antioksidan
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMASI KONSENTRASI CROSPOVIDONE SEBAGAI
SUPERDISINTEGRAN DAN ASPARTAM SEBAGAI PEMANIS
PADA FORMULASI TABLET CEPAT HANCUR
METOKLOPRAMID HCL DENGAN METODE
EFFERVESCENT
SKRIPSI
ASVINASTUTI RIKASIH
0906531216
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
DEPOK
JULI 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMASI KONSENTRASI CROSPOVIDONE SEBAGAI
SUPERDISINTEGRAN DAN ASPARTAM SEBAGAI PEMANIS
PADA FORMULASI TABLET CEPAT HANCUR
METOKLOPRAMID HCL DENGAN METODE
EFFERVESCENT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi
ASVINASTUTI RIKASIH
0906531216
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
DEPOK
JULI 2013
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Asvinastuti Rikasih
NPM : 0906531216
Tanda Tangan :
Tanggal : 1 Juli 2013
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 28 Juni 2013
Asvinastuti Rikasih
v
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Asvinastuti Rikasih
NPM : 0906531216
Program Studi : Sarjana Farmasi
Judul Skripsi : Optimasi Konsentrasi Crospovidone sebagai
Superdisintegran dan Aspartam sebagai Pemanis pada
Formulasi Tablet Cepat Hancur Metoklopramid HCl
dengan Metode Effervescent
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Penguji III : Dr. Katrin, M.S., Apt. ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 1 Juli 2013
vi
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat–Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya menyampaikan terima kasih
kepada:
(1) Dr.Yahdiana Harahap, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI yang telah
memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi
ini;
(2) Dr. Iskandarsyah, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya, serta atas kesabarannya
dalam membimbing, memberikan petunjuk dan memberikan banyak sekali
masukan selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini;
(3) Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS. selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan perhatian dan bimbingan selama pendidikan di Fakultas Farmasi
UI;
(4) Dr. Dra. Berna Elya, M.Si selaku pembimbing akademis atas berbagai
masukan dan saran selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas
Farmasi UI;
(5) Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas segala ilmu
pengetahuan dan didikannya selama ini;
(6) Keluargaku, khususnya Bapak dan Mama atas kasih sayang, perhatian,
kesabaran, dorongan semangat, doa, dan dukungan baik moral maupun
finansial yang selama ini diberikan. Juga Nia dan Oskar atas dukungan yang
diberikan;
vii
(7) Seluruh laboran dan Karyawan Fakultas Farmasi UI atas seluruh bantuannya
selama penelitian, khususnya Pak Eri dan Mas Slamet yang telah membantu
penulis selama melakukan penelitian di Laboratorium Formulasi Tablet
Fakultas Farmasi UI;
(8) Teman-teman Paraben (Fanny, Nia, dan Ncess) dan teman-teman penelitian
KBI Teknologi Formulasi dan juga Farmasetika atas semua pertolongan,
persahabatan, dan kenangan bersama kalian selama ini, serta teman-teman
Farmasi angkatan 2009 yang telah berjuang bersama selama 4 tahun dalam
menempuh pendidikan di Farmasi.
(9) Kak Dika atas arahan, saran, dan diktat yang telah diberikan serta berbagi
pengalaman dan cerita selama kuliah. Juga temanku Cyntia W. yang selama
masa kuliah rela mengurus jadwal kuliah dan lain-lain.
(10) Kepada 30 orang panelis yang telah rela merasakan tablet hasil penelitian.
(11) Perusahaan Farmasi, khususnya P.T. Kimia Farma dan P.T. Indofarma atas
hibah bahan-bahan kimia yang sangat dibutuhkan dalam penelitian;
(12) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
Saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi tercapainya hasil yang
lebih baik lagi. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya teknologi farmasi di Indonesia.
Penulis
2013
vii
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIT UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Asvinastuti Rikasih
NPM : 0906531216
Program Studi : S1 Farmasi
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Optimasi Konsentrasi Crospovidone sebagai Superdisintegran dan Aspartam
sebagai Pemanis pada Formulasi Tablet Cepat Hancur Metoklopramid HCl
dengan Metode Effervescent
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 1 Juli 2013
Yang menyatakan
(Asvinastuti Rikasih)
ix
ABSTRAK
Nama : Asvinastuti Rikasih
Program Studi : Farmasi
Judul : Optimasi Konsentrasi Crospovidone sebagai Superdisintegran
dan Aspartam sebagai Pemanis pada Formulasi Tablet Cepat
Hancur Metoklopramid HCl dengan Metode Effervescent
Tablet cepat hancur merupakan tablet yang dapat hancur di dalam mulut dengan
bantuan saliva tanpa memerlukan air karena penggunaan eksipien penghancur
yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi konsentrasi
superdisintegran dan pemanis yang digunakan untuk menghasilkan tablet cepat
hancur yang memiliki waktu disintegrasi cepat dan rasa yang dapat diterima. Pada
penelitian ini, dibuat formulasi tablet cepat hancur yang mengandung 4%, 8% dan
12% crospovidone yang kemudian diuji waktu disintegrasinya. Optimasi
konsentrasi aspartam dievaluasi menggunakan uji kesukaan dan dianalisis dengan
program SPSS. Tablet dibuat menggunakan aspartam dengan konsentrasi sebesar
6% dan 12%. Dari hasil uji waktu disintegrasi, diperoleh waktu hancur paling
singkat selama 17,83±1,87 detik pada tablet yang mengandung crospovidone
sebesar 12%. Analisis program SPSS dari data hasil uji kesukaan menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara formulasi tablet yang mengandung
konsentrasi aspartam sebesar 6% dan 12%.
Kata kunci : aspartam, crospovidone, superdisintegran, tablet cepat
hancur, uji kesukaan, uji waktu disintegrasi
xvi + 91 halaman : 11 gambar; 16 tabel; 35 lampiran
Daftar acuan : 36 (1986-2012)
Universitas Indonesia
x
ABSTRACT
Name : Asvinastuti Rikasih
Program Study : Pharmacy
Judul : Optimization of Crospovidone concentration as
Superdisintegrant and Aspartame as Sweetener on Fast
Dissolving Metoclopramide HCl Tablet Formulation by
Effervescent Method
Fast dissolving tablet is a tablet that can be dissolved in the mouth with the help of
saliva without additional water because of the use of compatible disintegrant
excipient. The aim of this study is to optimize superdisintegran and sweetener
concentration to get fast dissolving tablet that have rapid disintegration time and
acceptable taste. In this study, formulation of fast dissolving tablet that contain
4%, 8% and 12% of crospovidone were made, then disintegration time was tested.
Optimization of the concentration of aspartam was evaluated by hedonic test and
analyzed by SPSS program. Tablet was made using aspartame in concentration of
6% and 12%. From disintegration time test result, shortest disintegration time
obtained during 17,83±1,87 second from tablet that contain 12% of crospovidone.
SPSS program analysis of hedonic test data showed that no significant differences
of taste among tablet formulations containing aspartame concentrations of 6% and
12%.
Keywords : aspartame, crospovidone, disintegration time test, fast
dissolving tablet, hedonic test, superdisintegrant
xvi + 91 pages : 11 pictures; 16 tables; 35 appendices
Bibliography : 36 (1986-2012)
Universitas Indonesia
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................... iv LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... viii ABSTRAK ......................................................................................................... ix ABSTRACT ........................................................................................................ x DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1. 1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1. 2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
2. 1 Tablet ...................................................................................................... 4 2. 2 Tablet Cepat Hancur ............................................................................... 7
2. 2. 1 Pendahuluan ........................................ ....................................... 7 2. 2. 2 Sifat dan Karakteristik Umum .................................................... 10 2. 2. 3 Pemilihan Obat .......................................................................... 11 2. 2. 4 Teknologi Formulasi Tablet Cepat Hancur ............................... 11
2. 3 Effervescent ............................................................................................ 15 2. 4 Superdisintegran ...................................................................................... 18
2. 4. 1 Kriteria Pemilihan Superdisintegran .......................................... 18 2. 4. 2 Metode Penggabungan Superdisintegran ............................. 20 2. 4. 3 Mekanisme Aksi Superdisintegran ............................................ 20
2. 5 Crospovidone ................................................................................. 26 2. 6 Aspartam ........................................................................................ 28 2. 7 Metoklopramid Hidroklorida ................................................................ 29
BAB 3. METODE PENELITIAN...................................................................... 31
3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 31 3. 2 Bahan .............................. ........................................................................ 31 3. 3 Alat ......................................................................................................... 31 3. 4 Cara Kerja ........................................................ ....................................... 31
3. 4. 1 Pembuatan Tablet cepat hancur dengan Metode Effervescent ........................................................................ 31
3. 4. 2 Evaluasi Massa Tablet ............................................................... 34 3. 4. 3 Evaluasi Tablet Metoklopramid Hidroklorida .......................... 37
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 43
4. 1 Pembuatan Tablet Cepat Hancur ........................................................... 43
Universitas Indonesia
xii
4. 2 Evaluasi Massa Tablet Cepat Hancur ..................................................... 44 4. 2. 1 Laju Alir dan Sudut Istirahat (angle of repose) ..................... 44 4. 2. 2 Indeks Kompresibilitas dan Rasio Hausner .......................... 46
4. 3 Evaluasi Tablet Metoklopramid Hidroklorida ................................. 47 4. 3. 1 Penampilan Tablet .............................................................. 47 4. 3. 2 Keseragaman Ukuran .......................................................... 49 4. 3. 3 Uji Kekerasan ..................................................................... 50 4. 3. 4 Uji Keregasan ..................................................................... 51 4. 3. 5 Uji Waktu Disintegrasi in vitro ............................................ 53 4. 3. 6 Uji Waktu Pembasahan dan Rasio Penyerapan Air
(Water Absorption Ratio) ..................................................... 55 4. 3. 7 Keseragaman Kandungan .................................................... 57 4. 3. 8 Uji Kesukaan ...................................................................... 58
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 61
5. 1 Kesimpulan .................................................................................... 61 5. 2 Saran .............................................................................................. 61
DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 62
Universitas Indonesia
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses mengembang (swelling) ................................................ 21
Gambar 2.2 Proses porositas dan kapilaritas (Wicking) ............................... 22
Gambar 2.3 Proses gaya repulsif partikel .................................................... 23
Gambar 2.4 Proses deformasi .................................................................... 24
Gambar 2.5 Struktur kimia crospovidone .................................................... 26
Gambar 2.6 Struktur kimia aspartam ........................................................... 28
Gambar 2.7 Struktur kimia metoklopramid HCl .......................................... 29
Gambar 4.1 Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan
kekerasan 1-3 kp....................................................................... 48
Gambar 4.2 Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan
kekerasan 3-5 kp....................................................................... 48
Gambar 4.3 Penampilan fisik tablet cepat hancur F4 dan F5 ........................ 48
Gambar 4.4 Grafik hasil evaluasi waktu disintegrasi formula E0-3 pada
kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp ..................................................... 54
Universitas Indonesia
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Beberapa contoh enzim sebagai disintegran ................................ 24
Tabel 2.2 Jenis superdisintegran ................................................................. 25
Tabel 3.1 Formulasi optimasi konsentrasi crospovidone pada tablet
cepat hancur metoklopramid HCl dengan metode effervescent .... 33
Tabel 3.2 Formulasi optimasi konsentrasi aspartam pada tablet cepat
hancur metoklopramid HCl dengan metode effervescent .............. 34
Tabel 3.3 Sudut istirahat dan keterangannya ............................................... 35
Tabel 3.4 Kategori indeks kompresibilitas dan rasio Hausner ...................... 36
Tabel 4.1 Hasil evaluasi laju alir dan sudut istirahat FE0-F5 ........................ 45
Tabel 4.2 Hasil evaluasi kompresibilitas dan rasio Hausner FE0-F5 ............ 46
Tabel 4.3 Hasil evaluasi keseragaman ukuran FE0-F3 pada kekerasan 1-
3 kp dan 3-5 kp ........................................................................... 49
Tabel 4.4 Hasil evaluasi keseragaman ukuran F4 dan F5 ............................ 50
Tabel 4.5 Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3 ................... 50
Tabel 4.6 Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur F4 dan F5 .............. 51
Tabel 4.7 Hasil evaluasi keregasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada
kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp ..................................................... 51
Tabel 4.8 Hasil evaluasi waktu pembasahan FE0-F3 ................................... 56
Tabel 4.9 Hasil evaluasi rasio penyerapan air (water absorption ratio)
FE0-F3 ........................................................................................ 57
Tabel 4.10 Hasil evaluasi keseragaman kandungan F4 dan F5 ....................... 58
Universitas Indonesia
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar proses pembasahan FE0 (kontrol effervescent) ........... 65
Lampiran 2. Gambar proses pembasahan FC0 (kontrol
superdisintegran) .................................................................... 66
Lampiran 3. Gambar proses waktu pembasahan tablet cepat hancur
formula 1, 2, dan 3 ................................................................. 67
Lampiran 4. Kurva serapan standar metoklopramid HCl 10 ppm dalam
dapar fosfat pH 6,8 ................................................................. 68
Lampiran 5. Kurva kalibrasi standar metoklopramid HCl dalam dapar
fosfat pH 6,8 pada panjang gelombang 272, 4 nm .................. 68
Lampiran 6. Kurva serapan sampel tablet F4 yang mengandung
metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH 6,8 ....................... 69
Lampiran 7. Kurva serapan sampel tablet F5 yang mengandung
metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH 6,8 ....................... 69
Lampiran 8. Tabel hasil uji laju alir massa tablet cepat hancur FE0 - F5 .... 70
Lampiran 9. Tabel hasil uji sudut istirahat massa tablet cepat hancur
FE0 - F5.................................................................................. 70
Lampiran 10. Tabel hasil uji indeks kompresibilitas massa tablet cepat
hancur FE0-F5 ....................................................................... 70
Lampiran 11. Tabel hasil uji rasio Hausner massa tablet cepat hancur
FE0-F5 ................................................................................... 71
Lampiran 12. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur
FE0-F5 pada kekerasan 1-3 kp ................................................ 72
Lampiran 13. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur
FE0-F5 pada kekerasan 1-3 kp ................................................ 73
Lampiran 14. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur F4
dan F5 ................................................................................... 74
Lampiran 15. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada
kekerasan 1-3 kp .................................................................... 75
Lampiran 16. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada
kekerasan 3-5 kp .................................................................... 75
Lampiran 17. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur FE0-F3 .............. 76
Lampiran 18. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur F4 dan F5 .......... 76
Lampiran 19. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat
hancur FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp..................................... 76
Lampiran 20. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat
hancur FE0-F3 pada kekerasan 3-5 kp..................................... 77
Lampiran 21. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0-
F3 pada kekerasan 1-3 kp ....................................................... 77
Lampiran 22. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0-
F3 pada kekerasan 3-5 kp ....................................................... 78
Lampiran 23. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur
FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp ............................................... 78
Universitas Indonesia
xvi
Lampiran 24. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur
FE0-F3 pada kekerasan 3-5 kp ............................................... 79
Lampiran 25. Lembar peniliaian uji kesukaan tablet cepat hancur ................ 80
Lampiran 26. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet
dengan variabel penampilan tablet cepat hancur ..................... 81
Lampiran 27. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi
tablet dengan variabel penampilan tablet melalui uji Kai
Kuadrat (Chi Square Test) ..................................................... 81
Lampiran 28. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet
dengan variabel rasa tablet cepat hancur ................................. 82
Lampiran 29. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi
tablet dengan variabel rasa tablet melalui uji Kai Kuadrat
(Chi Square Test) .................................................................. 82
Lampiran 30. Hasil pencatatan waktu hancur terhadap 30 panelis pada
uji kesukaan. .......................................................................... 83
Lampiran 31. Sertifikat analisis Metoklopramid HCl ................................... 84
Lampiran 32. Sertifikat analisis crospovidone .............................................. 85
Lampiran 33. Sertifikat analisis Natrium Bikarbonat .................................... 87
Lampiran 34. Sertifikat analisis Asam Sitrat................................................. 88
Lampiran 35. Sertifikat analisis Avicel PH 102 ........................................... 90
Universitas Indonesia
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rute oral merupakan rute yang paling disukai untuk administrasi obat,
karena memberikan kepatuhan pasien yang tinggi (Kumar, Gupta, dan Sharma,
2012). Tablet dan kapsul gelatin keras menempati bagian besar dari sistem
penghantaran obat yang saat ini tersedia. Namun, banyak golongan pasien, seperti
lanjut usia, anak-anak, pasien yang mengalami gangguan mental, yang mengalami
mual dan muntah atau yang menjalani diet (mengurangi pemasukan cairan)
mengalami kesulitan dalam menelan sediaan tersebut. Selain itu, pasien yang
bepergian atau mengalami kesulitan dalam memperoleh air juga mengalami
kesulitan yang sama (Jesmeen dan Uddin, 2011). Studi lain menunjukkan bahwa
sekitar 50% dari populasi mengalami masalah ini (Fu, Yang, Jeong, Kimura, dan
Park, 2004). Studi ini menunjukkan kebutuhan yang mendesak terhadap sediaan
baru yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien.
Sediaan padat yang dapat segera melarut dan hancur di mulut untuk
memudahkan menelan sangat diinginkan untuk pasien anak-anak dan lanjut usia,
begitu juga dengan pasien lain yang lebih memilih kenyamanan dalam
penggunaan sediaan obat. Untuk memenuhi kebutuhan medis tersebut, ahli
teknologi farmasi telah mengembangkan bentuk sediaan oral baru yang dikenal
dengan tablet cepat hancur (Jesmeen dan Uddin, 2011). Selama dekade terakhir,
permintaan untuk pengembangan tablet cepat hancur meningkat karena memiliki
dampak yang signifikan terhadap kepatuhan pasien. Hal ini menyebabkan
permintaan tablet cepat hancur semakin tinggi di pasaran (Bhowmik, Chiranjib,
Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). Banyak penelitian dilakukan
menggunakan berbagai zat aktif, dilakukan pula optimasi menggunakan berbagai
eksipien dan metode untuk memperoleh tablet cepat hancur yang lebih baik dari
segi penampilan, rasa, kecepatan disintegrasi, maupun bioavaibilitasnya.
1
2
Universitas Indonesia
Penelitian menggunakan berbagai modifikasi eksipien sudah banyak
dilakukan, dan penggunaannya pun terbukti bermanfaat untuk pengembangan
tablet cepat hancur. Namun, sayangnya eksipien modifikasi tersebut masih jarang
diproduksi dalam skala industri. Oleh karena itu, pilihan lain untuk
pengembangan tablet cepat hancur yaitu dengan menggunakan metode yang
efektif.
Saat ini tablet cepat hancur dapat dibuat dengan menggunakan beberapa
metode diantaranya freeze-drying technology, kempa langsung (direct
compression method), nanonisation, sublimasi (sublimation), mass extrusion,
molding, spray drying, cotton candy process, dan phase transition process (Wagh,
Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010). Dari beberapa metode diatas, masih
terdapat beberapa kekurangan misalnya proses yang rumit atau biaya yang tinggi
karena memerlukan peralatan khusus pada metode Freeze-drying, Nanonisation,
Sublimasi (Sublimation), Mass extrusion, Spray Drying, Cotton candy process,
Phase transition process. Sedangkan menurut Kumar, Gupta, dan Sharma (2012)
pada metode molding atau cetak, dihasilkan tablet dengan kekuatan mekanik yang
buruk. Saat ini, salah satu metode yang dapat digunakan sebagai pilihan dalam
pembuatan tablet cepat hancur yaitu menggunakan metode effervescent. Metode
ini relatif lebih mudah dan sederhana, dilakukan dengan cara menambahkan agen
effervescent untuk membantu disintegrasi tablet selain penggunaan
superdisintegran.
Pada penggunaan metode effervescent dalam pembuatan tablet cepat
hancur, menurut Swamy, Divate, Shirshand dan Rajendra (2009), konsentrasi
agen effervescent yang optimal adalah sebesar 12%. Namun, proses optimasi
untuk menentukan konsentrasi superdisintegran dan pemanis yang sesuai masih
diperlukan untuk menghasilkan tablet yang dapat memberikan waktu disintegrasi
yang cepat dengan rasa yang menyenangkan. Rasa merupakan parameter yang
perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh kepada penerimaan pasien terhadap
tablet yang dibuat. Untuk meningkatkan rasa, digunakan pemanis yaitu aspartam.
Tablet cepat hancur dibuat dengan cara kempa langsung menggunakan
3
Universitas Indonesia
superdisintegran yang sesuai, yaitu crospovidone (Kumar, Gupta, dan Sharma,
2012).
Metoklopramid hidroklorida yang merupakan antiemetik digunakan untuk
pembuatan sediaan (Stosik, et al, 2008). Penelitian ini diharapkan mampu
menghasilkan tablet cepat hancur dengan karakteristik yang baik dengan
penambahan agen effervercent sebagai metode pilihan yang dapat digunakan
dalam pembuatan tablet cepat hancur, mendapatkan formulasi yang dapat
mempercepat waktu disintegrasi dari tablet cepat hancur metoklopramid
hidroklorida dan memperbaiki rasa dari tablet yang dihasilkan agar penerimaan
pasien pun meningkat.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Optimasi konsentrasi superdisintegran crospovidone yang optimal kecepatan
disintegrasinya pada formulasi tablet metoklopramid HCl dengan metode
effervescent.
2. Optimasi konsentrasi pemanis aspartam yang memiliki rasa yang dapat diterima
oleh pasien pada formulasi tablet metoklopramid HCl dengan metode
effervescent.
4
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tablet
Rute oral dari pemberian obat memiliki penerimaan yang luas hingga 50-
60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat populer karena
mudahnya pemberian, dosis yang akurat, dapat digunakan sendiri, tanpa rasa sakit
dan penerimaan pasien yang baik. Bentuk sediaan padat yang umum adalah tablet
dan kapsul (Parmar, Baria, Tank, dan Faldus, 2009). Kelemahan utama kapsul
dibanding tablet adalah tingginya biaya yang diperlukan karena kapsul
memerlukan selongsong tempat mengisi obat. Selain itu ada lagi ongkos pengisian
yang lebih tinggi dari ongkos total produksi tablet biasa. Setelah metode kempa
langsung ditemui dalam pembuatan tablet, proses pengisian kapsul menjadi sangat
lambat dibanding proses pengempaan tablet (Lachman, Lieberman, & Kanig,
1994). Oleh karena itu, sediaan tablet lebih banyak menjadi pilihan.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, tablet adalah sediaan padat
kompak, dibuat secara kempacetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler,
kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih,
dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi
sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau
zat lain yang cocok. Definisi lain dari tablet menurut United States of
Pharmacopeia Convention (2006), tablet adalah sediaan solid mengandung bahan
obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi yang sesuai.
Karena popularitasnya yang besar dan penggunaannya yang sangat luas
sebagai sediaan obat, tablet terbukti menujukkan suatu bentuk yang efisien, sangat
praktis, dan ideal untuk pemberian zat aktif terapi secara oral. Keuntungan
penggunaan bentuk sediaan tablet sebagai berikut (Lachman, Lieberman, &
Kanig, 1994):
a. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan ketepatan
ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah.
b. Merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.
4
5
Universitas Indonesia
c. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling
kompak.
d. Mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim.
e. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah;
tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan
permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.
f. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah atau
hancurnya tablet segera terjadi.
g. Dapat dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti pelepasan
di usus atau produk lepas lambat.
h. Mudah untuk di produksi besar-besaran.
i. Memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi
yang paling baik.
Selain keuntungan tablet, terdapat pula kerugian tablet menurut Lachman,
Lieberman, & Kanig (1994) sebagai berikut:
a. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung
pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.
b. Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukupan atau
tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap
kombinasi dari sifat di atas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan
dipabrikasi dalam bentuk tablet yang menghasilkan bioavailabilitas obat
cukup.
c. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan,
atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu
pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila
memungkinkan) atau memerlukan penyalutan dulu.
d. Sukar diberikan kepada anak-anak (pediatrik) dan lanjut usia (geriatrik)
karena kesulitan untuk menelan.
e. Efek terapi lebih lambat bila dibandingkan dengan sediaan dalam bentuk
yang lain, misalnya injeksi.
6
Universitas Indonesia
Menurut Anief (1996), pengobatan untuk mendapatkan efek sistemik,
selain tablet biasa yang ditelan masuk perut, terdapat pula yang lain seperti:
a. Tablet Bukal, digunakan dengan cara dimasukkan diantara pipi dan gusi
dalam rongga mulut, biasanya berisi hormon steroid, absorbsi terjadi
melalui mukosa mulut masuk ke peredaran darah.
b. Tablet Sublingual, digunakan dengan jalan dimasukkan di bawah lidah,
biasanya berisi hormon steroid. Absorbsi terjadi melalui mukosa masuk
peredaran darah.
c. Tablet Implantasi, berupa pellet, bulat atau oval pipih, steril dimasukkan
secara implantasi dalam kulit badan.
Selain untuk pengobatan sistemik, tablet juga dapat digunakan untuk
pengobatan lokal. Penggunaan tablet pada pengobatan lokal misalnya:
a. Tablet untuk vagina, berbentuk seperti amandel, oval, digunakan sebagai
antiinfeksi anti fungi, penggunaan hormon secara lokal.
b. Lozenges, trochisci, digunakan untuk efek lokal di mulut dan tenggorokan,
umumnya digunakan sebagai anti infeksi.
Berdasarkan metode pembuatan, sediaan tablet dapat digolongkan sebagai
tablet cetak (molded tablet) dan tablet kempa (compressed tablet). Sebagian besar
tablet dibuat dengan cara pengempaan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan
tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Contoh dari tablet kempa, yaitu tablet
effervescent; tablet bukal dan tablet sublingual; tablet kunyah; serta tablet hisap.
Sedangkan, tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembap dengan
tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan
kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung
pada kekuatan tekanan yang diberikan (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1995). Contoh dari tablet cetak, yaitu tablet vaginal dan rektal; tablet
dispensing dan triturat; serta tablet hipodermik.
Secara umum, terdapat 3 cara pembuatan tablet, yaitu granulasi basah,
granulasi kering (mesin rol atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan
granulasi adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan
7
Universitas Indonesia
kempa. Granulasi kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk pada
tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik, kemudian
digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang
diinginkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
Pembuatan tablet dengan proses granulasi basah merupakan metode yang
paling banyak digunakan pada bahan farmasi, teknik ini melibatkan sejumlah zat
yang higroskopik. Proses pembuatan secara kempa langsung menghindari banyak
masalah yang timbul pada granulasi basah dan kering. Walaupun demikian, sifat
fisik masing-masing bahan pengisi merupakan hal kritis, perubahan sedikit dapat
mengubah sifat alir dan kempa sehingga menjadi tidak sesuai untuk dikempa
langsung (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
2.2 Tablet Cepat Hancur
2.2.1 Pendahuluan
Selama dekade terakhir, permintaan untuk pengembangan tablet cepat
hancur meningkat karena memiliki dampak yang signifikan terhadap kepatuhan
pasien. Tablet cepat hancur memiliki keuntungan bagi pasien yang mengalami
disfagia atau kesulitan dalam menelan. Hal tersebut diketahui terjadi pada pasien
segala usia, terutama pada anak, pasien geriatri atau lanjut usia dan pasien yang
mengalami mual, muntah, serta mabuk perjalanan (Kiran, Dhakane, Rajebahadur,
Gorde, dan Salve, 2011). Studi lain menunjukkan bahwa sekitar 50% dari
populasi mengalami masalah ini. Studi ini menunjukkan kebutuhan yang
mendesak terhadap sediaan baru yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien (Fu,
Yang, Jeong, Kimura, dan Park, 2004). Untuk memenuhi kebutuhan medis
tersebut, ahli teknologi farmasi telah mengembangkan bentuk sediaan oral baru
yang dikenal dengan tablet cepat hancur (Jesmeen dan Uddin, 2011).
Tablet cepat hancur juga dikenal sebagai tablet cepat meleleh (fast melting
tablets), tablet larut mulut (mouth-dissolving tablets), tablet orodispersibel
(orodispersible tablets), tablet terdisintegrasi cepat (fast disintegrating tablet),
tablet terdisintegrasi secara oral (orally disintegrating tablets), tablet berpori
(porous tablet), tablet cepat larut (quick dissolving tablets), dan sebagainya
8
Universitas Indonesia
(Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009). United States
Food and Drug Administration (FDA) mendefinisikan orally disintegrating
tablets sebagai “suatu sediaan padat yang mengandung substansi medisinal atau
bahan aktif yang terdisintegrasi secara cepat dalam hitungan detik ketika
ditempatkan di atas lidah”.
Teknologi tablet cepat hancur yang membuat tablet terdisintegrasi di
dalam mulut tanpa dikunyah atau tanpa menggunakan air telah menarik banyak
perhatian (Fu, Yang, Jeong, Kimura, dan Park, 2004). Semakin cepat obat terlarut,
semakin cepat absorbsi obat dan onset dari efek terapi. Beberapa obat diabsorbsi
dari mulut, faring, dan esofagus ketika saliva turun menuju perut. Bioavaibilitas
dari beberapa obat dapat meningkat terkait absorbsi pregastrik dari saliva yang
mengandung obat yang terlarut. Lebih jauh lagi, jumlah obat yang dimetabolisme
lintas pertama akan berkurang jika dibandingkan dengan tablet standar.
(Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).
Golongan yang memerlukan sediaan tablet cepat hancur diantaranya
(Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011):
a. Pasien geriatrik terutama yang menderita kondisi seperti disfagia.
b. Pasien pediatrik yang tidak dapat menelan dengan mudah karena sistem
saraf pusat dan otot internalnya belum berkembang secara sempurna.
c. Pasien yang bepergian, yang menderita mabuk perjalanan dan diare atau
yang sulit mendapatkan air.
d. Pasien gangguan mental, pasien yang terbaring di tempat tidur, dan pasien
yang berhubungan dengan penyakit jiwa.
e. Pasien dengan mual parah yang tidak dapat menelan selama periode waktu
yang lama. Terutama pasien kanker yang setelah menjalani kemoterapi
akan sangat mual untuk menelan penghambat H2 (H2 blocker) yang
diresepkan untuk menghindari ulserasi lambung.
Keuntungan dari sistem penghantaran tablet cepat hancur antara lain
(Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010):
a. Meningkatkan kepatuhan pasien.
9
Universitas Indonesia
b. Waktu mula kerja obat atau onset cepat dan menawarkan peningkatan
bioavaibilitas.
c. Berguna untuk pasien pediatrik, geriatrik dan pasien gangguan jiwa.
d. Sesuai selama bepergian dimana air tidak tersedia.
e. Tidak membutuhkan kemasan dengan persyaratan khusus.
f. Perasaan yang halus di mulut dan rasa yang dapat diterima.
g. Peralatan pembuatan konvensional.
h. Hemat biaya atau cost effective.
i. Memiliki stabilitas kimia yang baik sebagai sediaan padat oral
konvensional.
Namun, selain keuntungan terdapat pula keterbatasan dari tablet cepat
hancur antara lain (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011):
a. Obat dengan dosis yang relatif lebih besar sulit diformulasi ke dalam tablet
cepat hancur, misalnya antibiotik seperti ciprofloxacin dengan dosis
dewasa tablet mengandung sekitar 500 mg obat.
b. Tablet biasanya tidak memiliki kekuatan mekanik yang cukup. Oleh
karena itu, dibutuhkan penanganan secara hati-hati.
c. Tablet mungkin meninggalkan rasa yang tidak enak pada mulut jika tidak
diformulasikan dengan baik.
Kriteria untuk sistem penghantaran obat yang cepat larut yaitu (Bhowmik,
Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009):
a. Tidak memerlukan air untuk menelan, tetapi harus melarut atau
terdisintegrasi dalam mulut pada hitungan detik.
b. Kompatibel dengan bahan lainnya.
c. Mudah dibawa tanpa adanya resiko kerapuhan.
d. Memberikan kenyamanan di mulut (meninggalkan sedikit atau tanpa
residu pada mulut setelah pemberian oral).
e. Menunjukkan sensitifitas yang rendah terhadap kondisi lingkungan
terutama suhu dan kelembaban.
f. Memungkinkan pembuatan tablet menggunakan proses konvensional dan
peralatan pengemasan dengan harga relatif rendah.
10
Universitas Indonesia
2.2.2 Sifat dan Karakteristik Umum
Tablet cepat hancur berisi bahan untuk meningkatkan waktu hancur tablet
dalam rongga mulut dan dapat berlangsung hingga satu menit untuk
menghancurkan sepenuhnya. Pendekatan dasar dalam pengembangan tablet cepat
hancur adalah dengan menggunakan superdisintegran yang dapat memberikan
disintegrasi instan dari tablet setelah diletakkan pada lidah, obat akan dilepaskan
pada saliva (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).
Karakteristik tablet cepat hancur adalah larut dalam air liur beberapa detik
setelah penempatan di lidah tanpa perlu air, stabilitas bagus dalam air liur, sangat
ringan dan rapuh, ukuran molekul kecil sampai sedang, di mulut terasa nyaman
dan rasa halus, berat tablet lebih dari atau sama dengan 500 mg, rentan terhadap
suhu dan kelembaban, ukuran diameter tablet 10-15 mm, kerapatan rendah,
porositas tinggi dan kekerasan rendah (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth,
Pankaj, dan Chandira, 2009).
Sedangkan, karakter dari sistem penghantaran obat terdisintegrasi cepat
yaitu (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009):
a. Obat terdisolusi dan diabsorbsi secara cepat yang akan menghasilkan onset
yang cepat, berguna pada kasus seperti saat mabuk, serangan alergi yang
tiba-tiba atau batuk.
b. Beberapa obat diabsorbsi dari mulut, faring, dan esofagus ketika saliva
turun menuju ke lambung. Hal ini akan menyebabkan bioavaibilitas obat
meningkat.
c. Absorbsi pregastrik dapat menghasilkan peningkatan bioavaibilitas dan
dosis dikurangi; peningkatan terapi sebagai hasil pengurangan dari efek
yang tidak diinginkan.
d. Peningkatan bioavaibilitas, pada obat-obat yang tidak larut dan hidrofobik,
terkait dengan disintegrasi dan disolusi yang cepat dari tablet ini.
e. Stabilitas untuk waktu yang sama, sejak diproduksi hingga dikonsumsi,
sehingga mengkombinasikan keuntungan stabilitas dari sediaan padat dan
bioavaibilitas dari sediaan cair.
11
Universitas Indonesia
2.2.3 Pemilihan Obat
Obat yang sesuai untuk tablet cepat hancur sebagai berikut (Wagh, Dilip,
Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010):
a. Tidak memiliki rasa yang pahit.
b. Stabil dalam air dan saliva.
c. Memiliki dosis serendah mungkin.
Obat yang tidak sesuai untuk tablet cepat hancur meliputi (Wagh, Dilip,
Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010):
a. Waktu paruh pendek dan dosis yang sering.
b. Obat memiliki rasa yang sangat pahit.
c. mengharuskan pelepasan terkontrol atau diperpanjang.
2.2.4 Teknologi formulasi tablet cepat hancur
Beberapa teknologi telah dikembangkan untuk pembuatan sistem
penghantaran tablet cepat hancur antara lain (Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan
Daga, 2010):
a. Freeze-drying technology
Freeze-drying merupakan proses dimana air disublimasi dari produk
setelah dibekukan (Lailla, dan Sharma, 1997). Teknologi freeze-drying
dikenal pula dengan liofilisasi. Liofilisasi dapat digunakan untuk
membuat tablet yang memiliki jaringan matriks terbuka yang sangat
berpori yang menyebabkan saliva secara cepat masuk untuk
mendisintegrasi massa yang terliofilisasi (Kiran, Dhakane, Rajebahadur,
Gorde, dan Salve, 2011).
Prosedur yang digunakan yaitu melarutkan atau mendispersikan
bahan aktif dalam suatu larutan sebagai carrier atau polimer. Campuran
ini ditimbang lalu dituang pada dinding kemasan blister. Kemasan blister
dilewatkan pada saluran pembeku nitrogen cair untuk membekukan
larutan obat atau dispersi. Kemudian kemasan blister beku diletakkan
pada lemari pembeku untuk melanjutkan pengeringan beku. Setelah
pengeringan beku selesai, alumunium foil digunakan pada mesin
12
Universitas Indonesia
penutupan atau penyegelan blister. Terakhir blister dikemas dan
didistribusikan (Renon, dan Corveleyn, 2000). Teknik kering beku
menunjukkan peningkatan absorbsi dan meningkatkan bioavailabilitas.
Kekurangan utama dari teknik liofilisasi adalah mahal dan membutuhkan
waktu lama; kerapuhan membuat kemasan konvensional tidak sesuai
untuk produk ini dan stabilitas buruk pada kondisi di bawah tekanan
(Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).
b. Kempa langsung (Direct compression method)
Pada metode ini, tablet dibuat secara langsung dengan pengempaan
campuran obat dan eksipien tanpa perlakuan pendahuluan. Hanya sedikit
obat yang dapat dikempa secara langsung menjadi tablet dengan kualitas
yang dapat diterima, jenis dan konsentrasi disintegran yang digunakan
harus diperttimbangkan. Campuran yang akan dikompresi harus memiliki
sifat alir yang baik. Faktor penting lainnya yaitu ukuran partikel,
kekerasan, ukuran pori dan kapasitas absorbsi air (Kiran, Dhakane,
Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011). Kempa langsung menunjukkan
teknik pembuatan tablet yang paling sederhana dan hemat biaya
(Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).
c. Nanonisation
Teknologi “Nanomelt” yang belakangan ini dikembangkan
melibatkan reduksi ukuran partikel obat hingga ukuran nano dengan
menggiling obat menggunakan teknik penggilingan basah yang sesuai.
Kristal nano obat distabilisasi dari aglomerasi dengan adsorbsi
permukaan pada penstabil yang digunakan, yang kemudian diinkorporasi
ke dalam tablet. Teknik ini khususnya berguna untuk obat yang sukar
larut dalam air. Keuntungan lain dari teknologi ini termasuk disintegrasi
atau disolusi cepat dari nanopartikel yang mendorong peningkatan
absorbsi dan bioavailabilitas yang lebih baik serta penurunan dosis;
proses pembuatan dengan biaya yang efektif; kemasan konvensional
karena daya tahan yang baik; dan kisaran dosis yang besar (hingga 200
mg obat per unit) (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve,
2011).
13
Universitas Indonesia
d. Sublimasi (Sublimation)
Sublimasi digunakan untuk menghasilkan tablet cepat hancur dengan
porositas yang tinggi. Matriks berpori terbentuk dengan pengempaan
bahan volatil dengan eksipien lainnya dalam tablet, yang akhirnya
disublimasi (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011).
Bahan yang sangat mudah menguap seperti ammonium bikarbonat,
ammonium karbonat, asam benzoat, kampora, naftalen, urea dan ftalat
anhidrat dapat dikompresi bersama eksipien lainnya hingga terbentuk
tablet. Bahan volatil ini kemudian dihilangkan dengan sublimasi dan
menghasilkan matriks yang berpori. Tablet yang dihasilkan dengan
teknik ini dilaporkan biasanya terdisintegrasi dalam waktu 10-20 detik.
(Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).
e. Mass extrusion
Teknologi ini melibatkan pelunakan campuran aktif menggunakan
campuran pelarut dari polietilen glikol larut air, menggunakan metanol
dan pengeluaran massa lunak melalui extruder atau syringe untuk
mendapatkan silinder dari produk menjadi ruas-ruas menggunakan mata
pisau yang telah dipanaskan untuk membentuk tablet. Silinder kering
juga dapat digunakan untuk menyalut granul dari obat yang rasanya
pahit, dengan demikian akan menutupi rasa pahit (Kiran, Dhakane,
Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011).
f. Tablet moulding
Proses percetakan terdiri dari dua tipe, yaitu metode pelarutan dan
metode pemanasan. Metode pelarutan termasuk serbuk yang dibasahi
dengan pelarut hidro alkohol yang diikuti dengan kompresi dengan
tekanan yang rendah pada piringan pencetak untuk mendapatkan masa
yang terbasahi. Pelarut kemudian dihilangkan dengan pengeringan udara.
Tablet yang dibuat dengan cara ini kurang padat dibandingkan dengan
tablet kompresi dan memiliki struktur pori di dalamnya. Proses
pencetakkan panas dibuat dari suspensi yang mengandung obat, agar dan
gula (seperti manitol atau laktosa) dan suspensi dituang pada sumuran
14
Universitas Indonesia
kemasan blister, pemadatan agar pada temperatur kamar hingga
membentuk gel dan pengeringan pada suhu 30°C di bawah kondisi
vakum. Kekuatan mekanik dari tablet cetak menjadi perhatian utama,
sehingga terkadang bahan pengikat perlu ditambahkan. Penutup rasa dari
obat dibuat dengan cara penyemprotan suatu campuran dari minyak biji
kapas terhidrogenasi, natrium karbonat, lesitin, dan polietilen glikol.
Dibandingkan dengan teknik liofilisasi, tablet yang diproduksi dengan
teknik pencetakan lebih mudah untuk di scale-up pada pembuatan skala
industri (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira,
2009).
g. Spray drying
Spray drying dapat menghasilkan serbuk sangat berpori dan halus
yang larut secara cepat. Teknik ini berdasarkan atas matriks pendukung
partikel, yang disiapkan dengan spray drying. Komposisi aqueous
mengandung matriks pendukung dan komponen lain untuk membentuk
serbuk yang sangat berpori dan halus. Kemudian dicampur dengan bahan
aktif dan dikempa menjadi tablet. Formulasi menggunakan gelatin
sebagai bahan pendukung, dan bahan pangasam seperti asam sitrat
dan/atau bahan alkalin (seperti natrium bikarbonat) untuk meningkatkan
disintegrasi dan disolusi. Tablet yang dibuat dari serbuk semprot kering
telah dilaporkan dapat terdisintegrasi dalam waktu dalam 20 detik pada
medium berair (Wagh, Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010).
h. Cotton candy process
Cotton candy process memanfaatkan mekanisme pemintalan yang
khas untuk menghasilkan struktur kristal mirip serat sutera yang pendek.
Proses ini memanfaatkan pembentukan matriks dari polisakarida atau
sakarida dengan aksi simultan flash melting dan pemintalan. Matriks
yang terbentuk terrekristalisasi sebagian untuk meningkatkan sifat alir
dan kompresibilitas. Matriks ini kemudian digiling dan dicampur dengan
bahan aktif dan eksipien, setelah itu dikempa menjadi tablet yang
terdisintegrasi secara oral. Proses ini dapat mengakomodasi dosis obat
15
Universitas Indonesia
yang lebih besar dan menawarkan peningkatan kekuatan mekanik (Wagh,
Dilip, Salunkhe, Chavan, dan Daga, 2010).
i. Phase transition process
Metode ini menyimpulkan bahwa kombinasi alkohol gula dengan
titik leleh rendah dan tinggi, sebagaimana transisi fase dalam proses
pembuatan, sangat penting dalam pembentukan tablet cepat hancur tanpa
alat khusus. Tablet diproduksi dengan serbuk yang mengandung erythrol
(titik leleh: 122°C) dan xylitol (titik leleh: 93°-95°C) yang dikompresi,
dan kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 93°C selama 15 menit.
Setelah pemanasan, ukuran pori median tablet meningkat begitu juga
kekerasan tablet (Kiran, Dhakane, Rajebahadur, Gorde, dan Salve, 2011).
Menurut Kumar, Gupta, dan Sharma (2012), selain beberapa teknologi di
atas, terdapat teknik lain sebagai tambahan yang baru-baru ini mulai
dikembangkan oleh para peneliti, yaitu metode penambahan agen effervescent
(Effervescent Agent Addition Method) dan metode penutupan rasa (Taste Masking
Method). Pada metode penambahan agen effervescent, campuran asam tartrat dan
substansi basa seperti natrium bikarbonat disiapkan dan dipanaskan pada suhu
80°C untuk membantu menghilangkan residu atau kelembaban yang terabsorbsi.
Campuran kemudian dicampur dengan superdisintegran dan akhirnya dicetak ke
dalam bentuk tablet. Disintegrasi cepat dicapai menggunakan agen effervescent.
Sedangkan pada metode penutupan rasa, biasanya mikroenkapsulasi digunakan
untuk menutupi rasa pahit dari obat. Zat aktif obat dienkapsulasi dalam matriks
lepas cepat.
2.3 Effervescent
Effervescent merupakan bentuk sediaan farmasi yang menarik,
memberikan keuntungan yang khas dibandingkan dengan tablet konvensional.
Tablet effervescent dimaksudkan untuk menghasilkan larutan secara cepat dengan
menghasilkan CO2 secara serentak (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994).
Tablet effervescent mengandung asam dan karbonat atau bikarbonat yang bereaksi
16
Universitas Indonesia
dengan cepat pada penambahan air dengan melepaskan gas karbondioksida
(Lindberg et al.,1992).
Keuntungan tablet effervescent sebagai bentuk obat adalah kemungkinan
penyiapan larutan dalam waktu seketika, yang mengandung dosis obat yang tepat
(Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1994). Menurut Stahl (2003), keuntungan
tablet effervescent dibanding bentuk sediaan oral lain meliputi:
a. Menjadi kesempatan bagi formulator untuk meningkatkan rasa.
b. Menghasilkan aksi yang lebih ringan pada lambung pasien.
c. Aspek pemasaran (soda tablet mungkin memiliki daya tarik lebih
dibanding bentuk sediaan konvensional).
Kerugian tablet effervescent adalah kesulitan dalam menghasilkan produk
yang stabil secara kimia, hal ini juga yang merupakan salah satu alasan
terbatasnya pemakaian tablet effervescent. Kelembaban udara selama pembuatan
produk dapat memulai reaktivitas effervescent. Selama reaksi berlangsung, air
yang dibebaskan dari bikarbonat menyebabkan autokatalis dari reaksi.
Kelembaban udara di sekitar tablet sesudah wadahnya dibuka juga dapat
menyebabkan penurunan kualitas yang cepat dari produk, setelah sampai di
tangan konsumen. Karena itu, tablet effervescent dikemas secara khusus dalam
kantong lembaran alumunium kedap udara atau kemasan padat di dalam tabung
silindris dengan ruang udara yang minimum. (Lachman, Lieberman, dan Kanig,
1994).
Tablet khususnya dibuat dengan cara mengempa bahan-bahan aktif dengan
campuran asam-asam organik, seperti asam sitrat atau asam tartrat dan natrium
bikarbonat. Menurut Stahl (2003), effervescent terdiri dari asam organik larut dan
garam karbonat logam alkali, salah satunya terkadang menjadi bahan aktif.
Karbondioksida terbentuk jika campuran ini berkontak dengan air. Contoh jenis
dari asam dan basa yang digunakan meliputi:
a. Asam sitrat
b. Asam tartrat
c. Asam malat
d. Asam fumarat
17
Universitas Indonesia
e. Asam adipat
f. Natrium bikarbonat
g. Natrium karbonat
h. Natrium seskuikarbonat
i. Kalium bikarbonat
j. Kalium karbonat
Dari beberapa contoh di atas, kombinasi yang paling sering digunakan yaitu asam
sitrat dengan natrium bikarbonat. Bila tablet seperti ini dimasukkan ke dalam air,
terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium bikarbonat sehingga terbentuk garam
natrium dari asam dan menghasilkan CO2 serta air (Lachman, Lieberman, dan
Kanig, 1994).
Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Stahl, 2003):
3NaHCO3(aq) + H3C6H5O7.H2O(aq) 4H2O(aq) + 3CO2(g) + Na3C6H5O7(aq)
Na.bikarbonat Asam sitrat air karbondioksida Na-sitrat
Reaksinya cukup cepat dan biasanya selesai dalam waktu satu menit atau
kurang. Disamping menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga menghasilkan
rasa yang enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa
beberapa obat tertentu. Apabila diinginkan tablet yang menghasilkan larutan yang
jenuh, maka obat yang terkandung dalam tablet harus dapat larut pada pH netral
atau pH sedikit alkalis, dan semua pelincir atau aditif lain yang digunakan untuk
mempermudah pengempaan tablet harus dapat larut dalam air (Lachman,
Lieberman, dan Kanig, 1994).
Proses pembuatan tablet effervescent memerlukan penanganan secara
khusus dari faktor lingkungan. Mulai dari tahun 1930, diketahui dengan jelas
bahwa penting untuk menjaga kelembaban (RH) tidak lebih dari 20%. Sebagai
tambahan, keseragaman suhu sebesar 21°C juga diharapkan. Kelembaban
maksimum pada 25% pada suhu ruang terkontrol sebesar 25°C atau kurang
biasanya cukup untuk menghindari masalah yang disebabkan oleh kelembaban
atmosfer (Swarbrick, 2007).
18
Universitas Indonesia
2.4 Superdisintegran
Disintegran merupakan bahan atau campuran bahan yang ditambahkan
dalam formulasi obat, yang memfasilitasi dispersi atau pecahnya tablet dan isi
kapsul menjadi partikel yang lebih kecil untuk disolusi cepat (Shihora dan Panda,
2011). Disintegran mendorong penetrasi kelembaban dan dispersi dari matriks
tablet. Fungsi utama disintegran adalah untuk menyeimbangkan fungsi pengikat
tablet dan gaya fisik yang bekerja pada pengempaan untuk membentuk struktur
tablet (Pahwa dan Gupta, 2011).
Beberapa tahun belakangan, beberapa agen terbaru telah dikembangkan
yang dikenal dengan “Superdisintegran”. Bahan ini bersifat lebih efektif pada
konsentrasi yang lebih rendah serta menghasilkan efisiensi disintegran dan
kekuatan mekanik yang jauh lebih besar (Sharma, Arora, dan Ray, 2010).
Superdisintegran terdispersi secara fisik dalam matriks pada sediaan dan akan
membesar ketika sediaan berada pada lingkungan basah (Pahwa dan Gupta,
2011). Pada saat kontak dengan air, Superdisintegran mengembang, terhidrasi,
mengalami perubahan volume atau bentuk dan menghasilkan perpecahan pada
tablet (Sharma, Arora, dan Ray, 2010).
Superdisintegran umumnya digunakan pada konsentrasi yang rendah pada
sediaan padat, sekitar 1 - 10 % berat relatif terhadap berat total sediaan. Partikel
dari superdisintegran umumnya kecil dan berpori, yang memungkinkan
disintegrasi tablet secara cepat tanpa rasa yang tidak menyenangkan di mulut baik
dari adanya partikel besar maupun pembentukan gel. Superdisintegran yang
efektif menyediakan kompresibilitas, kompatibilitas yang lebih baik, dan juga
tidak memiliki dampak negatif pada kekuatan mekanik dari formula yang
mengandung obat dalam dosis yang tinggi (Pahwa dan Gupta, 2011).
2.4.1 Kriteria Pemilihan Superdisintegran
Disintegrasi dari suatu sediaan tergantung pada berbagai faktor fisik dari
disintegran/superdisintegran. Meliputi (Shihora dan Panda, 2011):
a. Persentase disintegran dalam formulasi
b. Proporsi disintegran yang digunakan
c. kompatibilitas dengan eksipien lain
19
Universitas Indonesia
d. Adanya surfaktan
e. Kekerasan tablet
f. Sifat zat aktif obat
g. Proses pencampuran atau tipe penambahan.
Selain sifat pengembangannya, disintegran harus memenuhi karakteristik
sebagai berikut (Shihora dan Panda, 2011):
a. Kelarutan dalam air yang buruk dengan kapasitas hidrasi yang baik
b. Sifat pembentukan gel (gel formation) yang buruk
c. Memiliki sifat alir yang baik
d. Memiliki kompresibilitas yang baik
e. inert
f. Non-toxic
g. Memiliki persyaratan digunakan dalam jumlah kecil
Meskipun superdisintegran umumnya mempengaruhi laju disintegrasi,
tetapi ketika digunakan pada konsentrasi yang tinggi dapat pula mempengaruhi
rasa di mulut, kekerasan dan juga friabilitas tablet. Oleh karena itu, beberapa
faktor harus dipertimbangkan dalam pemilihan superdisintegran dalam formulasi
tertentu harus (Sharma, Arora, dan Ray, 2010):
a. Bekerja untuk memperoleh disintegrasi cepat, ketika tablet berkontak
dengan saliva dalam mulut atau rongga mulut.
b. Cukup kompaktibel untuk menghasilkan tablet dengan friabilitas yang
rendah.
c. Menghasilkan perasaan nyaman di mulut pasien. Karena itu, ukuran
partikel yang kecil lebih dipilih untuk mencapai pemenuhan pasien.
d. Memiliki aliran yang baik, karena superdisintegran harus dapat
meningkatkan sifat alir dari keseluruhan campuran.
20
Universitas Indonesia
2.4.2 Metode Penggabungan Superdisintegran
Terdapat tiga tipe utama metode penggabungan superdisintegran dalam
sediaan, yaitu (Shihora dan Panda, 2011):
a. Intragranular atau selama granulasi. Pada proses ini, superdisintegran
dicampur dengan serbuk lain sebelum campuran serbuk digranulasi
sehingga superdisintegran tergabung di dalam granul.
b. Ekstragranular atau sebelum kompresi. Superdisintegran ditambahkan
pada granul dengan cara dicampur sebelum proses kompresi.
c. Penggabungan dari superdisintegrant pada tahap intra- dan
ekstragranular. Pada proses ini, sebagian superdisintegran ditambahkan
secara intragranular dan sebagian lagi secara ekstragranular. Metode ini
biasanya memberikan hasil disintegrasi yang lebih baik dibandingkan
tipe 1 dan 2.
2.4.3 Mekanisme Aksi Superdisintegran
Superdisintegran digunakan untuk meningkatkan efikasi dari sediaan padat
melalui berbagai mekanisme. Mekanisme dimana tablet pecah menjadi bagian
kecil dan kemudian membentuk suspensi homogen adalah sebagai berikut:
a. Mengembang (Swelling)
Pengembangan mungkin merupakan mekanisme yang secara luas
diterima untuk tablet terdisintegrasi (Sharma, Arora, dan Ray, 2010).
Partikel disintegran mengembang saat kontak dengan media yang sesuai
dan meningkatkan gaya mengembang sehingga memicu pecahnya
matriks. Tablet dengan porositas yang tinggi menunjukkan disintegrasi
yang buruk terkait dengan berkurangnya gaya mengembang. Di samping
itu, gaya mengembang yang cukup berada pada tablet dengan porositas
yang rendah. Perlu diperhatikan bahwa jika pengempaan terlalu kuat,
cairan tidak dapat berpenetrasi ke dalam tablet dan disintegrasi akan
menurun (Pahwa dan Gupta, 2011).
21
Universitas Indonesia
[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]
Gambar 2.1. Proses mengembang (swelling)
b. Porositas dan kapilaritas (Wicking)
Disintegran efektif yang tidak mengalami pengembangan dipercaya
memberikan mekanisme disintegrasi melalui mekanisme porositas dan
kapilaritas. Porositas tablet menyediakan jalur untuk penetrasi cairan ke
dalam tablet. Ketika kita meletakkan tablet kepada medium cair yang
sesuai, medium berpenetrasi ke dalam tablet dan menggantikan udara
yang terabsorbsi dalam partikel, yang akan melemahkan ikatan
intermolekuler dan memecah tablet menjadi partikel halus. Pengambilan
air oleh tablet bergantung pada hidrofilisitas dari obat/eksipien dan
kondisi pembuatan. Untuk disintegran tipe ini, menjaga struktur pori dan
tegangan antar muka yang rendah kepada cairan penting untuk membantu
proses disintegrasi dengan menciptakan suatu jaringan hidrofilik di
sekitar partikel obat (Pahwa dan Gupta, 2011).
22
Universitas Indonesia
[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]
Gambar 2.2. Proses porositas dan kapilaritas (Wicking)
c. Heat of wetting
Ketika disintegran dengan sifat eksotermis dibasahi, tekanan lokal
terbentuk akibat adanya ekspansi kapiler udara yang dapat membantu
disintegrasi tablet. Penjelasan ini terbatas hanya pada beberapa jenis
disintegran dan tidak dapat menggambarkan aksi dari sebagian besar
agen disintegrasi modern (Pahwa dan Gupta, 2011).
d. Reaksi Kimia (Acid-Base reaction)
Tablet secara segera hancur oleh pembebasan internal dari CO2
dalam air akibat interaksi antara asam tartrat dan asam sitrat (asam)
dengan logam alkali karbonat atau bikarbonat (basa) dengan adanya air.
Tablet terdisintegrasi akibat timbulnya tekanan dalam tablet. Akibat
pembebasan gas CO2, disolusi dari bahan aktif farmasi dalam air
meningkat sebagaimana efek penutupan rasa (taste masking). Karena
disintegran memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap perubahan kecil
tingkat kelembaban dan suhu, kontrol yang ketat dari lingkungan
diperlukan selama proses pembuatan tablet. Campuran effervescent
sebaiknya ditambahkan segera sebelum kompresi atau dapat pula
ditambahkan dalam dua bagian yang terpisah dalam formula (Pahwa dan
Gupta, 2011).
23
Universitas Indonesia
e. Gaya repulsif partikel
Guyot-Hermann mengajukan suatu teori repulsi partikel berdasarkan
penelitian dari partikel yang tidak bisa mengembang juga menyebabkan
tablet terdisintegrasi. Peneliti menemukan bahwa repulsi merupakan
kejadian yang menyebabkan wicking (Sharma, Arora, dan Ray, 2010).
Pada teori repulsi partikel, air berpenetrasi ke dalam tablet melalui pori
hidrofilik membentuk jaringan yang berkesinambungan yang mampu
membawa air dari satu partikel ke partikel lainnya, menghasilkan tekanan
hidrostatik yang signifikan. Air kemudian berpenetrasi diantara butir
partikel karena afinitas pada permukaanyang menyebabkan pecahnya
ikatan hidrogen dan gaya lain yang menjaga keutuhan tablet (Pahwa dan
Gupta, 2011).
[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]
Gambar 2.3. Proses Gaya repulsif partikel
f. Deformasi (Deformation recovery)
Teori deformasi menyatakan bahwa bentuk dari partikel disintegran
terdistorsi selama pengempaan dan partikel kembali ke bentuk sebelum
pengempaan setelah pembasahan, kemudian peningkatan ukuran dari
partikel yang terdeformasi menyebabkan tablet pecah. Fenomena
tersebut mungkin menjadi aspek penting dalam mekanisme aksi
24
Universitas Indonesia
disintegran seperti crospovidone dan pati (starch) yang menunjukkan
sedikit atau tidak terjadinya pengembangan (Pahwa dan Gupta, 2011).
[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]
Gambar 2.4. Proses deformasi
g. Reaksi Enzimatik (Enzymatic reaction)
Keberadaan enzim dalam tubuh juga berperan sebagai disintegran.
Enzim tersebut mengurangi binding action dari pengikat dan membantu
disintegrasi. Karena adanya pengembangan, tekanan diberikan ke arah
luar yang menyebabkan tablet pecah atau adanya percepatan absorbsi air
menyebabkan peningkatan volume granul yang sangat besar yang
memicu disintegrasi (Pahwa dan Gupta, 2011).
Tabel 2.1. Beberapa contoh enzim sebagai disintegran
Enzim Pengikat
Amilase Amilum atau Pati
Protease Gelatin
Selulase Selulosa dan derivat selulosa
Invertase Sukrosa
[Sumber: Pahwa dan Gupta, 2011]
Saat ini, berbagai macam superdisintegran baik sisntetik, alami, maupun
koproses telah digunakan untuk sistem penghantaran obat tablet cepat hancur
25
Universitas Indonesia
(Pahwa dan Gupta, 2011). Menurut Anwar (2012), jenis superdisintegran terdapat
pada tabel berikut.
Tabel 2.2. Jenis superdisintegran
Superdisintegran Jenis Mekanisme Kerja Keterangan
Crosscarmellose®
Ac-Di-Sol®
Nymce ZSX®
Primellose®
Solutab®
Crosslinked
cellulose
Mengembang 4-8 detik
Dengan mekanisme
swelling dan wicking
Mengembang dalam
dua dimensi
Dapat digunakan
dalam cetak langsung
maupun granulasi
Crosspovidone
Crosspovidon M®
Kollidon®
Polyplasdone®
Crosslinked
PVP
Sangat sedikit
mengembang, ukuran
kembali ke ukuran
semula setelah
pengempaan dan
mekanisme
berdasarkan
kapilaritas.
Tidak larut air dan
berpori sehingga
menghasilkan tablet
yang berpori.
Sodium starch
glycolate
Explotab®
Primojel®
Crosslinked
starch
Mengembang 7-12
kali kurang dari 30
detik.
Mengembang dalam 3
dimensi dan dapat
digunakan untuk
matriks sediaan lepas
lambat.
Alginic acid NF
Satialgine®
Crosslinked
alginic acid
Dengan cepat
mengembang dalam
media air, atau
dengan mekanisme
wicking.
Menyebabkan
disintegrasi baik pada
granulasi kering
maupun basah.
Soy
polysaccharides
Emcosoy®
Superdisint
egran alami
Tidak menganudng pati
atau gula. Digunakan
dalam produk
nutrisional.
Kalsium silikat Berdasarkan
mekanisme wicking
Sangat berpori
Ringan
Konsentrasi optimum
20-40%
[Sumber: Anwar, 2012]
26
Universitas Indonesia
Dipercaya bahwa tidak ada satu mekanisme pasti yang berkaitan dengan aksi dari
sebagian besar disintegran, tetapi lebih seperti hasil dari hubungan antar mekanisme
utama yang telah disebutkan sebelumnya. Sejak tahun lalu, terdapat lebih banyak
pengambangan dalam proses pembuatan sediaan tablet terdisintegrasi termasuk
perubahan proses pembuatan dari granulasi basah menjadi kempa langsung. Hal ini
membutuhkan pengembangan dari berbagai eksipien fungsional, terutama
superdisintegran yang digunakan untuk mencapai formulasi dan efek yang diinginkan.
2.5 Crospovidone
Crospovidone (CPVP) merupakan eksipien sintetis, tidak larut air, dan
merupakan hasil taut silang dari homopolimer N-vinil-2-pirolidon. Crospovidone
dibuat dari monomer vinil pirolidon dengan teknik popcorn polymerization
menggunakan katalis. Terdapat beberapa nama lain dari crospovidone, seperti
polivinilpirolidon taut silang, polivinil pirolidon, crospolividon, povidon and 1-
vinil-2-pirolidon. Selama beberapa tahun yang lalu, crospovidone telah
dikembangkan sebagai pembawa obat dan secara luas digunakan sebagai agen
disintegran, eksipien tablet (disintegran dan pengikat) dan eksipien pelarut pada
formulasi sediaan padat. Crospovidone juga digunakan sebagai superdisintegran
yang tidak mengiritasi saluran cerna dan dapat digunakan dalam jumlah sedikit
dalam formulasi (Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012).
[Sumber: Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012]
Gambar 2.5. Struktur kimia crospovidone
Crospovidone tersedia dalam bentuk amorf, serbuk putih atau hampir putih
dengan luas permukaan yang besar. Berat molekulnya sekitar (111,1)n dan
27
Universitas Indonesia
memiliki berat jenis bulk sekitar 0.2-0.45 g/ml. Crospovidone praktis tidak berasa
atau berbau, memiliki sifat alir dan kompatibilitas kompresi yang baik dan
memiliki bentuk ‘popcorn’ yang mengandung banyak rongga yang tidak meleleh
selama pemanasan. Karena crospovidone bersifat tidak larut, sehingga dapat
dicuci dengan air untuk memperoleh derajat kemurnian yang sangat tinggi
(Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012). .
Liew et al. melaporkan klasifikasi crospovidone dalam tiga kelas, yaitu
kasar, sedang (32 μm) dan kecil (20 μm). Terdapat pula dua tipe struktur partikel,
tipe A yaitu struktur partikel dari crospovidone normal dan tipe B yaitu struktur
partikel dari crospovidone termikronisasi. Perbedaan pada distribusi ukuran
partikel memainkan peran yang sangat penting dalam sifat alir dan pengembangan
(swelling) dari crospovidone. Tallon et al. melaporkan bahwa reaksi dari proses
pembuatan crospovidone seperti Polyplasdone XL (XL) and Kollidon CL (CL)
berbeda. XL menggunakan hidroksida logam alkali dan sejumlah kecil air,
sedangkan CL menggunakan N,N’-divinilimidazolidon sebagai agen taut silang
(Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012). .
Crospovidone memiliki sifat yang berguna pada proses pembuatan
berbagai produk dan sediaan farmasi. Sifat yang paling penting dari crospovidone
sebagai penolong yaitu efek peningkat disintegrasi dan disolusi. Higroskopisitas
dari crospovidone dapat digunakan untuk mengadsorbi air dalam pembuatan dari
obat yang sensitif terhadap kelembaban untuk meningkatkan stabilitasnya
(Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012).
Aplikasi crospovidone dalam pembuatan produk farmasi biasanya
digunakan sebagai peningkat kelarutan, adsorben, bahan penyalut, inhibitor
rekristalisasi, pembawa, disintegran, superdisintegran, atau bahan pembantu
ekstrusi-sferonisasi. Crospovidone dibutuhkan pada obat yang memiliki kelarutan
dalam air yang buruk guna meningkatkan kelarutannya. Meskipun crospovidone
tidak larut dalam air, juga dapat digunakan sebagai pembawa untuk meningkatkan
laju pelepasan obat. Adsorbsi molekul obat dalam permukaan crospovidone dapat
menurunkan ukuran partikel obat dan meningkatkan luas permukaan obat yang
tersedia dalam medium disolusi sehingga dapat meningkatkan disolusi, dan
akhirnya mempengaruhi bioavailabilitas.
28
Universitas Indonesia
Crospovidone digunakan secara luas sebagai disintegran tablet karena
karakter hidrofilik yang tinggi, pengambilan air (water uptake) yang cepat dan
sifat pengembangan yang baik. Crospovidone biasanya digunakan sebagai
disintegran pada konsentrasi 2% hingga 5% pada sediaan padat. Efek
crospovidone sebagai disintegran terutama berdasarkan pada sifat pengembangan
tanpa membentuk gel. Sebagai superdisintegran, sebagian besar campuran antara
crospovidone dan obat memberikan amorfisasi obat yang tidak sempurna.
Bolhuis et al. (1997) menyatakan bahwa efisiensi disintegrasi dari crospovidone
berdasarkan mekanisme kapilaritas dari pada sifat pengembangan.
2.6 Aspartam
[Sumber: Pharmaceutical Press, 2009]
Gambar 2.6. Rumus kimia aspartam
Aspartam berwarna putih,berupa serbuk kristal hampir tidak berbau
dengan rasa sangat manis. Aspartam digunakan secara luas sebagai agen pemanis
dalam produk minuman, produk makanan, vitamin, sediaan farmasi termasuk
tablet, dan secara umum diketahui sebagai bahan yang bersifat non-toxic.
Aspartam meningkatkan rasa dan dapat digunakan untuk menutupi beberapa
karakteristik rasa yang tidak enak; perkiraan daya pemanisnya adalah 180-200
kali sukrosa. Tidak seperti beberapa pemanis intens lainnya, aspartam
dimetabolisme dalam tubuh dan memiliki beberapa nilai gizi, yaitu tiap 1 g
mengandung sekitar 17 kJ (4 kkal). Pada prakteknya, konsumsi sejumlah kecil
aspartam memberikan efek nutrisi yang minimal.
29
Universitas Indonesia
Namun, penggunaan aspartam telah menimbulkan beberapa kekhawatiran
karena pembentukan metabolit metanol, asam aspartat, dan fenilalanin yang
berpotensi beracun. Dari bahan-bahan tersebut, pada asupan aspartam normal
hanya produksi fenilalanin yang perlu mendapatkan perhatian. Pada individu
sehat yang normal fenilalanin yang dihasilkan tidak berbahaya, namun, dianjurkan
bahwa aspartam dihindari atau dibatasi asupannya pada orang-orang dengan
fenilketonuria. WHO telah menetapkan jumlah asupan harian yang dapat diterima
untuk aspartam sampai 40 mg/kg berat badan. Selain harus dihindari oleh
penderita fenilketonuria, aspartam didokumentasikan dengan baik bersifat non-
genotoxic dan tidak ada bukti bahwa aspartam bersifat karsinogenik
(Pharmaceuticah Press, 2009)
2.7 Metoklopramid Hidroklorida
[Sumber: Department of Health for Great Britain, 2009]
Gambar 2.7. Rumus kimia metoklopramid HCl
Metoklopramid hidroklorida mengandung tidak kurang dari 99,0 persen
dan tidak lebih dari 101,0 persen 4-Amino-5-kloro-N-[2-(dietilamino)etil]-2-
metoksibenzamin hidroklorida, dihitung berdasarkan zat anhidrat.
Metoklopramid hidroklorida berwarna putih atau hampir putih, berupa serbuk
kristal atau kristal. Memiliki kelarutan sangat larut dalam air, sangat mudah larut
dalam alkohol, sedikit larut dalam metilen klorida. Formulasi metoklopramid
hidroklorida mencerminkan bentuk garam hidroklorida dari metoklopramid
(British Pharmacopoeia Commission, 2008).
30
Universitas Indonesia
Metoklopramid, sebagai antagonis reseptor dopamin dan serotonin, telah
ditemukan hampir 40 tahun lalu (Henzi, Walder, dan Tramer, 1999).
Metoklopramid, sebagai antiemetik, bekerja baik secara perifer maupun di pusat,
mendorong aksi asetilkolin pada sinaps muskarinik dan mengantagonis dopamin
(Takeuchi, Matsukawa, Sugiyama, Iwase, dan Mano, 1996). Metoklopramid
hidroklorida menstimulasi motilitas pada saluran gastrointestinal bagian atas tanpa
mempengaruhi sekresi lambung, empedu, atau pankreas dan meningkatkan
peristaltik lambung, memicu percepatan pengosongan lambung. Peristaltik
duodenum juga meningkat dengan penurunan waktu transit di usus. Tekanan
sfingter gastroesofagus meningkat sedangkan sfingter pilorus mengalami
relaksasi. Metoklopramid memiliki aktifitas parasimpatomimetik dan juga
antagonis reseptor dopamin dengan efek langsung pada daerah pemicu
kemoreseptor. Zat ini juga mungkin memiliki sifat antagonis reseptor serotonin
(5-HT3). Metoklopramid digunakan dalam gangguan atau penurunan motilitas
saluran cerna seperti gastroparesis; refluks esofagus dan dispepsia; mual dan
muntah yang berhubungan dengan berbagai gangguan saluran cerna, migrain,
setelah operasi, dan terapi kanker. Metoklopramid tidak berhubungan dengan
pencegahan atau pengobatan mabuk perjalanan. Metoklopramid hidroklorida 10.5
mg setara dengan sekitar 10.0 mg bahan anhidrat, yang setara dengan sekitar 8,9
mg basa anhidrat. Untuk sebagian besar tujuan dosis harian total tidak boleh lebih
dari 500 mikrogram/kg; penurunan dosis disarankan untuk gangguan ginjal dan
hati (Pharmaceutical press, 2009).
Metoklopramid merupakan obat yang banyak dikenal, namun harus
digunakan secara hati-hati pada pasien dengan gangguan autonomik karena akan
menyebabkan terjadinya hipotensi (Takeuchi, Matsukawa, Sugiyama, Iwase, dan
Mano, 1996). Terdapat beberapa efek samping dari Metoklopramid yaitu gejala
ekstrapiramidal, efek sedasi dan kantuk, pusing dan vertigo, dan sakit kepala
(Henzi, Walder, dan Tramer 1999). Efek samping lain diantaranya muncul
kegelisahan, pusing, gemetar, dan diare. Hipotensi, hipertensi, pusing, sakit
kepala, dan depresi mungkin terjadi. Gangguan konduksi jantung telah dilaporkan
dengan metoklopramid intravena (Pharmaceutical press, 2009).
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Tablet Fakultas
Farmasi, Universitas Indonesia, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan
Februari hingga Mei 2013.
3.2 Bahan
Metoklopramid HCl (IPCA, India); Natrium Bikarbonat (Honghe
Chemicals, Cina); Asam sitrat (Budi Acid Jaya, Indonesia); Crospovidone (BASF,
Singapura); Avicel® PH 102 (Mingtai Chem, Taiwan); Manitol; Aspartam; Talk;
Asam Stearat (Sumi Asih Oleochemicals Industry, Indonesia); NaOH; KH2PO4;
dan aquademineralisata.
3.3 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pencetak
tablet (Erweka, Jerman), Spektrofotometer UV-1800 (Shimadzu, Jepang);
pengayak; friability Tester tipe TAR (Erweka, Jerman); Hardness Tester tipe
TBH 28 (Erweka, Jerman); Flowmeter tipe GDT (Erweka, Jerman); Bulk Density
Tester (Erweka, Jerman); cawan petri, jangka sorong (Tricle Brand, Cina); pH
meter (Eutech pH 510,Singapura); timbangan analitik (Adam AFA-210 LC,
Amerika Serikat); Oven (Inventum, India); humidifier (Kris, Jepang); stopwatch;
cawan penguap; mortar dan alu; alat-alat gelas.
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Pembuatan Tablet cepat hancur dengan Metode Effervescent
Proses pembuatan tablet cepat hancur dilakukan dalam dua tahap, yaitu
tahap pertama untuk optimasi konsentrasi crospovidone menggunakan formula 1
hingga formula 3, seperti pada Tabel 3.1. Setelah diperoleh formulasi dengan
konsentrasi crospovidone yang optimal, dilakukan tahap kedua untuk optimasi
31
32
Universitas Indonesia
konsentrasi aspartam dari tablet cepat hancur yang dihasilkan dengan formula 4
dan 5, seperti pada Tabel 3.2.
Pembuatan tablet cepat hancur metoklopramid hidroklorida menggunakan
metode effervescent dilakukan secara kempa langsung. Metoklopramid
hidroklorida merupakan zat aktif dalam tablet, natrium bikarbonat dan asam sitrat
digunakan sebagai agen effervescent, crospovidone sebagai superdisintegran,
Avicel PH 102 sebagai pengikat sekaligus sebagai bahan pembantu kompresi
tablet (compression aid), aspartam sebagai pemanis, talk sebagai glidan, asam
stearat sebagai lubrikan, dan manitol sebagai pengisi. FE0 digunakan untuk
formula kontrol effervescent dan FC0 digunakan untuk formula kontrol
superdisintegran crospovidone. Konsentrasi agen effervescent yang digunakan
masing-masing sebesar 12% (Swamy, Divate, Shirshand dan Rajendra, 2009).
Pada Formula 1-3, digunakan variasi konsentrasi yang berbeda dari
crospovidone sebesar 4%, 8%, dan 12%. Cara pembuatan tablet yaitu
metoklopramid HCl, crospovidone, Avicel PH 102, manitol, dan aspartam
masing-masing ditimbang dengan seksama, kemudian diayak pada ayakan No.44.
Natrium bikarbonat dan asam sitrat dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 80°C
untuk menghilangkan kelembaban yang terabsorbsi. Natrium bikarbonat dan
asam sitrat yang telah dipanaskan sebelumnya kemudian dihomogenkan, lalu
ditambahkan dalam bahan lainnya. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur
hingga homogen. Ditambahkan talk dan asam stearat lalu dicampur kembali
hingga homogen. Setelah homogen, massa yang didapat dievaluasi dengan
menggunakan uji massa tablet. Massa tablet tersebut kemudian dicetak
menggunakan metode cetak langsung menggunakan mesin pencetak tablet dengan
berat 100 mg. Setelah tablet tersebut selesai dicetak, dilakukan evaluasi terhadap
tablet yaitu dengan menggunakan uji kekerasan, keregasan, keseragaman ukuran,
uji waktu disintegrasi in vitro dan uji waktu pembasahan untuk mengetahui
konsentrasi crospovidone yang menghasilkan waktu disintegrasi paling optimal.
33
Universitas Indonesia
Tabel 3.1. Formulasi optimasi konsentrasi crospovidone pada tablet cepat hancur
Metoklopramid HCL dengan metode effervescent
Bahan FE0 FC0 F1 F2 F3
Metoklopramid HCl 10 10 10 10 10
Na bikarbonat 12 - 12 12 12
Asam sitrat 12 - 12 12 12
Crospovidone - 8 4 8 12
Avicel PH 102 20 20 20 20 20
Aspartam 2 2 2 2 2
Talk 2 2 2 2 2
Asam Stearat 1 1 1 1 1
Manitol 41 57 37 33 29
Total (mg) 100 100 100 100 100
Setelah didapat konsentrasi crospovidone yang optimal maka dibuat
formula 4 dan 5 untuk dievaluasi dan digunakan untuk uji kesukaan. Formula 4
dan 5 mengandung aspartam masing-masing sebesar 6% dan 12%. Cara
pembuatan tablet sama dengan sebelumnya, yaitu metoklopramid HCl,
crospovidone, Avicel PH 102, manitol, dan aspartam masing-masing ditimbang,
kemudian diayak pada ayakan No.44. Natrium bikarbonat dan asam sitrat
dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 80°C, kemudian dihomogenkan, lalu
ditambahkan dalam bahan lainnya. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur
hingga homogen. Ditambahkan talk dan asam stearat lalu dicampur kembali
hingga homogen. Setelah homogen, massa yang didapat dievaluasi dengan
menggunakan uji massa tablet, kemudian dicetak menggunakan metode cetak
langsung menggunakan mesin pencetak tablet dengan berat 100 mg. Setelah tablet
tersebut selesai dicetak, lakukan evaluasi terhadap tablet yaitu dengan
menggunakan uji kekerasan, keregasan, keseragaman ukuran, keseragaman
sediaan dan uji kesukaan.
34
Universitas Indonesia
Tabel 3.2. Formulasi optimasi konsentrasi aspartam pada tablet cepat hancur
Metoklopramid HCL dengan metode effervescent
Bahan F4 F5
Metoklopramid HCl 10 10
Na bikarbonat 12 12
Asam sitrat 12 12
Crospovidone 12 12
Avicel PH 102 20 20
Aspartam 6 12
Talk 2 2
Asam Stearat 1 1
Manitol 25 19
Total (mg) 100 100
3.4.2 Evaluasi Massa Tablet
Tablet cepat hancur Metoklopramid dibuat dengan cara kempa langsung
dengan penambahan agent effervescent. Awalnya, semua bahan dicampur hingga
homogen, campuran ini disebut massa tablet yang kemudian dievaluasi. Evaluasi
massa tablet meliputi uji laju alir, sudut istirahat, indeks kompresibilitas dan rasio
Hausner.
3.4.2.1 Laju alir dan Sudut istirahat (angle of repose)
Laju alir serbuk diukur dengan menggunakan flowmeter. Sejumlah sampel
dimasukkan kedalam corong flowmeter sampai penuh dan diratakan bagian
atasnya tanpa tekanan. Alat dijalankan dan waktu yang diperlukan oleh seluruh
sampel untuk mengalir melalui corong dicatat. Laju aliran dinyatakan dalam
gram/detik.
Sudut istirahat (angle of repose) merupakan karakter yang berhubungan
dengan friksi interpartikulat atau resistensi untuk pergerakan partikel (British
Pharmacopoeia Commission, 2006). Sudut istirahat diperoleh dengan mengukur
35
Universitas Indonesia
tinggi (h) dan jari-jari (r) sampel serbuk yang mengalir tersebut (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia,1995).
Sudut istirahat diperoleh dengan persamaan berikut:
dimana:
α = sudut istirahat
h = tinggi serbuk
r = jari-jari serbuk
Tabel 3.3. Sudut istirahat dan keterangannya
Sudut istirahat (α) Keterangan
250 - 30
0 Istimewa
310 - 35
0 Baik
360 - 40
0 Cuku Baik
410 - 45
0 Agak Baik
460 - 55
0 Buruk
560 - 65
0 Sangat Buruk
> 60 Sangat Buruk Sekali
[Sumber: British Pharmacopoeia Commission, 2006]
3.4.2.2 Indeks kompresibilitas dan Rasio hausner
Menurut British Pharmacopoeia Commission (2006), beberapa tahun
terakhir, indeks kompresibilitas yang sekaligus berhubungan dengan rasio hausner
telah menjadi metode yang sederhana, cepat, dan terkenal untuk memprediksi sifat
alir serbuk. Indeks kompresibilitas dan rasio Hausner ditentukan dengan
mengukur baik volume bulk maupun volume mampat dari serbuk. Walaupun
terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan Indeks
kompresibilitas dan Rasio Hausner, prosedur dasar dilakukan dengan mengukur
volume sebelum dimampatkan (Vo) dan volume mampat (Vf) serbuk setelah
bahan dimampatkan hingga tidak terjadi perubahan volume.
36
Universitas Indonesia
Indeks kompresibilitas dan Rasio hausner dihitung menggunakan
persamaan berikut:
Sebagai alternatif, Indeks kompresibilitas dan Rasio hausner dapat
dihitung dengan mengukur nilai berat jenis bulk (ρbulk) dan berat jenis mampat
(ρmampat) sebagai berikut:
Dimana,
Tabel 3.4. Kategori indeks kompresibilitas dan rasio Hausner
Indeks Kompresibilitas (%) Sifat alir Rasio Hausner
<10 Istimewa 1,00 – 1,11
11-15 Baik 1,12 – 1,18
16-20 Cukup baik 1,19 – 1,25
21-25 Agak baik 1,26 – 1,34
26-31 Buruk 1,35 - 1,45
32-37 Sangat buruk 1,46 – 1,59
>38 Sangat buruk sekali >1,6
[Sumber: British Pharmacopoeia Commission, 2006]
37
Universitas Indonesia
3.4.3 Evaluasi Tablet Metoklopramid hidroklorida
3.4.3.1 Penampilan fisik
Penampilan umum suatu tablet sangat penting bagi penerimaan konsumen,
pengontrolan keseragaman antar bahan dan antara tablet satu dengan lainnya, serta
memantau pembuatan yang bebas kesalahan. Penampilan tablet diamati dengan
sejumlah parameter seperti bentuk, warna, ada atau tidaknya bau, rasa, bentuk
permukaan dan ada atau tidaknya cacat fisik (Lachman, Lieberman, dan Kanig,
1994). Pada tablet yang digunakan di rongga mulut, rasa merupakan salah satu
parameter penerimaan konsumen yang penting dan sangat berhubungan dengan
ketepatan jenis dan jumlah zat perasa dalam produk. Pengujian rasa tablet lebih
lanjut dilakukan dengan uji kesukaan.
3.4.3.2 Uji keseragaman ukuran
Perbandingan diameter dan ketebalan tablet ada kaitannya dengan
penampilan yang menarik sebagai hasil perkiraan bobot per tablet sesuai dengan
jumlah bahan obat yang dikandungnya (Banker dan Rhodes, 1989). Uji
keseragaman ukuran dilakukan dengan mengambil sebanyak 20 tablet secara acak
dari masing-masing formula, lalu diameter dan ketebalan tablet diukur dengan
cara menjepitkan tablet pada alat jangka sorong. Tablet yang memenuhi
persyaratan keseragaman ukuran adalah jika diameter tablet tidak lebih dari 3 kali
dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet (Departemen Kesehatan RI, 1979).
3.4.3.3 Uji kekerasan
Kekerasan dari tablet cepat hancur dipertahankan pada nilai yang rendah
untuk memfasilitasi disintegrasi cepat di dalam mulut (Siddiqui, Garg, Sharma,
2010). Alat penguji kekerasan tablet yang digunakan adalah Hardness Tester
Erweka TBH 28. Pada penelitian ini, jumlah tablet yang digunakan dalam uji
kekerasan adalah enam tablet (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1979).
Tablet diletakkan secara horizontal kemudian ditekan tombol start. Dengan gaya
motorik, sebuah beban peluncur bergerak pada sebuah rel mendekati tablet dan
akhirnya menekan tablet hingga pecah. Pada saat tablet pecah, peluncur segera
38
Universitas Indonesia
berhenti dan tekanan akan ditunjukkan oleh angka digital pada alat. Satuan yang
digunakan adalah kilopond (kp). Pengukuran kekerasan tablet ini dilakukan pada
saat proses pencetakan sedang berjalan untuk mendapatkan tablet dengan
kekerasan tertentu yang dapat diatur pada peralatannya.
3.4.3.4 Uji Keregasan
Keregasan tablet diukur dengan menggunakan alat friability Tester tipe
TAR. Sebanyak 20 tablet dibersihkan dari debu (fine), kemudian ditimbang (W1).
Kemudian 20 tablet tersebut dimasukkan ke dalam alat uji keregasan. Alat
dijalankan dengan kecepatan putaran 25 rpm selama 4 menit (100 kali putaran).
Tablet dikeluarkan, dibersihkan dari debu dan ditimbang (W2). Hitung selisih
berat sebelum dan sesudah perlakuan. Tablet tersebut dinyatakan memenuhi
persyaratan jika kehilangan berat antara 0,5% -1% (Lachman, Lieberman, dan
Kanig, 1986).
Dimana: W1 = berat awal tablet
W2 = berat akhir tablet
3.4.3.5 Uji waktu disintegrasi in vitro
Waktu disintegrasi in vitro ditentukan dengan menempatkan satu tablet
dalam beaker yang berisi 10 mL dapar fosfat pH 6,8 pada suhu 37±0,5°C.
Ditentukan waktu yang diperlukan tablet hingga hancur sempurna sebagai waktu
disintegrasi in vitro tablet (Shirsand, Ramani, dan Swamy, 2010).
3.4.3.6 Uji waktu pembasahan dan Rasio Penyerapan Air (Water Absorption
Ratio)
Kertas saring digulung sebanyak dua kali diletakkan dalam cawan petri
yang memiliki diameter dalam 10 cm, mengandung 10 mL aquades. Sebuah tablet
diletakkan dengan hati-hati pada permukaan kertas saring dalam cawan petri.
39
Universitas Indonesia
Waktu yang diperlukan untuk air mencapai permukaan atas tablet dicatat sebagai
waktu pembasahan (Shirsand, Ramani, dan Swamy, 2010). Rasio penyerapan air
(R) ditentukan dengan persamaan berikut:
Dimana: wa = berat tablet setelah penyerapan air
wb = berat tablet sebelum penyerapan air
3.4.3.7 Uji keseragaman kandungan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode
yaitu keragaman bobot atau keragaman kandungan. Persyaratan keragaman bobot
dapat diterapkan pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang
merupakan 50% atau lebih dari bobot, satuan sediaan. Keseragaman dari zat aktif
lain, jika ada dalam jumlah lebih kecil, ditetapkan dengan persyaratan
keseragaman kandungan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995).
A. Pembuatan Larutan Standar
1) Ditimbang ± 100 mg standar Metoklopramid hidroklorida kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml
2) Diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 kemudian sambil dikocok
hingga homogen sambil di-adkan hingga batas (c = 100 mg/100ml =
100.000 μg/100 ml = 1.000 ppm)
3) Kemudian dipipet 10,0 ml larutan (2) dan dituangkan ke dalam labu
ukur 100,0 ml
4) Diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 kemudian sambil dikocok
hingga homogen sambil di-adkan hingga batas (c = 10 ml/100 ml x
1.000 ppm = 100 ppm)
5) Dari larutan (4) dipipet sebanyak 3,0 ml; 5,0 ml; 6,0 ml; 7,0 ml; 10,0
ml; dan 8,0 ml. Kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam
labu ukur 50,0 ml dan diadkan sedikit demi sedikit dengan dapar
fosfat pH 6,8.
6) Untuk pembuatan spektrum serapan, dipipet 5,0 ml dari larutan (4).
Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml dan diadkan
40
Universitas Indonesia
sedikit demi sedikit dengan dapar fosfat pH 6,8. Diperoleh larutan
dengan konsentrasi 10μg/ml atau 10 ppm.
B. Pembuatan spektrum serapan
1) Kuvet dibilas dengan larutan standar 10 ppm yang telah dibuat
sebelumnya sebanyak dua kali
2) Dimasukkan larutan standar 10 ppm ke dalam kuvet hingga 2/3
volumenya
3) Dilakukan pengukuran serapan pada panjang gelombang 220 nm
sampai 350 nm dengan interval 5 nm.
4) Ditentukan panjang gelombang maksimumnya. Setiap perubahan
panjang gelombang, serapan dibuat nol dengan blanko dapar fosfat
pH 6,8
C. Pembuatan kurva kalibrasi
1) Panjang gelombang diatur sesuai dengan yang diperoleh pada butir B
di atas
2) Kuvet diisi dengan larutan blanko, bilas dua kali, kemudian isi kuvet
hingga 2/3 volumenya dengan blanko. Nol-kan serapannya.
3) Kuvet diisi dengan larutan standar 2 ppm. Catat serapan yang
terbaca.
4) Diulangi percobaan (3) dengan menggunakan larutan standar
berikutnya, yaitu 6 ppm, 12 ppm, 14 ppm, 16 ppm, dan 20 ppm
5) Hasil serapan yang diperoleh dicatat. Dibuat kurva kalibrasi
kemudian ditentukan persamaan regresi liniernya, untuk selanjutnya
digunakan pada perhitungan kadar sampel.
41
Universitas Indonesia
D. Penetapan kadar Metoklopramid Hidroklorida (Shirshand, Ramani, dan
Swamy, 2010)
1) Sebanyak 10 tablet masing-masing ditimbang, lalu digerus hingga
menjadi serbuk. Serbuk yang diperoleh kemudian dituangkan dalam
labu ukur 100,0 ml
2) Dilarutkan dengan aquadest kemudian kocok hingga larut sempurna
sambil di adkan hingga batas labu ukur (c = 10 mg/100 ml = 10.000
μg/100 ml = 100 ppm)
3) Disaring larutan b dengan filter membran 0.22 mm, lalu filtrat
ditampung pada erlenmeyer
4) Dibuang 3,0 ml filtrat pertama kemudian dipipet 12,0 ml filtrat
kemudian ditampung pada labu ukur 100,0 ml
5) Diadkan dengan aquades hingga batas sambil dikocok hingga
homogen (c = 12/100 x 100 ppm = 12 ppm)
6) Dibilas kuvet dengan aquadest 2-3 kali kemudian diisi dengan
larutan (5) hingga 2/3 kali volumenya
7) Diukur serapan pada panjang gelombang maksimumnya (pada
literatur, λ = 273 nm dan 309 nm (Pharmaceutical Press, 2005)).
Serapan yang didapat kemudian dicatat.
8) Dihitung kadar dengan menggunakan kurva kalibrasi standar.
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan
keseragaman dosis dipenuhi, jika jumlah metoklopramid HCl dalam masing-
masing dari 10 satuan sediaan seperti yang ditetapkan dari cara keseragaman
bobot atau dalam keseragaman kandungan terletak antara 85,0-115,0% dari yang
tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995).
Jika 1 satuan terletak di luar di luar rentang 85,0-115,0% seperti yang
tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak antara rentang 75% hingga 125%
dari yang tertera pada etiket, atau jika simpangan baku relatif lebih besar dari
6,0%, atau jika kedua kondisi itu tidak terpenuhi, lakukan uji 20 satuan tambahan.
42
Universitas Indonesia
Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30 satuan terletak di antara
rentang 85,0-115,0% dari yang tertera di etiket dan tidak ada satupun yang
terletak di luar rentang 75,0-125,0% dari yang tertera di etiket dan simpangan
baku relatif dari 30 satuan tidak lebih dari 7,8% (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia,1995).
3.4.3.8 Uji kesukaan
Pengujian dilakukan terhadap 30 orang panelis yang diambil secara acak.
Panelis diminta mencicipi satu tablet dari salah satu formula terpilih, lalu panelis
diminta memberi pendapatnya terhadap penampilan, rasa, dan waktu hancur
melalu kuesioner yang diberikan. Uji ini menggunakan 30 orang panelis dengan
tujuan untuk mewakili sampel dan mengurangi variabel-variabel yang mungkin
akan mengganggu hasil dari uji ini (Morten, Gail, dan Thomas, 2000).
43
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Pembuatan Tablet Cepat Hancur
Pada penelitian ini, tahap pertama yang dilakukan yaitu mengoptimasi
konsentrasi crospovidone pada formulasi tablet yang telah dibuat. Pada optimasi
ini masing-masing formula yaitu F1, F2 dan F3 mengandung crospovidone
dengan kadar yang berbeda, yaitu 4%, 8%, dan 12%. Hal ini dimaksudkan untuk
melihat hubungan antara konsentrasi crospovidone yang digunakan dengan
kecepatan disintegrasi dan waktu pembasahan dari tablet cepat hancur. Selain itu,
dibuat pula FE0 sebagai formula kontrol effervescent yang tidak mengandung
crospovidone (superdisintegran). Sedangkan FC0 digunakan untuk formula
kontrol superdisintegran yang tidak mengandung Natrium bikarbonat-Asam sitrat
(agen effervescent).
Pada tahap awal pembuatan tablet dilakukan penimbangan sesuai dengan
masing-masing formulasi yang dibuat, kemudian dilakukan pencampuran semua
eksipien maupun zat aktif. Setelah tahap pencampuran eksipien dan bahan aktif,
kemudian dilanjutkan dengan evaluasi massa tablet meliputi uji laju alir, uji sudut
istirahat, uji indeks kompresibilitas dan uji rasio Hausner. Seluruh proses awal
pembuatan massa tablet dilakukan di ruangan khusus effervescent dengan
kelembaban dan suhu yang dijaga untuk meminimalkan kontak massa tablet yang
mengandung agen effervescent dengan kelembaban di sekitar agar tidak
menginisisasi terjadinya reaksi effervescent. Pada ruang effervescent yang terdapat
di Fakultas Farmasi UI, penelitian dilakukan pada kelembaban dengan RH 36% -
42% pada suhu 25°C. Pada pembuatan sediaan effervescent murni, batas
kelembaban ruangan atau RH yang diperbolehkan maksimal sebesar 25% untuk
mencegah penguraian dan ketidakstabilan produk akibat kelembaban lingkungan.
Namun, karena pada penelitian ini sediaan yang dibuat berupa tablet cepat hancur
dengan penggunaan agen effervescent dalam jumlah sedikit (12%) sehingga
kestabilan sediaan masih dapat dijaga pada penggunaan ruangan dengan RH
sebesar 36% - 42%.
43
44
Universitas Indonesia
Proses pencetakan tablet dilakukan sebagai tahap akhir pembuatan tablet.
Pencetakan tablet cepat hancur dilakukan dengan metode kempa langsung karena
metodenya sederhana. Pencetakan tablet dilakukan dalam dua proses, yaitu
pencetakan dengan kekerasan tablet 1-3 kp dan 3-5 kp. Setelah diperoleh
konsentrasi crospovidone yang memiliki waktu disintegrasi dan waktu
pembasahan yang optimal, kemudian dilanjutkan ke proses optimasi terhadap rasa
dari tablet cepat hancur. Optimasi rasa dilakukan dengan membuat variasi
konsentrasi dari aspartam sebagai pemanis. Sebagai uji pendahuluan, dibuat
formulasi dengan variasi konsentrasi aspartam sebesar 2%, 4%, dan 6%. Namun,
karena rasa tablet masih terlalu pahit akibat rasa zat aktif belum tertutupi sehingga
dibuat formulasi dengan konsentrasi aspartam sebesar 6% dan 12%. Perbedaan
konsentrasi yang digunakan cukup besar agar parameter rasa yang diuji dapat
memberikan hasil yang jelas. Kemudian, pada tablet cepat hancur yang dihasilkan
dilakukan uji keseragaman kandungan dan uji kesukaan.
4. 2 Evaluasi Massa Tablet Cepat Hancur
4. 2. 1 Laju alir dan Sudut Istirahat (angle of repose)
Sifat alir serbuk meliputi waktu alir dan sudut istirahat (angle of repose)
merupakan faktor yang sangat penting dalam pengisian ruang kompresi pada
proses kempa langsung yang juga akan berpengaruh pada keseragaman bobot
tablet yang dihasilkan (Syukri & Mulyanti, 2007).
Laju alir massa tablet ditunjukkan pada Tabel 4.1, berkisar antara 0,65-
8,68 gram/detik. F5 memiliki laju alir yang paling rendah, yaitu 0,65 gram/detik.
Laju alir F5 sangat rendah dikarenakan jumlah manitol yang digunakan paling
sedikit akibat tingginya konsentrasi aspartam dalam formula. Selain itu juga
mungkin terjadi karena kurang homogennya Talk yang digunakan sebagai glidan
yang tujuan penggunaannya untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan
mengurangi gesekan di antara partikel-partikel (Anwar, 2012). Laju alir terbesar
dimiliki oleh FC0, yaitu sebesar 8,68 gram/detik karena jumlah manitol yang
digunakan dalam formula paling banyak dibanding formula lainnya (Tabel 3.1),
45
Universitas Indonesia
hanya mengandung crospovidone, dan tidak mengandung agen effervescent yang
sifatnya higroskopik yang dapat menghambat laju alir serbuk. Menurut
Pharmaceutical Press (2009), baik manitol maupun crospovidone memiliki sifat
free flowing. Granul manitol dapat mengalir dengan baik dan mampu
meningkatkan sifat alir dari bahan lain dalam formulasi, oleh karena itu manitol
dipilih sebagai pengisi pada formulasi yang dibuat.
Tabel 4.1. Hasil evaluasi laju alir dan sudut istirahat FE0-F5
Formula laju alir
(gram/detik)
Sudut Istirahat
(°)
E0 3,76 ± 0,49 27,87 ± 1,59
C0 8,68 ± 1,86 16,81 ± 1,66
1 4,65 ± 0,61 21,58 ± 2,77
2 4,48 ± 0,32 25,30 ± 0,41
3 4,05 ± 1,10 25,37 ± 0,35
4 5,04 ± 0,89 31,64 ±0,43
5 0,65 ± 0,27 25,19 ± 0,17
Selain laju alir, sifat alir juga dipengaruhi oleh sudut istirahat. Semakin
kecil sudut isitirahat yang dihasilkan maka semakin baik laju alirnya (Liberman,
Lachman, dan Schwartz, 1989). Pada Tabel 4.1 diketahui bahwa formulasi E0
sampai 5 memiliki sudut istirahat yang dikategorikan baik sampai istimewa. FE0
memiliki sudut istirahat yang bisa dikategorikan paling baik yaitu sebesar 16,81°.
Sudut istirahat yang baik diperoleh karena selain penggunaan manitol, juga
digunakan avicel yang merupakan pengikat sekaligus compression aid yang dapat
digunakan untuk mencapai karakteristik kompresi yang diinginkan, salah satunya
yaitu sifat alir massa tablet. Sifat alir yang baik akan membuat pengisian die
terpenuhi secara merata sehingga keseragaman bobot tablet tidak menyimpang
(Lachman, Lieberman dan Kanig, 1986).
46
Universitas Indonesia
4. 2. 2 Indeks Kompresibilitas dan Rasio Hausner
Indeks kompresibilitas dan rasio Hausner menentukan kemampuan kempa
dari suatu massa tablet.
Tabel 4. 2. Hasil evaluasi kompresibilitas dan rasio Hausner FE0-F5
Formulasi Indeks Kompresibilitas
(%) Rasio Hausner
FE0 27,79 ± 0,38 1,38 ± 0,01
FC0 31,93 ± 0,61 1,47 ± 0,01
F1 30,02 ± 0,95 1,43 ± 0,02
F2 29,68 ± 0,96 1,42 ± 0,02
F3 30,59 ± 0,52 1,44 ± 0,01
F4 30,82 ± 0,08 1,45 ± 0,00
F5 34,7 ± 0,00 1,53 ± 0,00
Pada Table 4.2 terlihat bahwa kisaran rasio Hausner yang dihasilkan dari
formulasi E0 sampai 5 berkisar antara 1,38-1,53 artinya rasio Hausner yang
dihasilkan masuk dalam kategori buruk. Indeks kompresibilitas dan rasio Hausner
berada dalam rentang buruk disebabkan karena pemilihan eksipien berupa manitol
sebagai pengisi. Manitol tetap digunakan karena memberikan kenyamanan dengan
rasa yang enak, sedikit manis, halus, dan dingin pada saat tablet berada di mulut.
Sedangkan, jika menggunakan pengisi lain yang umum digunakan seperti laktosa,
memungkinkan terjadinya reaksi Maillard antara laktosa dengan gugus basa amin
dalam metoklopramid HCl yang menyebabkan perubahan warna (Anwar, 2012).
Formulasi C0 mengandung konsentrasi manitol paling besar dibanding formulasi
lain sehingga menyebabkan terjadinya penurunan indeks kompresibilitas. Nilai
kompresibilitas serbuk manitol sebesar 41,41 % yang termasuk kategori sangat
buruk sekali (Pharmaceutical Press, 2009). Hal itu terjadi karena manitol yang
memiliki ukuran yang halus dapat menempati rongga-rongga tablet yang kosong
menyebabkan sedikitnya volume akhir saat melakukan uji indeks kompresibilitas.
Namun, kategori indeks kompresibilitas yang sangat buruk juga terdapat pada
47
Universitas Indonesia
formula 5 yang mengandung manitol paling sedikit. Walaupun begitu,
kemungkinan konsentrasi aspartam yang tinggi sehingga mempengaruhi secara
signifikan nilai indeks kompresibilitasnya. Menurut Pharmaceutical Press (2009),
aspartam memiliki kompresibilitas sebesar 44% yang termasuk kategori sangat
buruk sekali. Turunnya indeks kompresibilitas secara langsung mengurangi
porositas tablet.
4. 3 Evaluasi Tablet Cepat Hancur
4. 3. 1 Penampilan Tablet
Evaluasi penampilan fisik dari tablet cepat hancur dilakukan dengan cara
mengamati bentuk, warna, dan permukaan tablet, serta kerusakan pada tablet.
Penampilan fisik merupakan hal pertama yang mempengaruhi penerimaan pasien
terhadap suatu sediaan. Penampilan fisik kelima formula tablet cepat hancur
ditunjukkan oleh Gambar 4.1 untuk tablet dengan kekerasan 1-3 kp, Gambar 4.2
untuk tablet dengan kekerasan 3-5 kp, dan Gambar 4.3 untuk tablet F4 dan F5.
Tablet yang dihasilkan dari ketujuh formula umumnya berbentuk bulat pipih
dengan garis di tengah dan berwarna putih. Pada formulasi tablet E0 sampai 3
yang dicetak menggunakan tekanan 3-5 kp permukaannya terlihat lebih mengkilat
dan halus dibanding dengan formula yang dicetak dengan tekanan 1-3 kp. Hal
tersebut berhubungan dengan keregasan tablet.
48
Universitas Indonesia
Gambar 4. 1. Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan kekerasan 1-3
kp
Gambar 4. 2. Penampilan fisik tablet cepat hancur FE0-F3 dengan kekerasan 3-5
kp
Gambar 4. 3. Penampilan fisik tablet cepat hancur F4 dan F5
49
Universitas Indonesia
4. 3. 2 Keseragaman Ukuran
Keseragaman ukuran dievaluasi dengan mengukur tebal dan diameter
tablet cepat hancur yang dihasilkan menggunakan jangka sorong. Pada Tabel 4.3
terlihat bahwa berdasarkan hasil pengukuran pada 20 tablet secara acak terhadap
kelima formula tablet cepat hancur pada kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp
menunjukkan bahwa diameter tablet cepat hancur berada pada rentang 1,7 – 2,0
kali tebal tablet cepat hancur. Hal ini menunjukkan bahwa kelima formulasi tablet
cepat hancur memenuhi persyaratan keseragaman ukuran menurut Farmakope
Indonesia edisi III yang menyatakan bahwa suatu sediaan tablet dianggap seragam
ukurannya jika diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu
sepertiga tebal tablet. Selain itu juga terlihat bahwa tablet yang memiliki
kekerasan yang lebih tinggi (3-5 kp) memiliki tebal yang lebih kecil akibat
kekuatan pengempaan yang lebih besar dibandingkan pada tablet dengan
kekerasan 1-3 kp.
Tabel 4. 3. Hasil evaluasi keseragaman ukuran FE0-F3 pada kekerasan 1-3 kp dan
3-5 kp
Formula Kekerasan Rata-rata ± SD
(kp) Diameter (cm) Tebal (cm) d/tebal
E0 1-3 0,607 ± 0,002 0,313 ± 0,004 1,942 ± 0,032
3-5 0,606 ± 0,004 0,304 ± 0,004 1,993 ± 0,026
C0 1-3 0,609 ± 0,003 0,342 ± 0,011 1,779 ± 0,055
3-5 0,607 ± 0,003 0,326 ± 0,009 1,862 ± 0,052
1 1-3 0,610 ± 0,003 0,334 ± 0,015 1,828 ± 0,078
3-5 0,611 ± 0,003 0,327 ± 0,013 1,871 ± 0,072
2 1-3 0,616 ± 0,004 0,355 ± 0,016 1,735 ± 0,071
3-5 0,610 ± 0,003 0,340 ± 0,015 1,794 ± 0,082
3 1-3 0,613 ± 0,004 0,356 ± 0,006 1,725 ± 0,029
3-5 0,616 ± 0,005 0,327 ± 0,012 1,884 ± 0,060
50
Universitas Indonesia
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa formulasi 4 dan 5 dapat dinyatakan seragam
ukurannya karena telah memenuhi persyaratan keseragaman ukuran menurut
Farmakope Indonesia edisi III, dengan perbandingan diameter per tebal sebesar
1,995 dan 2,006. Laju alir, homogenitas campuran dan kestabilan tekanan punch
adalah faktor-faktor yang menyebabkan ukuran tablet menjadi seragam.
Tabel 4. 4. Hasil evaluasi keseragaman ukuran F4 dan F5.
Formula Rata-rata ± SD
Diameter (cm) Tebal (cm) d/tebal
4 0,611 ± 0,002 0,306 ± 0,004 1,995 ± 0,025
5 0,611 ± 0,002 0,305 ± 0,007 2,006 ± 0,045
4. 3. 3 Uji Kekerasan
Kekuatan tablet ditentukan dengan cara mengukur kekerasan dan
keregasan tablet. Kekerasan berguna sebagai metode pengontrolan fisik selama
proses pembuatan (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986).
Tabel 4.5. Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3
Formulasi Rata-rata ± SD
cetak 1 (1-3 kp) cetak 2 (3-5 kp)
E0 2,14 ± 0,51 3,70 ± 0,64
C0 1,78 ± 0,69 4,22 ± 0,69
1 2,00 ± 0,63 3,90 ± 0,36
2 1,81 ± 0,65 3,96 ± 0,60
3 1,97 ± 0,62 3,77 ± 0,58
Kekerasan tablet cepat hancur kelima formula pada dua proses cetak
dengan kekerasan yang berbeda ditunjukkan oleh Tabel 4.5. Selama proses
pencetakan tablet, kekerasan diatur dan diuji untuk menjaga agar tekanan yang
dihasilkan tetap stabil pada rentang yang diinginkan. Dibuat tablet cepat hancur
51
Universitas Indonesia
FE0-F3 dengan kekerasan 1-3 kp, tetapi setelah dilakukan uji keregasan terhadap
tablet yang dibuat, diperoleh hasil uji keregasan yang tidak memenuhi syarat
sehingga dilakukan proses pencetakan kedua untuk menghasilkan tablet yang
memiliki kekerasan 3 – 5 kp agar memenuhi syarat dalam uji keregasan.
Kekerasan tablet formula 4 dan 5 ditunjukkan oleh Tabel 4.6
Tabel 4.6. Hasil evaluasi kekerasan tablet cepat hancur F4 dan F5
Formulasi Rata-rata ± SD
Kekerasan (kp)
4 4,26 ± 0,46
5 3,67 ± 0,63
4. 3. 4 Uji Keregasan
Cara menentukan kekuatan tablet selanjutnya adalah dengan mengukur
keregasan tablet. Keregasan tablet berguna untuk mengetahui ketahanan tablet
terhadap guncangan yang terjadi selama proses pembuatan, pengemasan dan
pendistribusian (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986). Syarat keregasan tablet
konvensional adalah kurang dari 1% (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986).
Keregasan tablet cepat hancur dari kelima formula pada optimasi konsentrasi
crospovidone dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hasil evaluasi keregasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada kekerasan
1-3 kp dan 3-5 kp
Formulasi 1-3 kp 3-5 kp
E0 0,71% 0,47%
C0 9,09% 2,25%
1 2,29% 0,81%
2 2,26% 0,79%
3 2,21% 0,40%
52
Universitas Indonesia
Pada tabel 4.7 dapat diketahui bahwa formula yang dicetak menggunakan
kekerasan lebih rendah, yaitu 1-3 kp, memiliki keregasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan formula yang dicetak dengan kekerasan 3-5 kp. Pada
kekerasan 1-3 kp, formulasi C0, 1, 2, dan 3 memiliki keregasan di atas 1%
sehingga tidak memenuhi persyaratan keregasan tablet. Formulasi C0 yang hanya
mengandung crospovidone dan tidak mengandung agen effervescent memiliki
keregasan yang paling besar, yaitu 9,09%. Hal itu mungkin terjadi karena
pencetakan tablet dilakukan dengan metode kempa langsung dengan penambahan
crospovidone yang berbentuk fine dalam keadaan kering sehingga meningkatkan
jumlah fine dalam tablet yang mempengaruhi keregasan. Hanya formulasi E0
(tidak mengandung crospovidone) yang memenuhi persyaratan keregasan tablet.
Pada formulasi 1-3 diperoleh hasil berturut-turut 2,29%, 2,26%, dan 2,21%.
Pada kekerasan 3-5 kp, semua formulasi, kecuali formula C0 memenuhi
persyaratan keregasan dengan nilai di bawah 1%. Formula C0 pada kekerasan 3-5
kp memiliki keregasan sebesar 2,25%. Hal tersebut menunjukkan meskipun
kekerasan ditingkatkan, keregasan formulasi kontrol tanpa mengandung agen
effervescent (hanya mengandung crospovidone) belum dapat diperbaiki karena
masih memiliki keregasan yang besar. Pada formula 1,2, dan 3 diperoleh hasil
penurunan keregasan sama seperti pada kekerasan 1-3 kp, sehingga diketahui
dalam formulasi tablet yang mengandung gabungan antara crospovidone dengan
agen effervescent, semakin besar konsentrasi crospovidone yang digunakan
semakin kecil keregasannya.
Pada formulasi untuk optimasi konsentrasi Aspartam, diperoleh hasil uji
yang memenuhi syarat uji keregasan dengan hasi uji keregasan F4 sebesar 0,35%
dan F5 0,31%. Keregasan tablet dapat ditingkatkan dengan proses granulasi.
Selain itu, juga dengan penggunaan binder atau pengikat yang lebih kuat, namun
hal ini mungkin akan mempengaruhi waktu disintegrasi tablet sehingga tidak
dilakukan. Tablet cepat hancur umumnya memiliki keregasan yang tinggi, oleh
karena itu tablet cepat hancur dikemas secara khusus agar ketika berada di tangan
pasien tablet masih dalam keadaan utuh dan dalam kondisi baik (Abu Izza, Li,
Look, Parr, dan Schineller, 2009).
53
Universitas Indonesia
4. 3. 5 Uji Waktu Disintegrasi in vitro
Waktu disintegrasi adalah parameter paling penting pada tablet cepat
hancur. Metode evaluasi waktu disintegrasi tablet cepat hancur berbeda dengan
tablet konvensional. Oleh karena itu, modifikasi evaluasi waktu hancur dilakukan
dengan cara membuat suatu kondisi yang hampir sama dengan rongga mulut
manusia (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan Chandira, 2009).
Menurut Farmakope Eropa tablet cepat hancur terdisintegrasi dalam waktu kurang
dari 3 menit.
Hasil uji waktu disintegrasi ditunjukkan pada Gambar 4.4. Pada grafik
terlihat bahwa dari semua formula pada dua kekerasan yang berbeda, formula E0
atau formula kontrol effervescent memiliki waktu disintegrasi paling besar, diikuti
dengan formula C0 sebagai kontrol superdisintegran. Hal tersebut terjadi karena
hanya satu mekanisme disintegrasi yang terjadi pada kedua formula tersebut. Pada
formula E0, terjadi mekanisme reaksi effervescent dimana dibutuhkan kontak
dengan air (H2O) agar antara asam sitrat dan natrium bikarbonat dalam tablet
bereaksi membentuk gas CO2 yang mendorong pecahnya tablet. Dari hasil uji
diketahui bahwa peningkatan kekerasan dapat meningkatkan waktu disintegrasi
secara signifikan pada formula ini karena pada kekerasan yang lebih tinggi,
kompaktibilitas akan semakin tinggi sehingga proses kontak dengan air
membutuhkan waktu yang lebih lama hingga seluruh tablet hancur.
Pada formula C0, crospovidone sebagai superdisintegran secara umum
bekerja dengan mekanisme swelling karena kemampuannya mengembang tanpa
membentuk gel. Namun, dinyatakan bahwa sifat kapilaritas (wicking) dalam
crospovidone lebih efektif dibanding sifat pengembangannya. Sifat
pengembangan dari crospovidone lemah jika dibandingkan dengan
superdisintegran lain akibat tidak adanya gugus kation atau ion yang bermuatan
positif dalam molekul crospovidone. Mekanisme kapilaritas crospovidone yaitu
dengan menarik air secara maksimal dan memberikan disintegrasi secara cepat
akibat interaksi dari penyusunan partikel superdisintegran. Selain itu, morfologi
permukaan partikel crospovidone yang berbentuk seperti sponge meningkatkan
porositas intrapartikel (Mohamed, Talari, Tripathy, dan Majeed, 2012). Pada
54
Universitas Indonesia
formula ini, peningkatan kekerasan juga menyebabkan peningkatan waktu
disintegrasi. Kekerasan yang lebih tinggi menyebabkan menurunnya porositas
tablet sehingga aksi kapilaritas berjalan dengan lebih lambat.
Gambar 4.4. Grafik hasil evaluasi waktu disintegrasi formula E0-3 pada
kekerasan 1-3 kp dan 3-5 kp.
Pada formula 1-3, diperoleh waktu disintegrasi yang lebih cepat dari
formulasi kontrol karena adanya gabungan dua mekanisme dalam proses
disintegrasi tablet, yaitu terjadinya reaksi effervescent dan proses kapilaritas serta
swelling dari crospovidone. Dari grafik terlihat bahwa semakin besar konsentrasi
crospovidone maka semakin cepat waktu disintegrasinya. Namun, dari dua
perbandingan kekerasan yang berbeda, dapat dilihat pad grafik bahwa F1-F3 pada
kekerasan 3-5 kp memiliki waktu disintegrasi yang lebih cepat dibanding pada
kekerasan 1-3 kp. Jadi, formulasi yang memiliki waktu disintegrasi paling singkat
yaitu formulasi 3 yang mengandung crospovidone sebesar 12% dengan kekerasan
3-5 kp. Mekanisme kapilaritas tidak dapat menjelaskan hal tersebut karena dengan
peningkatan kekerasan, struktur pori tablet akan berkurang sehingga
memperlambat ambilan air dari luar. Menurut Pahwa dan Gupta (2011), deformasi
mungkin menjadi aspek penting dalam mekanisme aksi crospovidone. Teori ini
mungkin dapat menjelaskan hal ini, karena dalam teori deformasi dinyatakan
bahwa bentuk dari partikel disintegran terdistorsi selama pengempaan dan partikel
91,68
38,45 25,2 23,08 21,78
257,05
45,12 20,77 18,73 17,83 0
50
100
150
200
250
300
FE0 FC0 F1 F2 F3
Wa
ktu
dis
inte
gra
si (d
eti
k)
Formulasi Tablet
Series1
Series2
1-3 Kp
3-5 Kp
55
Universitas Indonesia
kembali ke bentuk sebelum pengempaan setelah pembasahan, kemudian
peningkatan ukuran dari partikel yang terdeformasi menyebabkan tablet pecah.
Dengan peningkatan kekerasan selama pengempaan, maka saat pembasahan
terjadi deformasi partikel dengan gaya yang lebih besar yang menyebabkan waktu
disintegrasi menjadi lebih cepat.
4. 3. 6 Uji waktu pembasahan dan Rasio Penyerapan Air (Water Absorption
Ratio)
Waktu pembasahan erat hubungannya dengan struktur dalam tablet dan
hidrofilisitas dari eksipien (Bhowmik, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, dan
Chandira, 2009). Hasil uji waktu pembasahan ditunjukkan oleh Tabel 4.8. Dari
tabel dapat dilihat perbedaan waktu pembasahan pada tablet dengan kekerasan 1-3
kp dengan tablet dengan kekerasan 3-5 kp. Diketahui formula C0 memiliki waktu
pembasahan paling singkat yaitu 17,32 detik pada kekerasan 1-3 kp dan 25,53
detik pada kekerasan 3-5 kp yang terjadi karena mekanisme utama pembasahan
tablet hanya dari crospovidone. Crospovidone sebagai superdisintegran bekerja
dengan aksi kapilaritas sebagai mekanisme utama. Menurut Pharmaceutical Press
(2009), crospovidone secara cepat menunjukkan aktifitas kapiler dan kapasitas
hidrasi yang tinggi dengan kecenderungan pembentukan gel yang rendah. Pada
formula E0, waktu pembasahan lambat dengan mekanisme utama terjadinya reaksi
effervescent. Pada uji pembasahan, permukaan tablet yang berkontak dengan air
sangat sedikit sehingga membutuhkan waktu yang lama agar tablet bereaksi
dengan air. Selain itu, untuk membasahi seluruh permukaan atas tablet, harus
melalui reaksi effervescent pada bagian bawah tablet yang sama artinya dengan
disintegrasi tablet pada luas permukaan kontak yang kecil antara tablet dengan air.
56
Universitas Indonesia
Tabel 4.8. Hasil evaluasi waktu pembasahan FE0-F3
Formulasi Waktu pembasahan (detik)
1-3 kp 3-5 kp
E0 122,13 ± 35,41 231,28 ± 77,62
C0 17,32 ± 1,30 25,53 ± 5,32
1 187,12 ± 39,43 166,73 ± 46,24
2 181,28 ± 25,13 120,37 ± 21,53
3 140,65 ± 11,94 128,12 ± 18,02
Pada formula 1-3, diperoleh waktu disintegrasi yang lebih lambat dari
formulasi kontrol. Pada uji waktu disintegrasi, gabungan dua mekanisme pada
ketiga formulasi tersebut menguntungkan dengan semakin cepatnya waktu
disintegrasi. Namun, pada uji waktu pembasahan, gabungan antara reaksi
effervescent dan proses kapilaritas dari crospovidone menghasilkan waktu
pembasahan yang lebih lambat. Hal tersebut mungkin terjadi karena pada kedua
mekanisme tersebut membutuhkan kontak dengan air, sedangkan jumlah air pada
uji waktu pembasahan terbatas. Sebelum terjadi proses kapilaritas, air yang masuk
secara spontan akan bereaksi dengan agen effervescent dalam tablet. Untuk
menunggu reaksi effervescent selesai memerlukan waktu yang lama. Sama seperti
pada data waktu disintegrasi, waktu pembasahan semakin cepat pada formulasi
dengan konsentrasi crospovidone yang semakin besar dan pada kekerasan 3-5 kp.
Teori deformasi juga dapat menjelaskan mengapa pada kekerasan yang lebih
tinggi diperoleh waktu pembasahan yang lebih cepat.
Selain mengukur waktu pembasahan tablet, juga dihitung rasio absorbi air
pada kelima formulasi tersebut. Rasio penyerapan air merupakan salah satu
kriteria yang penting untuk mengetahui kapasitas dari disintegran dalam
mengembang (swelling) dalam sejumlah kecil air (Nagendrakumar, Raju,
Shirshand, dan Para, 2010). Rasio penyerapan air dari formula kontrol
effervescent sebesar -12,24 pada tablet dengan kekerasan 1-3 kp dan 6,34 pada
tablet dengan kekerasan 3-5 kp. Rasio penyerapan air yang bernilai negatif terjadi
karena adanya reaksi effervescent antara asam dan basa dengan adanya air yang
57
Universitas Indonesia
menghasilkan gas karbondioksida (CO2) sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan bobot tablet. Sedangkan, rasio penyerapan air dari formula kontrol
superdisintegran sebesar 82,00 pada tablet dengan kekerasan 1-3 kp dan 76, 41
pada tablet dengan kekerasan 3-5 kp.
Rasio penyerapan air ketiga formula uji tablet cepat hancur ditunjukkan
oleh Tabel 4.9. Pada tabel terlihat bahwa semakin besar konsentrasi crospovidone
yang digunakan, rasio penyerapan airnya juga semakin besar yang menandakan
bahwa crospovidone berperan dalam mengabsorbsi air dalam tablet meskipun
swelling bukan mekanisme utamanya. Berdasarkan perbandingan rasio
penyerapan air pada dua kekerasan yang berbeda, diketahui bahwa rasio
penyerapan air lebih kecil pada tablet dengan kekerasan 3-5 kp dibanding 1-3 kp.
Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh tekanan dalam tablet yang semakin besar
sehingga menyebabkan semakin sulitnya air mengabsorbsi dalam tablet. Pada
tekanan 1-3 kp, tablet lebih berpori sehingga air lebih mudah mengabsorbsi ke
dalam tablet melalui celah pori maupun aksi kapilaritas dari crospovidone.
Tabel 4.9. Hasil evaluasi rasio penyerapan air (water absorption ratio) F1-F3
Formulasi Rasio penyerapan Air (%) ± SD
1-3 kp 3-5 kp
1 25,02 ± 5,96 17,72 ± 6,26
2 38,95 ± 0,73 36,83 ± 5, 17
3 54,13 ± 1,89 49,66 ± 1,18
4. 3. 7 Uji Keseragaman Kandungan
Pengujian keseragaman kandungan dilakukan dengan metode
spektrofotometri diawali dengan pembuatan spektrum serapan, dihasilkan λmaks
pada 272,4 nm. Dilanjutkan dengan pembuatan kurva kalibrasi. Dari hasil serapan
sampel yang diperoleh dihitung kadar sampel berdasarkan persamaan regresi
linier yang diperoleh dari pembuatan kurva kalibrasi. Pada Tabel 4.10 terlihat
bahwa formula 4 memiliki kadar antara 94,98% - 99,13% dengan hasil
perhitungan simpangan baku sebesar 0,01 dan formula 5 memiliki kadar antara
58
Universitas Indonesia
91,56% - 99,04% dengan hasil perhitungan simpangan baku sebesar 0,02. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa formula 4 dan 5 seragam kandungannya.
Karena kedua formulasi tersebut memenuhi persyaratan uji keseragaman
kandungan pada Farmakope Indonesia edisi IV yang menyatakan bahwa tablet
dinyatakan seragam kandungannya jika tidak ada satupun tablet yang kurang dari
85% dan tidak satupun tablet yang lebih dari 115% dan simpangan baku yang
dihasilkan tidak lebih dari 6,0%. Selain itu, hasil uji keseragaman kandungan
kedua formula juga memenuhi uji penetapan kadar dari tablet Metoklopramid HCl
dengan syarat kadar antara 90,0% - 110,0% berdasarkan British Pharmacopoeia
2007.
Tabel 4.10. Hasil evaluasi keseragaman kandungan F4 dan F5
Sampel ke-
kadar (%)
F4 F5
1 95,77 95,01
2 99,13 97,85
3 96,27 97,98
4 97,79 99,04
5 96,11 95,20
6 94,99 96,95
7 96,56 99,02
8 94,92 96,77
9 96,59 91,56
10 94,98 95,45
rata-rata 96,311 96,483
SD 0,01 0,02
4. 3. 8 Uji Kesukaan
Uji kesukaan dilakukan terhadap 30 panelis secara acak untuk menilai
parameter penampilan dan rasa pada tablet formulasi 4 yang mengandung
aspartam sebanyak 6% dan formulasi 5 yang mengandung aspartam sebanyak
12%. Selain parameter penampilan dan rasa, dalam uji ini juga dinilai waktu
hancur tablet pada tiap panelis untuk memperkirakan waktu hancur tablet di
59
Universitas Indonesia
dalam mulut. Data statistik yang diperoleh dari parameter penampilan dan rasa
kemudian diolah dengan metode Kai Kuadrat (Chi Square method) menggunakan
program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.0.
Untuk membantu dalam penarikan kesimpulan pada pengujian parameter
penampilan tablet, dibuat hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak ada hubungan antara formulasi tablet dengan penampilan tablet yang
dihasilkan.
H1 : Ada hubungan antara formulasi tablet dengan penampilan tablet yang
dihasilkan.
Dari hasil analisis menggunakan SPSS, diperoleh hasil tabulasi silang
antara variabel Formulasi Tablet dengan kategori-kategori variabel Penampilan
Tablet beserta persentase dari tiap frekuensi data yang diperoleh (Lampiran 26).
Hasil pengujian menampilkan keterkaitan antar kedua variabel ini melalui uji Chi-
Square, dimana diperoleh nilai χ2hitung sebesar 1,420 dengan nilai signifikansi
(Asymp. Sig. (2-sided)) sebesar 0,492. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh,
terlihat bahwa nilai χ2hitung (1,420) < χ
2tabel[(2-1)(5-1);0,05] (9,490) serta nilai
signifikansi (0,492) > α (0,05) sehingga H0 gagal ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara formulasi tablet dengan
penampilan tablet yang dihasilkan.
Selanjutnya, pada pengujian parameter rasa, dalam penarikan kesimpulan
dibuat hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak ada hubungan antara formulasi tablet dengan rasa tablet yang
dihasilkan.
H1 : Ada hubungan antara formulasi tablet dengan rasa tablet yang dihasilkan.
Hasil tabulasi silang antara variabel Formulasi Tablet dengan kategori-
kategori variabel Rasa Tablet beserta persentase dari tiap frekuensi data yang
diperoleh terdapat pada Lampiran 28. Hasil pengujian menampilkan keterkaitan
antar kedua variabel ini melalui uji Chi-Square, dimana diperoleh nilai χ2hitung
sebesar 1,726 dengan nilai signifikansi (Asymp. Sig. (2-sided)) sebesar 0,631.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, terlihat bahwa nilai χ2hitung (1,726) <
χ2tabel[(2-1)(5-1);0,05] (9,490) serta nilai signifikansi (0,631) > α (0,05) sehingga
60
Universitas Indonesia
H0 gagal ditolak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
formulasi tablet dengan rasa tablet yang dihasilkan, maka tidak dapat ditentukan
rasa dari formulasi mana yang lebih disukai oleh responden. Sebagian panelis
menyatakan formula 4 lebih baik dari segi rasa, namun sebagian lain menyatakan
formula 5 lebih baik. Menurut panelis, kedua formulasi tablet yang diujikan masih
pahit. Aspartam yang digunakan belum cukup untuk menutupi rasa pahit dari zat
aktif. Selain itu, agen effervescent yang digunakan juga memberikan sensasi yang
tidak disukai bagi sebagian panelis.
Waktu hancur rata-rata tablet cepat hancur yang diujikan pada 30 orang
panelis yaitu sebesar 101,47 ± 84,89 detik untuk F4 dan 103,56 ± 78,19 untuk F5
(Lampiran 30). Hasil yang diperoleh tersebut sangat bervariasi tiap individunya,
dapat dilihat dari nilai standar deviasi yang besar. Pada F4, waktu hancur yang
tercepat sebesar 20,5 detik dan yang terlama sebesar 317,00 detik. Sedangkan
pada F5, waktu hancur yang tercepat sebesar 15,00 detik dan yang terlama sebesar
307,76 detik. Berdasarkan hasil tersebut, tidak dapat diketahui hubungan yang
jelas mengenai formulasi mana yang lebih cepat waktu hancurnya maupun
rentang waktu hancur pada kedua formulasi uji.
Bila dilihat lebih jauh data pada tabulasi silang saat menguji signifikasi
antara formulasi tablet dengan rasa memperlihatkan hasil yang tidak diinginkan
karena seharusnya antara formulasi tablet dengan rasa terdapat hubungan atau
perbandingan yang bermakna untuk menentukan formulasi yang lebih baik dari
parameter rasa, padahal perbedaan konsentrasi aspartam yang digunakan cukup
bermakna yaitu 6% : 12% (1:2). Hal ini mungkin terjadi karena kesalahan pada
waktu sampling dan penggunaan panelis. Seharusnya menyampling atau
melakukan uji kesukaan dilakukan pada satu waktu dan panelis yang dipilih pun
seharusnya yang telah terlatih (Morten, Gail, dan Thomas, 2000). Selain itu,
menurut Goatcher & Church (2013), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
persepsi rasa seseorang baik yang merupakan faktor lingkungan maupun faktor
intraorganik yaitu sifat dan suhu dari medium perasa, penampilan objek, penyakit,
status nutrisi, genetik, dan mungkin juga pengalaman, jenis kelamin dan faktor
psikologis misalnya tingkat stress.
61 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
1. Penggunaan crospovidone yang optimal diperoleh pada konsentrasi 12%
pada formula 3 dengan waktu disintegrasi selama 22 detik pada kekerasan
1-3 kp dan 18 detik pada kekerasan 3-5 kp.
2. Berdasarkan hasil analisis program SPSS menggunakan metode Chi Square,
tidak terdapat perbedaan rasa secara signifikan (p > 0,05) dari formulasi
yang dibuat dengan memvariasikan konsentrasi aspartam sebesar 6% dan
12%.
3. Formulasi tablet yang dibuat dengan kekerasan 3-5 kp lebih baik
dibandingkan dengan tablet dengan kekerasan 1-3 kp dari segi keregasan,
waktu disintegrasi in vitro, dan waktu pembasahan.
5. 2 Saran
Untuk mendapatkan tablet cepat hancur metoklopramid HCl dengan
metode effervescent yang memiliki rasa yang dapat diterima, perlu dilakukan
modifikasi misalnya dengan melakukan mikroenkapsulasi, pembentukan
kompleks atau penyalutan terhadap zat aktif untuk menutupi rasa pahit dari
metoklopramid HCl.
62
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Abu-Izza, Khawla A., Li, Vincent H., Look, Jee L., Parr, Graham D. &
Schineller, Matthew K. (2009). Fast Dissolving Tablet. Dalam :
Bhupendra G Prajapati and Nayan Ratnakar. A Review on Recent Patents
on Fast Dissolving Drug Delivery System. International Journal of
PharmTech Research, 1(3): 790-798.
Anief, M. (1998). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Anwar, E. (2012). Eksipien dalan Sediaan farmasi: Karakterisasi dan Aplikasi.
Jakarta: Dian Rakyat.
Banker, G. S. & Rhodes, C.T. (1989). Modern Pharmaceutics (2nd
ed). New York:
Marcel Dekker, Inc.
Bhowmik, D., Chiranjib B., Krishnakanth, Pankaj & Chandira, R. M. (2009). Fast
Dissolving Tablet : An Overview. J. Chem. and Pharm. Research, 1(1): 163-
177.
British Pharmacopoeia Commission. (2006). British Pharmacopeia 2007.
London: Crown.
British Pharmacopoeia Commission. (2008). British Pharmacopeia 2009.
London: Crown.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia edisi
III. Jakarta, 6-7,755.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi
IV. Jakarta, 4, 555-556, 1065.
Fu, Y., Yang, S., Jeong, S. H., Kimura, S. & Park, K. (2004). Orally Fast
Disintegrating Tablets: Developments, Technologies, Taste-Masking and
Clinical Studies. Critical Reviews in Therapeutic Drug Carrier Systems,
21(6): 433–475.
62
63
Universitas Indonesia
Henzi, I., Walder, B. & Tramer, M. R. (1999). Metoclopramide in the Prevention
of Postoperative Nausea and Vomiting: A Quantitative Systematic Review
of Randomized, Placebo-Controlled Studies. British Journal of
Anaesthesia, 83(5):761-771.
Jesmeen, T. & Uddin, R. (2011). Orodispersible Tablets: A Short Review.
Stamford Journal of Pharmaceutical Sciences, 4(1): 96-99.
Kiran, Dhakane, Rajebahadur, M., Gorde, P. & Salve, P. (2011). Fast Dissolving
Tablet: A Future Prospective. Journal of Pharmacy Research,4(11): 4176-
4180.
Kumar, S., Gupta, S. K. & Sharma, P. K. (2012). A Review on Recent Trends in
Oral Drug Delivery-Fast Dissolving Formulation Technology. Advances in
Biological Research, 6 1): 06-13.
Lachman, L., Lieberman, H. A. & Kanig, J. L. (1986). The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy (2nd ed). Philadelphia: Lea dan Febiger, 648-662.
Lailla, J. K. & Sharma, A.H. (1993). Freeze-drying and Its Applications. Indian
Drugs, 31: 503-513.
Mohamed, M., Talari, M. K., Tripathy, M. & Majeed, A. B. A. (2012).
Pharmaceutical Applications of Crospovidone: A Review. International
Journal of Drug Formulation and Research 3(1): 13-28.
Morten C. M., Gail V.C. & Thomas Carr. (2000). Sensory Evaluation Technique.
Florida: CRC Press, 25-27.
Negendrakumar, D., Raju S. A., Shirshand S. B. & Para M. S. (2010). Design of
Fast Dissolving Granisetron HCl Tablets using Novel Co –Processed
Suprdisintegrants. International Journal of Pharmaceutical Sciences
Review and Research, 1(1): 58-62.
Pahwa, R. & Gupta, N. (2011). Superdisintegrants in the Development of Orally
Disintegrating Tablets: A Review. International Journal of
Pharmaceutical Sciences Research, 2(11): 2767-2780.
64
Universitas Indonesia
Patil, J., Kadam, C., Vishwajith, V. & Gopal, V. (2011). Formulation, Design and
Evaluation of Orally Disintegrating Tablets of Loratadine Using Direct
Compression Process. International Journal of Pharma and Bio Sciences,
2(2): 389-400.
Pharmaceutical Press. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th
Edition. London: Pharmaceutical Press.
Pharmaceutical Press. (2005). Clarke's Analysis of Drugs and Poisons. London:
Pharmaceutical Press.
Renon, J. P. & Corveleyn,S.(2000). Freeze-dried Rapidly Disintegrating Tablets.
US Patent No.6,010,719.
Shailendra, K. S., Dina N.M., Rishab Jassal, dan Pankaj Soni.(2009). Fast
Disintegrating Combination Tablets of Omeprazole And Domperidone.
Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research,2.
Sharma, V., Arora, V., & Ray, C. (2010). Use of Natural Superdisintegrant in
Mouth Dissolving Tablet- an Emerging Trend. International Bulletin of
Drug Research. , 1(2): 46-54.
Shiddiqui, Md. N., Garg, G. & Sharma, P.K. (2010). Fast Dissolving Tablets:
Preparation, Characterization and Evaluation: An Overview. International
Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 15(4): 87-96.
Shihora, H. & Panda, S. (2011). Superdisintegrants, Utility in Dosage Forms: A
Quick Review. Journal of Pharmaceutical Science and Bioscinetific
Research, 1(3), 148-153.
Sirshand, S.B., Ramani, R. G. & Swamy, P. V. (2010). Novel Co-Processed
Superdisintegrants in the Design of Fast Dissolving Tablets. International
Journal of Pharma and Bio Sciences, 1(1): 1-12.
Stahl, H. (2003). Effervescent Dosage Manufacturing. Pharmaceutical
Technology Europe,15(4): 25-28.
Swamy, P. V., Divate, S. P., Sirshand, S.B. & Rajendra, P. (2009). Preparation
and Evaluation of Orodispersible Tablets of Pheniramine Maleate by
Effervescent Method. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 71(2):
151-154.
65
Universitas Indonesia
Syukri, Y. & Mulyanti, E. (2007). Pengembangan Formulasi Tablet Prednison
secara Kempa Langsung dengan Teknik Disperi Padat. Jurnal Farmasi
Indonesia, 3(3): 149 – 154.
Takeuchi, Y., Matsukawa, T., Sugiyama, Y., Iwase, S. & Mano, T. (1996). Effect
of metoclopramide on muscle sympathetic nerve activity in humans.
Journal of the Autonomic Nervous System, 58:115-120.
The United States of Pharmacopeia Convention. (2006). United States
Pharmacopeia 30. USA.
The United States of Pharmacopeia Convention. (2008). United States
Pharmacopeia 32. USA.
Wagh, M. A., Dilip, K. P., Salunkhe, K. S., Chavani, N. V. & Daga, V. R. (2010).
Techniques used in orally disintegrating drug delivery system.
International Journal of Drug Delivery, 2:98-107.
LAMPIRAN
65
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran No.
Lampiran Gambar ............................................................................. 1 - 5
Lampiran Tabel ............................................................................. 6 - 18
Lampiran Sertifikat ............................................................................. 19 - 25
66
Lampiran 1. Gambar proses pembasahan FE0 (kontrol effervescent)
67
Lampiran 2. Gambar proses pembasahan FC0 (kontrol superdisintegran)
68
Lampiran 3. Gambar proses waktu pembasahan tablet cepat hancur formula 1, 2,
dan 3
69
Lampiran 4. Kurva serapan standar metoklopramid HCl 10 ppm dalam dapar
fosfat pH 6,8
Lampiran 5. Kurva kalibrasi standar metoklopramid HCl dalam dapar fosfat pH
6,8 pada panjang gelombang 272, 4 nm
y = 0,0391x + 0,0039 R² = 0,9999
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
0 5 10 15 20 25
Ser
ap
an
(A
)
Konsentrasi (ppm)
70
Lampiran 6. Kurva serapan sampel tablet F4 yang mengandung metoklopramid
HCl dalam dapar fosfat pH 6,8
Lampiran 7. Kurva serapan sampel tablet F5 yang mengandung metoklopramid
HCl dalam dapar fosfat pH 6,8
71
Lampiran 8. Tabel hasil uji laju alir massa tablet cepat hancur FE0 - F5
Percobaan Formula
E0 C0 1 2 3 4 5
1 10,22 4,27 4,89 4,85 3,83 5,26 0,36
2 9,20 3,72 5,11 4,32 5,24 4,07 0,91
3 6,62 3,29 3,96 4,27 3,07 5,80 0,67
rata-rata
(g/detik) 8,68 3,76 4,65 4,48 4,05 5,04 0,65
SD 1,86 0,49 0,61 0,32 1,10 0,89 0,27
Lampiran 9. Tabel hasil uji sudut istirahat massa tablet cepat hancur FE0 - F5
Percobaan Formula
E0 C0 1 2 3 4 5
1 16,86 28,07 24,78 25,12 25,39 31,61 25,02
2 15,12 29,36 19,98 25,77 25,71 32,08 25,35
3 18,44 26,19 19,98 25,02 25,02 31,22 25,20
rata-rata (°) 16,81 27,87 21,58 25,30 25,37 31,64 25,19
SD 1,66 1,59 2,77 0,41 0,35 0,43 0,17
Lampiran 10. Tabel hasil uji indeks kompresibilitas massa tablet cepat hancur
FE0-F5
Percobaan Formula
E0 C0 1 2 3 4 5
1 27,66 31,58 29,52 30,23 30,77 30,77 34,78
2 27,50 31,58 31,11 28,57 31,00 30,91 34,78
3 28,22 32,63 29,41 30,23 30,00 30,77 34,78
rata-rata (%) 27,79 31,93 30,02 29,68 30,59 30,82 34,78
SD 0,38 0,61 0,95 0,96 0,52 0,08 0,00
72
Lampiran 11. Tabel hasil uji rasio Hausner massa tablet cepat hancur FE0-F5
Percobaan Formula
E0 C0 1 2 3 4 5
1 1,38 1,46 1,42 1,43 1,44 1,44 1,53
2 1,38 1,46 1,45 1,40 1,45 1,45 1,53
3 1,39 1,48 1,42 1,43 1,43 1,44 1,53
rata-rata 1,38 1,47 1,43 1,42 1,44 1,45 1,53
SD 0,01 0,01 0,02 0,02 0,01 0,00 0,00
75
73
Lampiran 12. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur FE0-F5 pada kekerasan 1-3 kp
Tablet
ke-
F0 F00 F1 F2 F3
d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal
1 0,61 0,32 1,89 0,61 0,34 1,79 0,61 0,36 1,69 0,62 0,36 1,71 0,61 0,36 1,69
2 0,61 0,31 1,97 0,61 0,335 1,82 0,61 0,36 1,72 0,61 0,34 1,82 0,61 0,36 1,69
3 0,61 0,31 1,97 0,61 0,33 1,83 0,61 0,34 1,82 0,61 0,36 1,69 0,61 0,35 1,74
4 0,61 0,31 1,97 0,61 0,335 1,81 0,61 0,33 1,86 0,61 0,36 1,69 0,62 0,35 1,76
5 0,61 0,32 1,92 0,61 0,345 1,77 0,61 0,32 1,91 0,61 0,33 1,85 0,62 0,36 1,71
6 0,61 0,32 1,92 0,61 0,34 1,79 0,61 0,32 1,92 0,61 0,34 1,82 0,62 0,35 1,78
7 0,61 0,31 2,00 0,61 0,34 1,78 0,61 0,32 1,91 0,61 0,34 1,82 0,61 0,36 1,69
8 0,61 0,32 1,92 0,62 0,34 1,81 0,61 0,33 1,85 0,62 0,35 1,76 0,62 0,36 1,73
9 0,61 0,32 1,89 0,61 0,34 1,82 0,61 0,33 1,86 0,62 0,34 1,84 0,62 0,36 1,73
10 0,61 0,32 1,89 0,61 0,34 1,78 0,61 0,35 1,75 0,62 0,38 1,63 0,61 0,35 1,77
11 0,61 0,32 1,92 0,61 0,34 1,82 0,61 0,32 1,91 0,62 0,37 1,68 0,62 0,36 1,73
12 0,61 0,31 1,95 0,61 0,34 1,78 0,61 0,34 1,82 0,62 0,36 1,75 0,60 0,36 1,69
13 0,61 0,315 1,94 0,62 0,34 1,84 0,61 0,33 1,88 0,62 0,36 1,73 0,62 0,36 1,71
14 0,61 0,31 1,95 0,61 0,34 1,81 0,62 0,36 1,73 0,62 0,36 1,75 0,62 0,35 1,76
15 0,61 0,32 1,92 0,62 0,35 1,76 0,61 0,33 1,88 0,62 0,38 1,63 0,62 0,36 1,73
16 0,61 0,31 1,98 0,61 0,33 1,86 0,61 0,32 1,91 0,62 0,38 1,63 0,61 0,36 1,72
17 0,61 0,31 1,95 0,61 0,36 1,69 0,61 0,36 1,69 0,62 0,36 1,72 0,62 0,36 1,73
18 0,61 0,31 1,97 0,61 0,37 1,65 0,61 0,33 1,85 0,62 0,34 1,82 0,62 0,37 1,68
19 0,61 0,31 1,97 0,61 0,36 1,72 0,61 0,32 1,91 0,62 0,36 1,72 0,62 0,36 1,71
20 0,61 0,31 1,95 0,61 0,36 1,69 0,62 0,35 1,76 0,62 0,37 1,68 0,62 0,36 1,75
rata-rata 0,607 0,313 1,942 0,609 0,342 1,781 0,610 0,334 1,831 0,616 0,355 1,738 0,613 0,356 1,725
SD 0,002 0,004 0,032 0,003 0,011 0,055 0,003 0,015 0,078 0,004 0,016 0,071 0,004 0,006 0,029
74
Lampiran 13. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur FE0-F5 pada kekerasan 3-5 kp
Tablet
ke-
F0 F00 F1 F2 F3
d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal d (cm) Tebal (cm) d/tebal
1 0,61 0,31 1,98 0,61 0,32 1,91 0,61 0,32 1,94 0,61 0,37 1,65 0,62 0,32 1,95
2 0,61 0,30 2,02 0,61 0,32 1,89 0,61 0,30 2,03 0,61 0,32 1,91 0,61 0,31 1,97
3 0,61 0,31 2,00 0,61 0,32 1,89 0,61 0,32 1,92 0,61 0,35 1,77 0,61 0,33 1,85
4 0,61 0,30 2,03 0,61 0,32 1,91 0,61 0,34 1,79 0,61 0,36 1,70 0,62 0,32 1,95
5 0,62 0,30 2,05 0,61 0,32 1,89 0,61 0,33 1,85 0,61 0,35 1,74 0,62 0,32 1,95
6 0,61 0,31 2,00 0,61 0,35 1,75 0,61 0,32 1,94 0,61 0,34 1,82 0,62 0,33 1,89
7 0,61 0,31 2,00 0,61 0,32 1,91 0,62 0,34 1,84 0,61 0,36 1,69 0,61 0,31 1,95
8 0,60 0,31 1,97 0,61 0,32 1,92 0,61 0,32 1,91 0,61 0,32 1,91 0,61 0,31 2,00
9 0,61 0,31 1,98 0,61 0,35 1,75 0,61 0,35 1,77 0,62 0,33 1,86 0,61 0,32 1,89
10 0,61 0,30 2,02 0,61 0,33 1,86 0,62 0,34 1,81 0,61 0,32 1,89 0,62 0,33 1,91
11 0,60 0,31 1,97 0,61 0,32 1,89 0,62 0,35 1,78 0,61 0,33 1,85 0,62 0,33 1,86
12 0,61 0,31 1,97 0,61 0,33 1,86 0,61 0,32 1,94 0,62 0,33 1,86 0,62 0,35 1,80
13 0,61 0,31 1,97 0,61 0,33 1,86 0,61 0,34 1,82 0,62 0,34 1,81 0,62 0,34 1,82
14 0,61 0,31 1,95 0,61 0,35 1,75 0,61 0,33 1,88 0,61 0,35 1,74 0,62 0,34 1,85
15 0,61 0,31 1,98 0,61 0,33 1,86 0,61 0,32 1,94 0,61 0,34 1,82 0,62 0,34 1,81
16 0,60 0,31 1,97 0,61 0,33 1,85 0,61 0,34 1,82 0,61 0,36 1,69 0,62 0,35 1,80
17 0,60 0,30 2,00 0,61 0,33 1,88 0,61 0,34 1,82 0,61 0,33 1,88 0,62 0,34 1,85
18 0,61 0,30 2,02 0,61 0,32 1,91 0,62 0,34 1,81 0,61 0,33 1,85 0,62 0,33 1,88
19 0,61 0,31 1,97 0,61 0,33 1,88 0,61 0,32 1,94 0,61 0,34 1,82 0,62 0,33 1,88
20 0,61 0,30 2,02 0,61 0,33 1,85 0,62 0,32 1,95 0,61 0,36 1,68 0,63 0,34 1,87
rata-rata 0,606 0,304 1,993 0,607 0,326 1,863 0,611 0,327 1,874 0,610 0,340 1,798 0,616 0,327 1,887
SD 0,004 0,004 0,026 0,003 0,009 0,052 0,003 0,013 0,072 0,003 0,015 0,082 0,005 0,012 0,060
74
75
75
Lampiran 14. Tabel hasil uji keseragaman ukuran tablet cepat hancur F4 dan F5
Tablet
ke-
F4 F5
d (cm) Tebal
(cm) d/tebal d (cm)
Tebal
(cm) d/tebal
1 0,61 0,31 1,97 0,61 0,31 1,98
2 0,61 0,31 1,97 0,61 0,32 1,94
3 0,61 0,31 1,97 0,61 0,31 1,97
4 0,61 0,31 1,97 0,62 0,32 1,92
5 0,62 0,31 2,02 0,61 0,30 2,03
6 0,61 0,30 2,03 0,61 0,32 1,91
7 0,61 0,31 2,00 0,61 0,30 2,03
8 0,61 0,31 1,97 0,61 0,30 2,03
9 0,61 0,31 2,00 0,61 0,30 2,03
10 0,61 0,31 1,97 0,61 0,30 2,03
11 0,61 0,31 2,00 0,62 0,30 2,05
12 0,61 0,31 2,00 0,61 0,30 2,03
13 0,61 0,31 2,00 0,61 0,30 2,03
14 0,61 0,30 2,03 0,61 0,30 2,03
15 0,62 0,31 1,98 0,61 0,30 2,03
16 0,61 0,31 2,00 0,61 0,30 2,03
17 0,61 0,31 2,00 0,61 0,31 1,97
18 0,61 0,30 2,03 0,61 0,30 2,03
19 0,61 0,31 1,97 0,62 0,30 2,05
20 0,61 0,30 2,03 0,61 0,31 1,97
rata-
rata 0,611 0,306 1,995 0,611 0,305 2,006
SD 0,002 0,004 0,025 0,002 0,007 0,045
76
Lampiran 15. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE0-F3 pada
kekerasan 1-3 kp
Tablet ke- FE0 FC0 F1 F2 F3
1 1,63 1,01 1,12 1,12 1,01
2 1,73 1,32 1,42 1,32 1,52
3 1,93 1,42 2,14 1,42 1,93
4 2,03 1,73 2,24 2,03 2,24
5 2,54 2,34 2,24 2,14 2,34
6 2,95 2,85 2,85 2,85 2,75
rata-rata 2,14 1,78 2,00 1,81 1,97
SD 0,51 0,69 0,63 0,65 0,62
Lampiran 16. Tabel hasil uji kekerasan tablet cepat hancur FE0-F5 pada
kekerasan 3-5 kp
Tablet ke- FE0 FC0 F1 F2 F3 F4 F5
1 3,05 3,05 3,66 3,16 3,05 3,56 3,05
2 3,16 3,81 3,66 3,56 3,36 4,07 3,16
3 3,36 4,28 3,66 3,77 3,46 4,07 3,46
4 3,66 4,48 3,87 4,07 3,87 4,38 3,66
5 4,38 4,79 3,97 4,28 4,38 4,58 3,87
6 4,58 4,89 4,58 4,89 4,48 4,89 4,79
rata-rata 3,70 4,22 3,90 3,96 3,77 4,26 3,67
SD 0,64 0,69 0,36 0,60 0,58 0,46 0,63
77
Lampiran 17. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur FE0-F3
Formula
1,3 kp 3-5 kp
W0 Wt %
keregasan W0 Wt
%
keregasan
FE0 2,19 2,18 0,71 2,14 2,13 0,47%
FC0 2,04 1,85 9,09 2,22 2,17 2,25%
F1 2,07 2,03 2,29 2,08 2,06 0,81%
F2 2,07 2,02 2,26 2,14 2,13 0,79%
F3 2,05 2,00 2,21 2,00 2,00 0,40%
Lampiran 18. Tabel hasil uji keregasan tablet cepat hancur F4 dan F5
Formula W0 Wt % keregasan
F4 1,98 1,97 0,35
F5 1,91 1,90 0,31
Lampiran 19. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat hancur FE0-
F3 pada kekerasan 1-3 kp
Tablet
ke-
FE0
(detik)
FC0
(detik)
F1
(detik)
F2
(detik)
F3
(detik)
1 76,40 34,80 23,80 21,50 20,40
2 86,40 37,00 24,00 21,90 21,00
3 87,70 37,20 24,00 23,30 21,50
4 88,90 37,50 25,70 23,50 22,10
5 100,70 41,40 26,10 24,10 22,60
6 110,00 42,80 27,60 24,20 23,10
rata-rata 91,68 38,45 25,20 23,08 21,78
SD 11,85 3,02 1,53 1,13 1,01
78
Lampiran 20. Tabel hasil uji waktu disintegrasi in vitro tablet cepat hancur FE0-
F3 pada kekerasan 3-5 kp
Tablet
ke-
FE0
(detik)
FC0
(detik)
F1
(detik)
F2
(detik)
F3
(detik)
1 76,40 34,80 23,80 21,50 20,40
2 86,40 37,00 24,00 21,90 21,00
3 87,70 37,20 24,00 23,30 21,50
4 88,90 37,50 25,70 23,50 22,10
5 100,70 41,40 26,10 24,10 22,60
6 110,00 42,80 27,60 24,20 23,10
rata-rata 91,68 38,45 25,20 23,08 21,78
SD 11,85 3,02 1,53 1,13 1,01
Lampiran 21. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0-F3 pada
kekerasan 1-3 kp
Tablet
ke-
FE0
(detik)
FC0
(detik)
F1
(detik)
F2
(detik)
F3
(detik)
1 172,60 17,00 176,90 153,00 154,70
2 79,50 16,40 176,80 217,40 131,80
3 134,00 17,90 192,80 168,50 132,10
4 111,20 18,30 233,20 188,90 126,70
5 146,10 15,40 121,90 159,60 152,40
6 89,40 18,90 221,10 200,30 146,20
rata-rata 122,13 17,32 187,12 181,28 140,65
SD 35,41 1,30 39,43 25,13 11,94
79
Lampiran 22. Tabel hasil uji waktu pembasahan tablet cepat hancur FE0-F3 pada
kekerasan 1-3 kp
Tablet
ke-
FE0
(detik)
FC0
(detik)
F1
(detik)
F2
(detik)
F3
(detik)
1 327,60 28,60 226,30 82,60 106,00
2 170,20 32,80 110,40 120,50 125,30
3 168,00 25,40 126,20 128,50 150,80
4 332,10 27,60 152,20 148,90 146,70
5 207,10 19,30 173,00 118,60 128,10
6 182,70 19,50 212,30 123,10 111,80
rata-rata 327,60 28,60 226,30 82,60 106,00
SD 170,20 32,80 110,40 120,50 125,30
Lampiran 23. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur FE0-F3
pada kekerasan 1-3 kp
Formula Data Tablet ke- Rata-
rata SD
1 2 3
E0 Wo 219 212 215 215,33 3,51
Wt 198 189 180 189,00 9,00
Rasio (%) -9,59 -10,85 -16,28 -12,24 3,56
C0 Wo 196 199 205 200 4,58
Wt 356 364 372 364 8,00
Rasio (%) 81,63 82,91 81,46 82,00 0,79
1 Wo 230 223 233 228,67 5,13
Wt 277 274 307 286,00 18,25
Rasio (%) 20,43 22,87 31,76 25,02 5,96
2 Wo 212 210 220 214,00 5,29
Wt 296 292 304 297,33 6,11
Rasio (%) 39,62 39,05 38,18 38,95 0,73%
3 Wo 196 207 199 200,67 5,69
Wt 302 323 303 309,33 11,85
Rasio (%) 54,08 56,04 52,26 54,13 1,89
80
Lampiran 24. Tabel hasil uji rasio penyerapan air tablet cepat hancur FE0-F3
pada kekerasan 3-5 kp.
Formula Data Tablet ke- Rata-
rata SD
1 2 3
E0 Wo 215 214 218 215,67 2,08
Wt 234 225 229 229,33 4,51
Rasio (%) 8,84 5,14 5,05 6,34 2,16
C0 Wo 213 213 219 215 3,46
Wt 369 377 392 379,34 11,68
Rasio (%) 73,24 77,00 79,00 76,41 2,92
1 Wo 203 212 206 207,00 4,58
Wt 249 254 228 243,67 13,80
Rasio (%) 22,66 19,81 10,68 17,72 6,26
2 Wo 209 215 215 213,00 3,46
Wt 298 285 291 291,33 6,51
Rasio (%) 42,58 32,56 35,35 36,83 5,17
3 Wo 202 201 197 200,00 2,65
Wt 305 299 294 299,33 5,51
Rasio (%) 50,99 48,76 49,24 49,66 1,18
81
Lampiran 25. Lembar peniliaian uji kesukaan tablet cepat hancur
UJI TINGKAT KESUKAAN TABLET CEPAT HANCUR METOKLOPRAMID HCL Nama Panelis : Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan Tanggal : Petunjuk : 1. Anda akan menerima 2 (dua) sampel tablet cepat hancur.
2. Sebelum mencoba, netralkanlah mulut Anda dengan meminum air putih yang telah tersedia.
3. Masukkan tablet yang akan dicoba ke dalam mulut dan letakkan diatas lidah Anda. Tutup mulut Anda, tablet jangan dikunyah.
4. Beri nilai pada parameter penampilan, rasa, dan waktu hancur tablet tersebut pada kolom yang telah disediakan dengan memberikan tanda √ pada nilai yang dimaksud. Tablet dinyatakan hancur jika bentuk tablet sudah tidak utuh (tidak bulat lagi).
5. Dalam penelitian ini, sampel tablet tidak ditelan. FORMULA A
Kriteria Tingkat Kesukaan
0 1 2 3 4
Penampilan
Rasa
Waktu Hancur (detik)
FORMULA B
Kriteria Tingkat Kesukaan 0 1 2 3 4
Penampilan
Rasa
Waktu Hancur (detik)
Keterangan: 0 = sangat tidak suka; 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = sangat suka Komentar Penampilan :
Rasa :
Waktu hancur :
TTD Panelis
(....................................)
82
Lampiran 26. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet dengan
variabel penampilan tablet cepat hancur
Formulasi Tablet * Penampilan tablet Crosstabulation
Penampilan tablet
Total kurang suka suka sangat suka
Formulasi Tablet F4 Count 1 25 4 30
Expected Count .5 24.5 5.0 30.0
% within Formulasi Tablet 3.3% 83.3% 13.3% 100.0%
% within Penampilan tablet 100.0% 51.0% 40.0% 50.0%
F5 Count 0 24 6 30
Expected Count .5 24.5 5.0 30.0
% within Formulasi Tablet .0% 80.0% 20.0% 100.0%
% within Penampilan tablet .0% 49.0% 60.0% 50.0%
Total Count 1 49 10 60
Expected Count 1.0 49.0 10.0 60.0
% within Formulasi Tablet 1.7% 81.7% 16.7% 100.0%
% within Penampilan tablet 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Lampiran 27. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi tablet dengan
variabel penampilan tablet melalui uji Kai Kuadrat (Chi Square Test).
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.420a 2 .492
Likelihood Ratio 1.809 2 .405
Linear-by-Linear Association .917 1 .338
N of Valid Cases 60
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is ,50.
83
Lampiran 28. Hasil tabulasi silang antara variabel formulasi tablet dengan
variabel rasa tablet cepat hancur
formulasi tablet * rasa tablet Crosstabulation
rasa tablet
Total
sangat tidak
suka tidak suka
kurang
suka suka
formulasi tablet F4 Count 5 6 15 4 30
Expected Count 4.5 7.5 13.0 5.0 30.0
% within formulasi tablet 16.7% 20.0% 50.0% 13.3% 100.0%
% within rasa tablet 55.6% 40.0% 57.7% 40.0% 50.0%
F5 Count 4 9 11 6 30
Expected Count 4.5 7.5 13.0 5.0 30.0
% within formulasi tablet 13.3% 30.0% 36.7% 20.0% 100.0%
% within rasa tablet 44.4% 60.0% 42.3% 60.0% 50.0%
Total Count 9 15 26 10 60
Expected Count 9.0 15.0 26.0 10.0 60.0
% within formulasi tablet 15.0% 25.0% 43.3% 16.7% 100.0%
% within rasa tablet 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Lampiran 29. Hasil pengujian keterkaitan antara variabel formulasi tablet dengan
variabel rasa tablet melalui uji Kai Kuadrat (Chi Square Test).
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.726a 3 .631
Likelihood Ratio 1.736 3 .629
Linear-by-Linear Association .019 1 .891
N of Valid Cases 60
a. 2 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
4,50.
84
Lampiran 30. Hasil pencatatan waktu hancur terhadap 30 panelis pada uji
kesukaan.
Panelis
ke-
Waktu hancur (detik)
F4 F5
1 20,5 55,5
2 146,69 90,96
3 59 64
4 87 135
5 295,68 307,76
6 52,5 22
7 77 102
8 104 94
9 21,26 41,25
10 43,07 97
11 38 15
12 75,28 44,68
13 104 150
14 37 48
15 43 102
16 54 65
17 40 126
18 317 122
19 315 354
20 42 55
21 58 73
22 73 93
23 50 45
24 60 48
25 221,08 199,79
26 103 38
27 165 171
28 79 130
29 187 178
30 76 40
rata-rata 101,47 103,56
SD 84,89 78,19
85
Lampiran 31. Sertifikat analisis Metoklopramid HCl
86
Lampiran 32. Sertifikat analisis crospovidone
87
(Lanjutan)
88
Lampiran 33. Sertifikat analisis Natrium bikarbonat
89
Lampiran 34. Sertifikat analisis Asam Sitrat
90
Lampiran 35. Sertifikat analisis Avicel PH 102
91
(Lanjutan)