anemia defisiensi besi e.c gastropati oains-1
DESCRIPTION
topanTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
ANEMIA DEFISIENSI BESI E.C GASTROPATI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian / SMF Ilmu
Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
Oleh :
Teguh Topan Prahara Yudha
PEMBIMBING :
dr. Anggreini Susanti Aronggear, Sp.PD
BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2015
1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama Pasien : Tn. B.R
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 77 tahun
Alamat : dok 2
Suku : Biak
Agama : Kristen Protestan
No. DM : 28 91 19
MRS : 03 agustus 2015
KRS : 10 agustus 2015
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama (Autoanamnesis)
Seluruh badan terasa lemas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan seluruh badan terasa lemas sejak ± 1 hari SMRS
awalnya ± 1 minggu pasien mengeluh nyeri perut terutama pada ulu hati
(+) perut terasa kembung (+) nyeri menelan (+) mual (+) muntah (+) 2
kali berisi makanan dan air-air (+) lendir (-) darah berwarna merah segar
(-) sebanyak ± 2-3 gelas kecil. pasien merasa lemas (+) cepat lelah (+)
sehingga hanya berbaring dikamar. Pada saat di rumah ± 7 hari SMRS
pasien mengeluhkan pernah BAB ± 4 kali bewarna hitam (+) berdarah
merah segar (-) lendir (-) konsistensi lunak seperti aspal (+) lengket (+),
tiap BAB sebanyak ± 1 gelas kecil. Nyeri saat BAB disangkal benjolan di
daerah dubur disangkal. Demam (-), Batuk(-) pilek (-).
± 2 bulan yang lalu pasien pernah dirawat di RSUD DOK 2 dengan
keluhan lemas dan BAB cair berwarna kehitaman (+) lengket (+)
ampas-ampas sisa makanan (+) darah (-) dengan gajala yang sama di
2
awali dengan perut terasa penuh dan nyeri pada ulu hati (+) mual (+)
muntah (-)
± 7 bulan pasien pernah di rawat di RSUD DOK 2 dengan keluhan lemas
dan nafsu makan menurun karna nyeri pada ulu hati (+) dan pasien
merasa perut terasa penuh (+) mual (+) muntah (-) BAB berwarna
kehitaman seperti aspal dan lengket, darah (-) lendir (-).setiap nyeri
pasien meminum obat sucralfat sirup.
Pasien sering mengkomsumsi obat dexametasone, paracetamol dan
metilprednisolone yang di belinya di apotek sejak tahun 1990 karna
sering nyeri sendi lutut dan sendi lainya. Setiap mengkomsumsi ketiga
obat tersebut pasien merasa nyeri menghilang. pasien minum tiap jenis
obat 1 tablet dalam sehari ketika nyeri timbul. Pasien berhenti meminum
obat-obat tersebut sejak pasien sering merasa nyeri pada ulu hati dan
perut terasa kembung ± 7 bulan yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hemoroid disangkal.
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.
Riwayat Penyakit Jantung disangkal.
d. Riwayat kebiasaan
Merokok disangkal
Alkohol disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Vital Sign
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6
TTV : TD = 130/80 mmHg, N = 88 x/menit, reguler, kuat angkat , R = 18
x /mnt, S = 36,5oC
b. Status Interna
Kepala / leher
3
Mata : conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Rongga mulut : atrofi papil lidah (+) Candidiasis Oral (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi :Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis,
retraksi dinding dada (-), spider naervi (-)
Palpasi : Vokal fremitus dextra = sinistra
Perkusi : Sonor pada paru dextra dan sinistra
Auskultasi : Suara nafas dasar : vesikuler
Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : batas jantung kesan dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), bising
Jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung , caput medusa (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal 4x / menit
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Ekstremitas
Superior : telapak tangan pucat (+/+) kuku sendok/
coilonychia (+) sianosis (-/-), edem (-/-)
4
- + -
- - -
- - -
Inferior :akral hangat (+), kuku sendok/coilonychia
(+) sianosis (-/-), edema
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
3 Agustus 2015
Darah Lengkap :
Leukosit : 11,750 /mm
Eritrosit : 2,250 /mm
Hemoglobin : 3,6 g/dl
Trombosit : 502.000 / mm
Hematrokit : 14, 0 %
MCV : 66,2 µm3
MCH : 19,1 pg
MCHC : 28,9 g/dl
Kimia Darah :
GDS : 92 mg/dl
GD2PP : 122 mg/dl
Kreatinin : 0,9 mg/dl
Ureum : 43 mg/dl
Bilirubin total : 0,3
Bilirubin Direk : 0,1
Asam Urat : 5,2 mg/dl
SGOT : 24 U/I
SGPT : 18 U/I
Protein total : 0,6 g/dl
Albumin : 2,7 g/dl
Globulin : 2,9 g/dl
V. DIAGNOSA SEMENTARA
Anemia et trombositosis e.c Pendarahan gastrointestinal bagian atas
VI. TERAPI PADA SAAT MRS
IVFD NaCl 1000 ml / 6 jam
Inj. Pantoprazole 1 x 1 amp (iv)
Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr (iv)
tranfusi I gol. O PRC 200 cc
Transfusi PRC 1 kolf – di UGD
VII. DIAGNOSA AKHIR
Anemia defisiensi besi e.c gastropati OAINS (perbaikan)
5
- -
- -
VIII. TERAPI
Ranitidin 2 x 150 mg tab (po)
pantoprazole 2 x 40 mg tab (po)
Sucralfat syr 4 x 2 cc (po)
IX. RESUME
Seorang pria umur 77 tahun MRS dengan keluhan badan terasa lemas sejak ±
1 hari SMRS, awalnya ± 1 minggu pasien mengeluh nyeri perut terutama
pada ulu hati (+) perut terasa kembung (+) nyeri menelan (+) mual (+)
muntah (+) 2 kali berisi makanan dan air-air (+) lendir (-) darah berwarna
merah segar (-) sebanyak ± 2-3 gelas kecil. pasien merasa lemas (+) cepat
lelah (+) Pada saat di rumah ± 7 hari SMRS pasien mengeluhkan pernah BAB
± 4 kali bewarna hitam (+) berdarah merah segar (-) lendir (-) konsistensi
lunak seperti aspal (+) lengket (+), tiap BAB sebanyak ± 1 gelas kecil. Nyeri
saat BAB disangkal benjolan di daerah dubur disangkal. .Pasien sering
mengkomsumsi obat dexametasone, paracetamol dan metilprednisolon yang
di belinya di apotek sejak tahun 1990 karna sering nyeri sendi lutut dan sendi
lainya. Setiap mengkomsumsi ketiga obat tersebut pasien merasa nyeri
menghilang. pasien minum tiap jenis obat 1 tablet dalam sehari ketika nyeri
timbul. Pasien berhenti meminum obat-obat tersebut sejak pasien sering
merasa nyeri pada ulu hati dan perut terasa kembung ± 7 bulan yang lalu.
Pemeriksaan fisik kepala & leher : mata : konjungtiva anemis (+/+)
mulut :atrofi lidah (+) thoraks : paru : dbn, cor : dbn, abdomen : nyeri tekan
pada epigastium, hepar dan lien tidak teraba. ekstremitas superior : telapak
tangan pucat (+/+) kuku sendok (+/+) inferior : kuku sendok (+/+) Hasil
laboratorium : HB : 3,6 gr/dl. Trombosit 502.000 / mm. MCV 66,2 MCH
19,1 pg
6
X. PEMBAHASAN
1. ANEMIA
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa
eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen
dalam jumlah yang cukup kedalam jaringan perifer (penurunan oxygen
carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan
hemoglobin, hematokrit atau hitung jumlah eritrosit. tapi yang paling lazim
dipakai adalah kadar hemoglobin.
Kriteria anemia menurut WHO
Kelompok Kriteria anemia (hb)
Laki-laki dewasa < 13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl
Wanita hamil < 11 g/dl
Etiologi dan klasifikasi anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh :
a. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsung tulang
b. Kehilangan darah
c. Proses pnenghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya.
(hemolisis)
Klasifikasi anemia menurut Etiopatogenesis
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsung tulang.
a. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
i. Anemia defesiensi besi
ii. Anemia defesiensi asam folat
iii. Anemia defesiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan besi
i. Anemia akibat penyakit kronik
ii. Anemia sidroblastik
7
c. Kerusakan sumsum tulang
i. Anemia aplastik
ii. Anemia mielopstik
iii. Anemia pada keganasan hematologi
iv. Anemia diseritropoietik
v. Anemia pada sindrom mielodisplastik
vi. Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada
gagal ginjal kronik.
2. Anemia akibat hemoragi
a. Anemia pasca perdarahaan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik
3. Anemia Hemolitik
a. Anemia hemolitik intrakorpuskular
b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
4. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis
yang kompleks.
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi.
I. Anemia Hipokrom mikrositer (MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg)
II. Anemia normokromik Normosister (MCV 80-95 fl dan MCH 27-
34 pg)
III. Anemia Makrositer (MCV >95 fl)
Gambar 1. Algoritme pendekatan diagnosis anemia
8
Gambar 2. Algoritme pendekatan diagnosis pasien dengan hipokromik
mikrosister
Gambar 3. Algoritme pendekatan diagnosis pasien dengan normokromik
normositer
9
Gambar 4. Algoritme pendekatan diagnosis pasien dengan makrositer
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan
besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan
hemoglobin (Hb) berkurang. Gambaran diagnosis etiologis dapat
ditegakkan dari petunjuk patofisiologi, patogenesis, gejala klinis,
pemeriksaan laboratorium, diagnosis banding, penatalaksanaan dan terapi.
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan
besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun.
Kehilangan besi akibat pendarahan menahun dapat berasal dari:
- Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau
NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid,
dan infeksi cacing tambang
10
- Saluran genitalia perempuan : monorrhagia atau metrorhagia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran napas : hemoptoe
Faktor nutrisi : akibat kurangnya besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak
serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
Kebutuhan besi meningkat: prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan.
Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical spure atau kolitis kronik.
Gejala khas defisiensi besi
Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-
garis vertikal dan menjadi cekung
Atrofi papil lidah
Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim seperti tanah
liat, es, lem, dan lain-lain.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga Sindrom Paterson Kelly adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokrom mikrosikter, atrofi papil
lidah, dan disfagia.1,3
Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit dasar yang
menjadi penyebab ADB tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing
tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit tapak tangan
berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat
kanker kolon, dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala
lain tergantung lokasi kanker tersebut.1,3
11
Diagnosis
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu
dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi
dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada sediaan hapus darah tepi, atau MCV<80fl
dan MCH<31% dengan salah satu dari a,b,c, atau d:
a) Dua dari tiga parameter di bawah ini:
i. Besi serum <50mg/dl
ii. TIBC >350mg/dl
iii. Saturasi transferin: <15%,
atau
b) Feritin serum <20 mg/I, atau
c) Pengecatan sumsum tulang dengan Biru Perusia (Perl’s stain)
menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau
d) Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari (atau preparat besi lain
yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih
dari 2g/dl.
Penatalaksaan
Setelah diagnosis ditegakkan, maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi
terhadap anemia defisiensi besi adalah:
Terapi kausal: terapai terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan
cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi
kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
.Pemberian preparat besi untuk menggantikan kekurangan besi dalam tubuh
(iron replacement therapy).
Pada pasien ini didiagnosis anemia defisiensi besi karna berdasarkan anamnesis
di dapatkan gejala umum anemia berupa lemas (+), cepat lelah (+) dan gejala
dispepsia berupa nyeri ulu hati, mual, muntah dan perut terasa kembung.
Pada pemeriksaan fisik pada mata di dapatkan konjuntiva anemis (+/+), dan
didapatkan gejala khas anemia dfisiensi besi yaitu pada mulut di dapatkan atrofi
12
papil lidah, nyeri menelan, pada ektremitas superior di dapatkan telapak tangan
pucat dan kuku sendok, pada ektremitas inferior juga di dapatkan kuku sendok.
Dari hasil pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah lengkap di dapat
hemoglobin (Hb) 3,6 g/dl menunjukan dibawah Hb normal pada wanita 12 g/dl.
MCV 66,2 MCH 19,1 yang menunjukan anemia mikrositer hipokromik. Dan hasil
feritin serum tanggal 15 agustus 2015 8,98 mg/ml menunjukan < 20 mg/ml
sehingga di diagnosis anemia defisiensi besi.
3. Melena
Hematemesis diartikan sebagai muntah darah, dan melena sebagai pengeluaran
kotoran yang hitam seperti ter karena adanya darah yang berubah bentuknya.
Gejala gastrointestinal ini menunjukan bahwa sumber pendarahaan terletak di
bagian proksimal. Warna darah yang dimuntahkan tergantung pada kosentrasi
asam hidroklorida di dalam lambung dan campuranya dengan darah.
Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis biasanya
akan mengakibatkan melena. Kurang dari separuh melena menderita
hematemesis. Istilah melena biasanya menggambarkan perdarahan dari esofagus,
lambung atau deudenum. Tetapi lesi pada di dalam jejunum, ileum bahkan kolon
asendens dapat menyebabkan melena asalkan waktu perjalanan melalui traktus
gastrointestinal cukup panjang. Kurang lebih 60 mL darah cukup menimbulkan
satu kali buang air besar dengan tinja yang berwarna hitam. Kehilangan darah
akut yang lebih besar pada jumlah ini akan megakibatkan melena lebih dari 7 hari.
Setelah warna tinja kembali normal, hasil tes untuk adanya darah okulta akn tetap
positif selama lebih dari seminggu. Warna melena yang hitam terjadi akibat
kontak darah dengan asam hidroklorida sehingga terbentuk hematin. Tinja
tersebut akan berbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan bau yang khas.
Konsistensi seperti ter ini berbeda dengan tinja berwarna hitam atau gelap setelah
seseorang mengkomsumsi zat besi, bismut atau licorice.
4. Gastropati OAINS
OAINS merupakan salah satu obat yang paling sering diresepkan. Obat ini
dianggap sebagai first line therapy untuk antritis dan digunakan secara luas pada
13
kasus trauma, nyeri pasca pembedahan dan nyeri-nyeri yang lain. Sebagian besar
efek samping OAINS pada saluran cerna bersifat ringan dan reversible. Hanya
sebagian kecil yang menjadi berat yakni tukak peptik, perdarahan saluran cerna
dan perforasi. Risiko untuk mendapatkan efek sampaing OAINS tidak sama untuk
semua orang.
Faktor risiko
Terbukti sebagai faktor resiko
Usia lanjut > 60 tahun
Riwayat pernah menderita tukak
Digunakan bersama-sama dengan steroid
Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis OAINS
Menderita Penyakit sistemik yang berat
Mungkin sebagai faktor resiko
Bersama dengan infeksi Hilocobacter pylori
Merokok
Meminum alkohol
Pada pasien ini yang merupakan faktor resiko adalah usia > 60 tahun yaitu 77
tahun. Mengkomsumsi OAINS (paracetamol) bersama-sama steroid
(dexametasone dan metilprenisolon sejak tahun 1990) pasien minum tiap jenis
obat 1 tablet dalam seharil.Pasien berhenti meminum obat-obat tersebut sejak
pasien sering merasa nyeri pada ulu hati dan perut terasa kembung ± 7 bulan
yang lalu
Gejala Klinis Gastropati OAINS
Gejala klinis yang sering dikeluhkan oleh pasien gastropati OAINS adalah
sindroma dispepsia berupa kumpulan keluhan penyakit saluran cerna seperti mual,
muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan
rasa cepat kenyang.
Gastropati OAINS mengacu kepada spektrum yang bervariasi dari dispepsia
ringan, dan ketidak nyamanan perut sampai kepada perforasi yang lebih serius,
erosi, ulserasi dan perdarahan. Manifestasi klinis dari penggunaan OAINS dapat
14
bergantung pada keparahannya. Penggunaan OAINS dapat menyebabkan
beberapa keadaan serius, dan komplikasi yang mengancam jiwa.
Diagnosis Gastropati OAINS
Spektrum klinis gastropati OAINS meliputi suatu keadaan klinis yang bervariasi
sangat luas, mulai keluhan yang paling ringan berupa keluhan gastrointestinal
discontrol. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa , erosi-erosi kecil
dan kadang disertai perdarahan kecil-kecil. Kemampuan mukosa mengatasi lesi
ringan akibat rangsangan kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi yang lebih
berat dapat berupa erosi dan tukak multiple, perdarahan luas dan perforasi saluran
cerna. Secara histopatologi tidak khas. Dapat dijumpai regenerasi epitelial,
hiperplasia foveolar, edema lamina propia dan ekspansi serabut otot polos ke arah
mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila mencapai sepertiga bagian atas.
Diagnosis juga diperkuat dengan melihat adanya faktor resiko yang memicu
terjadinya gastropati OAINS.
Pada pasien ini berdasarkan anamnesis di dapatkan sindrom dispepsia berupa ±
1 minggu pasien mengeluh nyeri perut terutama pada ulu hati (+) perut terasa
kembung (+)mual (+) muntah (+) 2 kali berisi makanan dan air-air (+) lendir (-)
darah berwarna merah segar (-) sebanyak ± 2-3 gelas kecil.
Pada pasien ini terdapat melena menunjukan adanya perdarahan pada saluran
cerna bagian atas berdasarkan anamnesis yaitu pada saat di rumah ± 7 hari
SMRS pasien mengeluhkan pernah BAB ± 4 kali bewarna hitam (+) berdarah
merah segar (-) lendir (-) konsistensi lunak seperti aspal (+) lengket (+), tiap
BAB sebanyak ± 1 gelas kecil. Pada pemeriksaan feses lengkap pada tanggal 6
agustus sudah tidak menunjukan adanya melena yaitu makrokospik warna hijau
kecoklatan, konsistensi lunak dan bau khas, pada mikroskopik leukosit 0-2 sel/lpb,
eritrosit 0-1 sel/lpb, epitel 0-1 sel/lpb.
Pada pasien ini sering mengkomsumsi OAINS sejak tahun 1990 bersamaan
dengan dexametasone dan metilprednisolone. Sehingga di diagnosis gastropati
OAINS
15
Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien dengan gastropati karena OAINS
Dispepsia
Sekitar 50% dari pemakai OAINS mempunyai keluhan dispepsia tetapi hanya
sepertiganya yang mempunyai kelainan mukosa gastroduodenal, sisanya tidak
ditemukan kelainan (dispepsi non ulkus). Mekanisme dari dispepsi non ulkus pada
pemakai OAINS belum diketahui benar. Diduga karena adanya eksposur asam
pada mukosa, tetapi tidak menimbulkan lesi. Dengan menghentikan OAINS
keluhan akan menghilang. Apabila OAINS tidak bisa dihentikan,untuk mengatasi
gejala ini pemberian PPI hasinya lebih baik dari H2 RA, maupun misoprostol.
Erosi gastroduodenal
Tindakan pertama yaitu menghentikan OAINS dan memberikan penekan sintesa
asam lambung antagonis reseptor H2 (H2 receptor antagonist=H2RA) atau
penghambat pompa proton (Proton pump inhibitor=PPI) atau misoprostol. Dapat
dipertimbangkan memberikan OAINS selektif/spesifik anti cox2. Bila harus
memakai terus OAINS non selektif dapat diberikan PPI atau misoprostol.
Omeprazol lebih superior dibandingkan dengan ranitidin untuk erosi
gastroduodenal. Hawkey dkk, melaporkan penyembuhan erosi gaster oleh
misoprostol 200 μg sebanyak 87% dari kasus yang diobati, sedangkan dengan
omeprazol 20 mg dan 40 mg masing-masing hanya 77% dan 79% dari kasus yang
diobati.
Tukak gastroduodenal
Presentasi klinis tukak gastroduodenal pada pemakai OAINS bervariasi dari
asimtomatik sampai peritonitis difusa karena perforasi. Kematian akibat toksisitas
OAINS pada saluran cerna bagian atas mencapai 1,3-1,6% pertahun. Pemakaian
OAINS harus dihentikan bila pasien mempunyai efek samping tukak
gastroduodenal. Pemberian sukralfat tidak berbeda dengan plasebo, sedangkan
penghentian OAINS bersama-sama pemberian H2RA selama 8 minggu dapat
menyembuhkan tukak hampir pada 100% kasus. Pada situasi tertentu pemakaian
OAINS non selektif sulit untuk dihentikan. Beberapa penelitian memperlihatkan
16
bahwa PPI maupun prostaglandin analog mempunyai hasil yang lebih baik
dibanding H2RA untuk mengatasi tukak gastro duodenal yang disebabkan OAINS
konvensional walaupun pemberian OAINS tetap dilanjutkan. Agrawal dkk
melaporkan ada perbedaan yang signifikan dalam penyembuhan tukak gaster dari
pasien yang mendapat ranitidin dan lansoprazol yaitu masing-masing sebanyak
53% dan 73% dari kasus yang diobati. Peneliti lain melaporkan pada penderita
dengan tukak duodenum karena OAINS dan tetap meneruskan pemakaian
OAINS-nya dengan pemberian PPI (omeprazol 20 mg) selama 8 minggu
penyembuhan terjadi pada 93% kasus dari yang diobati, sedangkan dengan
prostaglandin analog (misoprostol 200 mgqid) penyembuhan hanya ditemukan
pada 77% kasus.Penderita-penderita tukak gaster yang meneruskan pemakaian
OAINS non selektif pada penelitian ini memperlihatkan hasil terapi dengan
pemberian PPI atau misoprostol selama 8 minggu masing masing mencapai
kesembuhan pada 87% dan 73% dari kasus
yang diobati. Kelompok peneliti lain yang membandingkan lansoprazol dan
misoprostol selama 12 minggu untuk penderita tukak gastroduodenal yang masih
meneruskan pemakaian OAINS-nya ternyata tidak mendapatkan perbedaan hasil
yang bermakna. Akan tetapi pasien dari kelompok misoprostol lebih banyak yang
mengalami efek samping sehingga tidak dapat meneruskan pemakaian
misoprostolnya.
Obat Gastroprotektif
Antagonis Reseptor H2
Dengan struktur serupa dengan histamin, antagonis reseptor H2 tersedia dalam
empat macam obat yaitu simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Walaupun
setiap obat memiliki potensi berbeda, seluruh obat secara bermakna menghambat
sekresi asam secara sebanding dalam dosis terapi. Tingkat penyembuhan ulkus
sama ketika digunakan dalam dosis yang tepat. Dua kali sehari dengan dosis
standar dapat menurunkan angka kejadian ulkus gaster. Selain itu, antagonis
reseptor H2 dapat menurunkan risiko tukak duodenum tetapi perlindungan
terhadap tukak lambung rendah. Dosis malam yang sesuai adalah ranitidin 300
mg, famotidin 40 mg dan nizatidin 300 mg.
17
Proton Pump (H+,K+-ATPase) Inhibitors
Proton pump inhibitors merupakan pilihan komedikasi untuk mencegah gastropati
OAINS. Obat ini efektif untuk penyembuhan ulkus melalui mekanisme
penghambatan HCl, menghambat pengasaman fagolisosom dari aktivasi neutrofil,
dan melindungi sel epitel serta endotel dari stres oksidatif melalui induksi haem
oxygenase-1 (HO-1). Enzim HO-1 adalah enzim pelindung jaringan dengan fungsi
vasodilatasi, anti inflamasi, dan antioksidan. Waktu paruh PPIs adalah 18 jam dan
dibutuhkan 2-5 hari untuk menormalkan kembali sekresi asam lambung setelah
pemberian obat dihentikan. Efikasi maksimal didapatkan pada pemberian sebelum
makan. Obat PPI menyebabkan pengurangan gejala klinis dispepsia karena
OAINS dibanding antagonis reseptor H2 maupun misoprostol. Lansoprazol dan
misoprostol dosis penuh secara klinis menunjukkan efek ekuivalen. Esomeprazole
20 dan 40 mg meredakan gejala gastrointestinal bagian atas pada penderita yang
tetap menggunakan OAINS.
Analog Prostaglandin
Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 yang digunakan secara lokal untuk
mengganti PG yang dihambat oleh OAINS. Analog PG meningkatkan sekresi
mukus bikarbonat, stimulasi aliran darah mukosa dan menurunkan pergantian sel
mukosa. Namun demikian, misoprostol tidak mengurangi keluhan dispepsia.
Toksisitas paling sering adalah diare (angka kejadian 10-30%). Toksisitas lainnya
dapat berupa kontraksi dan perdarahan uterus. Dosis terapi standar dengan
misoprostol adalah 200 μg empat kali sehari.
Pada pasien ini terapi yang di berikan untuk gastropati OAINS adalah golongan
antagonis reseptor H2 yaitu ranitidin tablet 2 x 150 mg tab, dan golongan proton
pomp inhibitor pantoprazole tablet 2 x 40 mg.
sucralfat syr 4 x 2 cc pemberian sucraflat sebagai terapi plasebo. Tidak
diberikan analog prostaglandin karna efek samping dari obat ini yaitu paling
sering diare.
18
Pada pasien ini diberikan antibiotik cetriaxone 1 x 2 gr intravena. Seharunya
tidak diberikan karna penatalaksanaan untuk kasus gastropati OAINS tidak ada
yang merekomendasikan pemberian antibiotik.
19