bab 1 - 3

Upload: renanda-baghaz-putra

Post on 12-Jul-2015

414 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangHutan mangrovemerupakan suatu ekosistemyang di cirikanolehvarietaskomunitaspantai tropikyangdidominasi olehbeberapaspesiespohon- pohonyangkhas atausemak - semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairanasin(Nybakken, 1988). Hutanmangrove merupakan ekosistem unik yang memiliki fungsi sebagai ekologis, ekonomi, sosial diantaranya adalah fungsi pariwisata, penelitian dan pendidikan. Fungsi ekologis utama dari hutan mangrove antara lain sebagai daerah pemijahan (spawningground), tempat mencarimakan (feedingground) serta daerah asuhan (nursery ground) bagi berbagai jenis biota yang hidup di daerah mangrove. Beberapa jenis biota yang hidup di hutan mangrove antara lain adalah berbagai jenis ikan, moluska dan udang serta berbagai jenis kepiting, salahsatunya adalahkepitingbakau (Scylla serrata).Keberadaan kepiting bakau (Scylla serrata) di alam semakin berkurang, hal ini dikarenakan karena adanya kerusakanhabitat daneksploitasi mangrove. Kondisi ini dapat menyebabkan turunnya kualitas habitat kepiting bakau yang digunakan untuk berlindung, mencari makan atau membesarkan diri. Secaraekologis kepitingbakausangat bergantungpada 4keberadaan mangove, sehingga keberadaan hutan mangrove akan berpengaruh pada kelangsungan kehidupan kepiting bakau. Kepitingbakaubanyakdijumpai di tepi pantai yangtanahnya agak berlumpur. Hal ini menunjukkan bahwa habitat yang paling disukainyaadalahtepi pantai yangmemiliki tumbuh-tumbuhan rawa seperti hutan bakau (Afrianto dan Liviawaty, 2007). Tingkat kerapatan vegetasi mangrove diduga dapat mempengaruhi potensi kepiting bakau. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan ekosistemmangrove sangat penting bagi kehidupan kepiting. Untuk itu diduga bahwa tingkat kerapatan magrove yang tinggi akan menyebabkan potensi kepiting bakau yang diperoleh semakin tinggi.Wilayah Pantai Timur Surabaya merupakan salah satu wilayahpesisir di Indonesia yangmemiliki kondisi kerusakan mangrove yang sangat parah. Luas hutan mangrove yang ada di Pantai Timur Surabaya yang mencapai 1.180 hektar, namun telahmengalami kerusakansekitar40persenatauseluas472 hektar (Silaban, 2008). Kerusakan mangrove di wilayahPantai Timur Surabaya disebabkan oleh tingginya pertumbuhan penduduk dan perkembanganindustri sertaadanyakonversi lahanmangrove menjadi pemukiman. Kondisi ini telah mengganggu ekosistem di mangrove. Kerusakan mangrove ini telah berdampak buruk bagi 5potensi kepitingbakau, untukituperludibangunsuatumodel pendugaan potensi kepiting bakau di Pantai Timur Surabaya. 1.2 Perumusan MasalahHutan mangrove memiliki fungsi ekologis antara lain sebagai daerahpemijahan(spawningground), tempatmencari makan(feedingground)sertadaerahasuhan(nurseryground) bagi kepiting bakau. Hutan mangrove di Pantai Timur Surabaya telah mengalami kerusakan yang cukup parah, sehingga di duga akan berpengaruh pada kehidupan kepiting bakau karena fungsi hutan bakau sebagai habitatkepiting bakau. Hutan mangrove di Pantai TimurSurabayajugamerupakanhabitatkepitingbakau yang di gunakan sebagai tempat untuk mencari makan, menghindar dari predator dan berkembang biak. Untuk membuat model pendugaan potensi kepiting bakau yang terdapat di Pantai TimurSurabayamakadiperlukandatapopulasi kepitingbakau (kelimpahan) sertadatakerapatanhutanmangrovedi Pantai Timur Surabaya.Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :1. Bagaimanapotensi mangrove di Pantai Timur Surabaya ? 2. Berapakah kelimpahan kepiting bakau di Pantai Timur Surabaya ?63. Bagaimana model pendugaan potensi kepiting bakau di Pantai Timur Surabaya?1.3 Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui :1. Mengetahui potensi mangrove di Pantai Timur Surabaya.2. Mengetahuikelimpahan kepiting bakau di Pantai Timur Surabaya.3. Membangunmodel pendugaanpotensi kepitingbakaudi Pantai Timur Surabaya.1.4 Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi mangrovedi wilayahPantai TimurSurabaya. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan ekosistem mangrove Pantai Timur Surabaya untuk perlindungan hutan mangrove sehingga dapat melindungi habitat kepiting bakau.7II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. MangroveMangroveadalahkomunitas tumbuhanatausuatujenis tumbuhan yang membentuk suatu komunitas di daerah pasang surut. Hutanmangrove adalahtipehutanyangsecaraalami dipengaruhi olehpasangsurut airlaut yangmerupakansuatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove (Kusmana, 2002). Hutan mangrove dapat diartikan sebagai komunitas tumbuhan pantai yangdidominasi olehbeberapajenis pohonmangrove yang mampu tumbuh dan berkembangpada daerah pasang surut sesuai dengan toleransinya terhadap salinitas, lama penggenangan, substrat dan morfologi pantainya. Sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang berat, sehingga hanya jenis tertentu yang memiliki toleransi terhadap kondisi 8lingkungan seperti itulah yang dapat bertahan dan berkembang biak (Hilmi, 2005). Hutan mangrove sering juga disebut sebagai hutan bakau, hutan payau atau hutan pasang surut yang terdapat didaerah tropik atau sub tropik, hidup disepanjang pantai yang terlindung dandi muarasungai. Ekosistemmangrove merupakansuatu sistem di alam yang mencerminkan hubungan timbalbalik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri. Hutan mangroveterdapat pada wilayah pesisir, dipengaruhi pasangsurutairlaut, dandidominasi olehspesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Darsidi, 1982).2.1.1. Ekologi Mangrove2.1.1.1. Karakteristik Hutan MangroveHutan mangrove memiliki karakteristik yaitu: tidak terpengaruhiklim, terpengaruhpasangsurut, tanahtergenang oleh air laut, tanah lumpur dan berpasir, tanah rentang pantai pantai, hutanmangrovemempunyai stratatajuk, pohondapat mencapai tinggi 30meter, jeniskayumulai dari lautkedarat adalah Rhizophora sp. dan tumbuhan di pantai membentuk suatu strata tertentu (Soerianegara dan Indrawan, 1982). Habitat mangrove lainnya adalah sebagai berikut : jenis tanahnya berlumpur, berlempungatauberpasir denganbahan bahan yangberasal dari lumpur, pasir ataupecahankarang, lahan 9tergenang oleh pasang surut air laut secara berkala. Ekosistem mangrove jugadipengaruhi olehfrekuensi genangan, kisaran salinitas 2 22 ppt sampai salinitas 38 ppt. Ekosistem mangrove jugamembutuhkanair tanahyangcukupdari darat (sungai, mata air atau air tanah) yang berfungsi untuk menambah pasokan unsur hara dan lumpur (Bengen, 2000).2.1.1.2. Pola Adaptasi dan Zonasi MangroveMangrove mempunyai adaptasi yang khas terhadap lingkungan antara lain adaptasi terhadap kadar oksigen rendah, kadar garam tinggi dan pasang surut. a. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas (Gambar 1), yaitu :1) Tipe cakar ayam(pneumatoforaroot) yangmempunyai pneumatoforauntuk mengambil oksigen dari udara, misalnyaAvicenniaspp.,Xylocarpusspp. danSonneratia spp.2) Tipepenyanggaatautongkat(still root) danmempunyai lentisel, misalnya Rhizophora spp. 3) Tipe akar lutut (knee root) seperti pada Bruguiera spp.b. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi, yaitu:101) Memiliki sel sel yang khusus di dalamdaun yang berfungsi untuk menyimpan garam. 2) Berdaun tebal yang mengandung banyak air untuk mengatur keseimbangan garam.3) Memiliki sel sel penyimpanair, karenaberfungsi untuk menyimpan air pada saat pasokan air tawar cukup banyak.c. Adaptasi terhadap pasang surut dilakukan dengan mengembangkan strukturakar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar.Akar tersebut berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen (Bengen, 2001).Gambar 1. Tipe Perakaran Mangrove (Bengen, 2001)Sifat sifatpertumbuhan tanaman berkaitan dengan penyimpanan air, selain disebabkan oleh adanya air laut di sekitar sistem akar, juga diakibatkan intensitas sengatan 11matahari, suhu tinggi dan angin yang kencang. Air pasang berfungsi untuk menggenangi substrat sehingga mempersulit vegetasi lain untuk hidup di ekosistem mangrove ini. Rhizophora spp. mempunyai polaadaptasi denganmembuat sistemakar tunggang (prop root) yang berfungsi untuk menunjang tegaknya tumbuhantersebut, sertamemiliki tunasvegetatif yangdapat menyesuaikan diri pada waktu kekeringan (Bengen, 2001). Setiap jenis tanaman mangrove mempunyai pola adaptasi yang berbedajenis. Namun hampir semua jenis mangrove mempunyai kutikula yang tebal untuk menyimpan air. Daun mempunyai pola adaptasi dengan kemampuan untuk menyerap air laut dan membuang garamnya melalui kelenjar pembuangan garam(Salt ExcretingGland), sepertiAcanthus ilicifoliusdan Lagunculariaspp. (Romimohtarto dan Sri Juwana, 1999). Sedangkan untuk beberapa spesies mangrove sepertiAvicennia spp. danRhizophoraspp. juga memiliki kemampuan untuk mengekstrak garam dan air laut dengan cara osmosis. Meskipun mangrove mampu mengatur sejumlah garam yang masuk melalui akar, namun tingkat salinitas di dalam organ mangrove tetap lebih tinggi dibandingkan dengan vegetasi lainnya (Bengen, 2001). Zonasi mangrove merupakan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap keadaan lingkungan yang tergantungpadakondisi lingkunganmangrove(Santosoetal., 122005). Beberapa faktor lingkungan yangmempengaruhi pola zonasi adalah: (a) Pasangsurut, yangsecaratidaklangsung berpengaruhterhadapmukaair(watertable) dansalinitasair dantanah. (b) Tipetanah, yangsecaratidaklangsungdapat menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase. (c) Kadar garam tanah dan air, yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam. (d) Cahaya, yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari spesies intoleran sepertiRhizophora, AvicenniadanSonneratia.(e) Pasokan dan aliran air tawar (Santoso et al., 2005).Menurut Aksornkoae (1993) berdasarkan tempat tumbuhnya maka zonasimangrove dapatdibedakan menjadi4 zonasi yaitu sebagai berikut : a. Zona AvicenniaZona ini letaknya paling luar dari hutan mangrove dengan tipe tanah agak lembek berlumpur dan sedikit mengandung humus. Padazonaini kandungansalinitasnyatinggi. Biasanya berasosiasi denganSonneratiaspdandisekitarnyaditemukan jenis Rhizopora sp.b. Zona RhizoporaZona ini letaknya berada dibelakang zona Avicennia dengan tipe tanah lembek berlumpur. Zona inididominasioleh jenis dariRhizoporasp sepertiRhizopora mucronata, Rhizopora apiculata, RhizoporaconjugatadanRhizoporastylosa.Zonaini 13terdapat disepanjang aliran sungai yang dipengaruhi pasang surut.c. Zona BruguieraZona ini terletak dibelakang zona Rhizopora dengan tanah agakkerasberlumpur. Zonaini ditumbuhi olehBruguierasp. Terkadangberasosiasi denganCeriopssp,Lumnitzeraspdan Xylocarpus granatum.d. Zona NypahZona ini terletak di bagianpalingbelakangdari hutan mangrove. Jenis mangrove yang mendominasi adalahNypa fruticans. Terkadang di beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain sepertiBruguiera gymnorizha. Zona ini merupakan zona peralihan tanaman mangrove dengan tanaman pantai.Gambar 2. Zonasi Mangrove Secara Umum (Bengen, 2001)Berdasarkanjenis-jenis pohonyangdominan, komunitas mangrovedi Indonesiadapat berbentuk asosiasi. Adasekitar 14limaasosiasi yangditemukandi hutanmangrovedi Indonesia, yaitu asosiasiAvicennia, asosiasiRhizophora, asosiasi Sonneratia,asosiasiBruguiera,danasosiasiNypah(Santosoet al., 2005). Ditinjau segi keanekaragaman jenis, zona transisi (peralihan antara hutan mangrove dan hutan rawa) merupakan zona dengan jenis yang paling beragam yang terdiri atas jenis-jenis mangrove yang khas dan tidak khas. Secara umum, sesuai dengan kondisi habitat lokal, tipe komunitas dan jenis dominan, maka mangrove di Indonesia akan memiliki zona yang berbeda suatu tempat ke tempat lain, dengan variasi ketebalan mulai dari beberapa puluh meter sampai beberapa kilometer dari garis pantai (Santoso et al., 2005).2.1.2. Fungsi Hutan Mangrove Hutan mangrovememiliki fungsi, yaitu fungsi ekologis, ekonomi, dan sosial, seperti pariwisata, penelitian dan pendidikan. Hal ini disebabkan adanya pengaruh lautan dan daratan, sehinggaterjadiinteraksi kompleks antarasifat fisika, kimia dan biologi. Meski demikian, ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang mudah rusak jika terjadi perubahan pada salah satu unsur pembentuknya, sehingga dikenal sebagai fragile ecosystem(Arief, 2003). Hutan mangrove merupakan interface ecosystem (Nybakken, 1988 dalam Arief, 2003) karena keberadaannya terkait erat dengan ekositem darat dan 15ekosistem lepas pantai di luarnya, yang menghubungkan daratan ke arah pedalaman serta daerah pesisir muara. Akibatnya, banyakjenishewandanjasadrenik, baikyangterdapatpada lantai hutan, maupun yang menempel pada tumbuhan yang memerlukan mangrove untuk menyempurnakan daur hidupnya.Menurut Purnobasuki (2005) fungsi bio - ekologis mangrove adalah sebagai berikut :1. Tempat Pemijahan (Nursery Ground)Ekosistem mangrove merupakan daerah yang mengandung bahan organik tinggi, yang berfungsi sebagai salah satu mata rantai makanan di daerah pantai. Plankton hasil penguraiandaunmangroveolehdetrivoramembuat kawasan mangrove kaya akan zat nutrisi bagi ikan-ikan dan udang yang hidup di habitat tersebut (Purnobasuki, 2005dalamIsfatul, 2007).Lingkungan mangrove relatif tenang dari deburan ombak, karenatertahanolehakar-akar mangrove, sehinggakawasan mangrove sangat efektif untuk meredam gelombang laut. Hal ini memudahkanterjadinya perkembangbiakantelurikanyang berlangsung eksternal. Sistem perakaran mangrove berfungsi sebagai tempat bagi telur ikanyangtelahdibuahi agar tidak hanyut, sampai terjadinyapenetasantelurtersebut. Mangrove digunakan sebagai tempat untuk mendapatkan makanan. Hutan mangrove berfungsi sebagai tempat penyedia makanan bagi 16ikanataupunberbagai jenis hewaninvertebrata, seperti zooplankton, kepitingdanserangga(Purnobasuki, 2005dalam Isfatul, 2007).2. Tempat Berlindung FaunaMangrove memiliki tajuk yang rata, rapat, selalu hijau dan berlapis-lapis sepanjang pantai, sebagai tempat burung burung besar untuk membuat sarang dan bertelur. Banyak jenis burung yang memanfaatkan mangrove sebagai sarangnya. Di kawasan Surabayaditemukan39jenisburungairdan54jenisburung migran (Arifin, 1998).Mangrove sangat dibutuhkanolehberbagai jenis fauna, diantaranyaadalahScyllaserrata. Kepitingbakaumerupakan spesies khas mangrove yang hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut dengan habitat substrat berlumpur atau lumpur berpasir (Chairunnisa, et al. 2004) . 3. Perlindungan Pantai Terhadap Bahaya AbrasiSistemperakaranmangroveyangrapat dapat berfungsi untukmeredamgempuranombak, karenacengkeramanakar yangmenancappadatanahdapat menahanlepasnyapartikel tanah. Kondisi tersebut berfungsi agar bahaya abrasi atau erosi oleh gelombang air laut dapat dicegah (Purnobasuki, 2005 dalam Isfatul, 2007). 4. Perangkap Sedimen17Sistemperakaran mangrove efektif untuk menangkap partikel-partikel tanah yang berasal dari di daerah hulu. Perakaran mangrove menangkap partikel-partikel tanah tersebut dan mengendapkannya. Dengan demikian akan terjadi suatu kondisi dimana endapan lumpur tidak hanyut oleh arus gelombang laut. Hutan mangrove di daerahpelabuhan berfungsi untuk membantu mencegah terjadinya pendangkalan dasar dermaga. Lumpur yang terperangkap oleh perakaran mangrove dapat menyebabkanpenambahanlahanbarukearahlautan (Purnobasuki, 2005 dalam Isfatul, 2007). 5. Penyerap Bahan PencemarMangrove yang tumbuh di daerah perkotaan berfungsi menyerapbahanpencemar, gasbuangankendaraan, industri, dansebagainya.Bahan buanganindustri yangdibuangmelalui sungai akanterbawakemuaradantersaringolehperakaran mangrove. Selain itu,mikroorganisme yang berasosiasidengan perakaran mangrove berperan dalam mendegradasi bahan pencemar pada hutan mangrove (Purnobasuki, 2005dalam Isfatul, 2007).6. Penghambat Intrusi Air LautKehadiran mangrove di pantai menjadi wilayah penyangga untuk mengurangi dampak rembesan air laut (intrusi) ke daratan. Saat ini, kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya intrusi air laut sudah mulai masuk jauh ke daratan. Hal 18ini disebabkan karena di sepanjanggaris pantai kota besar, potensi ekosistemmangrovesudahjarang(Purnobasuki, 2005 dalam Isfatul, 2007).7. Penahan AnginEkosistemmangrove yang tumbuh di pantai melindungi pemukiman nelayan yang mengarah ke daratan dari hembusan angin laut yang kencang (Purnobasuki, 2005dalamIsfatul, 2007).2.2. Kepiting Bakau (Scylla serrata (Forskal))Kepiting merupakan hewan Arthropoda yang terbagi menjadi empat famili, yaitu Portunidae (kepiting perenang), Xanthidae(kepitinglumpur), Cancridae(kepitingcancer)dan Potamonidae (kepitingair tawar). Kepitingbakaumempunyai klasifikasi sebagai berikutStephanuson dalam Tahuteru (2003), kepiting bakau diklasifikasikan sebagai berikut :Filum : ArtropodaSub filum : MandibulataKelas : CrustaceaOrdo : DecapodaSub ordo : ReptantiaFamili : PortunidaeSub famili : PortuninaeGenus : ScyllaSpesies : Scylla serrata19Ciri morfologi kepiting bakau antara lain memiliki kerapas berwarna seperti warna lumpur atau sedikit kehijauan, pada kiri kanannya terdapat sembilan buah duritajam, dan pada bagian depannya diantara kedua tangkai matanya terdapat enam buah duri. Dalamkeadaannormal kepitingbakaumempunyai satu pasangkakiyangbiasanyadisebutselayangdigunakan untuk menangkap mangsa, sela kanannya lebih besar dari sela kirinya dengan warna kemerahan pada masing-masing ujung sela. Kepiting bakau memiliki tiga pasang kaki pejalan dan satu pasang kaki perenang dan dilengkapi dengan alat pendayung.Salah satu jenis kepiting yang menjadi penghuni khas pada habitat mangrove adalah kepiting bakau (Scylla serrata). Habitat kepiting jenis ini adalah di perairan dangkal dekat dengan hutan mangrove, estuaria dan daerah pantai yang berlumpur (Sudrajat et al., 1986; Mac Nae, 1968).Menurut Chairunnisa et al. (2004) bahwa kepiting bakau bersifat nocturnal atau lebih senang keluar malam hari untuk mencari makan dan akan kembali ke tempat persembunyiannyamenjelangmatahari terbit. Kepitingbakau memakan guguran serasah mangrove (daun, ranting, dan buah) tetapi pada saat fase juvenile, kepiting bakau memakan plankton. Serasah mangrove didekomposisi oleh mikroorganisme (bakteri danfungi)menjadi unsurhara(nutrient)terlarutyang dapat dimanfaatkanlangsungolehfitoplankton, algaataupun tumbuhanmangroveitusendiri dalamprosesfotosintesisdan 20sebagianlagi sebagai partikel serasah(detritus) dimanfaatkan olehikan, udangdankepitingsebagai makanan(Sihiteet al., 2005). Selain itu, kepiting bakau juga memakan segala bangkai (omnivorusscavenger), memakansesamajenis(cannibal) dan memakan akar-akar mangrove. Perkawinan kepiting bakau terjadi hampir sepanjang tahun dengan pola migrasi dari perairan bakau ke perairan laut, setelah melakukan perkawinan kepiting jantan akan kembali ke perairan bakauuntukmencari makansementarakepitingbetinaakan memijahkan telur- telurnya di perairan laut (Chairunnisa et al., 2004). Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992) telur kepiting yang sudah dibuahi akan menetas menjadi zoea, kemudian menjadi megalopa, kepiting muda dan akhirnya menjadi kepiting dewasa. 2.3. Kualitas Lingkungan Fisik dan Kimia AirKualitas air adalahvariabel variabel air yang menunjukkanmutudankarakteristikair tersebut, kualitas air biasanya ditentukan berdasarkan sifat fisika dan kimianya. Kualitas air di hutan mangrove bersifat sangat fluktuatif karena adanya pengaruh pasang surut air laut. 1. Pasang SurutPasang surut (pasut) merupakan proses naik turunnya permukaan laut yang hampir teratur. Pasang surut dipengaruhi oleh gaya tarik bulan dan matahari. Pasang surut berhubungan 21denganlamanyapenggenanganyangmempengaruhi sebaran jenis vegetasi mangrove. Di wilayah pesisir pantai, pasang surut dapat digunakan untuk membedakan zonasi pantai dan komunitashewanyangditemukandi wilayahhutanmangrove (Pariwono, 1999). Tipepasut ditentukanolehfrekuensi air pasangdengan surut setiap harinya. Hal ini disebabkan karena perbedaan responsetiaplokasi terhadapgayapembangkit pasangsurut. Jikasuatuperairanmengalami satukali pasangdansatukali surut dalam satu hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasut harian tunggal (diurnal tides), namun jika terjadi dua kali pasangdanduakali surut dalamsehari, makatipepasutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal tides). Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe campuran (mixed tides) dan tipe pasut ini digolongkanmenjadi duabagianyaitutipecampuran dominasi ganda dan tipecampuran dominasi tunggal (Surbakti,2007). Fluktuasi pasang surut akan mempengaruhi tingkat salinitasairlaut.Perubahan salinitas akibatpasangsurut yang merupakansuatufaktor yangmembatasi penyebaranjenis jenis mangrove terutama penyebaran secara horizontal. Pasang surut juga memberikan kontribusi bagi perubahan massa antara air tawar danair asin, yangakhirnya memberikanpengaruh terhadap perubahan dan penyebaran organisme mangrove 22secaravertikal (Hilmi, 2005). Air pasangyangterjadi duakali dalam satu hari disebabkan karena adanya pengaruh daya tarik bulan lebih kecil dari matahari (Istomo, 1992 dalam Hilmi, 2005). Di laut terbuka ketinggian air pasang tidak lebih dari 0,5 m tetapi di laut yangdangkal pada umumnya mencapai lebih dari 3 meter. Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove.Pasang-surut sangat mempengaruhi kelimpahankepiting bakaudi hutanmangrove. Menurutpenelitianhasil wawancara Chairunnisaet al.(2004) terhadapnelayandi kawasanhutan mangrove KPH Batu Ampar, Pontianak, menyatakan bahwa ketinggian air sangat menentukan banyak tidaknya hasil tangkapan nelayan kepiting bakau, jika kondisi perairan sedang pasang rendah, hasil tangkapan yang didapat lebih sedikit karena air yang masuk tidak menyeluruh ke dalamhutan mangrove.2. Gelombang dan ArusGelombangdanarusdapatmerubahstrukturdanfungsi ekosistemmangrove. Padalokasi- lokasi yangtidakmemiliki mangrove dengan kondisi gelombang dan arus yang besar akan menyebabkanabrasi yangpadaakhirnyadapat menyebabkan pengurangan luasan hutan. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya 23penyebaran buah atau semaiRhizophorasp. yang terbawa gelombangdanarussampai menemukansubstratyangsesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.Pengaruhtidaklangsungdari gelombangdanarusdapat menyebabkansedimentasi pantai danpembentukanpadatan padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan - padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal darirun off daratan dan terjebak di hutan mangrove kemudian akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut. Pengaruh gelombang dan arus bagi kepiting bakauyaitumenyebabkandistribusi kepitingbakau, distribusi makanan, serta keperluan ruang bagi kepiting bakau untuk proses reproduksi atau memijah di laut.3. KekeruhanKekeruhan (turbiditas) air adalah sifat optik dari suatu larutan, yaituabsorbsi danpantulancahayayangmelaluinya (Siregaret al.,2002).Faktor-faktor yang menyebabkan kekeruhan air adalah adanya dispersi zat-zat padat di dalam air yang berupa jasad - jasad renik, zat organik, tanah liat, lumpur, dansebagainya(Razif danAriyanto, 1997). Kekeruhandapat 24memepengaruhi mangrove, karena dapat mengganggu pernafasan mangrove. Kekeruhan dapat menutupi pneumatophoresehinggamangrovetidakdapat bernafasdan akhirnya akan mati. Bagi kepiting bakau kekeruhan berpengaruh pada jarak pandang kepiting bakau dan mengganggu metabolismepernafasankepiting. Nilai kekeruhanyangdapat ditolerir bagi kehidupanbiotaakuatik danmasihmendukung usaha perikanan adalah < 50 NTU (Wardoyo, 1981).4. TemperaturTemperatur sangat pentingbagi proses fisiologi seperti fotosintesis danrespirasi. Menurut Kennish(1990), mangrove tumbuh dengan baik pada kondisi daerah tropik yang suhunya di atas 20 0C. Daun Avicennia marinaakan segar pada suhu 18-20 0Cdanjikatemperaturnyalebihtinggi makaproduktifitasnya menurun.Rhizophorastylosa,Ceriops spp.danExcoecaria agallochadan Lumnitzeraspp.Produktifitasdaun daun segar akantinggi padasuhuantara26-280C.Bruguieraspp.pada suhu 27 0C, serta Xylocarpus spp. pertumbuhannya optimal pada suhu antara 21 - 260C, serta Xylocarpus granatum pada suhu 28 0C(Kusmanaet. al., 1995). Kepitingbakaudapat hiduppada perairanyang mempunyaikisaran suhu antara 12 350Cdan tumbuhdengancepatpadaperairanyangmempunyai kisaran suhu antara 23-320C (Queensland Departement of Primary Industries(1989)dalamMulya (2000)). Untuk pertumbuhan 25optimal, kepitingbakau membutuhkan kisaransuhu antara20-400C (Kordi, 1997). 5. pHNilai pHsuatu perairan menggambarkan keseimbangan antara asam dan basa dalam air, sebagai ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Nilai pH di perairan merupakan salah satu parameter lingkungan yang berhubungan dengan susunan spesies maupunproses - proses hidupdari suatukomunitas diantaranya terhadap kehidupan organisme air termasuk makrozoobentos. Perubahan pH secara langsung dapat mengakibatkan kematian ikan, telur dan lain-lain sedangkan secara tidak langsung dapat mengakibatkan perubahan toksitas zat dalam air laut. Tumbuhan mangrove umumnya tumbuh baik pada perairan dengan pH 6-9. Nilai pH di perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 6,0-8,5. Perairan dengan nilai pH kurang dari 4 merupakan perairan yang bersifat asam dan akan mengakibatkan kematian organisme akuatik, sedangkan bila pH lebih dari 9,5 perairan tersebut kurang produktif (Wardoyo, 1981), selanjutnyauntukkisaranpHyangbaikuntukkepiting bakau yaitu pada kisaran 6,5 - 8 (Sirait, 1997 dalam Chairunnisa, 2004).6. Salinitas26Salinitas merupakan faktor pembatas sekaligus faktor pembeda antar tumbuhan mangrove dengan tumbuhan lain. Salinitasberpengaruhpadaperkembangan, lajupertumbuhan, daya tahan dan zonasi jenis mangrove. Salinitas lebih dari 35 ppt dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove (Nybakken, 1988) selanjutnya kisaran salinitas untuk pertumbuhan kepiting bakau adalah 15 - 30 ppt (Kordi, 1997). Kepiting bakau mampu mentolerir salinitas sampai 60 ppt, tapi pada umumnya toleransi salinitas kepiting bakau berkisar antara 2 - 50 ppt (Hill, 1882).7. Oksigen TerlarutOksigen terlarut merupakan faktor kimia penting yang dapat mempengaruhi terjadinya proses dekomposisi. Oksigen terlarut dijadikan sebagai pengontrol bagi komposisi jenis, distribusi, dan pertumbuhan mangrove. Konsentrasi oksigen terlarut di perairanmangrovemengalami fluktuasi selama24 jam. Konsentrasi oksigen terlarut akan berubah membentuk suatu area dan zonasi bagi vegetasi mangrove yang ada. Menuruthasil penelitianAskornkoae, 1978dalamHilmi (2005) bahwa kadar oksigen terlarut di luar ekosistem mangrove adalah 4,4 ppmdan di dalamarea mangrove sekitar 1,7-3,4 ppm. Tingkat oksigen terlarut di dalam dan di luar ekosistem mangrove sekitar 2,4 - 4,9 ppm, sedangkan pada areal tertutup berkisar 2,1 - 3,8 ppm. 27Oksigen terlarut sangat penting bagi kehidupan organisme perairan karena akan menaikkan proses makan organisme tersebut (Asmawi, 1983 dalam Wibowo, 2002).Kepiting mampu hidup pada perairan yang kandungan O2terlarutnya cukup rendah karena mempunyai kantong insang yang berisi air yang kaya akan O2sehingga potensi O2selalu tersedia. Konsumsi O2 dapat terjadi akibat gerakan alat mulut untuk mengikat oksigen dari udara, meskipun hewan ini bukan amphibi ataupun binatang darat. Kadar oksigen terlarut untuk kehidupan kepiting minimal 4 ppm.8. TOC (Total Organic Carbon)TOC pada substrat sangat dibutuhkan oleh organisme bentik (Killham, 1994).Kandungan karbon organik pada substrat memiliki korelasi positif terhadap kepadatan danbiomassa spesies. Karbonorganiktinggi secaralangsungakanmemicu munculnyaspesiesataugenusyangdominan(Junardi, 2001). Kandungan bahan organik di perairan pada umumnya < 1%, hal ini disebabkan kecepatan pencampuran karbon terlarut terhadap konsentrasi substrat sangat rendah (Killham, 1994).9. Pyrite(FeS2)Senyawa pyrite (FeS2) dapat mengakibatkan lingkungan mangrove menjadi toksik jika pH dan potensial redoks sedimennya sangat rendah. 28Berdasarkan sifat fisiknya, pyrite mempunyai berat molekul 119,98 gr/mol, berat jenis5gr/cc. Padasedimen, pyritedapat teroksidasi dengankatalisator bakteri Thiobacillusferroxidansdan proses berjalan dengan baik pada pH 3,5 4 dan suhu 80 0C. Reaksinya adalah sebagai berikut :4 FeS2 + 11 O2 2 FeO2 +8SO2SO2 + O2SO32 FeS2 + 7 O2 +2 H2O 2 Fe2+ + 4 H' +4 SO42-Salahsatudaurmateri yangmenimbulkanakumulasi senyawa toksik adalah unsur sulfur (S) dan fosfor (P) pada kondisi anaerob, khususnya jika H2S berikatan dengan fosfor di sedimen. Tanah yang mengandung senyawa besi (Fe2+) warnanya menjadi tampak hitam.10. BOD BOD berpengaruh terhadap makrobentos seperti yang dinyatakanolehHawkesdalamKhasanah(2000), bahwapada kondisi BOD yang meningkat terjadi perubahan struktur komunitasyangdidominasi olehspesiestertentu. Penentuan BODtidak dapat digunakanuntuk mengukur bahan bahan organik yang terdapat di dalamair tetapi hanya mengukur secararelatif jumlahkomposisi oksigenyangdigunakanuntuk mengoksidasi bahan organik (Winarno dan Fardiazdalam Khasanah, 2000). Nilai BODdi suatu perairan dipengaruhi beberapa faktor yaitu debit air dan jumlah limbah yang masuk ke 29dalambadan perairan. Nilai BOD yang masih baik untuk organisme perairan < 45 ppm dan kondisi yang ideal < 25 ppm (Keputusan Menteri KLH No. 02 tahun 1988).11. AmmoniaAmmonia (NH3) adalah bentuk nitrogen yang bersifat toksik bagi organismeperairan(Spotte, 1979). Ammoniadi perairan terbagi menjadi duabentukyaituammoniabebas(NH3)yang merupakan racun bagi ikan dan ion ammonium(NH4+) yang bukan merupakan racun bagi ikan, kecuali kandungannya sangat tinggi (Boyd, 1990). Amonia yang tinggi dalam air akan meningkatkan kadar amonia dalam darah dan jaringan organismeair. Amoniadapatmeningkatkankonsumsi oksigen dan penurunan darah untuk mengikat oksigen. Menurut PP No. 82 (2001), kandungan ammonia yang baik untuk kehidupan biota akuatik khususnya ikan adalah < 0,02 mg/L.III. MATERI DAN METODE3.1.Materi Penelitian3.1.1. AlatAlat yang digunakan dalampenelitian ini adalah GPS (Global PositioningSystem), tali rafiauntukmembuat transek garis dan petak contoh (plot), meteran dari bahan plastik sepanjang 100 m, patok, tisu, aquades, penjebak kepiting bakau, kantong plastik untuk penempatan koleksi vegetasi dan kepiting 30bakau untuk keperluan analisis laboratorium, kertas pH Universal (Merck, skalaketelitian 1),handrefractometer(Kotagodengan ketelitian 1ppt), gunting atau pisau pemotong ranting atau cabang tumbuh-tumbuhan, alat tulis (pensil, spidol) yang tahan air untuk pencatatan data, kertas label, kertas tissue, sekop, alat hitung(kalkulator), kameradigital (KodakEasyShare7,2MP), data sheet, buku buku identifikasi untuk determinasi jenis tumbuhan mangrove dan crustacea.3.1.2. BahanBahanyangakandigunakandalampenelitianini adalah sampel vegetasi mangroveuntukidentifikasi, sampelkepiting bakau, sampel substrat dan sampel air pada perairan mangrove, larutanMnSO4, larutanKOH-KI , larutanH2SO4pekat, larutan indikator amilum 5%, larutan Na2S2O3 0,025 N (untuk O2 terlarut dan BOD);larutan NaOH 40 %, larutan asam borat 1 %, larutan indikator Metil Merah, larutanH2SO40,1N(untukammonia); K2Cr2O7 1 N dan H2SO4 pekat (untuk TOC); 2,5 ml H2O230%, 1 2 ml HNO3 pekat, 50 ml air murni, 1 2 ml HCl pekat, 2 ml HCL 4 N dan2ml pereaksi sulfat (untuk pyrite);larutanformalin4% untuk pengawetan sampel kepiting dan akuades.3.2. Metode dan Teknik Pengambilan Sampel Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survey, denganteknikpengambilansampel berupaPurposive 31RandomSamplingberdasarkan lokasi penelitian, dari setiap lokasi tersebutdiambil 3kali ulangan denganjalurtegaklurus dari arah laut ke darat. 3.2.1. Parameter PenelitianParameter utama yang akan diukur yaitu jumlah dari individu kepiting bakau lalu parameter pendukung meliputi salinitas, pH air dan tanah, elevasi pasang surut, arus, O2 terlarut serta TOC (Total Organic Carbon), pyrite, BODdan amonia, tingkat kerapatanjenis, kerapatanjenisrelatif, frekuensi jenis relatif, penutupan jenis, penutupan relatif jenis, nilai penting.3.2.2. Prosedur Kerja3.2.3.1. Pengambilandan Pengawetan Sampel Kepiting BakauPengambilan sampel kepiting bakau dalamkomunitas mangrove dilakukan dengan menggunakan alat penjebak (bubu) yang dipasang di perairan mangrove. Kemudian sampel kepiting diawetkan dengan larutan formalin 4%dan diidentifikasi di laboratoriumdenganmenggunakanpustakaacuan(Oemarjati dan Wardhana, 1990).32Stasiun 2 : Hutan Mangrove SedangLautStasiun 1 : Hutan Mangrove JarangGambar 3.Skema pemasangan perangkap kepiting bakauGambar 4.Penjebak Kepiting (Badong)33Penjebak kepitingStasiun 3 : Hutan Mangrove RapatDarat3.2.3. Pengambilan dan Pengukuran Faktor Fisik Kimia AirFaktor lingkungan yang berperan dalam ekosistem mangrove dan kepiting bakau diantaranya terdiri atas beberapa parameteryaitutemperatur, pH, salinitas,oksigenterlarutdan sebagainya.Tahapan yang di lakukan adalah sampel air diambil denganmenggunakanbotol winkler250ml danbotol sampel. Pengambilandanpengukuransampel ini dilakukandengan2 metode, yaitu insitu(lapangan) : pasang surut, gelombang dan arus, suhu, pH, salinitas dan eksitu untuk kekeruhan, O2 terlarut, TOC, pyrite, BOD, amonia. Pelaksanaan pengamatan dan pengukuran secaraeksitudilakukan di Laboratorium Dinas Kesehatan Kota Surabaya.Tabel 2. Parameter Lingkungan dan Kualitas Air yang DiukurNoFaktor LingkunganSatuanMetode/alat Sumber1Pasang Surutm Visual2Gelombang dan Arus m Visual3 KekeruhanNTUNephelometri/Turbidimeter Lamote model 2005APHA(2005)4 Suhu0CPemuaian/Termometer air raksaAPHA(2005)5 pHKolorimetri/Kertas pH standarAPHA(2005)6 Salinitas ppt Handrefraktometer APHA(2005)7 O2 terlarut ppm Winkler APHA(2005)348TOC (TotalOrganic Carbon)mg/LKuantitatifVolumetris OxydimetriPrawirowardoyo (1987)9 Pyrite mg/L Spektrofotometri Yudiswari, 200310 BOD ppm Winkler APHA(2005)11 Amonia ppm Nessler APHA (2005)3.2.4. Penentuan Kerapatan Vegetasi MangrovePengambilansampel dilakukanpadajarakantara010 meter, dari setiap transek data vegetasi diambil dengan menggunakanmetodekuadranberukuran(20x20) m2untuk pohon berdiameter > 4 cm yang terletak di sebelah kanan atau kiri transek. Pada setiap petak tersebut dibuat petak yang lebih kecil denganukuran(5x5) m2untukmengukuranakanatau pancang yang berdiameter batang < 4 cm dengan tinggi > 1 m. Adapun untuk tingkatan semai yangtingginya