anestesi regional

Upload: abrahammuryaarifian

Post on 08-Mar-2016

21 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Anestesi

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS ANESTESI

DEBRIDEMENT ULKUS SEORANG LAKI-LAKI 67 TAHUN DENGAN ULKUS KRONIS PEDIS CRURIS DEKSTRA ET SINISTRA MENGGUNAKAN REGIONAL ANESTESI (SPINAL)

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik di bagian

Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas DiponegoroDisusun oleh :

Abraham Murya Arifian 22010114210145

Pembimbing :

dr. Riken Mediana Eka P.KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2016HALAMAN PENGESAHANNama: Abraham Murya ArifianNIM: 22010114210145

Fakultas: Kedokteran Umum

Judul: Debridement Ulkus Seorang Laki-Laki 67 Tahun Dengan Ulkus Kronis Pedis Cruris Dekstra Et Sinistra Menggunakan Regional Anestesi (Spinal)Bagian/SMF: Ilmu Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Pembimbing:dr. Riken Mediana Eka P.Semarang, Februari 2016

Pembimbing

dr. Riken Mediana Eka P.

BAB I

PENDAHULUAN

Ulkus adalah kerusakan lokal atau ekskavasi, permukaan organ atau jaringanyang ditimbulkan oleh terkelupasnya jaringan. Ulkus lebih dalam daripada ekskoriasi(ekskoriasi mencapai stratum papilare). Ulkus sering menyerang ekstremitas bawah maupun ekstremitas atas karena beberapa sebab seperti infeksi, gangguan pembuluhdarah, kelainan saraf dan keganasan.Ulkus kruris merupakan penyakit yang lazim ditemui dalam praktek dermatologi. Di Amerika Serikat, hampir 2,5 juta orang menderita ulkus kruris. Insiden prevalensi ulkus kruris semakin meningkat seiring dengan peningkatan usia.

Di Negara tropik insidens ulkus kruris lebih kurang 2% dari populasi dan didominasi oleh ulkus neurotropik dan ulkus varikosum. Di negara barat, kurang lebih 0,5% penduduk menderita ulkus kruris berupa ulkus varikosum. Wanita lebih banyak terserang ulkus varikosum daripada pria, dengan perbandingan 2:1, dengan usia rata-rata di atas 37 tahun untuk prevalensi varises. Pada wanita hamil, perbandingan paritas terhadap varises adalah 21,3% pada nullipara dan 42% pada paritas lebih dari dua..Penyebab pasti ulkus kruris belum diketahui namun diduga disebabkan oleh trauma, higiene yang buruk, gizi buruk, gangguan pada pembuluh darah dan kerusakan saraf perifer. Kerusakan saraf perifer biasanya terjadi pada penderita diabetes mellitus dan penderita kusta. Sedangkan yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah sering dikaitkan dengan hipertensi..Penyakit ini pada umunya memiliki prognosis yang baik tergantung pada keadaan umum penderita serta jenis penyakit yang mendasarinya. Namun pada ulkus varikosum prognosisnya kurang menggembirakan karena sering residif .BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anestesi Regional Anestesi adalah istilah yang diturunkan dari dua kata Yunani yaitu an dan esthesia, dan secara harfiah berarti hilangnya rasa sakit atau hilangnya sensasi. Para ahli saraf memberikan makna pada istilah tersebut sebagai kehilangan rasa secara patologis pada bagian tubuh tertentu. Istilah anestesi dikemukakan pertama kali Oliver Wendell Holmes (1809-1894) untuk proses eterisasi Morton (1846), yang menggambarkan keadaan pengurangan nyeri spada saat dilakukan pembedahan.Anestesi lokal/regional semakin berkembang dan meluas pemakaiannya, dan diketahui bahwa banyak keuntungan yang ditawarkan, seperti harga yang relatif murah, pengaruh sistemik yang minimal, menghasilkan analgesi yang adekuat dan kemampuan mencegah respon stress operasi secara lebih sempurna.1.1 Mekanisme kerja obat anestesi

Infiltrasi obat anestesi pada daerah sekitar saraf, akan menyebabkan keluarnya Ca2+ dari reseptor dan obat anestesi lokal akan menempati reseptor tersebut sehingga terjad blokade pada channel Na+. Selanjutnya terjadi hambatan konduksi Na+ dan kecepatan induksi akan mengalami depresi (berkurang), sehingga tidak dapat mencapai nilai potensial untuk dapat membentuk potensial aksi sensorik berupa nyeri.1.2 Penggolongan obat anestesi regional

Berdasarkan struktur kimianya, obat anestesi regional dibedakan menjadi golongan ester-amide dan amide-amide. Perbedaan dari obat golongan ester-amide dengan amide-amide terletak pada efek samping yang ditimbulkan dan mekanisme metabolisme obat anetesi tersebut. Dimana golongan ester-amide kurang stabil dalam larutan, lebih mudah dipecah oleh kolinesterase plasma, waktu paruh yang pendek dan dimetabolisme di dalam plasma. Sedangkan golongan amide-amidemempunyai efek yang berkebalikan dengan obat golongan ester-amide dan dimetabolisme atau dipecah di dalam hepar.

Tabel 1. Penggolongan anestesi regional

NoGolonganPotensiDurasi

Ester-amide

1Procaine (Novocaine)1Singkat

2Cocaine2Menengah

3Tetracaine (Pantocaine)16Panjang

Amide-amide

1Mepivacaine (Carcocaine, Isocaine)2Menengah

2Prilocaine (Citanest)3Menengah

3Lidocaine (Xylocaine)4Menengah

4Etidocaine (Duranest)16Panjang

5Bupivacaine (Marcaine)16Panjang

6Ropivacaine16Panjang

7Levobupivacaine16Panjang

Berdasarkan survey, terdapat 3 jenis anestesi regional yang lazim dan sering dipakai di Indonesia, yaitu Procaine, Lidocaine, dan Bupivacaine.

1.3 Jenis anestesi regional (berdasarkan teknik anestesinya)

Menurut teknik pemberian anestesi dan lokasi pemberian anestesi regional, dibedakan menjadi 2 yaitu anestesi epidural dan anestesi spinal. Secara garis besar, anestesi epidural berarti memberikan anestesi pada spasium di luar duramater (ekstradural) dan anestesi spinal berarti memberikan anestesi pada cairan serebrospinal pada daerah soasium subarachnoid.1.3.1 Anestesi epidural

Anestesi epidural (ekstradural) merupakan pemberian obat anestesi lokal ke dalam rongga potensial di luar duramater (spasium ekstradural). Rongga ini dimulai dari perbatasan kranioservikal pada C1 sampai membrana sakrokoksigea di mana secara teoritis anestesi epidural dapat dilakukan di setiap daerah tersebut.

Dalam praktik, anestesi epidural dilakukan pada daerah di dekat akar saraf yang menginervasi daerah pembedahan, misalnya epidural lumbal untuk operasi daerah pelvis dan ekstremitas bawah, dan epidural thorakal untuk operasi daaerah abdomen atas. Injeksi obat anestesi lokal dapat berupa injeksi dosis tunggal atau dengan kateter untuk injeksi intermitten pada durante operasi(infus kontinyu). Untuk membantu mengidentifikasi rongga epidural, dapat digunakan teknik loss of resistance ataupun hanging drop.1.3.2 Anestesi spinal

Anestesi spinal (intratekal) adalah teknik anestesi regional dengan cara menyuntikkan obat anestesi ke adalam spasium subarachnoid yang berada di dalamnya yaitu cairan serebrospinalis. Jarum spinal aman diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis 1. Hal ini dikarenakan pada batas tersebut adalah batas berakhirnya medula spinalis yang disebut conus medularis, sedangkan medula spinalis itu sendiri tidak boleh diinsersi oleh obat anestesi. Anestesi spinal biasanya diberikan dalam nolus injeksi tunggal dan tidak dilakukan kateterisasi seperti pada anestesi epidural.Tabel 2. Perbedaan anestesi epidural dengan anestesi spinal

Anestesi spinalAnestesi epidural

Tempat insersiHanya vertebra lumbal (di bawah L2/3)Sepanjang medula spinalis. Sakral, lumbal, thorak, dan servikal

Tempat injeksiRuang subarakhnoid (LCS)Ruang epidural (ekstradural)

Tempat kerjaRuang subarakhnoid (saraf dan medulla spinalis)

Dosis obatKecilBesar

OnsetCepatLebih lambat

Blok motorikKuatSedang

KomplikasiHenti jantung, PDPH, spinal tinggi, total spinalIntoksikasi lokal anestetik, hematom epidural

Analgesia postopTidakYa, dengan kateter

Pada tabel di atas menjelaskan beberapa perbedaan antara anestesi epidural dengan anestesi spinal. Pemilihan anestesi regional tergantung indikasi tertentu pasien dan menyesuaikan dengan kebutuhan anestesi regional sesuai perbedaan anestesi regional pada tabel 2 di atas.2.2 Anestesi general

Anestesi general atau biasa disebut dengan anestesi umum adalah teknik anestesi yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral dan disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel (dapat kembali sadar jika efek anestesi dihilangkan). Perbedaan yang mendasar dengan anestesi regional adalah pada anestesi regional yang terpengaruh hanya saraf perifer dan pada anestesi regional tidak menyebabkan hilangnya kesadaran pasien.

Teknik pemberian anestesi general bermacam macam, dapat secara parenteral, inhalasi atau dapat pula per rectal. Obat anestesi general yang diberikan secara parenteral dapat berupa injeksi intravena (obat yang sering digunakan antara lain penthotal, ketamin, propofol, etomidat dan golongan benzodiazepin), injeksi intramuskular (obat yang sering digunakan adalah ketamin), dan perectal (obat yang sering digunakan adalah etomidat untuk induksi anestesi pada pasien anak anak). Pemberian obat anestesi general dapat yang mana saja tergantung kondisi, indikasi dan kontraindikasi pasien yang akan dilakukan anestesi.

Dikatakan anestesi general atau anestesi umum karena semua obat anestesi yang dilakukan secara general anestesi akan memasuki peredaran darah (baik diberikan secara parenteral, inhalasi ataupun perectal) dan akan didistribusikan ke seluruh tubuh, sehingga efek anestesi (sedasi, analgesi dan atau relaksasi) akan mengenai seluruh bagian tubuh, mulai dari sentral maupun perifer.

2.1 Stadium anestesi general

Guedel membagi stadium kedalaman anestesi menjadi 4 stadium dengan menilai beberapa aspek seperti pernafasan, gerakan bola mata, pupil, tonus otot dam refleks.

Stadium I, disebut juga stadium analgesi atau disorientasi. Stadium ini dimulai sejak diberikan anestesi hingga terjadi hilangnya kesadaran. Pada stadium ini operasi kecil dapat mulai dilakukan.

Stadium II, disebut juga stadium delirium atau stadium eksitasi. Stadium ini dimulai dari hilang kesadaran dan diakhiri dengan tanda tandan berupa hilang refleks menelan, refleks kelopak mata dan timbul nafas teratur. Pada stadium ini pasien dalam kondisi yang berbahaya, untuk itu harus segera diakhiri dan pasien harus mendapat premedikasi yang adekuat sebelumnya. Segera setelah stadium II berakhir, pasien akan masuk stadium dan fase yang siap untuk dilakukan prosedur operasi.

Stadium III, disebut juga stadium operasi. Dimulai dari nafas teratur sampai paralisis otot nafas. Stadium III dibagi menjadi 4 plana :

Plana I : Dimulai dari nafas teratur sampai dengan berhentinya gerakan bola mata. Gerakan bola mata berhenti, pupil mengecil, refleks cahaya (+), lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah menghilang, tonus otot menurun.

Plana II : Dimulai dari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan paralisis sebagian otot intercostal. Nafas teratur, volume tidal menurun oleh karena itu frekuensi nafas akan meningkat, mulai terjadi depresi nafas thoracal, pupil mulai melebar dan refleks cahaya menurun, refleks kornea menghilang dan tonus otot akan semakin menurun.

Plana III : Dimulai dari paralisis sebagian otot intercostal sampai paralisis otot intercostal total. Nafas abdominal akan menjadi lebih dominan, pupil makin melebar dan refleks cahaya menghilang, lakrimasi (-), refleks laring dan peritoneal (-), tonus otot semakin menurun dari sebelum sebelumnya.

Plana IV : Dimulai dari paralisis otot intercostal total sampai paralisis diafragma. Pernafasan melambat, iregular dan tidak adekuat, terjadi jerky karena paralisis otot diafragma. Tonus otot menjadi flaccid dan refleks spincter ani (-).

Stadium IV , disebut juga stadium overdosis atau stadium paralisis. Dimulai dari paralisis diafragma sampai apneu dan akhirnya pasien akan meninggal. Ditandai dengan hilangnya semua refleks, pupil dilatasi, terjadi respiratory failire dan diikuti circulatory failure.

2.3 Klasifikasi ASA

Klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiologist) merupakan deskripsi yang mudah menunjukkan status fisik pasien yang berhubungan dengan indikasi apakah tindakan bedah harus dilakukan segera/cito atau elektif. Klasifikasi ini sangat berguna dan harus diaplikasikan pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan, meskipun banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil keluaran setelah tindakan pembedahan. Klasifikasi ASA dan hubungannya dengan tingkat mortalitas tercantum pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Klasifikasi ASA

Klasifikasi ASADeskripsi PasienAngka Kematian (%)

Kelas IPasien normal dan sehat fisik dan mental0,1

Kelas IIPasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsi0,2

Kelas IIIPasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan keterbatasan fungsi1,8

Kelas IVPasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan menyebabkan keterbatasan fungsi7,8

Kelas VPasien yang tidak dapat hidup/ bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi9,4

Kelas EBila operasi dilakukan darurat/ cito

3. Kombinasi anestesi

Kombinasi anestesi adalah teknik anestesi dengan menggabungkan pemberian lebih dari satu macam anestesi, baik secara general-general, regional-general ataupun general-regional. Hal ini dilakukan untuk memperkecil efek samping (toksisitas) pemberian salah satu teknik anestesi dan memperbanyak tingkat keberhasilan dari anestesi.

Komplikasi yang paling umum ditemui dengan anestesi spinal adalah hipotensi karena hampir semua obat anestesi lokal bersifat vasodilator (kecuali cocaine), yang disebabkan blokade sistem saraf simpatik. Akibatnya, penurunan resistensi vaskuler sistemik dan perifer terjadi penurunan cardiac output. Dalam beberapa kasus, efek kardiovaskular dapat bermanifestasi sebagai hipotensi mendalam dan bradikardia. Hipotensi merupakan masalah yang serius yang terjadi dalam spinal anestesi, dari penelitian terdahulu diketahui bahwa insidensi terjadinya hipotensi pada aplikasi anestesi spinal hampir di atas 83%. Efek samping tersebut dapat dikurangi dengan mengkombinasikan obat anestesi regional dengan general, di mana banyak obat anestesi general yang tidak berpengaruh pada pembuluh darah, sehingga efek anestesi yang adekuat dapat dicapai tanpa harus bersifat toksik terhadap pembuluh darah dan mencegah terjadinya hipotensi.

BAB IIIASSESMENT MEDISI. IDENTITAS PENDERITA

Nama

: Tn. WUmur

: 67 tahun

Jenis kelamin: Laki-lakiRuang

: Rajawali 1BNo. CM: C569761Tgl Operasi: 8 Februari 2016Tgl MRS: 7 Februari 2016II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama:

Luka pada tungkai bawah kanan dan kiri B. Riwayat Penyakit Sekarang:

1 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh merasa gatal di punggung kaki sebelah kiri. Gatal dirasakan mengganggu aktivitas sehari-hari dan dirasakan terus menerus. Pasien menggaruk kakinya dan kemudian timbul luka pada garukan. Semakin lama luka tersebut semakin meluas. Rasa gatal juga muncul di kaki kanan dan digaruk sehingga muncul luka. Penurunan berat badan (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Kemudian pasien berobat ke RSUD Ungaran dan dirujuk ke RSDK.

Anamnesis yang berkaitan dengan anestesi:

Batuk (-), pilek (-), demam (-)

Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada

Riwayat kejang

: tidak adaRiwayat asma

: tidak ada

Riwayat kencing manis

: tidak adaRiwayat peyakit jantung

: tidak ada

Riwayat darah tinggi

: tidak adaRiwayat operasi sebelumnya: tidak adaIII. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum: Baik

Kesadaran

: Kompos mentis, GCS : E4M6V5TV

: TD: 120/80 mmHgT: 37 C

N: 80 x/menit

RR: 20x/menit

BB

: 67 kgASA

: IIKepala

: mesosefal

Mata

: Conjunctiva palpebra anemis (-), refleks pupil (+)

Telinga

: discharge (-/-)

Hidung

: discharge (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut

: sianosis (-), perdarahan gusi (-), Mallampati I

Tenggorok

: T1-1, faring hiperemis (-)

Leher

: pembesaran nnll (-), deviasi trachea (-)

THORAX

Cor

: Inspeksi: ictus cordis tak tampak

Palpasi: ictus cordis di SIC V, 2 cm medial linea midclavicula sinistra

Perkusi: konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi: BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)

Pulmo

: Inspeksi: simetris saat statis dan dinamis

Palpasi: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi: sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

Abdomen

: Inspeksi : datar, venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi: Timpani, Pekak sisi (+) normal, Pekak alih

(-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas: Akral dingin

-/-

-/-

Edema

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Capillary refill