bab 1 - bab 4-3

55
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul, gejala tersebut seringkali dianggap gangguan biasa, sehingga korbannya terlambat menyadari akan datangnya penyakit (Sustrani, 2006) Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena jika tidak terkendali akan berkembang dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul komplikasi, misalnya stroke (perdarahan otak), penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal (Gunawan, 2001).

Upload: reza-syahbandi-jasma-wijaya

Post on 26-Dec-2015

68 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

proposal

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 - BAB 4-3

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent

killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan

gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya.

Kalaupun muncul, gejala tersebut seringkali dianggap gangguan biasa,

sehingga korbannya terlambat menyadari akan datangnya penyakit

(Sustrani, 2006)

Hipertensi  menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius,

karena jika tidak terkendali akan berkembang dan menimbulkan

komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul

komplikasi, misalnya stroke (perdarahan otak), penyakit  jantung koroner,

dan gagal ginjal (Gunawan, 2001).

Dalam klasifikasi penyebab hipertensi ada dua yaitu hepertensi

primer (esensial) dan skunder. Hipertensi primer belum diketahui

penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai

penyebabnya seperti bertambahnya umur, stress psikologi dan keturunan

(genetik). Hampir 90% penderita hypertensi di perkirakan termasuk dalam

katagori ini. Hypertensi yang kedua yaitu jika penyebabnya di ketahui,

maka disebut hypertensi skunder. Hanya 50% dari golongan hypertensi

skunder dapat diketahui penyebabnya dan dari golongan ini hanya

beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya (sulasit, 2001).

Page 2: BAB 1 - BAB 4-3

Hipertansi adalah kondisi medis ketika seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis ( dalam waktu yang

lama ). Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika

tekanan darah sistolik/diastolik melebihi 140/90 mmHg, normalnya 120/80

mmHg (Sudarmoko, 2010 ).

Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg

tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang

dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg.

Sedangkan menurut 2 JNC VII 2003 tekanan darah pada orang dewasa

dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium

I apabila tekanan sistoliknya 140 – 159 mmHg dan tekanan diastoliknya

90 – 99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila

tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100

mmHg sedangakan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih

dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg (Lanny

Sustrani, 2004). Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan

sekitar 15-20%. Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah

baya pada golongan umur 55-64 tahun. Hipertensi di Asia diperkirakan

sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997, hipertensi dijumpai pada 4.400

per 10.000 penduduk.

Beradasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui

hampir seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun

mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih.

Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari

Page 3: BAB 1 - BAB 4-3

populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita

hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal

ginjal, dan kebutaan. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran

darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai normal,

yaitu melebihi 140/90 mmHg. Data Riskesdas menyebutkan hipertensi

sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis,

jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian.

Motivasi dan efikasi diri yang tak terkontrol dalam hal ini stress

berlebihan cenderung mengakibatka timbulnya penyakit hipertensi. Stress

mudah terjadi pada mereka yang memiliki sifat yang suka berkompetisi,

terlalu bersemangat, tidak sabaran, terburu-buru, serta sering gusar dan

gelisah. Stress dapat menungkatkan tekanan darah sesaat ketika timbul

rasa takut, gugup, atau sedang berada dalam tekanan tertentu. Dan ketika

ancaman atau tekanan pergi, biasanya kita mulai rileks dan tekanan

darahpun turun. Mungkin efek penurunan stress tidak serta merta dapat

menurunkan tekanan darah, tetapi stress perlu dikelola karena dampak

jangka panjangnya dapat merusak tubuh. Kita perlu melakukan berbagai

tindakan yang efektif untuk meredakan stress (Junaidi, 2010)

Data yang diperoleh dari Puskesmas Dasan Tapen Lobar tahun

2013 Jumlah kunjungan pasien dengan penyakit hipertensi selama tahun

2013 berjumlah 3181 orang pasien. Penyakit hypertensi menduduki

peringkat 3 dari keseluruhan penyakit yang ada.

Page 4: BAB 1 - BAB 4-3

Tabel 1.1. 10 Penyakit terbanyak kunjungan tahun 2013

No Nama penyakit Jumlah

1 Dyspepsia 4080

2 Diabetes Mellitus 3898

3 Hypertensi 3181

4 Rhematoid arthritis 1147

5 Thirotoxicosis with diffuse goitre 789

6 Fever onspecified 669

7 Medical observasion and evaluation for suspected diseases

646

8 Arthritis 518

9 Other acute upper respiratory infections of multiple sites

440

10 Broncitis 345

 Sumber : Data primer Puskesmas Dasan Tapen 2013.

Berdasarkan yang telah di uraikan diatas penulis tertari untuk

melakukan penelitian tentang “Hubungan Efikasi Diri Terhadap Tingkat

Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Dasan Tapen Tahun 2013”.

2. Rumusan masalah

Bardasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka

penulis ingin mengetahui, “Hubungan Efikasi Diri Terhadap Tingkat

Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Dasan Tapen Tahun 2013”.

Page 5: BAB 1 - BAB 4-3

3. Tujuan Penelitian

3.1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui Hubungan

Efikasi Diri terhadap tingkat kejadian hipertensi di Puskesmas Dasan

Tapen Tahun 2013”

3.2. Tujuan khusus

1) Mengetahui hubungan Efikasi Diri Dengan Kejadian Hipertensi

2) Untuk mengetahui Bagaimana Kejadian hipertensi.

4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat bagi:

a. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat menambah wawasan tentang efikasi diri dan hipetrensi yang

diperoleh dari perkuliahan dalam melakukan penelian.

b. Bagi Institusi pendidikan

Dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dan bahan

perbandingan bagi para pembaca untuk menambah pengetahuan

mahasiswa.

c. Bagi Masyarakat

Hasil dari penelitian dapat dijadikan sebagai informasi pengetahuan

masyarakat tentang efikasi diri dan penyakit hipertensi dan bagaimana

cara pencegahannya.

Page 6: BAB 1 - BAB 4-3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Hipertensi

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah keadaan yang ditandai

dengan terjadinya peningkatan tekanan darah didalam arteri (Junaidi, 2010

).Hipertansi adalah kondisi medis ketika seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis ( dalam waktu yang

lama ). Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika

tekanan darah sistolik/diastolik melebihi 140/90 mmHg, normalnya 120/80

mmHg (Sudarmoko, 2010 ).

2.2 Penyebab Hipertensi

Penyebab hipertensi adalah tekanan darah yang lebih tinggi dari

normal di pembuluh darah arteri. Pembuluh darah arteri adalah pembuluh

darah yang membawa darah yang mengandung udara dan nutrisi dari

jantung ke seluruh organ-organ dan jaringan dalam tubuh. Penyebab

hipertensi yang tinggi bukan berarti tingkat emosi yang tinggi, walaupun

seseorang yang tidak dapat mengendalikan emosinya dengan baik ada

kemungkinan mudah memiliki kecenderungan untuk mengalami hal ini.

Nilai dalam tekanan darah berupa : sistolik (angka pertama)

memiliki arti tekanan jantung saat memompa darah keseluruh tubuh,

diastolik (angka kedua) memiliki arti tekanan yang dialami pembuluh

darah sesudah jantung memompa.

Page 7: BAB 1 - BAB 4-3

Penyebab Hipertensi Berdasarkan penyebab hipertensi, dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Hipertensi primer

Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak disebabkan oleh adanya

gangguan organ lain seperti ginjal dan jantung. Hipertensi ini dapat

disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti faktor keturunan, pola

hidup yang tidak seimbang, keramaian, stress, dan pekerjaan. Sikap

yang dapat menyebabkan hipertensi seperti konsumsi tinggi lemak,

garam, aktivitas yang rendah, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol

dan kafein. Sebagian besar hipertensi primer disebabkan oleh faktor

stress dan tekanan psikologis.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi yang disebabkan oleh gangguan ginjal, endokrin, dan

kekakuan dari aorta.Stress dapat menjadi penyebab hipertensi, karena

saat seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa

hormon yang akan menyebabkan penyempitan dari pembuluh darah,

dan produksi cairan lambung yang berlebihan, akibatnya seseorang

akan mengalami mual, muntah, mudah kenyang, nyeri lambung yang

berulang, dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus menerus dapat

menyebabkan komplikasi hipertensi lebih jauh. Pola hidup yang tidak

seimbang, merupakan sikap hidup yang tidak memperhatikan asupan

makanan, olahraga dan istirahat, sehingga menimbulkan gejala awal

Page 8: BAB 1 - BAB 4-3

seperti obesitas yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan lain

seperti kencing manis, dan gangguan jantung (Armilawati, 2011).

2.3  Gejala Hipertensi

Pada umumnya hipertensi tidak menimbulkan gejala yang jelas dan sering

tidak disadari kehadirannya. Ada kalanya secara tidak sengaja beberapa

gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah

tinggi (padahal sebenarnya tidak selalu). Gejala yang dimaksud adalah

sakit kepala, perdarahan dari hidung, wajah kemerahan, kelelahan. Semua

gejala tersebut bisa terjadi pada siapa saja, baik pada penderita hipertensi

maupun seseorang yang tekanan darahnya normal.

Pada hipertensi berat atau yang telah menahun, bisa timbul gejala – gejala

yang berasal dari kerusakan otak, mata, jantung, dan ginjal, seperti :

1. Sakit kepala.

2. Kelelahan.

3. Mual dan muntah.

4. Sesak nafas

5. Gelisah.

6. Pandangan kabur

Pada hipertensi berat, penurunan kesadaran sampai koma dapat terjadi,

karena adanya pembengkakan otak yang desebut ensefalopati hipertensi

(Junaidi, 2010).

Page 9: BAB 1 - BAB 4-3

2.4 Klasifikasi Hipertensi

Para ahli membuat klasifikasi hipertensi untuk memudahkan

mempelajari dan mendiagnosis jenis hipertensi yang di derita oleh pasien.

Hipertensi ditandai dengan kenaikan tekanan darah atas angka yang telah

di persyaratkan yang di ukur menggunakan tensi meter. Tekanan darah

seseorang akan semakin meningkat seiring pertambahan uisa. Tekanan

sistolik dapat terus meningkat samapi usia 80 tahun sedangkan tekanan

diastolik terus meningkat sampai sampai usia 55 – 60 tahun, kemudian

akan menurun kembali secara perlahan bahkan secara drastis. Orang yang

memiliki tekanan darah di atas 130/80 mmHg, diduga dimiliki oleh orang

yang mengidap diabetes mellitus atau penyakit ginjal. Oleh karna itu,

secara langsung terdapat hubungan antara penyakit ginjal dengan

hipertensi.

Oleh karena itu, pada diagnosis awal, apabila ditemukan gejala

hipertensi, maka sebaiknya tidak diklasifikasikan ringan atau tinggi,

klasifikasi terbaru menggunakan klasifikasi JNC 6 atau Joint National on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure

6.

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi (Klasifikasi JNC)

Kategori Tekanan Darah Tinggi (mmHg)

Optimal <120/80

Normal 120/80 - 129/84

Boderline 130/85 - 139/89

Hipertensi >140/90

Page 10: BAB 1 - BAB 4-3

Stadium 1 140/90 - 159/99

Stadium 2 160/100 - 179/109

Stadium 3 >180/110

Sumber : (Ridwan M, 2002)

2.5 Faktor Resiko

Faktor risiko hipertensi, beberapa di antaranya dapat dikendalikan atau

dikontrol dan tidak dapat dikontrol diantaranya :

a. Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dikontrol yaitu obesitas,

kurang olahraga, merokok, menderita diabetes mellitus, menkonsumsi

garam berlebih, minum alKohol, diet, minum kopi, pil KB , stress

emosional dan sebagainya.

b. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat dikontrol

yaitu Umur, jenis kelamin, dan genetic (Ridwan A, 2011)

2.6 Jenis – Jenis Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dibagi menjadi 2 jenis :

1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum

diketahui penyebabnya ( terdapat pada kurang lebih 90% dari seluruh 

hipertensi.

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang telah diketahui

penyebabnya atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain.

Pada para penderita hipertensi primer, tidak terlihat gejala yang jelas dan

pada umumnya baru diketehui setelah melakukan pemeriksaan kesehatan

Page 11: BAB 1 - BAB 4-3

kedokter. Sedangkan untuk hipertensi sekunder, penyebabnya sudah

diketahui. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah

penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal

atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB ).

Kegemukan , gaya hidup yang tidak sehat, jarang berolah raga, stress,

alkohol dan garam dalaam makanan juga bisa memicu terjadinya

hipertensi. Penyebab hipertansi lainnya yang jarang terjadi adalah

feokromosotoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan

hrmon epinefrin ( adrenalin ) atau norepinefirin ( norasrenalin ).

Resiko hipertensi makin besar seiring bertambahnya usia. Pada umumnya

hipertensi pada pria terjadi diatas usia 31 tahun, sedabgkan pada wanita

terjadi setelah usia 45 tahun atau setelah masa monopause. Hipertensi

selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi ( high case fatality

rate ) juga berdampak kepada penurunan kualitas hidup penderitanya. Itu

masih ditambah lagi dengan mahalnya pengobatan dan perawatan yang

harus ditanggung pemerintah sepanjang hidupnya (Sudarmoko, 2010)

2.7 Pengobatan

Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,

karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur

dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan

darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah

obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang

berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).

Page 12: BAB 1 - BAB 4-3

Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

1. Pengobatan non obat (non farmakologis)

Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol

tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak

diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada

keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non

farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan

efek pengobatan yang lebih baik.

Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :

a. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh

b. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.

Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan

makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan

sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai

sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai

pelengkap pada pengobatan farmakologis.

c. Ciptakan keadaan rileks

Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat

mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan

tekanan darah.

Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat

selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.

Page 13: BAB 1 - BAB 4-3

Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol.

2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)

Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi

yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan

menghubungi dokter.

a. Diuretik

Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan

cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh

berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih

ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.

b. Penghambat Simpatetik

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf

simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).

Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.

c. Betabloker

Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan

daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada

penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan

seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol,

Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus

hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi

dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang

Page 14: BAB 1 - BAB 4-3

bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat

gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga

pemberian obat harus hati-hati.

d. Vasodilator

Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan

relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam

golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang

kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit

kepala dan pusing.

e. Penghambat ensim konversi Angiotensin

Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat

Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan

darah).

Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek

samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit

kepala dan lemas.

f. Antagonis kalsium

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara

menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk

golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil.

Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit

kepala dan muntah.

Page 15: BAB 1 - BAB 4-3

2.8 Efikasi Diri (Self Efficacy)

2.8.1 Definisi

Pender (1996 dalam Tomey & Alligood, 2006) menegaskan bahwa

efikasi diri mengacu pada keyakinan seseorang akan kemampuan

diri dalam mengatur dan melakukan tindakan/kegiatan yang

mendukung kesehatannya berdasarkan pada tujuan dan harapan

yang diinginkan. Menurut efikasi diri, perilaku dipengaruhi

oleh proses kognitif melalui masukan dan berbagai sumber

informasi efikasi, pengaruh keberhasilan, regulasi perilaku dan

motivasi untuk melakukan berbagai tugas yang berhubungan

dengan perilaku (Temple, 2003). Efikasi diri merupakan

persepsi individu akan kemampuannya untuk melakukan

tugas spesifik dengan sukses. Efikasi diri merupakan jalan

untuk melihat hubungan antara bagaimana seseorang

berfikir tentang tugas-tugas dan cara menyelesaikan tugas-

tugas tersebut (Bernal,Whoolley, Schenzul & Dickinson, 2000).

Bandura (1994) mendefinisikan efikasi diri sebagai berikut:

"Perceived self-efficacy is defined as people beliefs about their

capabilities do produce designated levels of performance that

exercise influence over event that effect their lives. Self

efficacy beliefs determinis how people feel, think, motivate

themselves and believe such beliefs produce there diverse

effect throught four major processes. They include cognitive,

Page 16: BAB 1 - BAB 4-3

motivational affective and selection processes". Schwarzer (1992

dalam Jerusalem dan Schwarzer, 1993) menyebutkan bahwa

efikasi diri secara umum (general self efficacy) merefleksikan

suatu keyakinan diri yang optimis bahwa seseorang mampu

menyelesaikan tugas yang sulit atau menggunakan koping

terhadap masalah yang dihadapi dalam berbagai situasi. Efikasi

diri memfasilitasi penyusunan tujuan, alternatif tindakan dalam

upaya untuk mengatasi hambatan yang mungkin terjadi. Efikasi

diri merupakan sebuah konstruksi yang bersifat operasional

sehingga sangat relevan untuk diterapkan dalam praktek

klinik dan perbaikan perilaku.

Menurut Johnson (1992 dalam Temple, 2003) efikasi

diri pada pasien hipertensi menggambarkan suatu kemampuan

individu untuk membuat suatu keputusan yang tepat

dalam merencanakan, memonitor dan melaksanakan regimen

perawatan sepanjang hidup individu. Hal senada juga

disampaikan oleh Stipanovic (2002) bahwa efikasi diri merujuk

pada keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk

memonitor, merencanakan, melaksanakan, dan mempertahankan

perilaku perawatan diri untuk mengontrol tekanan darah yang

dideritanya.

Bandura (1982 dalam Kott, 2008) menegaskan bahwa

seseorang yang memiliki efikasi diri yang kuat akan

menetapkan tujuan yang tinggi dan berpegang teguh pada

Page 17: BAB 1 - BAB 4-3

tujuannya. Sebaliknya, seseorang yang memiliki efikasi diri

yang lemah akan berkomitmen lemah pada tujuannya. Efikasi

diri mendorong proses kontrol diri untuk mempertahankan

prilaku yang dibutuhkan dalam mengelola perawatan diri pada

pasien Hipertensi.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa efikasi diri (self efficacy) merupakan suatu keyakinan

individu akan kemampuan dirinya untuk melakukan tugas-tugas

perawatan diri dan berusaha untuk mencapai tujuannya dengan

baik. Secara khusus, efikasi diri pada pasien Hipertensi dalam

pendekatan intervensi keperawatan difokuskan pada keyakinan

klien akan kemampuannya untuk mengelolah, merencanakan,

memodifikasi perilaku sehingga memiliki kualitas hidup yang baik.

2.8.2 Sumber-Sumber Efikasi Diri

Menurut Bandura (1994) efikasi diri seseorang berkembang

melalui empat sumber utama yaitu pengalaman pribadi/ pencapaian

prestasi, pengalaman orang lain, persuasi verbal serta kondisi fisik

dan emosional:

a. Pengalaman langsung dan pencapaian prestasi (enactive

attainment and performance accomplishment).

Hal ini merupakan cara paling efektif untuk membentuk

efikasi diri yang kuat. Seseorang yang memiliki

pengalaman sukses cenderung menginginkan hasil yang

Page 18: BAB 1 - BAB 4-3

cepat dan lebih mudah jatuh karena kegagalan.

Beberapa kesulitan dan kegagalan diperlukan untuk

membentuk individu yang kuat dan mengajarkan

manusia bahwa kesuksesan membutuhkan suatu usaha,

seseorang yang memiliki keyakinan akan sukses

mendorongnya untuk bangkit dan berusaha untuk

mewujudkan kesuksesan tersebut.

b. Pengalaman orang lain (vicarious experience)

Seseorang dapat belajar dari pengalaman orang lain

dan meniru perilakunya untuk mendapatkan seperti apa

yang didapatkan oleh orang lain tersebut.

c. Persuasi Verbal (verbal persuasion)

Persuasi verbal dapat mempengaruhi bagaimana seseorang

bertindak atau berperilaku. Dengan persuasi verbal, individu

mendapat sugesti bahwa ia mampu mengatasi masalah-

masalah yang akan dihadapi. Seseorang yang senantiasa

diberikan keyakinan dengan dorongan untuk sukses,

maka akan menunjukkan perilaku untuk mencapai

kesuksesan tersebut dan sebaliknya seseorang dapat

menjadi gagal karena pengaruh atau sugesti buruk dari

lingkungannya.

d. Kondisi fisik dan emosional (physiological and emosional

state) Kelemahan, nyeri dan ketidaknyamanan dianggap

Page 19: BAB 1 - BAB 4-3

sebagai hambatan fisik yang dapat mempengaruhi efikasi

diri, kondisi emosional juga mempengaruhi seseorang dalam

mengambil keputusan terkait efikasi diriny

2.8.3 Proses Pembentukan Efikasi Diri

Menurut Bandura (1994) efikasi diri terbentuk melalui empat

proses, yaitu: kognitif, motivasional, afektif dan seleksi yang

berlangsung sepanjang kehidupan.

a. Proses Kognitif

Efikasi diri mempengaruhi bagaimana pola pikir yang dapat

mendorong atau menghambat perilaku seseorang. Sebagian

besar individu akan berpikir dahulu sebelum melakukan

sesuatu tindakan, seseorang dengan efikasi diri yang tinggi

akan cenderung berperilaku sesuai dengan yang diharapkan

dan memiliki komitmen untuk mempertahankan perilaku

tersebut.

b. Proses Motivasional

Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan melakukan

perilaku yang mempunyai tujuan didasari oleh aktifitas

kognitif. Berdasarkan teori motivasi, perilaku atau tindakan

masa lalu berpengaruh terhadap motivasi seseorang. Seseorang

juga dapat termotivasi oleh harapan yang diinginkannya.

Disamping itu, kemampuan seseorang untuk mempengaruhi

Page 20: BAB 1 - BAB 4-3

diri sendiri dengan mengevaluasi penampilan pribadinya

merupakan sumber utama motivasi dan pengaturan dirinya.

c. Proses Afektif

Efikasi diri juga berperan penting dalam mengatur

kondisi afektif. Keyakinan seseorang akan kemampuannya

akan mempengaruhi seberapa besar stress atau depresi yang

dapat diatasi, seseorang yang percaya bahwa dia dapat

mengendalikan ancaman/masalah maka dia tidak akan

mengalami ganggauan pola pikir, namun seseorang yang

percaya bahwa dia tidak dapat mengatasi ancaman maka

dia akan mengalami kecemasan yang tinggi. Efikasi diri untuk

mengontrol proses berpikir merupakan faktor kunci dalam

mengatur pikiran akibat stress dan depresi.

d. Proses Seleksi

Ketiga proses pengembangan efikasi diri berupa proses

kognitif, motivasional dan afektif memungkinkan seseorang

untuk membentuk sebuah lingkungan yang membantu dan

mempertahankannya. Dengan memilih lingkungan yang

sesuai akan membantu pembentukan diri dan pencapaian

tujuan.

2.8.4 Dimensi Efikasi Diri

Menurut Bandura (1997) efikasi diri terdiri dari 3 dimensi, yaitu:

Page 21: BAB 1 - BAB 4-3

a. Magnitude

Dimensi ini berfokus pada tingkat kesulitan yang

dihadapi oleh sesseorang terkait dengan usaha yang

dilakukan. Dimensi ini berimplikasi pada pemilihan perilaku

yang dipilih berdasarkan harapan akan keberhasilannya.

b. Generality

Generalitas berkaitan dengan seberapa luas cakupan tingkah

laku yang diyakini mampu dilakukan. Berbagai pengalaman

pribadi dibandingkan pengalaman orang lain pada umumnya

akan lebih mampu meningkatkan efikasi diri seseorang.

c. Strength (Kekuatan)

Dimensi ini berfokus pada bagaimana kekuatan sebuah

harapan atau keyakinan individu akan kemampuan yang

dimilikinya. Harapan yang lemah bisa disebabkan karena

adanya kegagalan, tetapi seseorang dengan harapan yang

kuat pada dirinya akan tetap berusaha gigih meskipun

mengalami kegagalan.

2.8.5 Perkembangan Efikasi Diri

Bandura (1994) menyatakan bahwa efikasi diri berkembang secara

teratur sesuai tumbuh kembang, usia, pengalaman dan

perluasan lingkungan. Bayi mulai mengembangkan efikasi dirinya

sebagai usaha untuk melatih pengaruh lingkungan fisik dan sosial.

Page 22: BAB 1 - BAB 4-3

Mereka mulai mengerti dan belajar mengenai kemampuan

dirinya, kecakapan fisik, kemampuan sosial dan kecakapan

berbahasa yang hampir secara konstan digunakan dan

ditujukan pada lingkungan. Awal dari perkembangan

efikasi diri dipusatkan pada orang tua kemudian dipengaruhi

oleh saudara kandung, teman sebaya dan orang dewasa lainnya.

Pada usia sekolah, proses pembentukan efikasi diri secara

kognitif terbentuk dan berkembang termasuk pengetahuan,

kemampuan berpikir, kompetisi dan interaksi sosial baik sesame

teman maupun guru. Pada usia remaja, efikasi diri berkembang

dari berbagai pengalaman hidup, kemandirian mulai terbentuk

dan individu belajar bertanggungjawab terhadap diri sendiri.

Pada usia dewasa, efikasi diri meliputi penyesuaian pada

masalah perkawinan, menjadi orang tua, dan pekerjaan.

Sedangkan pada masa lanjut usia, efikasi diri berfokus pada

penerimaan dan penolakan terhadap kemampuannya seiring

dengan penurunan kondisi fisik dan intelektualnya.

Page 23: BAB 1 - BAB 4-3

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan merupakan suatu hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lain (Fatimah dkk, 2009)

Skema 2.2 : Kerangka konsep Hubungan Efikasi Diri Terhadap Tingkat

Kejadian Hipertensi di Puskesmas Dasan Tapen 2013.

Variabel Independent Variabel Dependent 

Gambar 3.1. Skema Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau

dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian.

Notoadmojo (2012)

Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang diharapkan

antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris. Biasanya

hipotesis terdiri dari pernyataan terhadap adanya atau tidak adanya

hubungan antara dua variabel, yaitu variabel independent dan dependent.

2. H1 : ada hubungan Efikasi diri tershadap tingkat kejadian hipertensi

di Puskesmas Dasan Tapen 2013

Efikasi Diri Kejadian Hipertensi

Page 24: BAB 1 - BAB 4-3

3. Ho : tidak ada hubungan Efikasi Diri tershadap tingkat kejadian

hipertensi di Puskesmas Dasan Tapen 2013

Page 25: BAB 1 - BAB 4-3

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian adalah analitik yaitu penelitian kuantitatif dengan design

dengan pendekatan “ Korelasi “ yang bertujuan untuk mengetahui

hubungan Efikasi Diri terhadap tingkat kejadian hipertensi di di

Puskesmas Dasan Tapen 2013 (Nursalam, 2011).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Dasan Tapen Lombok Barat

2. Waktu

Dilaksanakan pada bulan Mei- Juni 2014

4.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia, pasien) yang

memenuhi kriteria yang telah diharapkan (Nursalam, 2011) . Populasi

penelitian ini adalah seluruh kunjungan penderita Hipertensi yang ada

di Puskesmas Dasan Tapen tahun 2013 berjumlah 3181 orang.

2. Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2011). Menurut

Page 26: BAB 1 - BAB 4-3

Notoatmodjo sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012).

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi kunjungan

pasien hipertensi di Puskesmas Dasan Tapen pada Bulan Januari -

Desember 2013.

Sampel populasi pada penelitian ini menggunakan tekhnik non random

sampling dengan cara “ accidental sampling “. Pengambilan sampel

secara aksidental ini dulakukan dengan mengambil kasus atau

responden yang kebetulan ada atau tersedia selama penelitian

(Notoatmojo, 2005)

Besar Sampel

Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan

rumus sebagai berikut :

Maka dapat ditentukan besar sampel dalam penelitian ini adalah:

Jadi besar sampel penelitian ini adalah 97 orang

Page 27: BAB 1 - BAB 4-3

Keterangan :

n : Besar Sampel

N : Besar Populasi

d : Tingkat ketepatan yang diinginkan (0,1)

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu (benda,manusia, dll). Variabel juga merupakan

ciri yang dimiliki oleh kelompok tersebut (Nursalam, 2011).

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variable yang nilainya menentukan

variable lain (Nursalam, 2011). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah Efikasi Diri

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variable yang nilainya ditentukan oleh

variable lain (Nursalam, 2011). Variabel dalam penelitaian ini adalah

kejadian Hipertensi di Puskesmas Dasan Tapen Kabupaten Lombok

Barat

4.5 Defenisi Operasional

Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteistik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2011)

Defenisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Page 28: BAB 1 - BAB 4-3

No

Variabel

Defenisi Operasional

Cara  Ukur Alat Ukur Skala Ukur

Hasil Ukur

1. Efikasi Diri

Keyakinan diri pasien akan kemampuannya melakukan perawatan diri meliputi diet/makanan, olahraga, monitoring gula darah, perawatan kaki dan pengobatan secara umum

Kuesioner tentang efikasi diri pasien Hipertensiyang berisi 15 pernyataan, Pengukuran dengan menggunakan skala likert

Kuesioner Nominal 3: Mampu melakukan 2: Kadang mampu atau kadang tidak mampu 1: Tidak mampu

2. Penyakit Hypertensi

Merupakan penyakit tekanan darah tinggi keadaan yang ditandai dengan terjadinya peningkatan darah dalam arteri, sistolik/diastolik melebihi 140/90 mmHg yang normalnya 120/80 mmHg yang di dokumentasi dari rekam medik RSUD Arfin Achmad Pekanbaru.

Study dokumentasi

Medical record

Nominal 1. Mnederita

2. Tidak menderita

Page 29: BAB 1 - BAB 4-3

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kusioner

dan lembar Observasi. Kusioner adalah bentuk penjabaran variable-

variabel yang terlibat dalam tujuan penelitian dan hipotesis.

(Notoatmodjo, 2012)

4.7 Uji Validitas Dan Reliabilitas

4.7.1 Uji Validitas

Uji Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang umpulkan

data. Instrument berarti prinsip keandalan instrument dalam

mengkur apa yang seharusnya diukur. (Nursalam, 2011).

Uji Validitas digunakan rumus korelasi Product Moment

sebagai berikut.

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi suatu butir/item

N = jumlah subyek

X = skor suatu butir/item

Y = skor total (Arikunto, 2005: 72)

Page 30: BAB 1 - BAB 4-3

Nilai r kemudian dikonsultasikan dengan r tabel (r kritis).

Bila rhitung dari rumus di atas lebih besar dari rtabel maka butir

tersebut valid, dan sebaliknya.

4.7.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran dan pengamatan

bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-

kali dalam waktu yang berlainan. (Nursalam, 2011).

1. Rumus Spearman-Brown

Syarat :

Data yang digunakan merupakan instrumen dengan skor 1 dan

0

Jumlah butir pertanyaan genap

Langkah : skor-skor dikelompokkan menjadi dua berdasarkan

belahan bagian soal, baik ganjil-genap maupun awal-akhir.

Rumus yang digunakan dalam hal ini adalah rumus Spearman-

Brown (Arikunto, 2010)

Keterangan :

rnn = Besarnya koefisien reliabilitas sesudah tes tersebut

ditambah butir soal baru.

n = Berapa kali butir-butir soal itu ditambah

Page 31: BAB 1 - BAB 4-3

r = Besarnya koefisien reliabilitas sebelum butir-butir

soalnya ditambah

4.8 Tehnik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

skunder.

4.8.1 Data Primer

Merupakan data yang diperoleh secara langsung menemui

responden. Data mengenai identitas balita yang meliputi umur,

pendidikan dan pekerjaan orang tua.

4.8.2 Data Sekunder.

Diperoleh dari catatan atau register dan dta PKM Puskesmas Dasan

Tapen. Data tentang gambaran umum lokasi penelitian yang

meliputi data demografi Puskesmas Dasan Tapen diperoleh dengan

Profil Puskesmas Dasan Tapen

4.8.3 Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

kusioner. Kusioner adalah bentuk penjabaran variable-variabel

yang terlibat dalam tujuan penelitian dan hipotesis (Notoatmodjo,

2012)

4.9 Tehnik pengolahan data.

Pada penelitian ini pengolahan data menggunakan langkah-langkah

sebagai berikut :

4.9.1 Editing ( penyuntingan data ).

Page 32: BAB 1 - BAB 4-3

Hasil wawancara atau angket yang yang diperoleh atau

dikumpulkan melalui kusioner perlu disunting (edit) terlebih

dahulu. Kalau ternyata masih ada data atau informasi yang tidak

lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka

kuesioner tersebut dikeluarkan ( drop out ).

4.9.2 Coding sheet ( membuat lembaran kode ).

Lembaran atau kartu kode adalah instrument berupa kolom-kolom

untuk merekam data secara manual.

4.9.3 Data entry ( memasukkan data ).

Yakni mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau

kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

4.9.4 Tabulasi.

Yakni membuat table-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian

atau yang di inginkan oleh peneliti.

4.10 Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer

IBM SPSS versi 20.0 dan selanjutnya disajikan dalam bentuk table

distribusi disertai penjelasan dan table analisa hubungan antara variable

yang diteliti.

Analisa data dilakukan secara (Notoatmodjo, 2012):

1. Univariat, Analisis univariat digunakan dalam penelitian ini untuk

menggambarkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.

Semua data dianalisis dengan tingkat kemaknaan 95% (=0.05).

Page 33: BAB 1 - BAB 4-3

Variabel dalam penelitian ini merupakan data kategorik sehingga

peneliti menjelaskan dengan menggunakan distribusi frekuensi dan

persentase atau proporsi.

2. Bivariat, Pada analisis bivariat hubungan variabel masing-masing

digambarkan dengan analisis tabel silang 2 x 2. Analisis

bivariat ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis dengan uji

perbedaan proporsi menggunakan uji statistik chi Square serta

menentukan besarnya hubungan kedua variabel independen dan

dependen. Analisis tabel silang ini menggunakan derajat

kemaknaan α sebesar 5% (p < 0.05). Jika nilai p < 0,05, maka

hipotesis nol ditolak sehingga dua variabel yang dianalisis

memiliki hubungan yang bermakna. Untuk tabel silang lebih dari 2

x 2 peneliti menggunakan analisis regresi logistik untuk

memperoleh nilai OR dengan cara membuat dummy variabel.

Uji Chi Square (X²) dengan rumus :

Keterangan :

O : nilai Observasi (pengamatan)

E : nilai Expected (harapan)

Nilai E : (Jumlah sebaris x Jumlah Sekolom) / Jumlah data

df = (b-1) (k-1) . df=degree of freedom

Page 34: BAB 1 - BAB 4-3

4.11 Etika Penelitian

Etika dalam penelitian menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang

diterapkan dalam kegiatan penelitian, dari proposal penelitian sampai

dengan publikasi hasil penelitian. (Notoatmodjo, 2012)

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai

berikut :

4.11.1 Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan

lembar persetujuan.

4.11.2 Anonimity

Anonimity tujuannya untuk menjaga kerahasian identitas dari

responden dalam penelitian dengan cara tidak memberi nama

responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode pada

lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disajikan.

4.11.3 Confidentiality

Confidentiality tujuannya untuk menjamin keberhasilan dari

penelitian baik informasi maupun masalah lainnya, semua

informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

riset.

Page 35: BAB 1 - BAB 4-3

DAFTAR PUSTAKA

Allen (2006). Support of diabetes from the family. Diunduh tanggal 08 Desember

2010 dari http://www.buzzle.com/editorials/7-3-2006101247.asp

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktek. Edisi revisi v.

Jakarta: Rineka Cipta \

Anderson, R.M., Funnell, M.M, Butler, P.M., Arnold, M.S., Fitzgerald, J.T.,

Feste, C.C. (1995). Patients empowerment: Result of

randomized controlled trial (Abstract). Diunduh pada tanggal 10

Agustus 2010 dari http://care.diabetesjournals.org/content/18/7/943.short

Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Depok:

FKM UI

Atak, N., Kose, K., Gurkan, T. (2008). The effect of education knowledge,

self management behaviours and self-efficacy of patient with type 2

hypertension. Australian Journal of advanced Nursing, vol 26, No.

2. Diunduh pada tanggal 10 juli 2010 dari

http://www.ajan.com.au/Vol26/26-2_Atak.pdf

Bandura, A. (1994). Self efficacy. Diunduh pada tanggal 10 Juli 2010 dari

http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html

Bandura, A. (1997). Self-efficacy:The exercise of control. Diunduh pada tanggal

12 Juli 2010 dari http://www.des.emory.edu/mfp/effbook5.html

Black, J.M. & Hawks,J.H. (2005). Medical surgical nursing.(7ed). St louis:

Elsevier Saunders

Page 36: BAB 1 - BAB 4-3

Bomar, P.J. (2004). Promoting health in families: Applying family research and

theory to nursing practice. Lippincott : Saunders

Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. 2. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S., 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Revisi. Jakarta: Rineka

Cipta.