bab 1. 2, 3. 4.docx

Upload: agustriati-muniz

Post on 06-Mar-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangFraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan (Engram, 1999). Jumlah penderita mengalami fraktur di Amerika Serikat sekitar 25 juta orang pertahun. Pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan di ruang bedah RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh data bahwa, pada bulan Maret 2010 terdapat 8 kasus yang mengalami fraktur. Fraktur femur merupakan kejadian tertinggi. Berdasarkan observasi peneliti sejumlah pasien dengan keluhan utama nyeri sering ditemui terutama pada pasien fraktur. Informasi yang didapat peneliti dari perawat ruangan pada saat itu, untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien diberikan obat analgetik saja dan tidak pernah diberi kompres dingin oleh perawat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan pasien tersebut. Kompres dingin merupakan salah satu bentuk tindakan mandiri perawat yang perlu dipertimbangkan terutama pada pasien yang mengalami nyeri fraktur. Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet.Selain macet, juga terasa nyeri.Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang kami ambil dalam makalah ini adalah sebagai berikut:1. Apa Pengertian dari Fraktur?2. Bagaimana Anatomi Fisiologi dari Fraktur?3. Bagaimana dari Etiologi Fraktur?4. Bagaimana Klasifikasi dari Fraktur?5. Apa Patofisiologi dari Fraktur?6. Apa Manifestasi Klinis dari Fraktur?7. Bagaimana Komplikasi dari Fraktur?8. Bagaimana Prinsip Penanganan dari Fraktur?9. Bagaimana Penatalaksanaan dari Fraktur? 10. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dari Fraktur?1.3 Tujuan Penulisan1.3.1 Tujuan Umum a. Memberikan pemahaman tentang Frakturb. Untuk mengetahui definisi, anatomi dan fisiologi etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, pencegahan, penatalaksanaan, komplikasi, pemeriksaan diagnostic dari Fraktur1.3.2 Tujuan Khususa. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem muskuluskeletalb. Memberikan pemahaman yang lebih tentang fraktur dan askepnya.1.4 Manfaat Penulisan Bagi penulis menambah pengetahuan dan wawasan tentang Fraktur, juga sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dan megetahui asuhan keperawatan pada penderita fraktur.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002).Fraktur Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, Arif, 2000). Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensens Medical Surgical Nursing. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990).Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Burner at all, 2002).Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004).Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya yang terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar seperti trauma atau tenaga fisik (Brunner & Suddarth, 2001).

2.2 Anatomi Fisilogia. Struktur TulangTulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian.Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras. (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995). b. Tulang PanjangAdalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. (Black, J.M, et al, 1993). Fungsi Tulang :1) Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.2) Tempat mlekatnya otot.3) Melindungi organ penting.4) Tempat pembuatan sel darah.5) Tempat penyimpanan garam mineral.(Ignatavicius, Donna D, 1993)2.3 Etiologia. Kekerasan langsungKekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. b. Kekerasan tidak langsungKekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.c. Kekerasan akibat tarikan ototPatah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. (Oswari E, 1993)2.4 Klasifikasi Fraktur1. Menurut jumlah garis fraktur :a) Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)b) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)c) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)2. Menurut luas garis fraktur :a) Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)b) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)c) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)3. Menurut bentuk fragmen :a) Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)b) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)c) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)2.5 PathofisiologiTulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993).a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur : 1) Faktor EkstrinsikAdanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur. 2) Faktor IntrinsikBeberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang. ( Ignatavicius, Donna D, 1995 ) b. Biologi penyembuhan tulangTulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1) Stadium Satu-Pembentukan HematomaPembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. 2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.3) Stadium Tiga-Pembentukan KallusSelsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.4) Stadium Empat-KonsolidasiBila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.5) Stadium Lima-RemodellingFraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya. (Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993).2.6 Manifestasi Klinis 1) Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi. spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma langsung pada jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori, pergerakan pada daerah fraktur dan dapat diminimalkan dengan bidai alamiah2) Deformitas, akibat dari pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai (perbedaan fungsi normal otot pada integritas tulang)3) Pemendekan tulang yang terjadi karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur4) Krepitus, bunyi derik tulang yang dapat diperiksa dengan tangan. Hal ini terjadi karena gesekan antara fragmen satu dengan yang lain. Uji krepitus ini dapat berdampak kurang baik, terjadinya kerusakan jaringan lunak yang lebih berat5) Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit, terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur yang timbul beberapa jam setelah kejadian.6) Echimosis, ekstravasasi darah dalam jaringan subkutan (Brunner & Suddarth, 2001).2.7 Komplikasi 1) Komplikasi awala. Syok hipovolemik/ traumatik, ketika terjadi fraktur (extremitas, vertebra, pelvis, femur) yang mengakibatkan perdarahan dan kehilangan cairan extrasel kemudian aliran darah berkurang di jaringan yang rusak dan mengakibatkan terjadinya syok hipovolemikb. Sindrom emboli lemakc. Sindrom kompartemend. Trombo emboli vena, berhubungan dengan penurunan aktivitas/ kontraksi otot/dan terapi antibiotike. Infeksi, biasanya pada fraktur terbuka, terjadi kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda-tanda infeksi dan terapi antibiotik2) Komplikasi lambat1) Delayed union, proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan, biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi.2) Non union, proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fobrous union atau pseudoarthrosis.3) Mal union, proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk).4) Nekrosis avaskuler di tulang, karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang.2.8 Prinsip Penanganan FrakturPrinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi : 1) Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umu; riwayat kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus.2) Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk mencegah jarinagn lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Reduksi ada 3 (tiga), yaitu: 3) Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi, dengan tarikan untuk menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)4) Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi, dimana beratnya traksi di sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang5) Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan, yaitu fiksasi internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan implant logam) dan fiksasi ekterna (pembalutan, gips, bidai, traksi kontinue, pin dan tehnik gips6) Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan cara fiksasi internal dan eksternal.a. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi, dengan cara:b. Mempertahankan reduksi dan imobilisasic. Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakand. Memantau status neorovaskulare. Mengontrol kecemasan dan nyerif. Latihan isometrik dan setting ototg. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-harih. Kembali keaktivitas secara bertahap2.9 Penatalaksanaan1) Orif (Open Reduction Internal Fixation)Melakukan insisi dan menyusun kembali bagian fraktur dengan visual secara langsung. Reduksi terbuka merupakan pilihan pengobatan untuk fraktur campuran yang di sertai dengan injury neurovaskuler yang berat atau jika jaringan lunak berada di permukaan antara dua tulang. Internal fixation membuat tulang menjadi imobil dan dapat mencegah deformitas pada tulang tetapi bukan sebagai pengganti untuk penyembuhan tulang. Metode pelaksanaan ORIF:a. Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami frakturb. Fraktur diperiksa dan ditelitic. Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari lukad. Fraktur di reposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembalie. Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku.2) Eksternal FiksasiFiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak (fraktur komplet pada humerus, lengan bawah, femur, tibia dan pelvisa. Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lamab. Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.c. Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulangd. Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya.e. Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain: Observasi letak pen dan area Observasi kemerahan, basah dan rembes Observasi status neurovaskuler distal fraktur2.10 Pemeriksaan Diagnostika. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi/ luas fraktur dan trauma.b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.c. Arteriogram : dilakukan jika di curigai adanya kerusakan vaskuler.d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi), atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). SDP meningkat yang merupakan respon stres normal setelah trauma.e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi darah, tranfusi multipel atau cedera hati.

BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN TEORI3.1 Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:A. Pengumpulan Data1. Identitas KlienMeliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.2. Keluhan UtamaPada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)3. Riwayat Penyakit SekarangPengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).4. Riwayat Penyakit DahuluPada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).5. Riwayat Penyakit KeluargaPenyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).6. Riwayat PsikososialMerupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup SehatPada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

2) Pola Nutrisi dan MetabolismePada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.3) Pola EliminasiUntuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)4) Pola Tidur dan IstirahatSemua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).5) Pola AktivitasKarena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).6) Pola Hubungan dan PeranKlien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).

7) Pola Persepsi dan Konsep DiriDampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 2000).8) Pola Sensori dan KognitifPada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995). 9) Pola Reproduksi SeksualDampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2000). 10) Pola Penanggulangan StressPada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).11) Pola Tata Nilai dan KeyakinanUntuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien. (Ignatavicius, Donna D, 2000). 8. Pemeriksaan Fisik1) Aktivitas / IatirahatKeterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena ( mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan , nyeri).

2) Sirkulasia. Hipertensi (kadang kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).b. Takikardia (Respon stress, hipovolemia).c. Penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.d. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera 3) Neurosensori a. Hilang gerakan / sensasi, spasme otot.b. Kebas / kesemutan (Parastesia).c. Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.d. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / ansietas atau trauma lain).4) Kenyamanana. Nyeri tiba tiba pada saat cidera (Mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang, dapata berkurang pada imobolisasi), tak adanyeri akibat kerusakan saraf.b. Spasme / kram otot (setelah imobilisasi).c. Laserasi kulit, avulasi jaringan, persarahan, perubahan warna.d. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba tiba).

3.2 Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang,kerusakan sekunder terhadap fraktur.2) Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, terapi restriktif (imobilisasi tungkai).3) Kerusakan Integritas jaringan kulit b/d fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, sekrup.

17

3.3 Intervensi Keperawatan Diagnosa KeperawatanTujuan Dan Kriteria HasilIntervensiRasional

1. Nyeri b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang,kerusakan sekunder terhadap fraktur.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang.Kriteria Hasil : Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan Klien menyatakan nyerinya berkurang Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.1. Pantau vital sign, intensitas nyeri dan tingkat kesadaran.2. Pertahankan tirah baring sampai fraktur berkurang3. Bantu pasien untuk posisi yang nyaman4. Pakai kompres es atau kompres panas (jika tidak ada kontraindikasi)5. Berikan istirahat sampai nyeri hilang6. Berikan obat analgetik sesuai dengan nyeri yang dirasakan pasien.1. Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yangdiharapkan.2. Nyeri dan spasme otot dikontrol oleh immobilisasi.3. Posisi tubuh yang nyaman dapat mengurangi penekanan dan mencegahketegangan4. Dingin mencegah pembengkakan dan panas melemaskan otot-otot dan pembuluh darah berdilatasi untuk oleh klien.5. Istirahat menurunkan pengeluaran energi6. Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh klien.

2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, terapi restriktif (imobilisasi tungkai).

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Mobilisasi fisik terpenuhiKriteria Hasil : Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada. Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk. ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara. Klien dapat melakukan ambulasi.

1. Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.2. Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.3. Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.4. Ganti posisi klien setiap 3 4 jam secara periodik.5. Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.

1. Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.2. Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi3. Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.4. Pergantian posisi setiap 3-4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur5. Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat tidur.

3. Kerusakan Integritas jaringan kulit b/d fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, sekrup.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kperawatan selama 2x24 di harapkan Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.Kriteria Hasil : Kulit bersih dan kelembaban cukup. Kulit tidak berwarna merah. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu / penyembuhan lesi terjadi

1. Observasi kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna, kelabu, memutih2. Ubah posisi tiap 2- 3 jam sekali3. Bersihkan kulit dengan sabun dan air. Gosok perlahan dengan alkohol dan atau/ bedak4. Observasi untuk potensial area yang tertekan, khususnya pada akhir pemasangan dan bawah bebatan.5. Gunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi

1. Mendeteksi pembentukan edema dan observasi sirkulasi kulit dan masalah yang disebabkan oleh adanya pemasangan bebat2. Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.3. Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.4. Tekanan dapat menyebabkan ulserasi, nekrosis, dan / atau kelumpuhan saraf5. Meningkatkan sirkulasi darah.

3.4 Implementasi DiagnosaImplementasi

Dx 11. Memantau vital sign, intensitas nyeri dan tingkat kesadaran.2. Mempertahankan tirah baring sampai fraktur berkurang3. Menbantu pasien untuk posisi yang nyaman4. Memakai kompres es atau kompres panas (jika tidak ada kontraindikasi)5. Memberikan istirahat sampai nyeri hilang6. Memberikan obat analgetik sesuai dengan nyeri yang dirasakan pasien.

Dx 21. Mengkaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.2. Melatih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.3. Meningkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.4. Menganti posisi klien setiap 3 4 jam secara periodik.5. Membantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.

Dx 31. Mengobservasi kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna, kelabu, memutih2. Mengubah posisi tiap 2- 3 jam sekali3. Membersihkan kulit dengan sabun dan air. Gosok perlahan dengan alkohol dan atau/ bedak4. Mengobservasi untuk potensial area yang tertekan, khususnya pada akhir pemasangan dan bawah bebatan.5. Menggunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi

BAB 4PENUTUP 4.1 Kesimpulan Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002).Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990).Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Burner at all, 2002).Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya yang terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar seperti trauma atau tenaga fisik (Brunner & Suddarth, 2001).4.2 SaranDari Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan yang kami susun ini kami mengharapkan pembaca dapat memahami secara benar tentang fraktur, terutama mahasiswa/mahasiswi yang yang berada di STIKES Eka Harap.Dalam makalah ini terdapat banyak sekali kekurangan, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan dalam penyusunan makalah berikutnya.