kasus perio

17
KASUS : Seorang pasien perempuan berusia 43 tahun dokter gigi dengan datang ke praktek dokter gigi dengan keluhan giginya mulai terasa goyang dan bau mulut. Anamnesis pasien mempunyai riwayat penyakit gula dan slalu rutin melakukan pemeriksaan gula darah. Pemeriksaan intra oral terlihat regio 46 inflamasi dengan kedalaman saku 4 mm pada daerah vestibular. Dengan pemeriksaan lesi furkasi derajat II, OH sedang, gigi 35 dan 36 missing, 16 dan 17 karies media. Radiografi terlihat radiolusen di daerah bifurkasi setinggi tulang, tulang alveolar bagian interdental Normal. Tentukan diagnosanya? 1. Buat rencana perawatan pada kasus di atas? 2. Apa rencana tindakan kuratif yang paling tepat dilakukan dan jelaskan tindakan tersebut?

Upload: geby-winanda

Post on 18-Dec-2015

254 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

winanda

TRANSCRIPT

KASUS :Seorang pasien perempuan berusia 43 tahun dokter gigi dengan datang ke praktek dokter gigi dengan keluhan giginya mulai terasa goyang dan bau mulut. Anamnesis pasien mempunyai riwayat penyakit gula dan slalu rutin melakukan pemeriksaan gula darah.Pemeriksaan intra oral terlihat regio 46 inflamasi dengan kedalaman saku 4 mm pada daerah vestibular. Dengan pemeriksaan lesi furkasi derajat II, OH sedang, gigi 35 dan 36 missing, 16 dan 17 karies media. Radiografi terlihat radiolusen di daerah bifurkasi setinggi tulang, tulang alveolar bagian interdental Normal.Tentukan diagnosanya?1. Buat rencana perawatan pada kasus di atas?2. Apa rencana tindakan kuratif yang paling tepat dilakukan dan jelaskan tindakan tersebut?

PEMBAHASAN KASUSDiagnosaDari gejala klinis yang di dapatkan melalui pemeriksaaan intra oral maka di dapatkan diagnosa pada kasus ini adalah: PERIODONTITIS KRONIS MODERETE DENGAN LESI FURKASI DERAJAT II.Hal ini didasarkan atas :1. Keluhan utama Keluhan utama pasien giginya mulai teras goyang dan bau mulut2. AnamnesisPasien memiliku riwayat gula darah dan sampai sekarang terkontrol.3. Pemeriksaan Intra OralRegio 46 : Inflamasi dengan kedalaman saku 4 mm pada daerah vestibular dengan lesi furkasi derajat 2Missing: 35 dan 36KM: 16 dan 174. Pemeriksaan Ektra OralRadiolusen di daerah bifurkasi seringgi tulang dan tulang alveolar bagian interdental normal.

Periodontitis kronis adalah periodontitis yang paling umum terjadi. Biasanya terjadi pada orang dewasa, namun dapat pula ditemukan pada anak-anak. Tipe ini adalah tipe periodontitis yang berjalan lambat, terjadi pada 35 tahun keatas. Periodontitis kronis disebabkan oleh akumulasi plak dan kalkulus dan kebanyakan peerkembangan penyakitnya tergolong lamban, namun dapat pula ditemukan dengan perkembangan cepat. Kecepatan perkembangan penyakit dapat disebabkan oleh faktor local, sistemik dan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi interaksi host-bakteri.Faktor local dapat mempengaruhi akumulasi plak. Faktor sistemik missal Diabetes Mellitus dan HIV dapat mempengaruhi kemampuan pertahanan host, faktor lingkungan missal kebiasaan merokok dan stress dapat juga mempengaruhi respon host terhadap akumulasi plak. Kehilangan tulang berkembang lambat dan didominansi oleh bentuk horizontal.Faktor etiologi utama adalah faktor lokal terutama bakteri gram negatif. Tidak ditemukan kelainan sel darah dan disertai kehilangan tulang.Karakteristik periodontitis kronis : Terjadi pada orang dewasa namun dapat pula terjadi pada anak-anak. Kalkulus subgingival sering ditemukan Disebabkan oleh bermacam bentuk mikroba. Kecepatan perkembangan penyakit tergolong lamban hingga sedang dan ada kemungkinan menjadi cepat. Dapat dipengaruhi oleh faktor local, sistemik, dan faktor lingkungan.EtiologiFaktor etiologi utama disebabkan karena plak yang menempel pada gigi dan gingiva.Faktor predisposisi yang berkontribusi dalam peningkatan resiko terjadinya penyakit :1. Riwayat Periodontitis sebelumnya Seorang pasien yang pernah menderita periodontitis kronis cenderung beresiko bagi terjadinya kembali kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang apabila terjadi kembali penumpukan plak.2. Faktor lokala. Akumulasi plak yang lama kelamaan menjadi kalkulus pada dentogingival junction merupakan awal inisiasi agen pada etiologi periodontitis Kronis. b. Bakteri - Phorporymonas gingivalis, Tannerella forsytha, treponema denticola. memberi efek lokal pada sel dan jaringan sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi.c. Tepi restorasi yang mengemper (overhanging)d. Lesi karies yang meluas ke subgingivale. Furkasi akar yang tersingkap karena kehilangan perlekatan dan tulangf. Gigi berjejal (crowded)3. Faktor SistemikKebanyakan periodontitis kronis terjadi pada pasien yang memiliki penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi keefektivan respon host. Diabetes merupakan contoh penyakit penyakit yang dapat meningkatkan keganasan penyakit ini.4. Faktor Lingkungan dan perilakua. Kebiasaan merokok diduga mempengaruhi respon pejamu danmikroflora subgingiva, mengakibatkan : Laju destruksi periodontal meningkat Kehilangan perlekatan dan tulang, lesi furkasi, pembentukan kalkulus supragingival lebih banyak. Pembentukan kalkulus subgingival dan perdarahan probing lebih sedikit. Saku periodontal lebih dalam.b. Stress diduga dapat mempengaruhi perluasan dan keparahan karena menekan fungsi imunitas

5. Faktor GenetikBiasanya kerusakan periodontal sering terjadi di dalam satu keluarga, hal ini kemungkinan menunjukkan adanya faktor genetik yang mempengaruhi periodontitis kronis ini. Tanda Klinis dari Periodontitis Kronis:a. Inflamasi gingiva dan pendarahanb. Poketc. Resesi gingivad. Mobiliti gigie. Migrasi gigif. Nyerig. Kerusakkan tulang alveolarh. Halitosis dan rasa tidak enakKlasifikasi kronis periodontitis dibagi menjadi 2 macam :1. Klasifikasi berdasarkan distribusi penyakita. Periodontitis Kronis LokalisataDikatakan periodontitis kronis lokalisata apabila jumlah gigi yang terkena kurang dari 30% atau kurang dari 30% dari seluruh sisi di mulut yang terlibat.b. Periodontitis Kronis GeneralisataApabila lebih dari 30% dari seluruh sisi mulut yang terlibat.

2. Klasifikasi berdasarkan keparahan penyakita. Taraf Ringan Taraf ringan ini ditandai oleh adanya kehilangan perlekatan yang hanya berkisar 1-2 mm.b. Taraf SedangTaraf sedang ditandai oleh adanya kehilangan perlekatan sebesar 3-4 mm.c. Taraf ParahDitandai dengan hilangnya perlekatan 5 mm atau lebih.1. Buat rencana perawatan pada kasus di atas?Rencana perawatan yang akan dilakukan pada gigi pasien tersebut adalah :LOKASIKASUSRENCANA PERAWATAN

16 dan 17Karies MediaRestorasi

35 dan 36MissingPembuatan Bridge

Regio 46Inflamasi dengan kedalaman saku 4 mm pada daerah vestibular dengan lesi furkasi derajat 2

Bedah Flep

Pemeriksaan poket periodontalPemeriksaan poket periodontal harus mempertimbangkan: keberadaan dan distribusi pada semua permukaan gigi, kedalaman poket, batas perlekatan pada akar gigi, dan tipe poket (supraboni atau infaboni; simple,compound atau kompleks). Metode satu-satunya yang paling akurat untuk mendeteksi poket peridontal adalah eksplorasi menggunakan probe peridontal. Poket tidak terdeteksi oleh pemeriksaan radiografi. Periodontal poket adalah perubahan jaringan lunak. Radiografi menunjukkan area yang kehilangan tulang dimana dicurigai adanya poket. Radiografi tidak menunjukkan kedalaman poket sehingga radiografi tidak menunjukkan perbedaan antara sebelum dan sesudah penyisihan poket kecuali kalau tulangnya suda diperbaiki. Ujung gutta percha atau ujung perak yang terkalibrasi dapat digunakan dengan radiografi untuk menentukan tingkat perlekatan poket peridontal.

Menurut Carranza (1990), kedalaman poket dibedakan menjadi dua jenis, antara lain:

1. Kedalaman biologis Kedalaman biologis adalah jarak antara margin gingiva dengan dasar poket (ujung koronal dari junctional epithelium). 2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing Kedalaman klinis adalah jarak dimana sebuah instrumen ad hoc (probe) masuk kedalam poket. Kedalaman penetrasi probe tergantung pada ukurang probe, gaya yang diberikan, arah penetrasi, resistansi jaringan, dan kecembungan mahkota. Kedalaman penetrasi probe dari apeks jaringan ikat kejunctional epithelium adalah 0.3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat ditoleransi dan akurat adalah 0.75 N. Teknik probing yang benar adalah probe dimasukkan pararel dengan aksis vertikal gigi dan berjalan secara sirkum ferensial mengelilingi permukaan setiap gigi untuk mendeteksi daerah dengan penetrasi terdalam (Carranza, 1990). Jika terdapat banyak kalkulus, biasanya sulit untuk mengukur kedalaman poket karena kalkulus menghalangi masuknya probe. Maka, dilakukan pembuangan kalkulus terlebih dahulu secara kasar (gross scaling) sebelum dilakukan pengukuran poket (Fedidkk, 2004).Untuk mendeteksi adanya interdental craters, maka probe diletakkan secara oblique baik dari permukaan fasial dan lingual sehingga dapat mengekplorasi titik terdalam pada poket yang terletak dibawah titik kontak (Carranza, 1990).

Pada gigi berakar jamak harus diperiksa dengan teliti adanya keterlibatan furkasi. Probe dengan desain khusus (Nabers probe) memudahkan dan lebih akurat untuk mengekplorasi komponen horizontal pada lesi furkasi (Carranza, 1990).

Selain kedalaman poket, hal lain yang penting dalam diagnostik adalah penentuan tingkat perlekatan (level of attachment). Kedalaman poket adalah jarak antara dasar poket dan margin gingiva. Kedalaman poket dapat berubah dari waktu ke waktu walaupun pada kasus yang tidak dirawat sehingga posisi margin gingiva pun berubah. Poket yang dangkal pada 1/3 apikal akar memiliki kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan poket dalam yang melekat pada 1/3 koronal akar. Cara untuk menentukan tingkat perlekatan adalah pada saat margin gingiva berada pada mahkota anatomis, tingkat perlekatan ditentukan dengan mengurangi kedalaman poket dengan jarak antara margin gingiva hingga cemento-enamel junction (Carranza, 1990). Insersi probe pada dasar poket akan mengeluarkan darah apabila gingiva mengalami inflamasi dan epithelium poket atrofi atau terulserasi. Untuk mengecek perdarahan setelah probing, probe perlahan-lahan dumasukkan ke dasar poket dan dengan berpindah sepanjang dinding poket. Perdarahan seringkali muncul segera setelah penarikan probe, namun perdarahan juga sering tertunda hingga 30-60 detik setelah probing (Carranza, 1990). Perawatan pertama yang dilakukan pada keadaan periodontitis kronis : Skaling: Supragingiva Subgingiva

Root planing

Semua pasien, selain yang menderita masalah akut, harus dirawat pertama-tama dengan skaling supragingiva untuk mengurangi gingivitis dan perubahan. Harus dibuat catatan tentang poket sebelum melakukan skaling subgingiva.Skaling subgingiva adalah metode paling konservatif dari reduksi poket dan bila poket dangkal, merupakan satu-satunya perawatan yangn perlu dilakukan. Meskipun demikian, bila kedalaman poket 4 mm atau lebih, diperlukan perawatan tambahan. Yang paling sering adalah root planing dengan atau tanpa kuretase subgingiva.Tujuan root planing adalah untuk membersihkan sementum nekrosis dan kalkulus serta menghaluskan permukaan akar. Juga berhubungan dengan membersihkan sementum yang terinfiltrasi oleh bahan toksik bakteri seperti endotoksin (LPS).Tujuan skaling dan root planing adalah untuk mendapat permukaan akar yang halus, bebas deposit dengan sesedikit mungkin menghilangkan sementum.Kuretase subgingiva yang berhubungan dengan pembersihan permukaan dalam dinding jaringan lunak poket yang terdiri dari epithelium dan jaringan ikat yang terinflamasi. Penyusutan jaringan yang terjadi setelah prosedur ini menyebabkan poket berkurang kedalamannya.Ketiga komponen pembersihan subgingiva - skaling, root planing dari kuretase, biasanya dilakukan bersamaan karena selama skaling subgingiva sulit untuk mencegah tidak terjadinya kuretase jaringan lunak.Skaling subgingiva dan root planing dapat merubah komposisi bakterial dari poket. Laju rekolonisasi dipengaruhi oleh standar kebersihan mulut karena untuk pertumbuhan ulang plak supragingiva diperlukan rekolonisasi dari poket (Magnusson dkk., 1984).Waktu yang diperlukan untuk skaling dan root planing berkisar antara 5-8 jam dan pasien perlu dipanggil kembali untukn perawatan pengkontrolan setiap 2-4 bulan sekali. Relaps dapat terjadi pada beberapa pasien walaupun upaya ini dilakukan dengan akurat.Perawatan pada poket akan dilakukan bedah flep (surgikal pocket therapy) :Tujuan terapi bedah saku adalah untuk menyingkirkan perubahan patologis yang terjadi pada dinding saku, menciptakan kondisi yang stabil dan mudah dipelihara dan bila memungkinkan untuk meningktkan regenerasi periodontal. Tujuan tersebut tercapai karena teknik-teknik bedah akan (1) memperbaiki aksesibilitas ke permukaan akar, sehingga memungkinkan penyingkiran iritan secara tuntas (2) mengurangi atau menyingkirkan kedalaman saku, sehingga memungkinkan bagi pasien memlihara permukaan akar gigi terbebas dari penumpukan plak dan (3) membentuk kembali jaringan lunak dan jaringan keras periodonsium untuk mendapatkan topograsi yang harmonis.Bedah flap adalah istilah umum bagi semua prosedur bedah yang berkaitan dengan perawatan saku periodontal dimana dilakukan pembukaan flep periodontal. Dengan flep periodontal dimaksudkan bagian gingiva atau mukosa yang dengan prosedur bedah dipisahkan dengan jaringan di bawahnya untuk mendapatkan visibilitas dan aksesibilitas ke permukaan akar gigi dan tulang alveolar. Flep periodontal dapat diklasifikasikan berdasarkan atas beberapa kategori yang digunakan pada kasu ini adalah full thickness flap atau flap ketebalan penuh. Hal ini dilakukan karna pada kasus ini poket dengan kedalaman 4 mm terdapat lesi furkasi dengan derajat 2 makanya dilakukan full thickness flap .Penjelasan Lesi Furkasi Derajat II. (Prob Nebers)Derajat II : Lesi derajat II termasuk kategori sedang. Lesi jaringan lunak telah diserti kehilangan tulng yang memungkinkan prob bisa dimasukkan ke daerah furkasi dari salah satu sisi (bukal/oral) lebih dari 1 mm tapi belum tembus ke sisi lainnya.Perwatannya Lesi Furkasi derajat II. Ketika terdapat perkembangan komponen horizontal dari furkasi (derajat II), perawatan dapat menjadi lebih rumit. Keterlibatan tulang horizontal yang dangkal tanpa kehilangan tulang vertikal yang signifikan biasanya memberikan respon yang baik untuk prosedur flep lokal dengan odontoplasti dan osteoplasti. Isolasi furkasi kelas II yang parah mungkin memberikan respon terhadap prosedur bedah flep dengan osteoplasti dan odontoplasti. Perlakuan ini menurunkan puncak furkasi dan mengubah kontur gingival untuk memfasilitasi kontrol plak pasien.Desain flapDesain flap yang digunakan pada kasus ini adalah KONVENSIONAL FLAP/TRADISONAL karena pas pada kasus dan tidak terlula banyak memeerlukan tempat yang luas dan di dukung dengan tulang pada bagian interdental yang masih baik dan normal.

Flap Konvensional Insisi pada flep sebelah vestibular dan flep sebelah oral sampai ke atau mendekati puncak papila interdental sehingga papilla interdental terpotong 2 atas bagian vestibular dan bagian oral.Indikasi: Ruang interdental terlalu sempit, sehingga keutuhan papilla interdental tidak mungkin di pertahankan Flepnya hendak diposisikan ke posisi yang baruTipe flep ini dibuat dengan menggunakan insisi bevel kedalam(Internal bevel incision) dan terpotongnya papilla interdental di tengah. Dengan insisi bevel ke dalam sisi interproksimal tidak sepenuhnya tertutup kembali oleh flep pada waktu dijahit.

Keuntungan dari insisi bevel ke dalam adalah: Epitel saku tersingkir dengan tuntas Permukaan luar ginggiva yang relatif tidak terinflamasi dipertahankan sebanyak mungkin Menghasilkan tepi flep yang runcing dan tipis sehingga mudah di adaptasikan ke batas tulang-gigiTeknik jahitan yang digunakn adalah jahitan lansungJahitan yang digunakan merupakan jahitan interdental tepatnya pada jahitan lansung/simpul (direct/loop suture), dimana kedua bagian papilla interdental dapat dipertemukan dengan rapat. Tipe jahitan ini di indikasikan pada bedah flep ini dimana diharapkan agar flep vestibular dengan flep oral berbaut rapat di interproksimal.