bab 1-5
TRANSCRIPT
Tugas MK EPG TH 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum
dijumpai di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu sebab di
antaranya adalah karena keadaan gizi yang kurang baik atau bahkan buruk
(Suhardjo, 2004). Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang
gizi. Pengetahuan gizi diperlukan ibu atau pengasuh anak balita, karena kebutuhan
dan kecukupan gizi anak tergantung dari konsumsi makanan yang diberikan.
Kurangnya pengetahuan membuat bayi dan balitatidak mendapat makanan yang
bergizi, bayi sendiri membutuhkan makanan terbaikyaitu ASI selama 6 bulan,
sesudah 6 bulan bayi memerlukan makanan pendamping Asi (MP-ASI)yang tepat
(Lestrina, 2009).
Gizi adalah zat makanan yang berhubungan dengan kesehatan tubuh
(Ngastiah, 2005). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi buruk adalah kondisi dimana
seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, tubuh kekurangan makanan ketika
kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa nutrien tidak terpenuhi, atau
nutrien-nutrien tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar dari pada yang
didapat. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori
(Almatsier, 2009).
Gizi merupakan suatu proses organisme dalam menggunakan bahan
makanan yang dikonsumsi melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi dari organ-organ, serta
menghasilkan energi (Supariasa,2001). Kurangnya pengetahuan gizi dan
kesehatan orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu penyebab kekurangan
gizi pada balita
1
Tugas MK EPG TH 2013
Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi gizi kurang menjadi 17,9%
dan gizi buruk menjadi 4,9%, artinya kemungkinan besar sasaran pada tahun 2014
sebesar 15,0% untuk gizi kurang dan 3,5% untuk gizi buruk dapat tercapai. Untuk
mencapai sasaran pada tahun 2014, upaya perbaikan gizi masyarakat yang
lakukan adalah peningkatan program ASI Ekslusif, upaya penanggulangan gizi
mikro melalui pemberian Vitamin A, tablet besi bagi bumil, dan iodisasi garam,
serta memperkuat penerapan tata laksana kasus gizi buruk dan gizi kurang di
fasilitas kesehatan (Depkes, 2010). Menurut hasil pemantauan Direktorat Bina
Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, selama tahun 2005 sampai tahun 2009
berturut-turut 25 propinsi Jawa Tengah masuk dalam kategori 10 Propinsi dengan
kasus gizi buruk tertinggi. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Propinsi Jawa
Tengah tahun 2009, terdapat balita gizi buruk 4.647 dan 43 anak meninggal dunia
(Dinas Kesehatan Propinsi Jateng, 2009).
Di Semarang beberapa masalah gizi juga terjadi di posyandu Mekarsari
pada tahun 2013 dengan jumlah balita dengan gizi lebih sebanyak 4 balita gizi
kurang sebanyak 6 balita dengan jumlah balita dalam posyandu tersebut 45 balita.
Masalah gizi yang timbul dapat memberikan berbagai dampak diantaranya
meningkatnya Angka Kematian Bayi dan Anak, terganggunya pertumbuhan dan
menurunnya daya kerja, gangguan pada perkembangan mental dan kecerdasan
anak serta terdapatnya berbagai penyakit tertentu yang diakibatkan kurangnya
asupan gizi. Masalah kekurangan zat gizi ada 4 yang dianggap sangat penting
yaitu; kurang energi-protein, kurang Vitamin A, kurang Yodium (Gondok
Endemik) dan kurang zat besi (Anemia Gizi Besi), (Paramata, 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian gizi
buruk pada balita di Posyandu Mekarsari Semarang Utara.
2
Tugas MK EPG TH 2013
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran pengetahuan ibu mengenai gizi kurang terkait
dengan kejadian status gizi kurang pada balita di wilayah kerja Posyandu
Mekarsari Kampung Kali Cilik RW IV Kelurahan Dadapsari Semarang
Utara.
1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu mengenai gizi
kurang terkait dengan kejadian status gizi kurang pada balita di wilayah
kerja Posyandu Mekarsari Kampung Kali Cilik RW IV Kelurahan
Dadapsari Semarang Utara
1.3.2 Khusus
1. Untuk menganalisis tingkat pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu.
2. Untuk mengetahui status gizi di tingkat perkembangan anak di
Posyandu Mekarsari.
3. Untuk memperoleh pengetahuan tentanag masalah gizi dan penyakit
terkait yang mempengaruhi status gizi anak.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan bahan masukan, serta
tambahan informasi mengenai pentingnya pengetahuan ibu tentang
status gizi balita.
1.4.2 Bagi Penulis
Observasi gizi ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan
dan penerapan ilmu pengetahuan.
3
Tugas MK EPG TH 2013
1.4.3 Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Laporan observasi ini dapat digunakan sebagai tambahan
literatur tentang gambaran pengetahuan terhadap kejadian status gizi
kurang pada balita.
4
Tugas MK EPG TH 2013
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori2.1.1 Definisi Gizi
Gizi berasal dari bahasal arab “Al Gizzai” yang artinya makanan dan
manfaatnya untuk kesehatan. Ilmu gizi adalah ilmu yang memepelajari cara
memberikan makanan yang sebaik-baiknya agar tubuh selalu dalam kesehatan
yang optimal. (Depkes RI,2003:4).
Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di indonesia baru mulai dikenal sekitar tahun
1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa inggris nutrition. Kata gizi berasal dari
bahasa arab “ghidza” yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca
ghizi. Selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan mengejanya
sebagai “nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam kamus umum bahasa indonesia
Badudu-Zain tahun 1994. Namun yang lazim dan resmi, baik dalam tulisan ilmiah
maupun dokumen pemerintah seperti dalam buku repelika, hanya digunakan kata
gizi. WHO mengartikan ilmu gizi sebagai ilmu yang mempelajari proses yang
terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan
pengolahan zat padat dan cair dari makanan (proses pencernaan, transport dan
ekskresi) yang diperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan,
berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energi (Yuniastuti, 2008 : 1-2).
Menurut Sediaoetama (1987) menyatakan bahwa define ilmu gizi yang
digunakan di Indonesia adalah ilmu yang mempelajari hal ihwal makanan yang
dikaitkan dengan kesehatan tubuh,dari definisi tersebut ada dua komponen
penting, yaitu makanan dan kesehatan tubuh.Sedangkan definisi lengkap tentang
ilmu gizi merupakan motifikasi dari National Academy of sciences (1994) oleh
organisasi profesi yang berkaitan dengan gizi pada seminar pengembangan ilmu
gizi pada tahun 2000, yaitu ilmu yang mempelajari zat-zat dari pangan yang
bermanfaat bagi kesehatan dan proses yang terjadi pada pangan sejak dikonsumsi,
dicerna,diserap sampai dimanfaatkan tubuh serta dampaknya terhadap
5
Tugas MK EPG TH 2013
pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup manusia serta faktor yang
mempengaruhinya (Endang,2007:5).
2.1.2 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-
kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energy dan zat gizi
lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara
antropometri (Suhardjo,2003:55).
Status gizi merupakan suatu ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel
tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak seimbangnya
pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh. Perlunya deteksi dini status
gizi mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi kurang
memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari
dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka
masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk
adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen
feeding" (pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet
penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan
pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein
serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak, Pada
daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai.
Menurut Menkes No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi ditentukan
berdasarkan Z-SCORE berdasarkan berat badan (kg) terhadap umur (bulan) yang
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Gizi Lebih : apabila BB/U balita > +2 SD (Standar Deviasi)
2. Gizi Baik : apabila BB/U balita <-2 SD
3. Gizi Kurang : apabila BB/U balita -3 SD sampai dengan <-2 SD
4. Gizi Buruk : apabila berat badan balita <-3 SD
6
Tugas MK EPG TH 2013
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan dalam bentuk variabel
tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik-
buruknya penyediaan makanan sehari-hari (Irianto:2007).
Status gizi juga merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi tidak seimbang dapat
diprestasikan dalam bentuk gizi kurang dari yang dibutuhkan. Sedangkan status
gizi lebih bila asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan. Sehingga status gizi
merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, keseimbangan antara asupan dan
kebutuhan zat gizi. Stakurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2003).
Terdapat dua faktor langsung penyebab gizi kurang pada anak balita, yaitu
faktor makanan dan penyakit infeksi dan keduanya saling mendorong. Sebagai
contoh, anak balita yang tidak mendapat cukup makanan bergizi seimbang
memiliki daya tahan yang rendah terhadap penyakit sehingga mudah terserang
infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) dapat mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap tubuh dengan
baik sehingga berakibat pada gizi buruk. Oleh karena itu, mencegah terjadinya
infeksi juga dapat mengurangi kejadian gizi kurang dan gizi buruk. Berbagai
faktor penyebab langsung dan tidak langsung terjadinya gizi kurang digambarkan
dalam kerangka pikir UNICEF (1998).
Kurang gizi terjadi karena:
1. Akses terhadap pangan rendah
2. Makanan ibu hamil kurang kalori dan protein, atau terserang penyakit
3. Bayi baru lahir tidak diberi kolostrum
4. Bayi sudah diberi MP-ASI sebelum usia 4/6 bulan
5. Pemberian makanan padat pada bayi terlalu lambat
6. Anak < 2 tahun diberi makanan kurang atau densitas energinya kurang
7. Makanan tidak mempunyai kadar zat gizi mikro cukup
8. Penanganan diare yang tidak benar
9. Makanan kotor/terkontaminasi (Atmawkarta,2007)
7
Tugas MK EPG TH 2013
Faktor penyebab langsung pertama adalah makanan yang dikonsumsi,
harus memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi
seimbang. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, yang pada
tingkat makro ditunjukkan oleh tingkat produksi nasional dan cadangan pangan
yang mencukupi dan pada tingkat regional dan lokal ditunjukkan oleh tingkat
produksi dan distribusi pangan. Ketersediaan pangan sepanjang waktu, dalam
jumlah yang cukup dan harga terjangkau sangat menentukan tingkat konsumsi
pangan di tingkat rumah tangga. Selanjutnya pola konsumsi pangan rumah tangga
akan berpengaruh pada komposisi konsumsi pangan.
United Nations (2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam
kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok umur, dengan
mengikuti siklus kehidupan. Pada Gambar 1 dapat dilihat kelompok penduduk
yang perlu mendapat perhatian pada upaya perbaikan gizi. Pada Gambar 1 ini
diperlihatkan juga faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan gizi, yaitu
pelayanan kesehatan yang tidak memadai, penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi
makanan yang kurang, dan lain-lain yang pada akhirnya berdampak pada
kematian. Untuk lebih jelas mengetahui faktor penyebab masalah gizi, gambar 1
(Unicef, 1998) menunjukkan secara sistimatis determinan yang berpengaruh pada
masalah gizi yang dapat terjadi pada masyarakat. Sehingga upaya perbaikan gizi
akan lebih efektif dengan selalu mengkaji faktor penyebab tersebut.
Gambar1. Penyebab Kurang Gizi
8
Tugas MK EPG TH 2013
Sumber: Unicef, 1998
Perbaikan gizi dan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan
produktivitas kerja. Oleh karena itu, investasi yang bertujuan untuk perbaikan gizi
dan kesehatan dapat dipandang sebagai salah satu aspek human capital
(Simanjuntak, 1998 dalam Hidayat, 2005). United Nations (2000) memfokuskan
uasaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan Sumber Daya
Manusia (SDM) pada seluruh kelompok umur dengan mengikuti siklus
kehidupan.
Kekurangan gizi yang terjadi pada balita, remaja, ibu-ibu selama
kehamilan dan secara kumulatif dapat berdampak buruk terhadap kelahiran bayi
dengan berat badan yang rendah. Bayi yang memiliki berat badan lahir yang
rendah (BBLR) akan memiliki resiko yang tinggi terhadap kematian (Infant
Mortality Rate), penyakit kronis pada masa usia dewasa dan keterlambatan
perkembangan mental. Dalam perkembangannya, bayi dengan BBLR akan
cenderung mengalami proses pertumbuhan yang lambat. ASI ekslusif yang
kurang, karena ibunya juga mengalami kekurangan gizi. Kondisi kekurangan gizi
yang terjadi pada bayi dengan BBL renadah akan berisiko mengakibatkan balita
yang menderita Kurang Energi Kronik (KEP). Risiko munculnya balita KEP akan
semakin tinggi jika tidak didukung dengan pola asuh yang tidak memadai. Selain
itu, penyakit infeksi dan keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan akan
memperburuk pertumbuhan bayi dengan BBL rendah. Kondisi kekurangan gizi
yang terus berlanjutakan menghambat pertumbuhan hingga mencapai masa
remaja, seperti gambar berikut (Hidayat,2005):
2.1.3 Masalah Gizi
Status gizi seseorang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga
status gizi. Sunita Almatsier,2003:73). Yaitu :
1) Status Gizi Kurang
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih
at gizi esensial.
9
Tugas MK EPG TH 2013
2) Status gizi Baik
Status gizi baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat
gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik,perkembangan otak,kemampuan kerja, dan
kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
3) Gizi Lebih
Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi
dalm jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik atau
membahaykan bagi tubuh.
2.1.4 Pengukuran Status Gizi
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh
manusia, antara lain : umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak bawah kulit (Supariasa,
2001).
Pengukuran status gizi dapat dilakukan dengan menilai ukuran
antropometri, pemeriksaan klinis dan biokimia, serta mengukur jumlah masukan
makanan, umumnya pengukuran status gizi penduduk dalam survey skala besar
hanya dilakukan dengan menilai ukuran antropometri yang merupakan salah satu
pilihan cara yang termudah. Antropometri dapat digunakan untuk menentukan ada
tidaknya kurang energi kronis (KEK), karena cukup sensitive dan konsisten.
Namun demikian untuk memasatikan adanya KEK perlu diukur asupan kalori dan
protein makanan secara langsung, meskipun tidak mudah untuk dilakukan
(Tarwotjo, dkk, 1988; Atmarita dan Fasil, 1991; Frankerberg, dkk, 1996 dalam
Hidayat, 2005).
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi (Supariasa, 2001),
walau ada sebagian yang tidak terpaut dengan umur dengan keuntungan dan
kerugian masing-masing. Selain sebagai pembagi dalam beberapa ukuran
antropometri, sebagaimana yang diingatkan oleh Waterlow (1984) pengetahuan
10
Tugas MK EPG TH 2013
tentang umur juga sangat berguna untuk membagi kelompok anak dalam
menganalisis dan menafsir data antropometri (Satoto, 1990).
Antropometri merupakan ilmu yang mempelajari berbagai ukuran tubuh
manusia. Dalam bidang ilmu gizi digunakan untuk menilai status gizi. Ukuran
yang sering digunakan adalah berat badan dan tinggi badan. Selain itu juga ukuran
tubuh lainnya seperti lingkar lengan atas, lapisan lemak bawah kulit, tinggi lutut,
dan lingkar perut. Ukuran-ukuran antropometri tersebut bisa berdiri sendiri untuk
menentukan status gizi disbanding baku atau berupa indeks.
2.1.5 Definisi Balita
Balita adalah salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak
awal. Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima tahun, biasa
digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24–60 bulan. Masa balita merupakan
proses pertumbuhan yang pesat dimana memerlukan perhatian dan kasih sayang
dari orang tua dan lingkungannya. Disamping itu balita membutuhkan zat gizi
yang seimbang agar status gizinya baik, serta proses pertumbuhan tidak
terhambat, karena dari segi umur balita yang bertumbuh dan berkembang dan
golongan Paling rawan KEP, kerawanan disebabkan karena (Santoso, 2004;
Arisman, 2004):
a. Kemampuan saluran pencernaan anak yang tidak sesuai dengan jumlah
volume makanan yang mempunyai kandungan gizi yang dibutuhkan anak
b. Kandungan gizi kebutuhan anak per satuan berat badan lebih besara
dibandingkan orang dewasa karena disamping untuk pemeliharaan juga
diperlukan untuk pertumbuhan
Bahan makanan yang dikonsumsi bayi sejak usia dini merupakan fondasi
penting bagi kesehatan dan kesejahteraannya di masa depan. Dengan kata lain,
kualitas sumber daya manusia (SDM) hanya akan optimal, jika gizi dan kesehatan
pada beberapa tahun kehidupannya di masa balita baik dan seimbang. SDM
berkualitas inilah yang akan mendukung keberhasilan pembangunan nasional di
suatu negeri. Secara global, tercapainya keadaan gizi dan kesehatan yang baik
serta seimbang ini merupakan salah satu tujuan utama Millennium Develpoment
Goals (MDGs) 2015 yang dicanangkan oleh UNICEF (Soekirman, 2006).
11
Tugas MK EPG TH 2013
2.1.6 Penilaian Status Gizi Balita
Penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada periode kehidupan
lain. Pemeriksaan yang perlu lebih diperhatikan tentu saja bergantung pada bentuk
kelainan yang berhubungan dengan kejadian penyakit tertentu. Pemeriksaan
terhadap tanda dan gejala perlu diketahui untuk pengobatan dan pencegahan
selanjutnya. Pemeriksaan disini ada dua cara yaitu dengan pemeriksaan klinis,
penilaian antropometris, dan uji biokimiawi (Arisman,2004).
a. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan ini untuk mencari kemungkinan adanya bintik bitot, xerosis
konjungtiva, anemia, pembesaran kelenjar parotis, kheilosis angular, fluorosis,
karies, gondok, hepato, dan splenomegali.
b. Uji biokimiawi
Dalam pemeriksaan ini yang terpenting yaitu pemeriksaan kadar
hemoglobin, serta pemeriksaan apusan darah untuk malaria. Pemeriksaan tinja
dilakukan dengan pemeriksaan occult blood dan telur cacing saja.
c. Pemeriksaan Antropometris
Penimbangan berat dan pengukuran tinggi badan, lingkar lengan, dan
lipatan kulit trisep. Ada dua jenis antropometri yang digunakan dalam
mengidentifikasi status gizi, yaitu berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Kedua
ini disajikan dalam bentuk indeks dan rasio berat badan menurut umur (BB/U),
tinggi badan terhadap umur (TB/U) dan rasio berat badan terhadap tinggi badan
(BB/TB). Status gizi yang diukur dengan rasio BB/U mencerminkan status masa
sekarang. Karena, berat badan mencerminkan kondisi outcome tentang status gizi
pada masa sekarang. Rasio TB/U mencerminkan status gizi masa lalu, karena
tinggi badan merupakan outcome kumulatif status gizi sejak dilahirkan hingga
saat sekarang (Hidayat, 2005).
Di masa lalu, rujukan pertumbuhan dikembangkan menggunakan
data dari satu negara dengan mengukur contoh anak-anak yang dianggap
sehat, tanpa memperhatikan cara hidup dan lingkungan mereka. Mengingat
hal tersebut World Health Organization (WHO) telah mengembangkan
12
Tugas MK EPG TH 2013
standar pertumbuhan yang berasal dari sampel anak-anak dari enam negara
yaitu Brazil, Ghana, India, Norwegia, Oman dan Amerika Serikat.
WHO Multicentre Growth Reference Study (MGRS) telah dirancang
untuk menyediakan data yang menggambarkan bagaimana anak-anak harus
tumbuh, dengan cara memasukkan kriteria tertentu (misalnya: menyusui,
pemeriksaan kesehatan, dan tidak merokok). Penelitian tersebut mengikuti
bayi normal dari lahir sampai usia 2 tahun, dengan pengukuran yang sering
pada minggu pertama. Kelompok anak-anak lain umur 18 sampai 71 bulan,
diukur satu kali. Data dari kedua kelompok umur tersebut disatukan untuk
menciptakan standar pertumbuhan anak umur 0 sampai 5 tahun.
Menurut KEPMENKES RI Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, bahwa untuk
menilai status gizi anak diperlukan standar antropometri yang mengacu pada
Standar World Health Organization (WHO 2005). Maka kategori status gizi
anak berdasarkan indeks dapat dilihat dalam tabel 1, seperti di bawah ini.
Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan
Indeks
Indeks Kategori Status
Gizi
Ambang Batas (Z-Score)
Berat Badan menurut Umur
(BB/U)
Anak umur 0-60 bulan
Gizi buruk <-3SD
Gizi kurang 3SD sampai dengan <-2SD
Gizi baik -2SD sampai dengan 1SD
Gizi lebih >2SD
Panjang Badan menurut
Umur (PB/U) atau
Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U)
Anak umur 0-60 bulan
Sangat pendek <-3SD
Pendek 3SD sampai dengan <-2SD
Normal -2SD sampai dengan 1SD
Tinggi >2SD
Berat Badan menurut
Panjang Badan (BB/PB)
Sangat kurus <-3SD
Kurus <-3SD
13
Tugas MK EPG TH 2013
atau Berat Badan menurut
Tinggi Badan
(BB/TB) Anak umur
0-60 bulan
Normal 3SD sampai dengan <-2SD
Gemuk -2SD sampai dengan 1SD
Indeks Massa Tubuh
menurut Umur (IMT/U)
Anak umur 0-60 bulan
Sangat kurus <-3SD
Kurus 3SD sampai dengan <-2SD
Normal -2SD sampai dengan 1SD
Gemuk >2SD
Indeks Massa Tubuh
menurut Umur (IMT/U)
Anak umur 5-18 tahun
Sangat kurus <-3SD
Kurus -3SD sampai dengan <-2SD
Normal -2SD sampai dengan 1SD
Gemuk >1SD sampai dengan 2SD
Obesitas >2SD
Untuk mengetahui ada tidaknya penurunan atau kenaikan berat badan
(BB) dapat dilihat pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Prinsipnya adalah anak
yang sehat, bertambah umur bertambah berat badan. Menurut Standar WHO
BB ideal anak laki-laki usia 2 tahun adalah 12,2 kg dan anak perempuan
11,5 kg. untuk seterusnya setelah usia 2 tahunsampai 5 tahun, pertambahan
BB rata-rata 2-2,5 kg per tahun. Pemantauan panjang / tinggi badan juga
perlu agar dapat diketahui keadaan tau status gizi yang lebih akurat.
2.1.7 Pengetahuan Ibu
Pengetahuan Ibu adalah kemampuan ibu untuk menjawab pertanyaan
tentang pengetahuan mengenai gizi anak balita, meliputi:
a. Penyebab
Kekurangan gizi merupakan akibat dari kebiasaan hidup yang kurang
memikirkan nilai-nilai gizi disamping kebiasaan hidup di lingkungan
sederhana karena daya beli yang kurang atau ketidak-tahuan mengenai soal-
soal gizi. Pemberian makanan bergizi mutlak dianjurkan untuk anak melalui
14
Tugas MK EPG TH 2013
peran ibu atau pengasuhnya. Waktu yang dipergunakan ibu rumah tangga
untuk mengasuh anak merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi status gizi batita. Berdasarkan bagan UNICEF (1998)
tentang faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya kurang gizi secara
langsung adalah makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi,
sedangkan faktor penyebab tidak langsung adalah tidak cukup persediaan
pangan, pola asuh anak tidak memadai, sanitasi dan air bersih / pelayanan
kesehatan dasar tidak memadai (Vivi Melva D, 2004)
b. Ciri-ciri gizi kurang
Gizi kurang paling banyak menyerang anak balita, terutama di
negara-negara berkembang. Gejala kurang gizi ringan relatif tidak jelas,
hanya terlihat bahwa berat badan anak tersebut lebih rendah dibanding anak
seusianya. Rata-rata berat badannya hanya sekitar 60-80% dari berat ideal.
Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:
1. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.
2. Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
3. Maturasi tulang terlambat.
4. Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
5. Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.
c. Pencegahan gizi kurang
Gizi kurang dapat kita cegah dengan pemberian makanan yang tepat
dari sejak ibu melahirkan, hingga anak paling tidak mencapai usia 5 tahun,
seperti:
1. Makanan ibu hamil
2. ASI eksklusif usia 0-6 bulan
3. Makanan sehat dan tepat untuk usia 6 bulan - 2 tahun
4. Makanan untuk anak yang sedang sakit dan masa pemulihan
5. Kontrol defisiensi iodium, zat besi, dan vitamin A
6. Timbang Balita tiap bulan ke posyandu
15
Tugas MK EPG TH 2013
Pemberian ASI eksklusif usia 0-6 tahun terbukti saat bagus untuk
pencegahan gizi buruk maupun gizi kurang usia dini pada bayi, sedangkan
menurut badan gizi di Amerika, anak usia diatas 2 tahun makanannya dapat
berupa:
1. Buah-buahan, sereal, sayur-sayuran
2. Makan makanan yang beragam, tetapi yang rendah kadar kolestrol,
garam, dan gulanya
3. Capai berat badan yang ideal
d. Penanggulangan gizi kurang
Upaya mengatasi prevalensi balita gizi buruk dilakukan antara lain
melalui:
1. Penanggulangan kurang energy protein (KEP), anemia gizi besi,
gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan
kekurangan zat gizi mikro lainnya; (2)
2. Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi.
3. Pemberian subsidi pangan bagi penduduk miskin.
4. Peningkatan partisipasi masyarakat melalui revitalisasi pelayanan
Posyandu.
5. Pelayanan gizi bagi ibu hamil (berupa tablet besi) dan balita
(berupa makanan pendamping ASI) dari keluarga miskin.
Keberhasilan kebijakan dan program ini di samping peran
pemerintah juga tidak terlepas dari peran serta dunia usaha dan
masyarakat dalam mendukung perbaikan gizi buruk pada
masyarakat miskin, sedangkan untuk lintas program Puskesmas
selain melibatkan ahli gizi juga melibatkan medis, paramedis,
kesehatan lingkungan dan PKM
16
Pengetahuan Ibu- Penyebab gizi kurang- Ciri-ciri gizi kurang- Pencegahan gizi kurang
- Penanggulangan gizi kurang
Gizi kurang pada balita
Penyakit Infeksi
Tugas MK EPG TH 2013
2.2 Kerangka Teori
2.3 Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel Terikat
Variabel Perancu
17
Pengetahuan Ibu Kejadian Gizi Kurang
Penyakit Infeksi
Tugas MK EPG TH 2013
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian Observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian observasional analitik, yaitu untuk
mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung yang
analisisnya untuk menentukan ada tidaknya hubungan antar variabel
sehingga perlu disusun hipotesisnya. Sedangkan pendekatan cross sectional
adalah jenis pendekatan penelitian yang menekankan pada waktu
pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya
satu kali, pada satu saat (Nursalam, 2003: 85).
Observasi ini dilaksanakan menggunakan desain cross sectional
study, yaitu variabel-variabel yang termasuk dalam penelitian ini pada
waktu yang sama (penelitian ini dilakukakan dalam satu waktu). Langkah-
langkah penelitian cross sectional adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi variabel penelitian
b. Menetapkan subyek penelitian
c. Melakukan observasi (pengumpulan data)
d. Melakukan analisis
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh
anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki
kelompok lain (Soekidjo Notoadmodjo, 2002:70).
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah gambaran
pengetahuan ibu dengan status gizi kurang balita.
18
Tugas MK EPG TH 2013
3.2.1 Variabel Bebas (Independent Variable)
Varibel bebas adalah variabel yang dapat mengakibatkan perubahan pada
variabel lain apabila variabel tersebut berubah (Sudigdo Sastroasmoro & Sofyan
Ismael, 2002: 157).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu.
3.2.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat adalah variabel yang perubahannya dipengaruhi oleh
variabel bebas (Sudigdo Sastroasmoro & Sofyan Ismael, 2002: 157).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status gizi kurang balita.
3.2.3 Variabel Perancu (Confounding Variable)
Variabel perancu adalah variabel yang berasosiasi dengan variabel bebas
serta berhubungan dengan variabel terikat, akan tetapi bukan merupakan variabel
antara (Sudigdo Sastroasmoro & Sofyan Ismael, 2002: 157).
Variabel perancu dalam penelitian ini adalah penyakit infeksi.
3.3 Populasi Dan Sampel
3.3.1 Populasi Observasi
Populasi adalah kumpulan semua individu dalam suatu batas
tertentu. Sedangkan populasi studi adalah kumpulan individu yang akan
diukur atau diamati ciri-cirinya(Eko Budiarto, 2001).
Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah semua ibu dari
balita yang mengikuti kegiatan posyandu Mekarsari, Kampung Cilik
Kelurahan Dadapan Semarang Utara yaitu sebanyak 45 orang.
3.3.2 Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total
sampling, dimana sampel diambil berdasarkan kriteria tertentu dalam
19
Tugas MK EPG TH 2013
penelitian,. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah ibu dengan
anak balita yang berdasarkan perhitungan indeks BB/U masuk dalam
kategori gizi kurang di posyandu Mekarsari Kampung Cilik Kelurahan
Dadapan Semarang Utara.
3.4 Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian ada dua macam, yaitu data primer dan data
sekunder.
3.4.1 Data primer
Sumber data primer dari penelitian ini adalah hasil wawancara
dengan menggunakan kuesioner yang ditanyakan kepada responden
meliputi pertanyaan-pertanyaan yang dapat menggambarkan pengetahuan
ibu tentang status gizi kurang balita.
3.4.2 Data sekunder
Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah dokumentasi dari
Posyandu Mekarsari mengenai identitas balita dan hasil pengukuran
antropometri setiap bulannya.
3.5 Instumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulakan data dari
suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:149).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
3.5.1.1 Kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan
tentang pribadinya atau hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto,
2006:151).
Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh gambaran
pengetahuan ibu tentang gizi kurang pada balita.
20
Tugas MK EPG TH 2013
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data
3.5.2.1 Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit (Sugiyono).
Wawancara pada penelitian ini merupakan wawancara
mendalam kepada responden mengenai pengetahuan ibu terhadap
status gizi kurang pada balita.
3.6 Prosedur Observasi
Langkah-langkah pelaksanaan observasi terdiri dari beberapa tahap,
yaitu sebagai berikut:
3.6.1 Tahap pra observasi
Kegiatan pada tahap pra observasi meliputi:
a. Mengumpulkan anggota kelompok
b. Mempersiapkan surat-surat yang akan di ajukan ke Posyandu /
RW terkait.
c. Mendatangi Ketua RW dan kader Posyandu.
d. Meminta izin dari Ketua RW IV Kampung Kali Cilik Kelurahan
Dadapsari Semarang Utara.
e. Meminta persetujuan kepada Ketua RW dan kader Posyandu
untuk observasi gizi kurang di lapangan
3.6.2 Tahap observasi
Langkah-langkah tahap observasi adalah sebagai berikut:
a. Mencari objek / sasaran dan tempat tinggal responden yang akan
diobservasi
b. Mengidentifikasi objek / sasaran dan tempat tinggal responden
c. Mendatangi objek yang akan di observasi
21
Tugas MK EPG TH 2013
d. Perkenalan dan meminta izin untuk melakukan observasi
e. Melakukan observasi dan wawancara mengenai masalah gizi
dengan ibu balita gizi kurang.
f. Mendokumentasi objek dan responden yang dilakukan observasi
3.6.3 Tahap Pasca Observasi
a. Pencatatan data dan hasil wawancara dan observasi.
b. Pengolahan, analisis data dan pembuatan laporan.
3.7 Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian terdapat pada satu posyandu dalam satu RW, yaitu
di Posyandu Mekarsari Kampung Cilik Kelurahan Dadapan Semarang
Utara. Observasi ini dilakukan pada tanggal 5 Juni 2013.
22
Tugas MK EPG TH 2013
BAB IV
HASIL DAN PAMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Kali Cilik merupakan salah satu Desa di Kecamatan Semarang
Utara dengan luas wilayah 1,51 km2 yang terdiri dari pemukiman warga yang
dekat dengan jalur kereta api serta wilayahnya yang setiap hari terkena rob.
Batas-batas wilayah Desa Kali Cilik adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kelurahan Kuningan
Sebelah timur : Kelurahan Bandarharjo
Sebelah selatan : Kecamatan Semarang
Sebelah barat : Kelurahan Purwosari
Gambar 2. Peta kelurahan yang ada di Semarang Utara
Gambar di atas adalah peta administrasi Kecamatan Semarang Utara
dengan beberapa kelurahan. Tanda lingkaran berwarna hitam merupakan
Kelurahan Dadapsari.
4.2 Indikator Wawancara
Wawancara yang dilakukan berupa pertanyaan-pertanyaan tentang
pengetahuan ibu mengenai gizi kurang pada balita. Pertanyaan-pertanyaan
berkisar tentang :
1. Fungsi gizi
23
Tugas MK EPG TH 2013
2. Gizi seimbang
3. Pengertian gizi
4. Pengertian gizi kurang
5. Ciri-ciri balita yang terkena gizi kurang
6. Pengaruh gizi kurang terhadap tumbuh kembang balita
7. Keterkaitan gizi kurang dengan kerentanan balita terhadap penyakit
8. Pencegahan dan penaggulangan gizi kurang
9. Pertanyaan lain tentang kondisi balita
10. Penyebab balita tersebut berstatus gizi kurang
11. Usaha yang dilakukan ibu mengatasi masalah tersebut
12. Penyakit yang diderita balita
4.3 Hasil Survei Balita Gizi Kurang
No. Nama Balita Jenis
Kelamin
Umur
(bulan)
BB (Kg) Ambang Batas
(Z-score)
BB/U
1 Noviana Putri P 29 8 -2,64 SD
2 Cahaya Nova K. P 29 8,8 -2,17 SD
3 M. Naqa Saputra L 8 6,5 -2,10 SD
4.4 Hasil Wawancara dengan Responden
1. Responden Pertama.
Ibu Yuliani adalah ibu dari Noviana Putri, dengan pendidikan
terakhir adalah SD. Berdasarkan hasil wawancara tentang
pengetahuan terkait gizi kurang, ibu Yuliani mengetahui bahwa fungsi
zat gizi adalah sebagai sumber energi utama, menyokong
pertumbuhan badan, memelihara jaringan tubuh, mengatur proses
pertukaran zat dan pertahanan terhadap berbagai penyakit. Beliau juga
mengetahui tentang gizi seimbang, ciri-ciri balita gizi kurang, gizi
kurang yang berlangsung lama dapat mempengaruhi tumbuh kembang
balita dan mudahnya terkena penyakit, serta pencegahan-pencegahan
24
Tugas MK EPG TH 2013
yang dapat dilakukan untuk gizi kurang. Namun beliau tidak
mengetahui tentang pengertian gizi dan gizi kurang, terbukti dengan
salah dalam menjawab pertanyaan. Beliau berpendapat bahwa gizi
merupakan zat yang terkandung dalam tubuh manusia.
Menurut Ibu Yuliani, penyebab Noviana Putri mengalami gizi
kurang adalah kurangnya nafsu makan balita. Noviana tidak
mempunyai penyakit infeksi tertentu, hanya pernah sakit demam dan
sakit lain seperti balita pada umumnya. Upaya yang telah dilakukan
orang tua Noviana Putri adalah pemberian makanan tambahan berupa
bubur instan balita dan pemberian vitamin penambah nafsu makan.
Menurut ibu Yuliani, “ ...setelah pemberian kapsul vitamin, Noviana
malah nggak bernafsu makan, tapi sekarang Noviana sudah mau
makan ketan, bubur ,telur dan sayur”.
2. Responden 2
Ibu Kusni Riyanti adalah ibu dari Cahaya Nova Kurniawati,
dengan pendidikan terakhir adalah SD. Berdasarkan hasil wawancara
tentang pengetahuan terkait gizi kurang, beliau mengetahui tentang
gizi kurang yaitu asupan zat gizi kurang dari kebutuhan tubuh. Selain
itu, beliau juga mengetahui gizi seimbang, yaitu makanan yang
mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dengan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, mengetahui fungsi gizi,
dan cara pencegahan serta penaggulangan balita gizi kurang. Namun,
beliau tidak mengetahui tentang pengertian gizi, ciri-ciri balita
berstatus gizi kurang, dan menganggap bahwa kerentanan terkena
penyakit dan terganggunya pertumbuhan balita tidak ada kaitannya
dengan status gizi kurang.
Menurut Ibu Kusni, nafsu makan Cahaya Nova tergolong baik.
Cahaya juga tidak menderita penyakit infeksi tertentu. Namun, dari
hasil pengamatan kami Cahaya terlihat kurus dan mempunyai perut
buncit.
25
Tugas MK EPG TH 2013
3. Responden 3
Ibu Lisa Soraya adalah ibu dari M. Naqa Saputra, dengan
pendidikan terakhir adalah SMA. Berdasarkan hasil wawancara
tentang pengetahuan terkait gizi kurang, beliau mengetahui fungsi zat
gizi adalah sebagai sumber energi dan untuk memelihara jaringan
tubuh. Beliau juga mengetahui tentang gizi seimbang, maksud dari
gizi kurang, pencegahan dan penaggulangan gizi kurang yaitu dengam
pemberian makanan bergizi dan secara rutin membawa balita ke
posyandu, serta mengatahui bahwagizi kurang dapat mempengaruhi
proses tumbuh kembang balita. Namun, ibu Lisa Soraya kurang
mengetahui tentang pengertian gizi, tidak mengetahui bagaimana ciri-
ciri balita yang terkena gizi kurang, dan beranggapan bahwa status
gizi kurang pada balita tidak menyebabkan balita rentan terkena
penyakit dan dapat mempengaruhi penurunan IQ.
Menurut ibu Lisa Soraya, M. Naqa Saputra mengalami gizi
kurang adalah kurang nafsu makan. Dia juga kurang bernafsu untuk
minum susu baik ASI maupun susu formula. Usaha yang telah
dilakukan orang tua dari M. Naqa Saputra untuk mengatasi gizi
kurang yang dialaminya adalah dengan membawanya ke dokter.
Setelah didiagnosis, Naqa diminta untuk melakukan terapi secara rutin
berupa pemberian susu sebanyak 8 kali sehari dan pemberian
makanan tambahan tetapi belum mendapatkan hasil, karena Naqa
hanya mau minum susu kurang lebih 2 kali saja dalam sehari dan
nafsu makannya belum baik walaupun sudah mengalami sedikit
peningkatan.
4.5 Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di posyandu Mekarsari
desa Kali cilik Rw IV Kelurahan Dadapsari Kecamatan Semarang Utara,
terdapat beberapa pembahasan yaitu :
26
Tugas MK EPG TH 2013
1. Penyakit infeksi
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa hampir
semua responden mengetahui bahwa penyakit infeksi ada kaitannya
dengan status gizi balita. Namun salah satu responden, Ibu Kusni
Riyanti, beliau tidak menganggap bahwa kerentanan terkena penyakit
dan terganggunya pertumbuhan balita tidak ada kaitannya dengan
status gizi kurang.
2. Pendidikan Terakhir
Dari hasil wawancara dengan orang tua responden bahwa
pendidikan terakhir Ibu Yuliani dan Ibu Kusni Riyanti adaah SD.
Sedangkan pendidikan terakhir Ibu Lisa Soraya SMA.
3. Faktor Makanan
Menurut Ibu Yuliani, penyebab Noviana Putri mengalami gizi
kurang adalah kurangnya nafsu makan balita. Upaya yang telah
dilakukan orang tua Noviana Putri adalah pemberian makanan
tambahan berupa bubur instan balita dan pemberian vitamin
penambah nafsu makan. Menurut ibu Lisa Soraya, M. Naqa Saputra
mengalami gizi kurang juga disebabkan kurangnya nafsu makan. Dia
kurang bernafsu untuk minum susu baik ASI maupun susu formula.
Sedangkan Menurut Ibu Kusni, nafsu makan Cahaya Nova tergolong
baik meski dari pengamatan kami Cahaya memiliki tubuh yang kurus
dengan perut buncit..”
27
Tugas MK EPG TH 2013
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Gizi kurang pada balita yang terjadi di wilayah kerja Posyandu
Mekarsari kampung Kali Cilik Kelurahan Dadapsari Semarang Utara
disebabkan karena kurangnya nafsu makan balita. Ibu dari balita gizi
kurang sudah berupaya untuk memberikan makanan tambahan dan
susu formula maupun ASI. Namun, upaya tersebut kurang berhasil
untuk meningkatkan nafsu makan balita. Sehingga status gizi balita
tidak menunjukkan peningkatan dan tetap memiliki status gizi kurang.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi peneliti
Hasil penelitian diharapkan untuk menambah wawasan dan
mengetahui permasalahan gizi kurang pada balita sehingga peneliti
dapat memberikan informasi pada ibu dalam pemberian makanan
yang bergizi untuk balita.
5.2.2 Bagi Institusi
a. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat diterapkan pada institusi
pendidikan untuk menambah sumber referensi yang berhubungan
dengan gizi kurang pada balita.
28
Tugas MK EPG TH 2013
b. Institusi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan pada institusi
pelayanan kesehatan, dalam hal ini Puskesmas dan Dinas
Kesehatan agar mampu menyusun program perencanaan kesehatan
yang dapat meningkatkan status gizi balita.
5.2.3 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan pada
masyarakat khususnya Ibu agar bisa meningkatkan pengetahuan gizi
untuk anaknya, melalui buku, media massa, penyuluhan, sehingga
dapat memperbaiki gizi kurang pada balita.
5.2.4 Bagi Petugas Kesehatan Setempat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan pada petugas
kesehatan terutama bidan desa dapat meningkatkan pengetahuan gizi
masyarakat melalui penyuluhan-penyuluhan pada saat kegiatan PKK
dan posyandu.
29
Tugas MK EPG TH 2013
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S., 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
Atmawkarta, Arum.2007.Sasaran Pembangunan Nasional dan Proyeksi :
Prevalensi Gizi Kurang pad Balita sampai dengan tahun 2025.
Dalam pertemuan Pembahasan Dampak Pembangunan
Kesehatan sampai dengan 2025 di Jakarta.
D., Djiteng Roedjito.1989.Kajian Penelitian Gizi.Jakarta:Mediyatma
Diana, Fivi Melva, 2004, Hubungan Pola Asuh Dengan Status Gizi Anak
Batita Di Kecamatan Kuranji Kelurahan Pasar Ambacang Kota
Padang Tahun 2004.
Hidayat, Zainul. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sataus Gizi
Balita di Indonesia. Jakarta: Pascasarjana UI [Online]
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?
id=109403&lokasi=lokal .
Santoso, Soegeng., & Anne, Lies., 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Irianto, Djoko Pekik.2007. PANDUAN GIZI LENGKAP :keluarga dan
olahragawan.Yogyakarta : ANDI OFFSET.
Kepmen RI, 2010, Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak,
Jakarta: Kepmenkes
KEPMENKES RI Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak
Manjilala.info/pengukuran-status-gizi-pada-remaja/
30
Tugas MK EPG TH 2013
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
PT. Rineka Cipta
Pakaya, Rahman Edy dkk, 2008, Upaya Penanggulangan Gizi Buruk Pada
Balita Melalui Penjaringan dan Pelacakan Kasus,dalam Berita
Kedokteran Masyarakat Vol. 24, No. 2, Juni 2008, hlm. 71.
Rukayahgizi11.blogspot.com/2012/12/penilaian-status-gizi-antropometri-
imt.html
Sastroatmoro S, Sofyan I. 2002. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.
Jakarta: FKUI
Soekirman. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan
Manusia. Jakarta: PT Primamedia Pustaka.
Sumbarsehat.blogspot.com/2012/10/pengukuran-status-gizi.html
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk, 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta :
Penerbit EGC.
UNICEF. 1998. The State of The World’s Children 1998. Oxford: Oxford
University Press.
31