bab ii (clear) perio

Upload: tri-sakti-sunda-romdhoni

Post on 01-Mar-2016

66 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

unduh

TRANSCRIPT

4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jaringan Periodontal

Jaringan periodontal disebut juga jaringan pendukung gigi. Periodonsium mempunyai empat komponen yaitu gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal dan sementum (Manson, 1993).

2.1.1 Ligamen periodontal

Ligamen adalah suatu ikatan, biasanya menghubungkan dua buah tulang. Akar gigi berhubungan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui struktur jaringan ikat yang dianggap sebagai ligamen. Ligamen periodontal tidak hanya menghubungkan gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang gigi pada soketnya dan menyerap beban yang mengenai gigi. Struktur ligamen biasanya menyerap beban tersebut secara efektif dan meneruskannya ke tulang pendukung (Manson, 1993).

Gambar 1. Ligamen Periodontal (Melfi and Alley, 2000)

Ketebalan ligamen bervariasi dari 0,3-0,1 mm. Ligamen periodontal yang terlebar pada mulut soket dan pada apeks gigi dan yang tersempit adalah pada aksis rotasi gigi yang terletak sedikit apikal dari pertengahan akar. Pada keadaan sehat, gigi mempunyai rentang gerakan yang normal. Seperti sebagian rangka lainnya, stres fungsional dibutuhkan untuk mempertahankan integritas ligamen periodontal. Bila stres fungsional besar, ligamen biasanya juga lebih tebal dan bila gigi tidak berfungsi ligamen akan menjadi tipis setipis 0,06 mm. Dengan terjadinya proses penuaan, ligamen akan menjadi lebih tipis (Manson, 1993).

Elemen terpenting dari ligamen periodontal adalah principal fibers (serabut-serabut dasar). Menurut Phinney and Halstead (2003), enam grup dari prinsipal fibers yaitu:

a. Alveolar crest, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan tiltingb. Horizontal, berfungsi dengan cara yang kebanyakan sama dengan alveolar crest

c. Oblique, merupakan fibers grup yang sangat banyak. Fungsinya asalah untuk menahan gaya intrusif yang mendorong gigi ke dalam

d. Apical, berfungsi untuk menahan gaya yang mencoba untuk menarik gigi keluar, dan juga gaya rotasi

e. Interradicular, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang gigi pada kontak interproksimal

f. Interdental (transeptal), berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang gigi di daerah kontak interproksimal

Gambar 2. Principal Fibers dari Ligamen Periodontal (Phinney and Halstead, 2003)

Ligamen periodontal mempunyai 2 grup substansi utama yaitu proteoglycans dan glycoprotein. Dua grup ini tersusun atas protein dan polisakarida. Substansi dasar pada ligamen periodontal adalah 70% berupa air. Fungsi substansi dasar adalah mentransportasikan makanan ke sel dan membuang produk dari sel ke pembuluh darah (Chandra, 2004).

Menurut Willmann (2007), fungsi ligamen periodontal meliputi fungsi suportive, formative, resorptive, sensory and nutritive

a. Fungsi suportive

Melekatkan tulang ke soket gigi

Menangguhkan gigi dalam soketnya, memisahkannya dari dinding soket, sehingga akar tidak bertabrakan dengan tulang ketika mastikasi

b. Fungsi formative

Ligamen periodontal mengandung sementoblas yang memproduksi sementum sepanjang kehidupan gigi, semenata osteoblas mempertahankan tulang dari soket gigi

c. Fungsi resorptive

Dalam merespon tekanan yang berat, sel dari ligamen periodontal dapat memproduksi resorbsi tulang dengan cepat dan kadang-kadang meresorpsi sementum

d. Fungsi sensory

Ligamen periodontal disuplai dengan serabut saraf yang mengirimkan tekanan taktil dan sensanyi nyeri

e. Fungsi nutritive

Ligamen periodontal disuplai oleh pembuluh darah yang menyediakan nutrien untuk sementum dan tulang

2.1.2 Tulang Alveolar

Prosesus alveolaris adalah bagian dari tulang rahang yang menopang gigi-geligi. Prosesus alveolaris tidak terlihat pada keadaan anodonsia. Tulang dari prosesus alveolaris tidak berbeda dengan tulang pada bagian tubuh lainnya (Manson, 1993).

Tulang alveolar terdiri atas tulang spons diantara dua lapis tulang kortikal. Lempeng kortikal luar adalah lanjutan korteks mandibula atau maksila. Lempeng kortikal dalam bersebelahan dengan membran periodontal gigi yang disebut lamina dura. Tulang alveolar mengelilingi akar untuk membentuk sakunya. Pembuluh darah dan saraf ke gigi menembus tulang alveolar ke foramen apikal untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat terjadi resorpsi nyata dari tulang alveolar (Bloom and Fawcett, 2002).

Tulang alveolar tersusun atas alveolar bone proper dan supporting bone. Alveolar bone proper adalah tulang yang melapisi soket. Dalam istilah radiologi disebut lamina dura. Supporting bone meliputi compact cortical plates dan spongy bone (Avery et all, 2002).

Gambar 4. Tulang Alveolar (Avery et all, 2002).a. Alveolar bone proper

Alveolar bone proper adalah lapisan tipis tulang yang mengelilingi akar gigi dan memberikan perlekatan pada pada prinsipal fibers dari ligamen periodontal. Alveolar bone proper membentuk lapisan dalam soket (Bathla, 2012).

b. Supporting alveolar bone

Supporting alveolar bone adalah tulang yang mengelilingi alveolar bone proper dan memberikan dukungan pada soket. Supporting alveolar bone terdiri dari dua bagian yaitu:

Cortical plates yang terdiri dari compact bone dan membentuk outer dan inner plates dari tulang alveolar

Spongy bone yang mengisi area diantara plates dan alveolar bone proper. Spongy bone juga disebut trabecular bone atau cancellous bone (Bathla, 2012).

Gambar 5. Struktur Tulang Alveolar (Bathla, 2012)

Komposisi tulang alveolar terdiri dari bahan inorganik 67% hydroxyapatite dan bahan organik 33%. Bahan organik terdiri dari kolagen 28% tipe I terutama, tipe III, V, XII dan XIV. Selain itu, bahan organik juga mengandung protein non-kolagen 5% yaitu berupa osteonectin, oateopontin, bone sialoprotein, osteocalcin, bone proteoglycan, biglycan, bone proteoglycan II decorin, thrombospodin dan bone morphogenetic proteins (BMPs) (Bathla, 2012).

2.1.3 Gingiva

Gingiva adalah bagian mukosa mulut yang tersusun dari jaringan ikat fibrosa, yang ditutupi epitel dan menutupi processus alveolar rahang dan mengelilingi leher gigi (Newman, 2002). Mukosa mulut terdiri atas 3 bagian yaitu:

1. Mukosa mastikator atau pengunyahan yang meliputi gingiva dan mukosa yang meliputi palatum.

2. Mukosa specialized yang meliputi dorsum dari lidah.

3. Mukosa oral meliputi daerah rongga mulut lainnya (Itjingningsih,1991).

Menurut Newman, dkk (2002), gingiva secara anatomis dibagi atas:

1. Free gingiva

Free gingiva Yaitu tepi atau pinggir gingiva yang mengelilingi gigi. Bagian ini berbatasan dengan attached gingiva atau suatu lekukan dangkal yang disebut free gingival groove. Lebar gingival kurang lebih 1 mm, dapat dilakukan dengan alat periodontal probe dan permukaan gigi. Bagian ini juga merupakan salah satu dinding jaringan lunak dari sulcus gingiva.

2. Attached gingivaAttached gingiva tidak terpisah dengan marginal gingiva. Padat, lenting, (resilient), melekat erat keperiosteal tulang alveolar. Sampai meluas ke mukosa alveolar yang longgar dengan mudah bergerak dibatasi oleh muko gingival junction. Attached gingiva melekat erat ke periosteum tulang alveolar. Lebarnya kurang lebih 1-9 mm. Pada bagian palatal maksila gingiva ini berlanjut terus dengan mukosa palatum sedangkan pada bagian lingual mandibula berakhir di perbatasannya dengan mukosa oral sampai membran mukosa dasar mulut.

3. Interdental gingivaMengisi embrasus gingival, yaitu ruang proximal, di bawah daerah kontak gigi. Interdental gingiva pada gigi bagian anterior berbentuk piramida, dan bagian posterior berbentuk seperti lembah.

Gambar 6. Gingiva secara anatomis

Gingiva terdiri atas lapisan epitel berupa epitel skuama berlapis dan jaringan ikat yang disebut lamina propria.

1. Epitel gingivaFungsi epitel gingiva untuk melindungi struktur yang berada dibawahnya, serta memungkinkan terjadinya perubahan selektif dengan lingkungan oral. Perubahan tersebut dimungkinkan oleh adanya proses proliferasi dan diferensiasi. Terdapat 3 epitel pada gingiva yaitu :

a. Epitel oral

Epitel oral yaitu epitel skuama berlapis yang berkeratin (keratin-ized) atau berparakeratin (parakeratinized) yang membalut permukaan vestibular dan oral gingiva. Epitel ini meluas dari batas mukogingival ke krista tepi gingiva (crest gingival margin), kecuali pada per-mukaan palatal dimana epitel ini menyatu dengan epitel palatum.

b. Epitel sulkular

Epitel ini mendindingi sulkus gingiva dan menghadap ke permukaan gigi tanpa melekat padanya dan merupakan epitel skuama berlapis yang tipis, tidak berkeratin, tanpa rete peg dan perluasan-nya mulai dari batas koronal epitel penyatu sampai ke krista tepi gingiva. Epitel ini penting sekali artinya karena bertindak sebagai membran semipermeabel yang dapat dirembesi oleh produk bakteri masuk ke gingiva, dan oleh cairan gingiva yang keluar ke sulkus gingiva.

c. Epitel penyatu

Membentuk perlekatan antara gingiva dengan permukaan gigi berupa epitel skuama berlapis tidak berkeratin. Pada usia muda epitel penyatu terdiri atas 3 - 4 lapis, namun dengan bertambahnya usia lapisan epitelnya bertambah menjadi 10 - 20 lapis. Epitel ini melekat ke permukaan gigi dengan bantuan lamina basal. panjangnya bervariasi antara 0,25 - 1,35 mm merentang dari dasar sulkus gingiva sampai 1,0 mm koronal dari batas semento-enamel pada gigi yang belum mengalami resesi. Bila gigi telah mengalami resesi, epitel penyatu berada pada sementum.

2. Jaringan ikat gingivaJaringan ikat gingiva terdiri atas dua lapisan:

a. Lapisan papilari (papillary layer) yang berada langsung dibawah epitel, yang terdiri atas: proyeksi papilari (papillary projection) diselang-selingi oleh rete peg epitel

b. Lapisan retikular (reticular layer) yang ber-lanjut ke periosteum tulang alveolar. Substansi dasar jaringan ikat gingiva mengisi ruang antara serat-serat dan sel-sel, amorf, dan mengandung banyak air

Gambar 7. Epitel & lamina propria

2.1.4 Sementum

Sementum merupakan struktur terkalsifikasi (avaskuler mesenchymal) yang menutupi permukaan luar anatomis akar, yang terdiri atas matriks terkalsifikasi yang mengandung serabut kolagen. Sementum menutupi dentin akar gigi mulai dari bagian korona akar sampai ujung bawahnya. Komposisi sementum terdiri atas: komponen organic 50-55 %, komponen anorganik 45-50 %, dan air 1%.

Gambar 8. SementumSementum berasal dari sel mesenkimal folikel gigi yang berkembang menjadi sementoblas. Sementoblas menimbun suatu matriks, disebut sementoid yang mengalami pertambahan pengapuran dan menghasilkan dua jenis sementum aseluler dan seluler (Grossman, 1995).

Terdapat dua tipe sementum yakni:

1. Sementum Aseluler

Sementum aseluler tidak mengandung sel, terbentuk sebelum gigi mencapai oclusal plane (erupsi), ketebalannya sekitar 30-230 m. Serabut sharpey membentuk sebagian besar struktur aseluler sementum. Selain itu juga, mengandung fibril-fibril kolagen yang terkalsifikasi yang tersusun beraturan atau parallel terhadap permukaan (Grossman, 1995).

Gambar 9. Sementum aseluler tampak radiologi2. Sementum Seluler

Sementum seluler banyak ditemukan di daerah apikal dan bifurkasi akar gigi. Lebih sedikit terkalsifikasi daripada tipe aseluler, serabut sharpey porsinya sedikit, dan terpisah dari serabut lain yang tersusun parallel pada permukaan akar, lebih tebal dari aseluler sementum (Grossman, 1995).

Gambar 10. Sementum seluler2.2 Klasifikasi Penyakit Periodontal

1. Klasifikasi Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis. Konsep patogenesis penyakit periodontal yang diperkenalkan oleh Page dan Schroeder terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu : Permulaan, Dini, Menetap dan Parah Tiga tahap pertama yaitu permulaan, dini dan menetap merupakan tahap pada diagnosa gingivitis dan tahap parah merupakan diagnosa periodontitis (Lamford, S. 1995).

Klasifikasi penyakit periodontal secara klinik dan histopatologi pada anak-anak dan remaja dapat dibedakan atas 6 (enam) tipe :

1. Gingivitis kronis

2. Periodontitis Juvenile Lokalisata (LPJ)

3. Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)

4. Periodontitis kronis

5. Akut Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)

6. Periodontitis Prepubertas2.2.1 Gejala Klinis

Untuk mengungkapkan gejala-gejala penyakit periodontal dapat dinilai melalui pemeriksaan secara klinis dan histopatologis.

1. Gingivitis Kronis

Prevalensi gingivitis pada anak usia 3 tahun dibawah 5 %, pada usia 6 tahun 50 % dan angka tertinggi yaitu 90 % pada anak usia 11 tahun. Sedangkan anak usia diantara 11-17 tahun mengalami sedikit penurunan yaitu 80- 90 %.

Gingivitis biasanya terjadi pada anak saat gigi erupsi gigi sulung maupun gigi tetap dan menyebabkan rasa sakit. Pada anak usia 6-7 tahun saat gigi permanen sedang erupsi, gingival marginnya tidak terlindungi oleh kontur mahkota gigi. Keadaan ini menyebabkan sisa makanan masuk ke dalam gingiva dan menyebabkan peradangan.

Gambar 11. Gingivitis Kronis

Terjadi inflamasi gingiva tanpa adanya kehilangan tulang atau perlekatan jaringan ikat.

Tanda pertama dari inflamasi adanya hiperamie, warna gingiva berubah dari merah muda menjadi merah tua, disebabkan dilatasi kapiler, sehingga jaringan lunak karena banyak mengandung darah. Gingiva menjadi besar (membengkak), licin, berkilat dan keras, perdarahan gingiva spontan atau bila dilakukan probing, gingiva sensitif, gatal-gatal dan terbentuknya saku periodontal akibat rusaknya jaringan kolagen. Muncul perlahan-lahan dalam jangka lama dan tidak terasa nyeri kecuali ada komplikasi dengan keadaan akut. Bila peradangan ini dibiarkan dapat berlanjut menjadi periodontitis (Lamford, S. 1995).

2. Periodontitis Juvenile Lokalisata (LJP)

Penderita biasanya berumur 12-26 tahun, tetapi bisa juga terjadi pada umur 10-11 tahun.

Perempuan lebih sering diserang daripada laki-laki (3 : 1)

Gigi yang pertama dirusak molar satu dan insisivus.

Angka karies biasanya rendah.

Netrofil memperlihatkan kelainan khemotaksis dan fagositosis

Sangat sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang melekat pada gigi, tetapi pada tempat yang dirusak dijumpai kalkulus subgingiva (Lamford, S. 1995).

Gingiva bisa kelihatan normal tetapi dengan probing bisa terjadi perdarahan dan gigi yang dikenai akan terlihat goyang.

Gambar 12. Periodontitis Juvenile Lokalisata (LPJ)

3. Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)

GJP ini mirip dengan LJP, tetapi GJP terjadi secara menyeluruh pada gigi permanen dan dijumpai penumpukan plak yang banyak serta inflamasi gingiva yang nyata. Melibatkan keempat gigi molar satu dan semua insisivus serta dapat merusak gigi lainnya (C, P, M2) (Lamford, S. 1995).

Gambar 13. Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)4. Periodontitis Kronis

Periodontitis kronis merupakan suatu diagnosa yang digunakan untuk menyebut bentuk penyakit periodontal destruktif, namun tidak sesuai dengan kriteria periodontitis juvenile generalisata, lokalisata maupun prepubertas.

Penyakit ini mirip dengan gingivitis kronis, akan tetapi terjadi kehilanga sebagian tulang dan perlekatan jaringan ikat.

Perbandingan penderita antara perempuan dan laki-laki hampir sama

Angka karies biasanya tinggi

Respon host termasuk fungsi netrofil dan limposit normal (Lamford, S. 1995).

Gambar 14. Periodontitis kronis

5. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)

Adanya lesi berbentuk seperti kawah (ulkus) pada bagian proksimal dengan daerah nekrosis yang luas, ditutupi / tidak ditutupi lapisan pseudomembran berwarna putih keabu-abuan.

Lesi yang mengalami inflamasi akut menambah serangan rasa sakit yang cepat, perdarahan dan sangat sensitif bila disentuh.

Gingiv berkeratin, edematus dan epitelnya terkelupas.

Mulut berbau, kerusakan kelenjar limpa , lesu dan perasaan terbakar.

Penyakit ini sangat besar kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor etiologi sekunder seperti stress dan kecemasan. Dapat juga dipengaruhi faktor-faktor lain seperti kelelahan, daya tahan tubuh yang menurun, kekurangan gizi, merokok, infeksi virus, kurang tidur, disamping dipengaruhi faktor lokal lainnya (Lamford, S. 1995).

Gambar 15. Akut Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)

6. Periodontitis Prepubertas Pasien di bawah umur 12 tahun (4 atau 5 tahun).

Perbandingan jenis kelamin hampir sama.

Angka karies biasanya rendah

Plak dan kalkulus yang melekat pada gigi biasanya sedikit

Kehilangan tulang dan lesi furkasi (furcation involment) terlihat secara radiografis.

Kerusakan jaringan periodontal lebih cepat pada bentuk generalisata dari pada bentuk terlokalisir (Lamford, S. 1995).

Gambar 16. Periodontitis Prepubertas2.2.2 Klasifikasi GingivalGingivitis berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 golongan:

1. Gingivitis local (Simple Gingival)

Disebabkan oleh iritasi yang bersifat lokal, seperti : kalkulus, sisa makanan, debris, tambalan yang jelek, maloklusi. Yang termasuk dalam golongan gingivitis ini adalah : Gingivitis eruptif, gingivitis marginal, gingivitis hiperplastika2. Gingivitis spesifik (complex gingival)

Disebabkan oleh penyakit sistemik/ dari dalam tubuh seperti defisiensi vitamin, penyakit infeksi akut, keracunan logam berat, kelainan darah. Yang termasuk ke dalam golongan gingivitis ini antara lain: Gingivitis scorbutis (defisiensi vitamin C), gingivitis Pellagra (defisiensi vitamin b kompleks/nutrisi), gingivitis diabetik, gingivitis logam berat (keracunan logam Ag, Hg, Pb, Bi), gingivitis Hiperplastis (karena penggunaan dilantin), Gingivitis pubertas (Radang gusi karena perbuhan hormonal) maupun disebabkan oleh karena faktor mikroorganisme/bakteri. Sebagai contoh antara lain : Gingivostomatitis Herpetik Akut Primer, Herpangina, Monoliasis (Thrush), Gingivitis Streptokokal, ANUG (Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis).2.2.3 Klasifikasi Periodontitis

Periodontitis adalah penyakit atau peradangan pada periodontium (jaringan penyangga gigi / periodontal), merupakan keradangan berlanjut akibat gingivitis yang tidak dirawat.Secara umum periodontitis terbagi atas 2 jenis yaitu:

1. Marginal periodontitis

2. Apikal periodontitisPeriodontitis marginali berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal.Sedangkan periodontitis apikalis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan sekitar apeks gigi yang biasanya merupakan lanjutan dari infeksi atau peradangan pada pulpa.

KLASIFIKASI :

1. Periodontitis kronisa. Periodontitis dewasa kronis

Tipe ini adalah tipe periodontitis yang berjalan lambat, terjadi pada 35 tahun keatas. Kehilangan tulang berkembang lambat dan didominasi oleh bentuk horizontal. Faktor etiologi utama adalah faktor lokal terutama bakteri gram negatif. Tidak ditemukan kelainan sel darah dan disertai kehilangan tulang b. Early Onset Periodontitis (EOP)

1. Periodontitis prepubertas, Tipe ini adalah tipe yang terjadi setelah erupsi gigi sulung. Terjadi dalam bentuk yang terlokalisir dan menyeluruh. Tipe ini jarang terjadi dan penyebarannya tidak begitu luas.

2. Periodontitis juvenil (periodontosis), Localised Juvenil Periodontitis (LJP) adalah penyakit peridontal yang muncul pada masa pubertas. Gambaran klasik ditandai dengan kehilangan tulang vertikal yang hebat pada molar pertama tetap, dan mungkin pada insisif tetap. Biasanya, akumulasi plak sedikit dan mungkin tidak terlihat atau hanya sedikit inflamasi yang terjadi. Predileksi penyakit lebih banyak pada wanita dengan perbandingan wanita:pria 3:1. Bakteri yang terlibat pada tipe ini adalah Actinobacillus actinomycetemcomittans. Bakteri ini menghasilkan leukotoksin yang bersifat toksis terhadap leukosit, kolagenase, endotoksin, dan faktor penghambat fibroblas. Selain bentuk terlokalisir, juga terdapat bentuk menyeluruh yang mengenai seluruh gigi-geligi. 3. Periodontitis yang berkembang cepat adalah penyakit yang biasanya dimulai sekitar masa pubertas hingga 35 tahun. Ditandai dengan resorbsi tulang alveolar yang hebat, mengenai hampir seluruh gigi. Bentuk kehilangan yang terjadi vertikal atau horizontal, atau kedua-duanya. Banyaknya kerusakan tulang nampaknya tidak berkaitan dengan banyaknya iritan lokal yang ada. Penyakit ini dikaitkan dengan penyakit sistemik (seperti diabetes melitus, sindrom down, dan penyakit-penyakit lain), tetapi dapat juga mengenai individu yang tidak memiliki penyakit sistemik. Keadaan ini dibagi dalam dua subklas: a. Tipe A: terjadi antara umur 14-26 tahun. Ditandai dengan kehilangan tulang dan perlekatan epitel yang cepat dan menyeluruh.

b. Tipe B: ditandai dengan kehilangan tulang dan perlekatan epitel yang cepat dan menyeluruh pada usia antara 26-35 tahun.

c. Nekrosis ulseratif gingivo-periodontitis (NUG-P) adalah bentuk periodontitis yang biasanya terjadi setelah episode berulang dari gingivitis ulseratif nekrosis akut dalam jangka waktu lama, yang tidak dirawat atau dirawat tetapi tidak tuntas. Pada tipe ini terjadi kerusakan jaringan di interproksimal, membentuk lesi seperti kawah, baik pada jaringan lunak maupun tulang alveolar. 2. Periodontitis agresifa. Localized Aggressive Periodontitis

Pada tahun 1923 Gottlieb melaporkan seorang pasien dengan kasus fatal influenza epidemik.Gottlieb menyebut penyakit itu sebagai difuse atrophy of the alveolar bone. Pada tahun 1928, Gottlieb mengganggap kondisi ini disebabkan oleh inhibisi pembentukan sementum yang terus menerus.

Pada tahun 1938, Wannenmacher menyebut penyakit tersebut sebagaiparodontitis marginalis progressiva. Pada akhirnya, tahun 1966,world workshop in periodontics menyimpulkan konsep periodontosis sebagai suatu gambaran degeneratif yang tidak perlu dikonfirmasi dan istilah itu harus dihilangkan dari nomenklatur periodontal.Istilah Juvenile periodontitis telah diperkenalkan oleh Chaput dan para kolega di tahun 1967 dan olehButlerpada tahun 1969. Pada tahun 1971, Baer mendefinisikan ini sebagai suatu penyakit pada periodontium yang terjadi pada remaja sehat dengan karakteristik kehilangan tulang alveolar yang sangat cepat. Pada tahun 1989,word workshop clinical periodonticsmengkategorikan penyakit ini sebagai localized juvenile periodontitis (LPJ), termasuk sub dari klasifikasi besar dariearly-onset periodontitis (EOP).Sekarang, penyakit penyakit dengan karakteristik LPJ berubah nama menjadilocalized aggressive periodontitis

Tanda-tanda Klinis :

Localized aggressive periodontitis(LAP) biasanya mempunyai onset pada usia masa pubertas atau remaja. Tanda-tanda klinisnya yaitu terlokalisasi pada gigi molar pertama atau incisivus dan hilangnya perlekatan interproksimal paling sedikit pada dua gigi permanen, satu pada gigi molar pertama dan melibatkan tidah lebih dari dua gigi selain dari gigi molar pertama dan incsivus.Kemungkinan alasan batas kerusakan jaringan periodontal dan gigi yaitu :1. Setelah melakukan kolonisasi pertama pada gigi permanen yang pertama erupsi (gigi molar pertama dan incisivus). Actinobacillusactinomycetem comitans menghindari pertahananhostdengan mekanisme yang berbeda, meliputi produksi polimorphonuclear leukocyte (PMN), faktor penghambat-chemotaxis, endotoxin, kolagen, leukotoxin, dan faktor lain yang dapat membuat bakteri berkolonisasi pada poket dan memulai perusakan jaringan periodontal. Setelah penyerangan pertama ini, pertahanan imun adekuathostdistimulasi dengan memproduksi antibody untuk menaikan jarak dan fagositosis serangan bakteri dan menetralisir aktifitas leukotoxin. Dengan cara ini, kolonisasi bakteri pada tempat lain dapat dicegah. Respon antibody yang kuat pada agen infeksi adalah karakteristik darilocalized aggressive periodontitis.2. Bakteri yang berlawanan denganA.actinomycetemcomitansdapat berkolonisasi pada jaringan periodontal dan menghambatkolonisasi yang lebih lanjut dariA.actinomycetemcomitans. Ini akan melokalisasi infeksiA.actinomycetemcomitansdan mencegah perusakan jaringan.3. A.actinomycetemcomitansdapat kehilangan kemampuan memproduksi leukotoxin tanpa alasan yang jelas. Jika hal ini terjadi, progresi penyakit dapat dicegah atau dilemahkan, dan kolonisasi pada daerah periodontal yang baru dapat dihindari.4. Kerusakan pada susunan sementum dapat disebabkan oleh lesi yang terlokalisasi. Permukaan akar dari gigi yang dicabut pada pasien LAP ditemukan adanya sementum yang hipoplastik atau aplastik. Hal ini tidak hanya ditemukan pada permukaan akar yang terpapar langsung pada poket periodontal tetapi juga pada akar gigi yang masih mengelilingi periodontium.b. Generalized Aggressive Periodontitis

Generalize Aggressive Periodontitis(GAP) biasanya menyerang individu dibawah umur 30 tahun, namun pasien yang lebih tua juga dapat terserang. Berbeda dengan LAP, individu yang terserang GAP menghasilkan respon antibody yang rendah terhadap organisme patogen. Secara klinis, GAP mempunyai karakteristik yaitu hilangnya perlekatan interproksimal secara menyeluruh, sedikitnya pada tiga gigi permanen selain molar pertama dan incisivus. Kerusakan yang timbul terjadi secara bertahap diikuti tahapquiescence(diam) dalam periode minggu ke bulan atau tahun. Radiografi sering menunjukan kehilangan tulang yang mempunyai progresi sejak pemeriksaan radiografi.

Seperti pada LAP, pasien GAP sering mempunyai jumlah plak kecil. Jumlah plak nampak tidak konsisten dengan jumlah kerusakan periodontal. Namun terdapat banyaknya bakteriP. gingivalis, A. actinomycetem comitansdanTannerella forsythia.

Respon dua jaringan gingiva dapat ditemukan. Salah satu yang paling ganas adalah jaringan yang terinflamasi akut, sering terproliferasi, terulserasi dan berwarna merah terang. Pendarahan dapat terjadi secara spontan atau dengan stimulasi ringan. Supurasi dapat menjadi suatu karakteristik penting. Respon jaringan ini dianggap terjadi pada tahap destruktif dimana perlekatan tulang hilang dengan aktif. Pada beberapa kasus, jaringan gingiva dapat terlihat berwarna pink, bebas inflamasi, kadang-kadang dengan beberapa tingkatanstippling. Poket yang dalam dapat terlihat dengan pemeriksaan. Beberapa pasien GAP dapat memiliki manifestasi sistemik seperti penurunan berat badan, depresi mental dan malaise.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Periodontal

A. Faktor lokal

Menurut Susanto pada tahun 2009, faktor lokal penyebab penyakit periodontal meliputi :1. Plak Bakteri

Plak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva bila seseorang mengabaikan kebersihan mulut.

Berdasarkan letak huniannya, plak dibagi atas supra gingival yang berada disekitar tepi gingival dan plak sub-gingiva yang berada apikal dari dasar gingival. Bakteri yang terkandung dalam plak di daerah sulkus gingiva mempermudah kerusakan jaringan. Hampir semua penyakit periodontal berhubungan dengan plak bakteri dan telah terbukti bahwa plak bakteri bersifat toksik. Bakteri dapat menyebabkan penyakit periodontal secara tidak langsung dengan jalan :

a. Meniadakan mekanisme pertahanan tubuh.

b. Mengurangi pertahanan jaringan tubuh

c. Menggerakkan proses immuno patologi.

Meskipun penumpukan plak bakteri merupakan penyebab utama terjadinya gingivitis, akan tetapi masih banyak faktor lain sebagai penyebabnya yang merupakan multifaktor, meliputi interaksi antara mikroorganisme pada jaringan periodontal dan kapasitas daya tahan tubuh.1. Plak Gigi

Plak gigi adalah suatu lapisan lunak terdiri atas kumpulan bakteri yang berkembang biak di atas suatu matriks, terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan, merupakan salah satu faktor terjadinya proses karies dan inflamasi jaringan lunak.Lokasi pembentukan plak pada permukaan gigi diklasifikasikan atas plak supragingival berada pada atau koronal dari tepi gingiva dan plak subgingival berada pada apikal dari tepi gingiva. Plak supra dan subgingiva hampir tiga perempat bagian terdiri atas berbagai macam bakteri gram-positif dan gram-negatif, termasuk bakteri fakultatif anaerob dan obligat anaerob.2. Kalkulus

Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang mengalami pengapuran, terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah. Kalkulus merupakan pendukung penyebab terjadinya gingivitis (dapat dilihat bahwa inflamasi terjadi karena penumpukan sisa makanan yang berlebihan) dan lebih banyak terjadi pada orang dewasa, kalkulus bukan penyebab utama terjadinya penyakit periodontal. Faktor penyebab timbulnya gingivitis adalah plak bakteri yang tidak bermineral, melekat pada permukaan kalkulus, mempengaruhi gingiva secara tidak langsung.

3. Impaksi makanan

Impaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa makanan) merupakan keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Gigi yang berjejal atau miring merupakan tempat penumpukan sisa makanan dan juga tempat terbentuknya plak, sedangkan gigi dengan oklusi yang baik mempunyai daya self cleansing yang tinggi.

Tanda-tanda yang berhubungan dengan terjadinya impaksi makanan yaitu:

a. Perasaan tertekan pada daerah proksimal

b. Rasa sakit yang sangat dan tidak menentu

c. Inflamasi gingiva dengan perdarahan dan daerah yang terlibat seringberbau.

d. Resesi gingiva

e. Pembentukan abses periodontal menyebabkan gigi dapat bergerak dari soketnya,sehingga terjadinya kontak prematur saat berfungsi dan sensitif terhadap perkusi.

f. Kerusakan tulang alveolar dan karies pada akar4. Pernafasan Mulut

Kebiasaan bernafas melalui mulut merupakan salah satu kebiasaan buruk. Hal ini sering dijumpai secara permanen atau sementara. Permanen misalnya pada anak dengan kelainan saluran pernafasan, bibir maupun rahang, juga karena kebiasaan membuka mulut terlalu lama. Sementara misal pasien penderita pilek dan pada beberapa anak yang gigi depan atas protrusi sehingga mengalami kesulitan menutup bibir. Keadaan ini menyebabkan viskositas (kekentalan) saliva akan bertambah pada permukaan gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva berkurang, populasi bakteri bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan akhirnya memudahkan terjadinya penyakit periodontal.

5. Sifat fisik makanan

Sifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan yang bersifat lunak seperti bubur atau campuran semiliquid membutuhkan sedikit pengunyahan, menyebabkan debris lebih mudah melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi sebagai sarang bakteri serta memudahkan pembentukan karang gigi.

Makanan yang mempunyai sifat fisik keras dan kaku dapat juga menjadi massa yang sangat lengket bila bercampur dengan ludah. Makanan yang demikian tidak dikunyah secara biasa tetapi di dalam mulut sampai lunak bercampur dengan ludah atau makanan cair, penumpukan makanan ini akan memudahkan terjadinya penyakit.

Makanan yang baik untuk gigi dan mulut adalah yang mempunyai sifat self cleansing dan berserat yaitu makanan yang dapat membersihkan gigi dan jaringan mulut secara lebih efektif, misalnya sayuran mentah yang segar, buah-buahan dan ikan yang sifatnya tidak melekat pada permukaan gigi.

6. Iatrogenik Dentistry

Iatrogenik Dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena pekerjaan dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan perawatan pada gigi dan jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi.

Dokter gigi harus memperhatikan masa depan kesehatan jaringan periodontal pasien, misalnya :

a. Waktu melakukan penambalan pada permukaan proksimal (penggunaan matriks) atau servikal, harus dihindarkan tepi tambalan yang menggantung (kelas II amalgam), tidak baik adaptasinya atau kontak yang salah, karena hal ini menyebabkan mudahnya terjadi penyakit periodontal.

b. Sewaktu melakukan pencabutan, dimulai dari saat penyuntikan, penggunaanbein sampai tang pencabutan dapat menimbulkan rusaknya gingiva karena tidak hati hati.c. Penyingkiran karang gigi (manual atau ultra skeler) juga harus berhatihati, karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan gingiva.7. Trauma dari oklusi

Trauma dari oklusi menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium, tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan disebut traumatik oklusi.

Trauma dari oklusi dapat disebabkan oleh :

1. Perubahan-perubahan tekanan oklusal

Misal : adanya gigi yang elongasi, pencabutan gigi yang tidak diganti, kebiasaan buruk seperti bruksim, clenching.

2. Berkurangnya kapasitas periodonsium untuk menahan tekanan oklusal.

3. Kombinasi keduanya (Susanto, 2009).B. Faktor sistemikMenurut Susanto pada tahun 2009, faktor sistemik penyebab penyakit periodontal meliputi :1. Demam yang tinggi

Pada anak-anak sering terjadi penyakit periodontal selama menderita demam yang tinggi, (misal disebabkan pilek, batuk yang parah). Hal ini disebabkan anak yang sakit tidak dapat melakukan pembersihan mulutnya secara optimal dan makanan yang diberikan biasanya berbentuk cair. Pada keadaan ini saliva dan debris berkumpul pada mulut menyebabkan mudahnya terbentuk plak dan terjadi penyakit periodontal.

2. Defisiensi vitamin

Di antara banyak vitamin, vitamin C sangat berpengaruh pada jaringan periodontal, karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan ikat. Defisiensi vitamin C sendiri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit periodontal, tetapi adanya iritasi local menyebabkan jaringan kurang dapat mempertahankan kesehatan jaringan tersebut sehingga terjadi reaksi inflamasi (defisiensi memperlemah jaringan).

3. Drugs atau obat-obatan

Obat-obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi pada anak-anak penderita epilepsi yang mengkomsumsi obat anti kejang, yaitu phenytoin (dilantin). Dilantin bukan penyebab langsung penyakit jaringan periodontal, tetapi hyperplasia gingiva memudahkan terjadinya penyakit. Penyebab utama adalah plak bakteri.

4. HormonalPerubahan ini dapat mempengaruhi respon jaringan gingiva terhadap plak dan terapi. Pubertas, kehamilan dan menopause, semuanya diketahui sebagai penyebab perubahan dari respon gingiva. Meningkatnya keparahan gingivitis selama kehamilan memberikan pengaruh pada peningkatan sirkulasi dari progesterone yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah gingiva dan peningkatan perdarahan serta pembengkakan.

Pembesaran papilla gingiva yang dikenal sebagai epulis pregnancy seringkali ditemukan selama kehamilan. Lesi tersebut kurang lebih berdiameter 2 cm; namun pengangkatannya sebaiknya dilakukan setelah melahirkan, meskipun dapat membesar dan menjadi suatu masalah. Lesi tersebut dapat sembuh kembali secara spontan di akhir kehamilan.

5. Faktor lingkungan dan tingkah laku

Merokok telah terbukti dapat meningkatkan keparahan dan perluasan penyakit periodontal. Ketika dikombinasi dengan periodontitis kronis yang disebabkan oleh plak, peningkatan laju kerusakan periodontal dapat ditremukan pada pasien yang merokok dan terdapat riwayat periodontitis kronis. Sebagai akibatnya, para perokok dengan periodontitis kronis memiliki kehilangan perlekatan dan tulang yang lebih banyak, keterlibatan furkasi lebih banyak, dan poket yang lebih dalam.

Perokok biasanya memiliki masalah periodontal yang parah daripada yang bukan perokok, dan hasil perawatan lebih buruk pada perokok. Hal ini disebabkan karena:

1. Reduksi dari sirkulasi darah gingiva (yang menyebabkan reduksi pada perdarahan saat menyikat gigi dan probing pada perokok)

2. Gangguan mobilitas dan fungsi dari sel darah putih

3. Gangguan pada penyembuhan luka

4. Peningkatan produksi komponen inflamasi (sitokin) khususnya karena nikotin yang menyebabkan peningkatan produksi collagenase.

Stress Emosional telah duhubungkan sebelumnya dengan penyakit necrotizing ulcerative, yang mungkin disebabkan karena efek dari stress yang terhadap fungsi pertahanan tubuh. Peningkatan emosi terbukti dapat mempengaruhi perluasan dan keparahan dari periodontitis kronis, yang mungkin terjadi melalui mekanisme yang sama.6. Faktor Genetik

Peridontitis dikenal sebagai penyakit multifaktorial dimana keseimbangan yang normal antara plak mikroba dan respon host terganggu. Gangguan ini, seperti yang dijelaskan sebelumnya dapat terjadi melalui perubahan komposisi plak, perubahan respon host, atau perubahan lingkungan dan tingkah laku yang mempengaruhi respon palk dan host. Selain itu, kerusakan periodontal seringkali dilihat diantara anggota keluarga dan melintas ke generasi yang berbeda dalam garis keturunan, serta mendasari dasar genetik untuk kemungkinan terjadinya penyakit periodontal. Studi terakhir telah menunjukkan agregasi familial dari localized dan generalized aggressive periodontitis.2.4 Faktor predisposisi

Terdapat beberapa faktor predisposisi yang berupa endapan atau deposit selain plak, seperti material alba, food debris/food retention/food impaction, stain gigi, kalkulus, merokok dan mengunyah tembakau, adanya karies gigi, konsistensi makanan.1. Material alba

Adalah deposit lunak pada permukaan gigi yang terlihat oleh mata berwarna kekuningan atau agak putih, strukturnya amorfus terdiri dari partikel- partikel makanan, mikroorganisme, leukosit, protein saliva, serta sel-sel epitel deskuamasi. Sebagaimana halnya plak gigi, material alba berakumulasi pada permukaan gigi, gingiva, protesa gigi dalam mulut, dan peratatan ortodonsi lepasan maupun cekat. Berbeda dan plak gigi, materia aba tidak begitu melekat dan dapat hilang dengan berkumur-kumur keras atau semprotan air. Mikoorganisme yang terdapat di dalam material alba tidak sama dengan struktur mikroorganisme plak, dan tidak dikategorikan sebagai mikroorganisme yang potensial menyebabkan inflamasi gingiva.

2. Food debris (food retention & food impaction)

Disebut juga food impaction atau food retention, adalah sisa-sisa makanan dalam rongga mulut yang biasanya terselip di antara gigi geligi atau menumpuk pada daerah cekungan di lehergigi dekat gingival terutama pada gigi-gigi yang berjejal. Meskipun berisi mikorganisme namun food debris tidak menimbulkan intasi pada gingival. Food debris lebih mudah diberikan daripada material alba, apalagi plak. Biasanya cukup dengan gerakan fungsionl dari organ rongga mulut, food debris sudah bisa dihilangkan.

Food impaction lebih spesifik Ietaknya, yaitu diantara gigi-gigi yang kontak areanya tidak baik atau bahkan tidak terdapat kontak area. Terbukanya daerah interproksimal menyebabkan bolus makanan selalu menyelip di daerah tersebut, sehingga menjadikan iritasi mekanis dan merupakan tempat yang ideal untuk akumulasi plak.

3. Stain gigi

Adalah deposit pada permukaan gigi yang merupakan suatu pigmentasi dari acquired pellicle oleh bakteri kromogenik, makanan, serta bahan kimia tertentu. Asap rokok, minum teh, atau bahan minuman/minuman berwarna lainnya dapat menimbulkan stain gigi. Penggunakan chiorhexidin sebagai obat kumur diketahui dapat menimbulkan efek samping berupa staining pada permukaan gigi.

Stain menyebabkan iritasi pada jaringan gingiva karena menyebabkan kekasaran permukaan gigi, sehingga menjadi predisposing faktor dan akumulasi plak sebagai pencetus terjadinya penyakit periodontal. Stain dapat dihilangkan dengan scaling, atau brushing yang dikombinasik dengan pengolesan cairan kimia tertentu seperti TSR (Tooth Stain Removal). Pada anak-anak stain sering berwarna hijau yang merupakan pigmentasi partikel saliva oleh bakteri kromogenik.

4. Kalkulus

Adalah endapan keras pada permukaan gigi yang merupakan bakteri plak yang telah mengalami mineralisai dan kalsifikasi. Oleh karena kalkulus merupakan kelanjutan dari plak yang yang terkaslifikasi, kalkulus sebetulnya diawali oleh pembentukan plak. Dengan demikian untuk mencegah adanya kalkulus, sebaiknya dimulai dan pencegahan akumulasi plak pada permukaan gigi. Kalkulus umumnya lebih banyak dijumpai pada permukaan lingual gigi-gigi depan rahang bawah, dan permukaan bukal gigi- gigi geraham rahang atas.

Menurut letaknya kalkulus dibagi 2 yaitu;

1. Kalkulus supragingiva, dimana kalkulus terletak di atas margin gingiva.

2. Kalkulus subgingiva bila kalkulus terletak di bawah margin gingival masuk ke dalam sulkus gingival.

Kalkulus supragingival disebut juga salivary calculus, pembentukannya bersumber dan saliva dan sisa-sisa makanan, berwarna agak kekuningan kecuali bila terkontaminasi faktor lain misalnya asap tembakau, pinang, atau anggur. Kalkulus supra gingival biasanya cukup keras dan rapuh sehingga mudah dilepas dengan alat-alat scaling manual maupun ultrasonic.

Kalkulus subgingiva disebut juga serumnal calculus, melekat erat pada permukaan akar gigi atau daerah cemento enamel junction dan distribusinya tidak berhubungan dengan glandula salivarius, melainkan dengan adanya inflamasi gingival dan pembentukan poket periodontal. Kalkulus subgingiva biasanya berwarna hijau tua atau hitam, lebih keras daripada kalkulus supragingva. Untuk menghilangkan kalkulus subgingiva lebih sulit dibandingnya kalkulus supragingiva karena letaknya masuk ke dalam sulkus atau poket. Maka lebih disarankan agar pembersihannya menggunakan scaling ultrasonik.

5. Karies gigi

Karies gigi merupakan kerusakan patologis pada permukaan gigi. Terhadap keberadaan gigi dalam rongga mulut, karies merupakan masalah tersendiri karena menyebabkan kerusakan struktur keras gigi sampai struktur lunak di dalam pulpa gigi. Pengaruh karies terhadap jaringan periodontal, bukan semata-mata oleh karies itu sendiri melainkan karena adanya kavitas patologis dapat menyebabkan akumulasi dan retensi makanan. Jika letak karies berdekatan dengan jaringan gingiva, maka akan menjadi predisposing faktor kelainan jaringan periodontal oleh karena menyebabkan akibat akumulasi plak atau retensi makanan dan gigi yang berlubang.

6. Merokok dan mengunyah tembakau

Kebiasaan merokok menyebabkan penumpukan stain sehingga permukaan gigi lebih kasar. Tetapi stain pada perokok bukan satu-satunya penyebab retensi plak. Fakta yang sebenarnya terjadi adalah, perokok biasanya tidak membersihkan gigi sebaik mereka yang tidak merokok. Efek yang paling jelas dari merokok adalah perubahan warna pada gigi dan keratinisai epitel mulut, dan adanya bercak putih di mukosa pipi, bibir sebelah dalam, atau palatum. Keratinisasi epitel gingiva pada perokok menyamarkan inflamasi gingival dan mengurangi perdarahan gingiva.

7. Konsistensi makanan

Jenis makanan dapat berpengaruh terhadap pembentukan plak gigi. Makanan yang lunak dan lengket menyebakan lebih banyak timbulnya bakteri plak, karena makanan lunak biasanya lebih menempel pada gigi dan menjadikan media ideal bagi akumulasi serta retensi plak. Makanan yang mengandung gula seperti sukrosa memberikan substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme plak dan pembentukan polisakarida ekstra seluler (glukan) yang dibutuhkan pada tahap awal pembentukan plak gigi. Sebaliknya makanan yang berserat dan tidak melekat pada permukaan gigi, dapat membantu pencegahan akumulasi plak gigi melalui mekanisme pembersihan sendiri (self cleansing) oleh unsur saliva, bolus makanan, aktivitas otot pengunyahan, dan gigi geligi selama berlangsung proses pengunyahan.

2.5 Mikrobiologi Penyakit Periodontal

2.6 Pencegahan Penyakit Periodontal

Pencegahan penyakit periodontal meliputi beberapa prosedur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu :1. Kontrol Plak

Kontrol plak merupakan cara yang paling efektif dalam mencegah pembentukan kalkulus dan merupakan dasar pokok pencegahan penyakit periodontal , tanpa kontrol plak kesehatan mulut tidak dapat dicapai atau dipelihara. Setiap pasien dalam praktek dokter gigi sebaiknya diberi program kontrol plak (Indriani, 2006).

Bagi pasien dengan jaringan periodonsium yang sehat, kontrol plak berarti pemeliharaan kesehatan.

Bagi penderita penyakit periodontal, kontrol plak berarti penyembuhan.

Bagi pasien pasca perawatan penyakit periodontal, kontrol plak berarti mencegah kambuhnya penyakit ini (Indriani, 2006) Metode kontrol plak dibagi atas dua yaitu secara mekanis dan kimia:

Secara mekanis merupakan cara yang paling dapat dipercaya, meliputi penggunaan alat-alat fisik dengan memakai sikat gigi, alat pembersih proksimal seperti dental floss, tusuk gigi dan kumur-kumur dengan air.

Kontrol plak secara kimia adalah memakai bahan kumur - kumur seperti chlorhexidine (Betadine, Isodine) (Indriani, 2006).2. Profilaksis mulut

Profilaksis mulut merupakan pembersihan gigi di klinik, terdiri dari penyingkiran materi alba, kalkulus, stain dan pemolisan gigi. Untuk memberikan manfaat yang maksimum bagi pasien, profilaksis mulut harus lebih luas dan meliputi hal-hal berikut :

Memakai larutan pewarna (disclosing solution) untuk mendeteksi plak. Gincu kue warna ros dapat dipakai untuk mendeteksi plak pada anak-anak.

Penyingkiran plak, kalkulus (supra dan sub gingiva) pada seluruh permukaan.

Membersihkan dan memolis gigi, menggunakan pasta pemolis/pasta gigi

Memakai zat pencegah yang ada dalam pasta pemolis/pasta gigi.

Memeriksa tambalan gigi, memperbaiki tepi tambalan yang menggantung .

Memeriksa tanda dan gejala impaksi makanan (Indriani, 2006).3. Pencegahan trauma dari oklusi

Menyesuaikan hubungan gigi-gigi yang mengalami perubahan secara perlahanlahan (akibat pemakaian yang lama). Hubungan tonjol gigi asli dengan tambalan gigi yang tidak tepat dapat menimbulkan kebiasaan oklusi yang tidak baik seperti bruxim atau clenching (Indriani, 2006).4. Pencegahan dengan tindakan sistemik

Cara lain untuk mencegah penyakit periodontal adalah dengan tindakan sistemik sehingga daya tahan tubuh meningkat yang juga mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal. Agen pencedera seperti plak bakteri dapat dinetralkan aksinya bila jaringan sehat (Indriani, 2006).

5. Pencegahan dengan prosedur ortodontik

Prosedur ortodontik sangat penting dalam pencegahan penyakit periodontal. Tujuan koreksi secara ortodontik ini adalah untuk pemeliharaan tempat gigi tetap pengganti, letak gigi dan panjang lengkung rahang (Indriani, 2006).6. Pendidikan kesehatan gigi masyarakat

Perlu diluruskan adanya pertentangan psikologis pada masyarakat, seperti :

Menerangkan bahwa kerusakan yang disebabkan penyakit periodontal pada orang dewasa dimulai pada masa anak-anak.

Menghilangkan dugaan bahwa pyorrhea (gusi berdarah) tidak dapat dielakkan dan disembuhkan. Juga menghilangkan pendapat masyarakat bahwa kehilangan gigi selalu terjadi bila mereka sudah tua.

Menegaskan bukti bahwa seperti karies gigi, penyakit periodontal biasanya tidak menimbulkan rasa sakit pada awalnya sehingga masyarakat tidak menyadarinya.

Pemeriksaan gigi dan mulut secara teratur diperlukan untuk mengetahui adanya karies gigi dan penyakit periodontal secepatnya kemudian segera merawatnya bila ditemukan adanya penyakit

Memberi penjelasan bahwa perawatan periodontal yang efektif adalah bila segera dirawat sehingga lebih besar kemungkinan berhasil disembuhkan. Disamping itu waktu yang digunakan lebih sedikit dan merupakan cara yang paling ekonomis daripada menanggulangi penyakit.

Menegaskan manfaat pencegahan dengan higine mulut yang baik dan perawatan gigi yang teratur .

Menerangkan bahwa tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut harus merupakan inti dari perencanaan kesehatan gigi masyarakat (Indriani, 2006).7. Pencegahan kambuhnya penyakitSetelah kesehatan jaringan tercapai, diperlukan program yang positif untuk mencegah kambuhnya penyakit periodontal. Ini merupakan tanggung jawab bersama antara dokter gigi dan pasien (untuk pasien anak peran orang tua juga dibutuhkan). Pasien harus mentaati pengaturan untuk menjaga higine mulut dan kunjungan berkala, dokter gigi harus membuat kunjungan berkala sebagai pelayanan pencegahan yang bermanfaat (Indriani, 2006).2.7 Reaksi Imun Pada Penyakit Periodontal

a. Fase respon inflamasi akutPeningkatan permeabilitas pembuluh darah menyebabkan ekstravasasi sel leukosit. Protein serum seperti komplemen, protein fase akut dan sistem plasmin akan semakin meningkatkan respon inflamasi dan mengaktifkan sel endotel untuk memproduksi mediator Iebih banyak (Gambar 3) mediator seperti IL-1 akan mengaktifkan sel makrofag untuk memproduksi mediator Iainnya seperti TNFalpha, IL-8, 1L-6, IL-10, IL-12, PGE2, MMP, interferon-gamma (IFN-gamma), dan khemokin seperti RANTES, MCP dan MIP. Meningkatnya level IL-8 jugs menyebabkan aktivasi dan migrasi sel netrofil ke tempat plak gigi.

Gambar 2. Repon vaskular dan lapisan epitel pada kolonisasi bakteri awal (akut)b. Fase respon imun oleh aktivasi sel mononuclear

Setelah fase awal inflamasi terjadi, sel mononuklear seperti makrofag dan sel limfosit mulai infiltrasi (gambar 4). Sel limfosit T akan mengeluarkan produk mediator seperti IL-2, IL- 3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IL-13, TNF-alpha, TGF-beta (Transforming growth factor beta), dan khemokin seperti RANTES, MCP, dan MIP. LPS mampu pula secara !angsung mengaktifkan sel limfosit B untuk memproduksi antibodi dan merangsang sel makrofag mengeluarkan mediator seperti TGF-beta, IL-1, IL-12, dan IL-10 maupun matriks metalloproteinase. Hasil akhir dari fase ini ialah semakin banyaknya infiltrasi sel makrofag dan limfosit disertai semakin tinggi tingkat kerusakan matriks ekstraselular seperti kolagen. Akibatnya, semakin banyak akumulasi plak gigi, semakin tinggi respon imun dan semakin besar kerusakan jaringan. Hal ini dapat dilihat secara klinis dengan semakin dalamnya poket gingiva dan perdarahan spontan.

Gambar 3. Respon lanjut pada jaringan periodontal karena adanya serum protein dan aktivasi sel makrofag.

Gambar 4. Hilangnya perlekatan lapisan epitel pada permukaan gigi dan adanya aktivitas sel mononuklear.c. Mekanisme kerusakan jaringan pada penyakit periodontalMekanisme kerusakan jaringan pada penyakit periodontal tidak terlepas dan peranan enzim matriks metalloproteinase (MMP). Enzim ini juga disebut matriksin atau kolagenase (sebutan yang kurang tepat) adalah enzim proteinase yang mampu merusak matriks ekstraseluler seperti kolagen. MMP ini sebenarnya adalah sekelompok proteinase yang mempunyai fungsi yang hampir sama. Mereka terdiri dari kelompok kolagen interstisial (contohnya ialah MMP-1, MMP8, dan MMP-13), gelatinase (contohnya MMP-2 dan MMP- 9), Stromelisin (contohnya MMP-3, MMP-10, MMP-11), kelompok yang berikatan dengan membran (contohnya MMP-14, MMP-15, MMP-16, MMP-17). MMP akan berfungsi melisis target sesuai dengan nama kelompok MMP. Diketahui pula ada substansia yang disebut TIMP (Tissue Inhibitor of Metalloproteinase) dan berfungsi sebagai penghambat kerja TIMP-1, TIMP-2, TIMP-3 dan TIMP-4.MMP dan TIMP diproduksi oleh set makrofag dan fibroblast gingiva dan letaknya sangat berhubungan dengan jaringan yang sedang mengadakan remodeling. Diduga, produk bakteri seperti LPS akan megaktifkan sel fagosit untuk memproduksi mediator seperti IL-1. Mediator ini kemudian akan mengaktifkan sel makrofag dan fibroblast gingiva untuk memproduksi MMP dan regulatornya yaitu TIMP. MMP ini akan mengawali terjadinya destruksi matriks ekstraseluler gingiva seperti kolagen dan merangsang terjadinya resorpsi tulang.2.8 Index Periodontal A. Oral Higiene Indeks (OHI)

Indeks Oral Higiene (OHI) mengukur debris dan kalkulus yang menutupi permukaan gigi, dan terdiri atas dua komponen : indeks debris dan indeks kalkulus yang masing-masingnya mempunyai rentangan skor 0-3. Jika yang diukur hanya ke-enam gigi indeks, indeksnya dinamakan Indeks Oral Higiene Simplified (OHI-S), dilakukan melalui pemeriksaan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya. Apabila gigi 11 tidak ada diganti dengan gigi 21 dan sebaliknya (Bakar, 2012).

Oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan gigi yang terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan jingga (Bakar, 2012).

B. Indeks Debris

Gigi yang diperiksa adalah gigi yang telah erupsi sempurna dan jumlah gigi yang diperiksa ada enam buah gigi tertentu dan permukaan yang diperiksa tertentu pula. Skor debris diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa (Bakar, 2012).

Kalkulus adalah pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama terdiri atas kalsium karbonat dan kalsium fosfat tercampur dengan sisa-sisa makanan, bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati. Berdasarkan lokasi perlekatannya dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dapat dibedakan atas dua macam yaitu (Bakar, 2012):

1. Kalkulus supra gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah oklusal dari tepi free gingiva. Biasanya berwarna putih sampai kecoklat-coklatan. Konsistensinya keras seperti batu apung, dan mudah dilepas dari perlekatannya ke permukaan gigi.2. Kalkulus sub gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah lingual dari tepi gingiva bebas dan biasanya berwarna coklat muda sampai hitam bercampur dengan darah. Konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat sangat erat kepermukaan gigi.C. Indeks Kalkulus.

Skor kalkulus diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi jumlah gigi yang diperiksa. Skor indeks oral higiene individu diperoleh dengan menjumlahkan nilai indeks debris dan indeks kalkulus (Bakar, 2012).D. Indeks CPITN

Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN) adalah sebuah indeks yang dikembangkan oleh WHO untuk evaluasi penyakit periodontal dalam survei penduduk. Dapat di gunakan untuk melihat kondisi jaringan periodontal pada suatu kelompok atau subpopulasi dari sejumlah penelitian. Indeks tersebut dapat memberikan sejumlah informasi mengenai prevalensi dan keparahan penyakit, tapi kegunaan utamanya adalah mengukur kebutuhan akan perawatan penyakit periodontal dan juga merekomendasikan jenis perawatan yang dibutuhkan untuk mencegah penyakit periodontal (Rendra, 2010).

E. Indexs CPITN

- Mouth divided into 6 quadrants

0 = healthy gingiva

1 = bleeding after gentle probing (special probe)

2 = calculus or overhangs, pockets < 3.5mm

3 = pockets 4-6mm

4 = pockets > 6mm

- Treatment need categories

0 = no treatment

I = oral hygiene instruction (1)

II = OHI and scaling (2, 3)

III = OHI, scaling, complex treatment (4)F. Gingival Index

Gingiva indeks pertama kali diusulkan pada tahun 1963 untuk menilai tingkat keparahan dan banyaknya inflamasi gingiva pada seseorang atau pada subjek dikelompok besar populasi. Menurut metoda ini keempat area gingiva pada masing-masing gigi (fasial,mesial, distal dan lingual), dinilai tingkat inflamasinya dan diberi skor dari 0 sampai 4 (Klaus, 1985).

G. Periodontal Disease Index (PDI)

Penilaian tingkat keparahan penyakit periodontal menggunakan Index Penyakit Periodontal (Periodontal Disease Index (PDI)). PDI tidak mengukur seluruh gigi, namun hanya 6 gigi terpilih yang termasuk Ramfjord Teeth, yang dianggap dapat mewakili keseluruhan gigi dalam rongga mulut. Keenam gigi tersebut, yaitu 16, 21, 24, 36, 41 dan 44 (Klaus, 1985).

Jika salah satu gigi indeks, tersebut tidak ada, dilakukan penggantian gigi indeks dengan cara menentukan gigi tetangga yang lebih ke distal. Dengan demikian, gigi tersebut dapat diganti dengan,berturut-turut 17, 11, 25, 37, 42, atau 45 (Klaus, 1985).

Terhadap keenam gigi indeks tersebut, PDI menilai gingivitis dan hilangnya perlekatan jaringan pendukung. Masing-masing dikategorikan dalam 3 tingkatan. Untuk periodontitis dengan skor 4, 5, dan 6 (Klaus, 1985).

3