ppkn 1.docx
TRANSCRIPT
AGAMA – AGAMA YANG ADA DI INDONESIA
1. ISLAM
Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan
85% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai
di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera .Sedangkan di wilayah timur
Indonesia, persentase penganutnya tidak sebesar di kawasan barat. Sekitar 98% Muslim di
Indonesia adalah penganut aliran Sunni Sisanya, sekitar dua juta pengikut adalah Syiah(di
atas satu persen), berada di Aceh. Sejarah Islam di Indonesia sangatlah kompleks dan
mencerminkan keanekaragaman dan kesempurnaan tersebut kedalam kultur. Pada abad ke-
12, sebagian besar pedagang orang Islam dari India tiba di pulau Sumatera, Jawa dan
Kalimantan. Hindu yang dominan beserta kerajaan Buddha, seperti Majapahit dan Sriwijaya,
mengalami kemunduran, dimana banyak pengikutnya berpindah agama ke Islam. Dalam
jumlah yang lebih kecil, banyak penganut Hindu yang berpindah ke Bali, sebagian Jawa dan
Sumatera. Dalam beberapa kasus, ajaran Islam di Indonesia dipraktikkan dalam bentuk yang
berbeda jika dibandingkan dengan Islam daerah Timur Tengah Ada pula sekelompok
pemeluk Ahmadiyah yang kehadirannya belakangan ini sering dipertanyakan. Aliran ini telah
hadir di Indonesia sejak 1925. Pada 9 Juni 2008, pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah
surat keputusan yang praktis melarang Ahmadiyah melakukan aktivitasnya ke luar. Dalam
surat keputusan itu dinyatakan bahwa Ahmadiyah dilarang menyebarkan ajarannya.
2. KRISTEN PROTESTAN
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada
sekitar abad ke- 16. Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses berhasil
meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang
dengan sangat pesat pada abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari
Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di
kepulauan Sunda. Pada 1965, ketika terjadi perebutan kekuasaan, orang-orang tidak
beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-Tuhan, dan karenanya tidak
mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai warganegara. Sebagai hasilnya, gereja
Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota.Protestan membentuk suatu perkumpulan
minoritas penting di beberapa wilayah. Sebagai contoh, di pulau Sulawesi, 17% penduduknya
adalah Protestan, terutama di Tana Toraja, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, Sekitar 75%
penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. dibeberapa wilayah, keseluruhan desa atau
kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini, tergantung pada
keberhasilan aktivitas para misionaris.Di Indonesia, terdapat tiga provinsi yang mayoritas
penduduknya adalah Protestan, yaitu Papua, Ambon,dan Sulawesi Utara dengan 90%, 91%,
94% dari jumlah penduduk. Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh
penduduk asli.Di Ambon, ajaran Protestan mengalami perkembangan yang sangat besar. Di
Sulawesi Utara, kaum Minahasa, berpindah agama ke Protestan pada sekitar abad ke-18. Saat
ini, kebanyakan dari penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan.
Selain itu, para transmigran dari pulau Jawa dan Madura yang beragama Islam juga mulai
berdatangan. Sepuluh persen lebih-kurang; dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut
Kristen Protestan.
3. HINDU
Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi,
bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan
sejumlah kerajaan Hindu – Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit. Candi Prambanan
adalah kuil Hindu yang dibangun semasa kerajaan Majapahit, semasa dinasti Sanjaya.
Kerajaan ini hidup hingga abad ke 16 M, ketika kerajaan Islam mulai berkembang. Periode
ini, dikenal sebagai periode Hindu-Indonesia, bertahan selama 16 abad penuh. Hindu di
Indonesia berbeda dengan Hindu lainnya di dunia. Sebagai contoh, Hindu di Indonesia,
secara formal ditunjuk sebagai agama Hindu Dharma, tidak pernah menerapkan sistem kasta.
Contoh lain adalah, bahwa Epos keagamaan Hindu Mahabharata (Pertempuran Besar
Keturunan Bharata) dan Ramayana (Perjalanan Rama), menjadi tradisi penting para pengikut
Hindu di Indonesia, yang dinyatakan dalam bentuk wayang dan pertunjukan tari. Aliran
Hindu juga telah terbentuk dengan cara yang berbeda di daerah pulau Jawa, yang jadilah
lebih dipengaruhi oleh versi Islam mereka sendiri, yang dikenal sebagai Islam Abangan atau
Islam Kejawen. Semua praktisi agama Hindu Dharma berbagi kepercayaan dengan banyak
orang umum, kebanyakan adalah Lima Filosofi: Panca Srada. Ini meliputi kepercayaan satu
Yang Maha Kuasa Tuhan, kepercayaan di dalam jiwa dan semangat, serta karma atau
kepercayaan akan hukuman tindakan timbal balik. Dibanding kepercayaan atas siklus
kelahiran kembali dan reinkarnasi, Hindu di Indonesia lebih terkait dengan banyak sekali
yang berasal dari nenek moyang roh. Sebagai tambahan, agama Hindu disini lebih
memusatkan pada seni dan upacara agama dibanding kitab, hukum dan kepercayaan.
Menurut catatan, jumlah penganut Hindu di Indonesia pada tahun 2006 adalah 6,5 juta
orang), sekitar 1,8% dari jumlah penduduk Indonesia, merupakan nomor empat terbesar.
Namun jumlah ini diperdebatkan oleh perwakilan Hindu Indonesia, Parisada Hindu Dharma
Indonesia (PHDI). PHDI memberi suatu perkiraan bahwa ada 18 juta orang penganut Hindu
di Indonesia. Sekitar 93 % penganut Hindu berada di Bali. Selain Bali juga terdapat di
Sumatera, Jawa, Lombok, dan pulau Kalimantan yang juga memiliki populasi Hindu cukup
besar, yaitu di Kalimantan Tengah, sekitar 15,8 % (sebagian besarnya adalah Hindu
Kaharingan, agama lokal Kalimantan yang digabungkan ke dalam agama Hindu).
4. BUDHA
Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam
masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu, sejumlah
kerajaan Buddha telah dibangun sekitar periode yang sama. Seperti kerajaan Sailendra,
Sriwijaya dan Mataram. Kedatangan agama Buddha telah dimulai dengan aktivitas
perdagangan yang mulai pada awal abad pertama melalui Jalur Sutra antara India dan
Indonesia. Sejumlah warisan dapat ditemukan di Indonesia, mencakup candi Borobudur di
Magelang dan patung atau prasasti dari sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal. Mengikuti
kejatuhan Soekarno pada pertengahan tahun 1960-an, dalam Pancasila ditekankan lagi
pengakuan akan satu Tuhan (monoteisme). Sebagai hasilnya, pendiri Perbuddhi (Persatuan
Buddha Indonesia), Bhikku Ashin Jinarakkhita, mengusulkan bahwa ada satu dewata
tertinggi, Sang Hyang Adi Buddha. Hal ini didukung dengan sejarah di belakang versi
Buddha Indonesia pada masa lampau menurut teks Jawa kuno dan bentuk candi Borobudur.
Menurut sensus nasional tahun 2000, kurang lebih dari 2% dari total penduduk Indonesia
beragama Buddha, sekitar 4 juta orang. Kebanyakan penganut agama Buddha berada di
Jakarta, walaupun ada juga di lain provinsi seperti Riau, Sumatra Utara dan Kalimantan
Barat. Namun, jumlah ini mungkin terlalu tinggi, mengingat agama konghucu dan Taoisme
tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, sehingga dalam sensus diri mereka
dianggap sebagai penganut agama Buddha.
5. KRISTEN KATOLIK
Umat Katolik Perintis di Indonesia: 645 – 1500. Agama Katolik untuk pertama kalinya
masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Fakta ini
ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto. Untuk mengerti fakta ini
perlulah penelitian dan rentetan berita dan kesaksian yang tersebar dalam jangka waktu dan
tempat yang lebih luas. Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah kuno karangan seorang
ahli sejarah Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku "Daftar berita-berita tentang
Gereja-gereja dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya". yang memuat
berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir, Nubia,
Abbessinia, Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia. Dengan terus dilakukan
penyelidikan berita dari Abu Salih al-Armini kita dapat mengambil kesimpulan kota Barus
yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatera
Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia. Di Barus juga telah berdiri
sebuah Gereja dengan nama Gereja Bunda Perawan Murni Maria.
6. KONGHUCHU
Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang
Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di
kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitikberatkan
pada kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada kode etik melakukannya,
bukannya suatu agama masyarakat yang terorganisir dengan baik, atau jalan hidup atau
pergerakan sosial. Di era 1900-an, pemeluk Konghucu membentuk suatu organisasi, disebut
Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Batavia (sekarang Jakarta). Setelah kemerdekaan
Indonesia di tahun 1945, umat Konghucu di Indonesia terikut oleh beberapa huru-hara politis
dan telah digunakan untuk beberapa kepentingan politis. Pada 1965, Soekarno mengeluarkan
sebuah keputusan presiden No. 1/Pn.Ps/1965 1/Pn.Ps/1965, di mana agama resmi di
Indonesia menjadi enam, termasuklah Konghucu. Pada awal tahun 1961, Asosiasi Khung
Chiao Hui Indonesia (PKCHI), suatu organisasi Konghucu, mengumumkan bahwa aliran
Konghucu merupakan suatu agama dan Confucius adalah nabi mereka.
PERILAKU MENGHARGAI HAK ASASI MANUSIA
Menghargai upaya penegakan HAM memiliki arti bahwa setiap warga negara harus
menghargai, menghormati dan menganggap penting adanya proses atau upaya penegakan
HAM. Hak Asasi Manusia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, setiap manusia
lahir dengan hak yang sama.
Manusia di anugerahi hak asasi dan mempunyai tanggung jawab serta kewajiban untuk
menjaganya. Setiap bangsa saling menyadari, mengakui, menjamin dan menghormati setiap
hak asasi setiap manusia sebagai kewajiban terhadap manusia sebagai pribadi dalam
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Negara Indonesia adalah negara yang bertekad untuk menegakan hak asasi manusia
secara sungguh-sungguh. Upaya untuk menegakan hak asasi manusia tersebut dengan
dirumuskannya perangkat peraturan perundang – undangan sebagai landasan hukum. Dengan
demikian upaya untuk menegakkan hak asasi manusia akan terlaksana sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena penegakan hak asasi manusia
merupakan tanggung jawab dari semua komponen bangsa yang ada di negara kesatuan
Republik Indonesia, yaitu semua warga negaranya.
Oleh karena itu setiap warga negara mempunyai tanggung jawab dalam rangka
penegakan hak asasi manusia. Tentu saja tanggung jawab tersebut harus di awali dengan
mempelajari dan memahami pentingnya hak asasi manusia bagi setiap warga negara.
Hak-hak asasi warga negara yang patut dihormati dan dilindungi antara lain:
1. Mendapat perlindungan diri pribadi, kehormatan, martabat dan harta miliknya.
2. Mendapatkan rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan
untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu.
3. Hidup dan bebas dari penyiksaan, perlakuan yang kejam, tidak manusiawi,
merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.
4. Bebas dari pemaksaan dan penghilangan nyawa.
5. Tidak ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan atau dibuang secara
sewenang-wenang.
6. Hak setiap orang agar tempat tinggal atau kediamannya tidak diganggu siapapun.
Beberapa contoh kegiatan yang dapat digolongkan menghargai upaya penegakan HAM :
1. Upaya penegakan hak asasi oleh penyusun Undang-Undang Dasar 1945, dapat dilihat
dari pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 diantaranya:
Pada pasal 28 yang menyatakan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang”.
Pada pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa tiap-
tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
2. Upaya penegakan HAM oleh MPR melalui Tap MPR No XVII/1978.
Dalam tap MPR No.XVII/MPR/1998, Menegaskan kepada lembaga tinggi negara
dan seluruh aparat pemerintah untuk menghormati dan menyumbang pengertian
dan pemahaman hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat.
3. Upaya penegakan HAM oleh DPR, melalui undang-undang no.39 tahun 1999.
Dalam undang-undang ini mengatur mengenai hak seorang manusia, misalnya
hak rasa aman, hak mengembangkan diri, hak atas kesejahteraan, hak anak-anak
dan hak atas kebebasan beragama.
4. Sebagai warga negara yang baik kita harus turut serta berperan aktif dalam upaya
penegakan hak asasi manusia sesuai dengan kemampuan kita masing-masing dalam
berbagai bidang kehidupan, antara lain :
a. Dalam kehidupan keluarga:
1. Menghormati orang tua dan anggota keluarga yang lain.
2. Mematuhi nasehat dan perintah orang tua
3. Tidak memaksakan kehendak pada orang tua dan anggota keluarga yang lain.
4. Tidak membeda-bedakan antara anak laki-laki dengan anak perempuan, dan
sebagainya.
b. Dalam kehidupan di sekolah:
1. Mentaati tata tertib sekolah dengan baik.
2. Menghormati bapak/ibu guru dan warga sekolah lainnya.
3. Tidak membeda-bedakan teman dalam pergaulan
4. Membantu teman yang membutuhkan bantuan,dsb
c. Dalam kehidupan masyarakat:
1. Mengembangkan sikap tenggang rasa..
2. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
3. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
4. Melakukan kegiatan kemanusiaan.
5. Menjauhkan kekerasan, kebrutalan, dll
d. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara:
1. Bersedia menjadi saksi apabila mengetahui peristiwa pelanggaran HAM.
2. Melaporkan pada pihak yang berwenang jika mengetahui telah terjadi
pelanggaran HAM.
3. Mentaati peraturan-peraturan hukum yang berlaku dan sebagainya.
Dalam upaya penegakan HAM peran korban dan saksi sangat menentukan, oleh karena
itu mereka perlu memperoleh jaminan keamanan. Bagaimanakah jaminan terhadap para
korban dan saksi yang berupaya menegakkan HAM? Dalam rangka memperoleh kebenaran
faktual, maka para korban dan saksi dijamin perlindungan fisik dan mental dari ancaman,
gangguan, teror dan kekerasan dari pihak manapun. Kemudian untuk memenuhi rasa keadilan
maka bagi setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak memperoleh ganti
rugi oleh negara (kompensasi), ganti rugi oleh pelaku atau pihak ketiga (restitusi), pemulihan
pada kedudukan semula, seperti nama baik, jabatan, kehormatan atau hak-hak lain
(rehabilitasi).
Beberapa contoh kegiatan yang dapat dimasukan menghargai upaya penegakan HAM,
antara lain :
- Membantu dengan menjadi saksi dalam proses penegakan HAM;
- Mendukung para korban untuk memperoleh restitusi maupun kompensasi serta
rehabilitasi;
- Tidak mengganggu jalannya persidangan HAM di Pengadilan HAM;
- Memberikan informasi kepada aparat penegak hokum dan lembaga – lembaga HAM
bila terjadi pelanggaran HAM.
PERILAKU PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak
asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak
Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan
tidak didapatkan, atau dikhawatirksn tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil
dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan
baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak
asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi
pijakanya.
Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
- Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
- Penyiksaan
- Penghilangan orang secara paksa
- Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
- Pembunuhan masal (genosida)
Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan (UUD No.26/2000
Tentang Pengadilan HAM.
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
- Pemukulan
- Penganiayaan
- Pencemaran nama baik
- Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
- Menghilangkan nyawa orang lain
Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan
keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada
pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas harta milik orang lain,
menjarah dan lain-lain. Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara
aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering
terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat. Apabila dilihat dari
perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi
manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat
Indonesia, seperti :
a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang
berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi
pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan
penembakan.
b. Kasus terbunuhnya Marsinah,
Seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)Marsinah adalah
salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya,
Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban
pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
c. Kasus wartawan Udin (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian
Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah
tewas.
d. Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik
dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu
oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.
e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para
aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan,
dan 13 orang lainnya masih hilang).
f. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan
lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga
sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa
meninggal dan 217 orang luka-luka).
g. Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di
timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.
h. Kasus Ambon (1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat
kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan
pembunuhan yang memakan banyak korban.
i. Kasus bom Bali (2002) DAN beberapa tempat lainnya
Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang
dilakukan oleh teroris dengan menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga negara
asing maupun dari warga negara Indonesia sendiri.
l. Kasus-kasus lainnya
Selain kasusu-kasus besar diatas, terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti
dilingkungan :
- keluarga, dilingkungan sekolah atau pun dilingkungan masyarakat.
- Contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:
- Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah,
memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).
- Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
- Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.
- Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-wenang
KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI
LINGKUNGAN SEKITAR
1. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan
yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata
kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap
mahasiswa.
3. Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para
pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan
sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4. Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran
HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa
menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
5. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan
tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga
seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
INSTRUMEN NASIONAL HAM
1. UUD 1945 : Pembukaan UUD 1945, alenia I – IV; Pasal 28A sampai dengan 28J; Pasal
27 sampai dengan 34.
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
3. UU No. 36 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
4. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
5. UU No. 7 Tahun 1984 tentang Rativikasi Konvensi PBB tentang penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
6. UU No. 8 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau penghukuman lain yang Kejam, tidak Manusiawi atau Merendahkan
Martabat Manusia.
7. UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 mengenai
pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
untuk Anak.
8. UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang hak-hak
ekonomi, Sosial dan Budaya.
9. UU No. 12 tahun 2005 tentang Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan
Politik.
Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita
ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan
bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk
pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau
bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM
menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat
dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan
HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita
dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu
menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.
ADAT ISTIADAT :
a. Kampung adat naga – Tasikmalaya
di sini ada kampung yang sangat terkenal di Jawa Barat karena kearifan lokalnya.
Kampung ini disebut Kampung Naga. Kenapa disebut Kampung Naga? Sebenarnya tidak ada
hubungannya dengan hewan mitos naga tetapi memang nama sebutan saja.
Kampung Naga ini terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Yang unik letak kampung ini yang berada di lembah.
Tidak hanya itu Kampung Naga ini ternyata masih mempertahankan kearifan lokal dan
budaya yang mereka jaga sejak dahulu.
Untuk mencapai Kampung Naga ini dari Garut memakan waktu sekitar 1 jam. Letak
kampung di sebelah kiri jalan. Uniknya adalah tata letak rumah dan arsitektur yang khas,
sesaat sebelum masuk kampung kita harus melapor terlebih dahulu dan di sini tidak ada plang
Desa Wisata.
Dahulu sempat terdengar kabar kalau Kampung Naga ditutup untuk orang luar karena
ada mereka tidak mau daerahnya dijadikan objek wisata. setelah banyak mengobrol dengan
sesepuh Kampung mereka tidak mau menjadikan Kampung Naga ini menjadi Desa Wisata,
karena alasannya tidak mau ditonton oleh orang ataupun turis yang datang.
Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari, di sini
masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka menolak
intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung tersebut.
Namun, setahu saya sampai sekarang, saya belum dapat penjelasan kapan dan siapa
pendiri serta apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung dengan budaya yang masih
kuat ini.
Warga kampung Naga sendiri menyebut sejarah kampungnya dengan istilah "Pareum
Obor". Pareum jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu mati, gelap. Dan obor itu
sendiri berarti penerangan, cahaya, lampu. Jika diterjemahkan secara singkat yaitu, matinya
penerangan. Hal ini berkaitan dengan sejarah Kampung Naga itu sendiri. Mereka tidak
mengetahui asal-usul kampungnya.
Menurut masyarakat kampung naga, hal ini disebabkan oleh terbakarnya arsip/sejarah
mereka pada saat kampung ini dibakar oleh Organisasi DI/TII Kartosoewiryo di masa lalu.
Pada saat itu, DI/TII menginginkan terciptanya negara Islam di Indonesia. Kampung Naga
yang saat itu lebih mendukung Soekarno dan kurang simpatik dengan niat organisasi tersebut.
Oleh karena tidak mendapatkan simpati warga Kampung Naga maka DI/TII
membumihanguskan perkampungan tersebut pada 1956.
Adapun versi sejarah yang diceritakan pada masa kewalian Sunan Gunung Jati,
seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke
sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa
Neglasari.
Di tempat tersebut sang abdi bersemedi dan dalam persemediannya Singaparana
mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung
Naga.
Kampung ini berada di wilayah Desa Neglasari, Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga
tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan Kota Tasikmalaya.
Kampung ini berada di lembah yang subur yang dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam
hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga.
Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah utara dan
timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray
di daerah Garut. Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30
kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 kilometer.
Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus
menuruni tangga yang sudah ditembok. Nah yang unik banyak orang mencoba menghitung
anak tangga ini, dan sampai sekarang jumlah pastinya tidak ada yang tahu. Pasalnya, setiap
tiap orang yang menghitungnya hasilnya selalu berbeda-beda.
Penduduk Kampung Naga semuanya beragama Islam, sebagaimana masyarakat adat
lainnya mereka juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya.
Walaupun mereka menyatakan memeluk agama Islam, mereka tetap menjaga warisan
budaya leluhurnya. Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan
adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun.
Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan
sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal
tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak
menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat.
Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian
sungai yang dalam. Kemudian "ririwa" yaitu mahluk halus yang senang mengganggu atau
menakut-nakuti manusia pada malam hari.
Ada pula yang disebut "kunti anak" yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan
hamil yang meninggal dunia dan suka mengganggu wanita yang sedang atau akan
melahirkan.
Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh
masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget. Demikian juga
tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi Ageung dan masjid
merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga.
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu
dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus
terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap ke utara atau ke sebelah
selatan dengan memanjang kearah barat-timur.
b. Suku Toraja
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan,
Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih
tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan
kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah
mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di
negeri atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. Suku
Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual
pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan
orang dan berlangsung selama beberapa hari.
Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih
menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an,
misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin terbuka kepada
dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata
Indonesia. Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh
antropolog. Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari
masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas
beragama Kristen dan mengandalkan sektor pariwisata yang terus meningkat.
Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai diri mereka sebagai
sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20. Sebelumpenjajahan Belanda dan masa
pengkristenan, suku Toraja, yang tinggal di daerah dataran tinggi, dikenali berdasarkan desa
mereka, dan tidak beranggapan sebagai kelompok yang sama.
- Identitas Etnis
Meskipun ritual-ritual menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak
keragaman dalam dialek, hierarki sosial, dan berbagai praktik ritual di kawasan dataran tinggi
Sulawesi. "Toraja" (dari bahasa pesisir ke, yang berarti orang, dan Riaja, dataran tinggi)
pertama kali digunakan sebagai sebutan penduduk dataran rendah untuk penduduk dataran
tinggi.[3]Akibatnya, pada awalnya "Toraja" lebih banyak memiliki hubungan perdagangan
dengan orang luar—seperti suku Bugis dan suku Makassar, yang menghuni sebagian besar
dataran rendah di Sulawesi—daripada dengan sesama suku di dataran tinggi.
Kehadiran misionaris Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis
Toraja di wilayah Sa'dan Toraja, dan identitas bersama ini tumbuh dengan bangkitnya
pariwisata di Tana Toraja.[4] Sejak itu, Sulawesi Selatan memiliki empat kelompok etnis
utama—suku Bugis (kaum mayoritas, meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar
(pedagang dan pelaut), suku Mandar (pedagang dan nelayan), dan suku Toraja (petani di
dataran tinggi).
- Sejarah
Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam utara dan Cina selatan, dipercaya sebagai tempat asal
suku Toraja. Telah terjadi akulturasi panjang antara ras Melayu di Sulawesi dengan imigran
Cina. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun akhirnya pindah
ke dataran tinggi.
Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di
Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selama dua abad, mereka
mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena
sulit dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad ke-19,
Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islam di Sulawesi selatan, terutama di
antara suku Makassar dan Bugis.
Belanda melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang potensial
untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan
dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Selain menyebarkan agama, Belanda juga
menghapuskan perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di
sekitar wilayah Sa'dan dan disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya merupakan subdivisi
dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah tersebut. Pada tahun 1946, Belanda
memberikan Tana Toraja status regentschap, dan Indonesia mengakuinya sebagai suatu
kabupaten pada tahun 1957.
Misionaris Belanda yang baru datang mendapat perlawanan kuat dari suku Toraja
karena penghapusan jalur perdagangan yang menguntungkan Toraja. Beberapa orang Toraja
telah dipindahkan ke dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur.
Pajak ditetapkan pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti kekayaan para
elit masyarakat. Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda tersebut tidak merusak budaya
Toraja, dan hanya sedikit orang Toraja yang saat itu menjadi Kristen. Pada tahun 1950, hanya
10% orang Toraja yang berubah agama menjadi Kristen.
Penduduk Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun 1930-an.
Akibatnya, banyak orang Toraja yang ingin beraliansi dengan Belanda berpindah ke agama
Kristen untuk mendapatkan perlindungan politik, dan agar dapat membentuk gerakan
perlawanan terhadap orang-orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun
1951 dan 1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan
akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang bertujuan untuk mendirikan
sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut
turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama Kristen.
Pada tahun 1965, sebuah dekret presiden mengharuskan seluruh penduduk Indonesia
untuk menganut salah satu dari lima agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik,
Hindu dan Buddha. Kepercayaan asli Toraja (aluk) tidak diakui secara hukum, dan suku
Toraja berupaya menentang dekret tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia
harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969, Aluk To Dolo
dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
MENJELAJAH MASYARAKAT INDONESIA
Ketua = Indy T.A
Anggota = Samuel Pardamean S
Fadli N
M.Nurwijaya
Mervirinda
Kelompok = 8