tinjauan pustaka clear

43
BAB I PENDAHULUAN Analgetik adalah suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri yang timbul akibat oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti bradikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak. Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek menghilangkan atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri), menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri. Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi penderitanya, namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan manifestasi dari terjadinya kerusakan

Upload: dedy-yusmardi

Post on 16-Feb-2016

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Clear

BAB I

PENDAHULUAN

Analgetik adalah suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi

rasa sakit atau nyeri yang timbul akibat oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya

rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan

yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti bradikinin dan prostaglandin yang

akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak.

Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek menghilangkan atau

mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik lainnya.

Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang nyeri, mempengaruhi emosi

(sehingga mempengaruhi persepsi nyeri), menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai

ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri.

Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi

penderitanya, namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya kerusakan

jaringan. Inflamasi merupakan manifestasi dari terjadinya kerusakan jaringan, dimana

nyeri merupakan salah satu gejalanya karena dipandang merugikan maka inflamasi

memerlukan obat untuk mengendalikannya. Untuk setiap orang ambang nyerinya

konstan. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45oC

Secara umum analgetik dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetik non narkotik

(non-opioid) dan analgetik narkotik (opioid). Analgetik narkotik (opioid) merupakan

kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Meskipun memperlihatkan berbagai

efek farmakologik yang lain, golongan obat ini digunakan terutama untuk meredakan atau

menghilangkan rasa nyeri. Opioum yang berasal dari getah Papaver somniferum yang

mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, papaverin.

Opiat atau yang dikenal sebagai narkotik adalah bahan yang digunakan untuk menidurkan

Page 2: Tinjauan Pustaka Clear

atau melegakan rasa sakit, tetapi mempunyai potensi yang tinggi untuk menyebabkan

ketagihan. Pengaruh dari berbagai obat golongan opioid sering dibandingkan dengan

morfin, dan tidak semua obat golongan opioid dipasarkan di Indonesia. peredaran obat

tersebut tidak terlepas pada kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan obat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANALGETIK OPIOID (NARKOTIK)

Page 3: Tinjauan Pustaka Clear

A. Definisi

Analhesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Opium

berasal dari Papaver Somniferum yang mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya

morfin, kodein, tabain, dan papaverin.

Opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau

morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa

nyeri. Semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ ketergantungan. Dengan kata lain,

opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor

morfin. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam

anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.

Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.

B. Klasifikasi Opioid

Penggolongan opioid antara lain:

a. Secara umum, opioid diklasifikasikan menjadi :

1. agonis : berdifat mengaktifkan reseptor. Contohnya : morfin, papavertetum, petidin

2. antagonis : bersifat tidak mengaktifkan reseptor dan mencegah agonis merangsang

reseptor. Contonya : nalokson dan naltrekson

3. campuran antara agonis dan antagonis. Contohnya : pentasosin, nalbufin.

b. secara klinis, opioid diklasifikaikan menjadi golongan lemah (kodein) dan golongan

kuat (morfin), yaitu :

1. Opioid alami (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)

2. Opiod Semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)

3. Opiod Sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).

C. Reseptor- Reseptor Opioid

Sebagai analgetik, opioid bekerja secara sentral pada reseptor-reseptor opioid yang

diketahui terdapat 4 reseptor, yaitu :

Page 4: Tinjauan Pustaka Clear

1. Reseptor Mu

Morfin bekerja secara agonis pada reseptor ini. Stimulasi pada reseptor ini akan

menimbulkan analgesia, rasa segar, euphoria dan depresi pernafasan

2. Reseptor Kappa

Stimulasi reseptor ini menimbulkan analgesia, sedasi dan anesthesia. Morfin juga bekerja

pada reseptor ini

3. Reseptor Sigma

Stimulasi reseptor ini menimbulkan perasaan disforia, halusinasi, pupil medriasis, dan

stimulasi respirasi

4. Reseptor Delta

Pada manusia peran reseptor ini belum diketahui pasti. Tapi di duga untuk memperkuat

reseptur Mu

D. Mekanisme Kerja

Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas diseluruh jaringan sistem saraf pusat,

tetapi lebih berkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbik, thalamus, hipothalamus

corpus striatum, sistem aktivasi retikuler dan di corda spinalis yaitu substantia gelatinosa

dan dijumpai pula di pleksus n.intestinal. Molekul opioid dan polipeptida endogen

(metenkefalin, beta-endorfin, dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan

menghasilkan efek. Suatu opioid mungkin dapat berinteraksi dengan semua jenis reseptor

akan tetapi dengan afinitas yang berbeda dan dapat bekerja sebagai agonis, antagonis, dan

campuran.

Page 5: Tinjauan Pustaka Clear

Secara umum, efek obat-obat narkotik (opioid) antara lain :

1. Efek sentral:

a. Menurunkan persepsi nyeri dengan stimulasi pada reseptor opioid (efek analgesi)

b. Pada dosis terapik normal, tidak mempengaruhi sensasi lain.

c. Mengurangi aktivitas mental (efek sedative)

d. Menghilangkan kecemasan (efek transqualizer)

e. Meningkatkan suasana hati (efek euforia), walaupun sejumlah pasien merasakan

sebaliknya (efek disforia)

f. Menghambat pusat respirasi dan batuk (efek depresi respirasi dan antitusif)

g. Pada awalnya menimbulkan mual-muntah (efek emetik), tapi pada akhirnya menghambat

pusat emetik (efek antiemetik)

h. Menyebabkan miosis (efek miotik)

i. Memicu pelepasan hormon antidiuretika (efek antidiuretika)

j. Menunjukkan perkembangan toleransi dan dependensi dengan pemberian dosis yang

berkepanjangan.

2. Efek perifer:

a. Menunda pengosongan lambung dengan kontriksi pylorus gaster

Page 6: Tinjauan Pustaka Clear

b. Mengurangi motilitas gastrointestinal dan menaikkan tonus (konstipasi spastik)

c. Kontraksi sfingter saluran empedu

d. Menaikkan tonus otot kandung kemih (vesica urinaria)

e. Menurunkan tonus vaskuler dan menaikkan resiko reaksi ortostastik

f. Menaikkan insidensi reaksi kulit, urtikaria dan rasa gatal karena pelepasan histamin, dan

memicu bronkospasmus pada pasien asma.

E. Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam anastesi antara lain:

1.   MORFIN

a. Farmakodinamik

Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung

otot polos. Efek morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan

stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi

alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif

reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).

b. Farmakokinetik

Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang

luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek

analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul

setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri

dan mempengaharui janin pada ibu hamil. Eksresi morfin terutama melalui ginjal.

Sebagian kecil morfin dapat dikeluarkan melalui fesces dan keringat.

c. Indikasi

Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau

menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid.

Page 7: Tinjauan Pustaka Clear

Apabila semakin berat nyeri nya maka dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin

sering digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul pada  infark miokard, neoplasma,

kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau

koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri akibat trauma

misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.

d. Dosis dan sediaan

Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk

larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau

mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2

mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.

e. Efek samping

Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi

pernafasan, nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi

peningkatan tekanan pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.

2. PETIDIN

a. Farmakodinamik

Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ.

Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia,

depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya

lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada

penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin (petidin) lebih

efektif terhadap nyeri neuropatik. 

Page 8: Tinjauan Pustaka Clear

b. Farmakokinetik

Absorbsi meperidin (petidin) dengan cara pemberian apapun berlangsung baik.

Akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan secara intra

muscular (IM). Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar

yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin secara intra

vena (IV), kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama,

kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam

plasma akan berikatan dengan protein. Metabolisme meperidin terutama terjadi di dalam

hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang

kemudian sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit

ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin

dalam bentuk derivat N-demitilasi.

Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan

tekanan intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan

tetapi dapat masuk ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.

c. Indikasi

Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa

keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek

daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan

sebagai obat preanestetik.

d. Dosis dan Sediaan

Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25

mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml.

Sebagian besar diberikan dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi

dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.

Page 9: Tinjauan Pustaka Clear

e. Efek samping

Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing,

berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan,

palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.

f. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :

1). Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.

2). Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat

dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat

konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari

10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.

3). Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan

takikardia.

4). Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.

5). Petidin cukup efektif untuk menghilangkan tremor pasca bedah yang tidak ada

hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.

6). Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

3. FENTANIL

a. Farmakodinamik

Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu

analgesik, fentanil 75-125 kali lebih paten dibandingkan dengan morfin. Onset yang

berlangsung lebih cepat dan cara kerjanya yang singkat menunjukkan kelarutan lipid yang

lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil dapat meningkatkan aksi

anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi

lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan hantaran saraf) dan efeknya terhadap

Page 10: Tinjauan Pustaka Clear

reseptor opioid pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol

untuk menimbulkan neureptanalgesia.

b.Farmakokinetik

Setelah pemberian secara intravena dan distribusinya secara kualitatif hampir

sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak di paru-paru ketika pertama

kali melewatinya. Fentanil dimetabolisime oleh hati dengan N-dealkilase dan

hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.

c. Indikasi dan Dosis

Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg

BB analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk

anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB

digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi

bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia

adalah suntikan 50 mg/ml.

d.Efek samping

Efek yangberbahaya ialah terjadinya kekakuan otot punggung yang

sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat menyebabkan

peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol. 

2.2 ANALGETIKA NON OPIOID

Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim

siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya

adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah memblok

pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang

Page 11: Tinjauan Pustaka Clear

terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak

berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors.

Obat- obat Nonopioid Analgetik ( Generic name ) yaitu : Acetaminophen, Aspirin,

Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin,

Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate, Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen,

Oxaprozin, Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac,

Tolmetin.

Berikut macam-macam obat analgesik non-opioid (non-narkotik) yaitu :

a. Salicylates

Contoh obatnya yaitu Aspirin, obat ini mempunyai kemampuan untuk menghambat

biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara

ireversibel, pada dosis yang tepat,obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin

maupun tromboksan A2, pada dosis yang biasa dapat menyebabkan efek samping yaitu

gangguan lambung (intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok

(minum aspirin bersama makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).

b. p-Aminophenol Derivatives

Page 12: Tinjauan Pustaka Clear

Contoh obatnya yaitu Acetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari fenasetin. Obat ini

bekerja menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki

efek anti-inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang

seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. Efek samping nya

kadang-kadang timbul pada saat terjadi peningkatan ringan pada enzim hati. Pada dosis

besar dapat menimbulkan pusing, mudah terangsang dan disorientasi.

c. Indoles and Related Compounds

Contoh obatnya adalah Indomethacin (Indocin), obat ini lebih efektif daripada aspirin dan

merupakan obat penghambat prostaglandin terkuat. Efek samping nya dapat

menimbulkan efek terhadap saluran cerna seperti nyeri pada abdomen, diare, pendarahan

saluran cerna, dan pancreatitis, serta dapat menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi

kelainan pada hati.

d. Fenamates

Contoh obatnya adalah Meclofenamate (Meclomen), merupakan turunan dari asam

fenamat yang mempunyai waktu paruh pendek. Efek samping nya serupa dengan obat-

obat AINS baru yang lain dan tidak ada keuntungan lain yang melebihinya. Obat ini dapat

meningkatkan efek antikoagulan oral dan dikontraindikasikan pada kehamilan.

e. Arylpropionic Acid Derivatives

Contoh obatnya adalah Ibuprofen (Advil). Obat ini tersedia bebas dalam dosis rendah

dengan berbagai nama dagang. Obat ini dikontraindikasikan pada mereka yang menderita

polip hidung, angioedema, dan reaktivitas bronkospastik terhadap aspirin. Efek samping

obat ini adalah gejala gangguan saluran pencernaan.

f. Pyrazolone Derivatives

Contoh obatnya adalah Phenylbutazone (Butazolidin). Obat ini sering digunakan untuk

artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Obat ini mempunyai efek anti-

inflamasi yang kuat. Tetapi memiliki efek samping yang serius seperti agranulositosis,

anemia aplastik, anemia hemolitik, dan nekrosis tubulus ginjal.

Page 13: Tinjauan Pustaka Clear

Contoh obatnya : Piroxicam (Feldene), obat AINS dengan struktur baru. Waktu paruhnya

panjang untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek

sampingnya meliputi tinitus, nyeri kepala, dan rash.

g. Acetic Acid Derivatives

Contoh Obatnya adalah Diclovenac (Volatren). Obat ini adalah penghambat

siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi , analgetik, dan antipiretik. Waktu

paruhnya pendek, dianjurkan untuk pengobatan arthritis rheumatoid dan berbagai

kelainan otot rangka. Efek sampingnya distress saluran cerna, perdarahan saluran cerna

dan tukak lambung.

h. Miscellaneous Agents

Contoh obatnya adalah Oxaprozin (Daypro). Obat ini mempunyai waktu paruh yang

panjang. Obat in memiliki beberapa keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan obat

AINS lain.

Contoh Obat lain nya, yaitu sebagai berikut :

1. Ketorolak

Ketorolak termasuk anti inflamasi non-steroid dengan sifat analgesik yang kuat

dan efek antiinflamasi sedang. Ketorolak bekerja secara selektif menghambat sintesis

prostaglandin (COX-1) di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di sistem saraf

pusat.

Absorpsi ketorolak berlangsung cepat, baik itu melalui oral, intravena maupun

intramuskular. Ketorolak dapat dipakai sebagai pengganti morfin dan penggunaannya

dengan analgesik opioid dapat mengurangi kebutuhan opioid sebesar 20-50%. Dosis

intramuskular ketorolak sebesar 30-60 mg, secara intravena sebesar 15-30 mg, dan

secara oral sebesar 5-30 mg. Efek analgesia dicapai dalam 30 menit, maksimal

setelah 1-2 jam dengan lama kerja 4-6 jam..Ketorolak bersifat toksik pada beberapa

Page 14: Tinjauan Pustaka Clear

organ, seperti hati, lambung, dan ginjal jika digunakan dalam jangka waktu lebih dari

5 hari.

2.  Ketoprofen

      Ketoprofen diberikan secara oral, kapsul, tablet dengan dosis 100-200

mg/hari, Per-rektal 1-2 suppositoria, Suntikan intarmuskuler 100-300mg/hari, dan

Intravena  per-infus dihabiskan dalam 20 menit

Efek samping golongan Analgetik Non-Opioid (NSAID) 

Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah, konstipasi,

diare, dispepsia, perdarahan tukak lambung, ulserasi mukosa lambung.

Hipersensitivitas kulit: gatal, pruritus, erupsi, urtikaria, sindroma Steven-Johnson.

Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus,

retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin, pererenal azotemia, nekrosis

papil ginjal, nefritis, sindroma nefrotik.

Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin, bilirubin, ikterus

hepatoseluler.

Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.

Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi, gagal

jantung.

Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.

Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak kecil.

Penanganan Nyeri Menurut WHO

Page 15: Tinjauan Pustaka Clear

Tangga analgetik. WHO telah menyusun suatu program penggunaan analgetik untuk

nyeri hebat (misal pada kanker), Tujuannya untuk menghindari resiko habituasi dan

adiksi untuk opioi. Menurut WHO penanganan nyeri digolongkan dalam 3 kelas, yaitu :

1. Pada awalnya langkah pertama hendaknya menggunakan obat analgesik non-opiat,

seperti: NSAID, termasuk asetosal dan kodein

2. Apabila penderita masih mengeluh nyeri, maka naik ke tangga selanjutnya atau langkah

kedua, yaitu ditambahkan dengan obat opioid golongan lemah, seperti : d-propoksifen,

tramadol dan kodein atau kombinasi parasetamol+kodein

3. Apabila ternyata nyeri masih belum reda atau menetap lama maka sebagai langkah ketiga

disarankan menggunakan opioid kuat, seperti : morfin

2.3 ANASTETIK LOKAL

A. DEFINISIKata anestesi berasal dari bahasa Yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit.

Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang

Page 16: Tinjauan Pustaka Clear

meliputi pemberian anestesi maupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien dioperasi

atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat,

pemberian terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.

Anestesi lokal adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai

hilangnya kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat dilakukan dengan teknik :

1. Anestesi permukaan, yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal di atas

selaput mukosa seperti mata, hidung, atau faring. Contohnya Chlorethyl.

2. Anestesi infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di sekitar

tempat lesi, luka atau insisi. Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah blokade lingkar

dan obat disuntikkan intradermal atau subkutan.

. 3. Anestesi blok, yaitu penyuntikan analgetika lokal langsung ke saraf utama atau

pleksus saraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misalnya saraf

oksipital dan pleksus brakialis, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal.

Pada anestesi spinal, analgetik lokal disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid di antara

konus medularis dan bagian akhir ruang subaraknoid. Anestesi epidural diperoleh dengan

menyuntikkan zat anestetik lokal ke dalam ruang epidural. Pada anestesi kaudal, zat

analgetik lokal disuntikkan melalui hiatus sakralis.

4. Anestesi regional intravena, yaitu penyuntikkan larutan analgetik lokal intravena.

Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik

dengan turniket pneumatik (Bier Block). Paling baik digunakan untuk ekstremitas atas.

Atau dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu :

1. Neurological blockade perifer

Topical

Infiltration

Nerve block

IV regional anestesia

2. Neurological blockade sentral

Anesthesia spinal

Anesthesia epidural

B. KLASIFIKASIAnestesi lokal terdiri dari beberapa golongan, yaitu :

1. Golongan ester (-COOC-)

Kokain, benzokain, prokain (novocaine), tetrakain (pantocaine).2. Golongan amida (-NHCO-)

Page 17: Tinjauan Pustaka Clear

Lidokain (xylocaine), mepivakaine (carbocaine), prilokain (citanest), bupivacaine

(marcaine), etidokain (duranest), dibukain (nupericaine), ropivakain (naropin),

levobupivacaine (chirocaine).

Perbedaan Ester dan Amide

Ester :

- Relatif tidak stabil dalam bentuk larutan

- Dimetabolisme dalam plasma oleh enzyme pseudocholinesterase

- Masa kerja pendek

- Relative tidak toksik

- Dapat bersifat allergen, karena strukturnya mirip PABA (para amino benzoic acid).

Amide :

- Lebih stabil dalam bentuk larutan

- Dimetabolisme dalam hati

- Masa kerja lebih panjang

- Tidak bersifat alergen

IV. OBAT-OBAT LOKAL ANESTESI

Obat anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan

secara lokal. Anestesi lokal ideal adalah yang :

1. Tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara permanen

2. Batas keamanan lebar

3. Mula kerja singkat

4. Masa kerja cukup lama

5. Larut dalam air

6. Stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan

7. Poten dan bersifat sementara (efeknya reversible)8. Harganya murah

a. Lidokain

Lidokain (lignokain, xylocain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas

dengan pemberian topikal dan suntikan. Efek anestesi terjadi lebih cepat, kuat, lebih

lama dan lebih ekstensif dibandingkan daripada yang ditimbulkan oleh prokain pada

konsentrasi yang sebanding. Larutan lidokain 0,25-0,5 % dengan atau tanpa adrenalin

digunakan untuk anestesi infiltrasi, sedangkan larutan 1-2 % untuk anestesi blok dan

Page 18: Tinjauan Pustaka Clear

topikal. Untuk anestesi permukaan/topikal tersedia lidokain gel 2 %. Sedangkan pada

analgesi/anestesi lumbal digunakan larutan lidokain 5 %.

Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tapi kecepatan absorpsi dan

toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat

terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Lidokain

dapat menimbulkan kantuk. Setelah disuntikkan, obat dengan cepat akan dihidrolisis

dalam jaringan tubuh pada pH 7,4-4,5.

Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf,

anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk

anestesia selaput lendir.

Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya

mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma, dan bangkitan.

Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau

oleh henti jantung.\

Page 19: Tinjauan Pustaka Clear

b. Bupivakain

Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek

blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain

lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa

pascapembedahan.

Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25-0,5% untuk anestesia

infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk

anestesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB.

Indikasi

Bupivakain digunakan untuk anestesi lokal termasuk infiltrasi, block saraf, epidural, dan

anestesi intratekal. Bupivakain sering diberikan melalui injeksi epidural sebelum

melakukan arthroplasty panggul total. Juga sering diinjeksikan ke luka pembedahan

untuk mengurangi nyeri hingga 20 jam setelah operasi. Terkadang, bupivakain

dikombinasikan dengan epinephrine untuk memperlama durasi, dengan fentanil untuk

analgesia epidural atau glukosa.

Kontra indikasi

Kontraindikasi bupivakain untuk anestesi regional intravena karena resiko dari kesalahan

tourniquet dan absorpsi sistemik obat.

Efek Samping

Dibandingkan dengan obat anestesi lokal lainnya, bupivakain dapat mengakibatkan

kardiotoksik. Akan tetapi efek samping akan menjadi jarang bila diberikan dengan

benar. Kebanyakan efek samping berhubungan dengan cara pemberian atau efek

farmakologis dari anestesi. Tetapi reaksi alergi jarang terjadi

Bupivakain dapat mengganggu konsentrasi plasma darah yang diakibatkan karena

efeknya yang mempengaruhi CNS dan kardiovaskuler.

c. Levobupivakain

Jika dibandingkan dengan bupivakain, levobupivakain menyebabkan lebih sedikit

vasodilatasi dan memiliki duration of action yang lebih panjang. Obat ini memiliki

sekitar 13 persen daya potensial (melalui molaritas) lebih daripada golongan bupivakain.

Page 20: Tinjauan Pustaka Clear

2

Indikasi

Levobupivakain diindikasikan untuk lokal anestesi meliputi infiltrasi, blok nervus

oftalmik, anestesi epidural dan intratekal pada orang dewasa serta dapat juga digunakan

sebagai analgesia pada anak-anak.

Kontraindikasi

Levobupivakain dikontraindikasikan untuk regional anastesia IV (IVRA).

Efek Samping

Jarang terjadi reaksi efek samping jika pemberian obat ini benar. Beberapa efek

samping yang terjadi berhubungan dengan teknik pemberian (dihasilkan pada

systemic exposure) atau efek farmakologikal dari anestesi yang diberikan, tetapi reaksi

alergi jarang terjadi.

Efek sistem saraf pusat meliputi eksitasi sistem saraf pusat (gelisah, gatal di sekitar

mulut, tinnitus, tremor, pusing, penglihatan kabur, seizure) dan diikuti oleh depresi

(perasaan kantuk, kehilangan kesadaran, penurunan pernafasan dan apnea). Efek

kardiovaskular meliputi hipotensi, bradikardi, aritmia, dan/atau henti jantung. Kadang-

kadang dapat terjadi hipoksemia sekunder pada saat penurunan sistem pernafasan.

d. Prokain

Prokain, obat anestesi sintetik yang pertama kali dibuat, merupakan derivate benzoat

yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn) dengan sifat yang tidak begitu toksik

dibandingkan kokain. Anestetik lokal dari kelompok ester ini bekerja dengan durasi

yang sangat singkaT

Efek sampingnya yang serius adalah hipertensi, yang kadang-kadang pada dosis rendah

sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian. Efek samping yang harus

dipertimbangkan pula adalah reaksi alergi terhadap sediaan kombinasi prokain-

penisilin. Berlainan dengan kokain zat ini tidak memberikan adiksi. Reaksi alergi ini

dapat juga terjadi karena pemakaian secara berulang preparat prokain bagi tubuh. Dosis :

anestesi infiltrasi 0,25-

0,5 %, blockade saraf 1-2 %.

e. Tetrakain

Page 21: Tinjauan Pustaka Clear

3

Tetrakain (pantokain) adalah obat anestesi lokal yang biasanya digunakan sebagai obat

untuk diagnosis atau terapi pembedahan.

Tetrakain biasanya digunakan untuk anestesi pada pembedahan mata, telinga, hidung,

tenggorok, rectum, dan kulit.

Salah satu anestesi lokal yang dapat digunakan secara topikal pada mata adalah

tetrakain hidroklorida. Untuk pemakaian topikal pada mata digunakan larutan

tetrakain hidroklorida 0,5%. Kecepatan anastetik tetrakain hidroklorida 25 detik

dengan durasi aksinya selama 15 menit atau lebih.

Tabel 1. Obat anestesi lokal*

Jenis Nama dagang

Penggunaan Onset(menit)

Durasi( jam )

Dosis maksimum

Dosis maksimum + epinefrin

AmidaBupivakainDibukainEtidokainLidokainMepivakainPrilokainPrilokain/lidokain

MarcaineNupercainDuranestXylocaineCarbocaineCitanestEMLA

InfiltrasiTopikalInfiltrasiInfiltrasi/topikalInfiltrasiInfiltrasitopikal

2-10 cepat3-5cepat3-20cepat30-120

3-10singkat3-101-22-32-4singkat

175 mg

300 mg300 mg300 mg400 mg

250 mg

400 mg500 mg400 mg600 mg

EsterBenzokainKloroprokainKokainProkainProparakainTetrakainTetrakain

AnbesolNesacaine

NovocaineOphthainePontocaineCetacaine

TopikalInfiltrasiTopikalInfiltrasiTopikalInfiltrasitopikal

CepatCepat2-10lambatcepatlambatcepat

Singkat0,5-21-31-1,5singkat2-3singkat

600 mg200 mg500 mg

20-50 mg

600 mg

Page 22: Tinjauan Pustaka Clear

4

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN ANESTESI LOKAL

Keuntungan Anestesia lokal

Alat minim dan teknik relatif sederhana sehingga biaya relatif lebih murah.

Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh)

karena penderita sadar sehingga resiko aspirasi berkurang

Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.

Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.

Perawatan post operasi lebih ringan/murah

Kehilangan darah sedikit.

Respon autonomic dan endokrin sedikit.menurun.

Kerugian anestesia lokal

Tidak semua penderita mau

Membutuhkan kerjasama penderita

Sulit diterapkan pada anak-anak Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional

Pasien lebih suka dalam keadaan tidak sadar

Tidak praktis jika diperlukan beberapa suntikan

Ketakutan bahwa efek obat menghilang ketika pembedahan belum selesai

Efek samping sangat berat kematian

Efek Samping terhadap Sistem Tubuh

Sistem kardiovaskular

1. Depresi automatisasi miokard

2. Depresi kontraktilitas miokard

3. Dilatasi arteriolar

4. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasi

Sistem pernapasan

Relaksasi otot polos bronkus. Henti napas akibat paralise saraf frenikus, paralise

interkostal atau depresi langsung pusat pengaturan napas.

Page 23: Tinjauan Pustaka Clear

5

Sistem Saraf Pusat (SSP)

SSP rentan terhadap toksisitas anestetika lokal, dengan tanda-tanda awal

parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur, agitasi,

twitching, depresi pernapasan, tidak sadar, konvulsi, koma. Tambahan adrenalin berisiko

kerusakan saraf.

Imunologi

Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan

derivate para-amino-benzoic acid (PABA) yang dikenalk sebagai allergen.

Sistem musculoskeletal

Bersifat miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain).

Tambahan adrenalin berisiko kerusakan saraf. Regenerasi dalam waktu 3-4

minggu.

Toksisitas Lokal

Terjadi pada tempat suntikan berupa edema, abses nekrosis dan gangrene. Komplikasi

infeksi hampir selalu disebabkan kelalaian tindakan asepsis dan antisepsis. Iskemia

jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang disuntikkan pada

daerah end arteri.

Page 24: Tinjauan Pustaka Clear

6

BAB III

PENUTUP

1. Pengaruh dari berbagai obat golongan analgetik opioid sering dibandingkan dengan

morfin, dan tidak semua obat golongan opioid yang dipasarkan di Indonesia. Terbatasnya

peredaran obat tersebut tidak terlepas pada kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan obat.

2. Analgetik Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin,

fentanil.

3. Analgetik Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan

reseptor morfin. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan

dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca

pembedahan.

4. Analgetik non opioid bekerja dengan cara mengeblok pembentukan prostaglandin dengan

jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi

pembentukan mediator nyeri, dengan salah satu contoh obatnya adalah ketorolac dan

ketoprofen.

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: Tinjauan Pustaka Clear

7

1. Freddy P. Wilmana. 2005. Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Non Steroid

dan Obat Pirai, dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Bagian Farmakologi

FKUI.

2. Furst DE, Ulrich RW. Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs, Nonopioid Analgesics, &

Opioid Analgesics. In: Katzung BG, editor. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed.

Boston: McGraw-Hill; 2007

3. Goodman, Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Ed : VII. EGC : Jakarta.

hal.553,573-4, 666, 691.

4. Katzung, Bertram G., 2012, Farmakologi Dasar dan Klinik, E d : X I I . EGC:

Jakarta.

5. Latief. S. A, Suryadi K. A, dan Dachlan M. R, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Ed: II.

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI : Jakarta, Juni, 2002, hal ; 77-83, 161.

6. Muhardi dan Susilo, Penanggulangan Nyeri Pasca Bedah. Bagian Anestiologi dan Terapi

Intensif FK-UI : Jakarta 1998, hal ; 199.

7. Neal, M, J. 2008. At a Glance Farmakologi Medis, Ed : V. Erlangga : Jakarta

8. Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana, Drs. 2007. Obat-Obat Penting dalam Farmakologi,

Ed : VI. PT. Gramedia : Jakarta

9. Wibowo, Sunekto, Abdul, dkk. 2001. Farmakoterapi dan Neurologi. Salemba Medika :

Jakarta

10. Wilmana PF, Gan S. Analgesik-Antipiretik, Analgesik dan Anti-inflamasi Nonsteroid. In:

Gan S, editor. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2007.

Page 26: Tinjauan Pustaka Clear

8

Page 27: Tinjauan Pustaka Clear

9

Page 28: Tinjauan Pustaka Clear

10

Page 29: Tinjauan Pustaka Clear

11

Page 30: Tinjauan Pustaka Clear

12

Page 31: Tinjauan Pustaka Clear

13