aik 4.docx

37
Disusun oleh : Nama : Wulan Megasari Nim : 201310410311287 JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015/2016

Upload: wulanfalendina

Post on 11-Nov-2015

78 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Disusun oleh :Nama : Wulan MegasariNim : 201310410311287

JURUSAN FARMASIFAKULTAS ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul AHLAK SOSIAL. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas Al-islam dan kemuhammadiyahan.Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Malang ,06 maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI

ContentsKATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB I1PENDAHULUAN1BAB II2ISI22.1 Masyarakat Dambaan Islam22.2Toleransi Antar Umat Beragama52.3Prinsip-prinsip islam dalam mewujudkan kesejahteraan sosial82.4Pandangan Islam terhadap beberapa persoalan sosial10BAB III21PENUTUP21DAFTAR PUSTAKAiii

14

BAB IPENDAHULUAN

Pengertian Akhlak Di dalam Al-Quran terdapat kata ihsan yang berarti berbuat kebijakan atau kebaikan. Yaitu di dalam QS. An-Nahl : 90, dan QS. Ar-Rahman : 60 yang berhubungan dengan akhlak. Kata akhlaq berasal dari kata khilqun, yang mengandung segi-segi persesuaian kata khaliq dan makhluq. Dari sinilah asal perumusan ilmu akhlak yang merupakan koleksi ugeran yang memungkinkan timbulnya hubungan yang baik antara makhluk dan Khalik serta antara makhluk dengan makhluk lainnya.Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan, tanpa banyak pertimbangan atau pemikiran. Maka jika sifat itu melahirkan suatu perbuatan atau tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan perbuatan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk. Akhlak dalam bahasa Indonesia lebih mendekati dengan arti budi pekerti. Yang penerapannya melalui tingkah laku yang mungkin positif dan negatif. Jadi, akhlak sosial islami adalah suatu perilaku atau suatu perangai yang baik dalam pandangan Islam. Baik akhlak kepada Allah SWT. juga akhlak kepada manusia. Contoh Saling Menyayangi, Beramal Shaleh, Saling Menghormati, Berlaku Adil, Menjaga Persaudaraan, Berani Membela Kebenaran, Tolong Menolong, dan Musyawarah.

BAB IIISI

2.1 Masyarakat Dambaan Islam

Masyarakat mempunyai peranan yang sangat besar untuk pembentukan karakter individu-individu didalam masyarakat tersebut. Setiap individu akan terpola dalam masyarakat dan terpengaruh oleh apa yang ada di dalamnya, baik berupa pemikiran maupun tingkah lakunya. Apabila masyarakat berpola jahiliyah maka tiap tiap individu yang ada didalamnya akan berperilaku dan berpikiran jahiliyah pula. Apabila masyarakat mencerminkan nilai islami maka tiap tiap individu yang ada didalamnya berperilaku dan berpikiran islami pula.Manusia adalah mahluk sosial, yang harus hidup bersama manusia yang lain. Sudah barang tentu tiap individu yang satu akan mempengaruhi individu yang lain. Sebagaimana yang kita fahami bahwa hubungan individu satu dengan yang lain dalam bermasyarakat harus mencerminkan nilai-nilai islami, islam sebagai idiologi dalam pembentukan tatanan masyarakat. Disini perlu adanya konsep yang jelas terkait dengan pembentukan masyarakat yang islami tersebut.Ibnu Qoyyim al-Jauzy mengatakan bahwa pembentukan masyarakat islami bertujuan membangun hubungan yang kuat antara individu sebuah masyarakat dengan menerapkan sebuah ikatan yang terbangun diatas kecintaan sebagai realisasi sabda Rasulullah yang berbunyi Tidaklah sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhari)Pembentukan masyarakat yang memiliki jiwa membangun menurut ibnu Qoyyim ialah yang mampu menghasilkan individu masyarakat yang saling mencintai sebagian dengan sebagian yang lain, dan saling mendoakan walaupun mereka saling berjauhan. Dan sebagai buah dari doa ini malaikat akan mengaminkan doa seseorang untuk saudaranya yang lain yeng telah didoakannya.Termasuk dari buah kecintaan seseorang kepada saudaranya adalah bahwa kecintaan tersebut akan menghantarkan kebaikan kepadanya, baik dalam hidupnya didunia maupun setelah kematiannya. Akhlak Islam Dalam Masyarakat Sebagaimana masyarakat Islam itu memiliki keistimewaan di bidang aqidah, ibadah dan pemikiran, maka ia juga memiliki keistimewaan dalam masalah akhlaq.Akhlaq merupakan bagian penting dari eksistensi masyarakat Islam. Mereka adalah masyarakat yang mengenal persamaan keadilan, kebajikan dan kasih sayang, kejujuran dan kepercayaan, sabar dan kesetiaan, rasa malu dan kesetiaan, 'izzah dan ketawadhu'an, kedermawanan dan keberanian, perjuangan dan pengorbanan, kebersihan dan keindahan, kesederhanaan dan keseimbangan, pemaaf dan penyantun, serta saling menasihati dan bekerjasama (ta'awun). Mereka beramar ma'ruf dan nahi munkar, melakukan segala bentuk kebaikan dan kemuliaan, keutamaan akhlaq, semua dengan niat ikhlas karena Allah, bertaubat dan bertawakal kepada-Nya, takut menghadapi ancaman-Nya dan mengharap rahmat-Nya. Memuliakan syiar-syiarNya, senang untuk memperoleh ridhaNya, menghindari murka-Nya, dan lain-lain dari nilai-nilai Rabbaniyah yang telah banyak dilupakan oleh manusia. Ketika kita berbicara tentang akhlaq, maka bukanlah akhlaq itu hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia saja, akan tetapi ia mencakup hubungan manusia dengan penciptannya juga.Dalam menjalin hubungan antara individu satu dengan individu yang lain perlu adanya perilaku yang membuat hubungan tersebut menjadi harmonis. Hubungan yang mampu menjadikan individu yang ada didalam masyarakat merasa tenteram, tidak ada yang membuat resah. Akhlak islami mempunyai peranan yang penting dalam menciptakan hubungan tersebut. Akhlak islami bisa kita lihat dari tiap-tiap individu dengan melihat perilaku kesehariannya. Perilaku yang merupakan spontan tanpa ada rekayasa atau dengan dibuat-buat.Kita banyak mendapatkan teori tentang akhlak islam, baik pelajaran agama disekolah, pengajian dimasjid, dan masih banyak lagi. Tapi ketika ilmu yang kita dapatkan tadi tanpa ada realisasi maka akhlak islami tersebut tidak akan muncul dalam diri kita. Akhlak islami banyak didapatkan ketika kita berinteraksi dengan masyarakat.Dekat dengan orang sholeh, agar kita bisa belajar akhlak islam yang mulia. Sebagai perumpamaan, apabila kita dekat dengan penjual minyak wangi maka kita akan tertular bau wangi. Begitu juga kita ketika dekat dengan kebaikan maka akan tertular juga dengan hal yang baik.Tugas Masyarakat Islam terhadap akhlaq adalah sebagaimana tugasnya terhadap aqidah, pemikiran dan ibadah. Tugas (peran) mereka terhadap akhlaq yang diutarakan oleh DR. Yusuf Qordhawi ada tiga hal, yakni Taujih (mengarahkan), Tatshit (memperkuat), dan Himaayah (memelihara). Taujih atau pengarahan itu bisa dilakukan dengan penyebaran pamflet, penyampaian di berbagai mass media, pembekalan, dakwah dan irsyad (menunjuki jalan yang lurus). Adapun Tatshit (memperkuat) itu dilakukan dengan pendidikan yang sangat panjang waktunya, dan dengan tarbiyah yang mengakar dan mendalam dalam level rumah tangga, sekolah dan universitas. Sedangkan Himaayah itu bisa dilakukan dengan dua hal berikut:Dengan tiga hal ini, yaitu taujih, tatsbit dan himaayah maka akhlaq Islam akan tumbuh, berkembang dan berjalan dalam kehidupan sosial seperti berjalannya air yang m engandung zat makanan dalam batang pohon sampai ke daun-daunnya. Maka bukanlah masyarakat Islam itu masyarakar yang di dalamnya akhlaq orang-orang yang beriman bersembunyi, sementara akhlaq orang-orang yang rusak muncul di permukaan. Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang di dalamnya perilaku kekerasan orang-orang kuat mendominasi yang lemah dan yang lemah semata-mata tunduk kepada yang kuat. Bukan disebut masyarakat Islam itu masyarakat yang menyembunyikan taqwallah dan muraqabah kepada-Nya serta takut terhadap hisabNya. Sehingga kita melihat manusia berbuat sesuatu seakan mereka menjadi tuhan-tuhan terhadap dirinya sendiri dan mereka terus berlaku demikian seakan di sana tidak ada hisab yang menunggu. Mereka terus dalam keadaan lalai, berpaling dan merasa cukup dengan apa yang sudah diperoleh di dunia. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang diliputi oleh sikap tawaakul (bermalas-malasan) dan menyerah kepada keadaan, bersikap lemah dan berfikir negatif dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup serta melemparkan kesalahan kepada ketentuan takdir. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang merendahkan orang-orang shalih dan memuliakan orang-orang fasik, mendahulukan orang-orang yang berbuat dosa dan mengakhirkan orang-orang yang bertaqwa. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang menzhalimi orang yang berlaku benar. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang segala macam kewajiban dirusak, seriap keinginan nafsu mereka turuti dan segala sesuatu diselesaikan dengan risywah (suap-menyuap). Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang orang tuanya tidak dimuliakan dan orang mudanya tidak dikasihi, serta orang yang punya keutamaan tidak dihargai. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang akhlaqnya menjadi luntur dan meleleh, yang laki-laki menyerupai wanita dan kaum wanitanya menyerupai laki-laki. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang tersebar di dalamnya fakhisyah (perbuatan keji), kaum laki-lakinya tidak memiliki kecemburuan dan kaum wanitanya kehilangan rasa malu. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang diwarnai oleh akhlaq orang-orang munafik, apabila berbicara ia dusta, apabila berianji tidak menepati, apabila dipercaya berkhianat dan apabila bertengkar ia berbuat curang. Nabi SAW bersabda:"Sesungguhnya aku diutus tiada lain kecuali untuk menyempurnakan, akhlaq." (HR. Bukhari, Hakim dan Baihaqi)Maka tidak bisa dipisahkan dalam masyarakat ini antara ilmu dan akhlaq, antara seni dengan akhlaq, antara ekonomi dengan akhlaq, antara politik dengan akhlaq dan bahkan antara perang dengan akhlaq. Karena akhlaq merupakan unsur yang mewarnai segala persoalan hidup dan sikap hidup seseorang, mulai dari yang kecil sampai urusan yang besar, baik yang berdimensi individu maupun sosial.2.2 Toleransi Antar Umat Beragama 2.2.1 Penegertian Toleransi Kata toleransi berasal dari bahasa Arab, tasamuh, yang berarti sikap yang baik dan berlapang dada terhadap perbedaan-perbedaan dengan orang lain yang tidak sesuai dengan pendirian dan keyakinannya, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan.. Umat manusia diciptakan dengan berbagai ras, bangsa, suku, bahasa, adat, kebudayaan, dan agama yang berbeda. Menghadapi kenyataan tersebut, setiap manusia harus bersikap toleran atau tasamuh. Dengan sikap toleransi dan tasamuh yang luas dan terbuka, maka akan terbentuk suatu masyarakat yang saling menghargai, menghormati, dan terjalinlah kehidupan yang harmonis antar anggota masyarakat, bangsa, negara, maupun dalam kehidupan secara umum. Kemudian masyarakat yang harmonis cenderung akan menghasilkan karya-karya yang besar yang bermanfaat bagi manusia. Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua. Umat beragama juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan hidup.nToleransi merupakan sikap penting yang harus dimiliki oleh setiap manusia, karena dengan toleransi manusia bisa hidup bersaudara, rukun, harmonis dan melestarikan persatuan. Adapun definisi toleransi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia toleransi adalah sifat atau sikap toleran, yakni bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan lain sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan inti toleransi adalah menciptakan persaudaraan, rukun, harmonis dan melestarikan persatuan. Ahmad Hasyim Muzadi menegaskan bahwa: untuk menciptakan tujuan-tujuan di atas tentu harus memperhatikan sikap moderat (wasathiyah), adapun sikap moderat adalah: Artinya: Keseimbangan antara keyakinan yang kokoh dengan toleransiToleransi antar umat beragama dan inter umat beragama, sebagai bagian dari masyarakat multikultural, merupakan hal yang sangat penting. Salah satu penyebeb timbulnya konflik antar umat beragama dan inter umat beragama adalah lemahnya rasa toleransi. Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi alam semesta tidak hanya mengatur toleransi antar umat beragama, tetapi juga mengatur toleransi dalam masyarakat yang lebih luas yang disebut multikultural. Masyarakat multikultural terdiri dari berbagai macam ras, bangsa, agama, suku, kepercayaan, adat istiadat, budaya, peradaban, dan dari latar belakang kehidupan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Masyarakat multikultural merupakan suatu kenyataan yang dihadapi oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia. Islam, sebagai agama yang menebarkan kedamaian, mengarahkan manusia agar mengembangkan toleransi atau tasamuh dalam menyikapi perbedaan dan perselisihan antara sesama umat manusia.Tanpa adanya toleransi, umat-umat beragama dalam masyarakat multikultural akan selalu bersitegang. Dalam hadisnya, Rasulullah s.a.w. menegaskan pentingnya toleransi. Hadits tersebut mengarahkan kepada umat Islam bersikap baik dan bersahabat dengan orang-orang non muslim (muahad ) yang telah melakukan perdamaian dan kerjasama dalam bidang sosial, kemasyarakatan, kemanusiaan, kegiatan ekonomi, politik, dan sebagainya. Dalam hadis lain, Rasulullah s.a.w. menjelaskan tentang kewajiban pada setiap orang muslim untuk memberikan perlindungan terhadap orang non-muslim minoritas yang berada di bawah kekuasaan orang-orang muslim (dzimmi). Untuk memperjelas pengertian toleransi di atas, peneliti mengklasifikasikan toleransi menjadi dua bentuk sebagaimana yang dijelaskan oleh Hasyim Muzadi. Toleransi ada dua macam yaitu:1. Toleransi intern umat Islam Toleransi (Tasamuh) intern umat Islam berarti berpegang teguh pada pendapat sendiri, akan tetapi berkenan mengerti pendapat saudaranya sesama Muslim. Oleh karena itu, tidak dibenarkan memonopoli kebenaran, kecuali yang bersifat pasti (qath\i) . Kalau masih bersifat dugaan (dzanny) , yaitu sesuatu yang termasuk daerah pemikiran dan daerah ijtihad , maka harus ada keseimbangan di antara ilmu dan toleransi. Toleransi ini yang biasa digaungkan dengan Ayat yang artinya: Bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian . Ini adalah toleransi di antara Muslimin, selama tidak keluar dari batas syari\at (inhiraf).2. Toleransi umat Islam dengan non Muslim Toleransi umat Islam dengan non Muslim diistilahkan juga dengan toleransi antar umat beragama. Secara terminologi pengertiannya yaitu mengerti dan bersikap toleran, menenggang, menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan lain sebagainya yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Mengerti bukan berarti setuju. Kalaupun umat Islam memaksa umat lain untuk masuk Islam, itu sia-sia saja, karena Islamnya tidak sah. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah: 256Artinya: Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Surat Al-Qashash: 56Artinya: Sungguh engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang yang lebih menerima petunjuk.Berdasarkan penjelasan di atas, toleransi dalam Islam terbagi menjadi dua, yakni toleransi intern umat Islam dan toleransi antar umat beragama. Dengan demikian, penjelasan tentang pengertian dan pembagian toleransi di atas, tidak menutup ruang gerak setiap Muslim untuk tetap melaksanakan kewajiban berdakwah secara bijak. 2.3 Prinsip-prinsip islam dalam mewujudkan kesejahteraan sosialTerdapat sejumlah argumentasi baik yang bersifat teologis-normatif maupun rasional-filosofis yang menegaskan tentang betapa ajaran Islam amat peduli untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.Pertama, dilihat dari pengertiannya, sejahtera sebagaimana dikemukakan dalam Kamus Besar Indonesia adalah aman, sentosa, damai, makmur, dan selamat (terlepas) dari segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya. Pengertian ini sejalan dengan pengertian Islam yang berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Dari pengertiannya ini dapat dipahami bahwa masalah kesejahteraan sosial sejalan dengan misi Islam itu sendiri. Misi inilah yang sekaligus menjadi misi kerasulan Nabi Muhammad Saw, sebagaimana dinyatakan dalam ayat yang berbunyi :Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (Q.S. al-anbiy [21]: 107).Kedua, dilihat dari segi kandungannya, terlihat bahwa seluruh aspek ajaran Islam ternyata selalu terkait dengan masalah kesejahteraan sosial. Hubungan dengan Allah misalnya, harus dibarengi dengan hubungan dengan sesama manusia (habl min Allh wa habl min an-ns). Demikian pula anjuran beriman selalu diiringi dengan anjuran melakukan amal saleh, yang di dalamnya termasuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Selanjutnya, ajaran Islam yang pokok (Rukun Islam), seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, sangat berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat adalah orang yang menegaskan komitmen bahwa hidupnya hanya akan berpegang pada pentunjuk Allah dan Rasul-Nya. Karena, tidak mungkin orang mau menciptakan ketenangan jika tidak ada komitmen iman dalam hatinya. Demikian pula ibadah shalat (khususnya yang dilakukan secara berjamaah), juga mengandung maksud agar mau memperhatikan nasib orang lain. Ucapan salam pada urutan terakhir rangkain shalat berupaya mewujudkan kedamaian. Selanjutnya, dalam ibadah puasa seseorang diharapkan dapat merasakan lapar sebagaimana yang biasa dirasakan oleh orang lain yang berada dalam kekurangan. Kemudian, dalam zakat juga tampak jelas unsur kesejahteraan sosialnya lebih kuat lagi. Demikian pula dengan ibadah haji, yang mengajarkan seseorang agar memiliki sikap merasa sederajat dengan manusia lainnya.Ketiga, upaya mewujudkan kesejahteraan sosial merupakan misi kekhalifahan yang dilakukan sejak Nabi Adam As. Sebagian pakar, sebegaimana dikemukakan H.M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran (hal. 127), menyatakan bahwa kesejahteraan sosial yang didambakan al-Quran tercermin di Surga yang dihuni oleh Adam dan isterinya sesaat sebelum mereka turun melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi. Seperti diketahui, sebelum Adam dan isterinya diperintahkan turun ke bumi, mereka terlebih dahulu ditempatkan di Surga. Surga diharapkan menjadi arah pengabdian Adam dan Hawa, sehingga bayang-bayang surga itu bisa diwujudkan di bumi dan kelak dihuni secara hakiki di akhirat. Masyarakat yang mewujudkan bayang-bayang surga itu adalah masyarakat yang berkesejahteraan. Kesjaterjaan surgawi ini dilukiskan antara lain dalam firman-Nya yang berbunyi :Hai adam, sesungguhnya ini (Iblis ) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari Surga, yang akibatnya engkau akan bersusah payah. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di sini (surga), tidak pula akan telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan merasakan dahaga maupun kepanasan. (Q.S. Thh, 20: 117-119).Dari ayat ini jelas bahwa pangan, sandang, dan papan yang diistilahkan dengan tidak lapar dan dahaga, tidak telanjang, dan tidak kepanasan semuanya telah terpenuhi di sana. Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama dan utama kesejahteraan sosial.Keempat, di dalam ajaran Islam terdapat pranata dan lembaga yang secara langsung berhubungan dengan upaya penciptaan kesejahteraan sosial, seperti wakaf dan sebagainya. Semua bentuk pranata dan lembaga sosial berupaya mencari berbagai alternatif untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Namun, suatu hal yang perlu dicatat, berbagai bentuk pranat ini belum merata dilakukan oleh umat Islam dan belum pula efektif dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Hal ini mungkin disebabkan belum munculnya kesadaran yang merata serta pengelolaannya yang baik. Untuk itulah, saat ini pemerintah melalui Departemen Agama membentuk semacam Lembaga Amil Zakat (LAZ) tingkat nasional. Berhasilkah konsep ini dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, amat bergantung pada partisipasi kita.Kelima, ajaran Islam mengenai perlunya mewujudkan kesejahteraan sosial ini selain dengan cara memberikan motivasi sebagaimana tersebut di atas, juga disertai dengan petunjuk bagaimana mewujudkannya. Ajaran Islam menyatakan bahwa kesejahteraan sosial dimulai dari perjuangan untuk mewujudkan dan menumbuhsuburkan aspek-aspek akidah dan etika pada diri pribadi, karena dari diri pribadi yang seimbang akan lahir masyarakat yang seimbang. Masyarakat Islam pertama lahir dari Nabi Muhammad Saw. melalui kepribadian beliau yang sangat mengagumkan. Pribadi ini melahirkan keluarga yang seimbang seperti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra, dan lain-lain. Selain itu, ajaran Islam menganjurkan agar tidak memanjakan orang lain atau membatasi kreativitas orang lain, sehingga orang tersebut tidak dapat menolong dirinya sendiri. Bantuan keuangan baru boleh diberikan apabila seseorang ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Ketika seseorang datang kepada Nabi Saw. mengadukan kemiskinannya, Nabi Saw. tidak memberinya uang, tetapi kapak agar digunakan untuk mengambil dan mengumpulkan kayu. Dengan demikian, ajaran Islam tentang kesejahteraan sosial ini termasuk di dalamnya ajaran yang mendorong orang untuk kreatif dan bersikap mandiri, tidak banyak bergantung pada orang lain.2.4 Pandangan Islam terhadap beberapa persoalan sosial2.4.1 KemiskinanKemiskinan, poverty merupakan suatu permasalahan pembangunan yang terjadi di berbagai negara, khususnya negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dan negara-negara terbelakang. Kondisi kemiskinan pada dasarnya merupakan suatu fenomena multi dimensi, karena dipengaruhi beragam faktor. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan, namun hingga saat ini hasilnya belum sesuai harapan. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Dalam pengertian yang lebih definitif, Syekh An-Nabhani mengategorikan yang punya harta (uang), tetapi tak mencukupi kebutuhan pembelanjaannya sebagai orang fakir. Sementara itu, orang miskin adalah orang yang tak punya harta (uang), sekaligus tak punya penghasilan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.Islam memandang bahwa masalah kemiskinan adalah masalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer secara menyeluruh. Syariat Islam telah menentukan kebutuhan primer itu (yang menyangkut eksistensi manusia) berupa tiga hal, yaitu sandang, pangan, dan papan.2.4.2 Penyebab KemiskinanKemiskinan banyak dihubungkan dengan: penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin; penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga; penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar; penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi; penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahteraatau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan. 2.4.2 Cara Islam Mengatasi KemiskinanAllah Swt. sesungguhnya telah menciptakan manusia, sekaligus menyediakan sarana-sarana untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan tidak hanya manusia; seluruh makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakan, pasti Allah menyediakan rizki baginya. Tidaklah mungkin, Allah menciptakan berbagai makhluk, lalu membiarkan begitu saja tanpa menyediakan rizki bagi mereka. Allah Swt. berfirman: Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberikan rizki.(TQS. ar-Rum [30]: 40) Tidak ada satu binatang melata pun di bumi, melainkan Allah yang memberi rizkinya. (QS. Hud [11]: 6)Islam adalah sistem hidup yang shahih. Islam memiliki cara yang khas dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Syariat Islam memiliki banyak hukum yang berkaitan dengan pemecahan masalah kemiskinan; baik kemiskinan alamiyah, kultural, maupun sruktural. Hanya saja, hukum-hukum itu tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki hubungan sinergis dengan hukum-hukum lainnya. Jadi, dalam menyelesaikan setiap masalah, termasuk kemiskinan, Islam menggunakan pendekatan yang bersifat terpadu. Bagaimana Islam mengatasi kemiskinan, dapat dijelaskan sebagai berikut:1) Penyediaan Lapangan Kerja Menyediakan lapangan pekerjaan merupakan kewajiban negara. Hal ini menyandar pada keumuman hadits Rasululah saw.:Seorang iman (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyatnya). (HR. Bukhari dan Muslim).Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulullah saw. pernah memberikan dua dirham kepada seseorang. Kemudian Beliau saw. bersabda:Makanlah dengan satu dirham, sisanya belikan kapak, lalu gunakan ia untuk bekerja.Demikianlah, ketika syariat Islam mewajibkan seseorang untuk memberi nafkah kepada diri dan keluarganya, maka syariat Islam pun mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Dengan cara ini, setiap orang akan produktif, sehingga kemiskinan dapat teratasi.2) Penyediaan Layanan PendidikanMasalah kemiskinan sering muncul akibat rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik dari sisi kepribadian maupun ketrampilan. Inilah yang disebut dengan kemiskinan kultural. Masalah ini dapat diatasi melalui penyediaan layana pendidikan oleh negara. Hal ini dimungkinkan, karena pendidikan dalam Islam mengarah pada dua kualifikasi penting, yaitu terbentuknya berkepribadian Islam yang kuat, sekaligus memiliki ketrampilan untuk berkarya. Syariat Islam telah mewajibkan negara untuk menyediakan layanan pendidikan secara cuma-cuma kepada rakyat. Sebab, pendidikan memang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu rakyat. Layanan pendidikan ini akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dan selanjutnya akan mewujudkan individu-individu yang kreatif, onovatif, dan produktif. Dengan demkian kemiskinan kultural akan dapat teratasi. Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk kebaikan, Allah (berikan) pemahaman kepanya dalam agama. (H.R Bukhari dan Muslim). 2.4.4 Pengangguran menurut pandangan islam Islam telah memperingatkan agar umatnya jangan sampai ada yang menganggur dan terpeleset kejurang kemiskinan, karena ditakutkan dengan kemiskinan tersebut seseorang akan berbuat apa saja termasuk yang merugikan orang lain demi terpenuhinya kebutuhan pribadinya, ada sebuah hadist yang mengatakan kemiskinan akan mendekatkan kepada kekufuran. Namun kenyataannya, tingkat pengangguran di negara negara yang mayoritas berpenduduk muslim relatif tinggi. Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang buruknya pengangguran, baik bagi individu, masyarakat ataupun negara, akan meningkatkan motivasi untuk bekerja lebih serius. Walaupun Allah telah berjanji akan menaggung rizqi kita semua, namun hal itu bukan berarti tanpa ada persyaratan yang perlu untuk dipenuhi. Syarat yang paling utama adalah kita harus berusaha untuk mencari rizqi yang dijanjikan itu, karena Allah SWT telah menciptakan sistem yaitu siapa yang bekerja maka dialah yang akan mendapatkan rizqi dan barang siapa yang berpangku tangan maka dia akan kehilangan rizqi.Artinya, ada suatu proses yang harus dilalui untuk mendapatkan rizqi tersebut. Oleh karena itu semua potensi yang ada harus dapat dimanfaatkan untuk mencari, menciptakan dan menekuni pekerjaan. Muhammad Al Bahi, sebagaimana yang telah dikutip oleh Mursi ( 1997:34) mengatakan bahwa ada tiga unsur penting untuk menciptakan kehidupan yang positif dan produktif, yaitu: Mendayagunakan seluruh potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kita untuk bekerja, melaksanakan gagasan dan memproduksi. Bertawakal kepada Allah, berlindung dan memeinta pertolongan kepada-Nya ketika melakukan suatu pekerjaan. Percaya kepada Allah bahwa Dia mampu menolak bahaya, kesombingan dan kediktatoran yang memasuki lapangan pekerjaan.Bermalas-malasan atau menganggur akan memberikan dampak negatif langsung kepada pelakunya serta akan mendatangkan dampak tidak langsung terhadap perekonomian secara keseluruhan. Dari kacamata makro, pengangguran akan menyebabkan tidak optimalnya tingkat pertumbuhan ekonomi akibat sebagian potensi dari faktor produksi tidak dimanfaatkan. Kelompok pengangguran akan menggantungkan hidupnya pada orang orang yang bekerja sehinggan tingkat ketergantungan akan menjadi tinggi sedangkan tingkat pendapatan perkapita akan merosot. Untuk menghindari dampak tersebut, maka sumberdaya yang ada harus dimanfaatkan untuk melakukan suatu usaha walaupun jumlahnya terbatas.Bekerja, walaupun dengan pekerjaan yang menggunakan tenaga kasar dan termasuk pada pekerjaan sektor informal, tidak menjadi halangan karena hal itu lebih terhormat daripada meminta-minta. Dalam kaitannya dengan bidang pekerjaan yang harus dipilih, Islam mendorong umatnya untuk berproduksi dan menekuni aktivitas ekonomi dalm segala bentuk seperti: pertanian, pengembalaan, berburu,industri , perdagangan dan lain-lain. Islam tidak semata-mata hanya memerintahkan untuk bekerja tetapi harus bekerja dengan lebih baik (insan), penuh ketekunan dan profesional. Ihsan dalam bekerja bukanlah suatu perkara yang sepele tetapi merupakan suatu kewajiban agama yang harus dipatuhi oleh setiap muslim. Sesungguhnya Allah mencintai jika seseorang melakukan pekerjaan yang dilakukan secara itqan (profesional) (HR.Baihaqi).Menurut Qardhawi (2005:6-18) pengangguran dapat dibagi menjadi dua kelompokkan, yaitu:a). Pengangguran jabariyah (terpaksa) suatu pengangguran diamana seseorang tidak mempunyai hak sedikitpun memilih status ini dan terpaksa menerimanya. Pengangguran seperti ini umunya terjadi karena seseorang tidak mempunyai keterampilan sedikitpun, yang sebenarnya bisa dipelajari sejak kecil sebagai modal untuk masa depannnya atau seseorang telah mempunyai suatu keterampilan tetapi keterampilan ini tidak berguna sedikitpun karena adanya perubahan lingkungan dan perkembangan zaman.b). Pengangguran khiyariyah Seseorang yang memilih untuk menganggur padahal dia pada dasarnya adalah orang yang mampu untuk bekerja, namun pada kenyataanya dia memilih untuk berpangku tangan dan bermalas-malasan hingga menjadi beban bagi orang lain. Dia memilih hancur dengan potensi yang dimilki dibandingkan menggunakannya untuk bekerja . Dia tidak pernah mengusahakan suatu pekerjaan dan mempunyai pribadi yang lemah hingga menjadi sampah masyarakat. Adanya pembagian kedua kelompok ini mempunyai kaitan erat dengan solusi yang ditawarkan islam untuk mengatasi suatu pengangguran. Kelompok pengangguran jabariyah perlu mendapatkan perhatian dari pemeintah agar mereka dapat bekerja. Sebaliknya, Islam tidak mengalokasikan dana dan bantuan untuk pengangguran khiyariyah karena pada prinsipnya mereka memang tidak memerlukan bantuan karena pada dasarnya mereka mampu untuk bekerja hanya saja mereka malas untuk memanfaatkan potensinya dan lebih memilih menjadi beban bagi orang lain. 2.4.5 Teladan Islam Dalam Mengatasi Pengangguran Merujuk pada permasalahan diatas sebenarnya Islam telah mengajarkan cara yang paling ideal dalam mengatasi pengangguran. Suatu ketika datang kepada Rasulullah dari kalangan Anshar untuk meminta-minta (pengemis). Lalu Rasulullah bertanya kepada pengemis tersebut, Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu? Pengemis itu menjawab, Saya mempunyai pakaian dan cangkir. Kemudian Rasulullah mengambil sebagian pakaian dan cangkir tersebut untuk di jual kepada para sahabat. Salah seorang sahabat sanggup membeli barang-barang tersebut seharga dua dirham. Selanjutnya Rasulullah membagi uang yang di dapat tersebut untuk sebagaian dibelikan keperluan kebutuhan keluarga pengemis tersebut dan sebagian lagi dibelikan kapak sebagai sarana untuk berusaha mencari kayu bakar. Akhirnya dengan usahanya sang pengemis mendapatkan uang sebanyak sepuluh dirham. Kisah ini sudah terlalu sering kita dengar akan tetapi jarang kita mau mengambil hikmah untuk menganalisa suatu permasalahan hidup. Khusus dalam permasalahan pengangguran hal ini dapat menjadi cara yang ideal untuk diterapkan. Kembali pada pernyataan pertama, kita berikan pancing, jangan memberi umpan adalah kebijakan yang lemah. Coba kita bayangkan orang yang sedang memancing, mengharapkan ikan akan tersangkut di mata kail dengan penuh ketidak pastian. Jika dapat syukur, jika tidak dapat maka pemancing (pengangguran) akan mati kelaparan. Bagaimana dengan tauladan Rasulullah yang ditujukan oleh pengemis tadi? Rasulullah tidak langsung memerintahkan pada pengemis itu untuk membeli kapak, tetapi Rasulallah membelikan kebutuhan pokok (primer) terlebih dahulu. Setelah kebutuhan pokok nya terpenuhi maka barulah Rasulullah memerintahkan untuk membeli kampak. Dimana perbedaannya? Perbedaannya jelas sangat jauh, Rasulullah memikirkan kebutuhan hidup sang pengangguran kemudian membantunya dalam melihat peluang usaha. Jika pada hari pertama pengemis tadi tidak mendapatkan penghasilan dari berjualan kayu bakar, ia tidak perlu terlalu susah hati karena sebagian uang telah dibelikan kebutuhan pokoknya. Hal lain yang menjadi pelajaran dari kisah tersebut adalah Rasulullah tidak suka kita sebagai manusia menjadi pemalas. Dalam Islam mengajarkan tangan diatas lebih baik dari pada tangan yang selalu dibawah. Contoh tersebut layak untuk dijadikan acuan berfikir oleh pemerintah bagaimana seharusnya membuat sebuah kebijakan yang benar dan baik untuk mengatasi tingkat pengangguran yang semakin hari semakin meningkat ini. Tidak lagi sekedar umpan, atau sekedar pancing tetapi harus berjalan keduanya sekaligus.Tolok ukur kemiskinan ini berlaku untuk semua manusia, kapan pun dan di mana pun mereka berada. Tidak boleh ada pembedaan tolok ukur kemiskinan bagi orang yang tinggal di satu tempat dengan tempat lainnya, atau di satu negeri dangan negeri lainnya. Misalnya, orang yang tinggal di Amerika dikatakan miskin jika tidak memiliki mobil pribadi (walaupun tercukupi pangan, sandang dan papannya). Sementara di Indonesia, orang semacam ini tidak dikatakan miskin. Pandangan semacam ini bathil dan tidak adil. Sebab, Syariat Islam diturunkan untuk menusia sebagai manusia, bukan sebagai individu. Sehingga tidak ada perbedaan dari sisi kemanusiaan antara orang yang tinggal di suatu negeri dengan negeri lainnya. Seandainya sebuah Negara memerintah rakyatnya dari berbagai negeri, di Mesir, Yaman, Sudan, Indonesia, Jerman, dan lain-lain; maka tidak sah jika pandangan pemerintah tersebut terhadap kemiskinan berbeda-beda antara rakyat yang satu dengan yang lain.Lebih dari itu, yang ditetapkan syariat Islam sebagai kebutuhan pokok sebenarnya bukan hanya pangan, sandang, dan papan. Ada hal lain yang juga termasuk kebutuhan pokok yaitu kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Hanya saja, pemenuhan kebutuhan tersebut tidak dibebankan kepada individu masyarakat, melainkan langsung menjadi tanggungjawab negara. Dalam membahas kemiskinan, ketiga hal ini tidak dimasukan dalam perhitungan, karena memang bukan tanggungjawab individu.2.4.5 kebodohan Penyediaan pendidikan berkualitas memang membutuhkan biaya besar. Anggaran untuk fungsi pendidikan sudah mencapai 20% dari APBN yang tahun ini sebesar 248 triliun (20,2 % APBN). Dari jumlah itu, 158 triliun (60%) ditransfer ke daerah. Hanya 89 triliun yang dikelola pemerintah pusat yang disebar untuk 18 kementerian/lembaga. Yang dikelola Kemdiknas sendiri hanya 55 triliun yang dibagi untuk program pendidikan dasar 12,7 triliun (23%), pendidikan menengah 5 triliun (9,1%), dan pendidikan tinggi 28,8 triliun (51,9%). Anggaran Dikti (pendidikan tinggi) itu termasuk di dalamnya PNBP (penerimaan negara bukan pajak), sehingga terlihat sangat besar. Dan semua jumlah itu sebagian besarnya untuk gaji guru dan dosen.Inilah pangkal masalah mahalnya biaya pendidikan itu. Yaitu negara ini menggunakan paradigma kapitalisme dalam mengurusi kepentingan dan urusan rakyat termasuk pendidikan. Ideologi Kapitalisme memandang bahwa pengurusan rakyat oleh Pemerintah berbasis pada sistem pasar (market based system). Artinya, Pemerintah hanya menjamin berjalannya sistem pasar itu, bukan menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Dalam pendidikan, Pemerintah hanya menjamin ketersediaan sekolah/PT bagi masyarakat; tidak peduli apakah biaya pendidikannya terjangkau atau tidak oleh masyarakat. Pemerintah akan memberikan izin kepada siapa pun untuk mendirikan sekolah/PT termasuk para investor asing. Anggota masyarakat yang mampu dapat memilih sekolah berkualitas dengan biaya mahal. Yang kurang mampu bisa memilih sekolah yang lebih murah dengan kualitas yang lebih rendah. Yang tidak mampu dipersilakan untuk tidak bersekolah.Kebijakan minimalisasi pembiayaan pendidikan oleh negara itu diantaranya merupakan bagian dari agenda penjajahan. Kebijakan itu merupakan bagian dari syarat pemberian utang oleh Bank Dunia. Di dalam Indonesia Country Assistance Strategy (World Bank, 2001) disebutkan, Utang-utang untuk reformasi kebijakan memang merekomendasikan sejumlah langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja publik. Akibat Mahalnya PendidikanMahalnya pendidikan itu menyebabkan terjadinya lingkaran setan kemiskinan. Karena mahal maka banyak dari generasi umat yang tidak bisa mengembangkan potensi dirinya sehingga mereka tetap dalam kondisi miskin dan bodoh. Selain itu, masyarakat makin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi. Menurut menteri pendidikan Muhammad Nuh, pada tahun 2008/2009 mahasiswa dari kalangan tidak mampu sekitar 3 persen, tahun 2009/2010 4,6 persen dan tahun 2010 sekitar 6 persen. Artinya, sekitar 94 persen berasal dari keluarga menengah atas (Kompas, 11/7).faktor kebodohan disebabkan mahalnya biaya pendidikan. Pendidikan yang ada selama ini belum bisa menuntaskan kebodohan pada masyarakat. Kebijakan pendidikan dianggap semakin memperjelas jurang pemisah antara yang kaya dan miskin. Dan semakin memperjelas pula antara yang pintar dan yang bodoh. Demikian inilah sesungguhnya gambaran yang terjadi pada pendidikan negeri ini. Yang terjadi dalam opini umum bahwa untuk menjadi orang pintar memang harganya mahal. Begitu juga dengan pendidikan. Pertanyaannya adalah, bagaimana untuk bisa memintarkan orang-orang miskin apabila dituntut untuk menjadi orang pintar?Setidaknya ada semacam gambaran realitas pada masyarakat tentang kehidupan sehari-hari bahwa untuk sekadar mencari makan saja susah, apalagi untuk biaya yang lainnya. Tentunya gambaran ini sudah bukan tabu lagi. Para orang tua yang tak mampu memasukkan anak-anak di sekolah memaksakan mereka untuk bekerja mencari uang. Setiap hari pekerjaan anak-anak itu berkutat dengan kerja keras demi sesuap nasi. Dan pastinya tidak mungkin sanggup lagi memikirkan hal lain, khususnya pendidikan. Sebab itu subtansi dari buku ini adalah kemiskinan dan pendidikan. Kedua hal itu apabila tidak saling seimbang maka dapat memunculkan pihak ketiga, yaitu kebodohan. Agar tidak terjadi problematika yang panjang, maka penulis buku memberi solusi mengatasi masalah itu bahwa untuk meningkatkan kualitas hidup warga negara tidak pas jika diterapkan pendidikan mahal. Mayoritas warga Indonesia adalah berada di bawah kelas menengah ke bawah. Dan tentunya yang terjadi di bawah itu adalah orang-orang tidak mampu untuk biaya pendidikan. Jika mereka terus dibiarkan dalam kondisi seperti itu justru sangat membahayakan dikarenakan akan melestarian kebodohan dan kemiskinan.Pendidikan berkualitas akhirnya hanya bisa dinikmati oleh kelompok kaya. Mereka dengan pendapatan menengah ke bawah akan putus sekolah di tingkat SD, SMP, atau paling tinggi SMU. Padahal sekolah dapat menjadi pintu perbaikan kompetensi masyarakat agar mereka mampu merancang perbaikan taraf hidupnya. Akhirnya orang miskin akan terus terjebak dalam kemiskinan secara turun temurun.Di samping itu, mahalnya pendidikan justru akan melanggengkan penjajahan Kapitalisme di Indonesia. Sebab, kunci utama untuk keluar dari penjajahan dan menuju kebangkitan adalah peningkatan taraf berpikir umat. Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dalam peningkatan taraf berpikir umat tersebut. Sumberdaya alam (SDA) yang melimpah akhirnya lebih banyak menjadi jarahan penjajah asing. Dengan makin mahalnya pendidikan maka negeri ini berpotensi makin lama berada dalam cengkeraman penjajahan kapitalisme global.2.4.6 Solusi Islam Mengurangi KemiskinanPelayanan pendidikan berkualitas dengan biaya murah bahkan gratis hanya akan bisa diberikan oleh sistem Islam. Dalam Sistem Islam penyediaan layanan pendidikan adalah tanggungjawab dan kewajiban negara. Karena itu, pembiayaan pendidikan adalah kewajiban negara, bukan dibebankan kepada rakyat peserta didik. Hal itu bisa dilihat dari sirah Rasul saw. Rasul menjadikan tebusan tawanan perang Badar (tebusan tawanan perang merupakan harta milik negara) di antaranya adalah dengan mengajari baca tulis sepuluh orang anak kaum muslim. Itu menunjukkan bahwa penyediaan pendidikan adalah tanggungjawab dan kewajiban negara. Di samping itu, dalam sistem Islam, hubungan Pemerintah dengan rakyat adalah hubungan pengurusan dan tanggung jawab. Dalam Islam pemerintah bukan hanya menjadi regulator, tetapi bertanggungjawab penuh atas pemeliharaan urusan rakyat. Rasulullah saw. bersabda:Seorang Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya (HR al-Bukhari dan Muslim).Sistem Islam menjamin penyediaan layanan pendidikan berkualitas dengan biaya murah bahkan tanpa biaya akan bisa direalisasikan. Sebab, Islam memiliki serangkaian hukum yang mengatur pengelolaan kekayaan. Negara di antaranya bisa membiayainya dari harta milik negara seperti: ghanimah, jizyah, fayi, kharaj, usyur, harta ghulul penguasa, pejabat dan aparatur negara, harta waris yang tidak ada ahli warisnya, dsb.Selain itu, biaya tersebut juga bisa diambil dari hasil pengelolaan harta milik umum. Islam menetapkan harta-harta tertentu sebaga milik umum. Di antaranya: fasilitas umum; barang tambang yang depositnya besar seperti emas, perak, tembaga, besi, migas, batubara, bauksit, dsb; harta yang tabiat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki pribadi, seperti danau, laut, selat, teluk, jalan, sungai, dsb. Semua harta milik umum itu melimpah ruah ada di negeri ini. Namun karena dikelola secara salah, maka manfaatnya tidak dirasakan oleh rakyat pemiliknya. Hanya jika dikelola menurut sistem Islam saja, semua itu akan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan untuk rakyat, di antaranya dengan mendapat pelayanan pendidikan berkualitas dengan biaya murah bahkan tanpa biaya. Semua itu hanya bisa terwujud jika sistem Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai Khilafahala minhaj an-nubuwwah. Hanya dengan itu, slogan pendidikan untuk semua (education for all) bisa benar-benar terwujud.

BAB IIIPENUTUP

Islam bukanlah agama ritual semata, melainkan sebuah ideologi. Sebagai sebuah ideologi yang shahih, tentu Islam memiliki cara-cara yang lengkap untuk mengatasi berbagai problematika manusia, termasuk problem pengangguran, kebodohan dan kemiskinan. Dari pebahasan ini, tampak bagaimana kehandalan Islam dalam mengatasi problem pengangguran, kbodohan dan kemiskinan. Apabila saat ini kita menyaksikan banyak pengangguran, kebodohan dan kemiskinan yang justru melanda umat Islam, hal itu disebabkan karena mereka tidak hidup secara Islam. Sistem hidup selain Islam-lah (Kapitalis, Sosialis/Komunis) yang mereka terapkan saat ini, sehingga meskipun kekayaan alamnya melimpah, tetap saja hidup dalam kemiskinan. Allah Swt. berfirman:[ ]Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta (TQS. Thahaa[20]: 124)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), cet. Ke-1, h. 69. Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), cet. Ke-1. Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994). Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Yogyakarta: VII Press, 2001), cet. Ke-2. Azhari Aziz Samudra, Eksistensi Rohani Manusia (Jakarta: Yayasan Majelis Taklim HDH, 2004). Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2006). M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: Golden Terayun Press, 1998), cet. Ke-6. Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001).