bab 1-5 juianto

54
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Misalnya untuk penerangan, proses industri atau untuk menggerakkan peralatan rumah tangga diperlukan energi listrik, untuk menggerakkan kendaraan baik roda dua maupun empat diperlukan bensin, serta masih banyak peralatan di sekitar kehidupan manusia yang memerlukan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia berasal dari energi fosil yang berbentuk minyak bumi dan gas bumi. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil setidaknya memiliki tiga ancaman serius, yakni: pertama, Menipisnya cadangan minyak bumi. Kedua, Kenaikan / ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi minyak. Ketiga, Polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil. Dengan kebutuhan energi yang begitu banyak bahan bakar fosil dan gas bumi tidak mampu mencukupi semua kebutuhan, maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut dimanfaatkan energi terbarukan yaitu energi yang tidak akan ada habisnya. Pemanfaatan energi terbarukan diantaranya dengan memanfaatkan tenaga radiasi matahari dengan menggunakan sel surya sebagai pengkonversi energi matahari menjadi energi listrik yang kita kenal dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Oleh karena itu dengan mengetahui proses konversi energi matahari menjadi energi listrik dapat menjadikan bahan pertimbangan

Upload: juiaento-baelaelembaeng

Post on 15-Feb-2015

155 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1-5 Juianto

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat karena

hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Misalnya untuk

penerangan, proses industri atau untuk menggerakkan peralatan rumah tangga

diperlukan energi listrik, untuk menggerakkan kendaraan baik roda dua

maupun empat diperlukan bensin, serta masih banyak peralatan di sekitar

kehidupan manusia yang memerlukan energi. Sebagian besar energi yang

digunakan di Indonesia berasal dari energi fosil yang berbentuk minyak bumi

dan gas bumi. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil setidaknya

memiliki tiga ancaman serius, yakni: pertama, Menipisnya cadangan minyak

bumi. Kedua, Kenaikan / ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang

lebih besar dari produksi minyak. Ketiga, Polusi gas rumah kaca (terutama

CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil.

Dengan kebutuhan energi yang begitu banyak bahan bakar fosil dan gas

bumi tidak mampu mencukupi semua kebutuhan, maka untuk memenuhi

kebutuhan tersebut dimanfaatkan energi terbarukan yaitu energi yang tidak

akan ada habisnya.

Pemanfaatan energi terbarukan diantaranya dengan memanfaatkan tenaga

radiasi matahari dengan menggunakan sel surya sebagai pengkonversi energi

matahari menjadi energi listrik yang kita kenal dengan Pembangkit Listrik

Tenaga Surya (PLTS). Oleh karena itu dengan mengetahui proses konversi

energi matahari menjadi energi listrik dapat menjadikan bahan pertimbangan

Page 2: Bab 1-5 Juianto

2

dalam mengembangkan energi alternatif terbarukan yang tidak menimbulkan

polusi bagi lingkungan. Sehinggga untuk kebutuhan ini kami sebagai peneliti

ingin memberikan kontribusi positif dalam bidang ketenagalistrikan terlebih

khusus pada masyarakat dikampung Puay distrik Sentani Timur yang belum

teraliri listrik hingga saat ini. Kampung Puay adalah kampung yang masuk

dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Jayapura, namun untuk sampai ke

kampung Puay harus melewati pemerintahan Kotamadya Jayapura.Jarak

antara kampung Puay dengan batas Kotamadya Jayapura ±7Km

Hingga kini masyarakat di kampung Puay yang sebagian besar berprofesi

sebagai nelayan hanya bisa menyaksikan penerangan listrik tapi tidak dapat

menikmati penerangan listrik tersebut.

Sebagai solusi dari permasalahan tersebut, maka penulis akan

mengadakan penelitian dengan judul: “Perencanaan Pembangkit Listrik

Tenaga Surya (PLTS) terpusat Pada Kampung Puay Distrik Sentani

Timur”

1.2 Rumusan Masalah

Perencanaan Pembangkit listrik tenaga surya dikhususkan untuk rumah

sederhana, secara spesifik rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian

ini adalah:

1. Bagaimana mengkonversi energi surya menjadi energi listrik?

2. Bagaimana menghitung kapasitas daya modul surya?

3. Bagaimana menghitung kapasitas baterai?

4. Bagaimana menghitung besar arus baterai charge regulator?

5. Bagaimana menghitung kapasitas inverter?

Page 3: Bab 1-5 Juianto

3

1.3 Batasan Masalah

Hasil yang dicapai akan optimal jika skripsi ini membatasi permasalahan.

Permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah :

a. Dalam menentukan total beban rumah, perencanaan panel terpusat hanya

untuk kapasitas 6 rumah.

b. Untuk data rata-rata penyinaran matahari berdasarkan data BMKG

Wilayah V Jayapura tahun 2011-2012

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui proses konversi energi surya menjadi energi listrik.

b. Mengetahui pengaruh radiasi matahari dan total pemakaian energi

terhadap kapasitas daya modul surya

c. Mengetahui pengaruh radiasi matahari dan total pemakaian energi

terhadap kapasitas baterai

d. Mengetahui pengaruh radiasi matahari dan total pemakaian energi

terhadap besar arus baterai charge regulator?

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

a. Memberikan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan bagi peneliti

dalam perancangan pembangkit listrik tenaga surya.

Page 4: Bab 1-5 Juianto

4

b. Memberikan kontribusi pada dunia pendidikan terutama dibidang

ketenagalistrikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang dapat diandalkan

Page 5: Bab 1-5 Juianto

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Deskripsi umum

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah peralatan pembangkit listrik

yang merubah cahaya matahari menjadi listrik. PLTS sering juga disebut Solar

Cell, atau Solar Photovoltaic, atau Solar Energy. Orang awam seringkali keliru

menganggap Solar Water Heater (Pemanas Air Tenaga Surya) sebagai PLTS.

Solar water heater memanfaatkan thermal dari solar energy dan menghasilkan air

panas, prinsip yang sama juga diterapkan untuk solar dryer (pengering tenaga

surya), sedangkan PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan

listrik. DC (direct current), yang dapat diubah menjadi listrik AC (alternating

current) apabila diperlukan. Oleh karena itu meskipun cuaca mendung, selama

masih terdapat cahaya, maka PLTS tetap dapat menghasilkan listrik.

PLTS pada dasarnya adalah pencatu daya (alat yang menyediakan daya), dan

dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar,

baik secara mandiri, maupun dengan Hybrid (dikombinasikan dengan sumber

energy lain, seperti PLTS-genset, PLTS microhydro, PLTS-Angin), baik dengan

metoda Desetralisasi (satu rumah satu pembangkit) maupun dengan metoda

Sentralisasi (listrik didistribusikan dengan jaringan kabel).

2.1.1 Sel Surya

Sel surya tersusun dari dua lapisan semikonduktor dengan muatan

yang berbeda. Lapisan atas sel surya bermuatan negatif sedangkan lapisan

bawahnya bermuatan positif. Silikon adalah bahan semikonduktor yang

paling umum digunakan untuk sel surya. Ketika cahaya mengenai permukaan

Page 6: Bab 1-5 Juianto

6

sel surya, beberapa foton dari cahaya diserap oleh atom semikonduktor untuk

membebaskan elektron dari ikatan atomnya sehingga menjadi elektron yang

bergerak bebas. Adanya perpindahan elektron-elektron inilah yang

menyebabkan terjadinya arus listrik (Quaschning, 2005). Gambar 2.1

menunjukkan struktur dari sel surya.

Sumber : Quaschning, 2005

Gambar 2.1 Struktur Sel Surya

2.1.2 Karakteristik Sel Surya

Total pengeluaran listrik (Watt) dari sel surya adalah sama dengan

tegangan (V) operasi dikalikan dengan arus (I) operasi. Tegangan serta arus

keluaran yang dihasilkan ketika sel surya memperoleh penyinaran merupakan

karakteristik yang disajikan dalam bentuk kurva I-V pada gambar 2.2. Kurva

ini menunjukkan bahwa pada saat arus dan tegangan berada pada titik kerja

maksimal (Maximum Power Point) maka akan menghasilkan daya keluaran

maksimum (PMPP). Tegangan di Maximum Power Point (MPP) VMPP,

lebih kecil dari tegangan rangkaian terbuka (Voc) dan arus saat MPP IMPP,

adalah lebih rendah dari arus short circuit (Isc) (Quaschning, 2005) .

Page 7: Bab 1-5 Juianto

7

a) Short Circuit Current (Isc) : terjadi pada suatu titik dimana tegangannya

adalah nol, sehingga pada saat ini, daya keluaran adalah nol.

b) Open Circuit Voltage (Voc) : terjadi pada suatu titik dimana arusnya

adalah nol, sehingga pada saat ini pun daya keluaran adalah nol.

c) Maximum Power Point (MPP) : adalah titik daya output maksimum, yang

sering dinyatakan sebagai ”knee” dari kurva I-V.

Sumber : Quaschning, 2005

Gambar 2.2 Kurva I-V

2.2 Komponen-komponen PLTS

Pemanfaatan tenaga surya sebagai pembangkit tenaga listrik, umumnya

terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut :

2.2.1 Panel (Modul) Surya

Panel surya merupakan komponen yang berfungsi untuk mengubah

energi sinar matahari menjadi energi listrik. Panel ini tersusun dari beberapa

sel surya yang dihubungkan secara seri maupun paralel. Sebuah panel surya

Page 8: Bab 1-5 Juianto

8

umumnya terdiri dari 32-40 sel surya, tergantung ukuran panel (Quaschning,

2005). Gabungan dari panel-panel ini akan membentuk suatu “Array”.

Sumber : Patel, 1999

Gambar 2.3 Hubungan Sel Surya, Panel Surya dan Array

Jenis panel surya yang terjual di pasaran saat ini, antara lain adalah :

1) Monokristal Silikon (Mono-crystalline Silicon)

Monokristal merupakan panel (modul) yang paling efisien, yaitu mencapai

angka sebesar 16-25% (Narayana, 2010).

2) Polikristal Silikon (Poly-crystalline Silicon)

Polikristal merupakan panel surya yang memiliki susunan kristal acak.

Tipe ini memiliki efisiensi sebesar 14-16% (Narayana, 2010). 12

3) Amorphous Silicon

Amorphous adalah tipe panel dengan harga yang paling murah akan tetapi

efisiensinya paling rendah, yaitu antara 9-10,4% (Narayana, 2010).

Page 9: Bab 1-5 Juianto

9

2.2.2 Charge Controller - Solar Controller

Gbr. 2.4 Charger Control

Solar Charge Controller adalah peralatan elektronik yang digunakan

untuk mengatur arus searah yang diisi ke baterai dan diambil dari baterai ke

beban.

Solar charge controller mengatur overcharging (kelebihan pengisian –

karena batere sudah 'penuh') dan kelebihan voltase dari panel surya.

Kelebihan voltase dan pengisian akan mengurangi umur baterai.

Solar charge controller menerapkan teknologi Pulse width modulation

(PWM) untuk mengatur fungsi pengisian baterai dan pembebasan arus dari

baterai ke beban.

Solar panel 12 Volt umumnya memiliki tegangan output 16 - 21 Volt.

Jadi tanpa solar charge controller, baterai akan rusak oleh over-charging dan

ketidakstabilan tegangan. Baterai umumnya di-charge pada tegangan 14 -

14.7 Volt.

1. Fungsi Solar Charge Controller

Page 10: Bab 1-5 Juianto

10

Beberapa fungsi detail dari solar charge controller adalah sebagai berikut:

• Mengatur arus untuk pengisian ke baterai, menghindari

overcharging, dan overvoltage.

• Mengartur arus yang dibebaskan/ diambil dari baterai agar

baterai tidak 'full discharge', dan overloading.

Monitoring temperatur baterai Untuk membeli solar charge controller

yang harus diperhatikan adalah:

• Voltage yang harus di sesuaikan 12 Volt DC atau 24 Volt DC

• Kemampuan (dalam arus searah) dari controller. Misalnya 5

Ampere, 10 Ampere, dsb.

Seperti yang telah disebutkan di atas solar charge controller yang

baik biasanya mempunyai kemampuan mendetekdi kapasitas baterai.

Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian arus dari

panel sel surya berhenti. Cara mendeteksi adalah melalui monitor level

tegangan baterai. Solar charge sontroller akan mengisi baterai sampai

level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan drop, maka

baterai akan diisi kembali.

Solar charge controller biasanya terdiri dari: 1 input (2 terminal)

yang terhubung dengan output panel sel surya, 1 output (2 terminal) yang

terhubung dengan baterai / aki dan 1 output (2 terminal) yang terhubung

dengan beban. Arus listrik DC yang berasal dari baterai tidak mungkin

masuk ke panel sel surya karena biasanya asa diode protection yang

Page 11: Bab 1-5 Juianto

11

hanya melewatkan arus listrik DC dari panel surya ke baterai, bukan

sebaliknya.

2. Cara Kerja Charge Controller

Solar charge controller, adalah komponen penting dalam Pembangkit

Listrik Tenaga Surya. Solar charge controller berfungsi untuk:

• Charging mode: Mengisi baterai (kapan baterai diisi, menjaga

pengisian kalau baterai penuh).

• Operation mode: Penggunaan baterai ke beban (pelayanan

baterai ke beban diputus kalau baterai sudah mulai 'kosong').

3. Charging Mode Solar Charge Controller

Dalam charging mode, umumnya baterai diisi dengan metoda three

stage charging:

• Fase bulk: baterai akan di-charge sesuai dengan tegangan setup

(bulk - antara 14.4 - 14.6 Volt) dan arus diambil secara

maksimun dari panel surya. Pada saat baterai sudah pada

tegangan setup (bulk) dimulailah fase absorption.

• Fase absorption: pada fase ini, tegangan baterai akan dijaga

sesuai dengan tegangan bulk, sampai solar charge controller

timer (umumnya satu jam) tercapai, arus yang dialirkan

menurun sampai tercapai kapasitas dari baterai.

• • Fase flloat: baterai akan dijaga pada tegangan float setting

(umumnya 13.4 - 13.7 Volt). Beban yang terhubung ke baterai

dapat menggunakan arus maksimun dari panel surya pada stage

ini.

Page 12: Bab 1-5 Juianto

12

4. Sensor Temperatur Baterai Charge Controller

Untuk solar charge controller yang dilengkapi dengan sensor

temperatur baterai. Tegangan charging disesuaikan dengan temperatur

dari baterai. Dengan sensor ini didapatkan optimun dari charging dan

juga optimun dari usia baterai. Apabila solar charge controller tidak

memiliki sensor temperatur baterai, maka tegangan charging perlu diatur,

disesuaikan dengan temperatur lingkungan dan jenis baterai.

5. Mode Operation Solar Charge Controller

Pada mode ini, baterai akan melayani beban. Apabila ada over-

discharge ataun over-load, maka baterai akan dilepaskan dari beban. Hal

ini berguna untuk mencegah kerusakan dari baterai.

2.2.3 Baterai

Baterai adalah komponen PLTS yang berfungsi menyimpan energi listrik

yang dihasilkan oleh panel surya pada siang hari, untuk kemudian

dipergunakan pada malam hari dan pada saat cuaca mendung. Baterai yang

dipergunakan pada PLTS mengalami proses siklus mengisi (Charging) dan

mengosongkan (Discharging), tergantung pada ada atau tidaknya sinar

matahari. Selama ada sinar matahari, panel surya akan menghasilkan energi

listrik. Apabila energi listrik yang dihasilkan tersebut melebihi kebutuhan

bebannya, maka energi listrik tersebut akan segera dipergunakan untuk

mengisi baterai. Sebaliknya selama matahari tidak ada, permintaan energi

listrik akan disuplai oleh baterai. Proses pengisian dan pengosongan ini

disebut satu siklus baterai.

Page 13: Bab 1-5 Juianto

13

Ada beberapa jenis baterai / aki di pasaran yaitu jenis aki

basah/konvensional, hybrid dan MF ( Maintenance Free ). Aki

basah/konvensional berarti masih menggunakan asam sulfat ( H2SO4 ) dalam

bentuk cair. Sedangkan aki MF sering disebut juga aki kering karena asam

sulfatnya sudah dalam bentuk gel/selai. Dalam hal mempertimbangkan posisi

peletakkannya maka aki kering tidak mempunyai kendala, lain halnya dengan

aki basah.

Aki konvensional juga kandungan timbalnya ( Pb ) masih tinggi sekitar

2,5%untuk masing-masing sel positif dan negatif. Sedangkan jenis hybrid

kandungan timbalnya sudah dikurangi menjadi masing-masing 1,7%, hanya

saja sel negatifnya sudah ditambahkan unsur Calsium. Sedangkan aki MF /

aki kering sel positifnya masih menggunakan timbal 1,7% tetapi sel

negatifnya sudah tidak menggunakan timbal melainkan Calsium sebesar

1,7%. Pada Calsium battery Asam Sulfatnya ( H2SO4 ) masih berbentuk

cairan, hanya saja hampir tidak memerlukan perawatan karena tingkat

penguapannya kecil sekali dan dikondensasi kembali. Teknologi sekarang

bahkan sudah memakai bahan silver untuk campuran sel negatifnya.

Ada beberapa pertimbangan dalam memilih aki :

• Tata letak, apakah posisi tegak, miring atau terbalik. Bila

pertimbangannya untuk segala posisi maka aki kering adalah

pilihan utama karena cairan air aki tidak akan tumpah.

Kendaraan off road biasanya menggunakan aki kering

mengingat medannya yang berat. Aki ikut terguncang-guncang

Page 14: Bab 1-5 Juianto

14

dan terbanting. Aki kering tahan goncangan sedangkan aki

basah bahan elektodanya mudah rapuh terkena goncangan.

• Voltase / tegangan, di pasaran yang mudah ditemui adalah yang

bertegangan 6V, 12V da 24V. Ada juga yang multipole yang

mempunyai beberapa titik tegangan. Yang custom juga ada,

biasanya dipakai untuk keperluan industri.

• Kapasitas aki yang tertulis dalam satuan Ah ( Ampere hour ),

yang menyatakan kekuatan aki, seberapa lama aki tersebut

dapat bertahan mensuplai arus untuk beban / load.

• Cranking Ampere yang menyatakan seberapa besar arus start

yang dapat disuplai untuk pertama kali pada saat beban

dihidupkan. Aki kering biasanya mempunyai cranking ampere

yang lebih kecil dibandingkan aki basah, akan tetapi suplai

tegangan dan arusnya relatif stabil dan konsisten. Itu sebabnya

perangkat audio mobil banyak menggunakan aki kering.

• Pemakaian dari aki itu sendiri apakah untuk kebutuhan rutin

yang sering dipakai ataukah cuma sebagai back-up saja. Aki

basah, tegangan dan kapasitasnya akan menurun bila disimpan

lama tanpa recharge, sedangkan aki kering relatif stabil bila di

simpan untuk jangka waktu lama tanpa recharge.

• Harga karena aki kering mempunyai banyak keunggulan maka

harganya pun jauh lebih mahal daripada aki basah. Untuk

menjembatani rentang harga yang jauh maka produsen aki juga

Page 15: Bab 1-5 Juianto

15

memproduksi jenis aki kalsium ( calcium battery ) yang

harganya diantara keduanya.

• Secara garis besar, battery dibedakan berdasarkan aplikasi dan

konstruksinya. Berdasarkan aplikasi maka battery dibedakan

untuk automotif, marine dan deep cycle. Deep cycle itu

meliputi battery yang biasa digunakan untuk PV ( Photo

Voltaic ) dan back up power. Sedangkan secara konstruksi

maka battery dibedakan menjadi type basah, gel dan AGM (

Absorbed Glass Mat ). Battery jenis AGM biasanya juga

dikenal dgn VRLA ( Valve Regulated Lead Acid ).

• Battery kering Deep Cycle juga dirancang untuk menghasilkan

tegangan yang stabil dan konsisten. Penurunan kemampuannya

tidak lebih dari 1- 2% per bulan tanpa perlu dicharge.

Bandingkan dengan battery konvensional yang bisa mencapai

2% per minggu untuk self discharge. Konsekuensinya untuk

charging pengisian arus ke dalam battery Deep Cycle harus

lebih kecil dibandingkan battery konvensional sehingga butuh

waktu yang lebih lama untuk mengisi muatannya. Antara type

gel dan AGM hampir mirip hanya saja battery AGM

mempunyai semua kelebihan yang dimiliki type gel tanpa

memiliki kekurangannya. Kekurangan type Gel adalah pada

waktu dicharge maka tegangannya harus 20% lebih rendah dari

battery type AGM ataupun basah. Bila overcharged maka akan

Page 16: Bab 1-5 Juianto

16

timbul rongga di dalam gelnya yg sulit diperbaiki sehingga

berkurang kapasitas muatannya.

• Karena tidak ada cairan yang dapat membeku maupun

mengembang, membuat battery Deep Cycle tahan terhadap

cuaca ekstrim yang membekukan. Itulah sebabnya mengapa

pada cuaca dingin yang ekstrim, kendaraan yang menggunakan

baterai konvensional tidak dapat distart alias mogok.

• Ada 2 rating untuk battery yaitu CCA dan RC.

• * CCA ( Cold Cranking Ampere ) menunjukkan seberapa besar

arus yang dapat dikeluarkan serentak selama 30 detik pada titik

beku air yaitu 0 derajad Celcius.

• * RC ( Reserve Capacity ) menunjukkan berapa lama ( dalam

menit ) battery tersebut dapat menyalurkan arus sebesar 25A

sambil tetap menjaga tegangannya di atas 10,5 Volt.

• Battery Deep Cycle mempunyai 2-3 kali lipat nilai RC

dibandingkan battery konvensional. Umur battery AGM rata-

rata antara 5-8 tahun.

Kapasitas baterai umumnya dinyatakan dalam Ampere hour (Ah). Nilai

Ah pada baterai menunjukkan nilai arus yang dapat dilepaskan, dikalikan

dengan nilai waktu untuk pelepasan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka

secara teoritis, baterai 12 V, 200 Ah harus dapat memberikan baik 200 A

selama satu jam, 50 A selama 4 jam, 4 A untuk 50 jam, atau 1 A untuk 200

jam. Pada saat mendesain kapasitas baterai yang akan dipergunakan dalam

Page 17: Bab 1-5 Juianto

17

sistem PLTS, penting juga untuk menentukan ukuran hari-hari otonomi (days

of autonomy). (Polarpowerinc, 2011).

Suatu ketentuan yang membatasi tingkat kedalaman pengosongan

maksimum, diberlakukan pada baterai. Tingkat kedalaman pengosongan

(Depth of Discharge) baterai biasanya dinyatakan dalam persentase.

Misalnya, suatu baterai memiliki DOD 80%, ini berarti bahwa hanya 80%

dari energi yang tersedia dapat dipergunakan dan 20% tetap berada dalam

cadangan. Pengaturan DOD berperan dalam menjaga usia pakai (life time)

dari baterai tersebut. Semakin dalam DOD yang diberlakukan pada suatu

baterai maka semakin pendek pula siklus hidup dari baterai tersebut. Gambar

2.5, menunjukkan hubungan antara DOD dengan siklus hidup baterai.

Gambar 2.5 Hubungan DOD dengan Siklus Hidup Baterai

2.2.4 Inverter DC ke AC

Inverter adalah perangkat elektrik yang digunakan untuk mengubah

arus listrik searah (DC) menjadi arus listrik bolak balik (AC). Inverter

Page 18: Bab 1-5 Juianto

18

mengkonversi DC dari perangkat seperti batere, panel sel surya menjadi AC.

Penggunaan inverter dari dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

adalah untuk perangkat yang menggunakan AC (Alternating Current).

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan inverter:

• Kapasitas beban dalam Watt, usahakan memilih inverter yang

beban kerjanya mendekati dgn beban yang hendak kita gunakan

agar effisiensi kerjanya maksimal

• Input DC 12 Volt atau 24 Volt

• Sinewave ataupun square wave outuput AC

True sine wave inverter diperlukan terutama untuk beban-beban yang

masih menggunakan motor agar bekerja lebih mudah, lancar dan tidak cepat

panas. Oleh karena itu dari sisi harga maka true sine wave inverter adalah

yang paling mahal diantara yang lainnya karena dialah yang paling mendekati

bentuk gelombang asli dari jaringan listrik PLN.

Dalam perkembangannya di pasaran juga beredar modified sine wave

inverter yang merupakan kombinasi antara square wave dan sine wave.

Bentuk gelombangnya bila dilihat melalui oscilloscope berbentuk sinus

dengan ada garis putus-putus di antara sumbu y = 0 dan grafik sinusnya.

Perangkat yang menggunakan kumparan masih bisa beroperasi dengan

modified sine wave inverter, hanya saja kurang maksimal. Sedangkan pada

square wave inverter beban-beban listrik yang menggunakan kumparan /

motor tidak dapat bekerja sama sekali. Selain itu dikenal juga istilah Grid Tie

Inverter yang merupakan special inverter yang biasanya digunakan dalam

sistem energi listrik terbarukan, yang mengubah arus listrik DC menjadi AC

Page 19: Bab 1-5 Juianto

19

yang kemudian diumpankan ke jaringan listrik yang sudah ada. Grid Tie

Inverter juga dikenal sebagai synchronous inverter dan perangkat ini tidak

dapat berdiri sendiri, apalagi bila jaringan tenaga listriknya tidak tersedia.

Dengan adanya grid tie inverter kelebihan KWh yang diperoleh dari

sistem PLTS ini bisa disalurkan kembali ke jaringan listriki PLN untuk

dinikmati bersama dan sebagai penggantinya besarnya KWh yang disuplai

harus dibayar PLN ke penyedia PLTS, tentunya dengan tarif yang telah

disepakati sebelumnya. Sayangnya sampai sekarang ketentuan tarif semacam

ini masih terus digodok seiring dengan aturan mengenai listrik swasta. Rugi-

rugi / loss yang terjadi pada inverter biasanya berupa dissipasi daya dalam

bentuk panas. Effisiensi tertinggi dipegang oleh grid tie inverter yang diclaim

bisa mencapai 95-97% bila beban outputnya hampir mendekati rated

bebannya. Sedangkan pada umumnya effisiensi inverter adalah berkisar 50-

90% tergantung dari beban outputnya. Bila beban outputnya semakin

mendekati beban kerja inverter yang tertera maka effisiensinya semakin

besar, demikian pula sebaliknya. Modified sine wave inverter ataupun square

wave inverter bila dipaksakan untuk beban-beban induktif maka effisiensinya

akan jauh berkurang dibandingkan dengan true sine wave inverter.

Perangkatnya akan menyedot daya 20% lebih besar dari yang seharusnya.

2.3 Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Sel surya menerima penyinaran matahari dalam satu hari sangat

bervariasi. Hal ini dikarenakan sinar matahari memiliki intensitas yang besar

ketika siang hari dibandingkan dengan pagi hari. Untuk mengetahui kapasitas

Page 20: Bab 1-5 Juianto

20

daya yang dihasilkan, dilakukanlah pengukuran terhadap arus (I) dan

tegangan (V) pada gususan sel surya yang disebut modul. Untuk mengukur

arus maksimum, maka kedua terminal dari modul dibuat rangkaian hubung

singkat sehingga tegangannya menjadi nol dan arusnya maksimum. Dengan

menggunakan amper meter akan didapatkan sebuah arus maksimum yang

dinamakan short circuit current atau Isc Pengukuran terhadap tegangan (V)

dilakukan pada terminal positif dan negatif dari modul sel surya dengan tidak

menghubungkan sel surya dengan komponen lainnya. Pengukuran ini

dinamakan open circuit voltage atau Voc Hasil pengukuran arus (I) dan

tegangan (V) ini dapat digambarkan dalam sebuah grafik yang disebut kurva

I-V seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6 Pada kurva I-V terdapat hal-hal

yang sangat penting yaitu:

2.3.1. Maximum Power Point (Vmp dan Imp)

Maximum Power Point (Vmp dan Imp) Pada kurva I-V, adalah titik

operasi yang menunjukkan daya maksimum yang dihasilkan oleh panel sel

surya.

2.3.2. Open Circuit Voltage (Voc)

Open Circuit Voltage Voc, adalah kapasitas tegangan maksimum yang

dapat dicapai pada saat tidak adanya arus

…………………. (2.1)

Dimana :

k = konstanta boltzmann (1.30x10-16erg)

q = konstanta muatan elektron (1.602x10-19 C)

T = suhu dalam Kelvin

Page 21: Bab 1-5 Juianto

21

Is = Arus saturasi

2.3.3 Short Circuit Current (Isc)

Short Circuit Current (Isc), adalah maksimum arus keluaran dari panel sel

surya yang dapat dikeluarkan di bawah kondisi dengan tidak ada resistansi

atau hubung singkat. Untuk mengetahui Arus hubung singkat dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan 2.

……………………(2.2)

G = tingkat generasi

Ln = panjang difusi elektron

Lp = panjang difusi hole

2.3.4 Fiil Factor (FF)

Fiil Factor merupakan parameter yang menentukan daya maksimum dari

panel sel surya. Besarnya FF dapat dihitung dengan rumus :

……..…………………...(2.3)

Gambar 2.6 Kurva I-V pada modul sel surya

Page 22: Bab 1-5 Juianto

22

Karena pembangkit listrik tenaga surya sangat tergantung kepada sinar

matahari, maka perencanaan yang baik sangat diperlukan. Perencanaan terdiri

dari:

• Jumlah total pemakaian energi yang dibutuhkan dalam

pemakaian sehari-hari (ET).

• Berapa besar daya yang dihasilkan panel surya, dalam hal ini

memperhitungkan berapa jumlah panel surya yang harus

dipasang. Faktor penyesuaian pada kebanyakan instalasi PLTS

adalah 1,1. Kapasitas daya modul surya yang dihasilkan adalah:

x 1,1 …….…...(2.4)

• Berapa unit baterai yang diperlukan untuk kapasitas yang

diinginkan dan pertimbangan penggunaan tanpa sinar matahari.

(Ampere hour).

………………………...(2.5)

Dimana:

Et = Total Pemakaian Energi

Vs = Tegangan Saturasi

• Menghitung berapa besar arus Batre Charger Regulator (BCR)

…………….…...(2.6)

Dalam nilai ekonomi, pembangkit listrik tenaga surya memiliki nilai

yang lebih tinggi, dimana listrik dari PT. PLN tidak dimungkinkan, ataupun

instalasi generator listrik bensin atau solar. Misalnya daerah terpencil seperti :

pertambangan, perkebunan, perikanan, desa terpencil, dll. Dari segi jangka

Page 23: Bab 1-5 Juianto

23

panjang, nilai ke-ekonomian juga tinggi, karena dengan perencanaan yang

baik, pembangkit listrik tenaga surya dengan panel surya memiliki daya tahan

20 – 25 tahun. Baterai dan beberapa komponen lainnya dengan daya tahan 3 -

5 tahun.

2.4 Diagram Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Diagram instalasi pembangkit listrik tenaga surya ini terdiri dari solar

panel, charge controller, inverter, baterai.

Gambar 2.7 Diagram PLTS

Dari diagram pembangkit listrik tenaga surya diatas : beberapa solar

panel di paralel untuk menghasilkan arus yang lebih besar. Combiner pada

gambar diatas menghubungkan kaki positif panel surya satu dengan panel

surya lainnya. Kaki/ kutub negatif panel satu dan lainnya juga dihubungkan.

Ujung kaki positif panel surya dihubungkan ke kaki positif charge controller,

Page 24: Bab 1-5 Juianto

24

dan kaki negatif panel surya dihubungkan ke kaki negatif charge controller.

Tegangan panel surya yangdihasilkan akan digunakan oleh charge controller

untuk mengisi baterai. Untuk menghidupkan beban perangkat AC (alternating

current) seperti Televisi, Radio, komputer, dll, arus baterai disupply oleh

inverter. Instalasi pembangkit listrik dengan tenaga surya membutuhkan

perencanaan mengenai kebutuhan daya:

• Jumlah pemakaian

• Jumlah solar panel

• Jumlah baterai

2.5 Menentukan jam Matahari Ekivalen (Equivalent Sun Hours, ESH)

terburuk

Jam matahari ekivalen suatu tempat ditentukan berdasarkan peta insolasi

matahari dunia atau berdasarkan data insolasi matahari dari Badan

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika daerah setempat

2.6 Regulasi Energi Terbarukan

2.6.1 Regulasi Energi Terbarukan Berbagai Negara di Dunia

Regulasi untuk mempromosikan energi terbarukan telah ada di beberapa

negara pada tahun 1980 hingga awal 1990-an, tetapi regulasi energi

terbarukan mulai banyak muncul di berbagai negara selama periode 1998-

2005 (REN21, 2011). Untuk meningkatkan peranan energi terbarukan pada

bauran konsumsi energi finalnya, maka beberapa negara di dunia telah

menetapkan persentase target kebijakan penggunaan energi terbarukan hingga

tahun 2020. Gambar 2.8 menunjukkan target kebijakan energi terbarukan

pada beberapa negara di dunia.

Page 25: Bab 1-5 Juianto

25

Upaya lain yang dilakukan oleh berbagai negara di dunia untuk

mendorong pengembangan dan pemanfaatan sumber energi terbarukan adalah

dengan menerapkan regulasi (kebijakan) Feed-in Tariff. Mekanisme

kebijakan ini dirancang dengan menempatkan kewajiban kepada perusahaan

listrik negara untuk membeli listrik dari produsen energi terbarukan dengan

harga yang ditetapkan oleh pemerintah setempat. Tujuan dari kebijakan Feed-

in Tariff adalah untuk memberikan kepastian harga dan kompensasi biaya

dalam kontrak jangka panjang kepada produsen energi terbarukan, sehingga

hal tersebut akan membantu membiayai investasi energi terbarukan yang

telah dilakukan. Di beberapa negara penetapan Feed-in Tariff biasanya

dilakukan dengan berdasarkan biaya pembangkitan dari setiap penggunaan

teknologi yang berbeda dan kualitas sumber daya lokal.

Page 26: Bab 1-5 Juianto

26

Gambar 2.8 Target Energi Nasional Sumber Terbarukan 2020

di Berbagai Negara

Page 27: Bab 1-5 Juianto

27

Jerman adalah salah satu negara yang paling sukses menerapkan

Feed-in Tariff dalam pengembangan energi terbarukan. Negara ini mulai

menerapkan kebijakan Feed-in Tariff pada tahun 1990, akan tetapi kebijakan

yang ditetapkan saat itu belum efektif untuk mendorong pengembangan

sumber energi terbarukan dengan teknologi mahal seperti energi surya

fotovoltaik. Feed-in Tariff tahun 1990 tersebut kemudian mengalami

restrukturisasi pada tahun 2000, dengan beberapa perubahan seperti : harga

pembelian energi ditetapkan berdasarkan biaya pembangkitan dan jaminan

pembelian yang diperpanjang untuk periode 20 tahun. Karena terbukti efektif

mempercepat pengembangan sumber energi terbarukan, maka Feed-in Tariff

tahun 2000 ini kemudian diamandemenkan oleh pemerintah Jerman pada

tahun 2004. Energi surya fotovoltaik adalah salah satu energi terbarukan yang

mengalami perkembangan sangat pesat di Jerman. Ini terlihat dari besarnya

peningkatan kapasitas daya terpasang energi surya fotovoltaik di negara

tersebut, yaitu dari 2,6 GW di tahun 2006 menjadi 9,8 GW di tahun 2009

Gambar 2.9 menunjukkan besarnya Feed-in Tariff yang diterapkan oleh

pemerintah Jerman untuk energi surya fotovoltaik.

Gambar 2.9 Tarif energi surya di jerman

Page 28: Bab 1-5 Juianto

28

Pemberian subsidi terhadap industri energi terbarukan di beberapa

negara, telah membuat pertumbuhan energi ini menjadi cukup signifikan.

Salah satu energi terbarukan yang saat ini mengalami perkembangan cukup

pesat adalah energi surya. Pemberian subsidi terhadap industri energi surya

telah membuat penurunan biaya produksi untuk per Wp (Wattpeak) . Ini

terlihat dari penurunan harga per Wattpeak yang berlaku di beberapa negara,

seperti USA (US $ 1,76/Wp), Spanyol, Jerman dan Inggris (US $ 1,68/Wp),

Jepang (US $ 2,04/ Wp), serta Cina dan Taiwan (US $ 1,68/ Wp) (Astawa,

2011).

Selain dengan sistem Feed-in Tariff, beberapa negara juga

menerapkan aturan subsidi dengan sistem kredit seperti sistem kredit untuk

perumahan. Bantuan pendanaan sistem ini berasal dari pihak ketiga seperti

bank, dengan jangka waktu tertentu. Adanya program insentif ini, membuat

konsumen dapat menikmati harga energi surya dengan investasi awal yang

tidak memberatkan. Biasanya penerapan sistem ini disertai dengan program

Feed-in Tariff sehingga waktu pelunasan kredit terbantukan dengan adanya

pemasukan dari penjualan listrik ke perusahaan listrik, yang pada akhirnya

akan mempersingkat masa pembayaran atau meringankan pengeluaran.

Program ini sudah cukup mapan ditemui di USA (negara bagian California)

maupun Uni Eropa seperti, Jerman, Belanda, Perancis dan Spanyol. Di negara

berkembang, program kredit ini baru tercatat telah dikembangkan oleh negara

Bangladesh. Program ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat

pedesaan atau daerah yang terisolir jaringan listrik

Page 29: Bab 1-5 Juianto

29

2.6.2 Regulasi Energi Terbarukan di Indonesia

Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia,

mengacu kepada Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 tahun 2006 tentang

Kebijakan Energi Nasional. Dalam Perpres disebutkan kontribusi EBT

dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17%

dengan komposisi Bahan Bakar Nabati sebesar 5%, Panas Bumi 5%,

Biomasa, Nuklir, tenaga Air, tenaga Surya, dan tenaga Angin sebesar 5%

serta batubara yang dicairkan sebesar 2% (ESDM, 2011).

Kebijakan Feed-in Tariff (FiT) di Indonesia sudah mulai diterapkan

dalam skala terbatas sejak tahun 2002, yaitu melalui Kepmen ESDM No.

1122 K/30/MEM/2002. Kepmen ini mengatur tentang Pedoman

Pengusahaan Pembangkit Tenaga Listrik Skala Kecil Tersebar (PSK

Tersebar, kurang dari 1 MW), badan usaha atau koperasi dapat menjual

listrik kepada PLN dari sumber energi terbarukan dengan harga tertentu.

Kepmen ini kemudian diperbaharui pada tahun 2009 dengan dikeluarkannya

Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2009 tentang harga pembelian

tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) dari pembangkit tenaga listrik yang

menggunakan energi terbarukan skala kecil dan menengah atau kelebihan

tenaga listrik. FiT ini mewajibkan perusahaan jaringan listrik nasional untuk

membeli listrik yang dihasilkan dari sumber-sumber energi terbarukan

seperti energi surya, energi angin, biomassa, panas bumi maupun air.

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri ESDM No. 31 Tahun 2009

telah menetapkan kebijakan FiT untuk energi terbarukan dengan harga Rp

Page 30: Bab 1-5 Juianto

30

656/kWh jika terinterkoneksi pada tegangan menengah atau Rp 1.004/kWh

jika terinterkoneksi pada tegangan rendah (ESDM, 2011).

Dalam draft Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang

Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2010-2050, pemerintah membuat

kebijakan terkait energi surya. Kebijakan-kebijakan tersebut diantaranya

menerapkan kebijakan penggunaan sel surya pada pemakai tertentu seperti

industri besar, gedung komersial, rumah mewah, serta PLN. Sejalan dengan

itu, pemerintah juga akan menggalakkan industri sistem dan komponen

peralatan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), mewujudkan

keekonomian PLTS, meningkatkan penguasaan teknologi PLTS dan surya

termal dalam negeri melalui penelitian dan pengembangan serta pembelian

lisensi (ESDM, 2011).

Page 31: Bab 1-5 Juianto

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

3.1.1 Tempat

Penelitian ini mengambil lokasi pada kampung Puay distrik Sentani Timur

3.1.2 Waktu

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada saat awal bulan januari dengan

mengambil data primer berdasarkan pengukuran secara langsung.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan penelitian yang diperoleh merupakan data - data dari hasil

penelitian yang dilakukan secara langsung

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian, baik yang digunakan untuk

pengukuran, maupun yang digunakan dalam hal teknis adalah sebagai

berikut:

1. Papan Catat

2. Alat Tulis

3. GPS

4. Camera Canon 7,2 Mp

5. Laptop Acer

3.3 Data-data Penelitian

Jenis data yang diambil merupakan data primer dan data sekunder. Data

primer adalah data yang diambil langsung melalui pengukuran yang berupa

Page 32: Bab 1-5 Juianto

32

data pengukuran dalam bentuk angka. Sedangkan data sekunder berupa data

insolansi matahari selama setahun. Adapun data primer berupa data hasil

survey menggunakan GPS.

3.4 Teknik Pengambilan Data

Untuk teknik pengambilan data dilakukan dengan 2 tahapan yang

meliputi:

1. Mencari data Sekunder pada kantor BMG Jayapura

2. Melakukan survey dan menentukan lokasi penelitian dengan menggunakan

GPS

3.5 Teknik Pengolahan Data

Setelah data yang diperlukan telah lengkap selanjutnya diolah dengan

menggunakan persamaan-persamaan untuk menentukan berapa besar

energi yang dapat dihasilkan per hari untuk insolasi tertinggi maupun

terendah.

Page 33: Bab 1-5 Juianto

33

3.6 Diagram Alir

Mulai

Studi Literatur

Kesimpulan

Selesai

Pengambilan Data Dengan

Metode Pengukuran

Penyusunan Data

Pemrosesan data :

1. Survey Lokasi menggunakan GPS 2. Perhitungan kapasitas daya modul surya,

baterai & Inverter 3. Pembahasan

Page 34: Bab 1-5 Juianto

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Latar Belakang Lokasi

Kampung Puay adalah perkampungan yang terletak pada pinggiran danau

sentani yang termasuk dalam distrik sentani timur yang hingga saat ini belum di

aliri listrik.

Gambar 4.1 Peta kampung Puay

Kampung Puay berbatasan langsung dengan kampung Yoka di sebelah utara

dan kampung Yokiwa disebelah selatan. Hingga saat ini jaringan distribusi listrik

dari PLN hanya sampai pada kampung Yoka. Medan yang berbukit-bukit dan

pemukiman yang memanjang sepanjang danau sentani ini yang menyulitkan

proses penyaluran distribusi selain itu juga terbentur dengan masalah hak ulayat.

Sumber: Survey GPS

Tiang TM terakhir

Lokasi Rumah kampung Puay

34

Page 35: Bab 1-5 Juianto

35

Gambar 4.2 Tiang TM terakhir di Kampung Yoka

Pada Gambar 4.2 merupakan tiang terakhir di kampung Yoka, sedangkan

jarak antara tiang terakhir dengan kampung Puay ±8 Km. Dan pada gambar 4.3

menunjukan letak lokasi rumah.

Gambar 4.3 Lokasi rumah

Sumber: Survey GPS

Sumber: Survey GPS

Tiang (T1)

Tiang (T2)

Tiang (T3)

Rumah 1

Rumah 2 Rumah 3

Rumah 4 Rumah 5

Rumah 6

35

Page 36: Bab 1-5 Juianto

36

4.2 Menentukan total pemakaian energi

Perencanaan panel terpadu hanya untuk kapasitas 6 rumah tangga. Jumlah

total kebutuhan energi setelah dihitung berdasarkan hasil survey untuk total

pemakain energi (ET) dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 4.1 Data Kebutuhan Energi Rumah 1

Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya

Lampu CFL

Lampu CFL

Televisi 21”

Lain-lain

4

1

1

-

15

15

100

-

4

11

5

-

240

165

500

100

Total 1005 Watt Hour

Tabel 4.2 Data Kebutuhan Energi Rumah 2

Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya

Lampu CFL

Lampu CFL

Televisi 21”

Lain-lain

3

1

1

-

15

15

100

-

4

11

5

-

180

165

500

100

Total 945 Watt Hour

Tabel 4.3 Data Kebutuhan Energi Rumah 3

Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya

Lampu CFL

Lampu CFL

Televisi 21”

Lain-lain

3

1

1

-

15

15

100

-

4

11

5

-

180

165

500

100

Total 945 Watt Hour

Page 37: Bab 1-5 Juianto

37

Tabel 4.4 Data Kebutuhan Energi Rumah 4

Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya

Lampu CFL

Lampu CFL

Televisi 21”

Lain-lain

4

1

1

-

15

15

100

-

4

11

5

-

240

165

500

100

Total 1005 Watt Hour

Tabel 4.5 Data Kebutuhan Energi Rumah 5

Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya

Lampu CFL

Lampu CFL

Televisi 21”

Lain-lain

4

1

1

-

15

15

100

-

4

11

5

-

240

165

500

100

Total 1005 Watt Hour

Tabel 4.6 Data Kebutuhan Energi Rumah 6

Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya

Lampu CFL

Lampu CFL

Televisi 21”

Lain-lain

3

1

1

-

15

15

100

-

4

11

5

-

180

165

500

100

Total 945 Watt Hour

Maka data total kebutuhan energi keseluruhan rumah adalah (ET) 5000

watt hour

Page 38: Bab 1-5 Juianto

38

4.3 Modul Sel Surya

Modul sel surya yang dipilih adalah modul sel surya jenis polikristal yang

berkapasitas 200 Wp (gambar 4.4).

Gambar 4.4 PV Modul 200wp merek SPV Schueco

Alasan pemilihan modul surya 200wp adalah karena luas area modul yang

besar sehingga lebih efektif di banding modul surya 50wp dalam menangkap

cahaya. Dan modul ini merupakan jenis polikristal yang memiliki susunan kristal

acak karena dipabrikasi dengan proses pengecoran. Type ini memerlukan luas

permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis monokristal untuk

menghasilkan daya listrik yang sama. Panel surya jenis ini memiliki efisiensi lebih

rendah dibandingkan type monokristal, sehingga memiliki harga yang cenderung

Page 39: Bab 1-5 Juianto

39

lebih murah dan mudah didapatkan dipasaran. Gambar 4.4 menunjukan

perbandingan modul surya tipe polikristal dan monokristal

Gambar 4.5 Perbandingan Modul surya polikristal dan mono Kristal

4.4 Perhitungan kapasitas daya modul surya

Menentukan kapasitas daya modul surya diambil berdasarkan harga

terendah insolasi matahari.

Tabel 4.7

Data rata-rata penyinaran matahari

Bulan % Penyinaran

Juni 2011 39

Juli 2011 52

Agustus 2011 52

September 2011 64

Oktober 2011 60

Nopember 2011 55

Desember 2011 43

Januari 2012 24,4

Februari 2012 43,8

Maret 2012 24

April 2012 55,4

Mei 2012 45,9

Sumber: BMKG Jayapura

39

Page 40: Bab 1-5 Juianto

40

Berdasarkan Data BMKG Jayapura lamanya penyinaran matahari dalam

satu hari diperkirakan 8 jam. Sehingga besarnya insolasi matahari dapat dihitung

dengan mengalikan persentase penyinaran dengan lamanya penyinaran matahari.

Data hasil perhitungan insolasi matahari ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8

Data Insolasi Matahari

Bulan Insolasi Matahari Jam/hari

Juni 2011 3,12

Juli 2011 4,16

Agustus 2011 4,16

September 2011 5,12

Oktober 2011 4,8

Nopember 2011 4,4

Desember 2011 3,44

Januari 2012 1,95

Februari 2012 3,50

Maret 2012 1,92

April 2012 4,43

Mei 2012 3,67

Untuk kondisi penyinaran matahari di Jayapura maka digunakan data

insolasi terendah yaitu 1,92h

Untuk total kebutuhan energi (Et) dapat dilihat pada Tabel 4.1 – 4.6.

sedangkan Faktor penyesuaian pada kebanyakan instalasi PLTS adalah 1,1 (Mark

Hankins, 1991 Small Solar Electric System for Africa page 68). Kapasitas daya

modul surya yang dihasilkan berdasarkan persamaan (2.4) adalah:

Sumber: BMKG Jayapura

Page 41: Bab 1-5 Juianto

41

W

Sehingga diketahui P modul Surya adalah 2864,5 W atau dapat dibulatkan

menjadi 3000 W, dengan kapasitas 1 modul surya 200 wp maka dibutuhkan 15

Modul surya.

4.5 Perhitungan kapasitas baterai

Satuan energi (dalam Wh) dikonversikan menjadi Ah yang sesuai dengan

satuan kapasitas baterai. Berdasarkan persamaan (2.5) maka akan didapat berapa

kapasitas baterai yang dibutuhkan.

Ah

Dikarenakan besarnya deep of discharge (DOD) pada baterai 80 % maka

kapasitas baterai yang dibutuhkan adalah :

260,3 Ah

Page 42: Bab 1-5 Juianto

42

Dengan total kapasitas 260,3 Ah atau dapat dibulatkan menjadi 300 Ah

maka dibutuhkan 6 unit baterai, dimana 1 baterai berkapasitas 50 Ah.

4.6 Perhitungan besar arus baterai charge regulator (BCR)

Battery Charge Regulator (BCR) mempunyai dua fungsi yaitu sebagai

titik pusat sambungan ke beban, modul surya dan baterai sedangkan fungsi

kedua adalah pengatur sistem agar penggunaanya aman dan efektif. Dengan

menggunakan persamaan (2.6) maka akan didapat berapa besar arus BCR

Jadi kapasitas BCR yang digunakan harus lebih besar dari 119,3 A

dengan tegangan 24 V

4.7 Perhitungan kapasitas Inverter

Inverter yang dipakai adalah inverter yang kapasitasnya sama dengan daya

maksimal modul surya. Daya maksimal modul surya berdasarkan perhitungan

adalah 2864,5 W.

Page 43: Bab 1-5 Juianto

43

Tabel 4.9 Perbandingan nilai komponen yang beredar di pasaran

Komponen PLTS Kapasitas Berdasarkan

Hitungan

Kapasitas Yang

Tersedia di Pasaran

Modul Sel Surya 2864,5 W 3000 W

Baterai 260,3 Ah 300 Ah

BCR 119,3 A 120 A

Inverter 2864,3W 3000 W

4.8 Energi yang Dihasilkan

Salah satu faktor yang dapat menentukan daya keluaran modul surya

adalah tingkat insolasi matahari yang diterima oleh modul. Hasil keluaran (output)

maksimum dari modul surya dapat ditentukan.

Rating modul surya berdasarkan kapasitas modul setelah dihitung

berdasarkan kapasitas yang tersedia dilapangan adalah 3000 watt. Berikut ini akan

dianalisa energi yang dihasilkan oleh modul surya berkaitan dengan data insolasi

matahari yang terendah dan yang tertinggi.

Apabila data yang digunakan adalah data insolasi matahari yang terendah,

yaitu 1,92 h maka energi yang dihasilkan modul dapat dihitung sebagai berikut:

Eout = P modul Surya x insolasi matahari

= 3000 W x 1,92 h

=5760 Wh

Maka energi yang dihasilkan modul pada kondisi insolasi terendah adalah

5760 Wh.

Page 44: Bab 1-5 Juianto

44

Dan bila data yang digunakan adalah data insolasi matahari yang tertinggi,

yaitu 5,12. Berdasarkan persamaan (4.4) maka energi yang dihasilkan modul

dapat dihitung sebagai berikut:

Eout =3000 W x 5,12 h

=15360 Wh

Maka energi yang dihasilkan modul pada kondisi insolasi tertinggi adalah

15360 Wh.

4.9 Analisis Biaya

Adapun perencanaan pembangkit listrik tenaga surya terdiri dari 3 bagian

antaralain:

- Pembangkit

- Rumah daya

- Sistem Distribusi

- Instalasi rumah

Gambar 4.6 Diagram proses distribusi PLTS

Pembangkit Rumah Daya

Sistem Distribusi

Jarak Rumah R1 – R6 = 525 m

40 m

R6 R5 R4 R3 R2 R1

44

Page 45: Bab 1-5 Juianto

45

Tabel 4.10 Rincian Anggaran Biaya Pembangkit

Komponen Volume Harga

(Rp)

Total

(Rp)

Solar Cell 200wp Merk Schueco

Battery Yuasa VRLA 50Ah

Inverter SP 3kW 24V

BCR Epip

15

6

1

1

9.000.000

1.350.000

3.570.000

2.400.000

135.000.000

8.100.000

3.570.000

2.400.000

Total 149.070.00

Tabel 4.11 Rincian Anggaran Biaya Rumah Daya

Uraian Pekerjaan Volume Harga

(Rp)

Total

(Rp)

Pekerjaan persiapan

Pekerjaan galian

Urugan Tanah

Pekerjaan Pondasi

Pekerjaan Beton

Pekerjaan Dinding

Pekerjaan Kusen Pintu

Pekerjaan Atap

Pekerjaan Plafon

Pekerjaan Lantai

Pekerjaan Drainase

Pekerjaan Pagar

9,6 m2

2,4 m3

5,4 m3

2,67 m3

32,95 m2

0,08 m3

12 m2

16 m2

16 m2

18 m

24 m

150.000

150.000

870.000

3.200.000

120.000

1.700.000

95.000

55.000

120.000

25.000

300.000

250.000

1.440.000

360.000

4.698.000

8.544.000

3.954.000

136.000

1.140.000

880.000

1.920.000

450.000

7.200.000

Total 30.972.000

Page 46: Bab 1-5 Juianto

46

Tabel 4.12 Rincian Anggaran Biaya Sistem Distribusi

Komponen Volume Harga

(Rp)

Total

(Rp)

Kabel AAAC

Tiang

Klem Tarik

Tap Konektor

700

12

31

28

14.150

750.000

12.000

6.000

9.905.000

9.000.000

372.000

168.000

Total 19.445.000

Tabel 4.13 Rincian Anggaran Biaya Instalasi Rumah

Komponen Volume Harga

(Rp)

Total

(Rp)

Biaya Instalasi

Kabel NYA 2,5 mm

Lampu CFL

Fitting Duduk

Saklar tunggal

Saklar ganda

Stop kontak

Pipa Pvc 5/8 Inc

Klem Pipa

Rol Isolator

Tali Ram

12 roll

27

27

21

6

6

10

4 dos

100

2

75.000

265.000

36.000

10.000

9.000

12.000

15.000

10.000

5000

500

2500

2.025.000

3.180.000

972.000

270.000

189.000

72.000

90.000

100.000

20.000

50.000

5.000

Total 6.973.000

Page 47: Bab 1-5 Juianto

47

Maka total keseluruhan anggaran adalah:

149.070.000

30.972.000

19.445.000

6.973.000 +

Rp.206.160.000

206.160.000

5000

= Rp 41.232 / Wh

Gambar 4.7 menunjukan grafik komposisi biaya antara Pembangkit,

Rumah Daya, Sistem Distribusi, dan Instalasi Rumah

Gambar 4.7 Grafik Komposisi Biaya

Sedangkan Grafik 4.8 menunjukan komposisi biaya pada pembangkit antaralain

terdiri dari Solar cell, Baterai, inverter dan Bcr.

72%

15%

10%

3%

Pembangkit Rumah Daya Sistem Distribusi Instalasi Rumah

47

Page 48: Bab 1-5 Juianto

48

Gambar 4.8 Grafik Komposisi Biaya Pembangkit

Dari grafik diatas menunjukan bahwa biaya untuk pembelian solar cell / panel

surya menduduki komposisi paling besar dengan persentase sebesar 84%,

selanjutnya biaya untuk pembelian baterai menduduki komposisi kedua dengan

persentase sebesar 9% sedangkan biaya inverter di posisi ketiga dengan 4% dan

BCR posisi keempat dengan persentase 3%.

84%

9%

4% 3%

Solar Cell Baterai Inverter BCR

48

Page 49: Bab 1-5 Juianto

49

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1 Dalam perancangan sistem PLTS pada kampung Puay Distrik Sentani

Timur, digunakan data insolasi matahari terendah. Berdasarkan data

BMKG Wilayah V Jayapura tahun 2011- 2012 yaitu besarnya 1,92h.

2 Untuk perencaan pemasangan PLTS pada satu gardu distribusi dengan

kebutuhan daya per hari sebesar 5000Wh dibutuhkan 15 modul surya dan

6 unit baterai dengan total kapasitas 300 Ah, BCR berkapasitas 120 A dan

inverter berkapasitas 3 kW.

3 Energi yang dihasilkan modul surya perhari tergantung pada insolasi

matahari. Untuk insolasi tertinggi menghasilkan energi sebesar 15360 Wh

dan insolasi terendah menghasilkan energi 5760 Wh.

4 Dari perencanaan Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya ini

bahwa biaya terbesar ada pada pembangkit dimana Modul Surya

merupakan komponen yang harganya paling mahal.

5.2 Saran

1. Untuk kedepannya supaya dapat dikembangkan PLTS dengan Sistem

Hibrid antara PLTS dan GENSET ataupun dengan sistem pembangkit

energi yang lain.

2. Saran kepada mahasiswa agar lebih berperan aktif dalam mengembangkan

Energi – Energi terbarukan khususnya di Papua

Page 50: Bab 1-5 Juianto

50

DAFTAR PUSTAKA

[1] http://buletinlitbang.dephan.go.id. 2011, Mengenal sel surya sebagai energi

alternatif.

[2] http://energisurya.wordpress. 2008, Melihat prinsip kerja sel surya lebih dekat

[3] http://panelsurya.com. 2011, Sistem panel surya

[4] Nasrun Hariyanto, PERANCANGAN DAN APLIKASI PEMBANGKIT

LISTRIK HYBRIDA ENERGI SURYA DAN ENERGI BIOGAS DI

KAMPUNG HAUR GEMBONG KAB. SUMEDANG, Jurusan Teknik

Elektro Konsentrasi Teknik Energi Elektrik Institut Teknologi Nasional

(Itenas)

[5] Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo, PERANCANGAN SISTEM

HIBRID PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN JALA-

JALA LISTRIK PLN UNTUK RUMAH PERKOTAAN, Dosen-Dosen

Jurusan Teknik Elektro - Fakultas Teknologi IndustriUniversitas Trisakti

[6] I Dewa Ayu Sri Santiari, 2011, STUDI PEMANFAATAN PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA SURYA SEBAGAI CATU DAYA TAMBAHAN

PADA INDUSTRI PERHOTELAN DI NUSA LEMBONGAN BALI,

Program Magister, Program Studi Teknik Elektro, Universitas Udayana

[7] Mark Hankins, 1991 Small Solar Electric System for Africa

[8] Prakirawan Penyaji, 2012, Data Penyinaran Matahari Stasiun Metereologi

Dok II Jayapura, BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN

GEOFISIKA BALAI BESAR WILAYAH V JAYAPURA

Page 51: Bab 1-5 Juianto

51

LAMPIRAN I

Gambar Rumah 1

Gambar Rumah 2

Gambar Rumah 3

Page 52: Bab 1-5 Juianto

52

Gambar Rumah 4

Gambar Rumah 5

Gambar Rumah 6

Page 53: Bab 1-5 Juianto

53

LAMPIRAN II

Grafik hubungan I-V terhadap radiasi matahari

Grafik hubungan I-V terhadap suhu

Sumber: Software PVSYST

Sumber: Software PVSYST

Page 54: Bab 1-5 Juianto

54

LAMPIRAN III

Tabel Hubungan I-V terhadap radiasi

Radiasi

(w/m2)

Arus

(A)

Tegangan

(V)

Daya

(W)

200

400

600

800

1000

1,54

3,07

4,61

6,14

7,68

33,1

34,4

35,2

35,8

36,2

37,8

78,5

119,5

160,3

200,6

Tabel Hubungan I-V terhadap Temperatur

Temperatur

(0C)

Arus

(A)

Tegangan

(V)

Daya

(W)

70

55

40

25

10

7,89

7,82

7,75

7,68

7,61

31,7

33,2

34,7

36,2

37,7

168,8

179,5

190,1

200,6

210,8