bab 1-3 clear

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan meningkat sebesar 180.000 orang setiap tahunnya. Sumber lain menyebutkan penderita asma sudah mencapai 300 juta orang di dunia dan akan terus meningkat, apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, diperkirakan terjadi lagi peningkatan prevalensi ( Hari et al, 2010 ). Data dari Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) diberbagai propinsi di Indonesia tahun 2006 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada tahun 2006 asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 2007, pravalensi asma di seluruh Indonesia 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000 (Prasetyo, 2010). Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun 2008 menunjukkan, di Indonesia 1

Upload: setyawan-anggi

Post on 15-Sep-2015

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Skripsi ums

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar belakang masalahWorld Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan meningkat sebesar 180.000 orang setiap tahunnya. Sumber lain menyebutkan penderita asma sudah mencapai 300 juta orang di dunia dan akan terus meningkat, apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, diperkirakan terjadi lagi peningkatan prevalensi ( Hari et al, 2010 ).Data dari Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) diberbagai propinsi di Indonesia tahun 2006 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada tahun 2006 asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 2007, pravalensi asma di seluruh Indonesia 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000 (Prasetyo, 2010).Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun 2008 menunjukkan, di Indonesia prevalensi penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2 persen menjadi 5,4 persen di Jawa Tengah 1,5 persen menjadi 2,5 persen dan di surakarta meningkat dari 1,5 persen menjadi 2 persen. Selama 20 tahun terakhir, penyakit ini cenderung meningkat dengan kasus kematian yang diprediksi akan mencapai 20 persen hingga 10 tahun mendatang ( Ratih et al., 2004 ).Penyakit asma ditemukan sebesar 3,5% di Indonesia dan prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 1,9%. Data ini menunjukkan cakupan diagnosis asma oleh tenaga kesehatan sebesar 54,3% (D dibagi DG). Menurut provinsi, prevalensi asma berkisar antara 1,5% di Provinsi Jawa Tengah, 7,2% di Gorontalo. Terdapat 17 provinsi dengan prevalensi asma lebih tinggi dari angka nasional(Riskesdas, 2007 ).Prevalensi penyakit asma di Provinsi Jawa Tengah menurut diagnosis tenaga kesehatan sebesar 1,3%, dan secara keseluruhan adalah 3%, Kabupaten dengan prevalensi tertinggi di Kabupaten Cilacap (5,6%), Wonosobo (4,5%), Jepara dan Brebes (masing-masing 4,4%) dan terendah di Boyolali (1,1%), Magelang Kota (1,4%), dan Surakarta (1,4%)( Riskesdas, 2007 ).Faktor yang dapat menyebabkan asma yaitu : perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernafasan, dan stress. Dan terapi nonfarmakologi untuk asma yang di anjurkan yaitu dengan melakukan senam asma. Senam asma merupakan salah satu terapi untuk penyakit asma. Senam asma ini mempunyai gerakan yang variatif dan berkembang sesuai dengan daerahnya. Senam asma ini bertujuan untuk menyembuhkan asma dengan cara terapi fisik yang berkelanjutan (Prasetyo, 2010).Gerakan senam asma secara spesifik ditujukan untuk memperbaiki kelenturan dari rongga dada sehingga rongga dada dapat mengembang dan mengempis dengan optimal, selain itu gerakan ini juga berguna untuk memperbaiki kelenturan dan kekuatan sekat rongga badan sehingga pernapasan di bagian perut menjadi optimal. Senam asma juga berguna untuk mempertahankan dan atau memulihkan kesehatan. Senam asma yang dilakukan secara teratur akan menaikkan kapasitas paru, dan dapat memperkuat otot-otot pernafasan sehingga daya kerja otot jantung dan otot lainnya jadi lebih baik (Smith & Brawn, 2007).Pengobatan asma yang sukses selalu meliputi resep untuk latihan aerobic, program latihan yang seimbang menjadi sifat untuk kesehatan yang baik.Latihan dapat di bagi menjadi aktivitas aerobic, fleksibiliti dan anaerobic. Pencapaian pertama yaitu fitness kardiopulmoner, target kedua yaitu gerakan otot dan sendi, dan yang ketiga focus pada latihan untuk membangun otot dan kekuatan ( Plottel, 2010 ).Dalam penelitianya mengenai senam asma terhadap kapasitas vital paksa(Darmayasa, 2011).menemukan senam asma tiga kali seminggu lebih baik daripada senam asma seminggu sekali terhadap peningkatan Kapasital Vital Paksa (KVP), Volume Ekspirasi Paksa detik 1 (VEP 1) pada penderita asma persisten sedangPeranan olahraga dalam penatalaksanaan asma masih kontroversial. Beberapa peneliti menyatakan bahwa derajat asma tidak mempengaruhi resiko terjadinya serangan asma, namun peneliti lain mendapatkan ada perbedaan yang bermakna antara kelompok yang melakukan senam lebih dari 6 bulan dan kurang dari 6 bulan ( Sidhartani, 2007)Senam asma yang dilakukan secara teratur akan menaikkanvolume oksigen maksimal, selain itu dapat memperkuat otot-otot pernafasansehingga daya kerja otot jantung dan otot lainnya jadi lebih baik( Handari, 2004 ).

B. Rumusan MasalahAdakah hubungan antara lamanya mengikuti senam asma terhadap arus puncak ekspirasi ( APE ) penderita asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat ( BBKPM ) surakarta?

C. Tujuan Penelitian1. Tujuan UmumPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lamanya mengikuti senam asma terhadap arus puncak ekspirasi ( APE ) penderita asmadi Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat ( BBKPM ) surakarta2. Tujuan KhususMengukur nilai arus puncak ekspirasi penderita asma yang mengikuti senam asma.

D. Manfaat Penelitian1. Manfaat TeoritikDengan adanya penelitian ini mengenai hubungan antara lamanya mengikuti senam asma terhadap arus puncak ekspirasi ( APE ) penderita asma diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang kedokteran terutama kesehatan paru. 2. Manfaat Praktisa. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahuihubungan antara lamanya mengikuti senam asma terhadap arus puncak ekspirasi ( APE ) penderita asma di Balai Besar Kesehatan Paru Surakarta. Dan dapat di gunakan sebagai bahan evaluasi pelatihan bagi para instruktur.b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemilihan olahraga bagi penderita asmac. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang serupa.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori1. Asmaa. DefinisiAsma merupakan gangguan inflamasi kronis yang terjadi si jalan nafas dan inflamasi ini banyak di sebabkan oleh sel dan elemen sel, terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel-sel epitel. Pada penderita yang peka terhadap alergen, inflamasi ini dapat menyebabkan episode yang berulang sulit bernafas, sesak dada, dan batuk terutama keluhan ini terjadi di di malam hari atau dini hari atau dini hari. Episodenya biasa di sertai obstruksi aliran udara yang luas dan bervariasi sering reversibel baik spontan maupun dengan penanganan. Fibrosis membran subbasal dapat terjadi pada pasien asma dan perubahan ini bisa menyebabkan terjadinya abnormalitas persisten dalam fungsi paru ( Brashers, 2007 ).b. PatogenesisKeadaan yang dapat menstimulasi terjadinya bronkospasme pada serangan asma yaitu melalui salah satu dari 3 mekanisme, yaitu:1. Degranulasi sel mast dengan melibatkan imunoglobulin E (IgE).2. Degranulasi sel mast tanpa melibatkan IgE.Degranulasi sel mast menyebabkan terlepasnya histamin, yaitu suatu slow-reacting subtance of anaphylaxis, dan kinin yang menyebabkan bronkokonstriksi3. Stimulasi langsung otot bronkus tanpa melibatkan sel mast.Episode bronkospatik berkaitan dengan fluktuasi konsentrasi c-GMP ( cyclic guanosin monophosphate ) atau konsentrasi c-AMP ( cyclic adenosine monophosphate ), atau konsentrasi keduanya di dalam otot polos bronkus dan sel mast. Peningkatan konsentrasi c-GMP dan penurunan konsentrasi c-AMP intraseluler berkaitan dengan terjadinya bronkospasme, sedangkan keadaan yang sebaliknya, yaitu penurunan konsentrasi c-GMP dan peningkatan konsentrasi c-AMP menyebabkan bronkodilatasi. Produksi IgE spesifik memerlukan sensitisasi terlebih dahulu ( Djojodibroto, 2012 )Faktor yang berkontribusi pada bronkokonstriksi dan hiperaktivitas saluran nafas yaitu kontraksi oto polos, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan sumbatan mukus dalam lumen saluran nafas. Hal ini si hasilkan dari respon yang berlebihan dari otot polos trakeobronkial terhadap rangsangan kimia, lingkungan, alergik, farmakologik, atau rangsangan yang tidak si ketahui. Mekanisme yang mendasari bronkokonstriksi berawal ketika pemicu pertama menyebabkan pasien mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen, kemudian di cerna oleh lisozim mukosa membebaskan protein yang larut dalam air, absorbsi protein ini menghasilkan pembebasan IgE oleh sel-sel plasma jaringan limfoid dalam saluran nafas, IgE yang bebas ini menempel pada permukaan sel-sel mastosit dan sel basofil kemudian menimbulkan rekasi alergi ( Rahardjo, 2009 )Eksaserbasi asma dapat timbul selama beberapa hari sebagian besar berhubungan dengan infeksi saluran nafas yaitu common coldakibat rhinovirus, rhinovirus dapat menginduksi respn inflamasi intrapulmoner.Selain itu paparan allergen juga dapat mencetuskan eksaserbasi pada pasien asma. Paparan sub-bronkokonstriksi berperan pada proses remodeling seperti penumpukan kolagen pada lapisan subepitel retikuler ( Rahajoeet al, 2012 ).Mediator lain seperti PAF ( platelet activating factor ) mungkin tidak menyebabkan bronkospasme langsung, namun bersifat menarik sel radang yang nantinya akan melepaskan mediator yang menyebaabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, produksi mucus dan timbulnya hipereaktivitas bronkus ( Alsagaff & Mukty, 2008 ).Abnormalitas gas darah pada penderita asma dapat terjaadi akibat ketidakcocokan antara ventilasi dan perfusi menyebabkan perbedaan oksigenn antara arteri alveolus ((A-a)dO2) melebar dan tekanan oksigen 0-90 mmHg ( 8,0-9,2 kPa ) di temukan saat serangan asma berat berlangsung ( Rahajoe et al, 2012 ).c. Faktor resiko1. GenetikDari studi genetic telah menemukan multiple chromosomal regionberisi gen-gen yang memberi kontribusi asma. Kadar serum IgE yang tinggi telah diketahui ada hubungan dengan kromosom 5q, 11q, dan 12q dan bukti terbaru menunjukkan coinheritance dari gen untuk atopi dan airway hypereactivity ( AHR ) dijumpai pada kromosom yang sama.2. Gender dan rasPada anak asma lebih sering di jumpai pada laki-laki tetapi menjadi berlawanan pada pubertas dan dewasa.Prevalensi secara keseluruhan wanita lebih banyak dari pria.3. Faktor lingkunganAllergen dan occupational factoradalah penyebab terpenting asma. Dari beberapa studi menunjukkan adanya korelasi antara paparan allergen, prevalensi asma dan perbaikan asma bila paparan alergen menurun, allergen indoor yang penting adalah : domestic ( house dust ) mites, alergi hewan, alergi jamur. Outdoor allergen yaitu : pollen terutama dari pohon, weeds dan fungi, molds dan yeasts4. Polusi udaraAda dua polutan outdoor yang penting yaitu : industrial smog ( sulfur dioxide, particulate complex ) dan photochemical smog ( ozone dan nitrogen oxides ). Polusi indoor termasuk cooking dan heating full exhausts, cat, vernis yang mengandung formaldehid dan isocyanate.5. Faktor lainDari sejumlah studi epidemiologi di temukan pertumbuhan di daerah pertanian menurunkann resiko terjadinya alergi pada orang dewasa, hal ini mengesankan bahwa factor lingkungan mempunyai efek protektif terhadap timbulnya alergi. Dan untuk penggunaan bahan bakar modern ada hubunganya dengan peningkatan angka sensitisasi alergik dan symptom ( wibisonoet al, 2010 )d. Diagnosis AsmaMengi ( wheezing) dan batuk kronik yang terjadi secara berulang merupakan titik awal untuk diagnosis asma. Tahapanya meliputi :1. AnamnesisPerlu ditanyakan apakah ada riwayat hidung berair ( rhinitis alergi ) atau mampat, mata gatal, merah, dan berair ( konjungtivitis alergi ), batuk yang sering kambuh ( kronik ) di sertai mengi, flu berulang, hambatan saat melakukan aktivitas karna masalah pernafasan ( saat olahraga ), apakah terpapar allergen baik indoor maupun outdoor, obat yang di gunakan apakah beta blocker, aspirin atau steroid.2. Pemeriksaan fisikPada inspeksi dapat di temukan napas cepat, kesulitan bernapas, menggunakan otot tambahan di leher, perut dan dada.Pada auskultasi ditemukan mengi, ekspirasi memanjang.3. Pemeriksaan penunjangSpirometer penting digunakan untuk mendiagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.Peak Flow Meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru, alat ini di gunakan untuk pemantauan dan bukan alat diagnostic. X-ray dada di gunakan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan oleh asma. Pemeriksaan IgE dengan uji tusuk kulit untuk menunjukkan adanya antibody IgE pada kulit ( rengganis, 2008 ).Pengukuran yang objektif dari obstruksi aliran udara menggunakan spirometri merupakan bagian penting dari diagnosis asma. Sementara itu konfirmasi menggunakan spirometri direkomendasikan oleh pedoman Eropa Respiratory Socirty / American Thoracic Society untuk menegakkan diagnosis asma ( Centurion et al, 2012 ).e. Klasifikasi AsmaDalam GINA 2006 asma di klasifikasikan berdasarkan etiologi, derajat penyakit asma, serta pola obstruksi. Pembagian derajat asma menurut GINA sebagai berikut:1. Intermitant : gejala kurang dari 1 kali/minggu. Serangan singkat. Gejala nocturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan ( 2 kali ) FEV1 80% predicted atau PEF80% nilai terbaik individu Variabilitas PEF atau FEV1 2 kali/bulan FEV1 80% predicted atau PEF 80% nilai terbaik individu Variabilitas PEF atau FEV1 20-30%3. Persisten sedang : gejala terjadi setiap hari. Serang dapat mengganggu aktivitas dan tidur. Gejala nocturnal > 1 kali dalam seminggu. Menggunakan agonis-2 kerja pendek setiap hari FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu Variabilitas PEF atau FEV1 >30%4. Persisten berat : Gejala terjadi setiap hari. Serangan sering terjadi. Gejala asma nocturnal sering terjadi FEV1 60% predicted atau PEF 60% nilai terbaik individu Variabilitas PEF atau FEV1 > 30% ( Rahajoe et al, 2012 ).f. Penatalaksaan asmaKeberhasilan penatalaksanaan asma di tentukan oleh berbagai faktor, ada tiga faktor terpenting yaitu faktor tenaga medis, faktor pasien dan faktor obat-obatan. Kelemahan pada faktor tenaga medis adalah masih adanya kondisi under atau overdiagnosispada pasien karena variasi konsep pemahaman dan pengobatan tenaga medis. Faktor pasien meliputi pengetahuan pasien yang rendah tentang penyakitnya, serta perilaku kontrol yang kurang baik, karena kontrol teratur merupakan proses penting dalam penatalaksanaan asma, karena melalui prosedur ini dapat di amati perkembangan pasien dalam perubahan derajat dan berat asma ( Priyanto et al, 2011 ).Untuk tatalaksana asma jangka pendek -adrenergik agonis adalah terapi yang paling efektif untuk mengembalikan obstruksi dari jalan napas, dan yang banyak di gunakan yaitu 2-selektif, agonis adrenergik seperti albuterol, levalbuterol, dan pirbuterol. Sebuah pendekatan baru terhadap terapi asma tetapi belum di terapkan di Amerika Serikat yaitu menggabungkan short-acting agonis dengan kortikosteroid inhalasi dalam satu kali pemakaian, di berikan sesuai kebutuhan untuk menghilangkan gejala ( Fanta, 2009 ).Rehabilitasi paru merupakan salah satu penatalaksanaan asma yang bertujuan meningkatkan kemampuan latihan dan mengurangi sesak napas, meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan otot, meningkatkan kualitas hidup dan kemampuan sehari-hari. Rehabilitasi paru di lakukan 30 menit latihan dan frekuensi 3 hari per minggu selama 6-8 minggu. Beberapa pasien asma persisten sedang-berat dengan terapi medika mentosa saja masih tetap terdapat gejala pernapasan yang berat, penambahan rehabilitasi paru khususnya latihan fisis dan latihan pernapasan pada pasien seperti ini memberikan harapan untuk perbaikan kondisi ( Juhariyah et al, 2012 ).

2. Senam AsmaSenam asma indonesia merupakan senam yang khusus diciptakan untuk penderita asma, dan gerakanya di sesuaikan dengan kebutuhan penderita asma berdasarkan berat atau ringanya derajat asma ( Supriyantoro, 2004 )Senam bagi penderita asma umumnya dilakukan sengan takaran berkisar 60-90% dari kekuatan maksimal peserta. Lama latihan kurang lebih satu jam terbagi atas tiga bagian: Pemanasan selama 15 menit Latihan inti 30 menit, dan Pendinginan 15 menit.Dalam satu minggu di anjurkan untuk mengikuti latihan minimal tiga kali. Latihan menahan napas penting sekali bagi penderita asma, karna aliran darah ke jantung dapat dihambat ( Alam, 2005 ).Senam Asma Indonesia memili banyak manfaat yaitu manfaat fisiologis dan manfaat psikologis. Untk manfaat fisiologis yaitu dapat memperbaiki sistem peredaran darah, mengoptimalkan kekuatan otot-otot pernapasan, merelaksaikan otot-otot pernapasan dan mampu bernapas dengan teknik yang benar saat terjadi serangan. Manfaat psikologis yaitu sebagai rekreasi, meningkatkan kenyamanan penderita, mengurangi penggunaan obat-obatan dan meningkatkan rasa percaya diri penderita asma ( YAI, 2008 )Tahapan Senam Asma pada bagian awal sebaiknya di mulai dengan berdoa, adapun tahapanya yaitu ( Firdaus, 2011 )a. Pemanasan. Gerakan ini ditujukan untuk mempersiapkan otot-otot sendi dan paru-paru, sehingga tubuh siap untuk melakukan latihan senam. Gerakan pemanasan ini prinsipnya melibatkan seluruh sendi dari anggota tubuh dan dimulai dari anggota tubuh bagian atas terlebih dahulu dan diteruskan ke bawah.b. Gerakan ini A. Gerakan ini ditujukan untuk melatih bagaimana cara bernapas yang efektif bagi penderita asma. Pada gerakan ini selalu diikuti dengan menarik napas dan mengeluarkan napas dimana pernapasan yang ideal perbaindingan menarik napas dan mengeluarkan napas adalah 1 : 2. Oleh karena itu gerakan ini dibentuk dalam 4 hitungan yaitu hitungan 1 menarik napas, hitungan 2 menahan napas dan hitungan 3,4 mengeluarkan napas. Agar gerakan pernapasan pada tahap ini menjadi baik dan teratur, maka irama musik menggunakan ketukan 50-60 kali/menit. Total waktu untuk tahap ini tidak lebih dari 8 menit, karena jika lebih dapat menimbulkan sesak napas.c. Gerakan inti B. Gerakan ini ditujukan untuk seluruh tubuh tetapi fokusnya pada otot-otot pernapasan. Tujuan dari gerakan ini adalah melicinkan gerakan sendi pada seluruh anggota tubuh sehingga penderita mampu melakukan aktifitas secara maksimal. Gerakan ini melibatkan kontraksi otot yang teratur dan ritmis sehingga otot menjadi relaks. Musik yang digunakan untuk mengiringi gerakan ini lebih cepat dengan ketukan 80-90 kali/detik.d. Gerakan Aerobik. Gerakan ini merupakan tahap yang umum diikuti oleh pasien asma ringan. Disini para peserta dicoba untuk melakukan aktivitas yang lebih berat dan kontinyu untuk melatuh percaya diri bahwa mereka boleh melakukan aktivitas tertentu. Pada tahap ini pelatih harus jeli memperhatikan peserta yang mungkin terlalu lelah dan menganjurkan peserta untuk tidak memaksakan mengikuti gerakan boleh semampunya saja. Pada gerakan aerobik ini musik yang dipakai mengiringi lebih cepat ketukanya yaitu 100-120 kali / menit.e. Gerakan Pendinginan. Pada gerakan ini beban latihan berangsur-angsur mulai diturunkan sehingga frekuensi pernapasan kembali normal, setelah mengalami peningkatan selama latihan.f. Evaluasi. Tahap ini dilakukan untuk menilai efek senam asma terhadap paru-paru dapat dilakukan pemeriksaan fisik dan spirometri setiap 3-6 bulan. Untk pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi ( APE ) pada saat sebelum dan sesudah latihan.

3. Arus Puncak Ekspirasi ( APE )Arus puncak ekspirasi ( APE ) adalah jumlah volume udara ekspirasi yang keluar paru bila sesorang menghembuskan napas sekuat-kuatnya setelah melakukan inspirasi sedalam-dalamnya ( Alsagaff, 2008 ).Pemeriksaan arus puncak ekspirasi ( APE ) merupakan hal yang penting dan perlu di upayakan. Meskipun pemeriksaan ini di gunakan sebagai salah satu parameter untuk menetukan derajat penyakit asma namun masih sedikit dokter yang menggunakanya ( Rahajoe et al, 2012 ).Pengukuran objektif untuk mengetahui adanya sumbatan jalan napas dapaty dengan mengukur nilai arus puncak ekspirasi ( APE ), pengukuran nilai APE dapat dilakukan dengan spirometer atau yang paling sederhana dapat dilakukan dengan alat Peak Flow Meter, alat ini dibuat oleh Dr. B.M. Wright pada tahun 1970-an, berdasarkan Badan Penelitian Medis Clement Clarke International alat ini masih menjadi pilihan utama untuk menilai APE sampai saat ini karena mudah penggunaanya ( Banjarnahor, 2004 ).Cara pengukuran mengguanakan peak flow meter yaitu : Subyek penelitian dalam posisi beridri dan tenang sambil memegang peak flow meter Tempatkan indikator pada pangkal dari skala peak flow meter Letakkan corong peniup peak flow meter dalam mulut, jangan sampai lidah menutup corong peniup Ekspirasikan semua udara yang telah di inspirasi secara kuat dan cepat semaksimal mungkin Catat angka pada skalanya, lakukan percobaan ini tiga kali Ambil nilai tertinggi ( Santosa et al, 2004 ).Nilai APE prediksi merupakan indikator yang baik untuk mengontrolasma, APE baik untuk menilai serangan akut dan sebaiknya dinilai variabilitas. Nilai APE juga dipengaruhi oleh variasi diurnal sehingga waktu pemeriksaan mungkin dapat mempengaruhi hasil selain dari cara pasien melakukan manuver ( Ilyaset al, 2010 ).APE ini memiliki harga skala yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tinggi badan, umur dan jenis kelamin. Seseorang dikatakan masih dalam batas skala normal, jika nilai prediksi APE-nya antara 80% - 120% ( Santosaet al, 2004 ).

B. Kerangka Konsep

Penderita Asma di Klub Asma Surakartaarus puncak ekspirasiAPEarus puncak ekspirasi ( APE )Variabel Luar:- Tinggi Badan- Umur- Jenis Kelamin- Manuver Saat PemeriksaanSenam asmaEfisiensiotot-otot pernapasan maksimalTeknik Bernapas baikPerbaikan difusi O2 maksimalefisiensi otot-otot pernapasan kurang maksimalTeknik Bernapas kurang baikPerbaikan difusi O2kurang maksimalLama senam < 6 bulanLama senam > 6 bulanKeterangan : = Diteliti= Tidak diteliti

C. HipotesisSemakin lama mengikuti senam asma maka nilai arus puncak ekspirasipenderita asma akan semakin meningkat.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Desain PenelitianPenelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatancross sectional untuk mempelajari hubungan lama mengikuti senam asma terhadap arus puncak ekspirasi (APE) penderita asma.

B. Tempat dan Waktu Penelitian1. Tempat : Penelitian ini di laksanakan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat ( BBKPM ) Surakarta.2. Waktu : Penelitian ini dilakukanpada bulan November 2014.

C. Populasi Penelitian1. Populasi target : Penderita asma bronkhialperempuan yang berusia 15-45 tahun.2. Populasi aktual :Penderita asma bronkhial perempuan berusia 15-45 tahun yang mengikuti senam asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat ( BBKPM ) Surakarta tahun 2011-2014.

D. Sampel dan Teknik SamplingSample yang digunakan merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi dan sample harus mencerminkan representativitas karakter populasi ( Sugiyono, 2010 ).Teknik sampling yang digunakan adalahsimplerandom sampling yaitu dimulai dengan menyiapkan kerangka sampling, pemilihan anggota sample dapat dilakukan dengan menggunakan cara undian dan tabel angka random ( Arief T.Q., 2008 ).E. Estimasi Besar Sampel Estimasi besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus:N = ( Notoatmodjo, 2010 ).N = Besar sampel= Nilai Z pada derajat kemaknaan, ditetapkan sebesar 5% (hipotesis dua arah) sehingga nilainya = 1, 960.P=Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi diketahui nilainya sebesar 40%d = Derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan. Di tetapkan sebesar 1% (0,01)Perhitungan besar sampel berdasarkan rumus diatas, yaitu :

Dari hasil penghitungan diatas diperoleh jumlah sampel sebanyak 48 orang.

F. Kriteria Restriksi1. Kriteria Inklusia. Penderita asma persisten ringan.b. Wanita usia antara 15-45 tahun.c. Rutin mengikuti senam asma ( setiap hari minggu jam 07.00-08.00 di BBKPM Surakarta) .d. Lama mengikuti senam asma minimal 3 bulan.

2. Kriteria Eksklusia. Menderita penyakit lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian seperti : infeksi saluran napas, jantung dan gagal ginjal.b. Minum obat-obatan asma dan merokok sebelum diperiksa.c. Penderita dengan kehamilan.d. Penderita menolak mengikuti penelitian.

G. Variabel Penelitian1. Variabel bebas : Senam Asma Indonesia.2. Variabel Terikat : Nilai arus puncak ekspirasi ( APE ).3. Variabel Luar :a. Variabel terkendali : usia, jenis kelamin, lama mengikuti senam, derajat asma, kesungguhan, obat asma.b. Variabel tak terkendali : Alergen, genetik, iklim, aktivitas di luar asma.

H. Definisi Operasional1. Senam asmaSenam asma merupakan senam yang dirancang sedemikian rupa dengan unsur gerakannya diharapkan mampu mengatasi problematika penderita asma bronkhial.Skala pengukuran : Ordinal.2. Arus puncak ekspirasi ( APE )Arus puncak ekspirasi ( APE ) adalah jumlah volume udara ekspirasi yang keluar paru bila sesorang menghembuskan napas sekuat-kuatnya setelah melakukan inspirasi sedalam-dalamnya. Nilai ini didapat dari hasil tiupan dengan menggunakan alat ukur Mini Wright Peak Flowmeter.Skala pengukuran : Rasio.

I. Instrumentasi1. Mini Wright Peak flowmeter (merk : Personal Best ; spesifikasi : 0-810 L/menit ; ketelitian : 10 L/menit).2. Kapas dan alkohol 75% (sterilisasi).3. Tabel nilai normal APE untuk wanita Indonesia.4. Kuesioner.

J. Rencana Analisis DataData yang didapat akan dianalisis secara statistic dengan menggunakan uji statistic. Langkah pertama yaitu melakukan uji normalitas distribusi menggunakan uji Shapirowilk. Karena penelitian berupa penelitian komparatif dengan skala variabel numerik tidak berpasangan maka digunakan rancangan uji statistik parametric yaitu uji T tidak berpasangan apabila memenuhi syarat.Jika tidak memenuhi syarat, maka digunakan uji alternatifnya, yaitu uji Mean-whitney. Data diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for windows ( Dahlan, 2013 ).

K. Jadwal PenelitianKEGIATANJun14Jul14Ags14Sep14Okt14Nov14Des14

Penyusunan Proposal

Ujian Proposal

Perbaikanproposal

Pengambilan Data

Pengolahan danAnalisis data

Penyusunan Skripsi

Ujian Skripsi

Perbaikan Skripsi

14