuat berlaku di masyarakat bahwa ASI saja tidak cukup se-
bagai makanan bayi juga turut berperan besar. Factor-faktor lain seperti pen-
didikan ibu, pekerjaan, dan sikap ibu juga turut mempengaruhi pemberian
makanan tambahan yang terlalu dini pada bayi.
3
Pemberian MP ASI yang terlalu dini sangat beresiko, terutama pada bayi
usia kurang dari 6 bulan, dimana system imun belum sempurna serta kemam-
puan organ pencernaan untuk mencerna makanan padat juga masih sangat ter-
batas. Belum lagi jika tidak disajikan secara higienis. Sehingga apabila hal ini
dilakukan terus menerus, maka sama saja dengan memberikan kesempatan bagi
penyakit-penyakit untuk bisa dengan leluasa masuk ke tubuh bayi (Williams &
Wilkins, 2006). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2008,
menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MP ASI sebelum berusia enam
bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas
dibandingkan bayi yang hanya mendapat ASI eksklusif dan mendapatkan
MP ASI dengan tepat waktu (usia pemberian MP ASI setelah enam bulan)
(Williams & Wilkins, 2006). Namun tidak menutup kemungkinan juga bahwa bayi
atau anak yang usianya lebih dari enam bulan dan telah diberi makanan
pendamping ASI dengan tepat, dapat terserang diare, sembelit, batuk-pilek,
dan panas. Sebab dilihat dari berbagai faktor seperti frekuensi pemberian
makanan pendamping ASI, porsi pemberian makanan pendamping ASI, jenis
makanan pendamping ASI, dan cara pemberian makanan pendamping ASI
pada bayi ataupun anak sangat berpengaruh besar untuk terserangnya
penyakit diare dan lain-lain (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
meneliti lebih jauh mengenai hubungan pemberian makanan pendamping ASI
terhadap kejadian diare pada usia 1-5 bulan.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara pemberian makanan pendamping ASI
terhadap kejadian diare pada bayi usia 1-5 bulan.
4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pemberian makanan pendamping
ASI terhadap kejadian diare pada bayi usia 1-5 bulan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pemberian makanan pendamping ASI.
2. Mengidentifikasi diare pada bayi usia 1-5 bulan.
3. Menganalisa koefisien korelasi antara pemberian makanan pendamping
ASI terhadap kejadian diare pada bayi usia 1-5 bulan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Untuk mengetahui hubungan antara pemberian makanan pendamping
ASI pada bayi usia 1-5 bulan dengan kejadian diare
1.4.2 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan menambah pengetahuan masyarakat tentang
dampak pemberian makanan pendamping ASI terhadap kejadian diare pada bayi
usia 1-5 bulan sehingga lebih meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya pemberian makanan pendamping ASI yang tepat dan sehat pada
bayi.
1.4.3 Bagi Dinas Kesehatan
Untuk mengetahui adanya hubungan pemberian makanan pendamping
ASI terhadap kejadian diare pada bayi usia 1-5 bulan.
1.4.4 Bagi Peneliti Laim
5
Dapat memberikan informasi awal tentang hubungan pemberian
makanan pendamping ASI terhadap kejadian diare pada bayi usia 1-5 bulan
yang nantinya dapat dijadikian penelitian selanjutnya.