antioksidan

109
UNIVERSITAS INDONESIA OPTIMASI KONSENTRASI CROSPOVIDONE SEBAGAI SUPERDISINTEGRAN DAN ASPARTAM SEBAGAI PEMANIS PADA FORMULASI TABLET CEPAT HANCUR METOKLOPRAMID HCL DENGAN METODE EFFERVESCENT SKRIPSI ASVINASTUTI RIKASIH 0906531216 FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI DEPOK JULI 2013

Upload: arymasdewiwiantini

Post on 22-Oct-2015

175 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANTIOKSIDAN

UNIVERSITAS INDONESIA

OPTIMASI KONSENTRASI CROSPOVIDONE SEBAGAI

SUPERDISINTEGRAN DAN ASPARTAM SEBAGAI PEMANIS

PADA FORMULASI TABLET CEPAT HANCUR

METOKLOPRAMID HCL DENGAN METODE

EFFERVESCENT

SKRIPSI

ASVINASTUTI RIKASIH

0906531216

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

DEPOK

JULI 2013

Page 2: ANTIOKSIDAN

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

OPTIMASI KONSENTRASI CROSPOVIDONE SEBAGAI

SUPERDISINTEGRAN DAN ASPARTAM SEBAGAI PEMANIS

PADA FORMULASI TABLET CEPAT HANCUR

METOKLOPRAMID HCL DENGAN METODE

EFFERVESCENT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi

ASVINASTUTI RIKASIH

0906531216

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

DEPOK

JULI 2013

Page 3: ANTIOKSIDAN

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Asvinastuti Rikasih

NPM : 0906531216

Tanda Tangan :

Tanggal : 1 Juli 2013

Page 4: ANTIOKSIDAN

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang

berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh

Universitas Indonesia kepada saya.

Depok, 28 Juni 2013

Asvinastuti Rikasih

Page 5: ANTIOKSIDAN

v

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Asvinastuti Rikasih

NPM : 0906531216

Program Studi : Sarjana Farmasi

Judul Skripsi : Optimasi Konsentrasi Crospovidone sebagai

Superdisintegran dan Aspartam sebagai Pemanis pada

Formulasi Tablet Cepat Hancur Metoklopramid HCl

dengan Metode Effervescent

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

pada Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

Penguji III : Dr. Katrin, M.S., Apt. ( )

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 1 Juli 2013

Page 6: ANTIOKSIDAN

vi

KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan rahmat–Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dari masa

perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya menyampaikan terima kasih

kepada:

(1) Dr.Yahdiana Harahap, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI yang telah

memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi

ini;

(2) Dr. Iskandarsyah, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan

waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya, serta atas kesabarannya

dalam membimbing, memberikan petunjuk dan memberikan banyak sekali

masukan selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini;

(3) Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS. selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan perhatian dan bimbingan selama pendidikan di Fakultas Farmasi

UI;

(4) Dr. Dra. Berna Elya, M.Si selaku pembimbing akademis atas berbagai

masukan dan saran selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas

Farmasi UI;

(5) Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas segala ilmu

pengetahuan dan didikannya selama ini;

(6) Keluargaku, khususnya Bapak dan Mama atas kasih sayang, perhatian,

kesabaran, dorongan semangat, doa, dan dukungan baik moral maupun

finansial yang selama ini diberikan. Juga Nia dan Oskar atas dukungan yang

diberikan;

Page 7: ANTIOKSIDAN

vii

(7) Seluruh laboran dan Karyawan Fakultas Farmasi UI atas seluruh bantuannya

selama penelitian, khususnya Pak Eri dan Mas Slamet yang telah membantu

penulis selama melakukan penelitian di Laboratorium Formulasi Tablet

Fakultas Farmasi UI;

(8) Teman-teman Paraben (Fanny, Nia, dan Ncess) dan teman-teman penelitian

KBI Teknologi Formulasi dan juga Farmasetika atas semua pertolongan,

persahabatan, dan kenangan bersama kalian selama ini, serta teman-teman

Farmasi angkatan 2009 yang telah berjuang bersama selama 4 tahun dalam

menempuh pendidikan di Farmasi.

(9) Kak Dika atas arahan, saran, dan diktat yang telah diberikan serta berbagi

pengalaman dan cerita selama kuliah. Juga temanku Cyntia W. yang selama

masa kuliah rela mengurus jadwal kuliah dan lain-lain.

(10) Kepada 30 orang panelis yang telah rela merasakan tablet hasil penelitian.

(11) Perusahaan Farmasi, khususnya P.T. Kimia Farma dan P.T. Indofarma atas

hibah bahan-bahan kimia yang sangat dibutuhkan dalam penelitian;

(12) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

memberikan dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

Saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan

penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis

dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi tercapainya hasil yang

lebih baik lagi. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya teknologi farmasi di Indonesia.

Penulis

2013

vii

Page 8: ANTIOKSIDAN

viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIT UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Asvinastuti Rikasih

NPM : 0906531216

Program Studi : S1 Farmasi

Fakultas : Farmasi

Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Free

Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Optimasi Konsentrasi Crospovidone sebagai Superdisintegran dan Aspartam

sebagai Pemanis pada Formulasi Tablet Cepat Hancur Metoklopramid HCl

dengan Metode Effervescent

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama

saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 1 Juli 2013

Yang menyatakan

(Asvinastuti Rikasih)

Page 9: ANTIOKSIDAN

ix

ABSTRAK

Nama : Asvinastuti Rikasih

Program Studi : Farmasi

Judul : Optimasi Konsentrasi Crospovidone sebagai Superdisintegran

dan Aspartam sebagai Pemanis pada Formulasi Tablet Cepat

Hancur Metoklopramid HCl dengan Metode Effervescent

Tablet cepat hancur merupakan tablet yang dapat hancur di dalam mulut dengan

bantuan saliva tanpa memerlukan air karena penggunaan eksipien penghancur

yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi konsentrasi

superdisintegran dan pemanis yang digunakan untuk menghasilkan tablet cepat

hancur yang memiliki waktu disintegrasi cepat dan rasa yang dapat diterima. Pada

penelitian ini, dibuat formulasi tablet cepat hancur yang mengandung 4%, 8% dan

12% crospovidone yang kemudian diuji waktu disintegrasinya. Optimasi

konsentrasi aspartam dievaluasi menggunakan uji kesukaan dan dianalisis dengan

program SPSS. Tablet dibuat menggunakan aspartam dengan konsentrasi sebesar

6% dan 12%. Dari hasil uji waktu disintegrasi, diperoleh waktu hancur paling

singkat selama 17,83±1,87 detik pada tablet yang mengandung crospovidone

sebesar 12%. Analisis program SPSS dari data hasil uji kesukaan menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara formulasi tablet yang mengandung

konsentrasi aspartam sebesar 6% dan 12%.

Kata kunci : aspartam, crospovidone, superdisintegran, tablet cepat

hancur, uji kesukaan, uji waktu disintegrasi

xvi + 91 halaman : 11 gambar; 16 tabel; 35 lampiran

Daftar acuan : 36 (1986-2012)

Universitas Indonesia

Page 10: ANTIOKSIDAN

x

ABSTRACT

Name : Asvinastuti Rikasih

Program Study : Pharmacy

Judul : Optimization of Crospovidone concentration as

Superdisintegrant and Aspartame as Sweetener on Fast

Dissolving Metoclopramide HCl Tablet Formulation by

Effervescent Method

Fast dissolving tablet is a tablet that can be dissolved in the mouth with the help of

saliva without additional water because of the use of compatible disintegrant

excipient. The aim of this study is to optimize superdisintegran and sweetener

concentration to get fast dissolving tablet that have rapid disintegration time and

acceptable taste. In this study, formulation of fast dissolving tablet that contain

4%, 8% and 12% of crospovidone were made, then disintegration time was tested.

Optimization of the concentration of aspartam was evaluated by hedonic test and

analyzed by SPSS program. Tablet was made using aspartame in concentration of

6% and 12%. From disintegration time test result, shortest disintegration time

obtained during 17,83±1,87 second from tablet that contain 12% of crospovidone.

SPSS program analysis of hedonic test data showed that no significant differences

of taste among tablet formulations containing aspartame concentrations of 6% and

12%.

Keywords : aspartame, crospovidone, disintegration time test, fast

dissolving tablet, hedonic test, superdisintegrant

xvi + 91 pages : 11 pictures; 16 tables; 35 appendices

Bibliography : 36 (1986-2012)

Universitas Indonesia

Page 11: ANTIOKSIDAN

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................... iv LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... viii ABSTRAK ......................................................................................................... ix ABSTRACT ........................................................................................................ x DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1. 1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1. 2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4

2. 1 Tablet ...................................................................................................... 4 2. 2 Tablet Cepat Hancur ............................................................................... 7

2. 2. 1 Pendahuluan ........................................ ....................................... 7 2. 2. 2 Sifat dan Karakteristik Umum .................................................... 10 2. 2. 3 Pemilihan Obat .......................................................................... 11 2. 2. 4 Teknologi Formulasi Tablet Cepat Hancur ............................... 11

2. 3 Effervescent ............................................................................................ 15 2. 4 Superdisintegran ...................................................................................... 18

2. 4. 1 Kriteria Pemilihan Superdisintegran .......................................... 18 2. 4. 2 Metode Penggabungan Superdisintegran ............................. 20 2. 4. 3 Mekanisme Aksi Superdisintegran ............................................ 20

2. 5 Crospovidone ................................................................................. 26 2. 6 Aspartam ........................................................................................ 28 2. 7 Metoklopramid Hidroklorida ................................................................ 29

BAB 3. METODE PENELITIAN...................................................................... 31

3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 31 3. 2 Bahan .............................. ........................................................................ 31 3. 3 Alat ......................................................................................................... 31 3. 4 Cara Kerja ........................................................ ....................................... 31

3. 4. 1 Pembuatan Tablet cepat hancur dengan Metode Effervescent ........................................................................ 31

3. 4. 2 Evaluasi Massa Tablet ............................................................... 34 3. 4. 3 Evaluasi Tablet Metoklopramid Hidroklorida .......................... 37

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 43

4. 1 Pembuatan Tablet Cepat Hancur ........................................................... 43

Universitas Indonesia

Page 12: ANTIOKSIDAN

xii

4. 2 Evaluasi Massa Tablet Cepat Hancur ..................................................... 44 4. 2. 1 Laju Alir dan Sudut Istirahat (angle of repose) ..................... 44 4. 2. 2 Indeks Kompresibilitas dan Rasio Hausner .......................... 46

4. 3 Evaluasi Tablet Metoklopramid Hidroklorida ................................. 47 4. 3. 1 Penampilan Tablet .............................................................. 47 4. 3. 2 Keseragaman Ukuran .......................................................... 49 4. 3. 3 Uji Kekerasan ..................................................................... 50 4. 3. 4 Uji Keregasan ..................................................................... 51 4. 3. 5 Uji Waktu Disintegrasi in vitro ............................................ 53 4. 3. 6 Uji Waktu Pembasahan dan Rasio Penyerapan Air

(Water Absorption Ratio) ..................................................... 55 4. 3. 7 Keseragaman Kandungan .................................................... 57 4. 3. 8 Uji Kesukaan ...................................................................... 58

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 61

5. 1 Kesimpulan .................................................................................... 61 5. 2 Saran .............................................................................................. 61

DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 62

Universitas Indonesia

Page 13: ANTIOKSIDAN

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses mengembang (swelling) ................................................ 21

Gambar 2.2 Proses porositas dan kapilaritas (Wicking) ............................... 22

Gambar 2.3 Proses gaya repulsif partikel .................................................... 23

Gambar 2.4 Proses deformasi .................................................................... 24

Gambar 2.5 Struktur kimia crospovidone .................................................... 26

Gambar 2.6 Struktur kimia aspartam ........................................................... 28

Gambar 2.7 Struktur kimia metoklopramid HCl .......................................... 29

Gambar 4.1 Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan

kekerasan 1-3 kp....................................................................... 48

Gambar 4.2 Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan

kekerasan 3-5 kp....................................................................... 48

Gambar 4.3 Penampilan fisik tablet cepat hancur F4 dan F5 ........................ 48

Gambar 4.4 Grafik hasil evaluasi waktu disintegrasi formula E0-3 pada

kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp ..................................................... 54

Universitas Indonesia

Page 14: ANTIOKSIDAN

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Beberapa contoh enzim sebagai disintegran ................................ 24

Tabel 2.2 Jenis superdisintegran ................................................................. 25

Tabel 3.1 Formulasi optimasi konsentrasi crospovidone pada tablet

cepat hancur metoklopramid HCl dengan metode effervescent .... 33

Tabel 3.2 Formulasi optimasi konsentrasi aspartam pada tablet cepat

hancur metoklopramid HCl dengan metode effervescent .............. 34

Tabel 3.3 Sudut istirahat dan keterangannya ............................................... 35

Tabel 3.4 Kategori indeks kompresibilitas dan rasio Hausner ...................... 36

Tabel 4.1 Hasil evaluasi laju alir dan sudut istirahat FE0-F5 ........................ 45

Tabel 4.2 Hasil evaluasi kompresibilitas dan rasio Hausner FE0-F5 ............ 46

Tabel 4.3 Hasil evaluasi keseragaman ukuran FE0-F3 pada kekerasan 1-

3 kp dan 3-5 kp ........................................................................... 49

Tabel 4.4 Hasil evaluasi keseragaman ukuran F4 dan F5 ............................ 50

Tabel 4.5 Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3 ................... 50

Tabel 4.6 Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur F4 dan F5 .............. 51

Tabel 4.7 Hasil evaluasi keregasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada

kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp ..................................................... 51

Tabel 4.8 Hasil evaluasi waktu pembasahan FE0-F3 ................................... 56

Tabel 4.9 Hasil evaluasi rasio penyerapan air (water absorption ratio)

FE0-F3 ........................................................................................ 57

Tabel 4.10 Hasil evaluasi keseragaman kandungan F4 dan F5 ....................... 58

Universitas Indonesia

Page 15: ANTIOKSIDAN

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar proses pembasahan FE0 (kontrol effervescent) ........... 65

Lampiran 2. Gambar proses pembasahan FC0 (kontrol

superdisintegran) .................................................................... 66

Lampiran 3. Gambar proses waktu pembasahan tablet cepat hancur

formula 1, 2, dan 3 ................................................................. 67

Lampiran 4. Kurva serapan standar metoklopramid HCl 10 ppm dalam

dapar fosfat pH 6,8 ................................................................. 68

Lampiran 5. Kurva kalibrasi standar metoklopramid HCl dalam dapar

fosfat pH 6,8 pada panjang gelombang 272, 4 nm .................. 68

Lampiran 6. Kurva serapan sampel tablet F4 yang mengandung

metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH 6,8 ....................... 69

Lampiran 7. Kurva serapan sampel tablet F5 yang mengandung

metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH 6,8 ....................... 69

Lampiran 8. Tabel hasil uji laju alir massa tablet cepat hancur FE0 - F5 .... 70

Lampiran 9. Tabel hasil uji sudut istirahat massa tablet cepat hancur

FE0 - F5.................................................................................. 70

Lampiran 10. Tabel hasil uji indeks kompresibilitas massa tablet cepat

hancur FE0-F5 ....................................................................... 70

Lampiran 11. Tabel hasil uji rasio Hausner massa tablet cepat hancur

FE0-F5 ................................................................................... 71

Lampiran 12. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur

FE0-F5 pada kekerasan 1-3 kp ................................................ 72

Lampiran 13. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur

FE0-F5 pada kekerasan 1-3 kp ................................................ 73

Lampiran 14. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur F4

dan F5 ................................................................................... 74

Lampiran 15. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada

kekerasan 1-3 kp .................................................................... 75

Lampiran 16. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada

kekerasan 3-5 kp .................................................................... 75

Lampiran 17. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur FE0-F3 .............. 76

Lampiran 18. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur F4 dan F5 .......... 76

Lampiran 19. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat

hancur FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp..................................... 76

Lampiran 20. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat

hancur FE0-F3 pada kekerasan 3-5 kp..................................... 77

Lampiran 21. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0-

F3 pada kekerasan 1-3 kp ....................................................... 77

Lampiran 22. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0-

F3 pada kekerasan 3-5 kp ....................................................... 78

Lampiran 23. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur

FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp ............................................... 78

Universitas Indonesia

Page 16: ANTIOKSIDAN

xvi

Lampiran 24. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur

FE0-F3 pada kekerasan 3-5 kp ............................................... 79

Lampiran 25. Lembar peniliaian uji kesukaan tablet cepat hancur ................ 80

Lampiran 26. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet

dengan variabel penampilan tablet cepat hancur ..................... 81

Lampiran 27. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi

tablet dengan variabel penampilan tablet melalui uji Kai

Kuadrat (Chi Square Test) ..................................................... 81

Lampiran 28. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet

dengan variabel rasa tablet cepat hancur ................................. 82

Lampiran 29. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi

tablet dengan variabel rasa tablet melalui uji Kai Kuadrat

(Chi Square Test) .................................................................. 82

Lampiran 30. Hasil pencatatan waktu hancur terhadap 30 panelis pada

uji kesukaan. .......................................................................... 83

Lampiran 31. Sertifikat analisis Metoklopramid HCl ................................... 84

Lampiran 32. Sertifikat analisis crospovidone .............................................. 85

Lampiran 33. Sertifikat analisis Natrium Bikarbonat .................................... 87

Lampiran 34. Sertifikat analisis Asam Sitrat................................................. 88

Lampiran 35. Sertifikat analisis Avicel PH 102 ........................................... 90

Universitas Indonesia

Page 17: ANTIOKSIDAN

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rute oral merupakan rute yang paling disukai untuk administrasi obat,

karena memberikan kepatuhan pasien yang tinggi (Kumar, Gupta, dan Sharma,

2012). Tablet dan kapsul gelatin keras menempati bagian besar dari sistem

penghantaran obat yang saat ini tersedia. Namun, banyak golongan pasien, seperti

lanjut usia, anak-anak, pasien yang mengalami gangguan mental, yang mengalami

mual dan muntah atau yang menjalani diet (mengurangi pemasukan cairan)

mengalami kesulitan dalam menelan sediaan tersebut. Selain itu, pasien yang

bepergian atau mengalami kesulitan dalam memperoleh air juga mengalami

kesulitan yang sama (Jesmeen dan Uddin, 2011). Studi lain menunjukkan bahwa

sekitar 50% dari populasi mengalami masalah ini (Fu, Yang, Jeong, Kimura, dan

Park, 2004). Studi ini menunjukkan kebutuhan yang mendesak terhadap sediaan

baru yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien.

Sediaan padat yang dapat segera melarut dan hancur di mulut untuk

memudahkan menelan sangat diinginkan untuk pasien anak-anak dan lanjut usia,

begitu juga dengan pasien lain yang lebih memilih kenyamanan dalam

penggunaan sediaan obat. Untuk memenuhi kebutuhan medis tersebut, ahli

teknologi farmasi telah mengembangkan bentuk sediaan oral baru yang dikenal

dengan tablet cepat hancur (Jesmeen dan Uddin, 2011). Selama dekade terakhir,

permintaan untuk pengembangan tablet cepat hancur meningkat karena memiliki

dampak yang signifikan terhadap kepatuhan pasien. Hal ini menyebabkan

permintaan tablet cepat hancur semakin tinggi di pasaran (Bhowmik, Chiranjib,

Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). Banyak penelitian dilakukan

menggunakan berbagai zat aktif, dilakukan pula optimasi menggunakan berbagai

eksipien dan metode untuk memperoleh tablet cepat hancur yang lebih baik dari

segi penampilan, rasa, kecepatan disintegrasi, maupun bioavaibilitasnya.

1

Page 18: ANTIOKSIDAN

2

Universitas Indonesia

Penelitian menggunakan berbagai modifikasi eksipien sudah banyak

dilakukan, dan penggunaannya pun terbukti bermanfaat untuk pengembangan

tablet cepat hancur. Namun, sayangnya eksipien modifikasi tersebut masih jarang

diproduksi dalam skala industri. Oleh karena itu, pilihan lain untuk

pengembangan tablet cepat hancur yaitu dengan menggunakan metode yang

efektif.

Saat ini tablet cepat hancur dapat dibuat dengan menggunakan beberapa

metode diantaranya freeze-drying technology, kempa langsung (direct

compression method), nanonisation, sublimasi (sublimation), mass extrusion,

molding, spray drying, cotton candy process, dan phase transition process (Wagh,

Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010). Dari beberapa metode diatas, masih

terdapat beberapa kekurangan misalnya proses yang rumit atau biaya yang tinggi

karena memerlukan peralatan khusus pada metode Freeze-drying, Nanonisation,

Sublimasi (Sublimation), Mass extrusion, Spray Drying, Cotton candy process,

Phase transition process. Sedangkan menurut Kumar, Gupta, dan Sharma (2012)

pada metode molding atau cetak, dihasilkan tablet dengan kekuatan mekanik yang

buruk. Saat ini, salah satu metode yang dapat digunakan sebagai pilihan dalam

pembuatan tablet cepat hancur yaitu menggunakan metode effervescent. Metode

ini relatif lebih mudah dan sederhana, dilakukan dengan cara menambahkan agen

effervescent untuk membantu disintegrasi tablet selain penggunaan

superdisintegran.

Pada penggunaan metode effervescent dalam pembuatan tablet cepat

hancur, menurut Swamy, Divate, Shirshand dan Rajendra (2009), konsentrasi

agen effervescent yang optimal adalah sebesar 12%. Namun, proses optimasi

untuk menentukan konsentrasi superdisintegran dan pemanis yang sesuai masih

diperlukan untuk menghasilkan tablet yang dapat memberikan waktu disintegrasi

yang cepat dengan rasa yang menyenangkan. Rasa merupakan parameter yang

perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh kepada penerimaan pasien terhadap

tablet yang dibuat. Untuk meningkatkan rasa, digunakan pemanis yaitu aspartam.

Tablet cepat hancur dibuat dengan cara kempa langsung menggunakan

Page 19: ANTIOKSIDAN

3

Universitas Indonesia

superdisintegran yang sesuai, yaitu crospovidone (Kumar, Gupta, dan Sharma,

2012).

Metoklopramid hidroklorida yang merupakan antiemetik digunakan untuk

pembuatan sediaan (Stosik, et al, 2008). Penelitian ini diharapkan mampu

menghasilkan tablet cepat hancur dengan karakteristik yang baik dengan

penambahan agen effervercent sebagai metode pilihan yang dapat digunakan

dalam pembuatan tablet cepat hancur, mendapatkan formulasi yang dapat

mempercepat waktu disintegrasi dari tablet cepat hancur metoklopramid

hidroklorida dan memperbaiki rasa dari tablet yang dihasilkan agar penerimaan

pasien pun meningkat.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Optimasi konsentrasi superdisintegran crospovidone yang optimal kecepatan

disintegrasinya pada formulasi tablet metoklopramid HCl dengan metode

effervescent.

2. Optimasi konsentrasi pemanis aspartam yang memiliki rasa yang dapat diterima

oleh pasien pada formulasi tablet metoklopramid HCl dengan metode

effervescent.

Page 20: ANTIOKSIDAN

4

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet

Rute oral dari pemberian obat memiliki penerimaan yang luas hingga 50-

60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat populer karena

mudahnya pemberian, dosis yang akurat, dapat digunakan sendiri, tanpa rasa sakit

dan penerimaan pasien yang baik. Bentuk sediaan padat yang umum adalah tablet

dan kapsul (Parmar, Baria, Tank, dan Faldus, 2009). Kelemahan utama kapsul

dibanding tablet adalah tingginya biaya yang diperlukan karena kapsul

memerlukan selongsong tempat mengisi obat. Selain itu ada lagi ongkos pengisian

yang lebih tinggi dari ongkos total produksi tablet biasa. Setelah metode kempa

langsung ditemui dalam pembuatan tablet, proses pengisian kapsul menjadi sangat

lambat dibanding proses pengempaan tablet (Lachman, Lieberman, & Kanig,

1994). Oleh karena itu, sediaan tablet lebih banyak menjadi pilihan.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, tablet adalah sediaan padat

kompak, dibuat secara kempacetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler,

kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih,

dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi

sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau

zat lain yang cocok. Definisi lain dari tablet menurut United States of

Pharmacopeia Convention (2006), tablet adalah sediaan solid mengandung bahan

obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi yang sesuai.

Karena popularitasnya yang besar dan penggunaannya yang sangat luas

sebagai sediaan obat, tablet terbukti menujukkan suatu bentuk yang efisien, sangat

praktis, dan ideal untuk pemberian zat aktif terapi secara oral. Keuntungan

penggunaan bentuk sediaan tablet sebagai berikut (Lachman, Lieberman, &

Kanig, 1994):

a. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan ketepatan

ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah.

b. Merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.

4

Page 21: ANTIOKSIDAN

5

Universitas Indonesia

c. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling

kompak.

d. Mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim.

e. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah;

tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan

permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.

f. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di

tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah atau

hancurnya tablet segera terjadi.

g. Dapat dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti pelepasan

di usus atau produk lepas lambat.

h. Mudah untuk di produksi besar-besaran.

i. Memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi

yang paling baik.

Selain keuntungan tablet, terdapat pula kerugian tablet menurut Lachman,

Lieberman, & Kanig (1994) sebagai berikut:

a. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung

pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.

b. Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukupan atau

tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap

kombinasi dari sifat di atas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan

dipabrikasi dalam bentuk tablet yang menghasilkan bioavailabilitas obat

cukup.

c. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan,

atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu

pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila

memungkinkan) atau memerlukan penyalutan dulu.

d. Sukar diberikan kepada anak-anak (pediatrik) dan lanjut usia (geriatrik)

karena kesulitan untuk menelan.

e. Efek terapi lebih lambat bila dibandingkan dengan sediaan dalam bentuk

yang lain, misalnya injeksi.

Page 22: ANTIOKSIDAN

6

Universitas Indonesia

Menurut Anief (1996), pengobatan untuk mendapatkan efek sistemik,

selain tablet biasa yang ditelan masuk perut, terdapat pula yang lain seperti:

a. Tablet Bukal, digunakan dengan cara dimasukkan diantara pipi dan gusi

dalam rongga mulut, biasanya berisi hormon steroid, absorbsi terjadi

melalui mukosa mulut masuk ke peredaran darah.

b. Tablet Sublingual, digunakan dengan jalan dimasukkan di bawah lidah,

biasanya berisi hormon steroid. Absorbsi terjadi melalui mukosa masuk

peredaran darah.

c. Tablet Implantasi, berupa pellet, bulat atau oval pipih, steril dimasukkan

secara implantasi dalam kulit badan.

Selain untuk pengobatan sistemik, tablet juga dapat digunakan untuk

pengobatan lokal. Penggunaan tablet pada pengobatan lokal misalnya:

a. Tablet untuk vagina, berbentuk seperti amandel, oval, digunakan sebagai

antiinfeksi anti fungi, penggunaan hormon secara lokal.

b. Lozenges, trochisci, digunakan untuk efek lokal di mulut dan tenggorokan,

umumnya digunakan sebagai anti infeksi.

Berdasarkan metode pembuatan, sediaan tablet dapat digolongkan sebagai

tablet cetak (molded tablet) dan tablet kempa (compressed tablet). Sebagian besar

tablet dibuat dengan cara pengempaan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan

tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Contoh dari tablet kempa, yaitu tablet

effervescent; tablet bukal dan tablet sublingual; tablet kunyah; serta tablet hisap.

Sedangkan, tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembap dengan

tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan

kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung

pada kekuatan tekanan yang diberikan (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1995). Contoh dari tablet cetak, yaitu tablet vaginal dan rektal; tablet

dispensing dan triturat; serta tablet hipodermik.

Secara umum, terdapat 3 cara pembuatan tablet, yaitu granulasi basah,

granulasi kering (mesin rol atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan

granulasi adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan

Page 23: ANTIOKSIDAN

7

Universitas Indonesia

kempa. Granulasi kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk pada

tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik, kemudian

digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang

diinginkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

Pembuatan tablet dengan proses granulasi basah merupakan metode yang

paling banyak digunakan pada bahan farmasi, teknik ini melibatkan sejumlah zat

yang higroskopik. Proses pembuatan secara kempa langsung menghindari banyak

masalah yang timbul pada granulasi basah dan kering. Walaupun demikian, sifat

fisik masing-masing bahan pengisi merupakan hal kritis, perubahan sedikit dapat

mengubah sifat alir dan kempa sehingga menjadi tidak sesuai untuk dikempa

langsung (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

2.2 Tablet Cepat Hancur

2.2.1 Pendahuluan

Selama dekade terakhir, permintaan untuk pengembangan tablet cepat

hancur meningkat karena memiliki dampak yang signifikan terhadap kepatuhan

pasien. Tablet cepat hancur memiliki keuntungan bagi pasien yang mengalami

disfagia atau kesulitan dalam menelan. Hal tersebut diketahui terjadi pada pasien

segala usia, terutama pada anak, pasien geriatri atau lanjut usia dan pasien yang

mengalami mual, muntah, serta mabuk perjalanan (Kiran, Dhakane, Rajebahadur,

Gorde, dan Salve, 2011). Studi lain menunjukkan bahwa sekitar 50% dari

populasi mengalami masalah ini. Studi ini menunjukkan kebutuhan yang

mendesak terhadap sediaan baru yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien (Fu,

Yang, Jeong, Kimura, dan Park, 2004). Untuk memenuhi kebutuhan medis

tersebut, ahli teknologi farmasi telah mengembangkan bentuk sediaan oral baru

yang dikenal dengan tablet cepat hancur (Jesmeen dan Uddin, 2011).

Tablet cepat hancur juga dikenal sebagai tablet cepat meleleh (fast melting

tablets), tablet larut mulut (mouth-dissolving tablets), tablet orodispersibel

(orodispersible tablets), tablet terdisintegrasi cepat (fast disintegrating tablet),

tablet terdisintegrasi secara oral (orally disintegrating tablets), tablet berpori

(porous tablet), tablet cepat larut (quick dissolving tablets), dan sebagainya

Page 24: ANTIOKSIDAN

8

Universitas Indonesia

(Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). United States

Food and Drug Administration (FDA) mendefinisikan orally disintegrating

tablets sebagai “suatu sediaan padat yang mengandung substansi medisinal atau

bahan aktif yang terdisintegrasi secara cepat dalam hitungan detik ketika

ditempatkan di atas lidah”.

Teknologi tablet cepat hancur yang membuat tablet terdisintegrasi di

dalam mulut tanpa dikunyah atau tanpa menggunakan air telah menarik banyak

perhatian (Fu, Yang, Jeong, Kimura, dan Park, 2004). Semakin cepat obat terlarut,

semakin cepat absorbsi obat dan onset dari efek terapi. Beberapa obat diabsorbsi

dari mulut, faring, dan esofagus ketika saliva turun menuju perut. Bioavaibilitas

dari beberapa obat dapat meningkat terkait absorbsi pregastrik dari saliva yang

mengandung obat yang terlarut. Lebih jauh lagi, jumlah obat yang dimetabolisme

lintas pertama akan berkurang jika dibandingkan dengan tablet standar.

(Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).

Golongan yang memerlukan sediaan tablet cepat hancur diantaranya

(Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011):

a. Pasien geriatrik terutama yang menderita kondisi seperti disfagia.

b. Pasien pediatrik yang tidak dapat menelan dengan mudah karena sistem

saraf pusat dan otot internalnya belum berkembang secara sempurna.

c. Pasien yang bepergian, yang menderita mabuk perjalanan dan diare atau

yang sulit mendapatkan air.

d. Pasien gangguan mental, pasien yang terbaring di tempat tidur, dan pasien

yang berhubungan dengan penyakit jiwa.

e. Pasien dengan mual parah yang tidak dapat menelan selama periode waktu

yang lama. Terutama pasien kanker yang setelah menjalani kemoterapi

akan sangat mual untuk menelan penghambat H2 (H2 blocker) yang

diresepkan untuk menghindari ulserasi lambung.

Keuntungan dari sistem penghantaran tablet cepat hancur antara lain

(Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010):

a. Meningkatkan kepatuhan pasien.

Page 25: ANTIOKSIDAN

9

Universitas Indonesia

b. Waktu mula kerja obat atau onset cepat dan menawarkan peningkatan

bioavaibilitas.

c. Berguna untuk pasien pediatrik, geriatrik dan pasien gangguan jiwa.

d. Sesuai selama bepergian dimana air tidak tersedia.

e. Tidak membutuhkan kemasan dengan persyaratan khusus.

f. Perasaan yang halus di mulut dan rasa yang dapat diterima.

g. Peralatan pembuatan konvensional.

h. Hemat biaya atau cost effective.

i. Memiliki stabilitas kimia yang baik sebagai sediaan padat oral

konvensional.

Namun, selain keuntungan terdapat pula keterbatasan dari tablet cepat

hancur antara lain (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011):

a. Obat dengan dosis yang relatif lebih besar sulit diformulasi ke dalam tablet

cepat hancur, misalnya antibiotik seperti ciprofloxacin dengan dosis

dewasa tablet mengandung sekitar 500 mg obat.

b. Tablet biasanya tidak memiliki kekuatan mekanik yang cukup. Oleh

karena itu, dibutuhkan penanganan secara hati-hati.

c. Tablet mungkin meninggalkan rasa yang tidak enak pada mulut jika tidak

diformulasikan dengan baik.

Kriteria untuk sistem penghantaran obat yang cepat larut yaitu (Bhowmik,

Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009):

a. Tidak memerlukan air untuk menelan, tetapi harus melarut atau

terdisintegrasi dalam mulut pada hitungan detik.

b. Kompatibel dengan bahan lainnya.

c. Mudah dibawa tanpa adanya resiko kerapuhan.

d. Memberikan kenyamanan di mulut (meninggalkan sedikit atau tanpa

residu pada mulut setelah pemberian oral).

e. Menunjukkan sensitifitas yang rendah terhadap kondisi lingkungan

terutama suhu dan kelembaban.

f. Memungkinkan pembuatan tablet menggunakan proses konvensional dan

peralatan pengemasan dengan harga relatif rendah.

Page 26: ANTIOKSIDAN

10

Universitas Indonesia

2.2.2 Sifat dan Karakteristik Umum

Tablet cepat hancur berisi bahan untuk meningkatkan waktu hancur tablet

dalam rongga mulut dan dapat berlangsung hingga satu menit untuk

menghancurkan sepenuhnya. Pendekatan dasar dalam pengembangan tablet cepat

hancur adalah dengan menggunakan superdisintegran yang dapat memberikan

disintegrasi instan dari tablet setelah diletakkan pada lidah, obat akan dilepaskan

pada saliva (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).

Karakteristik tablet cepat hancur adalah larut dalam air liur beberapa detik

setelah penempatan di lidah tanpa perlu air, stabilitas bagus dalam air liur, sangat

ringan dan rapuh, ukuran molekul kecil sampai sedang, di mulut terasa nyaman

dan rasa halus, berat tablet lebih dari atau sama dengan 500 mg, rentan terhadap

suhu dan kelembaban, ukuran diameter tablet 10-15 mm, kerapatan rendah,

porositas tinggi dan kekerasan rendah (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth,

Pankaj, dan Chandira, 2009).

Sedangkan, karakter dari sistem penghantaran obat terdisintegrasi cepat

yaitu (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009):

a. Obat terdisolusi dan diabsorbsi secara cepat yang akan menghasilkan onset

yang cepat, berguna pada kasus seperti saat mabuk, serangan alergi yang

tiba-tiba atau batuk.

b. Beberapa obat diabsorbsi dari mulut, faring, dan esofagus ketika saliva

turun menuju ke lambung. Hal ini akan menyebabkan bioavaibilitas obat

meningkat.

c. Absorbsi pregastrik dapat menghasilkan peningkatan bioavaibilitas dan

dosis dikurangi; peningkatan terapi sebagai hasil pengurangan dari efek

yang tidak diinginkan.

d. Peningkatan bioavaibilitas, pada obat-obat yang tidak larut dan hidrofobik,

terkait dengan disintegrasi dan disolusi yang cepat dari tablet ini.

e. Stabilitas untuk waktu yang sama, sejak diproduksi hingga dikonsumsi,

sehingga mengkombinasikan keuntungan stabilitas dari sediaan padat dan

bioavaibilitas dari sediaan cair.

Page 27: ANTIOKSIDAN

11

Universitas Indonesia

2.2.3 Pemilihan Obat

Obat yang sesuai untuk tablet cepat hancur sebagai berikut (Wagh, Dilip,

Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010):

a. Tidak memiliki rasa yang pahit.

b. Stabil dalam air dan saliva.

c. Memiliki dosis serendah mungkin.

Obat yang tidak sesuai untuk tablet cepat hancur meliputi (Wagh, Dilip,

Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010):

a. Waktu paruh pendek dan dosis yang sering.

b. Obat memiliki rasa yang sangat pahit.

c. mengharuskan pelepasan terkontrol atau diperpanjang.

2.2.4 Teknologi formulasi tablet cepat hancur

Beberapa teknologi telah dikembangkan untuk pembuatan sistem

penghantaran tablet cepat hancur antara lain (Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan

Daga, 2010):

a. Freeze-drying technology

Freeze-drying merupakan proses dimana air disublimasi dari produk

setelah dibekukan (Lailla, dan Sharma, 1997). Teknologi freeze-drying

dikenal pula dengan liofilisasi. Liofilisasi dapat digunakan untuk

membuat tablet yang memiliki jaringan matriks terbuka yang sangat

berpori yang menyebabkan saliva secara cepat masuk untuk

mendisintegrasi massa yang terliofilisasi (Kiran, Dhakane, Rajebahadur,

Gorde, dan Salve, 2011).

Prosedur yang digunakan yaitu melarutkan atau mendispersikan

bahan aktif dalam suatu larutan sebagai carrier atau polimer. Campuran

ini ditimbang lalu dituang pada dinding kemasan blister. Kemasan blister

dilewatkan pada saluran pembeku nitrogen cair untuk membekukan

larutan obat atau dispersi. Kemudian kemasan blister beku diletakkan

pada lemari pembeku untuk melanjutkan pengeringan beku. Setelah

pengeringan beku selesai, alumunium foil digunakan pada mesin

Page 28: ANTIOKSIDAN

12

Universitas Indonesia

penutupan atau penyegelan blister. Terakhir blister dikemas dan

didistribusikan (Renon, dan Corveleyn, 2000). Teknik kering beku

menunjukkan peningkatan absorbsi dan meningkatkan bioavailabilitas.

Kekurangan utama dari teknik liofilisasi adalah mahal dan membutuhkan

waktu lama; kerapuhan membuat kemasan konvensional tidak sesuai

untuk produk ini dan stabilitas buruk pada kondisi di bawah tekanan

(Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).

b. Kempa langsung (Direct compression method)

Pada metode ini, tablet dibuat secara langsung dengan pengempaan

campuran obat dan eksipien tanpa perlakuan pendahuluan. Hanya sedikit

obat yang dapat dikempa secara langsung menjadi tablet dengan kualitas

yang dapat diterima, jenis dan konsentrasi disintegran yang digunakan

harus diperttimbangkan. Campuran yang akan dikompresi harus memiliki

sifat alir yang baik. Faktor penting lainnya yaitu ukuran partikel,

kekerasan, ukuran pori dan kapasitas absorbsi air (Kiran, Dhakane,

Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011). Kempa langsung menunjukkan

teknik pembuatan tablet yang paling sederhana dan hemat biaya

(Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).

c. Nanonisation

Teknologi “Nanomelt” yang belakangan ini dikembangkan

melibatkan reduksi ukuran partikel obat hingga ukuran nano dengan

menggiling obat menggunakan teknik penggilingan basah yang sesuai.

Kristal nano obat distabilisasi dari aglomerasi dengan adsorbsi

permukaan pada penstabil yang digunakan, yang kemudian diinkorporasi

ke dalam tablet. Teknik ini khususnya berguna untuk obat yang sukar

larut dalam air. Keuntungan lain dari teknologi ini termasuk disintegrasi

atau disolusi cepat dari nanopartikel yang mendorong peningkatan

absorbsi dan bioavailabilitas yang lebih baik serta penurunan dosis;

proses pembuatan dengan biaya yang efektif; kemasan konvensional

karena daya tahan yang baik; dan kisaran dosis yang besar (hingga 200

mg obat per unit) (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve,

2011).

Page 29: ANTIOKSIDAN

13

Universitas Indonesia

d. Sublimasi (Sublimation)

Sublimasi digunakan untuk menghasilkan tablet cepat hancur dengan

porositas yang tinggi. Matriks berpori terbentuk dengan pengempaan

bahan volatil dengan eksipien lainnya dalam tablet, yang akhirnya

disublimasi (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011).

Bahan yang sangat mudah menguap seperti ammonium bikarbonat,

ammonium karbonat, asam benzoat, kampora, naftalen, urea dan ftalat

anhidrat dapat dikompresi bersama eksipien lainnya hingga terbentuk

tablet. Bahan volatil ini kemudian dihilangkan dengan sublimasi dan

menghasilkan matriks yang berpori. Tablet yang dihasilkan dengan

teknik ini dilaporkan biasanya terdisintegrasi dalam waktu 10-20 detik.

(Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).

e. Mass extrusion

Teknologi ini melibatkan pelunakan campuran aktif menggunakan

campuran pelarut dari polietilen glikol larut air, menggunakan metanol

dan pengeluaran massa lunak melalui extruder atau syringe untuk

mendapatkan silinder dari produk menjadi ruas-ruas menggunakan mata

pisau yang telah dipanaskan untuk membentuk tablet. Silinder kering

juga dapat digunakan untuk menyalut granul dari obat yang rasanya

pahit, dengan demikian akan menutupi rasa pahit (Kiran, Dhakane,

Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011).

f. Tablet moulding

Proses percetakan terdiri dari dua tipe, yaitu metode pelarutan dan

metode pemanasan. Metode pelarutan termasuk serbuk yang dibasahi

dengan pelarut hidro alkohol yang diikuti dengan kompresi dengan

tekanan yang rendah pada piringan pencetak untuk mendapatkan masa

yang terbasahi. Pelarut kemudian dihilangkan dengan pengeringan udara.

Tablet yang dibuat dengan cara ini kurang padat dibandingkan dengan

tablet kompresi dan memiliki struktur pori di dalamnya. Proses

pencetakkan panas dibuat dari suspensi yang mengandung obat, agar dan

gula (seperti manitol atau laktosa) dan suspensi dituang pada sumuran

Page 30: ANTIOKSIDAN

14

Universitas Indonesia

kemasan blister, pemadatan agar pada temperatur kamar hingga

membentuk gel dan pengeringan pada suhu 30°C di bawah kondisi

vakum. Kekuatan mekanik dari tablet cetak menjadi perhatian utama,

sehingga terkadang bahan pengikat perlu ditambahkan. Penutup rasa dari

obat dibuat dengan cara penyemprotan suatu campuran dari minyak biji

kapas terhidrogenasi, natrium karbonat, lesitin, dan polietilen glikol.

Dibandingkan dengan teknik liofilisasi, tablet yang diproduksi dengan

teknik pencetakan lebih mudah untuk di scale-up pada pembuatan skala

industri (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira,

2009).

g. Spray drying

Spray drying dapat menghasilkan serbuk sangat berpori dan halus

yang larut secara cepat. Teknik ini berdasarkan atas matriks pendukung

partikel, yang disiapkan dengan spray drying. Komposisi aqueous

mengandung matriks pendukung dan komponen lain untuk membentuk

serbuk yang sangat berpori dan halus. Kemudian dicampur dengan bahan

aktif dan dikempa menjadi tablet. Formulasi menggunakan gelatin

sebagai bahan pendukung, dan bahan pangasam seperti asam sitrat

dan/atau bahan alkalin (seperti natrium bikarbonat) untuk meningkatkan

disintegrasi dan disolusi. Tablet yang dibuat dari serbuk semprot kering

telah dilaporkan dapat terdisintegrasi dalam waktu dalam 20 detik pada

medium berair (Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010).

h. Cotton candy process

Cotton candy process memanfaatkan mekanisme pemintalan yang

khas untuk menghasilkan struktur kristal mirip serat sutera yang pendek.

Proses ini memanfaatkan pembentukan matriks dari polisakarida atau

sakarida dengan aksi simultan flash melting dan pemintalan. Matriks

yang terbentuk terrekristalisasi sebagian untuk meningkatkan sifat alir

dan kompresibilitas. Matriks ini kemudian digiling dan dicampur dengan

bahan aktif dan eksipien, setelah itu dikempa menjadi tablet yang

terdisintegrasi secara oral. Proses ini dapat mengakomodasi dosis obat

Page 31: ANTIOKSIDAN

15

Universitas Indonesia

yang lebih besar dan menawarkan peningkatan kekuatan mekanik (Wagh,

Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010).

i. Phase transition process

Metode ini menyimpulkan bahwa kombinasi alkohol gula dengan

titik leleh rendah dan tinggi, sebagaimana transisi fase dalam proses

pembuatan, sangat penting dalam pembentukan tablet cepat hancur tanpa

alat khusus. Tablet diproduksi dengan serbuk yang mengandung erythrol

(titik leleh: 122°C) dan xylitol (titik leleh: 93°-95°C) yang dikompresi,

dan kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 93°C selama 15 menit.

Setelah pemanasan, ukuran pori median tablet meningkat begitu juga

kekerasan tablet (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011).

Menurut Kumar, Gupta, dan Sharma (2012), selain beberapa teknologi di

atas, terdapat teknik lain sebagai tambahan yang baru-baru ini mulai

dikembangkan oleh para peneliti, yaitu metode penambahan agen effervescent

(Effervescent Agent Addition Method) dan metode penutupan rasa (Taste Masking

Method). Pada metode penambahan agen effervescent, campuran asam tartrat dan

substansi basa seperti natrium bikarbonat disiapkan dan dipanaskan pada suhu

80°C untuk membantu menghilangkan residu atau kelembaban yang terabsorbsi.

Campuran kemudian dicampur dengan superdisintegran dan akhirnya dicetak ke

dalam bentuk tablet. Disintegrasi cepat dicapai menggunakan agen effervescent.

Sedangkan pada metode penutupan rasa, biasanya mikroenkapsulasi digunakan

untuk menutupi rasa pahit dari obat. Zat aktif obat dienkapsulasi dalam matriks

lepas cepat.

2.3 Effervescent

Effervescent merupakan bentuk sediaan farmasi yang menarik,

memberikan keuntungan yang khas dibandingkan dengan tablet konvensional.

Tablet effervescent dimaksudkan untuk menghasilkan larutan secara cepat dengan

menghasilkan CO2 secara serentak (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994).

Tablet effervescent mengandung asam dan karbonat atau bikarbonat yang bereaksi

Page 32: ANTIOKSIDAN

16

Universitas Indonesia

dengan cepat pada penambahan air dengan melepaskan gas karbondioksida

(Lindberg et al.,1992).

Keuntungan tablet effervescent sebagai bentuk obat adalah kemungkinan

penyiapan larutan dalam waktu seketika, yang mengandung dosis obat yang tepat

(Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994). Menurut Stahl (2003), keuntungan

tablet effervescent dibanding bentuk sediaan oral lain meliputi:

a. Menjadi kesempatan bagi formulator untuk meningkatkan rasa.

b. Menghasilkan aksi yang lebih ringan pada lambung pasien.

c. Aspek pemasaran (soda tablet mungkin memiliki daya tarik lebih

dibanding bentuk sediaan konvensional).

Kerugian tablet effervescent adalah kesulitan dalam menghasilkan produk

yang stabil secara kimia, hal ini juga yang merupakan salah satu alasan

terbatasnya pemakaian tablet effervescent. Kelembaban udara selama pembuatan

produk dapat memulai reaktivitas effervescent. Selama reaksi berlangsung, air

yang dibebaskan dari bikarbonat menyebabkan autokatalis dari reaksi.

Kelembaban udara di sekitar tablet sesudah wadahnya dibuka juga dapat

menyebabkan penurunan kualitas yang cepat dari produk, setelah sampai di

tangan konsumen. Karena itu, tablet effervescent dikemas secara khusus dalam

kantong lembaran alumunium kedap udara atau kemasan padat di dalam tabung

silindris dengan ruang udara yang minimum. (Lachman, Lieberman, dan Kanig,

1994).

Tablet khususnya dibuat dengan cara mengempa bahan-bahan aktif dengan

campuran asam-asam organik, seperti asam sitrat atau asam tartrat dan natrium

bikarbonat. Menurut Stahl (2003), effervescent terdiri dari asam organik larut dan

garam karbonat logam alkali, salah satunya terkadang menjadi bahan aktif.

Karbondioksida terbentuk jika campuran ini berkontak dengan air. Contoh jenis

dari asam dan basa yang digunakan meliputi:

a. Asam sitrat

b. Asam tartrat

c. Asam malat

d. Asam fumarat

Page 33: ANTIOKSIDAN

17

Universitas Indonesia

e. Asam adipat

f. Natrium bikarbonat

g. Natrium karbonat

h. Natrium seskuikarbonat

i. Kalium bikarbonat

j. Kalium karbonat

Dari beberapa contoh di atas, kombinasi yang paling sering digunakan yaitu asam

sitrat dengan natrium bikarbonat. Bila tablet seperti ini dimasukkan ke dalam air,

terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium bikarbonat sehingga terbentuk garam

natrium dari asam dan menghasilkan CO2 serta air (Lachman, Lieberman, dan

Kanig, 1994).

Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Stahl, 2003):

3NaHCO3(aq) + H3C6H5O7.H2O(aq) 4H2O(aq) + 3CO2(g) + Na3C6H5O7(aq)

Na.bikarbonat Asam sitrat air karbondioksida Na-sitrat

Reaksinya cukup cepat dan biasanya selesai dalam waktu satu menit atau

kurang. Disamping menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga menghasilkan

rasa yang enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa

beberapa obat tertentu. Apabila diinginkan tablet yang menghasilkan larutan yang

jenuh, maka obat yang terkandung dalam tablet harus dapat larut pada pH netral

atau pH sedikit alkalis, dan semua pelincir atau aditif lain yang digunakan untuk

mempermudah pengempaan tablet harus dapat larut dalam air (Lachman,

Lieberman, dan Kanig, 1994).

Proses pembuatan tablet effervescent memerlukan penanganan secara

khusus dari faktor lingkungan. Mulai dari tahun 1930, diketahui dengan jelas

bahwa penting untuk menjaga kelembaban (RH) tidak lebih dari 20%. Sebagai

tambahan, keseragaman suhu sebesar 21°C juga diharapkan. Kelembaban

maksimum pada 25% pada suhu ruang terkontrol sebesar 25°C atau kurang

biasanya cukup untuk menghindari masalah yang disebabkan oleh kelembaban

atmosfer (Swarbrick, 2007).

Page 34: ANTIOKSIDAN

18

Universitas Indonesia

2.4 Superdisintegran

Disintegran merupakan bahan atau campuran bahan yang ditambahkan

dalam formulasi obat, yang memfasilitasi dispersi atau pecahnya tablet dan isi

kapsul menjadi partikel yang lebih kecil untuk disolusi cepat (Shihora dan Panda,

2011). Disintegran mendorong penetrasi kelembaban dan dispersi dari matriks

tablet. Fungsi utama disintegran adalah untuk menyeimbangkan fungsi pengikat

tablet dan gaya fisik yang bekerja pada pengempaan untuk membentuk struktur

tablet (Pahwa dan Gupta, 2011).

Beberapa tahun belakangan, beberapa agen terbaru telah dikembangkan

yang dikenal dengan “Superdisintegran”. Bahan ini bersifat lebih efektif pada

konsentrasi yang lebih rendah serta menghasilkan efisiensi disintegran dan

kekuatan mekanik yang jauh lebih besar (Sharma, Arora, dan Ray, 2010).

Superdisintegran terdispersi secara fisik dalam matriks pada sediaan dan akan

membesar ketika sediaan berada pada lingkungan basah (Pahwa dan Gupta,

2011). Pada saat kontak dengan air, Superdisintegran mengembang, terhidrasi,

mengalami perubahan volume atau bentuk dan menghasilkan perpecahan pada

tablet (Sharma, Arora, dan Ray, 2010).

Superdisintegran umumnya digunakan pada konsentrasi yang rendah pada

sediaan padat, sekitar 1 - 10 % berat relatif terhadap berat total sediaan. Partikel

dari superdisintegran umumnya kecil dan berpori, yang memungkinkan

disintegrasi tablet secara cepat tanpa rasa yang tidak menyenangkan di mulut baik

dari adanya partikel besar maupun pembentukan gel. Superdisintegran yang

efektif menyediakan kompresibilitas, kompatibilitas yang lebih baik, dan juga

tidak memiliki dampak negatif pada kekuatan mekanik dari formula yang

mengandung obat dalam dosis yang tinggi (Pahwa dan Gupta, 2011).

2.4.1 Kriteria Pemilihan Superdisintegran

Disintegrasi dari suatu sediaan tergantung pada berbagai faktor fisik dari

disintegran/superdisintegran. Meliputi (Shihora dan Panda, 2011):

a. Persentase disintegran dalam formulasi

b. Proporsi disintegran yang digunakan

c. kompatibilitas dengan eksipien lain

Page 35: ANTIOKSIDAN

19

Universitas Indonesia

d. Adanya surfaktan

e. Kekerasan tablet

f. Sifat zat aktif obat

g. Proses pencampuran atau tipe penambahan.

Selain sifat pengembangannya, disintegran harus memenuhi karakteristik

sebagai berikut (Shihora dan Panda, 2011):

a. Kelarutan dalam air yang buruk dengan kapasitas hidrasi yang baik

b. Sifat pembentukan gel (gel formation) yang buruk

c. Memiliki sifat alir yang baik

d. Memiliki kompresibilitas yang baik

e. inert

f. Non-toxic

g. Memiliki persyaratan digunakan dalam jumlah kecil

Meskipun superdisintegran umumnya mempengaruhi laju disintegrasi,

tetapi ketika digunakan pada konsentrasi yang tinggi dapat pula mempengaruhi

rasa di mulut, kekerasan dan juga friabilitas tablet. Oleh karena itu, beberapa

faktor harus dipertimbangkan dalam pemilihan superdisintegran dalam formulasi

tertentu harus (Sharma, Arora, dan Ray, 2010):

a. Bekerja untuk memperoleh disintegrasi cepat, ketika tablet berkontak

dengan saliva dalam mulut atau rongga mulut.

b. Cukup kompaktibel untuk menghasilkan tablet dengan friabilitas yang

rendah.

c. Menghasilkan perasaan nyaman di mulut pasien. Karena itu, ukuran

partikel yang kecil lebih dipilih untuk mencapai pemenuhan pasien.

d. Memiliki aliran yang baik, karena superdisintegran harus dapat

meningkatkan sifat alir dari keseluruhan campuran.

Page 36: ANTIOKSIDAN

20

Universitas Indonesia

2.4.2 Metode Penggabungan Superdisintegran

Terdapat tiga tipe utama metode penggabungan superdisintegran dalam

sediaan, yaitu (Shihora dan Panda, 2011):

a. Intragranular atau selama granulasi. Pada proses ini, superdisintegran

dicampur dengan serbuk lain sebelum campuran serbuk digranulasi

sehingga superdisintegran tergabung di dalam granul.

b. Ekstragranular atau sebelum kompresi. Superdisintegran ditambahkan

pada granul dengan cara dicampur sebelum proses kompresi.

c. Penggabungan dari superdisintegrant pada tahap intra- dan

ekstragranular. Pada proses ini, sebagian superdisintegran ditambahkan

secara intragranular dan sebagian lagi secara ekstragranular. Metode ini

biasanya memberikan hasil disintegrasi yang lebih baik dibandingkan

tipe 1 dan 2.

2.4.3 Mekanisme Aksi Superdisintegran

Superdisintegran digunakan untuk meningkatkan efikasi dari sediaan padat

melalui berbagai mekanisme. Mekanisme dimana tablet pecah menjadi bagian

kecil dan kemudian membentuk suspensi homogen adalah sebagai berikut:

a. Mengembang (Swelling)

Pengembangan mungkin merupakan mekanisme yang secara luas

diterima untuk tablet terdisintegrasi (Sharma, Arora, dan Ray, 2010).

Partikel disintegran mengembang saat kontak dengan media yang sesuai

dan meningkatkan gaya mengembang sehingga memicu pecahnya

matriks. Tablet dengan porositas yang tinggi menunjukkan disintegrasi

yang buruk terkait dengan berkurangnya gaya mengembang. Di samping

itu, gaya mengembang yang cukup berada pada tablet dengan porositas

yang rendah. Perlu diperhatikan bahwa jika pengempaan terlalu kuat,

cairan tidak dapat berpenetrasi ke dalam tablet dan disintegrasi akan

menurun (Pahwa dan Gupta, 2011).

Page 37: ANTIOKSIDAN

21

Universitas Indonesia

[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]

Gambar 2.1. Proses mengembang (swelling)

b. Porositas dan kapilaritas (Wicking)

Disintegran efektif yang tidak mengalami pengembangan dipercaya

memberikan mekanisme disintegrasi melalui mekanisme porositas dan

kapilaritas. Porositas tablet menyediakan jalur untuk penetrasi cairan ke

dalam tablet. Ketika kita meletakkan tablet kepada medium cair yang

sesuai, medium berpenetrasi ke dalam tablet dan menggantikan udara

yang terabsorbsi dalam partikel, yang akan melemahkan ikatan

intermolekuler dan memecah tablet menjadi partikel halus. Pengambilan

air oleh tablet bergantung pada hidrofilisitas dari obat/eksipien dan

kondisi pembuatan. Untuk disintegran tipe ini, menjaga struktur pori dan

tegangan antar muka yang rendah kepada cairan penting untuk membantu

proses disintegrasi dengan menciptakan suatu jaringan hidrofilik di

sekitar partikel obat (Pahwa dan Gupta, 2011).

Page 38: ANTIOKSIDAN

22

Universitas Indonesia

[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]

Gambar 2.2. Proses porositas dan kapilaritas (Wicking)

c. Heat of wetting

Ketika disintegran dengan sifat eksotermis dibasahi, tekanan lokal

terbentuk akibat adanya ekspansi kapiler udara yang dapat membantu

disintegrasi tablet. Penjelasan ini terbatas hanya pada beberapa jenis

disintegran dan tidak dapat menggambarkan aksi dari sebagian besar

agen disintegrasi modern (Pahwa dan Gupta, 2011).

d. Reaksi Kimia (Acid-Base reaction)

Tablet secara segera hancur oleh pembebasan internal dari CO2

dalam air akibat interaksi antara asam tartrat dan asam sitrat (asam)

dengan logam alkali karbonat atau bikarbonat (basa) dengan adanya air.

Tablet terdisintegrasi akibat timbulnya tekanan dalam tablet. Akibat

pembebasan gas CO2, disolusi dari bahan aktif farmasi dalam air

meningkat sebagaimana efek penutupan rasa (taste masking). Karena

disintegran memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap perubahan kecil

tingkat kelembaban dan suhu, kontrol yang ketat dari lingkungan

diperlukan selama proses pembuatan tablet. Campuran effervescent

sebaiknya ditambahkan segera sebelum kompresi atau dapat pula

ditambahkan dalam dua bagian yang terpisah dalam formula (Pahwa dan

Gupta, 2011).

Page 39: ANTIOKSIDAN

23

Universitas Indonesia

e. Gaya repulsif partikel

Guyot-Hermann mengajukan suatu teori repulsi partikel berdasarkan

penelitian dari partikel yang tidak bisa mengembang juga menyebabkan

tablet terdisintegrasi. Peneliti menemukan bahwa repulsi merupakan

kejadian yang menyebabkan wicking (Sharma, Arora, dan Ray, 2010).

Pada teori repulsi partikel, air berpenetrasi ke dalam tablet melalui pori

hidrofilik membentuk jaringan yang berkesinambungan yang mampu

membawa air dari satu partikel ke partikel lainnya, menghasilkan tekanan

hidrostatik yang signifikan. Air kemudian berpenetrasi diantara butir

partikel karena afinitas pada permukaanyang menyebabkan pecahnya

ikatan hidrogen dan gaya lain yang menjaga keutuhan tablet (Pahwa dan

Gupta, 2011).

[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]

Gambar 2.3. Proses Gaya repulsif partikel

f. Deformasi (Deformation recovery)

Teori deformasi menyatakan bahwa bentuk dari partikel disintegran

terdistorsi selama pengempaan dan partikel kembali ke bentuk sebelum

pengempaan setelah pembasahan, kemudian peningkatan ukuran dari

partikel yang terdeformasi menyebabkan tablet pecah. Fenomena

tersebut mungkin menjadi aspek penting dalam mekanisme aksi

Page 40: ANTIOKSIDAN

24

Universitas Indonesia

disintegran seperti crospovidone dan pati (starch) yang menunjukkan

sedikit atau tidak terjadinya pengembangan (Pahwa dan Gupta, 2011).

[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]

Gambar 2.4. Proses deformasi

g. Reaksi Enzimatik (Enzymatic reaction)

Keberadaan enzim dalam tubuh juga berperan sebagai disintegran.

Enzim tersebut mengurangi binding action dari pengikat dan membantu

disintegrasi. Karena adanya pengembangan, tekanan diberikan ke arah

luar yang menyebabkan tablet pecah atau adanya percepatan absorbsi air

menyebabkan peningkatan volume granul yang sangat besar yang

memicu disintegrasi (Pahwa dan Gupta, 2011).

Tabel 2.1. Beberapa contoh enzim sebagai disintegran

Enzim Pengikat

Amilase Amilum atau Pati

Protease Gelatin

Selulase Selulosa dan derivat selulosa

Invertase Sukrosa

[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]

Saat ini, berbagai macam superdisintegran baik sisntetik, alami, maupun

koproses telah digunakan untuk sistem penghantaran obat tablet cepat hancur

Page 41: ANTIOKSIDAN

25

Universitas Indonesia

(Pahwa dan Gupta, 2011). Menurut Anwar (2012), jenis superdisintegran terdapat

pada tabel berikut.

Tabel 2.2. Jenis superdisintegran

Superdisintegran Jenis Mekanisme Kerja Keterangan

Crosscarmellose®

Ac-Di-Sol®

Nymce ZSX®

Primellose®

Solutab®

Crosslinked

cellulose

Mengembang 4-8 detik

Dengan mekanisme

swelling dan wicking

Mengembang dalam

dua dimensi

Dapat digunakan

dalam cetak langsung

maupun granulasi

Crosspovidone

Crosspovidon M®

Kollidon®

Polyplasdone®

Crosslinked

PVP

Sangat sedikit

mengembang, ukuran

kembali ke ukuran

semula setelah

pengempaan dan

mekanisme

berdasarkan

kapilaritas.

Tidak larut air dan

berpori sehingga

menghasilkan tablet

yang berpori.

Sodium starch

glycolate

Explotab®

Primojel®

Crosslinked

starch

Mengembang 7-12

kali kurang dari 30

detik.

Mengembang dalam 3

dimensi dan dapat

digunakan untuk

matriks sediaan lepas

lambat.

Alginic acid NF

Satialgine®

Crosslinked

alginic acid

Dengan cepat

mengembang dalam

media air, atau

dengan mekanisme

wicking.

Menyebabkan

disintegrasi baik pada

granulasi kering

maupun basah.

Soy

polysaccharides

Emcosoy®

Superdisint

egran alami

Tidak menganudng pati

atau gula. Digunakan

dalam produk

nutrisional.

Kalsium silikat Berdasarkan

mekanisme wicking

Sangat berpori

Ringan

Konsentrasi optimum

20-40%

[Sumber: Anwar, 2012]

Page 42: ANTIOKSIDAN

26

Universitas Indonesia

Dipercaya bahwa tidak ada satu mekanisme pasti yang berkaitan dengan aksi dari

sebagian besar disintegran, tetapi lebih seperti hasil dari hubungan antar mekanisme

utama yang telah disebutkan sebelumnya. Sejak tahun lalu, terdapat lebih banyak

pengambangan dalam proses pembuatan sediaan tablet terdisintegrasi termasuk

perubahan proses pembuatan dari granulasi basah menjadi kempa langsung. Hal ini

membutuhkan pengembangan dari berbagai eksipien fungsional, terutama

superdisintegran yang digunakan untuk mencapai formulasi dan efek yang diinginkan.

2.5 Crospovidone

Crospovidone (CPVP) merupakan eksipien sintetis, tidak larut air, dan

merupakan hasil taut silang dari homopolimer N-vinil-2-pirolidon. Crospovidone

dibuat dari monomer vinil pirolidon dengan teknik popcorn polymerization

menggunakan katalis. Terdapat beberapa nama lain dari crospovidone, seperti

polivinilpirolidon taut silang, polivinil pirolidon, crospolividon, povidon and 1-

vinil-2-pirolidon. Selama beberapa tahun yang lalu, crospovidone telah

dikembangkan sebagai pembawa obat dan secara luas digunakan sebagai agen

disintegran, eksipien tablet (disintegran dan pengikat) dan eksipien pelarut pada

formulasi sediaan padat. Crospovidone juga digunakan sebagai superdisintegran

yang tidak mengiritasi saluran cerna dan dapat digunakan dalam jumlah sedikit

dalam formulasi (Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012).

[Sumber: Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012]

Gambar 2.5. Struktur kimia crospovidone

Crospovidone tersedia dalam bentuk amorf, serbuk putih atau hampir putih

dengan luas permukaan yang besar. Berat molekulnya sekitar (111,1)n dan

Page 43: ANTIOKSIDAN

27

Universitas Indonesia

memiliki berat jenis bulk sekitar 0.2-0.45 g/ml. Crospovidone praktis tidak berasa

atau berbau, memiliki sifat alir dan kompatibilitas kompresi yang baik dan

memiliki bentuk ‘popcorn’ yang mengandung banyak rongga yang tidak meleleh

selama pemanasan. Karena crospovidone bersifat tidak larut, sehingga dapat

dicuci dengan air untuk memperoleh derajat kemurnian yang sangat tinggi

(Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012). .

Liew et al. melaporkan klasifikasi crospovidone dalam tiga kelas, yaitu

kasar, sedang (32 μm) dan kecil (20 μm). Terdapat pula dua tipe struktur partikel,

tipe A yaitu struktur partikel dari crospovidone normal dan tipe B yaitu struktur

partikel dari crospovidone termikronisasi. Perbedaan pada distribusi ukuran

partikel memainkan peran yang sangat penting dalam sifat alir dan pengembangan

(swelling) dari crospovidone. Tallon et al. melaporkan bahwa reaksi dari proses

pembuatan crospovidone seperti Polyplasdone XL (XL) and Kollidon CL (CL)

berbeda. XL menggunakan hidroksida logam alkali dan sejumlah kecil air,

sedangkan CL menggunakan N,N’-divinilimidazolidon sebagai agen taut silang

(Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012). .

Crospovidone memiliki sifat yang berguna pada proses pembuatan

berbagai produk dan sediaan farmasi. Sifat yang paling penting dari crospovidone

sebagai penolong yaitu efek peningkat disintegrasi dan disolusi. Higroskopisitas

dari crospovidone dapat digunakan untuk mengadsorbi air dalam pembuatan dari

obat yang sensitif terhadap kelembaban untuk meningkatkan stabilitasnya

(Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012).

Aplikasi crospovidone dalam pembuatan produk farmasi biasanya

digunakan sebagai peningkat kelarutan, adsorben, bahan penyalut, inhibitor

rekristalisasi, pembawa, disintegran, superdisintegran, atau bahan pembantu

ekstrusi-sferonisasi. Crospovidone dibutuhkan pada obat yang memiliki kelarutan

dalam air yang buruk guna meningkatkan kelarutannya. Meskipun crospovidone

tidak larut dalam air, juga dapat digunakan sebagai pembawa untuk meningkatkan

laju pelepasan obat. Adsorbsi molekul obat dalam permukaan crospovidone dapat

menurunkan ukuran partikel obat dan meningkatkan luas permukaan obat yang

tersedia dalam medium disolusi sehingga dapat meningkatkan disolusi, dan

akhirnya mempengaruhi bioavailabilitas.

Page 44: ANTIOKSIDAN

28

Universitas Indonesia

Crospovidone digunakan secara luas sebagai disintegran tablet karena

karakter hidrofilik yang tinggi, pengambilan air (water uptake) yang cepat dan

sifat pengembangan yang baik. Crospovidone biasanya digunakan sebagai

disintegran pada konsentrasi 2% hingga 5% pada sediaan padat. Efek

crospovidone sebagai disintegran terutama berdasarkan pada sifat pengembangan

tanpa membentuk gel. Sebagai superdisintegran, sebagian besar campuran antara

crospovidone dan obat memberikan amorfisasi obat yang tidak sempurna.

Bolhuis et al. (1997) menyatakan bahwa efisiensi disintegrasi dari crospovidone

berdasarkan mekanisme kapilaritas dari pada sifat pengembangan.

2.6 Aspartam

[Sumber: Pharmaceutical Press, 2009]

Gambar 2.6. Rumus kimia aspartam

Aspartam berwarna putih,berupa serbuk kristal hampir tidak berbau

dengan rasa sangat manis. Aspartam digunakan secara luas sebagai agen pemanis

dalam produk minuman, produk makanan, vitamin, sediaan farmasi termasuk

tablet, dan secara umum diketahui sebagai bahan yang bersifat non-toxic.

Aspartam meningkatkan rasa dan dapat digunakan untuk menutupi beberapa

karakteristik rasa yang tidak enak; perkiraan daya pemanisnya adalah 180-200

kali sukrosa. Tidak seperti beberapa pemanis intens lainnya, aspartam

dimetabolisme dalam tubuh dan memiliki beberapa nilai gizi, yaitu tiap 1 g

mengandung sekitar 17 kJ (4 kkal). Pada prakteknya, konsumsi sejumlah kecil

aspartam memberikan efek nutrisi yang minimal.

Page 45: ANTIOKSIDAN

29

Universitas Indonesia

Namun, penggunaan aspartam telah menimbulkan beberapa kekhawatiran

karena pembentukan metabolit metanol, asam aspartat, dan fenilalanin yang

berpotensi beracun. Dari bahan-bahan tersebut, pada asupan aspartam normal

hanya produksi fenilalanin yang perlu mendapatkan perhatian. Pada individu

sehat yang normal fenilalanin yang dihasilkan tidak berbahaya, namun, dianjurkan

bahwa aspartam dihindari atau dibatasi asupannya pada orang-orang dengan

fenilketonuria. WHO telah menetapkan jumlah asupan harian yang dapat diterima

untuk aspartam sampai 40 mg/kg berat badan. Selain harus dihindari oleh

penderita fenilketonuria, aspartam didokumentasikan dengan baik bersifat non-

genotoxic dan tidak ada bukti bahwa aspartam bersifat karsinogenik

(Pharmaceuticah Press, 2009)

2.7 Metoklopramid Hidroklorida

[Sumber: Department of Health for Great Britain, 2009]

Gambar 2.7. Rumus kimia metoklopramid HCl

Metoklopramid hidroklorida mengandung tidak kurang dari 99,0 persen

dan tidak lebih dari 101,0 persen 4-Amino-5-kloro-N-[2-(dietilamino)etil]-2-

metoksibenzamin hidroklorida, dihitung berdasarkan zat anhidrat.

Metoklopramid hidroklorida berwarna putih atau hampir putih, berupa serbuk

kristal atau kristal. Memiliki kelarutan sangat larut dalam air, sangat mudah larut

dalam alkohol, sedikit larut dalam metilen klorida. Formulasi metoklopramid

hidroklorida mencerminkan bentuk garam hidroklorida dari metoklopramid

(British Pharmacopoeia Commission, 2008).

Page 46: ANTIOKSIDAN

30

Universitas Indonesia

Metoklopramid, sebagai antagonis reseptor dopamin dan serotonin, telah

ditemukan hampir 40 tahun lalu (Henzi, Walder, dan Tramer, 1999).

Metoklopramid, sebagai antiemetik, bekerja baik secara perifer maupun di pusat,

mendorong aksi asetilkolin pada sinaps muskarinik dan mengantagonis dopamin

(Takeuchi, Matsukawa, Sugiyama, Iwase, dan Mano, 1996). Metoklopramid

hidroklorida menstimulasi motilitas pada saluran gastrointestinal bagian atas tanpa

mempengaruhi sekresi lambung, empedu, atau pankreas dan meningkatkan

peristaltik lambung, memicu percepatan pengosongan lambung. Peristaltik

duodenum juga meningkat dengan penurunan waktu transit di usus. Tekanan

sfingter gastroesofagus meningkat sedangkan sfingter pilorus mengalami

relaksasi. Metoklopramid memiliki aktifitas parasimpatomimetik dan juga

antagonis reseptor dopamin dengan efek langsung pada daerah pemicu

kemoreseptor. Zat ini juga mungkin memiliki sifat antagonis reseptor serotonin

(5-HT3). Metoklopramid digunakan dalam gangguan atau penurunan motilitas

saluran cerna seperti gastroparesis; refluks esofagus dan dispepsia; mual dan

muntah yang berhubungan dengan berbagai gangguan saluran cerna, migrain,

setelah operasi, dan terapi kanker. Metoklopramid tidak berhubungan dengan

pencegahan atau pengobatan mabuk perjalanan. Metoklopramid hidroklorida 10.5

mg setara dengan sekitar 10.0 mg bahan anhidrat, yang setara dengan sekitar 8,9

mg basa anhidrat. Untuk sebagian besar tujuan dosis harian total tidak boleh lebih

dari 500 mikrogram/kg; penurunan dosis disarankan untuk gangguan ginjal dan

hati (Pharmaceutical press, 2009).

Metoklopramid merupakan obat yang banyak dikenal, namun harus

digunakan secara hati-hati pada pasien dengan gangguan autonomik karena akan

menyebabkan terjadinya hipotensi (Takeuchi, Matsukawa, Sugiyama, Iwase, dan

Mano, 1996). Terdapat beberapa efek samping dari Metoklopramid yaitu gejala

ekstrapiramidal, efek sedasi dan kantuk, pusing dan vertigo, dan sakit kepala

(Henzi, Walder, dan Tramer 1999). Efek samping lain diantaranya muncul

kegelisahan, pusing, gemetar, dan diare. Hipotensi, hipertensi, pusing, sakit

kepala, dan depresi mungkin terjadi. Gangguan konduksi jantung telah dilaporkan

dengan metoklopramid intravena (Pharmaceutical press, 2009).

Page 47: ANTIOKSIDAN

Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Tablet Fakultas

Farmasi, Universitas Indonesia, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan

Februari hingga Mei 2013.

3.2 Bahan

Metoklopramid HCl (IPCA, India); Natrium Bikarbonat (Honghe

Chemicals, Cina); Asam sitrat (Budi Acid Jaya, Indonesia); Crospovidone (BASF,

Singapura); Avicel® PH 102 (Mingtai Chem, Taiwan); Manitol; Aspartam; Talk;

Asam Stearat (Sumi Asih Oleochemicals Industry, Indonesia); NaOH; KH2PO4;

dan aquademineralisata.

3.3 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pencetak

tablet (Erweka, Jerman), Spektrofotometer UV-1800 (Shimadzu, Jepang);

pengayak; friability Tester tipe TAR (Erweka, Jerman); Hardness Tester tipe

TBH 28 (Erweka, Jerman); Flowmeter tipe GDT (Erweka, Jerman); Bulk Density

Tester (Erweka, Jerman); cawan petri, jangka sorong (Tricle Brand, Cina); pH

meter (Eutech pH 510,Singapura); timbangan analitik (Adam AFA-210 LC,

Amerika Serikat); Oven (Inventum, India); humidifier (Kris, Jepang); stopwatch;

cawan penguap; mortar dan alu; alat-alat gelas.

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Pembuatan Tablet cepat hancur dengan Metode Effervescent

Proses pembuatan tablet cepat hancur dilakukan dalam dua tahap, yaitu

tahap pertama untuk optimasi konsentrasi crospovidone menggunakan formula 1

hingga formula 3, seperti pada Tabel 3.1. Setelah diperoleh formulasi dengan

konsentrasi crospovidone yang optimal, dilakukan tahap kedua untuk optimasi

31

Page 48: ANTIOKSIDAN

32

Universitas Indonesia

konsentrasi aspartam dari tablet cepat hancur yang dihasilkan dengan formula 4

dan 5, seperti pada Tabel 3.2.

Pembuatan tablet cepat hancur metoklopramid hidroklorida menggunakan

metode effervescent dilakukan secara kempa langsung. Metoklopramid

hidroklorida merupakan zat aktif dalam tablet, natrium bikarbonat dan asam sitrat

digunakan sebagai agen effervescent, crospovidone sebagai superdisintegran,

Avicel PH 102 sebagai pengikat sekaligus sebagai bahan pembantu kompresi

tablet (compression aid), aspartam sebagai pemanis, talk sebagai glidan, asam

stearat sebagai lubrikan, dan manitol sebagai pengisi. FE0 digunakan untuk

formula kontrol effervescent dan FC0 digunakan untuk formula kontrol

superdisintegran crospovidone. Konsentrasi agen effervescent yang digunakan

masing-masing sebesar 12% (Swamy, Divate, Shirshand dan Rajendra, 2009).

Pada Formula 1-3, digunakan variasi konsentrasi yang berbeda dari

crospovidone sebesar 4%, 8%, dan 12%. Cara pembuatan tablet yaitu

metoklopramid HCl, crospovidone, Avicel PH 102, manitol, dan aspartam

masing-masing ditimbang dengan seksama, kemudian diayak pada ayakan No.44.

Natrium bikarbonat dan asam sitrat dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 80°C

untuk menghilangkan kelembaban yang terabsorbsi. Natrium bikarbonat dan

asam sitrat yang telah dipanaskan sebelumnya kemudian dihomogenkan, lalu

ditambahkan dalam bahan lainnya. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur

hingga homogen. Ditambahkan talk dan asam stearat lalu dicampur kembali

hingga homogen. Setelah homogen, massa yang didapat dievaluasi dengan

menggunakan uji massa tablet. Massa tablet tersebut kemudian dicetak

menggunakan metode cetak langsung menggunakan mesin pencetak tablet dengan

berat 100 mg. Setelah tablet tersebut selesai dicetak, dilakukan evaluasi terhadap

tablet yaitu dengan menggunakan uji kekerasan, keregasan, keseragaman ukuran,

uji waktu disintegrasi in vitro dan uji waktu pembasahan untuk mengetahui

konsentrasi crospovidone yang menghasilkan waktu disintegrasi paling optimal.

Page 49: ANTIOKSIDAN

33

Universitas Indonesia

Tabel 3.1. Formulasi optimasi konsentrasi crospovidone pada tablet cepat hancur

Metoklopramid HCL dengan metode effervescent

Bahan FE0 FC0 F1 F2 F3

Metoklopramid HCl 10 10 10 10 10

Na bikarbonat 12 - 12 12 12

Asam sitrat 12 - 12 12 12

Crospovidone - 8 4 8 12

Avicel PH 102 20 20 20 20 20

Aspartam 2 2 2 2 2

Talk 2 2 2 2 2

Asam Stearat 1 1 1 1 1

Manitol 41 57 37 33 29

Total (mg) 100 100 100 100 100

Setelah didapat konsentrasi crospovidone yang optimal maka dibuat

formula 4 dan 5 untuk dievaluasi dan digunakan untuk uji kesukaan. Formula 4

dan 5 mengandung aspartam masing-masing sebesar 6% dan 12%. Cara

pembuatan tablet sama dengan sebelumnya, yaitu metoklopramid HCl,

crospovidone, Avicel PH 102, manitol, dan aspartam masing-masing ditimbang,

kemudian diayak pada ayakan No.44. Natrium bikarbonat dan asam sitrat

dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 80°C, kemudian dihomogenkan, lalu

ditambahkan dalam bahan lainnya. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur

hingga homogen. Ditambahkan talk dan asam stearat lalu dicampur kembali

hingga homogen. Setelah homogen, massa yang didapat dievaluasi dengan

menggunakan uji massa tablet, kemudian dicetak menggunakan metode cetak

langsung menggunakan mesin pencetak tablet dengan berat 100 mg. Setelah tablet

tersebut selesai dicetak, lakukan evaluasi terhadap tablet yaitu dengan

menggunakan uji kekerasan, keregasan, keseragaman ukuran, keseragaman

sediaan dan uji kesukaan.

Page 50: ANTIOKSIDAN

34

Universitas Indonesia

Tabel 3.2. Formulasi optimasi konsentrasi aspartam pada tablet cepat hancur

Metoklopramid HCL dengan metode effervescent

Bahan F4 F5

Metoklopramid HCl 10 10

Na bikarbonat 12 12

Asam sitrat 12 12

Crospovidone 12 12

Avicel PH 102 20 20

Aspartam 6 12

Talk 2 2

Asam Stearat 1 1

Manitol 25 19

Total (mg) 100 100

3.4.2 Evaluasi Massa Tablet

Tablet cepat hancur Metoklopramid dibuat dengan cara kempa langsung

dengan penambahan agent effervescent. Awalnya, semua bahan dicampur hingga

homogen, campuran ini disebut massa tablet yang kemudian dievaluasi. Evaluasi

massa tablet meliputi uji laju alir, sudut istirahat, indeks kompresibilitas dan rasio

Hausner.

3.4.2.1 Laju alir dan Sudut istirahat (angle of repose)

Laju alir serbuk diukur dengan menggunakan flowmeter. Sejumlah sampel

dimasukkan kedalam corong flowmeter sampai penuh dan diratakan bagian

atasnya tanpa tekanan. Alat dijalankan dan waktu yang diperlukan oleh seluruh

sampel untuk mengalir melalui corong dicatat. Laju aliran dinyatakan dalam

gram/detik.

Sudut istirahat (angle of repose) merupakan karakter yang berhubungan

dengan friksi interpartikulat atau resistensi untuk pergerakan partikel (British

Pharmacopoeia Commission, 2006). Sudut istirahat diperoleh dengan mengukur

Page 51: ANTIOKSIDAN

35

Universitas Indonesia

tinggi (h) dan jari-jari (r) sampel serbuk yang mengalir tersebut (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia,1995).

Sudut istirahat diperoleh dengan persamaan berikut:

dimana:

α = sudut istirahat

h = tinggi serbuk

r = jari-jari serbuk

Tabel 3.3. Sudut istirahat dan keterangannya

Sudut istirahat (α) Keterangan

250 - 30

0 Istimewa

310 - 35

0 Baik

360 - 40

0 Cuku Baik

410 - 45

0 Agak Baik

460 - 55

0 Buruk

560 - 65

0 Sangat Buruk

> 60 Sangat Buruk Sekali

[Sumber: British Pharmacopoeia Commission, 2006]

3.4.2.2 Indeks kompresibilitas dan Rasio hausner

Menurut British Pharmacopoeia Commission (2006), beberapa tahun

terakhir, indeks kompresibilitas yang sekaligus berhubungan dengan rasio hausner

telah menjadi metode yang sederhana, cepat, dan terkenal untuk memprediksi sifat

alir serbuk. Indeks kompresibilitas dan rasio Hausner ditentukan dengan

mengukur baik volume bulk maupun volume mampat dari serbuk. Walaupun

terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan Indeks

kompresibilitas dan Rasio Hausner, prosedur dasar dilakukan dengan mengukur

volume sebelum dimampatkan (Vo) dan volume mampat (Vf) serbuk setelah

bahan dimampatkan hingga tidak terjadi perubahan volume.

Page 52: ANTIOKSIDAN

36

Universitas Indonesia

Indeks kompresibilitas dan Rasio hausner dihitung menggunakan

persamaan berikut:

Sebagai alternatif, Indeks kompresibilitas dan Rasio hausner dapat

dihitung dengan mengukur nilai berat jenis bulk (ρbulk) dan berat jenis mampat

(ρmampat) sebagai berikut:

Dimana,

Tabel 3.4. Kategori indeks kompresibilitas dan rasio Hausner

Indeks Kompresibilitas (%) Sifat alir Rasio Hausner

<10 Istimewa 1,00 – 1,11

11-15 Baik 1,12 – 1,18

16-20 Cukup baik 1,19 – 1,25

21-25 Agak baik 1,26 – 1,34

26-31 Buruk 1,35 - 1,45

32-37 Sangat buruk 1,46 – 1,59

>38 Sangat buruk sekali >1,6

[Sumber: British Pharmacopoeia Commission, 2006]

Page 53: ANTIOKSIDAN

37

Universitas Indonesia

3.4.3 Evaluasi Tablet Metoklopramid hidroklorida

3.4.3.1 Penampilan fisik

Penampilan umum suatu tablet sangat penting bagi penerimaan konsumen,

pengontrolan keseragaman antar bahan dan antara tablet satu dengan lainnya, serta

memantau pembuatan yang bebas kesalahan. Penampilan tablet diamati dengan

sejumlah parameter seperti bentuk, warna, ada atau tidaknya bau, rasa, bentuk

permukaan dan ada atau tidaknya cacat fisik (Lachman, Lieberman, dan Kanig,

1994). Pada tablet yang digunakan di rongga mulut, rasa merupakan salah satu

parameter penerimaan konsumen yang penting dan sangat berhubungan dengan

ketepatan jenis dan jumlah zat perasa dalam produk. Pengujian rasa tablet lebih

lanjut dilakukan dengan uji kesukaan.

3.4.3.2 Uji keseragaman ukuran

Perbandingan diameter dan ketebalan tablet ada kaitannya dengan

penampilan yang menarik sebagai hasil perkiraan bobot per tablet sesuai dengan

jumlah bahan obat yang dikandungnya (Banker dan Rhodes, 1989). Uji

keseragaman ukuran dilakukan dengan mengambil sebanyak 20 tablet secara acak

dari masing-masing formula, lalu diameter dan ketebalan tablet diukur dengan

cara menjepitkan tablet pada alat jangka sorong. Tablet yang memenuhi

persyaratan keseragaman ukuran adalah jika diameter tablet tidak lebih dari 3 kali

dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet (Departemen Kesehatan RI, 1979).

3.4.3.3 Uji kekerasan

Kekerasan dari tablet cepat hancur dipertahankan pada nilai yang rendah

untuk memfasilitasi disintegrasi cepat di dalam mulut (Siddiqui, Garg, Sharma,

2010). Alat penguji kekerasan tablet yang digunakan adalah Hardness Tester

Erweka TBH 28. Pada penelitian ini, jumlah tablet yang digunakan dalam uji

kekerasan adalah enam tablet (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1979).

Tablet diletakkan secara horizontal kemudian ditekan tombol start. Dengan gaya

motorik, sebuah beban peluncur bergerak pada sebuah rel mendekati tablet dan

akhirnya menekan tablet hingga pecah. Pada saat tablet pecah, peluncur segera

Page 54: ANTIOKSIDAN

38

Universitas Indonesia

berhenti dan tekanan akan ditunjukkan oleh angka digital pada alat. Satuan yang

digunakan adalah kilopond (kp). Pengukuran kekerasan tablet ini dilakukan pada

saat proses pencetakan sedang berjalan untuk mendapatkan tablet dengan

kekerasan tertentu yang dapat diatur pada peralatannya.

3.4.3.4 Uji Keregasan

Keregasan tablet diukur dengan menggunakan alat friability Tester tipe

TAR. Sebanyak 20 tablet dibersihkan dari debu (fine), kemudian ditimbang (W1).

Kemudian 20 tablet tersebut dimasukkan ke dalam alat uji keregasan. Alat

dijalankan dengan kecepatan putaran 25 rpm selama 4 menit (100 kali putaran).

Tablet dikeluarkan, dibersihkan dari debu dan ditimbang (W2). Hitung selisih

berat sebelum dan sesudah perlakuan. Tablet tersebut dinyatakan memenuhi

persyaratan jika kehilangan berat antara 0,5% -1% (Lachman, Lieberman, dan

Kanig, 1986).

Dimana: W1 = berat awal tablet

W2 = berat akhir tablet

3.4.3.5 Uji waktu disintegrasi in vitro

Waktu disintegrasi in vitro ditentukan dengan menempatkan satu tablet

dalam beaker yang berisi 10 mL dapar fosfat pH 6,8 pada suhu 37±0,5°C.

Ditentukan waktu yang diperlukan tablet hingga hancur sempurna sebagai waktu

disintegrasi in vitro tablet (Shirsand, Ramani, dan Swamy, 2010).

3.4.3.6 Uji waktu pembasahan dan Rasio Penyerapan Air (Water Absorption

Ratio)

Kertas saring digulung sebanyak dua kali diletakkan dalam cawan petri

yang memiliki diameter dalam 10 cm, mengandung 10 mL aquades. Sebuah tablet

diletakkan dengan hati-hati pada permukaan kertas saring dalam cawan petri.

Page 55: ANTIOKSIDAN

39

Universitas Indonesia

Waktu yang diperlukan untuk air mencapai permukaan atas tablet dicatat sebagai

waktu pembasahan (Shirsand, Ramani, dan Swamy, 2010). Rasio penyerapan air

(R) ditentukan dengan persamaan berikut:

Dimana: wa = berat tablet setelah penyerapan air

wb = berat tablet sebelum penyerapan air

3.4.3.7 Uji keseragaman kandungan

Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode

yaitu keragaman bobot atau keragaman kandungan. Persyaratan keragaman bobot

dapat diterapkan pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang

merupakan 50% atau lebih dari bobot, satuan sediaan. Keseragaman dari zat aktif

lain, jika ada dalam jumlah lebih kecil, ditetapkan dengan persyaratan

keseragaman kandungan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995).

A. Pembuatan Larutan Standar

1) Ditimbang ± 100 mg standar Metoklopramid hidroklorida kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml

2) Diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 kemudian sambil dikocok

hingga homogen sambil di-adkan hingga batas (c = 100 mg/100ml =

100.000 μg/100 ml = 1.000 ppm)

3) Kemudian dipipet 10,0 ml larutan (2) dan dituangkan ke dalam labu

ukur 100,0 ml

4) Diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 kemudian sambil dikocok

hingga homogen sambil di-adkan hingga batas (c = 10 ml/100 ml x

1.000 ppm = 100 ppm)

5) Dari larutan (4) dipipet sebanyak 3,0 ml; 5,0 ml; 6,0 ml; 7,0 ml; 10,0

ml; dan 8,0 ml. Kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

labu ukur 50,0 ml dan diadkan sedikit demi sedikit dengan dapar

fosfat pH 6,8.

6) Untuk pembuatan spektrum serapan, dipipet 5,0 ml dari larutan (4).

Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml dan diadkan

Page 56: ANTIOKSIDAN

40

Universitas Indonesia

sedikit demi sedikit dengan dapar fosfat pH 6,8. Diperoleh larutan

dengan konsentrasi 10μg/ml atau 10 ppm.

B. Pembuatan spektrum serapan

1) Kuvet dibilas dengan larutan standar 10 ppm yang telah dibuat

sebelumnya sebanyak dua kali

2) Dimasukkan larutan standar 10 ppm ke dalam kuvet hingga 2/3

volumenya

3) Dilakukan pengukuran serapan pada panjang gelombang 220 nm

sampai 350 nm dengan interval 5 nm.

4) Ditentukan panjang gelombang maksimumnya. Setiap perubahan

panjang gelombang, serapan dibuat nol dengan blanko dapar fosfat

pH 6,8

C. Pembuatan kurva kalibrasi

1) Panjang gelombang diatur sesuai dengan yang diperoleh pada butir B

di atas

2) Kuvet diisi dengan larutan blanko, bilas dua kali, kemudian isi kuvet

hingga 2/3 volumenya dengan blanko. Nol-kan serapannya.

3) Kuvet diisi dengan larutan standar 2 ppm. Catat serapan yang

terbaca.

4) Diulangi percobaan (3) dengan menggunakan larutan standar

berikutnya, yaitu 6 ppm, 12 ppm, 14 ppm, 16 ppm, dan 20 ppm

5) Hasil serapan yang diperoleh dicatat. Dibuat kurva kalibrasi

kemudian ditentukan persamaan regresi liniernya, untuk selanjutnya

digunakan pada perhitungan kadar sampel.

Page 57: ANTIOKSIDAN

41

Universitas Indonesia

D. Penetapan kadar Metoklopramid Hidroklorida (Shirshand, Ramani, dan

Swamy, 2010)

1) Sebanyak 10 tablet masing-masing ditimbang, lalu digerus hingga

menjadi serbuk. Serbuk yang diperoleh kemudian dituangkan dalam

labu ukur 100,0 ml

2) Dilarutkan dengan aquadest kemudian kocok hingga larut sempurna

sambil di adkan hingga batas labu ukur (c = 10 mg/100 ml = 10.000

μg/100 ml = 100 ppm)

3) Disaring larutan b dengan filter membran 0.22 mm, lalu filtrat

ditampung pada erlenmeyer

4) Dibuang 3,0 ml filtrat pertama kemudian dipipet 12,0 ml filtrat

kemudian ditampung pada labu ukur 100,0 ml

5) Diadkan dengan aquades hingga batas sambil dikocok hingga

homogen (c = 12/100 x 100 ppm = 12 ppm)

6) Dibilas kuvet dengan aquadest 2-3 kali kemudian diisi dengan

larutan (5) hingga 2/3 kali volumenya

7) Diukur serapan pada panjang gelombang maksimumnya (pada

literatur, λ = 273 nm dan 309 nm (Pharmaceutical Press, 2005)).

Serapan yang didapat kemudian dicatat.

8) Dihitung kadar dengan menggunakan kurva kalibrasi standar.

Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan

keseragaman dosis dipenuhi, jika jumlah metoklopramid HCl dalam masing-

masing dari 10 satuan sediaan seperti yang ditetapkan dari cara keseragaman

bobot atau dalam keseragaman kandungan terletak antara 85,0-115,0% dari yang

tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995).

Jika 1 satuan terletak di luar di luar rentang 85,0-115,0% seperti yang

tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak antara rentang 75% hingga 125%

dari yang tertera pada etiket, atau jika simpangan baku relatif lebih besar dari

6,0%, atau jika kedua kondisi itu tidak terpenuhi, lakukan uji 20 satuan tambahan.

Page 58: ANTIOKSIDAN

42

Universitas Indonesia

Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30 satuan terletak di antara

rentang 85,0-115,0% dari yang tertera di etiket dan tidak ada satupun yang

terletak di luar rentang 75,0-125,0% dari yang tertera di etiket dan simpangan

baku relatif dari 30 satuan tidak lebih dari 7,8% (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia,1995).

3.4.3.8 Uji kesukaan

Pengujian dilakukan terhadap 30 orang panelis yang diambil secara acak.

Panelis diminta mencicipi satu tablet dari salah satu formula terpilih, lalu panelis

diminta memberi pendapatnya terhadap penampilan, rasa, dan waktu hancur

melalu kuesioner yang diberikan. Uji ini menggunakan 30 orang panelis dengan

tujuan untuk mewakili sampel dan mengurangi variabel-variabel yang mungkin

akan mengganggu hasil dari uji ini (Morten, Gail, dan Thomas, 2000).

Page 59: ANTIOKSIDAN

43

Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Pembuatan Tablet Cepat Hancur

Pada penelitian ini, tahap pertama yang dilakukan yaitu mengoptimasi

konsentrasi crospovidone pada formulasi tablet yang telah dibuat. Pada optimasi

ini masing-masing formula yaitu F1, F2 dan F3 mengandung crospovidone

dengan kadar yang berbeda, yaitu 4%, 8%, dan 12%. Hal ini dimaksudkan untuk

melihat hubungan antara konsentrasi crospovidone yang digunakan dengan

kecepatan disintegrasi dan waktu pembasahan dari tablet cepat hancur. Selain itu,

dibuat pula FE0 sebagai formula kontrol effervescent yang tidak mengandung

crospovidone (superdisintegran). Sedangkan FC0 digunakan untuk formula

kontrol superdisintegran yang tidak mengandung Natrium bikarbonat-Asam sitrat

(agen effervescent).

Pada tahap awal pembuatan tablet dilakukan penimbangan sesuai dengan

masing-masing formulasi yang dibuat, kemudian dilakukan pencampuran semua

eksipien maupun zat aktif. Setelah tahap pencampuran eksipien dan bahan aktif,

kemudian dilanjutkan dengan evaluasi massa tablet meliputi uji laju alir, uji sudut

istirahat, uji indeks kompresibilitas dan uji rasio Hausner. Seluruh proses awal

pembuatan massa tablet dilakukan di ruangan khusus effervescent dengan

kelembaban dan suhu yang dijaga untuk meminimalkan kontak massa tablet yang

mengandung agen effervescent dengan kelembaban di sekitar agar tidak

menginisisasi terjadinya reaksi effervescent. Pada ruang effervescent yang terdapat

di Fakultas Farmasi UI, penelitian dilakukan pada kelembaban dengan RH 36% -

42% pada suhu 25°C. Pada pembuatan sediaan effervescent murni, batas

kelembaban ruangan atau RH yang diperbolehkan maksimal sebesar 25% untuk

mencegah penguraian dan ketidakstabilan produk akibat kelembaban lingkungan.

Namun, karena pada penelitian ini sediaan yang dibuat berupa tablet cepat hancur

dengan penggunaan agen effervescent dalam jumlah sedikit (12%) sehingga

kestabilan sediaan masih dapat dijaga pada penggunaan ruangan dengan RH

sebesar 36% - 42%.

43

Page 60: ANTIOKSIDAN

44

Universitas Indonesia

Proses pencetakan tablet dilakukan sebagai tahap akhir pembuatan tablet.

Pencetakan tablet cepat hancur dilakukan dengan metode kempa langsung karena

metodenya sederhana. Pencetakan tablet dilakukan dalam dua proses, yaitu

pencetakan dengan kekerasan tablet 1-3 kp dan 3-5 kp. Setelah diperoleh

konsentrasi crospovidone yang memiliki waktu disintegrasi dan waktu

pembasahan yang optimal, kemudian dilanjutkan ke proses optimasi terhadap rasa

dari tablet cepat hancur. Optimasi rasa dilakukan dengan membuat variasi

konsentrasi dari aspartam sebagai pemanis. Sebagai uji pendahuluan, dibuat

formulasi dengan variasi konsentrasi aspartam sebesar 2%, 4%, dan 6%. Namun,

karena rasa tablet masih terlalu pahit akibat rasa zat aktif belum tertutupi sehingga

dibuat formulasi dengan konsentrasi aspartam sebesar 6% dan 12%. Perbedaan

konsentrasi yang digunakan cukup besar agar parameter rasa yang diuji dapat

memberikan hasil yang jelas. Kemudian, pada tablet cepat hancur yang dihasilkan

dilakukan uji keseragaman kandungan dan uji kesukaan.

4. 2 Evaluasi Massa Tablet Cepat Hancur

4. 2. 1 Laju alir dan Sudut Istirahat (angle of repose)

Sifat alir serbuk meliputi waktu alir dan sudut istirahat (angle of repose)

merupakan faktor yang sangat penting dalam pengisian ruang kompresi pada

proses kempa langsung yang juga akan berpengaruh pada keseragaman bobot

tablet yang dihasilkan (Syukri & Mulyanti, 2007).

Laju alir massa tablet ditunjukkan pada Tabel 4.1, berkisar antara 0,65-

8,68 gram/detik. F5 memiliki laju alir yang paling rendah, yaitu 0,65 gram/detik.

Laju alir F5 sangat rendah dikarenakan jumlah manitol yang digunakan paling

sedikit akibat tingginya konsentrasi aspartam dalam formula. Selain itu juga

mungkin terjadi karena kurang homogennya Talk yang digunakan sebagai glidan

yang tujuan penggunaannya untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan

mengurangi gesekan di antara partikel-partikel (Anwar, 2012). Laju alir terbesar

dimiliki oleh FC0, yaitu sebesar 8,68 gram/detik karena jumlah manitol yang

digunakan dalam formula paling banyak dibanding formula lainnya (Tabel 3.1),

Page 61: ANTIOKSIDAN

45

Universitas Indonesia

hanya mengandung crospovidone, dan tidak mengandung agen effervescent yang

sifatnya higroskopik yang dapat menghambat laju alir serbuk. Menurut

Pharmaceutical Press (2009), baik manitol maupun crospovidone memiliki sifat

free flowing. Granul manitol dapat mengalir dengan baik dan mampu

meningkatkan sifat alir dari bahan lain dalam formulasi, oleh karena itu manitol

dipilih sebagai pengisi pada formulasi yang dibuat.

Tabel 4.1. Hasil evaluasi laju alir dan sudut istirahat FE0-F5

Formula laju alir

(gram/detik)

Sudut Istirahat

(°)

E0 3,76 ± 0,49 27,87 ± 1,59

C0 8,68 ± 1,86 16,81 ± 1,66

1 4,65 ± 0,61 21,58 ± 2,77

2 4,48 ± 0,32 25,30 ± 0,41

3 4,05 ± 1,10 25,37 ± 0,35

4 5,04 ± 0,89 31,64 ±0,43

5 0,65 ± 0,27 25,19 ± 0,17

Selain laju alir, sifat alir juga dipengaruhi oleh sudut istirahat. Semakin

kecil sudut isitirahat yang dihasilkan maka semakin baik laju alirnya (Liberman,

Lachman, dan Schwartz, 1989). Pada Tabel 4.1 diketahui bahwa formulasi E0

sampai 5 memiliki sudut istirahat yang dikategorikan baik sampai istimewa. FE0

memiliki sudut istirahat yang bisa dikategorikan paling baik yaitu sebesar 16,81°.

Sudut istirahat yang baik diperoleh karena selain penggunaan manitol, juga

digunakan avicel yang merupakan pengikat sekaligus compression aid yang dapat

digunakan untuk mencapai karakteristik kompresi yang diinginkan, salah satunya

yaitu sifat alir massa tablet. Sifat alir yang baik akan membuat pengisian die

terpenuhi secara merata sehingga keseragaman bobot tablet tidak menyimpang

(Lachman, Lieberman dan Kanig, 1986).

Page 62: ANTIOKSIDAN

46

Universitas Indonesia

4. 2. 2 Indeks Kompresibilitas dan Rasio Hausner

Indeks kompresibilitas dan rasio Hausner menentukan kemampuan kempa

dari suatu massa tablet.

Tabel 4. 2. Hasil evaluasi kompresibilitas dan rasio Hausner FE0-F5

Formulasi Indeks Kompresibilitas

(%) Rasio Hausner

FE0 27,79 ± 0,38 1,38 ± 0,01

FC0 31,93 ± 0,61 1,47 ± 0,01

F1 30,02 ± 0,95 1,43 ± 0,02

F2 29,68 ± 0,96 1,42 ± 0,02

F3 30,59 ± 0,52 1,44 ± 0,01

F4 30,82 ± 0,08 1,45 ± 0,00

F5 34,7 ± 0,00 1,53 ± 0,00

Pada Table 4.2 terlihat bahwa kisaran rasio Hausner yang dihasilkan dari

formulasi E0 sampai 5 berkisar antara 1,38-1,53 artinya rasio Hausner yang

dihasilkan masuk dalam kategori buruk. Indeks kompresibilitas dan rasio Hausner

berada dalam rentang buruk disebabkan karena pemilihan eksipien berupa manitol

sebagai pengisi. Manitol tetap digunakan karena memberikan kenyamanan dengan

rasa yang enak, sedikit manis, halus, dan dingin pada saat tablet berada di mulut.

Sedangkan, jika menggunakan pengisi lain yang umum digunakan seperti laktosa,

memungkinkan terjadinya reaksi Maillard antara laktosa dengan gugus basa amin

dalam metoklopramid HCl yang menyebabkan perubahan warna (Anwar, 2012).

Formulasi C0 mengandung konsentrasi manitol paling besar dibanding formulasi

lain sehingga menyebabkan terjadinya penurunan indeks kompresibilitas. Nilai

kompresibilitas serbuk manitol sebesar 41,41 % yang termasuk kategori sangat

buruk sekali (Pharmaceutical Press, 2009). Hal itu terjadi karena manitol yang

memiliki ukuran yang halus dapat menempati rongga-rongga tablet yang kosong

menyebabkan sedikitnya volume akhir saat melakukan uji indeks kompresibilitas.

Namun, kategori indeks kompresibilitas yang sangat buruk juga terdapat pada

Page 63: ANTIOKSIDAN

47

Universitas Indonesia

formula 5 yang mengandung manitol paling sedikit. Walaupun begitu,

kemungkinan konsentrasi aspartam yang tinggi sehingga mempengaruhi secara

signifikan nilai indeks kompresibilitasnya. Menurut Pharmaceutical Press (2009),

aspartam memiliki kompresibilitas sebesar 44% yang termasuk kategori sangat

buruk sekali. Turunnya indeks kompresibilitas secara langsung mengurangi

porositas tablet.

4. 3 Evaluasi Tablet Cepat Hancur

4. 3. 1 Penampilan Tablet

Evaluasi penampilan fisik dari tablet cepat hancur dilakukan dengan cara

mengamati bentuk, warna, dan permukaan tablet, serta kerusakan pada tablet.

Penampilan fisik merupakan hal pertama yang mempengaruhi penerimaan pasien

terhadap suatu sediaan. Penampilan fisik kelima formula tablet cepat hancur

ditunjukkan oleh Gambar 4.1 untuk tablet dengan kekerasan 1-3 kp, Gambar 4.2

untuk tablet dengan kekerasan 3-5 kp, dan Gambar 4.3 untuk tablet F4 dan F5.

Tablet yang dihasilkan dari ketujuh formula umumnya berbentuk bulat pipih

dengan garis di tengah dan berwarna putih. Pada formulasi tablet E0 sampai 3

yang dicetak menggunakan tekanan 3-5 kp permukaannya terlihat lebih mengkilat

dan halus dibanding dengan formula yang dicetak dengan tekanan 1-3 kp. Hal

tersebut berhubungan dengan keregasan tablet.

Page 64: ANTIOKSIDAN

48

Universitas Indonesia

Gambar 4. 1. Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan kekerasan 1-3

kp

Gambar 4. 2. Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan kekerasan 3-5

kp

Gambar 4. 3. Penampilan fisik tablet cepat hancur F4 dan F5

Page 65: ANTIOKSIDAN

49

Universitas Indonesia

4. 3. 2 Keseragaman Ukuran

Keseragaman ukuran dievaluasi dengan mengukur tebal dan diameter

tablet cepat hancur yang dihasilkan menggunakan jangka sorong. Pada Tabel 4.3

terlihat bahwa berdasarkan hasil pengukuran pada 20 tablet secara acak terhadap

kelima formula tablet cepat hancur pada kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp

menunjukkan bahwa diameter tablet cepat hancur berada pada rentang 1,7 – 2,0

kali tebal tablet cepat hancur. Hal ini menunjukkan bahwa kelima formulasi tablet

cepat hancur memenuhi persyaratan keseragaman ukuran menurut Farmakope

Indonesia edisi III yang menyatakan bahwa suatu sediaan tablet dianggap seragam

ukurannya jika diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu

sepertiga tebal tablet. Selain itu juga terlihat bahwa tablet yang memiliki

kekerasan yang lebih tinggi (3-5 kp) memiliki tebal yang lebih kecil akibat

kekuatan pengempaan yang lebih besar dibandingkan pada tablet dengan

kekerasan 1-3 kp.

Tabel 4. 3. Hasil evaluasi keseragaman ukuran FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp dan

3-5 kp

Formula Kekerasan Rata-rata ± SD

(kp) Diameter (cm) Tebal (cm) d/tebal

E0 1-3 0,607 ± 0,002 0,313 ± 0,004 1,942 ± 0,032

3-5 0,606 ± 0,004 0,304 ± 0,004 1,993 ± 0,026

C0 1-3 0,609 ± 0,003 0,342 ± 0,011 1,779 ± 0,055

3-5 0,607 ± 0,003 0,326 ± 0,009 1,862 ± 0,052

1 1-3 0,610 ± 0,003 0,334 ± 0,015 1,828 ± 0,078

3-5 0,611 ± 0,003 0,327 ± 0,013 1,871 ± 0,072

2 1-3 0,616 ± 0,004 0,355 ± 0,016 1,735 ± 0,071

3-5 0,610 ± 0,003 0,340 ± 0,015 1,794 ± 0,082

3 1-3 0,613 ± 0,004 0,356 ± 0,006 1,725 ± 0,029

3-5 0,616 ± 0,005 0,327 ± 0,012 1,884 ± 0,060

Page 66: ANTIOKSIDAN

50

Universitas Indonesia

Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa formulasi 4 dan 5 dapat dinyatakan seragam

ukurannya karena telah memenuhi persyaratan keseragaman ukuran menurut

Farmakope Indonesia edisi III, dengan perbandingan diameter per tebal sebesar

1,995 dan 2,006. Laju alir, homogenitas campuran dan kestabilan tekanan punch

adalah faktor-faktor yang menyebabkan ukuran tablet menjadi seragam.

Tabel 4. 4. Hasil evaluasi keseragaman ukuran F4 dan F5.

Formula Rata-rata ± SD

Diameter (cm) Tebal (cm) d/tebal

4 0,611 ± 0,002 0,306 ± 0,004 1,995 ± 0,025

5 0,611 ± 0,002 0,305 ± 0,007 2,006 ± 0,045

4. 3. 3 Uji Kekerasan

Kekuatan tablet ditentukan dengan cara mengukur kekerasan dan

keregasan tablet. Kekerasan berguna sebagai metode pengontrolan fisik selama

proses pembuatan (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986).

Tabel 4.5. Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3

Formulasi Rata-rata ± SD

cetak 1 (1-3 kp) cetak 2 (3-5 kp)

E0 2,14 ± 0,51 3,70 ± 0,64

C0 1,78 ± 0,69 4,22 ± 0,69

1 2,00 ± 0,63 3,90 ± 0,36

2 1,81 ± 0,65 3,96 ± 0,60

3 1,97 ± 0,62 3,77 ± 0,58

Kekerasan tablet cepat hancur kelima formula pada dua proses cetak

dengan kekerasan yang berbeda ditunjukkan oleh Tabel 4.5. Selama proses

pencetakan tablet, kekerasan diatur dan diuji untuk menjaga agar tekanan yang

dihasilkan tetap stabil pada rentang yang diinginkan. Dibuat tablet cepat hancur

Page 67: ANTIOKSIDAN

51

Universitas Indonesia

FE0-F3 dengan kekerasan 1-3 kp, tetapi setelah dilakukan uji keregasan terhadap

tablet yang dibuat, diperoleh hasil uji keregasan yang tidak memenuhi syarat

sehingga dilakukan proses pencetakan kedua untuk menghasilkan tablet yang

memiliki kekerasan 3 – 5 kp agar memenuhi syarat dalam uji keregasan.

Kekerasan tablet formula 4 dan 5 ditunjukkan oleh Tabel 4.6

Tabel 4.6. Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur F4 dan F5

Formulasi Rata-rata ± SD

Kekerasan (kp)

4 4,26 ± 0,46

5 3,67 ± 0,63

4. 3. 4 Uji Keregasan

Cara menentukan kekuatan tablet selanjutnya adalah dengan mengukur

keregasan tablet. Keregasan tablet berguna untuk mengetahui ketahanan tablet

terhadap guncangan yang terjadi selama proses pembuatan, pengemasan dan

pendistribusian (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986). Syarat keregasan tablet

konvensional adalah kurang dari 1% (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986).

Keregasan tablet cepat hancur dari kelima formula pada optimasi konsentrasi

crospovidone dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Hasil evaluasi keregasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan

1-3 kp dan 3-5 kp

Formulasi 1-3 kp 3-5 kp

E0 0,71% 0,47%

C0 9,09% 2,25%

1 2,29% 0,81%

2 2,26% 0,79%

3 2,21% 0,40%

Page 68: ANTIOKSIDAN

52

Universitas Indonesia

Pada tabel 4.7 dapat diketahui bahwa formula yang dicetak menggunakan

kekerasan lebih rendah, yaitu 1-3 kp, memiliki keregasan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan formula yang dicetak dengan kekerasan 3-5 kp. Pada

kekerasan 1-3 kp, formulasi C0, 1, 2, dan 3 memiliki keregasan di atas 1%

sehingga tidak memenuhi persyaratan keregasan tablet. Formulasi C0 yang hanya

mengandung crospovidone dan tidak mengandung agen effervescent memiliki

keregasan yang paling besar, yaitu 9,09%. Hal itu mungkin terjadi karena

pencetakan tablet dilakukan dengan metode kempa langsung dengan penambahan

crospovidone yang berbentuk fine dalam keadaan kering sehingga meningkatkan

jumlah fine dalam tablet yang mempengaruhi keregasan. Hanya formulasi E0

(tidak mengandung crospovidone) yang memenuhi persyaratan keregasan tablet.

Pada formulasi 1-3 diperoleh hasil berturut-turut 2,29%, 2,26%, dan 2,21%.

Pada kekerasan 3-5 kp, semua formulasi, kecuali formula C0 memenuhi

persyaratan keregasan dengan nilai di bawah 1%. Formula C0 pada kekerasan 3-5

kp memiliki keregasan sebesar 2,25%. Hal tersebut menunjukkan meskipun

kekerasan ditingkatkan, keregasan formulasi kontrol tanpa mengandung agen

effervescent (hanya mengandung crospovidone) belum dapat diperbaiki karena

masih memiliki keregasan yang besar. Pada formula 1,2, dan 3 diperoleh hasil

penurunan keregasan sama seperti pada kekerasan 1-3 kp, sehingga diketahui

dalam formulasi tablet yang mengandung gabungan antara crospovidone dengan

agen effervescent, semakin besar konsentrasi crospovidone yang digunakan

semakin kecil keregasannya.

Pada formulasi untuk optimasi konsentrasi Aspartam, diperoleh hasil uji

yang memenuhi syarat uji keregasan dengan hasi uji keregasan F4 sebesar 0,35%

dan F5 0,31%. Keregasan tablet dapat ditingkatkan dengan proses granulasi.

Selain itu, juga dengan penggunaan binder atau pengikat yang lebih kuat, namun

hal ini mungkin akan mempengaruhi waktu disintegrasi tablet sehingga tidak

dilakukan. Tablet cepat hancur umumnya memiliki keregasan yang tinggi, oleh

karena itu tablet cepat hancur dikemas secara khusus agar ketika berada di tangan

pasien tablet masih dalam keadaan utuh dan dalam kondisi baik (Abu Izza, Li,

Look, Parr, dan Schineller, 2009).

Page 69: ANTIOKSIDAN

53

Universitas Indonesia

4. 3. 5 Uji Waktu Disintegrasi in vitro

Waktu disintegrasi adalah parameter paling penting pada tablet cepat

hancur. Metode evaluasi waktu disintegrasi tablet cepat hancur berbeda dengan

tablet konvensional. Oleh karena itu, modifikasi evaluasi waktu hancur dilakukan

dengan cara membuat suatu kondisi yang hampir sama dengan rongga mulut

manusia (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).

Menurut Farmakope Eropa tablet cepat hancur terdisintegrasi dalam waktu kurang

dari 3 menit.

Hasil uji waktu disintegrasi ditunjukkan pada Gambar 4.4. Pada grafik

terlihat bahwa dari semua formula pada dua kekerasan yang berbeda, formula E0

atau formula kontrol effervescent memiliki waktu disintegrasi paling besar, diikuti

dengan formula C0 sebagai kontrol superdisintegran. Hal tersebut terjadi karena

hanya satu mekanisme disintegrasi yang terjadi pada kedua formula tersebut. Pada

formula E0, terjadi mekanisme reaksi effervescent dimana dibutuhkan kontak

dengan air (H2O) agar antara asam sitrat dan natrium bikarbonat dalam tablet

bereaksi membentuk gas CO2 yang mendorong pecahnya tablet. Dari hasil uji

diketahui bahwa peningkatan kekerasan dapat meningkatkan waktu disintegrasi

secara signifikan pada formula ini karena pada kekerasan yang lebih tinggi,

kompaktibilitas akan semakin tinggi sehingga proses kontak dengan air

membutuhkan waktu yang lebih lama hingga seluruh tablet hancur.

Pada formula C0, crospovidone sebagai superdisintegran secara umum

bekerja dengan mekanisme swelling karena kemampuannya mengembang tanpa

membentuk gel. Namun, dinyatakan bahwa sifat kapilaritas (wicking) dalam

crospovidone lebih efektif dibanding sifat pengembangannya. Sifat

pengembangan dari crospovidone lemah jika dibandingkan dengan

superdisintegran lain akibat tidak adanya gugus kation atau ion yang bermuatan

positif dalam molekul crospovidone. Mekanisme kapilaritas crospovidone yaitu

dengan menarik air secara maksimal dan memberikan disintegrasi secara cepat

akibat interaksi dari penyusunan partikel superdisintegran. Selain itu, morfologi

permukaan partikel crospovidone yang berbentuk seperti sponge meningkatkan

porositas intrapartikel (Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012). Pada

Page 70: ANTIOKSIDAN

54

Universitas Indonesia

formula ini, peningkatan kekerasan juga menyebabkan peningkatan waktu

disintegrasi. Kekerasan yang lebih tinggi menyebabkan menurunnya porositas

tablet sehingga aksi kapilaritas berjalan dengan lebih lambat.

Gambar 4.4. Grafik hasil evaluasi waktu disintegrasi formula E0-3 pada

kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp.

Pada formula 1-3, diperoleh waktu disintegrasi yang lebih cepat dari

formulasi kontrol karena adanya gabungan dua mekanisme dalam proses

disintegrasi tablet, yaitu terjadinya reaksi effervescent dan proses kapilaritas serta

swelling dari crospovidone. Dari grafik terlihat bahwa semakin besar konsentrasi

crospovidone maka semakin cepat waktu disintegrasinya. Namun, dari dua

perbandingan kekerasan yang berbeda, dapat dilihat pad grafik bahwa F1-F3 pada

kekerasan 3-5 kp memiliki waktu disintegrasi yang lebih cepat dibanding pada

kekerasan 1-3 kp. Jadi, formulasi yang memiliki waktu disintegrasi paling singkat

yaitu formulasi 3 yang mengandung crospovidone sebesar 12% dengan kekerasan

3-5 kp. Mekanisme kapilaritas tidak dapat menjelaskan hal tersebut karena dengan

peningkatan kekerasan, struktur pori tablet akan berkurang sehingga

memperlambat ambilan air dari luar. Menurut Pahwa dan Gupta (2011), deformasi

mungkin menjadi aspek penting dalam mekanisme aksi crospovidone. Teori ini

mungkin dapat menjelaskan hal ini, karena dalam teori deformasi dinyatakan

bahwa bentuk dari partikel disintegran terdistorsi selama pengempaan dan partikel

91,68

38,45 25,2 23,08 21,78

257,05

45,12 20,77 18,73 17,83 0

50

100

150

200

250

300

FE0 FC0 F1 F2 F3

Wa

ktu

dis

inte

gra

si (d

eti

k)

Formulasi Tablet

Series1

Series2

1-3 Kp

3-5 Kp

Page 71: ANTIOKSIDAN

55

Universitas Indonesia

kembali ke bentuk sebelum pengempaan setelah pembasahan, kemudian

peningkatan ukuran dari partikel yang terdeformasi menyebabkan tablet pecah.

Dengan peningkatan kekerasan selama pengempaan, maka saat pembasahan

terjadi deformasi partikel dengan gaya yang lebih besar yang menyebabkan waktu

disintegrasi menjadi lebih cepat.

4. 3. 6 Uji waktu pembasahan dan Rasio Penyerapan Air (Water Absorption

Ratio)

Waktu pembasahan erat hubungannya dengan struktur dalam tablet dan

hidrofilisitas dari eksipien (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan

Chandira, 2009). Hasil uji waktu pembasahan ditunjukkan oleh Tabel 4.8. Dari

tabel dapat dilihat perbedaan waktu pembasahan pada tablet dengan kekerasan 1-3

kp dengan tablet dengan kekerasan 3-5 kp. Diketahui formula C0 memiliki waktu

pembasahan paling singkat yaitu 17,32 detik pada kekerasan 1-3 kp dan 25,53

detik pada kekerasan 3-5 kp yang terjadi karena mekanisme utama pembasahan

tablet hanya dari crospovidone. Crospovidone sebagai superdisintegran bekerja

dengan aksi kapilaritas sebagai mekanisme utama. Menurut Pharmaceutical Press

(2009), crospovidone secara cepat menunjukkan aktifitas kapiler dan kapasitas

hidrasi yang tinggi dengan kecenderungan pembentukan gel yang rendah. Pada

formula E0, waktu pembasahan lambat dengan mekanisme utama terjadinya reaksi

effervescent. Pada uji pembasahan, permukaan tablet yang berkontak dengan air

sangat sedikit sehingga membutuhkan waktu yang lama agar tablet bereaksi

dengan air. Selain itu, untuk membasahi seluruh permukaan atas tablet, harus

melalui reaksi effervescent pada bagian bawah tablet yang sama artinya dengan

disintegrasi tablet pada luas permukaan kontak yang kecil antara tablet dengan air.

Page 72: ANTIOKSIDAN

56

Universitas Indonesia

Tabel 4.8. Hasil evaluasi waktu pembasahan FE0-F3

Formulasi Waktu pembasahan (detik)

1-3 kp 3-5 kp

E0 122,13 ± 35,41 231,28 ± 77,62

C0 17,32 ± 1,30 25,53 ± 5,32

1 187,12 ± 39,43 166,73 ± 46,24

2 181,28 ± 25,13 120,37 ± 21,53

3 140,65 ± 11,94 128,12 ± 18,02

Pada formula 1-3, diperoleh waktu disintegrasi yang lebih lambat dari

formulasi kontrol. Pada uji waktu disintegrasi, gabungan dua mekanisme pada

ketiga formulasi tersebut menguntungkan dengan semakin cepatnya waktu

disintegrasi. Namun, pada uji waktu pembasahan, gabungan antara reaksi

effervescent dan proses kapilaritas dari crospovidone menghasilkan waktu

pembasahan yang lebih lambat. Hal tersebut mungkin terjadi karena pada kedua

mekanisme tersebut membutuhkan kontak dengan air, sedangkan jumlah air pada

uji waktu pembasahan terbatas. Sebelum terjadi proses kapilaritas, air yang masuk

secara spontan akan bereaksi dengan agen effervescent dalam tablet. Untuk

menunggu reaksi effervescent selesai memerlukan waktu yang lama. Sama seperti

pada data waktu disintegrasi, waktu pembasahan semakin cepat pada formulasi

dengan konsentrasi crospovidone yang semakin besar dan pada kekerasan 3-5 kp.

Teori deformasi juga dapat menjelaskan mengapa pada kekerasan yang lebih

tinggi diperoleh waktu pembasahan yang lebih cepat.

Selain mengukur waktu pembasahan tablet, juga dihitung rasio absorbi air

pada kelima formulasi tersebut. Rasio penyerapan air merupakan salah satu

kriteria yang penting untuk mengetahui kapasitas dari disintegran dalam

mengembang (swelling) dalam sejumlah kecil air (Nagendrakumar, Raju,

Shirshand, dan Para, 2010). Rasio penyerapan air dari formula kontrol

effervescent sebesar -12,24 pada tablet dengan kekerasan 1-3 kp dan 6,34 pada

tablet dengan kekerasan 3-5 kp. Rasio penyerapan air yang bernilai negatif terjadi

karena adanya reaksi effervescent antara asam dan basa dengan adanya air yang

Page 73: ANTIOKSIDAN

57

Universitas Indonesia

menghasilkan gas karbondioksida (CO2) sehingga menyebabkan terjadinya

penurunan bobot tablet. Sedangkan, rasio penyerapan air dari formula kontrol

superdisintegran sebesar 82,00 pada tablet dengan kekerasan 1-3 kp dan 76, 41

pada tablet dengan kekerasan 3-5 kp.

Rasio penyerapan air ketiga formula uji tablet cepat hancur ditunjukkan

oleh Tabel 4.9. Pada tabel terlihat bahwa semakin besar konsentrasi crospovidone

yang digunakan, rasio penyerapan airnya juga semakin besar yang menandakan

bahwa crospovidone berperan dalam mengabsorbsi air dalam tablet meskipun

swelling bukan mekanisme utamanya. Berdasarkan perbandingan rasio

penyerapan air pada dua kekerasan yang berbeda, diketahui bahwa rasio

penyerapan air lebih kecil pada tablet dengan kekerasan 3-5 kp dibanding 1-3 kp.

Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh tekanan dalam tablet yang semakin besar

sehingga menyebabkan semakin sulitnya air mengabsorbsi dalam tablet. Pada

tekanan 1-3 kp, tablet lebih berpori sehingga air lebih mudah mengabsorbsi ke

dalam tablet melalui celah pori maupun aksi kapilaritas dari crospovidone.

Tabel 4.9. Hasil evaluasi rasio penyerapan air (water absorption ratio) F1-F3

Formulasi Rasio penyerapan Air (%) ± SD

1-3 kp 3-5 kp

1 25,02 ± 5,96 17,72 ± 6,26

2 38,95 ± 0,73 36,83 ± 5, 17

3 54,13 ± 1,89 49,66 ± 1,18

4. 3. 7 Uji Keseragaman Kandungan

Pengujian keseragaman kandungan dilakukan dengan metode

spektrofotometri diawali dengan pembuatan spektrum serapan, dihasilkan λmaks

pada 272,4 nm. Dilanjutkan dengan pembuatan kurva kalibrasi. Dari hasil serapan

sampel yang diperoleh dihitung kadar sampel berdasarkan persamaan regresi

linier yang diperoleh dari pembuatan kurva kalibrasi. Pada Tabel 4.10 terlihat

bahwa formula 4 memiliki kadar antara 94,98% - 99,13% dengan hasil

perhitungan simpangan baku sebesar 0,01 dan formula 5 memiliki kadar antara

Page 74: ANTIOKSIDAN

58

Universitas Indonesia

91,56% - 99,04% dengan hasil perhitungan simpangan baku sebesar 0,02. Dari

data tersebut dapat disimpulkan bahwa formula 4 dan 5 seragam kandungannya.

Karena kedua formulasi tersebut memenuhi persyaratan uji keseragaman

kandungan pada Farmakope Indonesia edisi IV yang menyatakan bahwa tablet

dinyatakan seragam kandungannya jika tidak ada satupun tablet yang kurang dari

85% dan tidak satupun tablet yang lebih dari 115% dan simpangan baku yang

dihasilkan tidak lebih dari 6,0%. Selain itu, hasil uji keseragaman kandungan

kedua formula juga memenuhi uji penetapan kadar dari tablet Metoklopramid HCl

dengan syarat kadar antara 90,0% - 110,0% berdasarkan British Pharmacopoeia

2007.

Tabel 4.10. Hasil evaluasi keseragaman kandungan F4 dan F5

Sampel ke-

kadar (%)

F4 F5

1 95,77 95,01

2 99,13 97,85

3 96,27 97,98

4 97,79 99,04

5 96,11 95,20

6 94,99 96,95

7 96,56 99,02

8 94,92 96,77

9 96,59 91,56

10 94,98 95,45

rata-rata 96,311 96,483

SD 0,01 0,02

4. 3. 8 Uji Kesukaan

Uji kesukaan dilakukan terhadap 30 panelis secara acak untuk menilai

parameter penampilan dan rasa pada tablet formulasi 4 yang mengandung

aspartam sebanyak 6% dan formulasi 5 yang mengandung aspartam sebanyak

12%. Selain parameter penampilan dan rasa, dalam uji ini juga dinilai waktu

hancur tablet pada tiap panelis untuk memperkirakan waktu hancur tablet di

Page 75: ANTIOKSIDAN

59

Universitas Indonesia

dalam mulut. Data statistik yang diperoleh dari parameter penampilan dan rasa

kemudian diolah dengan metode Kai Kuadrat (Chi Square method) menggunakan

program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.0.

Untuk membantu dalam penarikan kesimpulan pada pengujian parameter

penampilan tablet, dibuat hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak ada hubungan antara formulasi tablet dengan penampilan tablet yang

dihasilkan.

H1 : Ada hubungan antara formulasi tablet dengan penampilan tablet yang

dihasilkan.

Dari hasil analisis menggunakan SPSS, diperoleh hasil tabulasi silang

antara variabel Formulasi Tablet dengan kategori-kategori variabel Penampilan

Tablet beserta persentase dari tiap frekuensi data yang diperoleh (Lampiran 26).

Hasil pengujian menampilkan keterkaitan antar kedua variabel ini melalui uji Chi-

Square, dimana diperoleh nilai χ2hitung sebesar 1,420 dengan nilai signifikansi

(Asymp. Sig. (2-sided)) sebesar 0,492. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh,

terlihat bahwa nilai χ2hitung (1,420) < χ

2tabel[(2-1)(5-1);0,05] (9,490) serta nilai

signifikansi (0,492) > α (0,05) sehingga H0 gagal ditolak. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara formulasi tablet dengan

penampilan tablet yang dihasilkan.

Selanjutnya, pada pengujian parameter rasa, dalam penarikan kesimpulan

dibuat hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak ada hubungan antara formulasi tablet dengan rasa tablet yang

dihasilkan.

H1 : Ada hubungan antara formulasi tablet dengan rasa tablet yang dihasilkan.

Hasil tabulasi silang antara variabel Formulasi Tablet dengan kategori-

kategori variabel Rasa Tablet beserta persentase dari tiap frekuensi data yang

diperoleh terdapat pada Lampiran 28. Hasil pengujian menampilkan keterkaitan

antar kedua variabel ini melalui uji Chi-Square, dimana diperoleh nilai χ2hitung

sebesar 1,726 dengan nilai signifikansi (Asymp. Sig. (2-sided)) sebesar 0,631.

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, terlihat bahwa nilai χ2hitung (1,726) <

χ2tabel[(2-1)(5-1);0,05] (9,490) serta nilai signifikansi (0,631) > α (0,05) sehingga

Page 76: ANTIOKSIDAN

60

Universitas Indonesia

H0 gagal ditolak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

formulasi tablet dengan rasa tablet yang dihasilkan, maka tidak dapat ditentukan

rasa dari formulasi mana yang lebih disukai oleh responden. Sebagian panelis

menyatakan formula 4 lebih baik dari segi rasa, namun sebagian lain menyatakan

formula 5 lebih baik. Menurut panelis, kedua formulasi tablet yang diujikan masih

pahit. Aspartam yang digunakan belum cukup untuk menutupi rasa pahit dari zat

aktif. Selain itu, agen effervescent yang digunakan juga memberikan sensasi yang

tidak disukai bagi sebagian panelis.

Waktu hancur rata-rata tablet cepat hancur yang diujikan pada 30 orang

panelis yaitu sebesar 101,47 ± 84,89 detik untuk F4 dan 103,56 ± 78,19 untuk F5

(Lampiran 30). Hasil yang diperoleh tersebut sangat bervariasi tiap individunya,

dapat dilihat dari nilai standar deviasi yang besar. Pada F4, waktu hancur yang

tercepat sebesar 20,5 detik dan yang terlama sebesar 317,00 detik. Sedangkan

pada F5, waktu hancur yang tercepat sebesar 15,00 detik dan yang terlama sebesar

307,76 detik. Berdasarkan hasil tersebut, tidak dapat diketahui hubungan yang

jelas mengenai formulasi mana yang lebih cepat waktu hancurnya maupun

rentang waktu hancur pada kedua formulasi uji.

Bila dilihat lebih jauh data pada tabulasi silang saat menguji signifikasi

antara formulasi tablet dengan rasa memperlihatkan hasil yang tidak diinginkan

karena seharusnya antara formulasi tablet dengan rasa terdapat hubungan atau

perbandingan yang bermakna untuk menentukan formulasi yang lebih baik dari

parameter rasa, padahal perbedaan konsentrasi aspartam yang digunakan cukup

bermakna yaitu 6% : 12% (1:2). Hal ini mungkin terjadi karena kesalahan pada

waktu sampling dan penggunaan panelis. Seharusnya menyampling atau

melakukan uji kesukaan dilakukan pada satu waktu dan panelis yang dipilih pun

seharusnya yang telah terlatih (Morten, Gail, dan Thomas, 2000). Selain itu,

menurut Goatcher & Church (2013), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

persepsi rasa seseorang baik yang merupakan faktor lingkungan maupun faktor

intraorganik yaitu sifat dan suhu dari medium perasa, penampilan objek, penyakit,

status nutrisi, genetik, dan mungkin juga pengalaman, jenis kelamin dan faktor

psikologis misalnya tingkat stress.

Page 77: ANTIOKSIDAN

61 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

1. Penggunaan crospovidone yang optimal diperoleh pada konsentrasi 12%

pada formula 3 dengan waktu disintegrasi selama 22 detik pada kekerasan

1-3 kp dan 18 detik pada kekerasan 3-5 kp.

2. Berdasarkan hasil analisis program SPSS menggunakan metode Chi Square,

tidak terdapat perbedaan rasa secara signifikan (p > 0,05) dari formulasi

yang dibuat dengan memvariasikan konsentrasi aspartam sebesar 6% dan

12%.

3. Formulasi tablet yang dibuat dengan kekerasan 3-5 kp lebih baik

dibandingkan dengan tablet dengan kekerasan 1-3 kp dari segi keregasan,

waktu disintegrasi in vitro, dan waktu pembasahan.

5. 2 Saran

Untuk mendapatkan tablet cepat hancur metoklopramid HCl dengan

metode effervescent yang memiliki rasa yang dapat diterima, perlu dilakukan

modifikasi misalnya dengan melakukan mikroenkapsulasi, pembentukan

kompleks atau penyalutan terhadap zat aktif untuk menutupi rasa pahit dari

metoklopramid HCl.

Page 78: ANTIOKSIDAN

62

Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Abu-Izza, Khawla A., Li, Vincent H., Look, Jee L., Parr, Graham D. &

Schineller, Matthew K. (2009). Fast Dissolving Tablet. Dalam :

Bhupendra G Prajapati and Nayan Ratnakar. A Review on Recent Patents

on Fast Dissolving Drug Delivery System. International Journal of

PharmTech Research, 1(3): 790-798.

Anief, M. (1998). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Anwar, E. (2012). Eksipien dalan Sediaan farmasi: Karakterisasi dan Aplikasi.

Jakarta: Dian Rakyat.

Banker, G. S. & Rhodes, C.T. (1989). Modern Pharmaceutics (2nd

ed). New York:

Marcel Dekker, Inc.

Bhowmik, D., Chiranjib B., Krishnakanth, Pankaj & Chandira, R. M. (2009). Fast

Dissolving Tablet : An Overview. J. Chem. and Pharm. Research, 1(1): 163-

177.

British Pharmacopoeia Commission. (2006). British Pharmacopeia 2007.

London: Crown.

British Pharmacopoeia Commission. (2008). British Pharmacopeia 2009.

London: Crown.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia edisi

III. Jakarta, 6-7,755.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi

IV. Jakarta, 4, 555-556, 1065.

Fu, Y., Yang, S., Jeong, S. H., Kimura, S. & Park, K. (2004). Orally Fast

Disintegrating Tablets: Developments, Technologies, Taste-Masking and

Clinical Studies. Critical Reviews in Therapeutic Drug Carrier Systems,

21(6): 433–475.

62

Page 79: ANTIOKSIDAN

63

Universitas Indonesia

Henzi, I., Walder, B. & Tramer, M. R. (1999). Metoclopramide in the Prevention

of Postoperative Nausea and Vomiting: A Quantitative Systematic Review

of Randomized, Placebo-Controlled Studies. British Journal of

Anaesthesia, 83(5):761-771.

Jesmeen, T. & Uddin, R. (2011). Orodispersible Tablets: A Short Review.

Stamford Journal of Pharmaceutical Sciences, 4(1): 96-99.

Kiran, Dhakane, Rajebahadur, M., Gorde, P. & Salve, P. (2011). Fast Dissolving

Tablet: A Future Prospective. Journal of Pharmacy Research,4(11): 4176-

4180.

Kumar, S., Gupta, S. K. & Sharma, P. K. (2012). A Review on Recent Trends in

Oral Drug Delivery-Fast Dissolving Formulation Technology. Advances in

Biological Research, 6 1): 06-13.

Lachman, L., Lieberman, H. A. & Kanig, J. L. (1986). The Theory and Practice of

Industrial Pharmacy (2nd ed). Philadelphia: Lea dan Febiger, 648-662.

Lailla, J. K. & Sharma, A.H. (1993). Freeze-drying and Its Applications. Indian

Drugs, 31: 503-513.

Mohamed, M., Talari, M. K., Tripathy, M. & Majeed, A. B. A. (2012).

Pharmaceutical Applications of Crospovidone: A Review. International

Journal of Drug Formulation and Research 3(1): 13-28.

Morten C. M., Gail V.C. & Thomas Carr. (2000). Sensory Evaluation Technique.

Florida: CRC Press, 25-27.

Negendrakumar, D., Raju S. A., Shirshand S. B. & Para M. S. (2010). Design of

Fast Dissolving Granisetron HCl Tablets using Novel Co –Processed

Suprdisintegrants. International Journal of Pharmaceutical Sciences

Review and Research, 1(1): 58-62.

Pahwa, R. & Gupta, N. (2011). Superdisintegrants in the Development of Orally

Disintegrating Tablets: A Review. International Journal of

Pharmaceutical Sciences Research, 2(11): 2767-2780.

Page 80: ANTIOKSIDAN

64

Universitas Indonesia

Patil, J., Kadam, C., Vishwajith, V. & Gopal, V. (2011). Formulation, Design and

Evaluation of Orally Disintegrating Tablets of Loratadine Using Direct

Compression Process. International Journal of Pharma and Bio Sciences,

2(2): 389-400.

Pharmaceutical Press. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th

Edition. London: Pharmaceutical Press.

Pharmaceutical Press. (2005). Clarke's Analysis of Drugs and Poisons. London:

Pharmaceutical Press.

Renon, J. P. & Corveleyn,S.(2000). Freeze-dried Rapidly Disintegrating Tablets.

US Patent No.6,010,719.

Shailendra, K. S., Dina N.M., Rishab Jassal, dan Pankaj Soni.(2009). Fast

Disintegrating Combination Tablets of Omeprazole And Domperidone.

Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research,2.

Sharma, V., Arora, V., & Ray, C. (2010). Use of Natural Superdisintegrant in

Mouth Dissolving Tablet- an Emerging Trend. International Bulletin of

Drug Research. , 1(2): 46-54.

Shiddiqui, Md. N., Garg, G. & Sharma, P.K. (2010). Fast Dissolving Tablets:

Preparation, Characterization and Evaluation: An Overview. International

Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 15(4): 87-96.

Shihora, H. & Panda, S. (2011). Superdisintegrants, Utility in Dosage Forms: A

Quick Review. Journal of Pharmaceutical Science and Bioscinetific

Research, 1(3), 148-153.

Sirshand, S.B., Ramani, R. G. & Swamy, P. V. (2010). Novel Co-Processed

Superdisintegrants in the Design of Fast Dissolving Tablets. International

Journal of Pharma and Bio Sciences, 1(1): 1-12.

Stahl, H. (2003). Effervescent Dosage Manufacturing. Pharmaceutical

Technology Europe,15(4): 25-28.

Swamy, P. V., Divate, S. P., Sirshand, S.B. & Rajendra, P. (2009). Preparation

and Evaluation of Orodispersible Tablets of Pheniramine Maleate by

Effervescent Method. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 71(2):

151-154.

Page 81: ANTIOKSIDAN

65

Universitas Indonesia

Syukri, Y. & Mulyanti, E. (2007). Pengembangan Formulasi Tablet Prednison

secara Kempa Langsung dengan Teknik Disperi Padat. Jurnal Farmasi

Indonesia, 3(3): 149 – 154.

Takeuchi, Y., Matsukawa, T., Sugiyama, Y., Iwase, S. & Mano, T. (1996). Effect

of metoclopramide on muscle sympathetic nerve activity in humans.

Journal of the Autonomic Nervous System, 58:115-120.

The United States of Pharmacopeia Convention. (2006). United States

Pharmacopeia 30. USA.

The United States of Pharmacopeia Convention. (2008). United States

Pharmacopeia 32. USA.

Wagh, M. A., Dilip, K. P., Salunkhe, K. S., Chavani, N. V. & Daga, V. R. (2010).

Techniques used in orally disintegrating drug delivery system.

International Journal of Drug Delivery, 2:98-107.

Page 82: ANTIOKSIDAN

LAMPIRAN

Page 83: ANTIOKSIDAN

65

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran No.

Lampiran Gambar ............................................................................. 1 - 5

Lampiran Tabel ............................................................................. 6 - 18

Lampiran Sertifikat ............................................................................. 19 - 25

Page 84: ANTIOKSIDAN

66

Lampiran 1. Gambar proses pembasahan FE0 (kontrol effervescent)

Page 85: ANTIOKSIDAN

67

Lampiran 2. Gambar proses pembasahan FC0 (kontrol superdisintegran)

Page 86: ANTIOKSIDAN

68

Lampiran 3. Gambar proses waktu pembasahan tablet cepat hancur formula 1, 2,

dan 3

Page 87: ANTIOKSIDAN

69

Lampiran 4. Kurva serapan standar metoklopramid HCl 10 ppm dalam dapar

fosfat pH 6,8

Lampiran 5. Kurva kalibrasi standar metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH

6,8 pada panjang gelombang 272, 4 nm

y = 0,0391x + 0,0039 R² = 0,9999

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

0 5 10 15 20 25

Ser

ap

an

(A

)

Konsentrasi (ppm)

Page 88: ANTIOKSIDAN

70

Lampiran 6. Kurva serapan sampel tablet F4 yang mengandung metoklopramid

HCl dalam dapar fosfat pH 6,8

Lampiran 7. Kurva serapan sampel tablet F5 yang mengandung metoklopramid

HCl dalam dapar fosfat pH 6,8

Page 89: ANTIOKSIDAN

71

Lampiran 8. Tabel hasil uji laju alir massa tablet cepat hancur FE0 - F5

Percobaan Formula

E0 C0 1 2 3 4 5

1 10,22 4,27 4,89 4,85 3,83 5,26 0,36

2 9,20 3,72 5,11 4,32 5,24 4,07 0,91

3 6,62 3,29 3,96 4,27 3,07 5,80 0,67

rata-rata

(g/detik) 8,68 3,76 4,65 4,48 4,05 5,04 0,65

SD 1,86 0,49 0,61 0,32 1,10 0,89 0,27

Lampiran 9. Tabel hasil uji sudut istirahat massa tablet cepat hancur FE0 - F5

Percobaan Formula

E0 C0 1 2 3 4 5

1 16,86 28,07 24,78 25,12 25,39 31,61 25,02

2 15,12 29,36 19,98 25,77 25,71 32,08 25,35

3 18,44 26,19 19,98 25,02 25,02 31,22 25,20

rata-rata (°) 16,81 27,87 21,58 25,30 25,37 31,64 25,19

SD 1,66 1,59 2,77 0,41 0,35 0,43 0,17

Lampiran 10. Tabel hasil uji indeks kompresibilitas massa tablet cepat hancur

FE0-F5

Percobaan Formula

E0 C0 1 2 3 4 5

1 27,66 31,58 29,52 30,23 30,77 30,77 34,78

2 27,50 31,58 31,11 28,57 31,00 30,91 34,78

3 28,22 32,63 29,41 30,23 30,00 30,77 34,78

rata-rata (%) 27,79 31,93 30,02 29,68 30,59 30,82 34,78

SD 0,38 0,61 0,95 0,96 0,52 0,08 0,00

Page 90: ANTIOKSIDAN

72

Lampiran 11. Tabel hasil uji rasio Hausner massa tablet cepat hancur FE0-F5

Percobaan Formula

E0 C0 1 2 3 4 5

1 1,38 1,46 1,42 1,43 1,44 1,44 1,53

2 1,38 1,46 1,45 1,40 1,45 1,45 1,53

3 1,39 1,48 1,42 1,43 1,43 1,44 1,53

rata-rata 1,38 1,47 1,43 1,42 1,44 1,45 1,53

SD 0,01 0,01 0,02 0,02 0,01 0,00 0,00

Page 91: ANTIOKSIDAN

75

73

Lampiran 12. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur FE0-F5 pada kekerasan 1-3 kp

Tablet

ke-

F0 F00 F1 F2 F3

d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal

1 0,61 0,32 1,89 0,61 0,34 1,79 0,61 0,36 1,69 0,62 0,36 1,71 0,61 0,36 1,69

2 0,61 0,31 1,97 0,61 0,335 1,82 0,61 0,36 1,72 0,61 0,34 1,82 0,61 0,36 1,69

3 0,61 0,31 1,97 0,61 0,33 1,83 0,61 0,34 1,82 0,61 0,36 1,69 0,61 0,35 1,74

4 0,61 0,31 1,97 0,61 0,335 1,81 0,61 0,33 1,86 0,61 0,36 1,69 0,62 0,35 1,76

5 0,61 0,32 1,92 0,61 0,345 1,77 0,61 0,32 1,91 0,61 0,33 1,85 0,62 0,36 1,71

6 0,61 0,32 1,92 0,61 0,34 1,79 0,61 0,32 1,92 0,61 0,34 1,82 0,62 0,35 1,78

7 0,61 0,31 2,00 0,61 0,34 1,78 0,61 0,32 1,91 0,61 0,34 1,82 0,61 0,36 1,69

8 0,61 0,32 1,92 0,62 0,34 1,81 0,61 0,33 1,85 0,62 0,35 1,76 0,62 0,36 1,73

9 0,61 0,32 1,89 0,61 0,34 1,82 0,61 0,33 1,86 0,62 0,34 1,84 0,62 0,36 1,73

10 0,61 0,32 1,89 0,61 0,34 1,78 0,61 0,35 1,75 0,62 0,38 1,63 0,61 0,35 1,77

11 0,61 0,32 1,92 0,61 0,34 1,82 0,61 0,32 1,91 0,62 0,37 1,68 0,62 0,36 1,73

12 0,61 0,31 1,95 0,61 0,34 1,78 0,61 0,34 1,82 0,62 0,36 1,75 0,60 0,36 1,69

13 0,61 0,315 1,94 0,62 0,34 1,84 0,61 0,33 1,88 0,62 0,36 1,73 0,62 0,36 1,71

14 0,61 0,31 1,95 0,61 0,34 1,81 0,62 0,36 1,73 0,62 0,36 1,75 0,62 0,35 1,76

15 0,61 0,32 1,92 0,62 0,35 1,76 0,61 0,33 1,88 0,62 0,38 1,63 0,62 0,36 1,73

16 0,61 0,31 1,98 0,61 0,33 1,86 0,61 0,32 1,91 0,62 0,38 1,63 0,61 0,36 1,72

17 0,61 0,31 1,95 0,61 0,36 1,69 0,61 0,36 1,69 0,62 0,36 1,72 0,62 0,36 1,73

18 0,61 0,31 1,97 0,61 0,37 1,65 0,61 0,33 1,85 0,62 0,34 1,82 0,62 0,37 1,68

19 0,61 0,31 1,97 0,61 0,36 1,72 0,61 0,32 1,91 0,62 0,36 1,72 0,62 0,36 1,71

20 0,61 0,31 1,95 0,61 0,36 1,69 0,62 0,35 1,76 0,62 0,37 1,68 0,62 0,36 1,75

rata-rata 0,607 0,313 1,942 0,609 0,342 1,781 0,610 0,334 1,831 0,616 0,355 1,738 0,613 0,356 1,725

SD 0,002 0,004 0,032 0,003 0,011 0,055 0,003 0,015 0,078 0,004 0,016 0,071 0,004 0,006 0,029

Page 92: ANTIOKSIDAN

74

Lampiran 13. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur FE0-F5 pada kekerasan 3-5 kp

Tablet

ke-

F0 F00 F1 F2 F3

d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal

1 0,61 0,31 1,98 0,61 0,32 1,91 0,61 0,32 1,94 0,61 0,37 1,65 0,62 0,32 1,95

2 0,61 0,30 2,02 0,61 0,32 1,89 0,61 0,30 2,03 0,61 0,32 1,91 0,61 0,31 1,97

3 0,61 0,31 2,00 0,61 0,32 1,89 0,61 0,32 1,92 0,61 0,35 1,77 0,61 0,33 1,85

4 0,61 0,30 2,03 0,61 0,32 1,91 0,61 0,34 1,79 0,61 0,36 1,70 0,62 0,32 1,95

5 0,62 0,30 2,05 0,61 0,32 1,89 0,61 0,33 1,85 0,61 0,35 1,74 0,62 0,32 1,95

6 0,61 0,31 2,00 0,61 0,35 1,75 0,61 0,32 1,94 0,61 0,34 1,82 0,62 0,33 1,89

7 0,61 0,31 2,00 0,61 0,32 1,91 0,62 0,34 1,84 0,61 0,36 1,69 0,61 0,31 1,95

8 0,60 0,31 1,97 0,61 0,32 1,92 0,61 0,32 1,91 0,61 0,32 1,91 0,61 0,31 2,00

9 0,61 0,31 1,98 0,61 0,35 1,75 0,61 0,35 1,77 0,62 0,33 1,86 0,61 0,32 1,89

10 0,61 0,30 2,02 0,61 0,33 1,86 0,62 0,34 1,81 0,61 0,32 1,89 0,62 0,33 1,91

11 0,60 0,31 1,97 0,61 0,32 1,89 0,62 0,35 1,78 0,61 0,33 1,85 0,62 0,33 1,86

12 0,61 0,31 1,97 0,61 0,33 1,86 0,61 0,32 1,94 0,62 0,33 1,86 0,62 0,35 1,80

13 0,61 0,31 1,97 0,61 0,33 1,86 0,61 0,34 1,82 0,62 0,34 1,81 0,62 0,34 1,82

14 0,61 0,31 1,95 0,61 0,35 1,75 0,61 0,33 1,88 0,61 0,35 1,74 0,62 0,34 1,85

15 0,61 0,31 1,98 0,61 0,33 1,86 0,61 0,32 1,94 0,61 0,34 1,82 0,62 0,34 1,81

16 0,60 0,31 1,97 0,61 0,33 1,85 0,61 0,34 1,82 0,61 0,36 1,69 0,62 0,35 1,80

17 0,60 0,30 2,00 0,61 0,33 1,88 0,61 0,34 1,82 0,61 0,33 1,88 0,62 0,34 1,85

18 0,61 0,30 2,02 0,61 0,32 1,91 0,62 0,34 1,81 0,61 0,33 1,85 0,62 0,33 1,88

19 0,61 0,31 1,97 0,61 0,33 1,88 0,61 0,32 1,94 0,61 0,34 1,82 0,62 0,33 1,88

20 0,61 0,30 2,02 0,61 0,33 1,85 0,62 0,32 1,95 0,61 0,36 1,68 0,63 0,34 1,87

rata-rata 0,606 0,304 1,993 0,607 0,326 1,863 0,611 0,327 1,874 0,610 0,340 1,798 0,616 0,327 1,887

SD 0,004 0,004 0,026 0,003 0,009 0,052 0,003 0,013 0,072 0,003 0,015 0,082 0,005 0,012 0,060

74

Page 93: ANTIOKSIDAN

75

75

Lampiran 14. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur F4 dan F5

Tablet

ke-

F4 F5

d (cm) Tebal

(cm) d/tebal d (cm)

Tebal

(cm) d/tebal

1 0,61 0,31 1,97 0,61 0,31 1,98

2 0,61 0,31 1,97 0,61 0,32 1,94

3 0,61 0,31 1,97 0,61 0,31 1,97

4 0,61 0,31 1,97 0,62 0,32 1,92

5 0,62 0,31 2,02 0,61 0,30 2,03

6 0,61 0,30 2,03 0,61 0,32 1,91

7 0,61 0,31 2,00 0,61 0,30 2,03

8 0,61 0,31 1,97 0,61 0,30 2,03

9 0,61 0,31 2,00 0,61 0,30 2,03

10 0,61 0,31 1,97 0,61 0,30 2,03

11 0,61 0,31 2,00 0,62 0,30 2,05

12 0,61 0,31 2,00 0,61 0,30 2,03

13 0,61 0,31 2,00 0,61 0,30 2,03

14 0,61 0,30 2,03 0,61 0,30 2,03

15 0,62 0,31 1,98 0,61 0,30 2,03

16 0,61 0,31 2,00 0,61 0,30 2,03

17 0,61 0,31 2,00 0,61 0,31 1,97

18 0,61 0,30 2,03 0,61 0,30 2,03

19 0,61 0,31 1,97 0,62 0,30 2,05

20 0,61 0,30 2,03 0,61 0,31 1,97

rata-

rata 0,611 0,306 1,995 0,611 0,305 2,006

SD 0,002 0,004 0,025 0,002 0,007 0,045

Page 94: ANTIOKSIDAN

76

Lampiran 15. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada

kekerasan 1-3 kp

Tablet ke- FE0 FC0 F1 F2 F3

1 1,63 1,01 1,12 1,12 1,01

2 1,73 1,32 1,42 1,32 1,52

3 1,93 1,42 2,14 1,42 1,93

4 2,03 1,73 2,24 2,03 2,24

5 2,54 2,34 2,24 2,14 2,34

6 2,95 2,85 2,85 2,85 2,75

rata-rata 2,14 1,78 2,00 1,81 1,97

SD 0,51 0,69 0,63 0,65 0,62

Lampiran 16. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE0-F5 pada

kekerasan 3-5 kp

Tablet ke- FE0 FC0 F1 F2 F3 F4 F5

1 3,05 3,05 3,66 3,16 3,05 3,56 3,05

2 3,16 3,81 3,66 3,56 3,36 4,07 3,16

3 3,36 4,28 3,66 3,77 3,46 4,07 3,46

4 3,66 4,48 3,87 4,07 3,87 4,38 3,66

5 4,38 4,79 3,97 4,28 4,38 4,58 3,87

6 4,58 4,89 4,58 4,89 4,48 4,89 4,79

rata-rata 3,70 4,22 3,90 3,96 3,77 4,26 3,67

SD 0,64 0,69 0,36 0,60 0,58 0,46 0,63

Page 95: ANTIOKSIDAN

77

Lampiran 17. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur FE0-F3

Formula

1,3 kp 3-5 kp

W0 Wt %

keregasan W0 Wt

%

keregasan

FE0 2,19 2,18 0,71 2,14 2,13 0,47%

FC0 2,04 1,85 9,09 2,22 2,17 2,25%

F1 2,07 2,03 2,29 2,08 2,06 0,81%

F2 2,07 2,02 2,26 2,14 2,13 0,79%

F3 2,05 2,00 2,21 2,00 2,00 0,40%

Lampiran 18. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur F4 dan F5

Formula W0 Wt % keregasan

F4 1,98 1,97 0,35

F5 1,91 1,90 0,31

Lampiran 19. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat hancur FE0-

F3 pada kekerasan 1-3 kp

Tablet

ke-

FE0

(detik)

FC0

(detik)

F1

(detik)

F2

(detik)

F3

(detik)

1 76,40 34,80 23,80 21,50 20,40

2 86,40 37,00 24,00 21,90 21,00

3 87,70 37,20 24,00 23,30 21,50

4 88,90 37,50 25,70 23,50 22,10

5 100,70 41,40 26,10 24,10 22,60

6 110,00 42,80 27,60 24,20 23,10

rata-rata 91,68 38,45 25,20 23,08 21,78

SD 11,85 3,02 1,53 1,13 1,01

Page 96: ANTIOKSIDAN

78

Lampiran 20. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat hancur FE0-

F3 pada kekerasan 3-5 kp

Tablet

ke-

FE0

(detik)

FC0

(detik)

F1

(detik)

F2

(detik)

F3

(detik)

1 76,40 34,80 23,80 21,50 20,40

2 86,40 37,00 24,00 21,90 21,00

3 87,70 37,20 24,00 23,30 21,50

4 88,90 37,50 25,70 23,50 22,10

5 100,70 41,40 26,10 24,10 22,60

6 110,00 42,80 27,60 24,20 23,10

rata-rata 91,68 38,45 25,20 23,08 21,78

SD 11,85 3,02 1,53 1,13 1,01

Lampiran 21. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0-F3 pada

kekerasan 1-3 kp

Tablet

ke-

FE0

(detik)

FC0

(detik)

F1

(detik)

F2

(detik)

F3

(detik)

1 172,60 17,00 176,90 153,00 154,70

2 79,50 16,40 176,80 217,40 131,80

3 134,00 17,90 192,80 168,50 132,10

4 111,20 18,30 233,20 188,90 126,70

5 146,10 15,40 121,90 159,60 152,40

6 89,40 18,90 221,10 200,30 146,20

rata-rata 122,13 17,32 187,12 181,28 140,65

SD 35,41 1,30 39,43 25,13 11,94

Page 97: ANTIOKSIDAN

79

Lampiran 22. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0-F3 pada

kekerasan 1-3 kp

Tablet

ke-

FE0

(detik)

FC0

(detik)

F1

(detik)

F2

(detik)

F3

(detik)

1 327,60 28,60 226,30 82,60 106,00

2 170,20 32,80 110,40 120,50 125,30

3 168,00 25,40 126,20 128,50 150,80

4 332,10 27,60 152,20 148,90 146,70

5 207,10 19,30 173,00 118,60 128,10

6 182,70 19,50 212,30 123,10 111,80

rata-rata 327,60 28,60 226,30 82,60 106,00

SD 170,20 32,80 110,40 120,50 125,30

Lampiran 23. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur FE0-F3

pada kekerasan 1-3 kp

Formula Data Tablet ke- Rata-

rata SD

1 2 3

E0 Wo 219 212 215 215,33 3,51

Wt 198 189 180 189,00 9,00

Rasio (%) -9,59 -10,85 -16,28 -12,24 3,56

C0 Wo 196 199 205 200 4,58

Wt 356 364 372 364 8,00

Rasio (%) 81,63 82,91 81,46 82,00 0,79

1 Wo 230 223 233 228,67 5,13

Wt 277 274 307 286,00 18,25

Rasio (%) 20,43 22,87 31,76 25,02 5,96

2 Wo 212 210 220 214,00 5,29

Wt 296 292 304 297,33 6,11

Rasio (%) 39,62 39,05 38,18 38,95 0,73%

3 Wo 196 207 199 200,67 5,69

Wt 302 323 303 309,33 11,85

Rasio (%) 54,08 56,04 52,26 54,13 1,89

Page 98: ANTIOKSIDAN

80

Lampiran 24. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur FE0-F3

pada kekerasan 3-5 kp.

Formula Data Tablet ke- Rata-

rata SD

1 2 3

E0 Wo 215 214 218 215,67 2,08

Wt 234 225 229 229,33 4,51

Rasio (%) 8,84 5,14 5,05 6,34 2,16

C0 Wo 213 213 219 215 3,46

Wt 369 377 392 379,34 11,68

Rasio (%) 73,24 77,00 79,00 76,41 2,92

1 Wo 203 212 206 207,00 4,58

Wt 249 254 228 243,67 13,80

Rasio (%) 22,66 19,81 10,68 17,72 6,26

2 Wo 209 215 215 213,00 3,46

Wt 298 285 291 291,33 6,51

Rasio (%) 42,58 32,56 35,35 36,83 5,17

3 Wo 202 201 197 200,00 2,65

Wt 305 299 294 299,33 5,51

Rasio (%) 50,99 48,76 49,24 49,66 1,18

Page 99: ANTIOKSIDAN

81

Lampiran 25. Lembar peniliaian uji kesukaan tablet cepat hancur

UJI TINGKAT KESUKAAN TABLET CEPAT HANCUR METOKLOPRAMID HCL Nama Panelis : Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan Tanggal : Petunjuk : 1. Anda akan menerima 2 (dua) sampel tablet cepat hancur.

2. Sebelum mencoba, netralkanlah mulut Anda dengan meminum air putih yang telah tersedia.

3. Masukkan tablet yang akan dicoba ke dalam mulut dan letakkan diatas lidah Anda. Tutup mulut Anda, tablet jangan dikunyah.

4. Beri nilai pada parameter penampilan, rasa, dan waktu hancur tablet tersebut pada kolom yang telah disediakan dengan memberikan tanda √ pada nilai yang dimaksud. Tablet dinyatakan hancur jika bentuk tablet sudah tidak utuh (tidak bulat lagi).

5. Dalam penelitian ini, sampel tablet tidak ditelan. FORMULA A

Kriteria Tingkat Kesukaan

0 1 2 3 4

Penampilan

Rasa

Waktu Hancur (detik)

FORMULA B

Kriteria Tingkat Kesukaan 0 1 2 3 4

Penampilan

Rasa

Waktu Hancur (detik)

Keterangan: 0 = sangat tidak suka; 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = sangat suka Komentar Penampilan :

Rasa :

Waktu hancur :

TTD Panelis

(....................................)

Page 100: ANTIOKSIDAN

82

Lampiran 26. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet dengan

variabel penampilan tablet cepat hancur

Formulasi Tablet * Penampilan tablet Crosstabulation

Penampilan tablet

Total kurang suka suka sangat suka

Formulasi Tablet F4 Count 1 25 4 30

Expected Count .5 24.5 5.0 30.0

% within Formulasi Tablet 3.3% 83.3% 13.3% 100.0%

% within Penampilan tablet 100.0% 51.0% 40.0% 50.0%

F5 Count 0 24 6 30

Expected Count .5 24.5 5.0 30.0

% within Formulasi Tablet .0% 80.0% 20.0% 100.0%

% within Penampilan tablet .0% 49.0% 60.0% 50.0%

Total Count 1 49 10 60

Expected Count 1.0 49.0 10.0 60.0

% within Formulasi Tablet 1.7% 81.7% 16.7% 100.0%

% within Penampilan tablet 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Lampiran 27. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi tablet dengan

variabel penampilan tablet melalui uji Kai Kuadrat (Chi Square Test).

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 1.420a 2 .492

Likelihood Ratio 1.809 2 .405

Linear-by-Linear Association .917 1 .338

N of Valid Cases 60

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count

is ,50.

Page 101: ANTIOKSIDAN

83

Lampiran 28. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet dengan

variabel rasa tablet cepat hancur

formulasi tablet * rasa tablet Crosstabulation

rasa tablet

Total

sangat tidak

suka tidak suka

kurang

suka suka

formulasi tablet F4 Count 5 6 15 4 30

Expected Count 4.5 7.5 13.0 5.0 30.0

% within formulasi tablet 16.7% 20.0% 50.0% 13.3% 100.0%

% within rasa tablet 55.6% 40.0% 57.7% 40.0% 50.0%

F5 Count 4 9 11 6 30

Expected Count 4.5 7.5 13.0 5.0 30.0

% within formulasi tablet 13.3% 30.0% 36.7% 20.0% 100.0%

% within rasa tablet 44.4% 60.0% 42.3% 60.0% 50.0%

Total Count 9 15 26 10 60

Expected Count 9.0 15.0 26.0 10.0 60.0

% within formulasi tablet 15.0% 25.0% 43.3% 16.7% 100.0%

% within rasa tablet 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Lampiran 29. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi tablet dengan

variabel rasa tablet melalui uji Kai Kuadrat (Chi Square Test).

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 1.726a 3 .631

Likelihood Ratio 1.736 3 .629

Linear-by-Linear Association .019 1 .891

N of Valid Cases 60

a. 2 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

4,50.

Page 102: ANTIOKSIDAN

84

Lampiran 30. Hasil pencatatan waktu hancur terhadap 30 panelis pada uji

kesukaan.

Panelis

ke-

Waktu hancur (detik)

F4 F5

1 20,5 55,5

2 146,69 90,96

3 59 64

4 87 135

5 295,68 307,76

6 52,5 22

7 77 102

8 104 94

9 21,26 41,25

10 43,07 97

11 38 15

12 75,28 44,68

13 104 150

14 37 48

15 43 102

16 54 65

17 40 126

18 317 122

19 315 354

20 42 55

21 58 73

22 73 93

23 50 45

24 60 48

25 221,08 199,79

26 103 38

27 165 171

28 79 130

29 187 178

30 76 40

rata-rata 101,47 103,56

SD 84,89 78,19

Page 103: ANTIOKSIDAN

85

Lampiran 31. Sertifikat analisis Metoklopramid HCl

Page 104: ANTIOKSIDAN

86

Lampiran 32. Sertifikat analisis crospovidone

Page 105: ANTIOKSIDAN

87

(Lanjutan)

Page 106: ANTIOKSIDAN

88

Lampiran 33. Sertifikat analisis Natrium bikarbonat

Page 107: ANTIOKSIDAN

89

Lampiran 34. Sertifikat analisis Asam Sitrat

Page 108: ANTIOKSIDAN

90

Lampiran 35. Sertifikat analisis Avicel PH 102

Page 109: ANTIOKSIDAN

91

(Lanjutan)