bab 1-5 koreksien

Upload: yordan-putra-nandza

Post on 07-Jul-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Perumusan Masalah Program pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dan modernisasi bangsa tidak dapat dilepaskan dari kehidupan intelektual. Kehidupan intelektual yang dimaksud, terwujud dalam keikutsertaan Perguruan Tinggi dalam proses pembangunan berkelanjutan. Sayangnya peran perguruan tinggi ini tidak berjalan optimal karena kompleksitas masalah yang ada pada implementasi pembangunan berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan terencana yang memadukan antara lingkungan hidup (termasuk sumber daya alam) ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan (Sugandhy dan Hakim, 2007). Hal terpenting dalam pembangunan bukanlah pembangunan dalam arti fisik, akan tetapi perubahan pada anggota masyarakat dan nilai-nilai yang dianut. Jadi, hakekat pembangunan adalah pembaharuan cara berfikir dan sikap hidup (Kusumaatmadja dalam Sillalahi, 2003: 5). Secara konseptual pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan telah dicanangkan sejak tahun 1987. Namun, hingga saat ini belum terlihat kemajuan hasil yang signifikan. Terbukti dengan masih tingginya angka kerusakan lingkungan dan tingginya angka kemiskinan. Tabel 1 : Jumlah dan presentase penduduk miskin di Indonesia menurut daerahTahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Kota Desa Kota+Desa 11,40 24,80 36,10 12,40 22,70 35,10 14,49 24,81 39,30 13,56 23,61 37,17 12,77 22,19 34,96 11,91 20,62 32,53 11,10 19,93 31,02 Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa 12,13 20,11 16,66 11,68 19,98 15,97 13,47 21,81 17,75 12,52 20,37 16,58 11,65 18,93 15,42 10,72 17,35 14,15 9,87 16,56 13,33

Sumber : Badan Pusat Statistik (2010 : 3)

2

Pada bidang lingkungan, menurut survey Carbon Dioxide Information Analysis Center, emisi karbon dioksida Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 397,14 juta metric tones berada pada peringkat 15 dari 215 negara di seluruh dunia. Masalah lingkungan seperti pencemaran air, udara, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS), hutan hujan tropis, ekosistem danau, dan pesisir laut, semakin mengancam kehidupan masyarakat. "Berdasarkan hasil survey KLH pada tahun 2006, dari 5.037 responden hanya sekitar 13,82 persen yang mengungkapkan bahwa kondisi kualitas sungai di sekitar mereka bersih. Kemiskinan dan kerusakan lingkungan di Indonesia merupakan ironi sekaligus kritik terhadap proses pembangunan. Sebagai negara agraris, semestinya kesejahteraan rakyat terpusat di daerah pedesaan yang merupakan basis pertanian, tapi nyatanya angka kemiskinan di pedesaan justru lebih tinggi. Lebih lanjut, sebagai negara agraris, semestinya kerusakan lingkungan berada pada taraf minimum namun kenyataanya Indonesia justru berada pada peringkat 15 penghasil emisi karbon dioksida terbesar di dunia. Kecenderungan masyarakat Indonesia lebih memilih untuk menjadi buruh pabrik di kota, daripada berinovasi mengembangkan potensi lingkungan di pedesaan. Menurut pengamat lingkungan Dr M. Guntur Hamzah, kegagalan model pembangunan berkelanjutan terjadi karena faktor berikut : 1. Draf dokumen pembangunan berkelanjutan menyarankan berbagai strategi, namun tidak menyebutkan kekuatan apa yang harus diraih agar strategi mungkin dilaksanakan. Serta tidak adanya sanksi bagi yang tidak melaksanakan. 2. Pada tingkat implementasi, stakeholder yang berada di titik-titik strategis tidak diikutsertakan. jadi, konsep ini lebih condong kepada pencapaian suatu visi berdasarkan idealisme, bukan pragmatisme (Admin, 2010). Selain dua masalah tersebut, kegagalan utama pembangunan

berkelanjutan diakibatkan oleh rendahnya sumber daya manusia. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan beberapa upaya yaitu penyertaan stakeholder yang ada di titik-titik strategis pembangunan berkelanjutan. Hal konkrit yang dapat

3

dilakukan adalah memperjelas tugas Perguruan Tinggi. Institusi ini mempunyai peran sentral dalam mendorong kesuksesan pembangunan karena bertindak

sebagai agen pendidik bagi sumber daya manusia serta tempat dilakukannya berbagai penelitian. Berkaitan dengan proses pembangunan, Perguruan tinggi memiliki program Tridharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan dan pengajaran, kegiatan penelitian, dan pengabdian masyarakat. Berdasarkan konsepsi tersebut, dapat dilihat bahwa perguruan tinggi memiliki peranan vital dalam pembangunan. Secara normatif, seluruh aktifitas perguruan tinggi semestinya dapat

menggambarkan ketiga pilar Tri Dharma Perguruan tinggi. Namun ada ketimpangan antara ketiga tri dharma tersebut, sedikit sekali ilmu yang dikaji teraplikasikan untuk program-program pengabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat dalam perguruan tinggi umumnya

dimanifestasikan dengan bentuk Kuliah Kerja Nyata (KKN), sosialisasi, dan desa binaan. Umumnya seluruh program tersebut dilakukan dalam waktu yang insidental dan tidak berkelanjutan. Banyak proyek-proyek terbengkalai karena tidak selesai dikerjakan oleh satu angkatan peserta. Jika demikian, alangkah baiknya pelaksanaan pengabdian masyarakat berjalan secara estafet dari satu angkatan ke angkatan penerusnya. (Sontani dalam Dewan Mahasiswa Universitas Padjajaran, 1976 : 7) Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa kelemahan pengabdian masyarakat oleh perguruan tinggi sudah disadari dan dikritik sejak tahun 1976, namun hingga saat ini tidak terdapat praktek pengabdian masyarakat yang komperehensif dan berkelanjutan. Akibatnya berbagai program pengabdian masyarakat oleh perguruan tinggi hanya sebatas formalitas untuk memperkuat pengakuan bahwa institusi perguruan tinggi telah melakukan seluruh

tridharmanya. Perguruan tinggi cenderung melakukan pengabdian masyarakat dengan tidak serius. Hal ini karena tidak adanya regulasi yang tegas dalam pengaturan pengabdian masyarakat oleh perguruan tinggi.

4

Sejalan dengan tidak adanya regulasi mengenai pengabdian masyarakat oleh perguruan tinggi, saat ini merupakan momentum untuk memperbaikinya karena telah diluncurkan ISO 26000 sebagai pedoman Social Responsibility baik bagi perusahaan sektor swasta maupun lembaga sektor publik. ISO 26000 merupakan strandar internasional yang disepakati oleh negara-negara anggotanya di seluruh dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan permasalahan dan potensi penyelesaian yang telah di paparkan, maka ditawarkan solusi dengan judul Redesign Social Responsibility Perguruan Tinggi berbasis ISO 26000 dalam Mensukseskan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Dengan desain ulang berbasis ISO 26000, maka keseluruhan kegiatan pegabdian masyarakat oleh Perguruan Tinggi di Indonesia dapat terstandardisasi dengan jelas dan dilaksanakan secara berkelanjutan. Program social responsibility tidak hanya dilakukan dalam kurun waktu satu atau dua bulan, namun dilakukan dengan tahapan berkala dan dilengkapi sistem monitoring dan evaluasi sehingga dapat menjaga keberlanjutan sampai masyarakat benar-benar mandiri untuk mengelola potensi lingkungannya. B. Tujuan 1. Menggambarkan Realitas Social Responsibility Perguruan Tinggi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan. 2. Menggambarkan Implementasi Redesign Social Responsibility Perguruan Tinggi berbasis ISO 26000 dalam Mensukseskan Pembangunan

Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan C. Manfaat 1. Sebagai usulan kebijakan dalam upaya mensukseskan pembangunan berkelanjutan 2. Sebagai masukan bagi perguruan tinggi untuk melakukan standardisasi program-program Social Responsibility-nya. 3. Sebagai otokritik dan menambah kajian mengenai pentingnya Social Responsibiliy oleh Public Sektor.

5

BAB II TELAAH PUSTAKA

A. Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan adalah upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dengan cara pemanfaatan sumberdayanya baik sumberdaya alam maupun sumber daya manusianya. Pembangunan umumnya dilakukan dengan pertumbuhan ekonomi guna mendukung peningkatan kesejahteraan (Alfatoni, 2008: 8). Pembangunan ekonomi seringkali menjadi fokus utama sehingga tidak terkontrol kemudian menimbulkan berbagai masalah degradasi lingkungan. Dengan demikian, muncullah paradigma pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan terrencana yang memadukan antara l ngkungan hidup (termasuk i di dalamnya adalah sumber daya) ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan (Sugandhy dan Hakim, 2007) Dalam pembangunan memperhatikan rangka termasuk dinamika pembangunan pembangunan lingkungan, nasional, bidang dimensi segala bentuk upaya harus

perekonomian wawasan

nusantara,

keanekaragaman budaya dan Sumber daya Alam yang kesemuanya terintegrasi ke dalam satu kesatuan lingkungan hidup. Dimensi kemanusiaan, sosial, budaya, dan ekonomi harus dikembangkan sejalan dengan dimensi sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan. Lingkungan hidup Indonesia merupakan ekosistem yang terdiri dari berbagai wilayah atau daerah, yang masing masingnya sebagai sub sistem yang meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, dan fisik dengan corak ragam yang berbeda. WCED dalam Hardjasoemantri (2001 : 25) melihat pembagunan dan lingkungan dalam enam sudut pandang yaitu:

6

ndency) 1. Keterkaitan (Int Masalah-masalah perusakan lingkungan dan kependudukan dan konservasi sumber daya alam tidak lagi terbatas dalam batas batas negara. Mengingat si at permasalahan yang kait mengait (interdependent) diperlukan pendekatan lintas sektoral antar st eholder, pemerintahan dalam suatu negara maupun antar negara. 2. Keberkelanjutan (Sust inability) Berbagai pengembangan sektoral, seperti pertanian, kehutanan, industri, energi, perikanan, investasi perdagangan, bantuan ekonomi, memerlukan sumber daya alam yang harus dilestarikan eksistensinya dalam menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan. 3. Pemerataan (Equity) Desakan kemiskinan bisa menyebabkan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, sehingga perlu dilakukan pemerataan kesempatan untuk memperoleh akses sumber daya alam dalam pemenuhan kebutuhan pokok (basic need). Lebih lanjut setiap orang berhak dan berkewajiban berperan serta dalam pengembangan lingkungan. 4. Sekuriti dan Resiko Lingkungan Perlunya pengawasan yang ketat terhadap analisis dampak lingkungan baik dalam bidang pembangunan maupun usaha swasta. 5. Pendidikan dan Komunikasi Pendidikan berwawasan lingkungan perlu ditingkatkan di berbagai tingkatan pendidikan dan lapisan masyarakat. 6. Kerjasama Internasional Pola kerjasam antar negara hendaknya tidak hanya berkisar pada kerjasama ekonomi na mun juga memperhatikan aspek -aspek lingkungan. Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pilar utama yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tujuan sosial dapat berorientasi pada pengentasan kemiskinan, sedangkan ekonomi dapat diorientasikan pada pertumbuhan, stabilitas dan efisiensi. Dilihat dari aspek lingkungan, pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan (Alfatoni, 2008: 9).

Gambar 1 : Pilar pembangunan berkelanjutan.

7

B. Corporate Social Responsibility (CSR) Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibilty (CSR) didefinisikan Alyson Warhurst dalam Jalal (2011 : 4) sebagai internalisation by the company of the social and environmental effects of its operations through proactive pollution prevention and social impact assessment so that harm is anticipated and avoided and benefits are optimised atau upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperhitungkan dampak sosial dan lingkungan operasinya melalui tindakan proaktif pencegahan pencemaran dan penilaian dampak sosial, sehingga dampak negatif dapat diantisipasi dan dihindari sementara dampak positif dapat dioptimumkan. Spirit yang sama juga ditunjukkan oleh ISO 26000:2010 yang mendefinisikan tanggung jawab sosial sebagai Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviour that contributes to sustainable development, health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationships. Atau tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak keputusan dan kegiatan terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku transparan dan etis yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat; memperhitungkan harapan para stakeholder, apakah sesuai dengan hukum yang berlaku dan konsisten pada norma-norma perilaku internasional, terintegrasi di seluruh organisai dan dopraktekkan dalam hubungan dengan masyarakat dan negara. Banyak perusahaan dan pengamat yang menekankan CSR pada aspek sosial semata. Pendapat tersebut muncul karena S yang berada di tengah C dan R merupakan singkatan dari social, maka aspek sosial di dalam CSR haruslah yang paling menonjol, bahkan satu-satunya konsentrasi (Jalal, 2011: 4). Padahal, sebagian besar literatur mengenai CSR sekarang sudah bersepakat bahwa CSR

8

mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ini terutama terjadi setelah pembangunan berkelanjutan menjadi arus utama berpikir. Konsep CSR sejatinya merupakan bentuk tanggung jawab oleh instansi profit oriented maupun non-profit oriented kepada masyarakat yang bersifat sosial, karena saat ini tidak hanya faktor finansial yang menjamin keberlanjutan dari instansi tersebut. sejalan dengan konsep Pembangunan berkelanjutan yang didefinisikan sebagai pembangunan dalam memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang. Secara sangat tegas dinyatakan pentingnya keseimbangan dalam tiga aspek lingkungan. yaitu sosial, ekonomi, dan

C. Peran Perguruan tinggi dalam Social Responsibility. Terdapat 6 peran yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi sebagai wujud dari kepeduliannya pada CSR : 1. Sebagai pelaku CSR 2. Sebagai informan 3. Sebagai pendamping 4. Sebagai mediator 5. Sebagai motivator 6. Sebagai Pencetak Ahli CSR

D. Konsep Internasional Standardisation Organisation (ISO 26000) Internasional Standardisation Organisation (ISO 26000) merupakan petunjuk atas tanggung jawab sosial, yang relevan untuk pedoman baik bagi organisasi privat (swasta) maupun organisasi sektor publik. ISO 26000 dibuat berdasar konsensus internasional yang merupakan kelompok stakeholder dalam upaya mendorong implementasi praktek terbaik pada tanggung jawab sosial di seluruh dunia.

9

Burr Stewart dalam Draft ISO 26000 Standard for Social Responsibility (2010 : 9) terdapat berbagai komponen pendukung dari ISO 26000 itu sendiri.

Gambar 1 : Komponen ISO 26000 1. Prinsip-prinsip umum: a. kepatuhan terhadap hukum, b. menghormati instrumen-instrumen yang sudah diakui secara internasional, c. pengakuan untuk stakeholder dan kepentingan mereka. d. akuntabilitas, e. transparansi, f. pembangunan berkelanjutan, g. tindakan yang etis, h. pendekatan pencegahan, i. penghormatan terhadap hak asasi manusia, j. menghormati keanekaragaman. 2. Organisational Governance: a. pemeliharaan nilai b. menciptakan intensivitas untuk tanggung jawab sosial c. menggunakan sumber daya secara efisien d. mempromosikan secara adil kelompok yang tidak terepresentasi kepada kelompok senior e. keseimbangan atas kebutuhan organisasi dan stakeholder

10

f. membangun proses komunikasi dua arah dengan stakeholder g. mendorong partisipasi efektif pada tanggung jawab sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan organisasi h. menyeimbangkan tingkat suara orang-orang yang membuat keputusan pada organisasi i. tetap mengawasi keputusan yang ada 3. Lingkungan: a. Pencegahan polusi b. Pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan c. Perubahan iklim mitigasi dan adaptasi d. Perlindungan dan pemulihan alam 4. Keterlibatan dan Pengembangan masyarakat : a. Keterlibatan masyarakat b. Pendidikan dan kebudayaan c. Kreasi dan keterampilan pekerja dan pengembangannya d. Perkembangan teknologi e. Kekayaan dan penciptaan pendapatan f. Kesehatan g. Investasi sosial 5. Implementasi a. Hubungan karakteristik organisasi untuk tanggung jawab sosial b. Inisiatif sukarela untuk tanggung jawab sosial c. Kamunikasi dalam tanggung jawab sosial d. Memahami tanggung jawab sosial dalam organisasi e. Meningkatkan kredibilitas tanggung jawab sosial f. Meninjau dan meningkatkan tindakan dan praktek-praktek organisasi yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial

11

BAB III METODE PENULISAN

A. Sumber Data Data utama yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder. Data diperoleh dari literatur pustaka berupa buku, hasil penelitian dan karya tulis ilmiah terdahulu mengenai praktek Social Responsibility Perguruan Tinggi, upaya pembangunan berkelanjutan serta Draf ISO 26000 yang memuat pedoman pelaksanaan serta standardisasi Social Responsibility organisasi. B. Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang mengambil data dari penulisan terdahulu. C. Analisis Data 1. Analisis dan Sintesis Menganalisis data dilakukan dengan cara mengidentifikasi masalah yang akan dikaji berdasarkan sumber-sumber data yang relevan. Sedangkan mensintesis data dilakukan dengan cara memberikan alternatif pemecahan masalah berdasarkan teori-teori dan berbagai inovasi. Alur kegiatan dalam analisis kualitatif meliputi : a. Reduksi Data Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, membuang data yang tidak perlu serta mengorganisasikan data sehingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik secara efektif dan efisien. b. Penyajian Data Adalah informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan tentang adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. c. Penarikan Kesimpulan Setelah data dikumpulkan, diolah, dan dianalisis-sintesis maka dapat ditarik kesimpulan.

12

BAB IV ANALISIS DAN SISNTESIS

A. Realitas Social Responsibility Perguruan Tinggi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan Pengabdian masyarakat merupakan kegiatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat. Bentuk-bentuk pengabdian masyarakat oleh perguruan tinggi meliputi Kuliah Kerja Nyata (KKN), Desa binaan (mitra pembangunan), kampus lingkungan (model pengabdian masyarakat lingkar kampus), sosialisasi dan pelatihan. Hal yang perlu dikritisi dari pelaksanaan pengabdian masyarakat ini adalah tidak adanya keberlanjutan masing masing program. KKN yang umumnya dijadikan andalan pengabdian masyarakat Perguruan Tinggi rupanya hanya dilakukan dalam kurun waktu sekitar 2 bulan. Kegiatan untuk memberikan inovasi dalam bentuk praktek dan sosialisasi kepada masyarakat ini masih banyak kendala di lapangan antara lain ; 1) dana yang minim dari mahasiswa sendi i 2) r pengabdian kepada masyarakat oleh mahasiswa masih bergantung pada tingkat penguasaan keahlian dan relevansi keahlian mahasiswa tersebut 3) perlunya penyesuaiaan diri mahasiswa yang lebih responsif terhadap lingkungan masyarakat (budaya sekitar) 4) kurangnya pemantauan yang lebih lanjut saat usai kegiatan KKN 5) sosialisasi mengenai program-program yang akan dilaksanakan tidak menyeluruh kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga program tidak berjalan secara sistematis. Kekurangan-kekurangan pada program desa binaan 1) tidak semua universitas negeri maupun swasta di Indonesia melakukan program ini dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat 2) kurangnya perumusan rencana yang baik sehingga kesiapan program desa binaan hanya berlangsung singkat dan tidak berkelanjutan.

13

B. Redesign Social Responsibility Perguruan Tinggi Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diinventarisir garis besar masalah yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu : berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dan peran perguruan tinggi dalam upaya

pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan secara umum dirasa gagal karena rendahnya kesadaran menjaga lingkungan dan rendahnya sumberdaya manusia untuk mengelola potensi di sekitarnya. Peran perguruan tinggi sendiri dalam melakukan pengabdian masyarakat masih dalam program program insidental yang tidak berkesinambungan dan tidak adanya regulasi serta kontrol yang mengharuskan perguruan tinggi malakukan kegiatan pengabdian masyarakat secara sistematis dan berkelanjutan. Solusi yang ditawarkan dalam penulisan ini dengan cara

mengkombinasikan kedua masalah dalam satu upaya penyelesaian yaitu Redesign Social Responsibility Perguruan Tinggi berbasis ISO 26000. Dengan upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran serta kapasitas SDM masyarakat umum dalam peningkatan kesejahteraan berbasis lingkungan dengan jalan optimalisasi peran perguruan tinggi secara langsung terhadap masyarakat. Desain Pengabdian masyarakat oleh perguruan tinggi ini, tentunya melibatkan Lembaga Penelitain dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) dan mahasiswa sebagai ujung tombak pelaksana program. Seperti halnya KKN, program ini dilakukan dengan cara pelibatan mahasiswa dalam kehidupan masyarakat pedesaan. Dengan kebersamaan ini, diharapkan adanya

interdependensi yang saling menguntungkan. Mahasiswa dapat mempraktekkan ilmunya serta belajar untuk bersosialisasi dengan masyarakat, sebaliknya masyarakat juga mendapat transfer ilmu untuk mengelola potensi sumber daya alam dalam meningkatkan kesejahteraan. Hal yang membedakan program ini dengan KKN adalah

keberlanjutannya. Jika KKN hanya dilakukan dalam kurun waktu sekitar 2 bulan maka program hadir sebagai perbaikannya. Program pengabdian masyarakat tidak hanya dilakukan dalam kurun waktu 2 bulan namun dilakukan dengan tahapan

14

berkala dan dilengkapi sistem monitoring dan evaluasi sehingga dapat menjaga keberlanjutan sampai masyarakat benar-benar mandiri untuk mengelola potensi lingkungannya. Secara intensif selama dua bulan mahasiswa tinggal dan mentransfer ilmunya kepada masyarakat untuk menanamkan nilai-nilai pembangunan berkelanjutan. Setelah masa 2 bulan selesai, mahasiswa kembali ke kampus untuk mambuat laporan. Pada bulan ke tiga dilakukan monitoring dan evaluasi kesuksesan. Apabila gagal, maka dilakukan analisis faktor kegagalan yang nantinya akan dilakukan program ulang dengan strategi baru. Apabila sudah suskes membangun kultur masyarakat yang mandiri dan sadar lingkungan, maka perguruan tinggi melakukan penelitian untuk mencari objek pengabdian di daerah lain yang membutuhkan. Sebagai upaya turunan dari program pembangunan berkelanjutan, tentunya setiap kegiatan yang dilakukan harus dilandasi oleh tujuan pembangunan berkelanjutan. Tabel 2: Taksonomi tujuan pembangunan berkelanjutan Hal yang Harus Dijaga Hal yang Harus Dibangun dan Keberlanjutannya Dikembangkan Alam : Bumi, Biodiversity, Ekosistem Penduduk : Kelangsungan hidup, harapan hidup, kesamaan hak Pendukung Kehidupan : Sumber daya Perekonomian : Kesejahteraan, Sektor unggulan, Konsumsi Komunitas : Budaya, kelompok, Masyarakat : Institusi, Modal sosial, Negara dan daerah Sumber : Parris dan Kates (2003) Tiga pilar pembangunan berkelanjutan adalah kesejahteraan ekonomi, kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Pertama, peningkatan potensi produksi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan. Kedua, menjamin terciptanya kesempatan yang merata dan adil bagi semua orang (Ali, 2009: 99). Kegiatan mahasiswa selama hidup bersamaan dengan masyarakat objek Social Responsibility meliputi pemberdayaan ekonomi berbasis keunggulan lokal,

15

pembangunan pola hidup masyarakat yang inovatif dalam melihat potensi kemudian mengelolanya sebagai sumber kesejahteraan tanpa mengesampingkan kelestarian lingkungan serta sumber daya alam, pelestarian budaya yang mendukung inovasi pembangunan berkelanjutan dan sebagainya.

Tabel 3 : Indikator pembangunan berkelanjutan Strategi y Kesamaan akses terhadap penggunaan sumber material, seperti persawahan, perkebunan dan air. Akses (Equity) penggunaan natural capital y Kesamaan Kesempatan Konsumsi air y Pemberdayaan Penggunaan dan pengelolaan natural capital bagi masyarakat y Harmonisasi kepentingan pembangunan industri, ekonomi masyarakat dan lingkungan di daerah Integrasi Pengelolaan y Mediasi perbedaan kepentingan antara Lingkungan industri, masyarakat, dan pemerintah y Environment mainstreaming and sounding dalam setiap kebijakan pembangunan daerah y Perlindungan praktek-praktek kedaerahan yang arif dan bersahabat terhadap lingkungan. y Perlindungan dan pemberdayaan budaya masyarakat asli daerah y Upaya daur ulang material alam dan buatan. y Pengelolaan sampah yang ramah lingkungan Keberlanjutan/Kelestarian (Sustainable natural capital) y Manajemen polusi y Upaya pelestarian hutan, sungai, udara. y Pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan dan renewable y Upaya penghematan energi y Pelestarian dan pengembangan keanekaragaman hayati Sumber : Sobari (2007: 71) Berdasarkan data yang dihimpun oleh Susenas pada tahun 2004 hingga tahun 2010, menunjukkan perbandingan bahwa kemiskinan di daerah pedesaan lebih tinggi dari daerah perkotaan. Padahal potensi Indonesia sebagai negara agraris semestinya terpusat di daerah pedesaan sebagai basis pertanian. Berpijak Indikator

16

dari hal tersebut, pemberdayaan masyarakat oleh sistem Social Responsibility perguruan tinggi difokuskan pada upaya optimalisasi potensi kedaerahan yang ramah lingkungan. Upaya ini sekaligus menjadi kritik terhadap upaya pembangunan yang selama ini terfokus di daerah perkotaan. Indikator-indikator di atas dapat diadopsi menjadi semacam kurikulum pendidikan habituasi yang akan diterapkan pada masyarakat sasaran. Selain peran perguruan tinggi, faktor determinan yang menentukannya keberhasilan pembangunan berkelanjutan adalah perlunya desain ulang social responsibility perguruan tinggi dengan standar yang telah ditetapkan oleh International Standardisation of Organisation (ISO 26000) yang menyatakan standardisasi CSR. Tujuan akhir adanya standardisasi Social Responsibility ini adalah kesuksesan pembangunan yang melibatkan multistakeholder termasuk perguruan tinggi. Dengan peran aktif dari semua pihak, maka pembangunan akan berjalan secara optimal. Selama ini, upaya pembangunan selalu dibebankan pada pemerintah, padahal tugas pemerintah sangat banyak, oleh karenanya berbagai program dinilai tidak efektif. Bisa dibayangkan dalam suatu negara atau daerah seberapa banyak jumlah perusahaan dan perguruan tinggi, jika kesemuanya berupaya mematuhi standardisasi Social Responsibility, maka kompleksitas permasalahan sosial dan lingkungan dapat diatasi. ISO 2600 sebagai pedoman Social Responsibility berkaitan erat dengan pembangunan berkelanjutan karena inti dari konsep Social Responsibility sendiri adalah pembangunan berkelanjutan.

17

Gambar 2 : Peran Perguruan Tinggi dalam pembangunan berkelanjutan melalui CSR berbasis ISO 26000 Berdasarkan ISO 26000 yang sudah disesuaikan dengan aspek operasional serta peran perguruan tinggi dalam proses pembangunan,maka dipilih empat komponen yang berkaitan langsung dengan peran perguruan tinggi yaitu : aspek keterlibatan dan pengembangan masyarakat aspek lingkungan, hak asasi , manusia dan operasional organisasi yang fair Kesemua aspek tersebut dibangun . secara berkelanjutan dan saling terkait satu sama lain. Keterlibatan dan Pengembangan Masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan seperti pengembangan potensi lokal, pengembangan organisasi, pemanfaatan budaya yang mendukung kesuksesan pembangunan. Keempat aspek tersebut merupakan mua tan pendidikan habituasai selama implementasi Social Responsibility. Secara terperinci pelaksanaan Social Reponsibility setelah didesain ulang adalah sebagai berikut :

18

Gambar 3 : Proses pelaksanaan CSR Perguruan Tinggi berbasis ISO 26000 1. T li i Dengan adanya penelitian ini diharapkan perguruan tinggi dapat mengetahui daerah daerah yang layak untuk dijadikan objek pengabdian masyarakat. Hal utama yang perlu ditekankan pada tahap ini adalah pencarian lokasi daerah yang ada pada taraf perekonomian yang rendah. berik utnya adalah pemetaan potensi daerah yang akan dituju. Dengan asumsi bahwa semiskin apapun daerah itu pasti memiliki potensi terpendam atau belum termanfaatkan secara optimal. Pencarian potensi ini tentunya harus s esuai dengan inti pembangunan berkelanjutan yaitu berkaitan dengan kebutuhan khususnya kebutuhan esensi masyarakat miskin, dan pembatasan eksploitasi sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan untuk memenuhi kebutuhan sekarang dan masa yang akan datang .

2. T

Persi Setelah melakukan tahap penelitian dan pemetaan, dilanjutkan dengan

tahap kedua yaitu tahap persiapan. Tahap persiapan ini bertujuan untuk me nata kesiapan komponen internal dari perguruan tinggi. Komponen internal tersebut meliputi identifikasi suberdaya mahasiswa dan sumberdaya finansial. Dengan kesiapan dan ketersediaan sumberdaya mahasiswa dan sumberdaya finansial

19

yang

baik,

nantinya

diharapkan

dapat

mendukung

kegiatan social

responsibility agar lebih efektif dan efisien. a) Identifikasi sumberdaya mahasiswa Dengan ketersediaan berbagai macam fakultas dan dengan konsentrasi program studinya, akan mempermudah univesitas dalam menyesuaikan terhadap masalah yang sudah teridentifikasi. Berbeda dengan bentuk social responsibility pada umunya yang hanya memberangkatkan mahasiswamahasiswa dari satu program studi untuk terjun ke lapangan. Universitas dalam hal ini adalah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) berperan sebagai koordinator untuk mengkolaborasi mahasiswamahasiswa dari berbagai academic background yang berbeda untuk berpartisipasi dalam kegiatan social responsibility. b) Identifikasi sumberdaya finansial Selama ini yang menjadi salah satu faktor penghambat Perguruan Tinggi dalam kegiatan social responsibility yang sustainable adalah masalah sumberdaya finansial. Universitas disarankan untuk lebih responsif terhadap kegiatan seperti ini karena menyangkut tri dharma perguruan tinggi sendiri. Universitas hendaknya mendukung kegiatan social responsibility dengan salah satu bentuknya adalah memberikan sumberdaya finansial dalam kegiatan ini. Selain sikap resposif dari universitas yang diharapkan, mahasiswa juga dituntut untuk aktif dalam mencari terobosan sumberdaya finansial. Salah satunya dengan mencari sponsor dari private sector untuk memberikan bantuan finansial.

3. Tahap Implementasi Selama ini social responsibility yang dilakukan perguruan tinggi berjalan dalam waktu yang pendek, hanya sekitar dua bulan bahkan dimungkinkan lebih singkat. Strategi baru yang ditwarkan ini adalah kombinasi social responsibility sebagai bentuk penegakan tri dharma perguruan tinggi yang berpedoman pada

20

ISO 26000 dan sustainable development. Program social responsibility ini nantinya akan berlansung selama dua bulan yang dilakukan oleh mahasiswa minimal semester 7 atau lebih. Selanjutnya akan ada waktu satu bulan sebagai waktu untuk melihat kemajuan dan kemandirian masyrakat di wilayah tersebut, pada tahapan ini tidak ada kegiatan di lapangan. Kemudian lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat (LPPM) akan memantau pada bulan ketiga sebagai tahap monitoring dan evaluasi, untuk menganalisis seberapa jauh tingkat kemajuan dan kemandirian yang dialami masyarakat di wilayah tersebut. Jika ternyata program yang ditawarkan tidak mampu membangun masyarakat, maka akan ditinjau secara lebih mendalam lagi mengenai faktor-faktor penyebab kegagalannya. Pada akhirnya akan ditemukan kembali program yang sesuai dengan kemampuan masyarakat (implementasi ulang), sehingga pengoptimalan wilayah tersebut tidak menemui jalan buntu. a) ISO 26000 ISO 26000 sebagai alat standardisasi dan pedoman bagi perguruan tinggi dalam melaksanakan pengabdian masyarakat. Sehingga terdapat standard minimum bagi perguruan tinggi dalam melakukan pengabdian masyarakat. ISO 26000 sudah mempunyai empat komponen yang berhubungan dengan social responsibility dan akan mengatur standard tindakan perguruan tinggi dalam melakukan pengabdian masyarakat. empat komponen tersebut antara lain; hak asasi manusia, lingkungan, keterlibatan dan pengembangan masyarakat, dan operasional organisasi yang adil. Hak asasi manusia, Komponen hak asasi manusia mengenai kesamaan akses terhadap penggunaan sumber material, seperti persawahan, perkebunan, dan air, serta kesamaan kesempatan konsumsi air, perlindungan praktek-praktek

kedaerahan yang arif dan bersahabat terhadap lingkungan, perlindungan dan pemberdayaan budaya masyarakat asli daerah.

21

Lingkungan, Komponen lingkungan berkaitan dengan upaya daur ulang material alam dan buatan, pengelolaan sampah yang ramah lingkungan, manajemen polusi, upaya pelestarian hutan, sungai, dan udara, pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan dan renewable, upaya penghematan energi, pelestarian dan pengembangan keanekaragaman hayati. Keterlibatan dan pengembangan masyarakat, Komponen ini terkait dengan harmonisasi kepentingan

pembangunan industri, ekonomi masyarakat dan lingkungan di daerah, mediasi perbedaan kepentingan antara industri, masyarakat, dan pemerintah, pemberdayaan masyarakat. Operasional organisasi yang adil, berkaitan dengan harmonisasi kepentingan pembangunan industri, ekonomi masyarakat dan lingkungan di daerah, mediasi perbedaan kepentingan antara industri, masyarakat, dan pemerintah, environment mainstreaming and sounding dalam setiap kebijakan pembangunan daerah. b. sustainable development sustainable development ini sudah termasuk dalam Draf ISO 26000, karena konsep social responsibility mengharuskan organisasi dalam hal ini adalah perguruan tinggi untuk melakukan pembangunan kesejahteraan ekonomi yang tidak mengenyampingkan kelestarian lingkungan dan kemajuan sosial. penggunaan dan pengelolaan natural capital bagi

3. Keberlanjutan program Setelah tahap implementasi berjalan, tahap selanjutnya adalah tahap monitoring dan evaluasi. Kesesuaian program kerja dengan implementasinya dapat ditinjau melalui tahap monitoring dalam bentuk pengawasan yang berkelanjutan. Jika terjadi kesalahan dalam proses implementasi maka akan segera dilakukan koreksi, antisipasi dan penyesuaian melalui tahap evaluasi.

22

Tentunya terdapat dua kemungkinan, antara sukses dan gagal. Jika program social responsibility berhasil diterapkan oleh masyarakat, maka secara otomatis akan memajukan bidang ekonomi melalui pemanfaatan potensi lokal, bidang sosial dengan semakin inovatif dan mandirinya masyarakat, dan bidang lingkungan melalui kesadaran masyarakat untuk menjaga dan peduli terhadap lingkungan. Sebaliknya jika program social responsibility pada akhirnya gagal, maka LPPM berkerja sama dengan mahasiswa meninjau kembali faktor-faktor penyebabnya, kemudian mencari solusi alternatif yang akan diterapkan oleh mahasiswa tingkat selanjutnya pada tahun berikutnya. Program social responsibility ini tidak berhenti setelah melakukannya di satu desa atau wilayah, melainkan berjalan secara kontinyu sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Sehingga akan ada feedback berupa keberlanjutan program social responsibility yang akan diimplementasi ulang di desa atau wilayah lain. Dengan keberlanjutan program dari daerah satu ke daerah lainnya, dalam jangka panjang pembangunan di Indonesia akan dapat terlaksana secara merata.

4. Output dan Outcome a. Output Secara umum output yang diharapkan yaitu berupa kemajuan yang dialami masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan meliputi antara lain; masyarakat sudah bisa mengoptimalkan pemanfaatan potensi lokal yang ada di desa tersebut, semakin inovatif dan mandirinya masyarakat dalam menjalani profesi masing-masing, dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan peduli terhadap lingkungan meningkat. b. Outcome Outcome secara khusus, sesuai dengan tabel indikator pembangunan berkelanjutan terdapat tiga indikator yaitu akses (Equity) penggunaan natural

23

capital, integrasi pengelolaan lingkungan, dan keberlanjutan/kelestarian (sustainable natural capital). a) Akses (Equity) penggunaan natural capital Pada indikator ini outcomes kedepan yang muncul adalah masyarakat dapat menjunjung kesamaan akses terhadap penggunaan sumber material, seperti persawahan, perkebunan dan air, terdapat kesamaan kesempatan konsumsi air, serta masyarakat dapat melakukan pemberdayaan

penggunaan dan pengelolaan natural capital bagi masyarakat. b) Integrasi pengelolaan lingkungan Hubungan antara masyarakat dengan industri dapat berjalan dengan baik merupakan fokus outcome(s) pada indikator ini. Secara real adalah terjalinnya harmonisasi kepentingan pembangunan industri, ekonomi masyarakat dan lingkungan di daerah, terjalinnya mediasi perbedaan kepentingan antara industri, masyarakat, dan pemerintah, adanya environment mainstreaming and sounding dalam setiap kebijakan pembangunan daerah. c) Keberlanjutan/kelestarian (sustainable natural capital) Indikator ini menyangkut outcome yang berhubungan dengan tanggung jawab kepada lingkungan masyarakat, baik secara fisik yang meliputi; upaya daur ulang material alam dan buatan, pengelolaan sampah yang ramah lingkungan,upaya daur ulang material alam dan buatan, Manajemen polusi, upaya pelestarian hutan, sungai, dan udara, pengembangan energi alternatif yang ramahlingkungan dan renewable, upaya penghematan energi, dan pelestarian dan pengembangan keanekaragaman hayati serta upaya non-fisik meliputi; perlindungan praktek-praktek kedaerahan yang arif dan bersahabat terhadap lingkungan, perlindungan dan pemberdayaan budaya masyarakat asli daerah.

24

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Tingginya angka kerusakan lingkungan dan tingginya angka kemiskinan adalah bukti nyata bahwa pembangunan berkelanjutan masih belum terlaksana dengan baik. Untuk mengatasi masalah tersebut, Perguruan tinggi semestinya mempunya andil dalam pembangunan berkelanjutan yaitu sebagai agen pendidik bagi sumber daya manusia, sekaligus sebagai institusi yang yang berkaitan erat dengan pembangunan baik pembangunan sumberdaya pembangunan lingkungan. Menyangkut salah satu poin dalam tri dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian masyarakat (social responsibility), selama ini hanya dilaksanakan secara insidental dan tidak berkelanjutan. Karena tidak adanya standardisasi pelaksanaan Social Responsibility maka Perguruan melaksanakannya dengan cara dan metode yang sangat beragam dan sebagian besar tidak memenuhi standar. Kehadiran ISO 26000 merupakan momentum untuk memperbaiki praktek Social Responsibility Perguruan Tinggi. Dengan mendesain ulang social responsibility ini, maka tugas perguruan tinggi dalam upaya pembangunan berkelanjutan akan semakin Jelas. Social Responsibility akan dilakukan sevcara berkelanjutan hingga masyarakat siap dan mandiri untuk mengelola potensi lingkungan tanpa mengesampingkan kelestariannya. Dalam draf ISO 26000 juga telah dimuat seacara komperehensif berbagai standar perlakuan apa saja yang harus dilakukan dalam pelaksanaan Social Responsibility. Standar ini meliputi pembangunan pola hidup dengan indikator kesuksesan yaitu kesejahteraan ekonomi, kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan. Apabila ketiga pilar pembangunan berkelanjutan tersebut terpenuhi maka peran perguruan tinggi telah tercapai. manusia maupun

25

B. Saran Pembangunan berkelanjutan yang baik tidak hanya membangun dalam bentuk fisik namun kondisi internal yang ada pada masyarakat (cara berpikir dan sikap hidup) juga patut diperhatikan. Dalam mensukseskan pembangunan berkelanjutan terdapat beberapa saran yang ditujukan kepada: 1. Perguruan tinggi Hendaknya perguruan tinggi lebih sadar dan resposif terhadap keadaan lingkungan, melakukan pengabdian masyarakat secara serius dan

berkelanjutan serta menerapkan prinsip-prinsip social responsibility yang ada dalam ISO 26000. 2. Pemerintah Pemerintah hendaknya memberikan ketegasan dalam bentuk regulasi yang mengatur dan mengharuskan penerapan social responsibility baik oleh sektor swasta maupun sektor publik termasuk di dalamnya perguruan tinggi. 3. Masyarakat Masyarakat diharuskan terlibat dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini dapat diwujudkan dengan sikap sadar lingkungan, dan inovatif dalam mengoptimalkan potensi lokal. 4. Sektor swasta Sektor swasta juga diharuskan turut terlibat dalam pembangunan

berkelanjutan, dan melakukan CSR baik secara mandiri maupun berkerjasama dengan perguruan tinggi dalam bentuk sponsorship maupun bentuk kerjasama lainnya.