antioksidan a'yunil

20
Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 1 ANTIOKSIDAN 1. Radikal Bebas Radikal bebas adalah suatu atom, molekul, fragmen molekul atau senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron tak berpasangan dalam orbital atom atau molekulnya, serta dapat terbentuk ketika oksigen berinteraksi dengan molekul tertentu. Senyawa radikal bebas sangat reaktif. Elektron yang tidak berpasangan dalam radikal bebas akan selalu berusaha berikatan dengan molekul, atom hidrogen dari molekul lain, atau dengan elektron tidak berpasangan lainnya sehingga menghasilkan senyawa yang stabil. Beberapa tipe radikal dapat berperan penting dan juga bisa berbahaya bagi tubuh. Dalam konsentrasi yang tepat radikal bebas berperan penting dalam tubuh (Devasagayam et al., 2004), yaitu : 1. Pembentukan ATP dari ADP dalam mitokondria, pada proses fosforilasi oksidatif 2. Detoksifikasi xenobiotik oleh sitokrom P450 (enzim pengoksidasi) 3. Apoptosis sel 4. Membunuh mikroorganisme dan sel-sel kanker dengan makrofag dan limfosit sitotoksik 5. Oksigenase (misalnya COX: cyclo-oxygenases, LOX: lipoxygenase) untuk pembentukan prostaglandin dan leukotriene yang memiliki banyak fungsi regulasi.

Upload: ayunil-hisbiyah

Post on 22-Oct-2015

37 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Antioksidan dan radikal bebas, vitamin E, C

TRANSCRIPT

Page 1: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 1

ANTIOKSIDAN

1. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu atom, molekul, fragmen molekul atau senyawa yang

mengandung satu atau lebih elektron tak berpasangan dalam orbital atom atau

molekulnya, serta dapat terbentuk ketika oksigen berinteraksi dengan molekul tertentu.

Senyawa radikal bebas sangat reaktif. Elektron yang tidak

berpasangan dalam radikal bebas akan selalu berusaha berikatan

dengan molekul, atom hidrogen dari molekul lain, atau dengan

elektron tidak berpasangan lainnya sehingga menghasilkan senyawa

yang stabil. Beberapa tipe radikal dapat berperan penting dan juga

bisa berbahaya bagi tubuh. Dalam konsentrasi yang tepat radikal bebas berperan

penting dalam tubuh (Devasagayam et al., 2004), yaitu :

1. Pembentukan ATP dari ADP dalam mitokondria, pada proses fosforilasi oksidatif

2. Detoksifikasi xenobiotik oleh sitokrom P450 (enzim pengoksidasi)

3. Apoptosis sel

4. Membunuh mikroorganisme dan sel-sel kanker dengan makrofag dan limfosit

sitotoksik

5. Oksigenase (misalnya COX: cyclo-oxygenases, LOX: lipoxygenase) untuk

pembentukan prostaglandin dan leukotriene yang memiliki banyak fungsi regulasi.

6. Radikal hidroksil, •OH menstimulus aktivasi adenilat guanilate dan pembentukan

"second messenger" guanosin monofosfat siklik (cGMP) (Mittal & Murad, 1977).

Namun dalam kadar yang berlebihan, radikal bebas dapat merusak seluruh tipe

makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat karena

kereaktifitasnya yang tinggi.

Radikal bebas dalam tubuh dapat berasal dari faktor luar (eksogen) atau dalam

(endogen). Terdapat dua kelompok besar radikal bebas yang dihasilkan oleh tubuh,

yiatu reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS). Sebagian

besar sel dapat menghasilkan superoksida (O2•-), hidrogen peroksida (H2O2) dan oksida

nitrat (NO). ROS dan RNS diproduksi untuk membantu mempertahankan homeostasis

pada tingkat sel dalam jaringan sehat dan memainkan peran penting sebagai molekul

Page 2: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 2

sinyal. Secara keseluruhan, mekanisme terbentuknya ROS dan RNS dalam tubuh

ditunjukkan oleh Gambar 1.

Gambar 1. Produksi ROS dan RNS dalam sel (Fang et al., 2002)

Sedangkan radikal bebas yang berasal dari luar yaitu, sejumlah logam transisi (Fe, Cu,

Zn, dan Mn), klorin, obat-obatan, radiasi ionisasi, buangan dari lingkungan (CO,

asbestos, ozon, pelarut, dan lain-lain). Berikut ini adalah reaksi-reaksi pembentukan

radikal bebas secara umum.

1.1 Reactive oxygen species (ROS)

Radikal bebas kelompok oksigen merupakan kelompok radikal bebas yang

paling penting dihasilkan oleh tubuh. Molekul oksigen (dioksigen) memiliki konfigurasi

elektronik yang unik dan itu sendiri merupakan radikal. Penambahan satu elektron

Page 3: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 3

untuk membentuk dioksigen anion superoksida radikal (O2•-). Superoksida anion, yang

terbentuk baik melalui proses metabolisme atau aktivasi oksigen oleh radiasi fisik,

dianggap sebagai ROS primer yang selanjutnya dapat berinteraksi dengan molekul lain

untuk menghasilkan ROS sekunder, baik secara langsung maupun melalui proses

enzimatis atau yang dikatalisis logam (Valko et al., 2007).

ROS dihasilkan dari reaksi oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi,

autoksidasi, transpor elektron di mitokondria, oksidasi ion-ion logam transisi, dan

melalui ischemic. Oksidasi enzimatik menghasilkan oksidan asam hipoklorit. Di mana

sekitar 70-90 % konsumsi O2 oleh sel fagosit diubah menjadi superoksida dan bersama

dengan `OH serta HOCl membentuk H2O2 dengan bantuan bakteri. Autoksidasi adalah

senyawa yang mengandung ikatan rangkap, hidrogen alilik, benzilik atau tersier yang

rentan terhadap oksidasi oleh udara. Dalam sistem transpor electron, oksigen menerima

1 elektron membentuk superoksida. Adanya ion logam transisi dalam tubuh seperti Co

dan Fe memfasilitasi produksi singlet oksigen dan pembentukan radikal `OH melalui

reaksi Haber-Weiss: H2O2 + Fe2+ —> `OH + OH- + Fe3+. Secara singkat, xantin oksida

selama ischemic menghasilkan superoksida dan xantin. Xantin yang mengalami

produksi lebih lanjut menyebabkan asam urat.

1.2 Reactive Nitrogen Species (RNS)

NO• merupakan molekul yang mengandung electron tidak berpasangan, NO

termasuk RNS primer. NO diproduksi dalam jaringan biologi melalui jalur sintesis nitrit

oksida spesifik (NOSs), yaitu metabolisme arginine menjadi citrulline dengan

pembentukan NO melalui reaksi oksidatif lima elektron. Dalam tubuh, NO berperan

sebagai molekul sinyal biologi oksidatif dalam berbagai proses fisiologi, seperti

neurotransmisi, engaturan tekanan darah, mekanisme pertahanan, relaksasi otot polos

dan regulasi kekebalan tubuh.

Meskipun RNS berperan penting dalam tubuh, namun kelebihan produksi RNS

dalam tubuh juga berbahaya. Kondisi RNS berlebih ini disebut stress nitrosatif. Stress

Nitrosatif dapat menyebabkan reaksi nitrosilasi yang dapat mengubah struktur protein

sehingga menghambat fungsi normal protein. Stress Nitrosatif ini dapat terjadi ketika

pembentukaan RNS dalam sistem melebihi kemampuan sistem untuk menetralkan dan

menghilangkan RNS.

Page 4: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 4

Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh menghasilkan anion superoksida dan oksida

nitrat selama oksidatif yang dipicu oleh proses inflamasi. Dengan kondisi tersebut,

oksida nitrat dan anion superoksida dapat bereaksi menghasilkan molekul yang lebih

aktif dan oksidatif, yaitu anion peroksinitrit (ONOO-), merupakan agen pengoksidasi

kuat yang dapat menyebabkan fragmentasi DNA dan oksidasi lipid (Carr, McCall, &

Frei, 2000 in Valko et al., 2007):

2. Kerusakan Molekular Oleh Radikal Bebas

Pada prinsipnya tubuh memiliki sistem pertahanan untuk melawan radikal bebas

oksigen (ROS), yaitu melalui enzim superoxide dismutase (SOD), glutathione (GSH),

GSH peroksidase, glutathione reduktase, enzim heme (Fang et al., 2002). Meskipun

demikian, kadar radikal bebas dalam tubuh dapat berlebihan saat sistem kekebalan

tubuh tidak dapat menetralisir kelebihan radikal bebas, keadaan ini disebut stress

oksidatif. Keadaan ini menyebabkan ROS yang bebas tersebut akan bereaksi dengan

molekul di dalam tubuh seperti protein, lipid, dan gula, serta DNA.

2.1 Peroksidasi Lipid

Tahap pertama kerusakan oleh ROS yaitu terjadinya peroksidasi lipid membran

dan sitosol yang mengakibatkan terjadinya serangkaian reduksi asam lemak sehingga

terjadi kerusakan membran dan organel sel. Peroksidasi lipid tidak hanya merusak

membrane dan organel sel, tapi juga menyebabkan kerusakan jaringan in vivo karena

dapat menyebabkan kanker, penyakit inflamasi, aterosklerosis, dan penuaan. Efek

merusak tersebut akibat produksi radikal bebas (ROO•, RO•, OH•) pada proses

pembentukan peroksida dari asam lemak. Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai

yang mampu menghasilkan produk yang reaktif yang dapat bereaksi dengan protein dan

DNA. Secara keseluruhan, proses berantai dari peroksidasi lipid adalah sebagai berikut

a. Inisiasi

ROOH + logam ROO• + Logam + H+

X• + RH R• + XH

b. Propagasi

R• + O2 ROO•

Page 5: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 5

ROO• + RH ROOH + R•

c. Terminasi

ROO• + ROO• ROOR + O2

ROO• + R• ROOR

R• + R• RR

Peroksidasi lipid menghasilkan berbagai senyawa toksik seperti malondialdehid

(MDA), 4-hydroxynonenal (4-HNE) dan berbagai senyawa 2-alkenal.

2.2 DNA

Radikal bebas hasil peroksidasi lipid dapat menyerang DNA, baik pada basa

nukleotida maupun jembatan fosfodiester dari DNA. Selain itu, Radikal bebas seperti •

OH dan H • dapat bereaksi dengan DNA melalui penambahan dasar dari atom hidrogen

dari gugus gula. ikatan rangkap C4-C5 dari pirimidin sangat sensitif terhadap serangan

•OH, reasi ini menghasilkan kerusakan oksidatif pada produk pirimidin, termasuk timin

glikol, glikol urasil, residu urea, 5-hydroxydeoxyuridine, 5-hydroxydeoxycytidine,

hydantoin. Demikian pula, interaksi •OH dengan purin akan menghasilkan 8-

hydroxydeoxyguanosine (8-OHdG), 8-hydroxydeoxyadenosine, formamidopyrimidines

dan produk purin lainnya yang kurang ditandai oksidatif. 8-OHdG terlibat dalam

karsinogenesis dan dianggap sebagai penanda adanya kerusakan oksidatif DNA. DNA

yang rusak menyebabkan mutasi pada urutan basa nukleotida sehingga terjadi kesalahan

dalam pengkodingan protein sehingga menghasilkan malfungsi atau disfungsi protein.

kerusakan pada DNA bersifat permanen.

Kerusakan oksidatif DNA menyebabkan banyak sekali penyakit, antara lain

alzheimer, amyotrophic lateral sclerosis(ALS), parkinson, atherosclerosis, ischemia /

reperfusion neuronal injuries,penyakit menurun pada manusia temporomandibular-

joint, katarak pada mata, macular degeneration, kerusakan retina yang menurun,

rematik arthritis, sklerosis multipel, distrophi otot, diabetes melitus, kanker, penuaan

dini, dan lain-lain.

Page 6: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 6

Gambar 2. Proses kerusakan DNA oleh ROS yang menyebabkan kanker, BER = Base

excision repair, NER = Nucleotide excision repair (Kryston et al., 2011)

3. Senyawa Antioksidan

Menurut Kumalaningsih (2007), antioksidan adalah senyawa yang mempunyai

struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cumacuma kepada molekul

radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai

dari radikal bebas. Menurut Hillbom dalam Sulistyowati (2006), antioksidan adalah

senyawa dalam kadar rendah mampu menghambat oksidasi molekul target sehingga dapat

melawan atau menetralisir radikal bebas. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan

melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya

reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stress oksidatif.

Terdapat dua jenis antioksidan, yaitu antioksidan primer dan sekunder.

Antioksidan primer merupakan antioksidan yang berasal dari dalam tubuh (endogen)

atau enzimatis, meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), glutation (GSH)

peroksidase, dan katalase. Fungsi utama antioksidan primer sebagai pemberi atom

hidrogen. Enzim tersebut menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara

Page 7: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 7

memutus reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang

lebih stabil. Enzim ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipid

(R•, ROO•) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal

antioksidan (A•) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipid.

Antioksidan sekunder disebut juga sebagai antioksidan eksogeneus atau non-

enzimatis. Antioksidan kelompok ini memiliki sistem pertahanan preventif, yaitu

terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal atau

dirusak pembentukannya. Antioksidan sekunder bekerja dengan dua macam cara. Cara

pertama yaitu dengan memotong reaksi berantai dari radikal bebas, sedangkan cara

kedua yaitu dengan mencegah radikal alkoksi atau hidroksi yang berasal dari

dekomposisi peroksidase. Antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, β-

karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin dan albumin.

3.1 Antioksidan Endogen

a. Superoxide dismutase (SOD)

Superoxide dismutase (SOD) adalah enzim yang mengkatalisis dismutasi O2.-

menjadi O2 dan spesies yang kurang reaktif. SOD berada dalam beberapa isoform,

berbeda dalam pusat logam aktif dan konstituen asam amino, jumlah subunit,

kofaktor dan lainnya. Pada manusia terdapat tida bentuk SOD: sitosol Cu, Zn-SOD,

mitokondrial Mn-SOD, dan SOD ekstraseluler (EC-SOD). Berikut ini adalah

mekanisme SOD sebagai antioksidan:

b. Glutathione

Glutathione adalah antioksidan sulfhydryl (-SH), antitoksin, dan enzyme cofactor.

Glutathione merupakan antioksidan intraselular dengan konsentrasi paling tinggi.

Enzim ini terdapat dalam dua bentuk, yaitu selenium-independent (glutation-S-

transferase, GSH) yang merupakan antioksidan glutathione tereduksi, dan

Glutathione disulfide (GSSG) (Kidd, 1997), yaitu bentuk teroksidasi dari

glutathione. Rasio GSSG/GSH dapat menunjukkan tingkat stress oksidatif dalam

tubuh.

Page 8: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 8

Gambar 3. Struktur kimia dan kemampuan reduksi Glutathione

c. Catalase

Katalase adalah enzim yang terdapat pada sel tumbuhan, hewan, dan

bakteri aerob. Katalase berada di dalam organel sel yang disebut peroksisom.

Enzim ini sangat efisien untuk mengkonversi hidrogen peroksida menjadi

molekul air dan oksigen.

Gambar 4. Mekanisme sistem pertahanan tubuh terhadap radikal bebas

Page 9: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 9

3.2 Antioksidan Eksogen

Vitamin C, vitamin E, dan beta karoten adalah salah satu antioksidan eksogen

yang paling banyak dipelajari.

a. Vitamin E (α – tokoferol)

Vitamin E merupakan antioksidan utama yang larut dalam lipid (lipofilik).

Aktivitas antioksidan vitamin E disebabkan adanya gugus hidroksil (OH) pada atom C6

cincin kromanolnya. Berdasaran sifat kelarutannya, vitamin E adalah antioksidan rantai

pemecah paling efektif dalam membran sel yang akan melindungi membran asam lemak

dari peroksidasi lipid. Dengan kata lain, vitamin E menjaga integritas membran sel dari

peroksidasi lipid. Vitamin E berfungsi melindungi asam-asam lemak dari oksidasi

dengan cara menangkap radikal-radikal bebas. Dari penelitian yang dilakukan secara

in vitro diperoleh informasi bahwa antara vitamin E dan C terdapat interaksi yang

bersifat senergistik dalam fungsinya sebagai antioksidan. Berikut ini adalah strutur imia

dari Vitamen E (α – tokoferol)

Gambar 5. Struktur kimia Vitamin E

Page 10: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 10

iliki 2 jenis isomer yaitu tokoferol dan tokotrienol. Masing-masing isomer memiliki 4

vitamer yaitu α, β, γ, δ. Isomer yang berperan sebagai antioksidan yaitu tokoferol dan

vitamer yang paling aktif dari tokoferol yaitu α.

Mekanisme reaksi vitamin E dengan radikal bebas yaitu dengan cara memotong

rangkaian reaksi peroksidasi lipid melalui kemampuannya memberikan hidrogen fenol

untuk mereduksi radikal peroksil lipid (LO2*). Satu molekul tokoferol dapat

mengakhiri kerja 2 rantai peroksida.

b. Vitamin C

Vitamin C adalah antioksidan larut dalam air (hidrofilik) yang paling penting

dalam cairan ekstraselular. Oleh karena itu, vitamin C mampu menetralkan ROS dalam

fase berair sebelum peroksidasi lipid dimulai. Vitamin C menghambat pembentukan

nitrosamin karsinogenik, menstimulus sistem imun, serta melindungi dari kerusakan

kromosom. Vitamin C memiliki efek sinergis (saling memperkuat) dengan Vitamin E

dan β-karotenoid. Vitamin C bersama vitamin E meregenerasi α-tokoferol dari radikal

α-tokoferol pada membran dan lipoprotein.

Gambar 6. Reaksi vitamin C (asam askorbat) dengan radikal bebas

Vitamin C mampu mereduksi radikal superoksida, hidroksil, asam hipoklorida,

dan oksigen reaktif yang berasal dari netrofil dan monosit yang teraktivasi. Antioksidan

vitamin C mampu bereaksi dengan radikal bebas, kemudian mengubahnya menjadi

radikal askorbil. Senyawa radikal terakhir ini akan segera berubah menjadi askorbat dan

Page 11: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 11

dehidroaskorbat. Asam askorbat dapat bereaksi dengan oksigen teraktivasi, seperti

anion superoksida dan radikal hidroksil. Pada konsentrasi rendah, vitamin C bereaksi

dengan radikal hidroksil menjadi askorbil yang sedikit reaktif, sementara pada kadar

tinggi, asam ini tidak akan bereaksi.

c. β-Karotenoid

Karotenoid adalah kelompok senyawa yang tersusun dari unit isopren atau

turunannya. Jenis karotenoid yang paling banyak ditemukan adalah β-karoten, lutein,

likopen, α-karoten, β-kriptoxantin dan zeaxantin. Karotenoid memiliki banyak ikatan

rangkap sehingga mudah mengalami degradasi oksidasi.

Gambar 7. Struktur kimia karotenoid

Karotenoid efisien sebagai antioksidan melalui quenching singlet oxygen dan scavenging

free radical. β-karoten merupakan quencher (peredam) singlet oksigen yang paling baik.

1 molekul β-karoten dapat meredam 250-1000 molekul singlet oksigen pada kecepatan

1.3x1010 M-1S-1. Efektivitas quenching semakin meningkat dengan semakin banyaknya

ikatan rangkap pada karotenoid dan jumlah karotenoid yang ditambahkan. karotenoid

dengan 7 atau lebih sedikit ikatan rangkap kurang efektif sebagai quencher karena tidak

dapat menerima energi dari singlet oksigen. Transfer energi dari singlet oksigen ke

peredamnya akan menghasilkan pembentukan triplet oksigen dan triplet-state quencher

dengan reaksi berikut :

Proses autooksidasi seperti peroksidasi lipid berhubungan dengan reaksi rantai

radikal yang melibatkan radikal peroksil (ROO ). Antioksidan pemutus rantai tersebut

Page 12: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 12

seperti halnya karotenoid dapat menghambat kecepatan dan efisiensi pengikatan

(scavenging) radikal bebas dengan reaksi sebagai berikut:

Hasil radikal turunan antioksidan (CAR) tidak sesuai untuk propagasi reaksi. Hal ini

antara lain disebabkan oleh tidak terjadinya reaksi abstraksi atom H atau reaksi dengan

oksigen membentuk radikal peroksil lainnya.

d. Flavonoid

Gambar 8. Struktur dasar flavonoid

Flavonoid memiliki dua cara mekanisme antioksidan. Pertama yaitu dengan cara

menghambat kerja enzim yang terlibat dalam reaksi produksi anion superoksida,

misalnya xantin oksidase dan protein kinase. Flavonoid juga menghambat kerja

siklooksigenase, lipoksigenase, mikrosomal monoksigenase, glutation-S-transferase,

mitokondrial suksinoksidase, dan NADH oksidase. Cara kedua yaitu dengan cara

mengkhelat logam. Sisi pengikatan unsur kelumit pada flavonoid adalah pada gugus

katekol yang ada pada cincin B, gugus 3-OH-4-Okso- pada cincin heterosiklik, dan 4-

okso- dan 5-OH pada cincin heterosiklik dan cincin A.

Flavonoid (Fl-OH) mempunyai nilai potensial reduksi yang rendah (0.23 – 0.75

V) sehingga mudah mereduksi radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil

(2.13– 1.0 V).

Radikal aroksil (Fl-O•) yang terbentuk dapat bereaksi dengan radikal kedua

menghasilkan struktur quinon yang stabil. Stabilnya aroksil ditentukan oleh adanya

delokalisasi elektron pada 2,3-ikatan rangkap terkonjugasi dengan 4-okso. Mekanisme

lain yang dijalankan flavonoid dalam memadamkan radikal adalah dengan cara

Page 13: Antioksidan a'Yunil

Antioksidan, A’yunil H., Bioorganik, 2012 13

menyediakan sisi pengikatan untuk radikal–radikal tersebut. Sisi ini adalah gugus

katekol pada cincin B yang merupakan donor elektron yang baik.

Daftar Pustaka

Devasagayam, TPA., Tilak, JC, Boloor, KK., Sane, K.S., Ghaskadbi, S.S., Lele, RD.,

2004, Review : Free Radicals and Antioxidants in Human Health:Current

Status and Future Prospects, JAPI 52: 752-804.

Fang, Y.Z., Yang, S., Wu, G., 2002, Free Radicals, Antioxidants, and Nutrition,

Journal of Nutrition, 18 : 872– 879.

Kidd, P.M., 1997, Glutathione :Systemic Protectant Again Oxidative and Free

Radical Damage, Alternative medicine review, 2 (3) : 166-176.

Kumar, S., 2011, Free Radicals and Antioxidants: Human and Food System,

Advances in Applied Science Research, 2 (1): 129-135.

Kryston, T.B., Georgiev, A.B, Pissis, P., Georgakilas A.G., 2011, Review : Role of

oxidative stress and DNA damage in human carcinogenesis, Mutation

Research, 711 : 193–20.

Valko, M., Leibfritz, D., Moncola, J., Cronin, M.T.D., Mazur, M., Telser, J., 2006,

Review: Free radicals and antioxidants in normal physiological functions and

human disease, The International Journal of Biochemistry & Cell Biology, 39:

44–84.