artikel 1.docx

13
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN AKIBAT PENGGUNAAN BAHAN KLORIN DALAM PRODUK PANGAN (BERAS) DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG PANGAN Adrian ario Hudoyo 110111060538 ABSTRAK Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat, tidak semua Pelaku usaha pangan mematuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kegiatan produksi pangan yang diedarkan atau diperdagangkannya termasuk syarat-syarat atau ketentuan- ketentuan tentang sanitasi pangan,salah satunya penambahan zat klorin pada produk pangan beras. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan normative yuridis sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai tanggungjawab pelaku usaha terhadap kerugian konsumen produk pangan yang diakibatkan mengkonsumsi produk pangan beras yang telahmenggunakan bahan klorin. Penggilingan padi sebagai pelaku usaha yang diduga melakukan pencampuran klorin pada produk pangan beras yang merugikan konsumen, dapat dituntut berdasarkan kualifikasi perbuatan melawan hukum. Bagi pelaku usaha yang telah melakukan perbuatan melawan hukum ini dapat dimintakan pertanggung jawabanya dengan memberikan ganti kerugian kepada konsumen yang telah dirugikan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, Dan dapat mengajukan gugatan secara litigasi atau non litigasi.Pemerintah harus cepat mengambil

Upload: febi-suantari

Post on 02-Jan-2016

57 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

artikel

TRANSCRIPT

Page 1: ARTIKEL 1.docx

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN AKIBAT PENGGUNAAN BAHAN KLORIN DALAM PRODUK PANGAN (BERAS) DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

DAN UNDANG-UNDANG PANGAN

Adrian ario Hudoyo

110111060538

ABSTRAK

Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat, tidak semua Pelaku usaha pangan mematuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kegiatan produksi pangan yang diedarkan atau diperdagangkannya termasuk syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan tentang sanitasi pangan,salah satunya penambahan zat klorin pada produk pangan beras.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan normative yuridis sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai tanggungjawab pelaku usaha terhadap kerugian konsumen produk pangan yang diakibatkan mengkonsumsi produk pangan beras yang telahmenggunakan bahan klorin.

Penggilingan padi sebagai pelaku usaha yang diduga melakukan pencampuran klorin pada produk pangan beras yang merugikan konsumen, dapat dituntut berdasarkan kualifikasi perbuatan melawan hukum. Bagi pelaku usaha yang telah melakukan perbuatan melawan hukum ini dapat dimintakan pertanggung jawabanya dengan memberikan ganti kerugian kepada konsumen yang telah dirugikan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, Dan dapat mengajukan gugatan secara litigasi atau non litigasi.Pemerintah harus cepat mengambil tindakan-tindakan pencegahan melalui pemburuan, pengawasan dan peringatan secara komperehensif, berkesinambungan dan konsisten kepada pelaku usaha.

          PENDAHULUAN

Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk

Page 2: ARTIKEL 1.docx

mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.

Masyarakat Indonesia berhak dan wajib memelihara kesehatannya yang diperolehnya atas karunia yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu masyarakat berhak untuk mendapatkan perlindungan kesehatan yang layak dari pemerintah melalui pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan.

Pelaku usaha di bidang pangan berkewajiban untuk mematuhi ketentuan–ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan dalam memproduksi pangan atau penjualan pangan. Sekalipun konsumen memiliki kebebasan dalam memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, tetapi konsumen juga wajib dilindungi dari bahaya atau kerugian yang mungkin timbul dalam mengkonsumsi produk yang dihasilkan dan ditawarkan  oleh pelaku usaha.

Tidak semua Pelaku usaha pangan mematuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kegiatan produksi pangan yang diedarkan atau diperdagangkannya termasuk syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan tentang sanitasi pangan, penggunaan bahan tambahan pangan, adanya residu cemaran, atau penggunaan terhadap kemasan dari produk pangan yang dibuatnya. Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memproduksi pangan oleh setiap orang yang memproduksi pangan karena dalam produksi pangan ini dapat memiliki kemungkinan timbulnya resiko yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia. salah satu kebutuhan pangan pokok tersebut adalah beras atau nasi dan sebagian besar penduduk Indonesia pangan pokonya adalah nasi (beras). Nasi merupakan salah satu bahan pangan pokok yang mudah diolah, dan nilai energi yang terkandung di dalamnya cukup tinggi, sehingga berpengaruh besar terhadap aktivitas tubuh dan kesehatan.

Penambahan bahan klorin digunakan sebagai bahan pemutih/pengilat beras, agar beras yang standar medium akan seperti beras berkualitas super. Pada umumnya pengawasan dan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya klorin sangat kurang, oleh karena itu bahan klorin yang seharusnya dipergunakan untuk keperluan industri ini di Negara berkembang sering disalahgunakan sebagai pemutih beras agar terlihat lebih menarik, sehingga dapat membahayakan dan merugikan kesehatan konsumen yang dalam hal ini adalah masyarakat.

Perlindungan konsumen merupakan masalah terpenting manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk mewujudkanya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain

Page 3: ARTIKEL 1.docx

mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha dan pemerintah.

Berdasarkan uraian diatas penulis memandang perlu untuk memberikan identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian konsumen akibat penggunaan bahan klorin dalam produk pangan (Beras) dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Pangan?

2. Bagaimanakah Gugatan yang dapat dilakukan konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi produk pangan yang menggunakan bahan klorin dikaitkan dengan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Pangan?

            PEMBAHASAN

Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen  cukup banyak dikemukakan tentang pelaku usaha. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 3 merumuskannya sebagai berikut :

 

    “Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.”

 

Selanjutnya dalam Black’s Law dictionary, disebutkan “one who consumes individuals who purchase, use maintain and dispose of products and service, Users of the final products”.

Secara luas pengertian konsumen adalah orang perseorangan yang membeli, memakai, menggunakan dan menjual barang dan jasa dan pengguna terakhir dari suatu barang.

Secara bebas dapat diartikan bahwa konsumen dalam ekonomi adalah orang yang membeli barang dan jasa untuk digunakan secara peribadi dan bukan untuk diperdagangkan kembali. Telah disebutkan bahwa konsemen adalah orang yang terakhir yang memiliki izin kepemilikan dari hasil sebuah transaksi.

PENGERTIAN KLORIN

Page 4: ARTIKEL 1.docx

           Klorin adalah bahan tambahan pangan yang dilarang, padahal sebenarnya bahan tambahan pangan yang lain juga berpotensi dalam merusak kesehatan manusia. Namun pada kenyataannya jenis ini sebenarnya adalah bahan yang tidak diperuntukan pemakaiannya terhadap bahan pangan, melainkan untuk keperluan industri.

Menurut Adiwisastra klorin ,klor ( berasal dari bahasa yunani Chloros, yang berarti “hijau pucat”), adalah unsur kimia dengan nomor atom 17 dan symbol CI. Termasuk dalam golongan halogen. Sebagai ion klorida, yang merupakan garam dan senyawa lain, secara normal ia banyak dan sangat diperlukan dalam banyak bentuk kehidupan, termasuk manusia. Dalam wujud gas, klorin berwarna kuning kehijauan, baunya sangat menyesakkan dan sangat beracun. Dalam bentuk cair dan padat                                                           

 PRINSIP TANGGUNG JAWAB

Pertanggung Jawaban Produk (Product Liability)

product liability adalah tanggung jawab perdata secara langsung (strict liability) dari pelaku usaha (pelaku usaha barang) atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkannya. Intisari dari produliability ini adalah tanggung jawab berdasarkan perbuatan melawan hukum (tortios liability)  yang telah dimodifikasi menjadi strict liability.

Sebagaiana telah dikemukakan diatas, product liability ini  akan digunakan oleh konsumen ganti rugi secara langsung dari pelaku usaha, sekalipun konsumen tidak ada hubungan kontraktual dengan pelaku usaha tersebut.

Ketetuan di dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur tentangprodct liability ini adalah Pasal 19, yang menyatakan bahwa pelaku saha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan dan/atau diperdagangkan dengan ketentuan bahwa ganti rugi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gant rugi harus diberikan dalam jangka waktu 7 (tujuh) haritrhitung sejak tanggal teransaksi. Bagi pelaku usaha yang membeli barang dan menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang tersebut, maka tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dibebankan sepenuhnya kepada pelaku usaha yang melakukan perubahan tersebut (Pasal 24).

Page 5: ARTIKEL 1.docx

Penggilingan padi selaku pelaku usaha yang memproduksi beras, dimana produk beras tersebut telah menyebabkan kerugian kepada konsumen yang mengkonsumsinya, harus bertanggung jawab kepada konsumen tersebut. Dengan memperhatikan kasus ini, terlihat bahwa penggilingan padi tersebut telah melalaikan kewajibanya untuk menjamin mutu pangan sehingga penggilingan padi tersebut harus bertanggung jawab. Hal ini didasari oleh ketentuan pada pasal 19 ayat (1) UUPK yang menegaskan bahwa :

“Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.

Didasarkan UUPK, tanggung jawab Penggilingan padi sebagai pelaku usaha yang diduga melakukan kesalahan/kelalaian sehingga menghasilkan produk cacat yang merugikan konsumen, dapat dituntut berdasarkan kualifikasi perbuatan melawan hukum. Namun ketentuan tanggung jawab dan ganti rugi yang diatur dalam UUPK merupakan suatu lex spesialis terhadap ketentuan umum yang ada dalam KUH Perdata. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UUPK tersebut, beban pembuktian “kesalahan” yang berdasarkan Pasal 1865 KUH Perdata dibebankan kepada pihak yang dirugikan (dalam hal ini konsumen), tetapi demi hukum dialihkan kepada pihak pelaku usaha. Jika Penggilingan padi tidak dapat membuktikan kesalahan/kelalaian tidak berada pada pihaknya, maka ia harus bertanggung jawab terhadap konsumen yang dirugikan.

Selanjutnya dalam Pasal 45 ayat (2) UUPK disebutkan bahwa penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Dalam penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara damai oleh masing-masing pihak tanpa harus melalui pengadilan atau Badan Peyelesaian Sengketa Konsumen selama tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

                PENUTUP

1.       Tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi produk pangan (beras) yang menggunakan bahan klorin dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Pangan adalah Penggilingan pagi selaku pelaku usaha yang bergerak dalam bidang pangan, Didasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, tanggung jawab penggilingan padi sebagai pelaku usaha yang diduga melakukan pencampuran klorin pada produk pangan beras yang merugikan konsumen, dapat dituntut berdasarkan kualifikasi perbuatan melawan hukum. Bagi pelaku usaha yang telah melakukan perbuatan melawan hukum ini dapat dimintakan pertanggung jawabanya dengan

Page 6: ARTIKEL 1.docx

memberikan ganti kerugian kepada konsumen yang telah dirugikan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

2. Gugatan  yang dapat dilakukan konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi produk pangan (beras) yang telah menggunakan bahan klorin dikaitkan dengan Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang- Undang Pangan adalah Konsumen yang dirugikan dapat melakukan upaya hukum dengan menggugat pelaku usaha Penggilingan Padi selaku pelaku usaha, baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), baik dengan cara mediasi, arbitrase, atau konsiliasi. Pnyelesaian sengketa di dalam lingkungan peradilan umum dapat dilakukan dengan Gugatan secara Perdata (gugatan biasa dan gugatan kelompok/class action), dan Gugatan secara Pidana.

3. Untuk mencegah penyalahgunaan bahan klorin terhadap produk pangan yang beredar di masyarakat, pemerintah harus cepat mengambil tindakan-tindakan pencegahan melalui pemburuan, pengawasan dan peringatan secara komperehensif, berkesinambungan dan konsisten kepada masyarakat agar masyarakat tidak menggunakan klorin dalam proses produksi pangan (beras),

4. 2.    Harus ada peraturan khusus yang mengatur tentang pelarangan penggunaan zat kimia berbahaya pada produk pangan (beras) sebagaimana pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan merupakan pelengkap terhadap pengaturan yang sudah ada. Tujuan dari pengaturan tersebut adalah untuk lebih memperkuat jaminan kepastian hukum bagi masyarakat yang mengkonsumsi produk pangan (beras)

  SARAN

1. Untuk mencegah penyalahgunaan bahan klorin terhadap produk pangan yang beredar di masyarakat, pemerintah harus cepat mengambil tindakan-tindakan pencegahan melalui pemburuan, pengawasan dan peringatan secara komperehensif, berkesinambungan dan konsisten kepada masyarakat agar masyarakat tidak menggunakan klorin dalam proses produksi pangan (beras),

2. 2.    Harus ada peraturan khusus yang mengatur tentang pelarangan penggunaan zat kimia berbahaya pada produk pangan (beras) sebagaimana pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan merupakan pelengkap terhadap pengaturan yang sudah ada. Tujuan dari pengaturan tersebut adalah untuk lebih memperkuat jaminan kepastian hukum bagi masyarakat yang mengkonsumsi produk pangan (beras)

Sumber : http://fh.unpad.ac.id/repo/?p=4711

Page 7: ARTIKEL 1.docx

PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT PENGGUNAAN BAHAN KLORIN TERHADAP PRODUK PANGAN (BERAS)PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT PENGGUNAAN BAHAN KLORIN

TERHADAP PRODUK PANGAN (BERAS) Oleh : Liya Sukmamulya Dosen tetap Fakultas Hukum Unisba. Jl. Rangga

Gading No. 8 Bandung 40116. Abstact MaiFood is a basic human need and its fulfill is a part of human rights. The

food must always be available every time, and it should be in good quality, nutritious and the price should be

affordable to the community. Certain system, which protect the producers and the consumers. is needed for reaching

the fulfillment. In fact, there are some producers who conduct fraud in food business, namely by adding the chlorine

to the food. This additive contain may harm the human health, so that food does not meet food quality standards.

Based on above mentioned problems, this article will focus on the impact of the contaminated food for the health of

consumers and the responsibility of the producers against loss suffered by consumers due to consumption of food

(rice ) chlorine-containing materials. The impact of consuming food (rice), may cause cardiovascular disease,

atherosclerosis, anemia, high blood pressure. The producers shall take responsibility by paying restitution to the

consumer and the consumers do not need to prove the fault. Key words: responsibility, producer, chlorine added food

products. PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang berkualitas selain merupakan unsur terpenting yang perlu

memperoleh perioritas dalam pembangunan, juga sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan, antara lain oleh pangan yang dikonsumsinya.1 Salah

satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan pangan, kebutuhan tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem

perekonomian negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 33 Ayat (1)

yang menyebutkan, bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.1

Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus

senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh

masyarakat,untuk mencapai semua itu perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan

baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi pangan serta tidak bertentangan dengan keyakinan

masyarakat. Mayarakat Indonesia berhak untuk mendapatkan perlindungan kesehatan yang layak dari pemerintah

melalui pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran dan/atau

perdagangan pangan. Oleh karena itu, pelaku usaha dibidang pangan harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang

berkaitan dengan kegiatan dalam memproduksi pangan atau penjualan pangan. Konsumen memiliki kebebasan

dalam memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, tetapi konsumen juga wajib dilindungi

dari kegiatan yang mungkin timbul dari mengkonsumsi produk yang dihasilkan dan ditawarkan oleh pelaku usaha.

Kenyataan yang beredar dalam masyarakat ada produsen yang melakukan kecurangan usaha yaitu telah menjual

makanan yang mengandung bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia, sehingga makanan

tersebut tidak memenuhi standar mutu makanan yang seharusnya, salah satu bahan tambahan dalam produk

pangan (beras) adalah klorin. Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka penulis akan menfokuskan

Page 8: ARTIKEL 1.docx

permasalahan pada hal-hal sebagai berikut: 1. Bagaimana dampak dari mengkonsumsi beras yang mengandung

bahan klorin bagi kesehatan konsumen ? 2. Bagaimana tanggung jawab dari pelaku usaha terhadap kerugian yang

dialami konsumen akibat mengkonsumsi beras yang mengandung bahan klorin ? 1 Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

PEMBAHASAN Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha. Dalam Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa : “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari

suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari

proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir2.

Dalam Pasal 1 Angka (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa

pelaku usaha adalah : “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun

bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam

berbagai bidang ekonomi”,3 Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 1 Angka (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa : yang termasuk pelaku usaha ini adalah perusahaan, korporasi,

BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain-lain. Beberapa Prinsip Tanggung Jawab. Prinsip tanggung

jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus

pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan

seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. 2 Penjelasan Pasal 1 Angka (2)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 3 Pasal 1 Angka (3) Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat

dibedakan sebagai berikut : 1. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan Unsur Kesalahan. Prinsip tanggung jawab

berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku

dalam hukum pidana dan hukum perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365,

1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan

pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Kesalahan adalah unsur yang

bertentangan dengan hukum, pengertian hukum tidak hanya bertentangan dengan udang-undang, tetapi juga

kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat. Mengenai pembagian beban pembuktiannya, asas ini mengikuti

ketentuan Pasal 163 HIR, Pasal 283 RBG, dan Pasal 1865 KUHPerdata, mengatakan bahwa “Barang siapa yang

mengaku mempunyai suatu hak, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu barang siapa yang mempunyai

hak maka dia yang harus membuktikan hak itu dilanggar”. Persoalan yang harus diperjelas dalam prinsip ini, yang

sebenarnya juga berlaku umum untuk prinsip-prinsip lainnya adalah definisi tentang subjek pelaku kesalahan ( Pasal

1367 KUHPerdata). Sedangkan dalam doktrin hukum dikenal asas vicarious liability dan corporate liability. Vicarious

liability mengandung pengertian, majikan bertanggung jawab atas kerugian pihak lain yang ditimbulkan oleh orang-

orang/karyawan yang berada di bawah pengawasannya. Jika karyawan itu dipinjamkan ke pihak lain, maka tanggung

jawabnya beralih pada pemakai karyawan tersebut. Corporate liability adalah suatu lembaga (korporasi) yang

menaungi suatu kelompok pekerja mempunyai tanggung jawab terhadap tenaga-tenaga dipekerjakannya. 2. Prinsip

praduga untuk selalu bertanggung jawab. Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertaggumg jawab

sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah, jadi beban pembuktian ada pada tergugat. Dasar pemikiran dari

teori pembalikan beban pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat

membuktikan sebaliknya. Prinsip ini cukup relevan, jika digunakan dalam perlindungan konsumen karena yang

berkewajiban untuk membuktikan kesalahn itu ada dipihak pelaku usaha yang digugat. Berkaitan dengan prinsip

tanggung jawab ini, dalam doktrin hukum pengangkutan khususnya, dikenal ada empat variasi : a. Pengangkut dapat

membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia dapat membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal-hal di luar

kekuasaannya; b. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan

Page 9: ARTIKEL 1.docx

mengambil suatu tindakan yang diperlukan untuk menghindari timbulnya kerugian; c. Pengangkut dapat

membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan kerugian yang timbul bukan karena

kesalahannya; d. Pengangkut tidak bertanggung jawab apabila kerugian itu ditimbulkan oleh kesalahan/kelalaian

penumpang atau karena kualitas/mutu barang yang diangkut tidak baik. 3. Prinsip paraduga untuk tidak selalu

bertanggungjawab. Prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan

pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah

hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan

diawasi oleh penumpang adalah tanggung jawab dari penumpang, oleh karena itu pengangkut tidak dapat diminta

pertanggungjawabannya. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab ini tidak lagi diterapkan secara

mutlak, dan mengarah kepada prinsip tanggung jawab dengan pembatasan uang ganti rugi, artinya kabin/bagasi

tangan tetap dapat dimintakan pertanggungjawabannya sepanjang bukti kesalahan pihak pengangkut dapat

ditunjukan. 4. Prinsip tanggung jawab mutlak. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) adalah prinsip tanggung

jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Menurut R.C. Hoeber et. al.,

menyebutkan, bahwa : “Biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena : (a). Konsumen tidak dalam

posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang

kompleks, (b). Diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas

kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya, (c). Asas

ini memaksa produsen lebih berhati-hati”. 5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan. Prinsip tanggung jawab

dengan pembatasan, misalnya dalam perjanjian cuci cetak film ditentukan, bila film yang ingin dicetak/dicuci itu

hilang atau rusak (termasuk akibat kesalahpahaman petugas), maka konsumen hanya dibatasi ganti kerugiannya

sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru. Prinsip tanggung jawab ini biasanya dikombinasikan dengan prinsip-

prinsip tanggung jawab lainnya, misalnya dalam pengangkutan udara, yakni Pasal 17 Ayat (1) Protokol Guatemala

1971, prinsip tanggung jawab dengan pembatasan dikaitkan dengan tanggung jawab mutlak , batas tanggung jawab

pihak pengangkut untuk satu penumpang 100.000 dolar Amerika Serikat (tidak termasuk biaya perkara), atau

120.000 dolar ( termasuk biaya perkara). Pengertian Pangan. Konsep formal pangan sebenarnya telah tercantum di

dalam Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, yang berbunyi sebagai berikut : “Segala sesuatu

yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan

atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain

yang digunakan dalam proses persiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman”.4 Pangan

dapat dibedakan atas pangan segar dan pangan olahan 5: a. Pangan segar, adalah pangan yang belum mengalami

pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan. b. Pangan olahan,

adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.

4 Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan 5 Cahyo Saparinto dan Diana Hidayati,

Bahan Tambahan Pangan, Kanisius, Yogyakarta, 2006, hlm. 54. Dalam hal ini yang dimaksud pangan adalah beras,

beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Pengertian beras sendiri tercantum dalam Pasal 1 Angka

(6) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pelanggaran Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya

Pada Proses Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan Beras, yaitu : “Beras adalah hasil utama dari proses

penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryza Sativa) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau

sebagian lembaga dan lapisan bekatulnya telah dipisahkan”. Pengertian Klorin. Klorin merupakan bahan kimia yang

biasanya digunakan sebagai pemutih pakaian. Dalam tabel periodik unsur kimia, klorin merupakan unsur kimia

benomor atom 17 dengan simbol Cl. Klorin terdapat pada lapisan permukaan bumi dan air laut. Dalam praktik

perdagangan klorin lazimnya dikemas dalam bentuk cairan. Klorin dalam bentuk gas dan padat ternyata

kontribusinya cukup signifikan. Dalam bentuk gas, klorin umumnya dijumpai dalam bentuk klorin dioksida dengan

rumus empiris ClO2, disamping itu klorin dapat juga ditemui dalam bentuk klorin oksida, klorin alsida, klorin

peroksida, kloroperoksil, dan sebagainya. Klorin dapat terbentuk dari beberapa reaksi di antaranya reaksi potasium

Page 10: ARTIKEL 1.docx

klorat dan asam sulfat atau klorin dan sodium klorit. Pada perlakuan pati misalnya klorin dapat ditambahkan dalam

bentuk sodium hipoklorit yang berbentuk padat ClONa atau NaClO dikenal juga dengan nama klorozon, garam

hipoklorit, atau kloropool. Klorit juga bisa ditambahkan dalam bentuk kalsium hipoklorit dengan rumus empiris

Ca(Ocl)2. Molekul yang berbentuk padat ini, di Indonesia lebih dikenal dengan nama kaporit. Klorin berubah fasa dari

gas ke cair pada suhu minus 34,05 derajat celcius (minus 29,29 derajat Fahrenheit) Klorin merupakan bahan kimia

yang sangat berbahaya bagi kesehatan, ditinjau dalam segi manapun penggunaan zat pemutih ini apabila

dicampurkan terhadap beras, hal itu sangatlah tidak dibenarkan, karena dampaknya bagi kesehatan manusia sangat

besar. Bahaya yang ditimbulkan akibat dari mengkonsumsi beras yang mengandung klorin tidak berdampak secara

langsung bagi kesehatan, tetapi apabila dikonsumsi secara terus-menerus akan berakibat fatal. Hasil penelitian

dampak dari mengkonsumsi beras yang mengandung klorin ini akan terasa atau timbul sekitar 20 tahun kedepan,

tetapi tidak menutup kemungkinan bahaya yang ditimbulkan akan lebih cepat. Bahan klorin disamping menurunkan

mutu nutrisi, tetapi klorin juga mampu membunuh sebagian besar bakteri yang merugikan. Namun, penggunaannya

harus benar-benar mengacu pada kaidah yang berlaku. Hasil penelitian terkini menerangkan baha produk yang

dicampur dengan klorin berpotensi menimbulkan masalah kesehatan seperti : penyakit jantung, penumpukan

kolesterol dan keping darah di dinding pembuluh darah, anemia, tekanan darah tinggi, kanker, dan stroke. Pelaku

usaha mempunyai kewajiban untuk ikut serta menciptakan dan menjaga iklim usaha yang sehat yang dapat

menunjang bagi pembangunan perekonomian nasional. Oleh karena itu, kepada pelaku usaha dibebankan tanggung

jawab atas pelaksanaan kewajiban itu, yaitu melalui penerapan norma-norma hukum, kepatutan, dan menjunjung

tinggi kebiasaan yang berlaku dikalangan dunia usaha. Kewajiban pelaku usaha untuk senantiasa beritikad baik

dalam melakukan kegiatannya, berarti pelaku usaha bertanggung jawab atas segala praktek usahanya termasuk

praktek produksi beras, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 41 ayat (1), ayat (3), ayat (4) Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Pasal 19 ayat (1), Pasal 22, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen. Apabila pelaku usaha melakukan kecurangan dalam proses produksinya yang

menyebabkan konsumen merasa dirugikan karena mengkonsumsi produk yang diproduksinya, maka pelaku usaha

wajib bertanggung jawab mengganti kerugian tanpa harus membuktikan lagi mengenai ada atau tidak adanya

kesalahan, tetapi pelaku usaha langsung bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh produknya yang

cacat. PENUTUP Simpulan 1. Mengkonsumsi beras yang mengandung klorin dapat merugikan kesehatan masnusia,

yaitu dapat menimbulkan penyakit jantung, atherosklerosis, anemia, tekanan darah tinggi dan kanker. 2. Tanggung

jawab dari pelaku usaha terhadap kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi beras yang menggunakan

bahan klorin, dimana pelaku usaha secara langsung memberi ganti rugi kepada konsumen tanpa harus pelaku usaha

maupun konsumen membuktikan adanya kesalahan. Saran 1. Masyarakat harus lebih hati-hati dalam memilih atau

membeli pangan (beras) karena sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan dari makanan pokok yang

dikonsumsinya. 2. Pemerintah harus lebih ketat dalam pengawasan, pembinaan dalam hal produksi beras dan

memberikan sanksi yang tegas terhadap produsen atau pelaku usaha yang terbukti secara sengaja melakukan

pelanggaran berupa penambahan zat kimia berupa klorin pada produknya. 3. Pelaku usaha dianjurkan mengetahui

bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi campuran dalam produksinya supaya tidak merasa rugi dan merugikan

konsumen. DAFTAR PUSTAKA Arief. B. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Gramedia

Indonesia, Jakarta, 2006. Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raya Grafindo

Persada, Jakarta, 2007 Cahyo Saparinto dan Diana Hidayati, Bahan Tambahan Pangan, Kanisius. Joguakarta, 2006.

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007. Peraturan

Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1993 tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pelanggaran Penggunaan Bahan Kimia

Berbahaya pada Proses Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan Beras. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun

2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.