bab 1-5 juianto
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat karena
hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Misalnya untuk
penerangan, proses industri atau untuk menggerakkan peralatan rumah tangga
diperlukan energi listrik, untuk menggerakkan kendaraan baik roda dua
maupun empat diperlukan bensin, serta masih banyak peralatan di sekitar
kehidupan manusia yang memerlukan energi. Sebagian besar energi yang
digunakan di Indonesia berasal dari energi fosil yang berbentuk minyak bumi
dan gas bumi. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil setidaknya
memiliki tiga ancaman serius, yakni: pertama, Menipisnya cadangan minyak
bumi. Kedua, Kenaikan / ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang
lebih besar dari produksi minyak. Ketiga, Polusi gas rumah kaca (terutama
CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Dengan kebutuhan energi yang begitu banyak bahan bakar fosil dan gas
bumi tidak mampu mencukupi semua kebutuhan, maka untuk memenuhi
kebutuhan tersebut dimanfaatkan energi terbarukan yaitu energi yang tidak
akan ada habisnya.
Pemanfaatan energi terbarukan diantaranya dengan memanfaatkan tenaga
radiasi matahari dengan menggunakan sel surya sebagai pengkonversi energi
matahari menjadi energi listrik yang kita kenal dengan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS). Oleh karena itu dengan mengetahui proses konversi
energi matahari menjadi energi listrik dapat menjadikan bahan pertimbangan
2
dalam mengembangkan energi alternatif terbarukan yang tidak menimbulkan
polusi bagi lingkungan. Sehinggga untuk kebutuhan ini kami sebagai peneliti
ingin memberikan kontribusi positif dalam bidang ketenagalistrikan terlebih
khusus pada masyarakat dikampung Puay distrik Sentani Timur yang belum
teraliri listrik hingga saat ini. Kampung Puay adalah kampung yang masuk
dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Jayapura, namun untuk sampai ke
kampung Puay harus melewati pemerintahan Kotamadya Jayapura.Jarak
antara kampung Puay dengan batas Kotamadya Jayapura ±7Km
Hingga kini masyarakat di kampung Puay yang sebagian besar berprofesi
sebagai nelayan hanya bisa menyaksikan penerangan listrik tapi tidak dapat
menikmati penerangan listrik tersebut.
Sebagai solusi dari permasalahan tersebut, maka penulis akan
mengadakan penelitian dengan judul: “Perencanaan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS) terpusat Pada Kampung Puay Distrik Sentani
Timur”
1.2 Rumusan Masalah
Perencanaan Pembangkit listrik tenaga surya dikhususkan untuk rumah
sederhana, secara spesifik rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana mengkonversi energi surya menjadi energi listrik?
2. Bagaimana menghitung kapasitas daya modul surya?
3. Bagaimana menghitung kapasitas baterai?
4. Bagaimana menghitung besar arus baterai charge regulator?
5. Bagaimana menghitung kapasitas inverter?
3
1.3 Batasan Masalah
Hasil yang dicapai akan optimal jika skripsi ini membatasi permasalahan.
Permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah :
a. Dalam menentukan total beban rumah, perencanaan panel terpusat hanya
untuk kapasitas 6 rumah.
b. Untuk data rata-rata penyinaran matahari berdasarkan data BMKG
Wilayah V Jayapura tahun 2011-2012
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui proses konversi energi surya menjadi energi listrik.
b. Mengetahui pengaruh radiasi matahari dan total pemakaian energi
terhadap kapasitas daya modul surya
c. Mengetahui pengaruh radiasi matahari dan total pemakaian energi
terhadap kapasitas baterai
d. Mengetahui pengaruh radiasi matahari dan total pemakaian energi
terhadap besar arus baterai charge regulator?
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
a. Memberikan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan bagi peneliti
dalam perancangan pembangkit listrik tenaga surya.
4
b. Memberikan kontribusi pada dunia pendidikan terutama dibidang
ketenagalistrikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dapat diandalkan
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Deskripsi umum
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah peralatan pembangkit listrik
yang merubah cahaya matahari menjadi listrik. PLTS sering juga disebut Solar
Cell, atau Solar Photovoltaic, atau Solar Energy. Orang awam seringkali keliru
menganggap Solar Water Heater (Pemanas Air Tenaga Surya) sebagai PLTS.
Solar water heater memanfaatkan thermal dari solar energy dan menghasilkan air
panas, prinsip yang sama juga diterapkan untuk solar dryer (pengering tenaga
surya), sedangkan PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan
listrik. DC (direct current), yang dapat diubah menjadi listrik AC (alternating
current) apabila diperlukan. Oleh karena itu meskipun cuaca mendung, selama
masih terdapat cahaya, maka PLTS tetap dapat menghasilkan listrik.
PLTS pada dasarnya adalah pencatu daya (alat yang menyediakan daya), dan
dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar,
baik secara mandiri, maupun dengan Hybrid (dikombinasikan dengan sumber
energy lain, seperti PLTS-genset, PLTS microhydro, PLTS-Angin), baik dengan
metoda Desetralisasi (satu rumah satu pembangkit) maupun dengan metoda
Sentralisasi (listrik didistribusikan dengan jaringan kabel).
2.1.1 Sel Surya
Sel surya tersusun dari dua lapisan semikonduktor dengan muatan
yang berbeda. Lapisan atas sel surya bermuatan negatif sedangkan lapisan
bawahnya bermuatan positif. Silikon adalah bahan semikonduktor yang
paling umum digunakan untuk sel surya. Ketika cahaya mengenai permukaan
6
sel surya, beberapa foton dari cahaya diserap oleh atom semikonduktor untuk
membebaskan elektron dari ikatan atomnya sehingga menjadi elektron yang
bergerak bebas. Adanya perpindahan elektron-elektron inilah yang
menyebabkan terjadinya arus listrik (Quaschning, 2005). Gambar 2.1
menunjukkan struktur dari sel surya.
Sumber : Quaschning, 2005
Gambar 2.1 Struktur Sel Surya
2.1.2 Karakteristik Sel Surya
Total pengeluaran listrik (Watt) dari sel surya adalah sama dengan
tegangan (V) operasi dikalikan dengan arus (I) operasi. Tegangan serta arus
keluaran yang dihasilkan ketika sel surya memperoleh penyinaran merupakan
karakteristik yang disajikan dalam bentuk kurva I-V pada gambar 2.2. Kurva
ini menunjukkan bahwa pada saat arus dan tegangan berada pada titik kerja
maksimal (Maximum Power Point) maka akan menghasilkan daya keluaran
maksimum (PMPP). Tegangan di Maximum Power Point (MPP) VMPP,
lebih kecil dari tegangan rangkaian terbuka (Voc) dan arus saat MPP IMPP,
adalah lebih rendah dari arus short circuit (Isc) (Quaschning, 2005) .
7
a) Short Circuit Current (Isc) : terjadi pada suatu titik dimana tegangannya
adalah nol, sehingga pada saat ini, daya keluaran adalah nol.
b) Open Circuit Voltage (Voc) : terjadi pada suatu titik dimana arusnya
adalah nol, sehingga pada saat ini pun daya keluaran adalah nol.
c) Maximum Power Point (MPP) : adalah titik daya output maksimum, yang
sering dinyatakan sebagai ”knee” dari kurva I-V.
Sumber : Quaschning, 2005
Gambar 2.2 Kurva I-V
2.2 Komponen-komponen PLTS
Pemanfaatan tenaga surya sebagai pembangkit tenaga listrik, umumnya
terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut :
2.2.1 Panel (Modul) Surya
Panel surya merupakan komponen yang berfungsi untuk mengubah
energi sinar matahari menjadi energi listrik. Panel ini tersusun dari beberapa
sel surya yang dihubungkan secara seri maupun paralel. Sebuah panel surya
8
umumnya terdiri dari 32-40 sel surya, tergantung ukuran panel (Quaschning,
2005). Gabungan dari panel-panel ini akan membentuk suatu “Array”.
Sumber : Patel, 1999
Gambar 2.3 Hubungan Sel Surya, Panel Surya dan Array
Jenis panel surya yang terjual di pasaran saat ini, antara lain adalah :
1) Monokristal Silikon (Mono-crystalline Silicon)
Monokristal merupakan panel (modul) yang paling efisien, yaitu mencapai
angka sebesar 16-25% (Narayana, 2010).
2) Polikristal Silikon (Poly-crystalline Silicon)
Polikristal merupakan panel surya yang memiliki susunan kristal acak.
Tipe ini memiliki efisiensi sebesar 14-16% (Narayana, 2010). 12
3) Amorphous Silicon
Amorphous adalah tipe panel dengan harga yang paling murah akan tetapi
efisiensinya paling rendah, yaitu antara 9-10,4% (Narayana, 2010).
9
2.2.2 Charge Controller - Solar Controller
Gbr. 2.4 Charger Control
Solar Charge Controller adalah peralatan elektronik yang digunakan
untuk mengatur arus searah yang diisi ke baterai dan diambil dari baterai ke
beban.
Solar charge controller mengatur overcharging (kelebihan pengisian –
karena batere sudah 'penuh') dan kelebihan voltase dari panel surya.
Kelebihan voltase dan pengisian akan mengurangi umur baterai.
Solar charge controller menerapkan teknologi Pulse width modulation
(PWM) untuk mengatur fungsi pengisian baterai dan pembebasan arus dari
baterai ke beban.
Solar panel 12 Volt umumnya memiliki tegangan output 16 - 21 Volt.
Jadi tanpa solar charge controller, baterai akan rusak oleh over-charging dan
ketidakstabilan tegangan. Baterai umumnya di-charge pada tegangan 14 -
14.7 Volt.
1. Fungsi Solar Charge Controller
10
Beberapa fungsi detail dari solar charge controller adalah sebagai berikut:
• Mengatur arus untuk pengisian ke baterai, menghindari
overcharging, dan overvoltage.
• Mengartur arus yang dibebaskan/ diambil dari baterai agar
baterai tidak 'full discharge', dan overloading.
Monitoring temperatur baterai Untuk membeli solar charge controller
yang harus diperhatikan adalah:
• Voltage yang harus di sesuaikan 12 Volt DC atau 24 Volt DC
• Kemampuan (dalam arus searah) dari controller. Misalnya 5
Ampere, 10 Ampere, dsb.
Seperti yang telah disebutkan di atas solar charge controller yang
baik biasanya mempunyai kemampuan mendetekdi kapasitas baterai.
Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian arus dari
panel sel surya berhenti. Cara mendeteksi adalah melalui monitor level
tegangan baterai. Solar charge sontroller akan mengisi baterai sampai
level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan drop, maka
baterai akan diisi kembali.
Solar charge controller biasanya terdiri dari: 1 input (2 terminal)
yang terhubung dengan output panel sel surya, 1 output (2 terminal) yang
terhubung dengan baterai / aki dan 1 output (2 terminal) yang terhubung
dengan beban. Arus listrik DC yang berasal dari baterai tidak mungkin
masuk ke panel sel surya karena biasanya asa diode protection yang
11
hanya melewatkan arus listrik DC dari panel surya ke baterai, bukan
sebaliknya.
2. Cara Kerja Charge Controller
Solar charge controller, adalah komponen penting dalam Pembangkit
Listrik Tenaga Surya. Solar charge controller berfungsi untuk:
• Charging mode: Mengisi baterai (kapan baterai diisi, menjaga
pengisian kalau baterai penuh).
• Operation mode: Penggunaan baterai ke beban (pelayanan
baterai ke beban diputus kalau baterai sudah mulai 'kosong').
3. Charging Mode Solar Charge Controller
Dalam charging mode, umumnya baterai diisi dengan metoda three
stage charging:
• Fase bulk: baterai akan di-charge sesuai dengan tegangan setup
(bulk - antara 14.4 - 14.6 Volt) dan arus diambil secara
maksimun dari panel surya. Pada saat baterai sudah pada
tegangan setup (bulk) dimulailah fase absorption.
• Fase absorption: pada fase ini, tegangan baterai akan dijaga
sesuai dengan tegangan bulk, sampai solar charge controller
timer (umumnya satu jam) tercapai, arus yang dialirkan
menurun sampai tercapai kapasitas dari baterai.
• • Fase flloat: baterai akan dijaga pada tegangan float setting
(umumnya 13.4 - 13.7 Volt). Beban yang terhubung ke baterai
dapat menggunakan arus maksimun dari panel surya pada stage
ini.
12
4. Sensor Temperatur Baterai Charge Controller
Untuk solar charge controller yang dilengkapi dengan sensor
temperatur baterai. Tegangan charging disesuaikan dengan temperatur
dari baterai. Dengan sensor ini didapatkan optimun dari charging dan
juga optimun dari usia baterai. Apabila solar charge controller tidak
memiliki sensor temperatur baterai, maka tegangan charging perlu diatur,
disesuaikan dengan temperatur lingkungan dan jenis baterai.
5. Mode Operation Solar Charge Controller
Pada mode ini, baterai akan melayani beban. Apabila ada over-
discharge ataun over-load, maka baterai akan dilepaskan dari beban. Hal
ini berguna untuk mencegah kerusakan dari baterai.
2.2.3 Baterai
Baterai adalah komponen PLTS yang berfungsi menyimpan energi listrik
yang dihasilkan oleh panel surya pada siang hari, untuk kemudian
dipergunakan pada malam hari dan pada saat cuaca mendung. Baterai yang
dipergunakan pada PLTS mengalami proses siklus mengisi (Charging) dan
mengosongkan (Discharging), tergantung pada ada atau tidaknya sinar
matahari. Selama ada sinar matahari, panel surya akan menghasilkan energi
listrik. Apabila energi listrik yang dihasilkan tersebut melebihi kebutuhan
bebannya, maka energi listrik tersebut akan segera dipergunakan untuk
mengisi baterai. Sebaliknya selama matahari tidak ada, permintaan energi
listrik akan disuplai oleh baterai. Proses pengisian dan pengosongan ini
disebut satu siklus baterai.
13
Ada beberapa jenis baterai / aki di pasaran yaitu jenis aki
basah/konvensional, hybrid dan MF ( Maintenance Free ). Aki
basah/konvensional berarti masih menggunakan asam sulfat ( H2SO4 ) dalam
bentuk cair. Sedangkan aki MF sering disebut juga aki kering karena asam
sulfatnya sudah dalam bentuk gel/selai. Dalam hal mempertimbangkan posisi
peletakkannya maka aki kering tidak mempunyai kendala, lain halnya dengan
aki basah.
Aki konvensional juga kandungan timbalnya ( Pb ) masih tinggi sekitar
2,5%untuk masing-masing sel positif dan negatif. Sedangkan jenis hybrid
kandungan timbalnya sudah dikurangi menjadi masing-masing 1,7%, hanya
saja sel negatifnya sudah ditambahkan unsur Calsium. Sedangkan aki MF /
aki kering sel positifnya masih menggunakan timbal 1,7% tetapi sel
negatifnya sudah tidak menggunakan timbal melainkan Calsium sebesar
1,7%. Pada Calsium battery Asam Sulfatnya ( H2SO4 ) masih berbentuk
cairan, hanya saja hampir tidak memerlukan perawatan karena tingkat
penguapannya kecil sekali dan dikondensasi kembali. Teknologi sekarang
bahkan sudah memakai bahan silver untuk campuran sel negatifnya.
Ada beberapa pertimbangan dalam memilih aki :
• Tata letak, apakah posisi tegak, miring atau terbalik. Bila
pertimbangannya untuk segala posisi maka aki kering adalah
pilihan utama karena cairan air aki tidak akan tumpah.
Kendaraan off road biasanya menggunakan aki kering
mengingat medannya yang berat. Aki ikut terguncang-guncang
14
dan terbanting. Aki kering tahan goncangan sedangkan aki
basah bahan elektodanya mudah rapuh terkena goncangan.
• Voltase / tegangan, di pasaran yang mudah ditemui adalah yang
bertegangan 6V, 12V da 24V. Ada juga yang multipole yang
mempunyai beberapa titik tegangan. Yang custom juga ada,
biasanya dipakai untuk keperluan industri.
• Kapasitas aki yang tertulis dalam satuan Ah ( Ampere hour ),
yang menyatakan kekuatan aki, seberapa lama aki tersebut
dapat bertahan mensuplai arus untuk beban / load.
• Cranking Ampere yang menyatakan seberapa besar arus start
yang dapat disuplai untuk pertama kali pada saat beban
dihidupkan. Aki kering biasanya mempunyai cranking ampere
yang lebih kecil dibandingkan aki basah, akan tetapi suplai
tegangan dan arusnya relatif stabil dan konsisten. Itu sebabnya
perangkat audio mobil banyak menggunakan aki kering.
• Pemakaian dari aki itu sendiri apakah untuk kebutuhan rutin
yang sering dipakai ataukah cuma sebagai back-up saja. Aki
basah, tegangan dan kapasitasnya akan menurun bila disimpan
lama tanpa recharge, sedangkan aki kering relatif stabil bila di
simpan untuk jangka waktu lama tanpa recharge.
• Harga karena aki kering mempunyai banyak keunggulan maka
harganya pun jauh lebih mahal daripada aki basah. Untuk
menjembatani rentang harga yang jauh maka produsen aki juga
15
memproduksi jenis aki kalsium ( calcium battery ) yang
harganya diantara keduanya.
• Secara garis besar, battery dibedakan berdasarkan aplikasi dan
konstruksinya. Berdasarkan aplikasi maka battery dibedakan
untuk automotif, marine dan deep cycle. Deep cycle itu
meliputi battery yang biasa digunakan untuk PV ( Photo
Voltaic ) dan back up power. Sedangkan secara konstruksi
maka battery dibedakan menjadi type basah, gel dan AGM (
Absorbed Glass Mat ). Battery jenis AGM biasanya juga
dikenal dgn VRLA ( Valve Regulated Lead Acid ).
• Battery kering Deep Cycle juga dirancang untuk menghasilkan
tegangan yang stabil dan konsisten. Penurunan kemampuannya
tidak lebih dari 1- 2% per bulan tanpa perlu dicharge.
Bandingkan dengan battery konvensional yang bisa mencapai
2% per minggu untuk self discharge. Konsekuensinya untuk
charging pengisian arus ke dalam battery Deep Cycle harus
lebih kecil dibandingkan battery konvensional sehingga butuh
waktu yang lebih lama untuk mengisi muatannya. Antara type
gel dan AGM hampir mirip hanya saja battery AGM
mempunyai semua kelebihan yang dimiliki type gel tanpa
memiliki kekurangannya. Kekurangan type Gel adalah pada
waktu dicharge maka tegangannya harus 20% lebih rendah dari
battery type AGM ataupun basah. Bila overcharged maka akan
16
timbul rongga di dalam gelnya yg sulit diperbaiki sehingga
berkurang kapasitas muatannya.
• Karena tidak ada cairan yang dapat membeku maupun
mengembang, membuat battery Deep Cycle tahan terhadap
cuaca ekstrim yang membekukan. Itulah sebabnya mengapa
pada cuaca dingin yang ekstrim, kendaraan yang menggunakan
baterai konvensional tidak dapat distart alias mogok.
• Ada 2 rating untuk battery yaitu CCA dan RC.
• * CCA ( Cold Cranking Ampere ) menunjukkan seberapa besar
arus yang dapat dikeluarkan serentak selama 30 detik pada titik
beku air yaitu 0 derajad Celcius.
• * RC ( Reserve Capacity ) menunjukkan berapa lama ( dalam
menit ) battery tersebut dapat menyalurkan arus sebesar 25A
sambil tetap menjaga tegangannya di atas 10,5 Volt.
• Battery Deep Cycle mempunyai 2-3 kali lipat nilai RC
dibandingkan battery konvensional. Umur battery AGM rata-
rata antara 5-8 tahun.
Kapasitas baterai umumnya dinyatakan dalam Ampere hour (Ah). Nilai
Ah pada baterai menunjukkan nilai arus yang dapat dilepaskan, dikalikan
dengan nilai waktu untuk pelepasan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka
secara teoritis, baterai 12 V, 200 Ah harus dapat memberikan baik 200 A
selama satu jam, 50 A selama 4 jam, 4 A untuk 50 jam, atau 1 A untuk 200
jam. Pada saat mendesain kapasitas baterai yang akan dipergunakan dalam
17
sistem PLTS, penting juga untuk menentukan ukuran hari-hari otonomi (days
of autonomy). (Polarpowerinc, 2011).
Suatu ketentuan yang membatasi tingkat kedalaman pengosongan
maksimum, diberlakukan pada baterai. Tingkat kedalaman pengosongan
(Depth of Discharge) baterai biasanya dinyatakan dalam persentase.
Misalnya, suatu baterai memiliki DOD 80%, ini berarti bahwa hanya 80%
dari energi yang tersedia dapat dipergunakan dan 20% tetap berada dalam
cadangan. Pengaturan DOD berperan dalam menjaga usia pakai (life time)
dari baterai tersebut. Semakin dalam DOD yang diberlakukan pada suatu
baterai maka semakin pendek pula siklus hidup dari baterai tersebut. Gambar
2.5, menunjukkan hubungan antara DOD dengan siklus hidup baterai.
Gambar 2.5 Hubungan DOD dengan Siklus Hidup Baterai
2.2.4 Inverter DC ke AC
Inverter adalah perangkat elektrik yang digunakan untuk mengubah
arus listrik searah (DC) menjadi arus listrik bolak balik (AC). Inverter
18
mengkonversi DC dari perangkat seperti batere, panel sel surya menjadi AC.
Penggunaan inverter dari dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
adalah untuk perangkat yang menggunakan AC (Alternating Current).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan inverter:
• Kapasitas beban dalam Watt, usahakan memilih inverter yang
beban kerjanya mendekati dgn beban yang hendak kita gunakan
agar effisiensi kerjanya maksimal
• Input DC 12 Volt atau 24 Volt
• Sinewave ataupun square wave outuput AC
True sine wave inverter diperlukan terutama untuk beban-beban yang
masih menggunakan motor agar bekerja lebih mudah, lancar dan tidak cepat
panas. Oleh karena itu dari sisi harga maka true sine wave inverter adalah
yang paling mahal diantara yang lainnya karena dialah yang paling mendekati
bentuk gelombang asli dari jaringan listrik PLN.
Dalam perkembangannya di pasaran juga beredar modified sine wave
inverter yang merupakan kombinasi antara square wave dan sine wave.
Bentuk gelombangnya bila dilihat melalui oscilloscope berbentuk sinus
dengan ada garis putus-putus di antara sumbu y = 0 dan grafik sinusnya.
Perangkat yang menggunakan kumparan masih bisa beroperasi dengan
modified sine wave inverter, hanya saja kurang maksimal. Sedangkan pada
square wave inverter beban-beban listrik yang menggunakan kumparan /
motor tidak dapat bekerja sama sekali. Selain itu dikenal juga istilah Grid Tie
Inverter yang merupakan special inverter yang biasanya digunakan dalam
sistem energi listrik terbarukan, yang mengubah arus listrik DC menjadi AC
19
yang kemudian diumpankan ke jaringan listrik yang sudah ada. Grid Tie
Inverter juga dikenal sebagai synchronous inverter dan perangkat ini tidak
dapat berdiri sendiri, apalagi bila jaringan tenaga listriknya tidak tersedia.
Dengan adanya grid tie inverter kelebihan KWh yang diperoleh dari
sistem PLTS ini bisa disalurkan kembali ke jaringan listriki PLN untuk
dinikmati bersama dan sebagai penggantinya besarnya KWh yang disuplai
harus dibayar PLN ke penyedia PLTS, tentunya dengan tarif yang telah
disepakati sebelumnya. Sayangnya sampai sekarang ketentuan tarif semacam
ini masih terus digodok seiring dengan aturan mengenai listrik swasta. Rugi-
rugi / loss yang terjadi pada inverter biasanya berupa dissipasi daya dalam
bentuk panas. Effisiensi tertinggi dipegang oleh grid tie inverter yang diclaim
bisa mencapai 95-97% bila beban outputnya hampir mendekati rated
bebannya. Sedangkan pada umumnya effisiensi inverter adalah berkisar 50-
90% tergantung dari beban outputnya. Bila beban outputnya semakin
mendekati beban kerja inverter yang tertera maka effisiensinya semakin
besar, demikian pula sebaliknya. Modified sine wave inverter ataupun square
wave inverter bila dipaksakan untuk beban-beban induktif maka effisiensinya
akan jauh berkurang dibandingkan dengan true sine wave inverter.
Perangkatnya akan menyedot daya 20% lebih besar dari yang seharusnya.
2.3 Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Sel surya menerima penyinaran matahari dalam satu hari sangat
bervariasi. Hal ini dikarenakan sinar matahari memiliki intensitas yang besar
ketika siang hari dibandingkan dengan pagi hari. Untuk mengetahui kapasitas
20
daya yang dihasilkan, dilakukanlah pengukuran terhadap arus (I) dan
tegangan (V) pada gususan sel surya yang disebut modul. Untuk mengukur
arus maksimum, maka kedua terminal dari modul dibuat rangkaian hubung
singkat sehingga tegangannya menjadi nol dan arusnya maksimum. Dengan
menggunakan amper meter akan didapatkan sebuah arus maksimum yang
dinamakan short circuit current atau Isc Pengukuran terhadap tegangan (V)
dilakukan pada terminal positif dan negatif dari modul sel surya dengan tidak
menghubungkan sel surya dengan komponen lainnya. Pengukuran ini
dinamakan open circuit voltage atau Voc Hasil pengukuran arus (I) dan
tegangan (V) ini dapat digambarkan dalam sebuah grafik yang disebut kurva
I-V seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6 Pada kurva I-V terdapat hal-hal
yang sangat penting yaitu:
2.3.1. Maximum Power Point (Vmp dan Imp)
Maximum Power Point (Vmp dan Imp) Pada kurva I-V, adalah titik
operasi yang menunjukkan daya maksimum yang dihasilkan oleh panel sel
surya.
2.3.2. Open Circuit Voltage (Voc)
Open Circuit Voltage Voc, adalah kapasitas tegangan maksimum yang
dapat dicapai pada saat tidak adanya arus
…………………. (2.1)
Dimana :
k = konstanta boltzmann (1.30x10-16erg)
q = konstanta muatan elektron (1.602x10-19 C)
T = suhu dalam Kelvin
21
Is = Arus saturasi
2.3.3 Short Circuit Current (Isc)
Short Circuit Current (Isc), adalah maksimum arus keluaran dari panel sel
surya yang dapat dikeluarkan di bawah kondisi dengan tidak ada resistansi
atau hubung singkat. Untuk mengetahui Arus hubung singkat dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 2.
……………………(2.2)
G = tingkat generasi
Ln = panjang difusi elektron
Lp = panjang difusi hole
2.3.4 Fiil Factor (FF)
Fiil Factor merupakan parameter yang menentukan daya maksimum dari
panel sel surya. Besarnya FF dapat dihitung dengan rumus :
……..…………………...(2.3)
Gambar 2.6 Kurva I-V pada modul sel surya
22
Karena pembangkit listrik tenaga surya sangat tergantung kepada sinar
matahari, maka perencanaan yang baik sangat diperlukan. Perencanaan terdiri
dari:
• Jumlah total pemakaian energi yang dibutuhkan dalam
pemakaian sehari-hari (ET).
• Berapa besar daya yang dihasilkan panel surya, dalam hal ini
memperhitungkan berapa jumlah panel surya yang harus
dipasang. Faktor penyesuaian pada kebanyakan instalasi PLTS
adalah 1,1. Kapasitas daya modul surya yang dihasilkan adalah:
x 1,1 …….…...(2.4)
• Berapa unit baterai yang diperlukan untuk kapasitas yang
diinginkan dan pertimbangan penggunaan tanpa sinar matahari.
(Ampere hour).
………………………...(2.5)
Dimana:
Et = Total Pemakaian Energi
Vs = Tegangan Saturasi
• Menghitung berapa besar arus Batre Charger Regulator (BCR)
…………….…...(2.6)
Dalam nilai ekonomi, pembangkit listrik tenaga surya memiliki nilai
yang lebih tinggi, dimana listrik dari PT. PLN tidak dimungkinkan, ataupun
instalasi generator listrik bensin atau solar. Misalnya daerah terpencil seperti :
pertambangan, perkebunan, perikanan, desa terpencil, dll. Dari segi jangka
23
panjang, nilai ke-ekonomian juga tinggi, karena dengan perencanaan yang
baik, pembangkit listrik tenaga surya dengan panel surya memiliki daya tahan
20 – 25 tahun. Baterai dan beberapa komponen lainnya dengan daya tahan 3 -
5 tahun.
2.4 Diagram Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Diagram instalasi pembangkit listrik tenaga surya ini terdiri dari solar
panel, charge controller, inverter, baterai.
Gambar 2.7 Diagram PLTS
Dari diagram pembangkit listrik tenaga surya diatas : beberapa solar
panel di paralel untuk menghasilkan arus yang lebih besar. Combiner pada
gambar diatas menghubungkan kaki positif panel surya satu dengan panel
surya lainnya. Kaki/ kutub negatif panel satu dan lainnya juga dihubungkan.
Ujung kaki positif panel surya dihubungkan ke kaki positif charge controller,
24
dan kaki negatif panel surya dihubungkan ke kaki negatif charge controller.
Tegangan panel surya yangdihasilkan akan digunakan oleh charge controller
untuk mengisi baterai. Untuk menghidupkan beban perangkat AC (alternating
current) seperti Televisi, Radio, komputer, dll, arus baterai disupply oleh
inverter. Instalasi pembangkit listrik dengan tenaga surya membutuhkan
perencanaan mengenai kebutuhan daya:
• Jumlah pemakaian
• Jumlah solar panel
• Jumlah baterai
2.5 Menentukan jam Matahari Ekivalen (Equivalent Sun Hours, ESH)
terburuk
Jam matahari ekivalen suatu tempat ditentukan berdasarkan peta insolasi
matahari dunia atau berdasarkan data insolasi matahari dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika daerah setempat
2.6 Regulasi Energi Terbarukan
2.6.1 Regulasi Energi Terbarukan Berbagai Negara di Dunia
Regulasi untuk mempromosikan energi terbarukan telah ada di beberapa
negara pada tahun 1980 hingga awal 1990-an, tetapi regulasi energi
terbarukan mulai banyak muncul di berbagai negara selama periode 1998-
2005 (REN21, 2011). Untuk meningkatkan peranan energi terbarukan pada
bauran konsumsi energi finalnya, maka beberapa negara di dunia telah
menetapkan persentase target kebijakan penggunaan energi terbarukan hingga
tahun 2020. Gambar 2.8 menunjukkan target kebijakan energi terbarukan
pada beberapa negara di dunia.
25
Upaya lain yang dilakukan oleh berbagai negara di dunia untuk
mendorong pengembangan dan pemanfaatan sumber energi terbarukan adalah
dengan menerapkan regulasi (kebijakan) Feed-in Tariff. Mekanisme
kebijakan ini dirancang dengan menempatkan kewajiban kepada perusahaan
listrik negara untuk membeli listrik dari produsen energi terbarukan dengan
harga yang ditetapkan oleh pemerintah setempat. Tujuan dari kebijakan Feed-
in Tariff adalah untuk memberikan kepastian harga dan kompensasi biaya
dalam kontrak jangka panjang kepada produsen energi terbarukan, sehingga
hal tersebut akan membantu membiayai investasi energi terbarukan yang
telah dilakukan. Di beberapa negara penetapan Feed-in Tariff biasanya
dilakukan dengan berdasarkan biaya pembangkitan dari setiap penggunaan
teknologi yang berbeda dan kualitas sumber daya lokal.
26
Gambar 2.8 Target Energi Nasional Sumber Terbarukan 2020
di Berbagai Negara
27
Jerman adalah salah satu negara yang paling sukses menerapkan
Feed-in Tariff dalam pengembangan energi terbarukan. Negara ini mulai
menerapkan kebijakan Feed-in Tariff pada tahun 1990, akan tetapi kebijakan
yang ditetapkan saat itu belum efektif untuk mendorong pengembangan
sumber energi terbarukan dengan teknologi mahal seperti energi surya
fotovoltaik. Feed-in Tariff tahun 1990 tersebut kemudian mengalami
restrukturisasi pada tahun 2000, dengan beberapa perubahan seperti : harga
pembelian energi ditetapkan berdasarkan biaya pembangkitan dan jaminan
pembelian yang diperpanjang untuk periode 20 tahun. Karena terbukti efektif
mempercepat pengembangan sumber energi terbarukan, maka Feed-in Tariff
tahun 2000 ini kemudian diamandemenkan oleh pemerintah Jerman pada
tahun 2004. Energi surya fotovoltaik adalah salah satu energi terbarukan yang
mengalami perkembangan sangat pesat di Jerman. Ini terlihat dari besarnya
peningkatan kapasitas daya terpasang energi surya fotovoltaik di negara
tersebut, yaitu dari 2,6 GW di tahun 2006 menjadi 9,8 GW di tahun 2009
Gambar 2.9 menunjukkan besarnya Feed-in Tariff yang diterapkan oleh
pemerintah Jerman untuk energi surya fotovoltaik.
Gambar 2.9 Tarif energi surya di jerman
28
Pemberian subsidi terhadap industri energi terbarukan di beberapa
negara, telah membuat pertumbuhan energi ini menjadi cukup signifikan.
Salah satu energi terbarukan yang saat ini mengalami perkembangan cukup
pesat adalah energi surya. Pemberian subsidi terhadap industri energi surya
telah membuat penurunan biaya produksi untuk per Wp (Wattpeak) . Ini
terlihat dari penurunan harga per Wattpeak yang berlaku di beberapa negara,
seperti USA (US $ 1,76/Wp), Spanyol, Jerman dan Inggris (US $ 1,68/Wp),
Jepang (US $ 2,04/ Wp), serta Cina dan Taiwan (US $ 1,68/ Wp) (Astawa,
2011).
Selain dengan sistem Feed-in Tariff, beberapa negara juga
menerapkan aturan subsidi dengan sistem kredit seperti sistem kredit untuk
perumahan. Bantuan pendanaan sistem ini berasal dari pihak ketiga seperti
bank, dengan jangka waktu tertentu. Adanya program insentif ini, membuat
konsumen dapat menikmati harga energi surya dengan investasi awal yang
tidak memberatkan. Biasanya penerapan sistem ini disertai dengan program
Feed-in Tariff sehingga waktu pelunasan kredit terbantukan dengan adanya
pemasukan dari penjualan listrik ke perusahaan listrik, yang pada akhirnya
akan mempersingkat masa pembayaran atau meringankan pengeluaran.
Program ini sudah cukup mapan ditemui di USA (negara bagian California)
maupun Uni Eropa seperti, Jerman, Belanda, Perancis dan Spanyol. Di negara
berkembang, program kredit ini baru tercatat telah dikembangkan oleh negara
Bangladesh. Program ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat
pedesaan atau daerah yang terisolir jaringan listrik
29
2.6.2 Regulasi Energi Terbarukan di Indonesia
Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia,
mengacu kepada Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional. Dalam Perpres disebutkan kontribusi EBT
dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17%
dengan komposisi Bahan Bakar Nabati sebesar 5%, Panas Bumi 5%,
Biomasa, Nuklir, tenaga Air, tenaga Surya, dan tenaga Angin sebesar 5%
serta batubara yang dicairkan sebesar 2% (ESDM, 2011).
Kebijakan Feed-in Tariff (FiT) di Indonesia sudah mulai diterapkan
dalam skala terbatas sejak tahun 2002, yaitu melalui Kepmen ESDM No.
1122 K/30/MEM/2002. Kepmen ini mengatur tentang Pedoman
Pengusahaan Pembangkit Tenaga Listrik Skala Kecil Tersebar (PSK
Tersebar, kurang dari 1 MW), badan usaha atau koperasi dapat menjual
listrik kepada PLN dari sumber energi terbarukan dengan harga tertentu.
Kepmen ini kemudian diperbaharui pada tahun 2009 dengan dikeluarkannya
Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2009 tentang harga pembelian
tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) dari pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan energi terbarukan skala kecil dan menengah atau kelebihan
tenaga listrik. FiT ini mewajibkan perusahaan jaringan listrik nasional untuk
membeli listrik yang dihasilkan dari sumber-sumber energi terbarukan
seperti energi surya, energi angin, biomassa, panas bumi maupun air.
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri ESDM No. 31 Tahun 2009
telah menetapkan kebijakan FiT untuk energi terbarukan dengan harga Rp
30
656/kWh jika terinterkoneksi pada tegangan menengah atau Rp 1.004/kWh
jika terinterkoneksi pada tegangan rendah (ESDM, 2011).
Dalam draft Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang
Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2010-2050, pemerintah membuat
kebijakan terkait energi surya. Kebijakan-kebijakan tersebut diantaranya
menerapkan kebijakan penggunaan sel surya pada pemakai tertentu seperti
industri besar, gedung komersial, rumah mewah, serta PLN. Sejalan dengan
itu, pemerintah juga akan menggalakkan industri sistem dan komponen
peralatan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), mewujudkan
keekonomian PLTS, meningkatkan penguasaan teknologi PLTS dan surya
termal dalam negeri melalui penelitian dan pengembangan serta pembelian
lisensi (ESDM, 2011).
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
3.1.1 Tempat
Penelitian ini mengambil lokasi pada kampung Puay distrik Sentani Timur
3.1.2 Waktu
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada saat awal bulan januari dengan
mengambil data primer berdasarkan pengukuran secara langsung.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan penelitian yang diperoleh merupakan data - data dari hasil
penelitian yang dilakukan secara langsung
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian, baik yang digunakan untuk
pengukuran, maupun yang digunakan dalam hal teknis adalah sebagai
berikut:
1. Papan Catat
2. Alat Tulis
3. GPS
4. Camera Canon 7,2 Mp
5. Laptop Acer
3.3 Data-data Penelitian
Jenis data yang diambil merupakan data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diambil langsung melalui pengukuran yang berupa
32
data pengukuran dalam bentuk angka. Sedangkan data sekunder berupa data
insolansi matahari selama setahun. Adapun data primer berupa data hasil
survey menggunakan GPS.
3.4 Teknik Pengambilan Data
Untuk teknik pengambilan data dilakukan dengan 2 tahapan yang
meliputi:
1. Mencari data Sekunder pada kantor BMG Jayapura
2. Melakukan survey dan menentukan lokasi penelitian dengan menggunakan
GPS
3.5 Teknik Pengolahan Data
Setelah data yang diperlukan telah lengkap selanjutnya diolah dengan
menggunakan persamaan-persamaan untuk menentukan berapa besar
energi yang dapat dihasilkan per hari untuk insolasi tertinggi maupun
terendah.
33
3.6 Diagram Alir
Mulai
Studi Literatur
Kesimpulan
Selesai
Pengambilan Data Dengan
Metode Pengukuran
Penyusunan Data
Pemrosesan data :
1. Survey Lokasi menggunakan GPS 2. Perhitungan kapasitas daya modul surya,
baterai & Inverter 3. Pembahasan
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Latar Belakang Lokasi
Kampung Puay adalah perkampungan yang terletak pada pinggiran danau
sentani yang termasuk dalam distrik sentani timur yang hingga saat ini belum di
aliri listrik.
Gambar 4.1 Peta kampung Puay
Kampung Puay berbatasan langsung dengan kampung Yoka di sebelah utara
dan kampung Yokiwa disebelah selatan. Hingga saat ini jaringan distribusi listrik
dari PLN hanya sampai pada kampung Yoka. Medan yang berbukit-bukit dan
pemukiman yang memanjang sepanjang danau sentani ini yang menyulitkan
proses penyaluran distribusi selain itu juga terbentur dengan masalah hak ulayat.
Sumber: Survey GPS
Tiang TM terakhir
Lokasi Rumah kampung Puay
34
35
Gambar 4.2 Tiang TM terakhir di Kampung Yoka
Pada Gambar 4.2 merupakan tiang terakhir di kampung Yoka, sedangkan
jarak antara tiang terakhir dengan kampung Puay ±8 Km. Dan pada gambar 4.3
menunjukan letak lokasi rumah.
Gambar 4.3 Lokasi rumah
Sumber: Survey GPS
Sumber: Survey GPS
Tiang (T1)
Tiang (T2)
Tiang (T3)
Rumah 1
Rumah 2 Rumah 3
Rumah 4 Rumah 5
Rumah 6
35
36
4.2 Menentukan total pemakaian energi
Perencanaan panel terpadu hanya untuk kapasitas 6 rumah tangga. Jumlah
total kebutuhan energi setelah dihitung berdasarkan hasil survey untuk total
pemakain energi (ET) dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 4.1 Data Kebutuhan Energi Rumah 1
Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya
Lampu CFL
Lampu CFL
Televisi 21”
Lain-lain
4
1
1
-
15
15
100
-
4
11
5
-
240
165
500
100
Total 1005 Watt Hour
Tabel 4.2 Data Kebutuhan Energi Rumah 2
Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya
Lampu CFL
Lampu CFL
Televisi 21”
Lain-lain
3
1
1
-
15
15
100
-
4
11
5
-
180
165
500
100
Total 945 Watt Hour
Tabel 4.3 Data Kebutuhan Energi Rumah 3
Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya
Lampu CFL
Lampu CFL
Televisi 21”
Lain-lain
3
1
1
-
15
15
100
-
4
11
5
-
180
165
500
100
Total 945 Watt Hour
37
Tabel 4.4 Data Kebutuhan Energi Rumah 4
Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya
Lampu CFL
Lampu CFL
Televisi 21”
Lain-lain
4
1
1
-
15
15
100
-
4
11
5
-
240
165
500
100
Total 1005 Watt Hour
Tabel 4.5 Data Kebutuhan Energi Rumah 5
Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya
Lampu CFL
Lampu CFL
Televisi 21”
Lain-lain
4
1
1
-
15
15
100
-
4
11
5
-
240
165
500
100
Total 1005 Watt Hour
Tabel 4.6 Data Kebutuhan Energi Rumah 6
Peralatan Volume Watt Jam Kerja Total Kebutuhan Daya
Lampu CFL
Lampu CFL
Televisi 21”
Lain-lain
3
1
1
-
15
15
100
-
4
11
5
-
180
165
500
100
Total 945 Watt Hour
Maka data total kebutuhan energi keseluruhan rumah adalah (ET) 5000
watt hour
38
4.3 Modul Sel Surya
Modul sel surya yang dipilih adalah modul sel surya jenis polikristal yang
berkapasitas 200 Wp (gambar 4.4).
Gambar 4.4 PV Modul 200wp merek SPV Schueco
Alasan pemilihan modul surya 200wp adalah karena luas area modul yang
besar sehingga lebih efektif di banding modul surya 50wp dalam menangkap
cahaya. Dan modul ini merupakan jenis polikristal yang memiliki susunan kristal
acak karena dipabrikasi dengan proses pengecoran. Type ini memerlukan luas
permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis monokristal untuk
menghasilkan daya listrik yang sama. Panel surya jenis ini memiliki efisiensi lebih
rendah dibandingkan type monokristal, sehingga memiliki harga yang cenderung
39
lebih murah dan mudah didapatkan dipasaran. Gambar 4.4 menunjukan
perbandingan modul surya tipe polikristal dan monokristal
Gambar 4.5 Perbandingan Modul surya polikristal dan mono Kristal
4.4 Perhitungan kapasitas daya modul surya
Menentukan kapasitas daya modul surya diambil berdasarkan harga
terendah insolasi matahari.
Tabel 4.7
Data rata-rata penyinaran matahari
Bulan % Penyinaran
Juni 2011 39
Juli 2011 52
Agustus 2011 52
September 2011 64
Oktober 2011 60
Nopember 2011 55
Desember 2011 43
Januari 2012 24,4
Februari 2012 43,8
Maret 2012 24
April 2012 55,4
Mei 2012 45,9
Sumber: BMKG Jayapura
39
40
Berdasarkan Data BMKG Jayapura lamanya penyinaran matahari dalam
satu hari diperkirakan 8 jam. Sehingga besarnya insolasi matahari dapat dihitung
dengan mengalikan persentase penyinaran dengan lamanya penyinaran matahari.
Data hasil perhitungan insolasi matahari ditunjukkan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8
Data Insolasi Matahari
Bulan Insolasi Matahari Jam/hari
Juni 2011 3,12
Juli 2011 4,16
Agustus 2011 4,16
September 2011 5,12
Oktober 2011 4,8
Nopember 2011 4,4
Desember 2011 3,44
Januari 2012 1,95
Februari 2012 3,50
Maret 2012 1,92
April 2012 4,43
Mei 2012 3,67
Untuk kondisi penyinaran matahari di Jayapura maka digunakan data
insolasi terendah yaitu 1,92h
Untuk total kebutuhan energi (Et) dapat dilihat pada Tabel 4.1 – 4.6.
sedangkan Faktor penyesuaian pada kebanyakan instalasi PLTS adalah 1,1 (Mark
Hankins, 1991 Small Solar Electric System for Africa page 68). Kapasitas daya
modul surya yang dihasilkan berdasarkan persamaan (2.4) adalah:
Sumber: BMKG Jayapura
41
W
Sehingga diketahui P modul Surya adalah 2864,5 W atau dapat dibulatkan
menjadi 3000 W, dengan kapasitas 1 modul surya 200 wp maka dibutuhkan 15
Modul surya.
4.5 Perhitungan kapasitas baterai
Satuan energi (dalam Wh) dikonversikan menjadi Ah yang sesuai dengan
satuan kapasitas baterai. Berdasarkan persamaan (2.5) maka akan didapat berapa
kapasitas baterai yang dibutuhkan.
Ah
Dikarenakan besarnya deep of discharge (DOD) pada baterai 80 % maka
kapasitas baterai yang dibutuhkan adalah :
260,3 Ah
42
Dengan total kapasitas 260,3 Ah atau dapat dibulatkan menjadi 300 Ah
maka dibutuhkan 6 unit baterai, dimana 1 baterai berkapasitas 50 Ah.
4.6 Perhitungan besar arus baterai charge regulator (BCR)
Battery Charge Regulator (BCR) mempunyai dua fungsi yaitu sebagai
titik pusat sambungan ke beban, modul surya dan baterai sedangkan fungsi
kedua adalah pengatur sistem agar penggunaanya aman dan efektif. Dengan
menggunakan persamaan (2.6) maka akan didapat berapa besar arus BCR
Jadi kapasitas BCR yang digunakan harus lebih besar dari 119,3 A
dengan tegangan 24 V
4.7 Perhitungan kapasitas Inverter
Inverter yang dipakai adalah inverter yang kapasitasnya sama dengan daya
maksimal modul surya. Daya maksimal modul surya berdasarkan perhitungan
adalah 2864,5 W.
43
Tabel 4.9 Perbandingan nilai komponen yang beredar di pasaran
Komponen PLTS Kapasitas Berdasarkan
Hitungan
Kapasitas Yang
Tersedia di Pasaran
Modul Sel Surya 2864,5 W 3000 W
Baterai 260,3 Ah 300 Ah
BCR 119,3 A 120 A
Inverter 2864,3W 3000 W
4.8 Energi yang Dihasilkan
Salah satu faktor yang dapat menentukan daya keluaran modul surya
adalah tingkat insolasi matahari yang diterima oleh modul. Hasil keluaran (output)
maksimum dari modul surya dapat ditentukan.
Rating modul surya berdasarkan kapasitas modul setelah dihitung
berdasarkan kapasitas yang tersedia dilapangan adalah 3000 watt. Berikut ini akan
dianalisa energi yang dihasilkan oleh modul surya berkaitan dengan data insolasi
matahari yang terendah dan yang tertinggi.
Apabila data yang digunakan adalah data insolasi matahari yang terendah,
yaitu 1,92 h maka energi yang dihasilkan modul dapat dihitung sebagai berikut:
Eout = P modul Surya x insolasi matahari
= 3000 W x 1,92 h
=5760 Wh
Maka energi yang dihasilkan modul pada kondisi insolasi terendah adalah
5760 Wh.
44
Dan bila data yang digunakan adalah data insolasi matahari yang tertinggi,
yaitu 5,12. Berdasarkan persamaan (4.4) maka energi yang dihasilkan modul
dapat dihitung sebagai berikut:
Eout =3000 W x 5,12 h
=15360 Wh
Maka energi yang dihasilkan modul pada kondisi insolasi tertinggi adalah
15360 Wh.
4.9 Analisis Biaya
Adapun perencanaan pembangkit listrik tenaga surya terdiri dari 3 bagian
antaralain:
- Pembangkit
- Rumah daya
- Sistem Distribusi
- Instalasi rumah
Gambar 4.6 Diagram proses distribusi PLTS
Pembangkit Rumah Daya
Sistem Distribusi
Jarak Rumah R1 – R6 = 525 m
40 m
R6 R5 R4 R3 R2 R1
44
45
Tabel 4.10 Rincian Anggaran Biaya Pembangkit
Komponen Volume Harga
(Rp)
Total
(Rp)
Solar Cell 200wp Merk Schueco
Battery Yuasa VRLA 50Ah
Inverter SP 3kW 24V
BCR Epip
15
6
1
1
9.000.000
1.350.000
3.570.000
2.400.000
135.000.000
8.100.000
3.570.000
2.400.000
Total 149.070.00
Tabel 4.11 Rincian Anggaran Biaya Rumah Daya
Uraian Pekerjaan Volume Harga
(Rp)
Total
(Rp)
Pekerjaan persiapan
Pekerjaan galian
Urugan Tanah
Pekerjaan Pondasi
Pekerjaan Beton
Pekerjaan Dinding
Pekerjaan Kusen Pintu
Pekerjaan Atap
Pekerjaan Plafon
Pekerjaan Lantai
Pekerjaan Drainase
Pekerjaan Pagar
9,6 m2
2,4 m3
5,4 m3
2,67 m3
32,95 m2
0,08 m3
12 m2
16 m2
16 m2
18 m
24 m
150.000
150.000
870.000
3.200.000
120.000
1.700.000
95.000
55.000
120.000
25.000
300.000
250.000
1.440.000
360.000
4.698.000
8.544.000
3.954.000
136.000
1.140.000
880.000
1.920.000
450.000
7.200.000
Total 30.972.000
46
Tabel 4.12 Rincian Anggaran Biaya Sistem Distribusi
Komponen Volume Harga
(Rp)
Total
(Rp)
Kabel AAAC
Tiang
Klem Tarik
Tap Konektor
700
12
31
28
14.150
750.000
12.000
6.000
9.905.000
9.000.000
372.000
168.000
Total 19.445.000
Tabel 4.13 Rincian Anggaran Biaya Instalasi Rumah
Komponen Volume Harga
(Rp)
Total
(Rp)
Biaya Instalasi
Kabel NYA 2,5 mm
Lampu CFL
Fitting Duduk
Saklar tunggal
Saklar ganda
Stop kontak
Pipa Pvc 5/8 Inc
Klem Pipa
Rol Isolator
Tali Ram
12 roll
27
27
21
6
6
10
4 dos
100
2
75.000
265.000
36.000
10.000
9.000
12.000
15.000
10.000
5000
500
2500
2.025.000
3.180.000
972.000
270.000
189.000
72.000
90.000
100.000
20.000
50.000
5.000
Total 6.973.000
47
Maka total keseluruhan anggaran adalah:
149.070.000
30.972.000
19.445.000
6.973.000 +
Rp.206.160.000
206.160.000
5000
= Rp 41.232 / Wh
Gambar 4.7 menunjukan grafik komposisi biaya antara Pembangkit,
Rumah Daya, Sistem Distribusi, dan Instalasi Rumah
Gambar 4.7 Grafik Komposisi Biaya
Sedangkan Grafik 4.8 menunjukan komposisi biaya pada pembangkit antaralain
terdiri dari Solar cell, Baterai, inverter dan Bcr.
72%
15%
10%
3%
Pembangkit Rumah Daya Sistem Distribusi Instalasi Rumah
47
48
Gambar 4.8 Grafik Komposisi Biaya Pembangkit
Dari grafik diatas menunjukan bahwa biaya untuk pembelian solar cell / panel
surya menduduki komposisi paling besar dengan persentase sebesar 84%,
selanjutnya biaya untuk pembelian baterai menduduki komposisi kedua dengan
persentase sebesar 9% sedangkan biaya inverter di posisi ketiga dengan 4% dan
BCR posisi keempat dengan persentase 3%.
84%
9%
4% 3%
Solar Cell Baterai Inverter BCR
48
49
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1 Dalam perancangan sistem PLTS pada kampung Puay Distrik Sentani
Timur, digunakan data insolasi matahari terendah. Berdasarkan data
BMKG Wilayah V Jayapura tahun 2011- 2012 yaitu besarnya 1,92h.
2 Untuk perencaan pemasangan PLTS pada satu gardu distribusi dengan
kebutuhan daya per hari sebesar 5000Wh dibutuhkan 15 modul surya dan
6 unit baterai dengan total kapasitas 300 Ah, BCR berkapasitas 120 A dan
inverter berkapasitas 3 kW.
3 Energi yang dihasilkan modul surya perhari tergantung pada insolasi
matahari. Untuk insolasi tertinggi menghasilkan energi sebesar 15360 Wh
dan insolasi terendah menghasilkan energi 5760 Wh.
4 Dari perencanaan Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya ini
bahwa biaya terbesar ada pada pembangkit dimana Modul Surya
merupakan komponen yang harganya paling mahal.
5.2 Saran
1. Untuk kedepannya supaya dapat dikembangkan PLTS dengan Sistem
Hibrid antara PLTS dan GENSET ataupun dengan sistem pembangkit
energi yang lain.
2. Saran kepada mahasiswa agar lebih berperan aktif dalam mengembangkan
Energi – Energi terbarukan khususnya di Papua
50
DAFTAR PUSTAKA
[1] http://buletinlitbang.dephan.go.id. 2011, Mengenal sel surya sebagai energi
alternatif.
[2] http://energisurya.wordpress. 2008, Melihat prinsip kerja sel surya lebih dekat
[3] http://panelsurya.com. 2011, Sistem panel surya
[4] Nasrun Hariyanto, PERANCANGAN DAN APLIKASI PEMBANGKIT
LISTRIK HYBRIDA ENERGI SURYA DAN ENERGI BIOGAS DI
KAMPUNG HAUR GEMBONG KAB. SUMEDANG, Jurusan Teknik
Elektro Konsentrasi Teknik Energi Elektrik Institut Teknologi Nasional
(Itenas)
[5] Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo, PERANCANGAN SISTEM
HIBRID PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN JALA-
JALA LISTRIK PLN UNTUK RUMAH PERKOTAAN, Dosen-Dosen
Jurusan Teknik Elektro - Fakultas Teknologi IndustriUniversitas Trisakti
[6] I Dewa Ayu Sri Santiari, 2011, STUDI PEMANFAATAN PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA SURYA SEBAGAI CATU DAYA TAMBAHAN
PADA INDUSTRI PERHOTELAN DI NUSA LEMBONGAN BALI,
Program Magister, Program Studi Teknik Elektro, Universitas Udayana
[7] Mark Hankins, 1991 Small Solar Electric System for Africa
[8] Prakirawan Penyaji, 2012, Data Penyinaran Matahari Stasiun Metereologi
Dok II Jayapura, BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN
GEOFISIKA BALAI BESAR WILAYAH V JAYAPURA
51
LAMPIRAN I
Gambar Rumah 1
Gambar Rumah 2
Gambar Rumah 3
52
Gambar Rumah 4
Gambar Rumah 5
Gambar Rumah 6
53
LAMPIRAN II
Grafik hubungan I-V terhadap radiasi matahari
Grafik hubungan I-V terhadap suhu
Sumber: Software PVSYST
Sumber: Software PVSYST
54
LAMPIRAN III
Tabel Hubungan I-V terhadap radiasi
Radiasi
(w/m2)
Arus
(A)
Tegangan
(V)
Daya
(W)
200
400
600
800
1000
1,54
3,07
4,61
6,14
7,68
33,1
34,4
35,2
35,8
36,2
37,8
78,5
119,5
160,3
200,6
Tabel Hubungan I-V terhadap Temperatur
Temperatur
(0C)
Arus
(A)
Tegangan
(V)
Daya
(W)
70
55
40
25
10
7,89
7,82
7,75
7,68
7,61
31,7
33,2
34,7
36,2
37,7
168,8
179,5
190,1
200,6
210,8