anestesi regional

72
BAB I PENDAHULUAN Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen- oksida banyak digunakan untuk pesta mabuk-mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini membuat orang tertawa dan lupa segalanya. Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol, Raymundus Lullius pada tahun 1275. Penggunaan eter atau gas nitrogen- oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya. Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya diteruskan William Thomas Green Morton. 1 Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun 1842. Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-oksida. 1 Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton berhasil 1

Upload: mona-rering

Post on 28-Jan-2016

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Anestesi Regional

BAB I

PENDAHULUAN

Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta

mabuk-mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas

ini membuat orang tertawa dan lupa segalanya. Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat

yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia kedokteran hingga saat ini. Eter

ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol, Raymundus Lullius pada tahun 1275.

Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran

sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia

bereksperimen dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat

dicabut giginya. Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John

C. Warren di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan.

Usahanya diteruskan William Thomas Green Morton.1

Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells

pada tahun 1842. Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya

sebagaimana yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida

kepada Charles Jackson, seorang ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun

Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-oksida.1

Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Tanggal

16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton berhasil

dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran. Revolusi

pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. 1

1

Page 2: Anestesi Regional

BAB II

PEMBAHASAN

ANESTESI UMUM

1. Definisi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak atau tanpa"

dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan

menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang

menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver

Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.1

Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya

kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak

sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.2

2. Teori Anastesi Umum

Ada beberapa teori yang membicarakan tentang kerja anestesi umum, diantaranya :

a. Meyer dan Overton (1989) mengemukakan teori kelarutan lipid (Lipid Solubity Theory).

Obat anestetika larut dalam lemak. Efeknya berhubungan langsung dengan kelarutan

dalam lemak. Makin mudah larut di dalam lemak, makin kuat daya anestesinya. Ini

hanya berlaku pada obat inhalasi (volatile anaesthetics), tidak pada obat anestetika

parenteral.

b. Ferguson (1939) mengemukakan teori efek gas inert (The Inert Gas Effect). Potensi

analgesia gas – gas yang lembab dan menguap terbalik terhadap tekanan gas – gas

dengan syarat tidak ada reaksi secara kimia. Jadi tergantung dari konsentrasi molekul –

molekul bebas aktif.

c. Pauling (1961) mengemukakan teori kristal mikrohidrat (The Hidrat Micro-crystal

Theory). Obat anestetika berpengaruh terutama terhadap interaksi molekul – molekul

obatnya dengan molekul – molekul di otak.

d. Trudel (1963) mengemukakan molekul obat anestetika mengadakan interaksi dengan

membrana lipid meningkatkan keenceran (mengganggu membran).3

2

Page 3: Anestesi Regional

3. Keuntungan Anestesi Umum

1. Membuat pasien lebih tenang

2. Untuk operasi yang lama

3. Dilakukan pada kasus-kasus yang memiliki alergi terhadap agen anestesia lokal

4. Dapat dilakukan tanpa memindahkan pasien dari posisi supine (terlentang)

5. Dapat dilakukan prosedur penanganan (pertolongan) dengan cepat dan mudah pada

waktu-waktu yang tidak terprediksi4

4. Kerugian Anestesi Umum

1. Membutuhkan pemantauan ekstra selama anestesi berlangsung

2. Membutuhkan mesin-mesin yang lengkap

3. Dapat menimbulkan komplikasi yang berat, seperti: kematian, infark

myokard, dan stroke

4. Dapat menimbulkan komplikasi ringan seperti: mual, muntah, sakit

tenggorokkan, sakit kepala. Resiko terjadinya komplikasi pada pasien dengan anestesi

umum adalah kecil, bergantung beratnya kormobit penyakit pasiennya.4

5. Komponen Anestesia

Komponen anestesia yang ideal (trias anestesi) terdiri dari :

(1) Hipnotik, Hipnotik didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran,

sevofluran).

(2) Analgesia, Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu.

Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant).

(3) Relaksasi otot, Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot

sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan.4

6. Stadium Anestesia

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter kedalam 4 stadium yaitu:

1. Stadium I (analgesi) dimuai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya

kesadaran pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat

analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan seperti pencabutan gigi

dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini.

2. Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan

refleksi bulu mata sampai pernapasan kembali teratur pada stadium ini terlihat adanya

3

Page 4: Anestesi Regional

eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak,

menangis, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan hiperpnu, tonus otot

rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi dan muntah. Stadium ini harus cepat

dilewati karena dapat menyebabkan kematian.

3. Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan

spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:

Plana I : pernapasan teratur dan spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan

bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi

meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik

yang sempurna.

Plana 2 : pernapasan teratur dan spontan, perut dan volume dada tidak menurun,

frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak terfiksasi ditengah, pupil midriasis,

refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang dan refleks laring hilang sehingga

dapat dikerjakan intubasi.

Plana 3 : pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,

lakrimasi tidak ada, pupil midriassis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak

ada, relaksaai otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).

Plana 4 : pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total,

pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan kelenjar air mata

tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).

4. Stadium IV (paralisis medulla oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan

perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tidak dapat

diukur, denyut jantung berhenti dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan

pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.4

4

Page 5: Anestesi Regional

Gambar 1. Stadium-stadium anestesi

7. Persiapan Pre-anestesia :

I. Persiapan mental dan fisik pasien

1. Anamnesis

- Identitas pasien, misalnya : nama, umur, alamat dan pekerjaan

- Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang mungkin dapat menjadi

penyulit dalam anestesia seperti penyakit alergi, diabetes mellitus, penyakit paru

kronik, penyakit jantung dan hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.

- Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin dapat menimbulkan

interaksi dengan obat-obat anestesi.

- Riwayat operasi dan anestesia yang pernah dialami, berapa kali dan selang waktunya,

serta apakah pasien mengalami komplikasi saat itu.

- Kebiasaan buruk sehari-hari yang dapat mempengaruhi jalannya anestesi misalnya

merokok, alkohool, obat-obat penenang atau narkotik.1,3

2. Pemeriksaan fisik

- Tinggi dan berat badan untuk mmemperkirakan dosis obat, terapi cairan yang

diperlukan dan jumlah urin selama dan pasca bedah.

- Kesadaran umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi nadi, pola

dan frekuensi pernafasan.

5

Page 6: Anestesi Regional

- Pemeriksaan saluran pernafasan; batuk-batuk, sputum, sesak nafas, tanda-tanda

sumbatan jalan nafas, pemakaian gigi palsu, trismus, persendian temporo mandibula.

- Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler; dispnu atau ortopnu, sianosis,

hipertensi

- Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites yang dapat membuat tekanan

intra abdominal meningkat sehingga dapat menyebabkan regurgitasi.1,2

3. Pemeriksaan laboratorium

- Darah : Hb, leukosit, golongan darah, hematokrit, masa pembekuan, masa perdarahan,

hitung jenis leukosit

- Urine : protein, reduksi, sedimen

- Foto thoraks

- EKG : terutama pada pasien diatas 40 tahun karena ditakutkan adanya iskemia

miokard

- Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru

- Fungsi hati pada pasien icterus

- Fungsi ginjal pada pasien hipertensi

- Analisa gas darah, elektrolit pada ileus obstruktif.2,3

II. Penggolongan Pasien Anastesi

Klasifikasi yang digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang berasal dari The

American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi sebagai berikut:

Contoh

ASA I Pasien normal, sehat. pasien tanpa gangguan organi, fisiologis, biokimia maupun psikiatrik.

Pasien perempuan dewasa muda sehat akan menjalani operasi hernia inguinalis

Pasien perempuan dewasa muda dengan myoma uteri yang akan dilakukan myomektomi

ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan-sedang yang disebabkan baik oleh keadaan yang harus diobati dengan jalan pembedahan maupun oleh proses patofisiologis

Pasien dengan leukositosis yang akan dlakukan apendektomi

Obesitas Bronchitis kronik Pasien dengan DM ringan yang direncanakan

operasi hernia

ASA III Pasien dengan penyakit sistemik berat yang masih berkemampuan untuk melakaukan aktifitas dengan membatasi aktifitasnya sehari-hari

Pasien dengan DM berat dengan komplikasi vascular yang memerlukan tindakan pembedahan

Pasien dengan insufisiensi paru sedang sampai berat yang perlu pembedahan hernia

ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik berat dan Pasien dengan dekompensasi jantung

6

Page 7: Anestesi Regional

secara langsung mengancam kehidupannya setiap saat.

Angina pektoris secara terus menerus Insufisiensi berat dari faal paru, hepar, ginjal

atau organ endokrin

ASA V Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya .tidak akan lebih dari 24 jam

Pasien shock karena perdarahan, trauma kepala hebat dengan peningkatan TIK

ASA VI Brain death pada pasien yang organnya diambil dengan tujuan donor organ.

Penambahan huruf ”E” untuk pasien yang emergency.

III. Persiapan pada hari operasi

Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :

1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa pada orang

dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada operasi

darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi

lambung.

2. Pengosongan kandung kemih

3. Informed consent ( Surat izin operasi dan anestesi).

4. Pemeriksaan fisik ulang

5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.

6. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secaraintravena jika

diberikan beberapa menit sebelum operasi.5

8. Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan

untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya :

- Meredakan kecemasan dan ketakutan, misalnya diazepam

- Memperlancar induksi anestesia, misalnya pethidin

- Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, misalnya sulfas atropindan hiosin

- Meminimalkan jumlah obat anestetik, misalnya pethidin

- Mengurangi mual-muntah pasca bedah, misalnya ondansetron

- Menciptakan amnesia, misalnya diazepam,midazolam

- Mengurangi isi lambung

- Mengurangi reflex yang membahayakan, misalnya tracurium, sulfas atropine.5

7

Page 8: Anestesi Regional

a. Obat-Obat Premedikasi

Reaksi fisiologis terhadap nyeri dan rasa takut terdiri atas 2 bagian yaitu reaksi

somatik (voluntary) dari reaksi simpatetik (involuntary). Efek somatik ini timbul

didalam kecerdasan dan menumbuhkan dorongan untuk bertahan atau menghindari

kejadian tersebut. Kebanyakan pasien akan melakukan modifikasi terhadap

manifestasi terhadap manifestasi efek somatik tersebut dan menerima keadaan yaitu

dengan tampak tenang. Reaksi saraf simpatis terhadap rasa sakit atau nyeri tidak dapat

disembunyikan oleh pasien. Rasa takut dan nyeri mengaktifkan saraf simpatis untuk

menimbulkan perubahan sistem sirkulasi dalam tubuh. Perubahan ini disebabkan oleh

stimulasi eferen simpatis yang ke pembuluh darah, dan sebagian karena naiknya

katekolamin dalam sirkulasi. Implus adrenergik dari rasa takut timbul di kortex cerebri

dan dapat ditekan dengan tidur atau dengan sedative yang mencegah kemampuan

untuk menjadi takut.6

Benzodiazepine

Derivat benzodiazepin yang banyak digunakan untuk premedikasi adalah diazepam

dan midazolam. Derivate yang lain adalah: klordiazepoksid, nitrazepam dan

oksazepam.

Penggunaan klinis

Dalam praktek anestesia obat ini digunakan sebagai:

- Premedikasi, diberikan intramuscular dengan dosis 0,2 mg/kgbb atau peroral dengan

dosis 5-10 mg.

- Induksi intravena dengan dosis 0,2-0,6 mg/kgbb

- Sedasi pada anestesia regional diberikan intravena

- Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

- Pada pemberian intramuskular atau intravena, obat ini tidak bisa dicampur dengan

obat lain karena bisa terjadi presipitasi.

Opioid

Opioid berikatan dengan reseptor spesifik yang terdapat pada sistem saraf pusat.

Semua reseptor opioid berikatan dengan protein G, berikatan pada agonis reseptor

menyebabkan hiperpolarisasi membran. Efek akut opioid dimediasi dengan inhibisi

dari adenilil siklase (menurun pada konsentrasi siklik adenosine monofosfat

8

Page 9: Anestesi Regional

intraselular) dan aktivasi dari fosfolipase C. Opioid menghambat pintu-voltase kanal

kalsium dan mengaktivasi kanal kalium. Walaupun opioid menyebakan derajat sedasi

dan dapat menimbulkan analgesia pada dosis besar. Peran opioid bergantung pada

reseptor yang diikatnya dan afinitas obatnya.8

Keuntungan penggunaan obat ini ialah memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan

anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan

pemberian pernafasan buatan dapat diantagonisir dengan naloxon.

Efek farmakologi

Terhadap analgetik, obat ini bekerja pada thalamus dan substansia gelatinosa medulla

spinalis, disamping itu, narkotik juga mempunya efek sedasi.

Terhadap respirasi

Menimbulkan depresi pusat nafas terutama pada bayi dan orang tua. Efek ini semakin

manifest pada keadaan umum pasien yang buruk sehingga perlu pertimbangan

seksama dalam penggunaannya. Namun demikian efek ini dapat dipulihkan dengan

naloprin atau nalokson.8

Terhadap bronkus, petidin menyebabkan dilatasi bronkus, sedangkan morfin

menimbulkan konstriksi akibat pengaruh pelepasan histamine.8

Terhadap sirkulasi, tidak menimbukan depresi sistem sirkulasi, sehingga cukup aman

diberikan pada semua pasien kecuali bayi dan orangtua.

Pada kehamilan, narkotik dapat melewati barier plasenta sehingga bisa menimbulkan

depresi nafas pada bayi baru lahir.8

Penggunaan klinik

Morfin mempunyai kekuatan 10 (sepuluh) kali dibandingkan dengan petidin,

ini berarti bahwa dosis morfin sepersepuluh dari petidin, sedangkan fentanil 1000 kali

dari petidin. Analgetik narkotik digunakan sebagai premedikasi: petidin diberikan

intramuscular dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5 mg/kgbb, sedangkan fentanil

seperseratus dari petidin. Morfin dalam bentuk ampul 1 ml yang mengandung 10 atau

20 mg, tidak berwarna dan bisa dicampur dengan obat lain.7,8

Morfin7

Meskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial lebih

mudah dan lebih menguntungkan dibuat dari bahan getah papaver somniferum.

Morfin paling mudah larut dalam air dibandingkan golongan opioid lain dan kerja

analgesinya cukup panjang (long acting).

9

Page 10: Anestesi Regional

Petidin7

Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda

dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati sama.

Sediaan petidin dalam bentuk ampul 2 ml yang mengandung 50 mg/ml tidak

berwarna. Dosis petidin intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat

diulang tiap 3-4 jam. Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak

dianjurkan karena iritasi. Rumus bangun menyerupai lidokain, sehingga dapat

digunakan untuk analgesia spinal pada pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kg BB.

Fentanil7

Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100 x morfin dan

1000 kali lebih kuat dari petidin. Lebih larut dalam lemak dibandingkan petidin dan

menembus sawar jaringan dengan mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan

distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar

dirusak paru ketika pertama melewatinya.

Dosis 1-3 ug/kgBB im analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu

hanya dipergunakan untuk anestesi pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.

Dosis besar 100-200 ug/kgBB iv digunakan untuk induksi anesthesia dan

pemeliharaan anesthesia dengan kombinasi benzodiasepin dan anestetik kekakuan otot

punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Untuk suplemen

analgesia 1-2 ug/kg BB iv

Sufentanil7

Sifat sufentanil kira-kira sama dengan fentanil. Efek pulihnya lebih cepat dari

fentanil. Kekuatan analgesinya kira-kira 5-10 kali fentanil. Dosisnya 0,1-0,3

mg/kgBB.

Alfentanil7

Kekuatan analgesinya 1/5-1/3 fentanil. Insiden mual-muntahnya sangat besar.

Mula kerjanya cepat. Dosis analegesinya 10-20 ug/kgBB.

Tramadol7

Tramadol (tramal) adalah analgetik sentral dengan afinitas rendah pada

reseptor mu dan kelamahan analgesinya 10-20% disbanding morfin. Tramadol dapat

diberikan  dengan dosis maksimal 400 mg per hari.

10

Page 11: Anestesi Regional

Butyrophenon

Dari golongan ini droperidol dengan dosis 2-5 mg im, digunakan sebagai obat

premedikasi dengan kombinasi narkotik. Keuntungan yang sangat besar dari

penggunaan obat ini ialah efek antiemetik yang sangat kuat, dan bekerja secara sentral

pada pusat muntah di medulla. Obat ini ideal untuk digunakan pada pasien-pasien

dengan risiko tinggi, misalnya pada operasi mata, pasien dengan riwayat sering

muntah dan obesitas. Dapat juga diberikan secara intravena dengan dosis 1-1.25 mg.8

Barbiturate

Kebanyakan pasien yang telah direncanakan untuk menjalani operasi akan lebih baik

bila diberikan hipnotik malam sebelum hari operasi, karena rasa cemas, hospitalisasi

atau kedaaan sekitar yang tidak biasa dapat menyebabkan insomnia. Untuk itu dapat

digunakan golongan barbiturate per oral sebelum waktu tidur. Selain itu barbiturate

juga digunakan untuk premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini ialah dapat

menimbulkan sedasi, efek terhadap depresi resirasi minimal (ini dibuktikan dengan

tidak berubahnya respons ventilasi terhadap CO2), depresi sirkulasi minimal dan tidak

menimbulkan efek mual dan muntah. Obat ini efektif bila diberikan per oral..1,7,8

Antikolinergik

Antikolinergik adalah ester dari asam aromatic yang dikombinasi dengan dasar

organik. Ikatan ester sangat penting untuk ikatan yang efektif dari antikolinergik

dengan reseptor asetilkolin. Mempunyai efek kompetitif inhibitor terhadap asetilkolin

dan menghambat aktivasi reseptor..5,8

Tabel 1. Obat antikolinergik8

Efek Atropine Skopolamin glycopyrrolate

Takikardia +++ + ++

Bronkodilatasi ++ + ++

Sedasi + +++ 0

Antisialagogue ++ +++ +++

Atropine mempunyai efek kompetitif inhibitor terhadap efek muskarinik dari

asetikolin. Atropine ini dapat menembus barier lemak misalnya blood brain barier,

placenta barier dan traktus gastrointestinal.8 Efek lain yang merugikan adalah nadi

yang meningkat merugikan adalah nadi yang meningkat, midriasis, cycloplegia,

11

Page 12: Anestesi Regional

kenaikan suhu, mengeringnya sekret jalan napas dari pada CNS toxicity terjadi

gelisah, dan agitasi.8 Sebagai premedikasi, atropine diberikan intravena atau

intramuscular antara 0,01-0,02 mg/kg, ditingkatkan pada dosis biasa pada dewasa 0,4-

0,6 mg. pemberian dosis intravena yang besar hingga 2 mg mungkin dapat memblok

total reflex vagal untuk mengobati bradikardia yang berat.

Antasida

Pemberian antasida 15-30 menit pra induksi hampir 100% efektif untuk menaikan pH

asam lambung diatas 2,5 seperti diketahui aspirasi cairan asam lambung dengan pH

yang rendah dapat menimbulkan apa yang dinamakan acid aspiration syndrome atau

disebut juga Mendelson’s syndrome. Yang dianjurkan ialah preparat yang

mengandung Mg-trisilikat. dosis yang dianjurkan adalah 15-30 mL per oral 15-30

menit sebelum induksi.5,8

Histamin H2-reseptor antagonis

Obat ini akan melawan histamine dalam meningkatkan sekresi cairan lambung yang

mengandung ion H tinggi. Dari kepustakaam disebutkan bahwa pemberian cimetidin

oral 300 mg 1-1,5 jam pra induksi dapat menaikan pH cairan lambung diatas 2,3

sebanyak lebih dari 80%. Dapat pula diberikan secara iv dengan dosis yang sama 2

jam sebelum induksi dimulai.8

Dosis simetidin : Per oral 300-800 mg , I.V 300 mg onset 1-2 jam durasi 4-8 jam,

ranitin per oral 150-300 mg , iv 50 mg onset 1-2 jam durasi 10-12 jam.8

Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan tersebut, dalam praktek sehari-hari

dipakai kombinasi beberapa obat untuk mendapat hasil yang diinginkan, misalnya:10

- Kombinasi narkotik, benzodiazepine dan antikolinergik

- Kombinasi narkotik, butirophenon dan antikonergik

- Kombinasi narkotik, antihistamin dan antikolinergik

- Pada keadaan tertentu perlu diberikan antasida

Proton pump inhibitor8

12

Page 13: Anestesi Regional

Yang termasuk dalam proton pump inhibitor adalah omeprazol (omepros),

lanzoprazol, rabeprazol, esomeprazol dan pantoprazole.

Diindikasikan untuk ulkus duodenal, GERD, Zolllinger Ellison syndrome. Obat ini

mungkin mendukung penyembuhan luka pada ulkus peptikum dan GERD erosive

lebih cepat dibandingkan dengan H2 reseptor blocker.

Dosis yang direkomendasikan adalah untuk dewasa, omeprazol 20 mg, lansoprazole

15 mg, rabeprazol 20 mg, dan pantoprazole 40 mg. obat ini dieliminasi oleh hati,

sehingga pada gangguan hati dosis diturunkan.

Metoklopramid8

Metoklopramid bekerja secara perifer sebagai kolinomimetik (contohnya

memfasilitasi transmisi asetilkolin pada reseptor muskarinik selektif) dan secara

sentral sebagai reseptor antagonis dopamine.

Penggunaan klinik

Penggunaan injeksi iv secara cepat menyebabkan keram otot abdominal, dan

dikontraindikasikan pada obstruksi abdominal total. Dosis pada dewasa 10-20 mg

(0,25 mg/kg) peroral efektif, im, iv diinjeksi lebih dari 5 menit. Dosis besar (1-2

mg/kg) digunakan untuk mencegah emesis selama kemoterapi. Onset parenteral lebih

cepat (3-5 menit) dibandingkan oral (30-60 menit). Diskresi lewat urin oleh karena itu

pada pasien dengan disfungsi ginjal harus diturunkan.

9. Persiapan Induksi Anestesi

Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita mempersiapkan STATICS :

S : Scope (stetoskop, laringoskop),

- Stetoskop : untuk mendengarkan suara paru dan jantung.

- Laringoskop : untuk membuka mulut dan membuat area mulut lebih luas serta

melihat daerah faring dan laring, mengidentifikasi epiglotis, pita suara dan trakea.

Ada dua jenis laringoskop, yaitu:

a. Blade lengkung (Machintos). Biasa digunakan pada laringoskopi dewasa.

b. Blade lurus.(Miller). Biasa digunakan pada anak-anak.

T : Tube (pipa endotraceal, LMA),

13

Page 14: Anestesi Regional

- Pipa Endotrakeal

Endotracheal tube mengantarkan gas anastetik langsung ke dalam trakea.

- Laringeal mask airway (LMA)

Indikasi pemasangan LMA ialah sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau

intubasi ET. Kontraindikasi pemasangan LMA pada pasien-pasien dengan resiko

aspirasi isi lambung dan pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi

mekanik jangka waktu lama.

LMA terdiri dari 2 macam : :

1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.

2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa

tambahanyang ujung distalnya berhubungan dengan esofagus

A : Airway device (sarana aliran udara, misal sungkup muka, pipa oropharing),

- Alat bantu jalan napas orofaring (oropharyngeal airway)

Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah dari dinding belakang

faring. Alat ini berguna pada pasien yang masih bernapas spontan, alat ini juga

membantu saat dilakukan pengisapan lendir dan mencegah pasien mengigit pipa

endotrakheal (ETT)

- Alat bantu napas nasofaring (nasopharyngeal airway)

Digunakan pada pasien yang menolak menggunakan alat bantu jalan napas

orofaring atau apabila secara tehnis tidak mungkin memasang alat bantu jalan

napas orofaring (misalnya trismus, rahang mengatup kuat dan cedera berat daerah

mulut).

- Sungkup muka (face mask) berguna untuk mengantarkan udara/gas anastesi dari

alat resusitasi atau system anestesi ke jalan nafas pasien.

T : Tape (plaster), Plester untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi supaya

tidak terlepas

I : Inducer (stilet/ forceps Magill),

Stilet (mandren) digunakah untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai

alat bantu saat insersi pipa. Forseps intubasi (Mc gill) digunakan untuk memanipulasi

pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.

C : Connection. Connection ialah hubungan antara mesin respirasi/anestesi dengan

sungkup muka, serta penghubung-penghubung yang lain,

S : Suction

10. Induksi Anestesi

14

Page 15: Anestesi Regional

Induksi anestesi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium

pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk

mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.

Cara pemberian anestesi umum:

A. Anestesia Inhalasi

Anestesia inhalasi yang sempurna adalah yang (a) masa induksi dan masa pemulihannya

singkat dan nyaman, (b) peralihan stadium anesetesinya terjadi cepat, (c) relaksasi ototnya

sempurna, (d) berlangsung cukup aman, dan (e) tidak menimbulkan efek toksik atau efek

anestetik yang berat dalam dosis anestetik yang lazim.3

Semua anestetik inhalasi adalah derivat eter kecuali halotan dan nitrogen Sifat anestetik

inhalasai yang menyebabkan ketidaknyamanan adalah bau dan sifat iritasi saluran napasnya.1

Anestetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu pembedahan

adalah N2O, kemudian menyusul kloroform, etil-klorida, etilen, divinil-eter, siklo-propan,

trikloro-etilen, iso-propenil-vinil-eter, propenil-metil-eter, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotal,

metoksi-fluran, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran.3

Tabel 1. Efek samping anestetik inhalasi3Efek Samping

Eter Terbakar dan meledak, sekresi bronkus berlebihan, mual-muntah, kerusakan hepar, baunya merangsang.

Kloroform Aritmia, kerusakan heparEtil-klorida Terbakar dan meledak, depresi jantung, indeks tera[I sempitTriklor-etilen BradiaritmiaMetoksifluran Toksis terhadap ginjal, kerusakan hepar dan mudah terbakar

Mekanisme kerja obat anestetik inhalasi sangat rumit. Pemberian anestetik inhalasi melalui

pernapasan menuju organ sasaran yang jauh merupakan suatu hal yang unik dalam dunia

anestesiologi.3 Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya

yaitu ambilan oleh paru, difusi gas dari paru ke darah dan distribusi oleh darah ke otak dan

organ lainnya.7 Hiperventilasi akan menaikan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan

menurunkan ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah

faktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulahannya. Induksi

dan pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak terlarut dan lambat pada zat yang larut.7

Faktor yang menentukan kecepatan transfer anestetik di jaringan otak ditentukan oleh

Tekanan parsial

15

Page 16: Anestesi Regional

Adalah proporsi yang menggambarkan kadar suatu gas yang berada dalam suatu campuran

gas yang dihirup oleh pasien (udara inspirasi). Tekanan parsial suatu anestetik dalam udara

inspirasi dapat diatur besarnya dengan suatu vaporizer atau alat lainnya.3

Kelarutan anestetik dalam darah

Kelarutan ini dinyatakan sebagai koefisien partisi gas/ darah (lamda), yaitu perbandingan

anatara kadar anestetik dalam darah dengan kadarnya dalam udara inspirasi pada saat dicapai

keseimbangan. Anestetik yang sukar larut misalnya N2O, desfluran, dan sevofluran koefisen

partisinya sangat rendah, sedangkan koefisien partisi dietileter dan metoksifluran yang mudah

larut, sangat tinggi.3

Kadar anestetik dalam udara inspirasi

Kadar anestetik dalam campuran gas yang dihirup menentukan tekanan maksimum yang

dicapai di alveoli maupun kecepatan naiknya tekanan tekanan parsial di arteri. Kadar anestetik

yang tinggi akan mempercepat transfer anestetik ke darah, sehingga akan meningkatkan

kecepatan induksi anestesia.3

Ventilasi paru

Hiperventilasi mempercepat masuknya anestetik gas ke sirkulasi dan jaringan, tetapi hal ini

hanya nyata pada anestesi yang larut, baik dalam darah seperti halotan dan dietileter. Untuk

anestetik yang sukar larut dalam darah misalnya siklopropan, dan N2O, pengaruh ventilasi ini

tidak begitu nyata karena kadar di darah arteri cepat mendekati kadar alveoli.3

Kecepatan aliran darah paru

Bertambah cepat aliran darah paru bertambah cepat pula pemindahan anestetik dari udara

inspirasi ke darah. Namun, hal itu akan memperlambat peningkatan tekanan darah arteri

sehingga induksi anestesia akan lenih lambat khususnya oleh anestetik dengan tingkat

kelarutan sedang dan tinggi misalnya halotan dan isofluran.3

Perbedaan tekanan parsial anestetik dalam arteri dan vena

Perbedaan antara kadar anestetik di darah arteri dan vena terutama bergantung pada ambilan

anestetik oleh jaringan. Darah yang kembali ke vena mengandung anestetik yang lebih sedikit

daripada darah arteri. Semakin besar perbedaan kadar anestetik, maka keseimbangan dalam

jaringan otak akan semakin lama tercapai.3

Dasar terjadinya stadium anestesia adalah adanya perbedaan antara kepekaan berbagai

bagian SSP terhadap anestetik. Sel-sel substansia gelatinosa di kornu dorsalis medulla spinalis

peka sekali terhadap anestetik. Penurunan aktivitas neuron di daerah ini menghambat

transmisi sensorik dari rangsangan nosiseptik, inilah yang menyebabkan terjadinya tahap

analgesia. Stadium II terjadi akibat aktivtas neuron yang kompleks pada kadar anestetik yang

16

Page 17: Anestesi Regional

lebih tinggi di otak. Aktivitas ini antara lain berupa penghambatan berbagai neuron inhibisi

bersamaan dengan dipermudahnya penglepasan neurotransmitter eksitasi. Selanjutnya, depresi

hebat pada jalur naik disistem aktivasi refleks spinal menyebabkan pasien masuk ke stadium

III. Neuron di pusat napas dan pusat vasomotor relatif tidak peka terhadap anestetik kecuali

pada kadar yang sangat tinggi.3

Minimum Alveolar Concentration

MAC (minimal alveoli concentration) atau Kadar Alveolus Minimal (KAM) ialah kadar

minimal zat anestetik dalam alveoli pada tekanan satu atsmofir yang diperlukan untuk

menhambat gerakan terhadap stimulus pada saat operasi (seperti insisi) pada 50% pasien yang

dilakukan insisi standar.7 Berbagai stimulus bedah telah digunakan untuk menetapkan MAC

untuk setiap anestesi inhalasi, namun klasik, mendefinisikan, stimulus berbahaya adalah

sayatan perut.

Kurang terdapat indeks anestesi bahkan tidak mungkin untuk dibuat karena respon individual

terhadap anestetik tertentu sangat bervariasi antar pasien. Walaupun demikian, konsep MAC

mencerminkan tahap penting sceara klinik memahami mekansime kerja anestesi inhalasi.

Nilai MAC sendiri dapat turun, misalnya pada usia lanjut, hipotermia, dan penggunaan obat-

obatan tambahan misalnya analgesik opioid, simpatolitik, atau hipnotik sedative. MAC tidak

dipengaruhi oleh jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan.3

Tabel 2. Anestetik inhalasi5

Anestetik MAC (volume %) Suhu pada Vapor (mmHg pada

200C)

N2O 1052 -

Halotan (fluotan) 0,75 243

Isofluran 1,2 240

Desfluran 6,0 681

Sevofluran 2,0 160

a). N2O (gas gelak, nitrous oxide, dinitrogen monoxida)

17

Page 18: Anestesi Regional

N2O adalah satu-satunya gas anorganik anestetik yang digunakan secara klinis. Merupakan

gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Gas ini

dikemas dalam bentuk cair, dalam silinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan

tekanan 750 psi atau 50 atm.7 Gas ini tidak mudah terbakar, sukar larut dalam darah dan

merupakan anestetik yang kurang kuat sehingga kini hanya digunakan sebagai ajuvan untuk

atau sebagai pembawa anestetik inhalasi lainnya.1

Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestesi

lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang

persalinan. Jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik

lain. Pada akhir anestesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi

alveoli, sehingga terjadi pegenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindarinya,

berikan O2 100% selama 5-10 menit.7

Efek pada organ :

a. Kardiovaskular

Efek kardiovaskular diperoleh dari stimulasi saraf simpatis. Walaupun secara in vitro N2O

menurunkan kontraktilitas miokardium, tekanan arteri, curah jantung dan denyut jantung

tidak mengalami perubahan yang signifikan atau sedikit meningkat jika distimulasi dengan

katekolamin. Depresi dari miokardium mungkin tidak terlihat pada pasien dengan penyakit

arteri koroner dan hipovolemia yang berat. Penurunan tekanan arteri mungkin menyebabkan

iskemik miokard. Konstriksi dari otot polos pembuluh darah paru meningkatan resistensi

vaskular menyebabkan peningkatan tekanan end-diastolic ventrikel kanan. Walaupun

vasokonstriksi dari pembuluh darah kutaneus, resistensi vaskular perifer tidak berhubungan

secara signifikan. 8

b. Respirasi

N2O menyebabkan takipnea dan menurunkan volume tidal sebagai hasil dari rangsangan

sistem saraf pusat dan mungkin mengaktivasi reseptor regang paru. Efek lain yaitu perubahan

minimal dari ventilasi dan lamanya CO2 arterial. Terpicunya hipoksia dimediasi oleh

kemoreseptor pada badan karotid menandakan adanya depresi oleh N2O, ini merupakan

implikasi yang serius di revorey room (RR), dimana penurunan tekanan oksigen dari pasien

mungkin terjadi dengan sangat cepat.8

c. Otak

Meningkatkan CBF dan cerebral blood volume menyebabkan peningkatan sedang tekanan

intrakranial. Gas ini juga meningkatkan cerebral oxygen consumption (CMRO2).8

18

Page 19: Anestesi Regional

d. Neuromuskular

Berbeda dari anestetik inhalasi lain, gas ini tidak membuat relaksasi otot yang berarti. Namun

pada hiperbarik, gas ini menyebabkan rigiditas otot. Tidak memicu terjadinya hipertermia

malignan.8

e. Ginjal

Menurunkan aliran darah ginjal dengan meningkatkan resistensi vaskular ginjal hal ini

menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan menurunkan pengeluaran urin.8

f. Hepar

Aliran darah hepar mungkin turun selama anestesi namun tidak terlalu rendah dibandingkan

dengan anestetik inhalasi lainnya.8

g. Gastrointestinal

Menyebabkan mual dan muntah postoperative, asumsinya bahwa merupakan hasil dari

perangsangan keomreseptor trigezone dan pusat muntah di medulla.8

Biotranformasi dan toksisitas

Hampir semua N2O dieleminasi melalui ekshalasi. Sebagian kecil berdifusi melalui kulit.

Biotranformasi terbatas <0,01% mengalami metabolisme reduksi di traktus gastrointestinal

oleh bakteri anaerobik.8

Kontraindikasi

Kontraindikasinya pemberian N2O adalah hipertensi pulmonar. Walaupun gas ini nosoluable

dibandingkan anestetik inhalasi lain, namun N2O 35 kali lebih mudah larut dibandingkan

Nitrogen di darah. Menyebabkan mudahnya difusi pada rongga yang mengandung udara.

Misalnya jika pasien dengan pneumotoraks 100-ml menghirup 50% N2O, gas yang

terkandung pada pneumotoraks akan ke aliran darah. Karena N2O lebih cepat berdifusi

dibandingkan dengan keluarnya udara, maka pneumotoraks akan bertambah mengandung 100

mL udara dan 100 mL N2O meningkatkan tekanan intrapulmonar.8

Interaksi obat

Digunakan bersama anestetik inhalasi

b). Halotan (fluotan)

Halotan (CF3CHBrCl) merupakan turunan etan, berbau enak dan tak merangsang jalan nafas.

Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supaya tidak dirusak oleh cahaya dan

diawetkan oleh timol 0,01%. 7

Efek pada sistem organ

a. Kardiovaskular

19

Page 20: Anestesi Regional

Dosis dependenya menurunkan tekanan darah secara langsung dapat menyebabkan depresi

miokardial. 2,0 MAC halotan menghasilkan 50% penurunan tekanan darah dan curah

jantung. Depresi jantung terjadi karena adanya perubahan kanal Na-Ca dan pelepasan kalsium

intraselular meningkatkan tekanan arterial darah. Walaupun halotan adalah vasodilator arteri

koroner, aliran darah koroner menurun, menyebabkan penurunan tekanan arterial sistemik.

Normalnya, hipotensi menghambat baroreseptor pada arkus aorta dan bifukarsio karotis,

menyebabkan penurunan stimulasi vagal dan kompensasi peningkatan denyut jantung.

Halotan menghancurkan refleks ini.. Halotan mensensitasi arritmogenik jantung dari

epinefrin, jadi dosis epinefrin diatas 1,5 mikrogram/kg dapat diberikan. Fenomena ini

merupakan hasil dari rendahnya konduksi kanal Ca oleh halotan.8

b. Respirasi

Halotan menyebabkan pernapasan tipe dalam dan cepat. Peningkatan frekuensi napas tidak

cukup untuk mengatasi penurunan volume tidal paru, jadi terjadi penurunan ventilasi alveoli

dan PCO2 meningkat. Terjadi threshold apnea, tingginya PCO2 maka pasien tetap apnea, juga

terjadi karena perbedaan antara antara tingginya PCO2 dan PCO2 saat istirahat tidak berkaitan

dengan anestesi umum. Demikian juga, halotan menghambat waktu ventilasi yang biasanya

menyertai peningkatan PaCO2. Efek ventilasi halotan mungkin terjadi pada pusat pernapasan

(depresi medulla) dan perifer (disfungsi otot interkostal). Perubahan ini diperparah dengan

penyakit paru yang sudah ada sebelumnya dan dilemahkan oleh stimulasi bedah. Peningkatan

PaCO2 dan penurunan tekanan intratoraks yang bersamaan dengan ventilasi spontan dengan

halotan membalikan depresi curah jantung, tekanan darah arteri dan detak jantung yang

dijelaskan sebelumnya. Hipoksia dapat sangat berat walaupun dengan halotan konsentrasi

rendah (0,1 MAC).8

Halotan dianggap sebagai bronkodilator kuat, dihambat oleh propranolol. Halotan

melemahkan refleks jalan napas dan melemaskan otot polos bronkus dengan menghambat

kalsium intraselular. Halotan juga menekan sekresi lender dari saluran napas, menginduksi

hipoksia pasca operasi dan atelektasis.8

c. Otak

Dengan vasodilator pembuluh darah serebral, halotan menurunkan resistensi pembuluh darah

otak dan meningkatkan CBF dapat dicegah dengan hiperventilasi sebelum pemberian

halotan.8

d. Neuromuskular

20

Page 21: Anestesi Regional

Melemaskan otot rangka dan mempotensiasi nondepolarizing neuromuscular-blocking agents

(NMBA). Seperti agen volatile lainnya, halotan memicu hipertermia maligna.8

Pada nafas spontan rumatan anestesia sekitar 1-2 vol % dan pada nafas kendali sekitar 0,5 – 1

vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Halotan menyebabakan

vasodilatasi serebral, meningkatkan aliran darah otak yang sulit dikendalikan dengan teknik

anestesia hiperventilasi, sehingga tidak disukai untuk bedah otak.3,7

Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, hipotensi,

bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan inhibisi refleks

baroreseptor. Kebalikan dari N2O, halotan analgesinya lemah, anestesinya kuat, sehingga

kombinasi keduanya ideal sepanjang tidak ada kontraindikasi.7

Kombinasi dengan adrenalin sering menyababkan disritmia, sehingga penggunaan adrenalin

harus dibatasi. Adrenalin dianjurkan dengan pengenceran 1:200.000 (5ug/ml) dan maksimal

penggunaannya 2 ug/kg.7

Pada bedah sesar, halotan dibatasi maksimal 1 vol%, karena relaksasi uterus akan

menimbulkan perdarahan. Halotan menghambat pelepasan insulin, meninggikan kadar gula

darah.7

Kira-kira 20% halotan dimetabolisir terutama di hepar secara oksidatif menjadi komponen

bromine, klorin, dan asam trikoloro asetat. Secara reduktif menjadi komponen fluoride dan

produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin. Metabolisme reduktif ini menyebabkan hepar

kerja keras, sehingga merupakan kontra indikasi pada penderita gangguan hepar, pernah dapat

halotan dalam waktu kurang tiga bulan atau pada pasien kegemukan. Pasca pemberian halotan

sering menyebabkan pasien menggigil.7

c). Enfluran

Enfluran (CHF2OCF2CHFCl) merupakan hidrokarbon halogenasi lain yang kuat (MAC

enfluran 1,68%). Ia kelompk senyawa sintetik yang lebih baru, yang dibuat untuk

mengkombinasi ikatan eter stabil (untuk efek anestesi) dan molekul halogen (F untuk efek

tidak meradang dan Cl untuk efek anestesi). Pada EEG menunjukkan tanda-tanda epileptik,

apalagi disertai hipokapnia. Kombinasi dengan adrenalin lebih aman 3 kali dibanding halotan.

Di metabolisme hanya 2-8% oleh hepar menjadi produk non volatil yang dikeluarkan lewat

urin. Sisanya dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli. Induksi dan pulih anestesi lebih cepat

dibandingkan halotan. Efek depresi nafas lebih kuat, depresi terhadap sirkulasi lebih kuat, dan

lebih iritatif dibandingkan halotan, tetapi jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap

otot lurik lebih baik dibandingkan halotan. 7

a. Ginjal

21

Page 22: Anestesi Regional

Halotan menurunkan aliran darah ginjal, GFR dan pengeluaran urine.8

b. Hepar

Menurunkan aliran darah hepar oleh karena depresi curah jantung.8

Biotranformasi dan toksisitas

Dioksidasi oleh isoenzim dari sitokorm P450.8

Kontraindikasi

Tidak digunakan untuk pasien disfungsi hati, penggunaan pada lesi massa intrakranial harus

hati-hati karena kemungkinan terjadi hipertensi intrakranial. 8

Interaksi Obat

Depresi miokard terlihat dengan halotan diperburuk oleh agen adrenergik-blocking (misalnya,

propranolol ) dan calcium channel-blocking agen (misalnya, verapamil). Antidepresan

trisiklik dan monoamine oxidase inhibitors telah dikaitkan dengan fluktuasi tekanan darah dan

aritmia, meskipun tidak merupakan kontraindikasi absolut. Kombinasi halotan dan aminofilin

telah menghasilkan aritmia ventrikel yang serius.8

d). Isofluran

Isofluran (CHF2OCHClCF3) merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau sub

anestetik dapat menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan

aliran darah otak dan tekanan intrakranial, namun hal ini dapat dikurangi dengan teknik

anestesia hiperventilasi, sehingga banyak digunakan untuk bedah otak.7

Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesia

teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner. Isofluran

dengan konsentrasi > 1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsif

jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan.

Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.7

Efek pada sistem organ

a. Kardiovaskular

Secara in vivo, isofluran menyebabkan depresi minimal pada ventrikel kiri. Curah jantung

dipertahankan oleh peningkatan denyut jantung disebabkan oleh adanya barorefleks karotis.

Stimulasi sedang β-adrenergik menyebabkan peningkatan airan darah otot, meningkatkan

resistensi vaskular, dan menurunkan tekanan arteri. Peningkatan cepat konsentrasi isofluran

menyebabkan peningkatan tiba-tiba denyut jantung, tekanan arteri, dan epinefrin plasma.

Isofluran mendilatasi arteri koronaria, namun tidak mempunyai potensi seperti nitrogliserin

atau adenosine. Dilatasi normal dari arteri koronaria mengalihkan aliran darah dari lesi

stenotik.8

22

Page 23: Anestesi Regional

b. Respirasi

Takipnea jarang terjadi. Dengan isofluran rendah (0,1 MAC) menghalangi respon ventilasi

terhadap hipoksia dan hiperkapnia. Walaupun demikian, isofluran merupakan bronkodilator

baik, namun tidak sebaik halotan.8

c. Serebral

Pada konsentrasi lebih dari 1 MAC, isofluran menyebabkan peningkatan CBF dan tekanan

intrakranial. Efek ini lebih rendah dari halotan dan diseimbangkan dengan hiperventilasi.

Berlawanan dengan halotan, hiperventilasi tidak berhubungan erat dengan isofluran untuk

menurunkan tekanan intrakranial. Isofluran menurunkan metabolisme oksigen serebral dan

pada 2 MAC, memproduksi gelombang diam pada EEG.8

d. Neuromuskular

Isofluran merelaksasi otot skelet.8

e. Ginjal

Isfofluran menurunkan aliran darah ginjal, GFR dan pengeluaran urin.8

f. Hati

Aliran darah hepar total mungkin menurun selama anestesi dengan isofluran. Suplai oksigen

hati sebaikanya diseimbangkan dengan isofluran dibandingkan dengan halotan. Tes fugsi hati

biasanya tidak terpengaruh.8

Biotranformasi dan toksisitas

Isofluran dimetabolisir menjadi asam trifkuoroasetik. Walaupun serum fluor mungkin

meningkat, nefrotoksisitas yang ekstrim tidak terjadi. Sedasi yang berlangsung lama (> 0,1 –

0,6%) pada pasien yang kritis menyebabkan peningkatan level fluor plasma (0,1-0,6

isofluran) tanpa adanya penurunan fungsi ginjal. Sama halnya, peningkatan menjadi 20 MAC

mungkin menyebabkan level fuor menjadi 50umol/L tanpa adanya fisfungsi ginjal

postoperasi. Keterbatasan metabolisme oksidatif juga menurunkan risiko yang mungkin dari

penyebab signifikan disfungsi hati.8

Kontraindikasi

Orang dengan hipovolemia mungkin tidak dapat mentoleransi efek vasodilatasi. Ini dapat

memicu terjadinya hipertermia malignan.

Interaksi obat

Epinefrin dapat dengan aman diberikan pada dosis hingga 4,5 mvg/kg. NMBAs

Nondepolarisasi potensial dengan isofluran.8

e). Desfluran

23

Page 24: Anestesi Regional

Merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip isofluran. Bersifat

simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti

isfluran dan etran. Desofluran merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk

induksi anestesi.7 Desfluran solubilitasnya rendah pada darah dan jaringan tubuh

menyebabkan cepatnya induksi dan emergence dari anestesia namun, konsentrasi alveolar dari

isofluran memenuhi konsentrasi inspirasi lebih cepat dibandingkan agen volatile lainnya, ini

membuat ahli anestesi lebih ketat dalam mengontrol seluruh level anestetiknya8.

Tekanan vaporizer yang tinggi, durasi yang sangat pendek dan potensi yang sedang

merupakan karakteristik dari desfluran.8

Efek pada sistem organ

a. Kardiovaskular

Efek kardiovaskular desfluran sama dengan isofluran. Curah jantung sedikit berubah atau

sedikit menurun pada 1-2 MAC. Peningkatan cepat konsentrasi defsluran dapat menyebabkan

peningkatan denyut jantung tiba-tiba kadang berbahaya dan kadar katekolamin sangat tinggi.

Respon kardiovaskular terhadap peningkatan konsentrasi desfluran dapat dilemahkan dengan

fentanyl esmolol dan clonidin.8

b. Respirasi

Desfluran dapat menyebabkan penurunan volue tidal dan meningkatkan kecepatan napas. Dari

semuanya itu desfluran menurunkan konsentrasi alveolar menyebabkan peningkatan

PaCO2.Seperti agen volatile lainnya, bau yang tajam dan iritasi saluran napas dengan induksi

desfluran dapat bermanifestasi pada salvias, pernapasan dalam, batuk, dan spasme laring.

Resistensi jalan napas mungkin meningkat pada anak dengan jalan napas yang reaktif.

Masalah ini membuat desfluran merupakan pilihan yang buruk untuk induksi dengan

inhalasi.8

c. Serebrovaskular

Seperti agen volatile lain, desfluran secara langsung membuat vasodilatasi pembuluh darah

serebral meningkatkan CBF, volume darah cerebral dan tekanan intrakranial dan

normokapnia. Konsumsi oksigen cerebral rendah selama anestesi dengan desfluran. Selama

periode hipotensi dengan desfluran (MAP= 60 mmHg), CBF adekuat untuk menyeimbangkan

metabolism aerobik walaupun perfusi cerebral rendah.8

d. Neuromuskular

Desfluran dengan dosis dependen menurunkan respon tetani dan stimulasi saraf perifer.8

e. Ginjal

24

Page 25: Anestesi Regional

Tidak ada dasar adanya nefrotoksik yang signifikan disebabkan oleh pajanan desfluran.

Namun penurunan GFR dan eksresi urin terjadi pada semua anestetik.8

f. Hati

Tes fungsi hati tidak berubah dengan adanya desfluran, mengasumsikan bahwa perfusi organ

dipertahankan sebelum operasi, namun risiko minimal anestetik induksi hepatitis dapat

terjadi.8

Biotransformasi dan toksisitas

Desfluran mengalami metabolism minimal pada manusia. Desfluran lebih dari anestetik

volatile lain, didegradasi oleh CO2 absorbent (biasanya barium hydroxide lime, namun juga

Natrium dan kalium hidroksida) ke karbon moksida. Keracunan karbon monoksida sangat

penting dideteksi selama anestesi umum, karboksihemoglobin dideteksi dengan analisis gas

darah atau bacaan dari pulse oximetry, membuang absorbent kering atau menggunakan

kalsium hidroksida dapat meminimalkan keracunan karbon monoksida.8

Kontraindikasi

Kontraindikasi seperti agen volatil lain yaitu hipovolemia berat, hipertermia malignan, dan

hipertensi intrakranial.8

Interaksi obat

Desfluran meningkatkan kerja agen pelemas otot non depolarisasi seperti isofluran. Epinefrin

dapat diberikan hingga dosis 4,5 mcg/ kg. Walaupun emergence pada anestetsia desfluran

terjadi lebih cepat dibandingkan dengan anestetsia isofluran perbedaan antara isofluran dan

desfluran pada akhir anestesia tidak terlalu berbeda. Emergence pada desfluran telah berkaitan

dengan delirium pada pasien pediatrik.8

f). Sevofluran

Sevofluran terhalogenasi dengan fluor. Sevofluran larut dalam darah sedikit lebih besar dari

desfluran (lamda b/g 0.65 berbanding 0.42). bau yang tidak tajam dan cepat meningkat pada

konsentrasi alveolar membuat sevofluran menjadi pilihan untuk induksi inhalasi yang halus

dan cepat pada pasien anak dan dewasa. Bahkan induksi inhalasi dengan 4-8% sevofluran

dalam campuran 50% N2O dan oksigen dapat dicapai dalam waktu 1-3 menit.8

Efek pada sistem organ

a. Kardiovaskular

Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebbakan aritmia. Sevofluran dapat

memperpanjang interval QT namun signifikasi klinisnya tidak diketahui.8

b. Pernapasan

25

Page 26: Anestesi Regional

Sevofluran menekan pernapasan dan membalikan bronkospasme ke tingkat yang sama dengan

isofluran.8

c. Cerebral

Mirip dengan isofluran dan desfluran, sevofluran sedikiti meningkatkan CBF dan tekanan

intrakranial pada normocarbia, meskipun beberapa studi menunjukkan penurunan aliran darah

otak. Konsentrasi tinggi sevofluran (> 1,5 MAC) dapat mengganggu autoregulasi dari CBF,

sehingga memungkinkan penurunan CBF selama hemoragik hipotensi. Efek autoregulasi

CBF tampaknya kurang menonjol dibandingkan dengan isoflurane. kebutuhan oksigen

metabolik serebral menurun, dan aktivitas kejang belum dilaporkan.8

d. Neuromuskular

Sevoflurane menghasilkan relaksasi otot cukup untuk intubasi anak menyusul induksi

inhalasi.8

e. Ginjal

Sevoflurane sedikit menurunkan aliran darah ginjal. Walaupun sedikit dirusak oleh kapur

soda tetapi belum ada laporan membahayakan tubuh manusia.8

Biotransformasi dan Keracunan

Enzim mikrosomal P-450 (khusus isoform 2E1) memetabolisme sevoflurane pada seperempat

dibawah halotan (5% berbanding 20%), tetapi 10 sampai 25 kali dari isoflurane atau

desflurane dan dapat dirangsang dengan etanol atau fenobarbital pretreatment. Konsentrasi

fluoride serum melebihi 50 mol / L pada sekitar 7% dari pasien yang menerima sevoflurane,

namun disfungsi ginjal yang signifikan secara klinis belum dikaitkan dengan anestesi

sevoflurane. Secara keseluruhan tingkat metabolisme sevofluran adalah 5%, atau 10 kali lipat

dari isoflurane. Meskipun demikian, belum ada hubungan dengan kadar fluoride puncak

setelah sevoflurane dan setiap berkonsentrasi kelainan ginjal.8

Alkali seperti barium hidroksida kapur atau soda kapur dapat menurunkan sevoflurane,

memproduksi lain terbukti (setidaknya pada tikus) produk akhir nefrotoksik (senyawa A,

fluoromethyl-2,2-difluoro-1-[ trifluoromethyl] vinil eter). Akumulasi senyawa A meningkat

dengan peningkatan suhu gas pernapasan, aliran rendah, barium hidroksida kering penyerap

(Baralyme), konsentrasi sevoflurane tinggi, dan anestesi durasi panjang.8

Kontraindikasi

Kontraindikasi meliputi hipovolemia berat, kerentanan terhadap hipertermia maligna, dan

hipertensi intrakranial.8

Interaksi Obat

26

Page 27: Anestesi Regional

Seperti volatile anestesi, sevofluran potentiates NMBAs tidak menginduksi aritmia terkait

katekolamin. Kebanyakan penelitian mengatakan sevoflurane tidak berhubungan dengan

gangguan fungsi ginjal yang menunjukkan toksisitas atau cedera pasca operasi. Meskipun

demikian, beberapa dokter menyarankan diberikannya O2 mengalir minimal 2 L / menit untuk

anestesi yang berlangsung lebih dari beberapa jam dan sevoflurane yang tidak dapat

digunakan pada pasien dengan disfungsi ginjal yang sudah ada sebelumnya.8

Tabel 3. Farmakologi Klinik Anestetik Inhalasi7N2O Halotan Enfluran Isofluran Desfluran Sevofluran

KardiovaskularTekanan darah TB ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯Laju nadi TB ¯ TB atau TBTahanan vascular TB TB ¯ ¯¯ ¯¯ ¯Curah jantung TB ¯ ¯¯ TB TB atau  ¯ ¯RespirasiVolum tidal ¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯ ¯Laju napasPaCO2  Istirahat TB‘Challenge’SerebralAliran darahTekanan IntrakranialLaju metabolism ¯ ¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯‘Seizure’ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯BlokadePelumpuh otot non depolarisasiGinjalAliran darah ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯ ¯Laju filtrasi glomerulus ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯ ? ?Output urin ¯¯ ¯¯ ¯¯ ¯¯ ? ?HeparAliran darah ¯ ¯¯ ¯¯ ¯ ¯ ¯Metabolisme 0.004 % 15-20% 2-5% 0.2% <0.1% 2-3%

Teknik anestesia inhalasi Teknik terbuka

Pada kelompok ini, dpaat dikatakan tidak terjadi napas ulang da tidak terdapat penyerap CO2

pada sistem peralatan anestesia yang dipakai. Konsentrasi gas anestetik yang diisap tepat

sesuai dengan yang kita berikan dan tahanan pernapasan yang diakibatkan oleh peralatan

adalah kecil. terutama pada anak, teknik ini dapat menyebabkan pengeringan jalan napas dan

hipotermi pada pembedahan yang lama karena kehilangan uap air dan panas tubuh melalui

paru-paru. Contoh teknik ini adalah teknik eter tetes terbuka menggunakan masker kasa tanpa

penutup.

Teknik setengah terbuka

27

Page 28: Anestesi Regional

Pada teknik ini tidak terdapat penyerap CO2 pada alat dan terjadi napas ulang sebagian. Pada

fase ekspirasi udara sebagian keluar ke atsmofer dan sebagian masuk ke saluran inspirasi yang

kemudian akan diisap lagi pada fase inspiras. Derajat napas ulang tergantung pada volume

aliran udara segar yang diberikan. Makin besar aliran udara segarnya, makin besar

pengurangan napas ulangnya sehungga praktis menjadi teknik terbuka.

Contoh dari teknik ini adalah teknik etes tetes terbuka menggunakan masker kasa dengan

penutup kedap udara yang diberi lubang untuk meneteskan eter. Contoh yang lain adalah pipa

ayre dan teknik eter-udara dengan penguap.

Teknik tertutup dan setengah tertutup

Pada teknik setengah tertutup, gas ekspirasi sebagian nkeluar ke atsmofer, sedangkan

sebagian lagi masuk ke dalam saluran inspirasi yang kemudian akan diisap lagi pada waktu

inspirasi. Pada pipa saluran ekshalasi terdapat suatu tabung penyerap CO2.

Pemberian udara segar sebaiknya mengandung oksigen yang cukup. Dengan mengatur besar

kecilnya aliran gas segar dan katup gas tabung buang pada alat anestesia, besar kecilnya napas

ulang dapat diatur. Bila katup gas buang ini sama sekali ditutup dan aliran gas segera

diberikan minimal sekali, teknik ini akan menjadi teknik terututp. Teknik ini mempunyai

beberapa segi yang menguntngkan, yaitu lebih hemat, kehilangan panas dan uap air, dna

polusi dikamar bedah pun minimal.

Namun demikian, terdapat pula segi yang merugikan, yaitu memerlukan pemantauan

konsetrasi gas anestesia yang diisap, peralatan anestesia yang diapaki menjadi tidak

sederhana, besar, dan lebih mahal dan tahanan pernapasan lebih besar karena trubulensi aliran

udara dalam saluranalat anestesia.

B. Anestetik Intravena

Anastetik intravena lebih banyak digunakan dalam tahun-tahun terakhir ini baik sebagai

adjuvant bagi anestetik inhalasi maupun sebagai anestetik tunggal karena tidak diperlukan

peralatan yang rumit dalam penggunaannya. Konsep intravena (IV) telah berevolusi dari

induksi anestesi umum menjadi total anestesi intravena (TIVA). Tujuan pemberiannya adalah

untuk (a) induksi anestesia ; (b) induksi dan pemeliharaan anestesia pada tindak bedah

singkat; (c) menambah efek hypnosis pada anestesia atau analgesia lokal; dan (d)

menimbulkan sedasi pada tindakaan medik.3,8

Anestesia intravena ideal adalah yang (a) cepat menghasilkan hipnosis; (b) mempunyai efek

analgesia; (c) menimbulkan anastesia pasca amnesia; (d) dampak buruknya mudah

dihilangkan oleh antagonisnya; (e) cepat dieliminasi oleh tubuh; (f) tidak atau sedikit

28

Page 29: Anestesi Regional

mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskular; dan (g) pengaruh farmakokinetiknya tidak

bergantung pada disfungsi organ. Kebanyakan anestetik intravena digunakan untuk induksi,

tetapi kini anestetik intravena digunakan untuk pemeliharaan anestesia atau dalam kombinasi

dengan anestetik inhalasi sehingga dimungkinkan penggunaan dosis anestetik inhalasi yang

lebih kecil dan efek anestetik lebih mudah menghasilkan potensiasi atau salah satu obat dapat

mengurangi efek buruk obat lainnya.3

Tabel 4. Karakteristik induksi dan dosis pemberian untuk obat sedative –hipnotik1

Karakteristik induksi dan dosis pemberian untuk obat sedative –hipnotik

Nama

obat

Dosis

induksi

(mg/kg)

Onset

(sec)

Durasi

(menit)

Aktivitas

eksitasi

Nyeri

tempat

injeksi

Denyut

jantung

Tekanan

darah

Thiopental 3-6 <30 5-10 + 0,+ ↑ ↓

Propofol 1,5-2,5 15-45 5-10 + ++ 0,↓ ↓↓

Etomidat 0,2-0,3 15-45 3-12 +++ +++ 0 0

Ketamin 1-2 10-20 10-20 + 0 ↑↑ ↑↑

a). Thiopental (penthotal, Thiopentone sodium)

Yang termasuk obat anestesi intravena adalah golongan barbiturate yang waktu bekerjanya

sangat singkat (short acting) dikenal sebagai thiopenyal. Pertama kali diperkenalkan

Tiopental secara menjadi Gold standar pada anestesi intravena dibandingkan dengan

anestetik intravena lainnya. Bekerja menghilangkan kesadaran dengan cara memfasilitasi

pengikatan GABA pada reseptor GABAA di membrane neuron SSP. Bersifat GABA-mimetik

dengan langsung merangsang kanal klorida. Barbiturate juga menekan kerja neurotransmitter

sistem stimulasi (perangsang). Kerjanya pada berbagai sistem ini membuat barbiturate lebih

kuat sebagai anestetik, tetapi lebih tidak aman karena sangat kuat menekan SSP.1

Tiopental dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk berwarna kuning, berbau belerang,

biasanya dalam ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebelum digunakan dilarutkan dalam aquades

steril sampai kepekatan 2,5 % (1 ml = 25 mg).7

Tiopental hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg dan disuntikkan

perlahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat alkalis dengan pH 10-11, sehingga

suntikan keluar vena akan menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk ke arteri akan

menyebabkan vasokonstriksi dan nekrosis jaringan sekitar. 7

29

Page 30: Anestesi Regional

Dengan dosis yang memadai untuk induksi, pasien segera akan merasakan rasa bawang putih

dilidahnya, diikuti dengan igauan halus yang menandakan kantuk, kemudian langsung tertidur

pulas. Pemulihan terjadi secara mulus dan pasien segera sadar. Agar pemulihan tidak terlalu

lama, dosis jangan sampai melebihi dari 1 gram. Tiopental akan menyebabkan sedasi,

hipnosis, anestesia, atau depresi nafas. Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan

likuor, tekanan intrakranial dan diduga dapat melindungi otak akibat kekurangan O2. Dosis

rendah bersifat anti analgesi.3

Tiopental di dalam darah 70% diikat oleh albumin, sisanya dalam bentuk bebas. Sehingga

pada pasien dengan albumin rendah dosis harus dikurangi. Tiopental jarang digunakan untuk

anestesia intravena total. 3

b). Propofol (Diprivan)

Propofol merupakan obat induksi anstesia cepat. Obat ini didistribusikan secara cepat, waktu

pulih sadar lebih cepat dan eliminasi yang cepat. Propofol tidak mempunyai efek analgesik

dibandingkan dengan thiopental.7

Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid (GABAA) dan

tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada konsentrasi yang relevan secara

klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik melalui interaksi reseptor GABAA. GABA

adalah neurotransmiter penghambat utama dalam susunan saraf pusat. Ketika reseptor

GABAA diaktifkan, maka konduksi klorida transmembran akan meningkat, mengakibatkan

hiperpolarisasi membran sel postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap.

Interaksi propofol dengan komponen spesifik reseptor GABAA terlihat mampu meningkatkan

laju disosiasi dari penghambat neurotransmiter, dan juga mampu meningkatkan lama waktu

dari pembukaan klorida yang diaktifkan oleh GABA dengan menghasilkan hiperpolarisasi

dari membran sel.7

Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan

kepekatan 1% (1 ml=10 mg). Propofol IV 1,5-2,5 mg/kgBB menimbulkan induksi anestesia

secepat tipental, tetapi dengan pemulihan yang lebih cepat dan pasien segera merasa lebih

baik dibanding setelah penggunaan anestetik lain. Nyeri kadang terasa ditempat suntikan,

tetapi jarang disertai flebitis atau thrombosis. Anestesia kemudian dipertahankan dengan

infuse propfol dikombinasi dengan opiate, N2O, dan/atau anestetik inhalasi lain.3

Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12

mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg. Pengenceran propofol hanya

boleh dengan dekstrose 5%. Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 tahun dan

30

Page 31: Anestesi Regional

pada wanita hamil tidak dianjurkan.3 Nama dagang propofol yaitu Diprivan 1% 10 mg/mL

vial, Recofo®l 10 mg/mL ampul 20 mL, 50 mL, dan 20 mg/mL ampul 50 mL, Safol® 10

mg/mL ampul 20 mL.

c). Ketamine

Ketamine (ketalar atau ketaject) adalah derivat fensiklidin. Ketamin adalah larutan yang tidak

berwarna, stabil pada suhu kamar dan relative aman (batas keamanan lebar). Ketamin

mempunyai sifat analgesic, anesteik, dan kataleptik dengan kerja singkat. Ketamin

menghasilkan disosiasi fungsional sementara antara sistem talamokortikan dan limbik sebuah

kondisi yang disebut sebagai anestesi disosiatif. Ketamin menekan fungsi saraf dalam korteks

serebral dan thalamus, sekaligus mengaktifkan sistem limbic. Efek ketamin pada medial

formasio retikularis medullar mungkin terlibat dalam komponen afektif aktivitas

noisoseptifnya. Efek SSP ketamin tampaknya terutama terkait dengan aktivitas antagonis

tersebut pada reseptor N-methyl-D-aspartat (NMDA). Berbeda dengan anestesi IV lainnya,

ketamin tidak berinteraksi dengan reseptor GABA; namun ia mengikat reseptor glutamat non-

NMDA dan nikotinik, muskarinik, monoaminergik, dan reseptor opioid. Disamping itu, juga,

menghambat saluran neuronal natrium (menghasilkan tindakan anestesi local sederhana) dan

saluran kalsium (menyebabkan vasodilatasi serebral).7

Anestesia dengan ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama,

kadang sampai halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai anestesia disosiatif. Disosiasi ini

sering disertai keadaan kataleptik berupa dialatasi pupil, salvias, lakrimasi, gerakan-gerakan

tungkai spontan, peningkatan tonus otot. Kesadaran segera pulih setelah 10-15 menit. Pada

masa pemulihan dapat terjadi emergence phenomon atau reaksi psikomimetik yang

merupakan kelainan psikis berupa disorientasi, ilusi sensoris, ilusi perseptif dan mimipi

buruk, serta kehilangan memori jangka pendek dan kognisi. Kejadian fenomena ini dapat

dikurangi dengan pemberian diazepam 0,2-0,3 mg/kgBB 5 menit sebelum pemberian

ketamin.1,7,8

Ketamin adalah satu-satunya anestetik intravena yang merangsang kardiovaskular karena efek

perangsangannya pada pusat simaptis, dan mungkin juga karena hambatan pengambilan

norepinefrin. Tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung naik sampai +25%, sehingga

ketamin bermanfaat untuk pasien risiko hipotensi dan asma. Biasanya ketamin

dikontraindikasikan untuk pasien dengan peningkatan tekanan intracranial atau penurunan

kompilans serebral karena peningkatan CMRO2 (specific stimulation of cerebral metabolism),

CBF (Cerebral blood flow), dan peningkatan tekanan intrakranial. Walaupun demikian ilmu

31

Page 32: Anestesi Regional

terbaru menunjukan bahwa induksi intravena dengan ketamin menurunkan tekannan

intrakranial pada penderita cedera kepala (TBI/ traumatic brain injury) selama dikontrol

dengan ventilasi menggunakan propofol untuk sedasi.1,7,8

Dosis bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10 mg (ada

pula literature yang mengatakan 3-5 mg/kgBB IM atau 4-8 mg kgBB IM). Efek analgesik

dicapai dengan dosis sub anestetik 0,2-0,5 mg/kg IV. Ketamin dikemas dalam cairan bening

kepekatan 1% (1 ml= 10mg), 5% (1 ml = 50 mg) dan 10% (1 ml = 100 mg). Durasi induksi

ketamin adalah 10-20 menit setelah pemberian single dose dan pemulihan tercapai pada 60-90

menit.1,3,7contoh ketamin Anesject® isi ketamin HCl 100 mg/mL vial 10 mL. Ketalar® isi

ketamin HCl 100 mg/mL vial 10 mL.

d). Etomidat

Etomidat adalah sedatif kerja sangat singkat nonbarbiturat yang terutama digunakan untuk

induksi anestesia. Obat ini tidak berefek analgesik tetapi dapat digunakan untuk anestesia

dengan teknik anestesia berimbang. Etomidat mempunyai efek minimal terhadap sistem

kardiovaskular dan pernapasan. Dengan dosis induksi, kesadaran hilang dalam beberapa detik

tanpa efek ke jantung, dengan tekanan darah yang sedikit turun dan frekuensi apnea yang

rendah. 7

Dosis standar induksi etomidat (0,2-0,3 mg/KgBB IV) menghasilkan onset cepat anesthesia.

Selama induksi etomidat tanpa medikasi pra-anestetik dapat terjadi gerakan otot spontan

(gerakan mioklonik) pada 60% pasien sebagai hasil disiihibisi subkortikal dan tidak

berhubungan dengan aktivitas kejang kortikal. Efek ini dihilangkan dengan pemberian

narkotik, sehingga narkotik dianjurkan untuk diberikan sebagai medikasi pra-anestetik,

benzodiazepine, atau dosis rendah sedative (0,03 – 0,05 mg/kg) sebelum induksi anestesia.

Waktu emergence setelah pemberian anestesia etomidat merupakan dose-dependent namun

bekerja pendek setelah pengulangan secara bolus atau infuse yang kontinu. Untuk rumatan

hipnosis, target konsentrasimya adalah 300 – 50 ng/mL dan dapat dengan cepat melalu

pemberian dua atau tiga tahap infusan (contoh 100 mg/kg/menit untuk 10 menit diikuti

dengan 10 mg/kg/menit atau 100 mg/kg/menit untuk 3 – 5 menit diikuti dengan 20 mg/kg

untu 20 - 30 menit dan kemudian 10 mg/kg/menit) Apnea ringan 15-20 menit dapat terjadi,

terutama pada orang usia lanjut. Apnea ini memanjang bila etomidat diberikan bersama

dengan analgesik atau benzodiazepine.3,8

Kecepatan klirens etomidat adalah 18 to 25 mL/kg/min hasil dari hidrolisis eter yang terus

menerus pada hati. Penurunan pengikat protein plasma telah dilaporkan pada uremia pada

32

Page 33: Anestesi Regional

sirosis. Penyakit hepatik berat menyebabkan lamanya eliminasi sekunder sehingga terjadi

peningkatan distribusi volume dan penurunan kecepatan klirens plasma. 7

C. Pelumpuh otot atau blockade neuromuskular

Relaksasi otot lurik dicapai dengan mendalamkan anestesia umum inhalasi, melakukan

blockade sarafregional, dan memberikan pelumpuh otot. Pendalaman anestesia berisiko

depresi napas dan depresi jantung, blockade saraf terbatas penggunaannya.

Sebelum dikenal obat penawar pelumpuh otot, penggunaan pelumpuh otot sangat terbatas.

Setiap serabut saraf motorik mensarafi beberapa otot lurik dan sambungan ujung saraf dengan

otot lurik disebut juga sebagai obat blockade-neuromuskular. Akibat rangsangan terjadi

depolarisasi pada terminal saraf, infulks ion kalsium memicu keluarnya asetilkolin sebagai

transmitter saraf. Asetilkolin saraf akan menyebrang dan melekat pada reseptor nikotinik-

kolinergik di otot. Kalau jumlahnya cukup banyak, maka akan terjadi depolarisasi dank anal

ion terbuka, ion natrim dan kalsium masuk dan ion kalium keluar, terjadilah kontraksi otot.

Asetilkolin dengan cepat dihidrolisa oleh asetikolineterase menjadi asetil dan kolin, sehingga

terjadilah repolarisasi.

Pelumpuh otot terdiri dari pelupuh otot depolarisasi dan nondepolarisasi.

a. Pelumpuh otot depolarisasi

Pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetititf, leptokurare) bekerjanya seperti asetilkolin, tetap

di celah saraf otot tak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah

sinaptik, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot

rangka. Termasuk golongan pelumpuh otot depolarisasi ialah suksinil kolin dan

dekametonium.7

Didalam vena, suksinilkolin dimetabolisir oleh kolinesterase plasma, peseudokolienesterase

menjadi suksinil-monokolin. Obat antikolinesteras (prostigmin) dikontraindikasikan, karena

menghambat kerja pseudokolinesterase.7

Efek samping suksinil ialah7

- Nyeri otot pasca pemberian

- Peningkatan tekanan intraocular: Akibat kontraksi otot mata eksternal dan dapat

dicegah seperti nyeri otot

- Peningkatan tekanan intrakranial

- Peningkatan tekanan intragastrik

- Peningkatan kadar kalium plasma

- Aritmia jantung

33

Page 34: Anestesi Regional

- Salivasi

- Alergi, anafilaksis

b. Pelumpuh otot nondepolarisasi7

Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif) berikatan dengan reseptor nikotinik-

kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetil-kolin

menempatinya, sehingga setilkolin tak dapat bekerja.

Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot nondepolarisasi digolongkan menjadi:

- Bensilo-kuinolinum: d-tubokurarin, metokurin, atrakurium doksakurium,

mivakurium

- Steroid : pankuronium, vekuronium, pipekuronium,

ropakuronium, rokuronium.

- Efek fenolik : gallamin

- Nortoksiferin : alkuronium

Berdasarkan lama kerja, pelumpuh otot dibagi menjadi kerja panjang, sedang dan pendek.Tabel 4. Obat pelumpuh otot7

Dosis awal Dosis rumatan(g/kg)

Durasi(menit)

Efek samping

Non-depol long acting1. D-tubokurari

(tubarin)0,40-0,60 0,10 30-60 Histamine + hipotensi

2. Pankuronium3. Metakurin4. Pipekuronium 5. Doksakurium6. Alkurium

0,08-0,120,20-0,400,05-0,120,02-0,080,15-0,30

0,15-0,01200,050,01-0,0150,005-0,0100,05

30-6040-6040-6045-6040-60

Vagolitik, tensi >Histamin, hipotensiKardiovaskular stabilKardiovaskular stabilVagolotik, takikardia

Nondepol intermediate acting

1. Gallamin (flaxedi)

2. Atrakurium (tracrium)

3. Vekuronium (norcuron)

4. Rekorunium (esmeron)

5. Cistacuronium

4-60,5-0,6

0,1-0,2

0,6-1,0

0,15-0,20

0,50,1

0,015-0,02

0,10-0,15

0,02

30-6020-45

25-45

30-60

30-45

Histamin + hipotensiAman untuk hepar dan ginjal

Isomer atrakurium

Nondepol shor acting1. mivakurium

(mivacron)2. Ropacuronium

0,20-0,25

1,5-2,0

0,05

0,3-0,5

10-15

15-30

Histamine + hipotensi

Depol short acting1. Suksinilkolin

(scolin)2. Dekametonium

1,0 3-10

34

Page 35: Anestesi Regional

Pilihan pelumpuh otot8

- Gangguan faal ginjal : atrakurium, vekuronium

- Gangguan faal hati : atrakurium

- Miastenia gravis : jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium

- Bedah singkat : atrakurium, rokuronium, mivakuronium

- Kasus obstetri : semua dapat digunakan kecuali gallamin

Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot8

- Cegukan (hiccup)

- Dinding perut kaku

- Ada tahanan pada inflasi paru

Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf-otot mencegah

asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja. Asetilkolinesterase yang

paling sering digunakan ialah neostigmine (prostigmin), piridostigmin dan edrophonium.

Physostigmine (eserin) hanya untuk penggunaan per-oral.7

Dosis neostigmin 0,04-0,08 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, edrophonium 0,5-1,0 mg/kg

dan fisostigmin 0,01-0,03 mg/kg. penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan

hipersalifasi, keringatan, bradikardia, kejang bronnkus, hipermotilitas usus, dan pandangan

kabur, sehingga pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti atropine dosis 0,01-

0,02 mg/kg atau glikopirolat 0,005-0,01 mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa.7

11. TATALAKSANA JALAN NAPAS

Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:

1. Hidung Menuju nasofaring

2. Mulut Menuju orofaring

Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan palatum molle

dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju esophagus dan laring

dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri dari tulang rawan tiroid,

krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan kuneiform.

Manuver tripel jalan napas terdiri dari:

- Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.

- Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula

- Mulut dibuka

35

Page 36: Anestesi Regional

Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas

atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.

1. Jalan napas faring

Jika tripel maneuver kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring

lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (naso-pharyngeal

airway).

2. Sungkup muka (face mask)

Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan napas

pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas

spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat

mulut atau hidung.

3. Sungkup laring (Laryngeal mask)

Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan

ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon

pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek

dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.

Dikenal 4 macam sungkup laring:

1. LMA klasik

2. LMA fleksible

3. LMA proseal

4. LMA fast track

36

Page 37: Anestesi Regional

4. Pipa trakea (endotracheal tube)

Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan

standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal

tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).

Perbandingan kerugian dan keuntungan pemakaian LMA dibandingkan dengan Face

mask dan ETT

Keuntungan Kerugian

Dibandingkan dengan Face Mask

Tangan operator lebih bebas

Fiksasi lebih baik pada pasien yang memiliki jenggot

Lebih mudah untuk mempertahankan jalan napas

Terlindungi dari sekresi jalan napas

Trauma pada mata dan saraf wajah lebih sedikit

Polusi ruangan lebih tinggi

Lebih invasif Resiko trauma pada jalan

napas lebih besar Membutuhkan tingkat

anastesi yang lebih dalam Lebih membutuhkan

kelenturan TMJ Difusi N2O pada balon

Dibandingkan dengan ETT Kurang invasif Kedalaman anastesi yang

dibutuhkan lebih dangkal

Meningkatkan resiko aspirasi gastrointestinal

Tidak aman pada pasien

37

Page 38: Anestesi Regional

berguna pada intubasi yang sulit

Trauma pada gigi dan laring rendah

Mengurangi kejadian bronkospasme dan laringospasme

Tidak membutuhkan relaksasi otot

Mengurangi resiko intubasi ke esophagus dan endobronchial

obesitas berat Keamanan jalan napas

kurang terjaga Resiko kebocoran gas dan

polusi ruangan lebih tinggi Dapat menyebabkan

distensi lambung

5. Laringoskopi dan intubasi

Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop merupakan

alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat

memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua

macam laringoskop:

1. Bilah, daun (blade) lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa.

2. Bilah lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa

Indikasi intubasi trakea

Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea

melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea

antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya

digolongkan sebagai berikut:

1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.

Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas,

dan lain-lainnya.

2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi

Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi

jangka panjang.

3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

Kesulitan intubasi

Setelah anamnesis maka dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu

mengidentifikasi pasien yang berpotensial untuk terjadinya kesulitan intubasi. Ada beberapa

38

Page 39: Anestesi Regional

cara dalam mengidentifikasi sebanyak mungkin resiko akan terjadinya kesulitan intubasi dan

laringoskopi yaitu dengan teknik1,2 :

a. LEMON atau MELON

b. LM MAP

c. 4D

d. Wilson Rick Scale

e. Magboul 4M

A. L E M O N atau MELON

L (Look externally)

Yang dievaluasi adalah dengan melihat seluruh bagian wajah. Apakah ada hal-hal yang dapat

menyebabkan kemungkinan sulit ventilasi maupun intubasi seperti trauma pada wajah, lidah

yang besar, protrusi gigi, leher pendek, mandibula yang kecil. 1,2

E (Evaluate 3-3-2)

Ditemukan oleh Patil pada tahun 1983 yang menemukan jarak thyromental Langkah ini

merupakan gabungan dari buka mulut dan ukuran mandibula terhadap posisi laring.

Normalnya 65 mm, namun bila kurang dari 60 mm, kemungkinan sulit untuk dilakukan

intubasi. Evaluasi buka mulut juga penting. Pasien normal bisa membuka mulutnya dengan

jarak 3 jari antara gigi seri. Jarak thyromental direpresentasikan dengan 3 jari pasien antara

ujung mentum dan tulang hioid dan 2 jari antara tulang hioid dan takik tiroid. Dalam aturan 3-

3-21,2 :

Angka 3 yang pertama adalah kecukupan akses oral

Angka 3 yang kedua adalah kapasitas ruang mandibula untuk memuat lidah ketika

laringoskopi. Kurang atau lebih dari 3 jari dapat dikaitkan dengan peningkatan kesulitan.

Angka 2 yang terakhir mengidentifikasi letak laring berkaitan dengan dasar lidah. Bila

lebih dari 2 jari maka letak laring lebih jauh dari dasar lidah, sehingga mungkin menyulitkan

dalam hal visualisasi glotis.

M (Mallampaty score)

Penilaian Mallampati merupakan sebuah sistem klasifikasi (Mallampati Score) untuk

menghubungkan antara tampilan oropharyngeal space dengan kemudahan laringoskopi direk

39

Page 40: Anestesi Regional

(direct laryngoscopy) dan intubasi trakeal. Skor Mallampati merupakan rasio ukuran lidah

terhadap faring. Pemeriksaan ini dilakukan dengan kepala pasien dalam posisi netral,

membuka mulut maksimal, dan menjulurkan lidah tanpa fonasi. Oleh Samsoon dan Young

skor mallapati telah dimodifikasi menjadi 4 kategori berdasarkan struktur faring menjadi:

1. Kelas I : tampak palatum molle, palatum durum, uvula, pillar tonsil anterior dan posterior.

2. Kelas II : tampak palatum molle, palatum durum dan uvula

3. Kelas III : tampak palatum molle dan dasar uvula

4. Kelas IV : tak tampak palatum molle

Kelas I dan II dihubungkan dengan kemudahan dalam intubasi, sedangkan kelas III dan IV

dikaitkan dengan tingkat kesulitan intubasi, bahkan kelas IV mempunyai rasio kegagalan

melebihi 10%.1,2

O (Obstruction)

40

Page 41: Anestesi Regional

Adanya pertanda kesulitan jalan napas harus selalu kita pertimbangkan sebagai akibat adanya

obstruksi pada jalan napas. 3 tanda utama adanya obstruksi yaitu muffled voice (hot potato

voice), adanya kesulitan menelan ludah (karena nyeri atau obstruksi) dan adanya stridor. 1,2

N (Neck mobility)

Keterbatasan mobilisasi leher harus dipertimbangan sebagai suatu kesulitan dalam intubasi.

Mobilisasi leher dapat dinilai dengan Ekstensi sendi atlanto-oksipital yaitu posisi leher fleksi

dengan menyuruh pasien memfleksikan kepalanya kemudian mengangkat mukanya, hal ini

untuk menguji ekstensi daripada sendi atlanto-oksipital. Aksis oral, faring dan laring menjadi

satu garis lurus dikenal dengan posisi Magill. Nilai normalnya adalah 35 derajat (Magboul M,

2004). 1,2

B. LM-MAP

L (Look for external face deformities)

M (Mallampati)

M (Measure 3-3-2-1 fingers)

A (Atlanto-occipital extension)

P (Pathological obstructive conditions)

2.3.3 Fours D (4D)

D (Dentition, evaluasi keadaan gigi-geligi)

D (Distortion, evaluasi apakah ada edema, darah, muntahan, tumor, infeksi)

D (Disproportion, evaluasi dagu pendek, leher gemuk, mulut kecil, lidah besar)

D (Dysmobility, evaluasi tyromental joint, cervical spine)

2.3.4 Wilson Risk Score

Weight (0 = <90 kg, 1 = 90-110 kg, 2 = >110 kg)

Head and neck movement (0 = >90°, 1 = 90°, 2 = <90°)

Jaw movement (0=IG >5 cm, SL >0 ; 1=IG <5 cm, SL=0 ; 2=IG <5 cm ,SL <0)

Receding mandible (0=normal, 1=moderate, 2=severe)

Buck teeth (0=normal, 1=moderate, 2=severe)

Total maximum 10 points

41

Page 42: Anestesi Regional

2.3.5 Magboul 4 MS

Score 1 2 3 4

Mallampati Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4

Measurement 3 mouth

open

3

thyromental

2 hypomental 1 sublaxation

Movement Left Right Flexion extension

Malformation Skull : hidro

and

microcephal

us

Teeth : buck,

protruded,

loose teeth

and macro-

micro

mandibles

Obstruction :

due to

obesity, short

bull neck and

swelling

around the

head and

neck

Pathplogy :

Craniofacial

abnormalitie

s and

syndrome :

treacher

Collins,

Goldenhars,

Pierre Robin,

Waardenbur

g syndromes

Total 4 4 4 4

Skor Cormack - Lehane

Pada tahun 1984 Cormack dan Lehane membuat suatu skala dengan memakai visualisasi yang

masih terlihat dengan laringoskop. Derajat Cormack-Lehane berdasarkan visualisasi

laringoskopi :

Grade 1 : Semua bukaan pita suara terlihat

Grade 2 : Hanya posterior glotis yang terlihat

Grade 3 : Hanya ujung epiglotis yang dapat terlihat

Grade 4 : Epiglotis tidak terlihat, hanya palatum molle yang terlihat

Dikatakan bahwa Cormack-Lehanne derajat 2 atau 3 memerlukan beberapa kali upaya

intubasi atau penggantian bilah dengan insiden 100 sampai dengan 1800 dari 10.000 pasien

atau 1%-8%. Sedangkan derajat 3 Cormack-Lehanne memiliki insiden 100-400 dari 10.000

pasien atau 1%-4%.

42

Page 43: Anestesi Regional

Komplikasi intubasi

43

Page 44: Anestesi Regional

1. Selama intubasi

a. Trauma gigi geligi

b. Laserasi bibir, gusi, laring

c. Merangsang saraf simpatis

d. Intubasi bronkus

e. Intubasi esophagus

f. Aspirasi

g. Spasme bronkus

2. Setelah ekstubasi

a. Spasme laring

b. Aspirasi

c. Gangguan fonasi

d. Edema glottis-subglotis

e. Infeksi laring, faring, trakea.8,9

Ekstubasi

1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:

a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan

b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi

2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan tak

akan terjadi spasme laring.

Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan

lainnya.3,5

14. Teknik Anestesi

1. Teknik Anestesi spontan dengan sungkup muka

Indikasi :

- Untuk tindakan yang singkat (0,5-1 jam)

- Keadaan umum pasien cukup baik

- Lambung harus kosong

2. Teknik Anestesi spontan dengan pipa endotrakea

Indikasi :

- Operasi lama

- Kesulitan mempertahankan jalan nafas bebas pada anestesi dengan sungkuo muka.

3. Teknik anestesi pipa endotrakeal dan nafas kendali

44

Page 45: Anestesi Regional

1. Teknik anestesi dan intubasi sama seperti diatas

2. Setelah pengaruh suksinil kolin mulai habis, diberi obat pelumpuh otot jangka

panjang misalnya alkuronium dosis 0.1-0.2 mg/kgBB

3. Nafas dikendalikan dengan ventilator atau secara manual. Konsentrasi halotan

sedikit demi sedikit dikurangi dan dipertahankan dengan 0.5-1 %.

4. Obat pelumpuh otot dapat diulang lagi dengan 1/3 dosis apabila pasien tampak ada

usaha mulai bernafas sendiri

6. Ekstubasi dapat dilakukan setelah nafas spontan normal kembali. O2 diberi terus

selama 2-3 menit untuk mencegah hipoksia difusi.

BAB III

45

Page 46: Anestesi Regional

KESIMPULAN

Anastesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya

kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal (trias

anestesi) terdiri dari hipnotik, analgesia, dan relaksai otot.

Sebelum dilakukan anestesi, perlu dilakukan persiapan pre-anestesi, yaitu persiapan

mental dan fisik pasien yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium, selain itu juga perencanaan anastesia, merencanakan prognosis, serta persiapan

pada hari operasi.

Cara pemberian anestesi umum dapat berupa parenteral yaiu melalui intramuscular atau

intravena, per rektal, dan melalui inhalasi. Teknik anestesi ada bermacam-macam yaitu teknik

anestesi spontan dengan sungkup muka, teknik anestesi spontan dengan pipa endotrakel, serta

teknik anestesi pipa endotrakeal dan nafas kendali.

DAFTAR PUSTAKA

46

Page 47: Anestesi Regional

1. White PF, Eng MR. Intravenous anesthetic. in: Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK,

Cahalan MK, Stock MC, editors. Clinical Anesthesia. Sixth Edition. Lippincott William

& Wilkins.2009. Page 20-5.

2. Bagian anestesiologi RS. Wahidin Sudirohusodo. Catatan anestesi. Makasar:

Aesculapius. hal 19-49.

3. DS Zunlida, Elysabeth. Anestetik umum. Dalam : Gunawan SG, Stiabudy R, Nafrialdi,

Elysabeth, editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

2012.Hal 122-138.

4. Boulton TB, Blogg CE. Anestesiologi.Edisi 10; alih bahasa Oswari J; editor, Wulandari

WD. Jakarta: EGC.1994. Hal 8.

5. Soenarto RF, Dechlan MR. Buku ajar anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi

dan intensive care FKUI/RSCM. Hal 291-301

6. Materi Kuliah anestesi Fakultas kedokteran unpatti tahun 2010.

7. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi.Edisi kedua. Jakarta:

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Indonesia. 2010. Hal 29-

54

8. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology.

Fifth edition. USA: McGraw-Hill.2013. page 153-287.

9. ASA. ASA physical status classification system. ASA House of Delegates 2014. Page 1

Diunduh dari:

URL: www. asa hq.org

10. Wirojoatmodjo K. Anestesiologi dan reanimasi modul dasar untuk pendidikan S1

kedokteran.Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departement pendidikan

Nasional. 2000. Hal 152-67

47