analisis masalah dan learning issue skenario b blok 17

45
Analisis Masalah dan Learning Issue Skenario B Blok 17 Nama : Monica Trifitriana Nim : 04011381320042

Upload: monicamonicc

Post on 25-Jan-2016

230 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

#AM #LI

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Analisis Masalah dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Nama : Monica Trifitriana

Nim : 04011381320042

Kelas : B

Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya

Page 2: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

I. AnalisisMasalah1. Ny. W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang

hebat, disertai demam dan menggigil.

a. Bagaimana mekanisme dari nyeri perut kanan atas, demam, dan menggigil pada

kasus?

Nyeri perut kanan atas

Pada kasus, Ny. W menderita batu saluran empedu dan kolesistitis kontraksi

kantong empedu meningkat menyebabkan regangan lumen ditambah lagi

dengan adanya proses inflamasi (terjadi usaha dari otot polos dinding vesica

biliaris untuk mengeluarkan batu tersebut) mensensitiasi serabut saraf yang

menpersarafi otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus coeliacus dan nervus

splanchnicus major Itulah yang menyebabkan nyeri perut kanan atas atau atau

daerah epigastrium (dermatome T7,8,9).

Demam dan Menggigil

Akibat terdapatnya batu pada saluran empedu aliran cairan empedu menjadi

terhambat penumpukan cairan empedu pada kandung dan saluran empedu

menimbulkan refluks kolangiovena Meningkatnya tekanan intrabilier >1960

Pa/20 cmH2O( kisaran normal 686-1373 Pa atau 7-14 cmH2O), dapat memaksa

bakteri dari saluran empedu masuk ke dalam sirkulasi sistemik akan

meningkatkan translokasi bakteri ke dalam sistem porta dan mengganggu ekskresi

bilier Infeksi dari bakteri ini akan menyebabkan reaksi peradangan pada

saluran empedu atau kandung empedu yang akan menimbulkan lepasnya

interleukin-1 ke dalam sirkulasi sistemik Interleukin-1 akan menginduksi

pembentukkan prostaglandin E2 dari asam arakidonat Prostaglandin E2 akan

bekerja di hipotalamus dengan meningkatkan setpoint suhu termostat suhu tubuh

di hipotalamus Akibatnya, tubuh akan menduga bahwa suhu tubuh normal

lebih rendah dari biasanya, sehingga tubuh akan berusaha meningkatkan suhu

tubuh menjadi sesuai dengan termostat tubuh saat itu, salah satunya dengan cara

menggigil Dengan demikian suhu tubuh pasien akan lebih tinggi dari normal

dan pasien juga akan menggigil.

Page 3: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny. W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai

ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila

makan makanan berlemak. Biasanya Ny. W minum obat penghilang nyeri.

a. Bagaimana mekanisme penjalaran dari nyeri pada kasus?

Nyeri pada perut kanan atas dikarenakan implikasi pada saraf yang mempersarafi vesica felea yaitu, plexus coeliacus dan nervus splanchnicus major. Plexus coeliacus mempunyai hubungan dengan n.suprascapularis sehingga nyeri pada plexus ini bisa juga dirasakan oleh n.suprascapularis yang mempersarafi otot pada belikat kanan(bahu sebelah kanan).Sebenarnya, nyeri yang terjadi pada penderita ikterus obstruktif merupakan nyeri yang menyebar atau (reffered pain). Ikterus obstruktif menyebabkan nyeri yang akan diterima oleh saraf aferen mengikuti saraf simpatis. Nyeri ini akan berjalan melalui plexus coeliacus dan nervus splanchnicus major menuju ke medula spinalis. Peradangan dapat menyebabkan plexus coeliacus terjepit, maka nyeri ini bisa menyebar dan mengenai peritoneum parietal dinding anterior abdomen atau diafragma bagian perifer. Hal ini akan menyebabkan:1. Nyeri somatik dirasakan di kuadran kanan atas dan berjalan ke punggung bawah

angulus inferior scapula.2. Radang yang mengenai peritoneum parietal bagian sentral yang dipersarafi oleh

nervus phrenicus (C3, C4, C5), akan menyebabkan nyeri di daerah bahu sebab kulit di daerah bahu mendapat persarafan dari nervisupraclavicularis (C3, C4).

Page 4: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

3. Pemeriksaanlaboratorium:

Darah rutin: Hb: 12,4 g/dl, Ht 36 vol%, Leukosit: 15.400/mm3, trombosit: 329.00/mm3,

LED: 77 mm/jam

Liver Function Test (LFT): bil. Total: 20,49 mg/dl, bil. Direk: 19,94 mg/dl, bil. Indirek:

0,55 mg/dl, SGOT: 29 µ/L, SGPT: 37 µ/L, fosfatase alkali: 864 µ/L

Amilase: 40 unit/L dan lipase: 50 unit/L

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium?

Jawab:

Ny. M Nilai Normal Keterangan

Darah Rutin

Hb 12,4 g% 12-16 g% Normal

Ht 36% 38-48 % Rendah

Leukosit 16.800/mm3 5.000-11.000/ mm3 Tinggi, adanya

infeksi dan

inflamasi

Page 5: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Trombosit 329.000/

mm3

150.000-350.000

mm3

Normal

LED 77 mm/jam Wintrobe: 0-15

mm/jam

Westergren:0-

20mm/jam

Meningkat

Liver Function Test

Bil Total 0,1-1,2 mg/dL 20,49 mg/dL Meningkat

Bil Direct 0,1-0,3 mg/dL 19,94 mg/dL Meningkat – sirosis, obstruksi

biliaris, hepatitis infeksius,

karsinoma pankreas, obat

(kontrasepsi oral, sulfonamid,

rifamfisin, aspirin, morfin,

tiazid, prokainamid)

Bil Indirect 0,1-1 mg/dL 0,55 mg/dL Normal (meningkat pada

kondisi peningkatan kerusakan

SDM)

SGOT 8-38 U/L

8-33 U/L pada

suhu 37oC

(Satuan SI)

29 u/L Normal – enzim yg sebagian

besar terdapat pada otot jantung

dan hati

SGPT 45 – 115 U/L 37 U/L Normal – enzim yg sebagian

besar terdapat pada otot jantung

dan hati

Fosfatase

Alkali

43-136U/L 864 u/L Meningkat – ALP terutama

ditemukan di tulang dan hati,

juga usus, ginjal, dan plasenta.

Meningkat pada kerusakan hati

yang berat (kanker hati, masalah

hepatoseluler)

isoenzim – ALP1 Hati, ALP2

tulang

Page 6: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Mekanisme abnormal:

Leukosit dan LED meningkat

Pertumbuhan bakteri akibat kolestasis kolesistitis dan atau kolangitis

leukosit meningkat untuk melawan infeksi dan LED meningkat

Bilirubin total dan bilirubin direk meningkat :

Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak dapat

masuk ke duodenum memumpuk di hati regurgitasi cairan cairan empedu

ke sistemik, dalam hal ini termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan

bilirubin konjugasi dan bilirubin total di dalam plasma

Fosfatase alkali meningkat :

fosfatase alkali dibuat oleh sel hati dan disekresikan bersama cairan empedu. Jika

terjadi obstruksi total pada ductus choledokus cairan empedu beserta fosfatase

alkali tidak dapat di sekresikan kedalam duodenum regusgitasi ke sistemik

peningkatan fosfatase alkali

4. Apa diagnosis kerja?

Diagnosis

Klinik

Koledokolitiasis,

Kolangitis,

Kolesistitis

Pankreatitis

Akut

Koledokolitiasis Ca Caput

Pankreas

Sklera Ikterik (+) (-) (+) (+)

Nyeri perut (+), kanan atas (+), biasa di

epigastrium

(+) (+) di epigastrium,

jika obstruksi

parsial nyeri

samar di abdomen

kanan atas,

obstruksi total

Amylase: 40

unit/L

Amilase: <120

unit/L

Normal

Lipase: 50 unit/L Lipase: < 190

unit/L

Normal

Page 7: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

nyeri seperti

ikterus obstruktif

Demam (+) (+) (+) (+)

Nyeri Alih (+) di bawah

scapula kanan

(+) di

punggung

kanan

(+) (+) di punggung

kanan

Kulit kuning (+) (-) (+) (+)

Murphy’s Sign (+) (-) (+) (-)

BAK teh tua (+) (-) (+) (-)

BAB dempul (+) (-) (+) (-)

Leukositosis (+) (+) (-) (+)

LED ↑ ↑ (-) ↑

Bilirubin Total dan direk

Sedikit

meningkat

Total dan direk

Total dan direk ↑

SGOT/SGPT Normal/↑ (-) Normal/↑ Normal

Amilase &

Lipase

Normal ↑ Normal ↑

Nyeri kolik (+) (-) (+) (-)

Gatal-Gatal (+) (-) (+) (-)

Page 8: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Hipersaturasi kolesterol4FFattyFortyFemaleFertile

Terbentuk batu dalam kantung empedu kolelitiasis

Ductus cysticus tersumbat kolengitis

Gerakan peristaltic untuk mengeluarkan batu

5. Bagaimana patofisiologi pada kasus?

Page 9: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

6. Bagaimana pencegahan penyakit pada kasus?

a. Ursodeoxycholic acid

Pengobatan ursodeoxycholicacid dapat mencegah pembentukan batu empedu.Hal ini telah

di lakukan pada pasien yang kehilangan berat badan secara cepat karena pola makan

Page 10: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

rendah kalori atau karena pembedahan bariatrik yang berkaitan dengan risiko tinggi

pembentukan batu empedu kolesterol baru (20-30% dalam 4 bulan). Kemudian dilakukan

pemberian dosis 600 mg ursodeoxycholic acid perhari selama 16 minggu dan berhasil

mengurangi insiden batu empedu tersebut sebesar 80%. Anjuran perubahan pola makan

berupa pengurangan konsumsi lemak sangat diperlukan.Hal ini bertujuan untuk

mengurangi serangan kolik bilier.Namun, ini tidak dapat mengakibatkan pengurangan batu

empedu.

b. Pola Makan dan Olah Raga

Sedikit bukti yang menunjukkan bahwa komposisi makanan dapat mempengaruhi riwayat

penyakit batu empedu pada manusia. Pasien obesitas yang mengikuti program penurunan

berat badan cepat atau melakukan pembedahan bariatric berisiko menderita batu

empedu.Pencegahan jangka pendek dengan Ursodeoxycholic acid perlu

dipertimbangkan.Olah raga teratur mungkin mengurangi kejadian kolesistektomi.

Risiko pembentukan batu empedu dapat dikurangi dengan menjalani gaya hidup sehat,

terutama untuk menjaga berat badan dengan meningkatkan aktifitas fisik. Menerapkan pola

makan yang tidak mengandung banyak lemak jenuh dan tingkatkan asupan serat

tampaknya juga membantu mengurangi risiko batu empedu. Sedangkan faktor risiko utama

lain seperti usia dan berjenis kelamin wanita jelas tidak dapat diubah.

TIPS BAGI PENDERITA BATU EMPEDU:

1. Batasi makanan berlemak dan memperbanyak makanan berserat, karena serat dapat

mencegah pembentukan batu empedu lebih lanjut.

2. Bila kelebihan berat badan maka turunkan berat badan secara bertahap sangat penting

untuk mencegah dan meminimalkan keluhan batu empedu.

3. Tidak makan sebelum tidur. Makanan kecil sebelum tidur dapat menaikkan garam

empedu dalam kandung empedu.

4. Membiasakan minum kopi dan makan kacang-kacangan. Selain berbagai manfaat

lainnya, ada beberapa bukti bahwa kopi bisa mengurangi risiko mengembangkan batu

empedu, setidaknya pada orang berusia 40 hingga 75 tahun. Dalam sebuah studi

pengamatan yang melacak sekitar 46.000 dokter laki-laki selama 10 tahun, mereka yang

minum dua sampai tiga cangkir kopi berkafein setiap hari mengurangi risiko

Page 11: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

pengembangan batu empedu sampai 40%. Dalam studi lain, konsumsi kacang tanah atau

kacang-kacangan lainnya juga berhubungan dengan risiko yang lebih rendah untuk

kolesistektomi. (American Journal of Clinical Nutrition vol 80, no. 1, hal 76-81)

5. Tambahan suplemen untuk mencerna lemak sangat membantu seperti lecithin dan

vitamin B kompleks

6. Tercukupinya vitamin C dapat mencegah pembentukan maupun memperburuk kasus

batu empedu

II. Learning Issue

Ikterus obstruktifA. Ikterus Obstruktif

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran

mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat

Page 12: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan

cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus

(jaundice) berasal dari kata Perancis yaitu jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya

diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat

dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif.

Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi

bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati

(yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi

bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.

Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu

kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik

adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis

autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu

duktus koledokus dan kanker pankreas.

B. Epidemiologi

Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur, tetapi bayi baru

lahir dan anak-anak lebih rentan mengalami ikterus obstruktif karena struktur hepar yang

masih immatur. Bayi-bayi yang lahir prematur, BBLR, dan riwayat sepsis, serta riwayat

mendapat nutrisi parenteral dalam waktu lama meningkatkan resiko terjadinya ikterus

obstruktif. Adapun angka kejadian ikterus obstruksi kausa Atresia Bilier (AB) di USA

sekitar 1 : 15.000 kelahiran, dan dominasi oleh pasien berjenis kelamin wanita. Didunia

angka kejadian atresia bilier tertinggi di Asia, dengan perbandingan bayi-bayi di negara

Cina lebih banyak dibandingkan Bayi di Negara Jepang.

Dari segi gender, Atresia bilier lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dan

dari segi usia, lebih sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang usia

kurang dari 8 minggu. Insiden tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam

yang dapat mencapai 2 kali lipatinsiden bayi ras kulit putih.

Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377

(34,7%), Hepatitis Neonatal 331 (30,5%), @-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%),

hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).

Page 13: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antarra tahun 1999-2004

penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatasl hepatitis

68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%)

dan sindroma inspissated-bie 1 (1,04%).

C. Etiologi

Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus),

sampai ampula vateri, sehingga ikterus obstruktif berdasarkan lokasi obstruksinya

dibedakan atas ikterus obstruktif intrahepatik dan ekstrahepatik.

- Penyebab Ikterus Obstruktif Intrahepatik :

1. Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin

terkonyugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self-

limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut.

Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan pada tahap awal (akut),tetapi bisa

berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau

bahkan sudah menjadi sirosis hati.

2. Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya,dan

mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa

menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat

ikterus. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering timbul akut

dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai

dengan peningkatan transaminase yang tinggi.

3. Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya terjadi

nekrosis jaringan hepar.

4. Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian tubuh lain.

- Penyebab Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik : 

1. Atresia bilier, ditandai dengan penghapusan atau diskontinuitas dari sistem bilier

ekstrahepatik, sehingga obstruksi aliran empedu. Atresia bilier merupakan penyebab

kolestasis ekstrahepatik tersering pada bayi baru lahir. Gangguan tersebut merupakan

ikterus obstruktif yang paling sering dilakukan pembedahan yang ditemukan selama

Page 14: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

periode baru lahir. Jika tidak dikoreksi melalui pembedahan, akan bermanifestasi

menjadi sirosis bilier sekunder. Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi lagi menjadi

2 kelompok yang berbeda: mereka dengan atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal),

yang menyumbang 65-90% kasus, dan pasien dengan asosiasi Situs inversus atau

polysplenia / asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lain (janin / embrio

bentuk), yang terdiri dari 10-35% kasus.

2. Kolelitiasis, Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan

dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang

memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis jarang pada anak-

anak, lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada

wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi

lemak dan genetik.

3. Kolesistitis, adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan

akibat dari adanya batu empedu didalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba

menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.

4. Kista duktus kholedokus, koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus empedu

yang dapat menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier. Kista silinder

dan bulat dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling sering. Sekitar 75%

kasus munculselama masa anak-anak.

5. Tumor Pankreas, Sekitar 95% tumor yang bersifat kanker (malignant ) pada pankreas

adalah adenocarcinoma. Adenocarcinoma biasanya berasal dari sel kelenjar yang

melapisi saluran pankreas. Kebanyakan adenocarcinoma terjadi di dalam kepala

pankreas, bagian  yang paling  dekat bagian pertama usus kecil (duodenum)

D. Patofisiologi

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional

maupun obstruktif terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi.

Bilirubin terkonjugasi larut dalam air sehingga dapat dieksresi dalam urin dan

menimbulkan bilirubinuria serta urin yang gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen

Page 15: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

urin sering menurun sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin

terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti

peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol dan garam empedu dalam serum.

Kadar garam empedu yang meningkat dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada

ikterus.

Ikterus akibat hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning

dibandingkan akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari

orange-kuning muda atau tua sampai kuning-hijau muda atau tua bila terjadi obstruksi

total saluran empedu. Perubahan ini merupakan bukti adanya icterus kolestatik, yang

merupakan nama lain icterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik ( mengenai

sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik ( mengenai saluran empedu diluar

hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.

Penyebab tersering kolestasis intrahepatic adalah penyakit hepatoseluler dengan

kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada

penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat

kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase

metabolism bilirubin-ambilan, konjugasi, dan ekskresi-tetapi eksresi biasanya paling

terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi.

Penyebab kolestasis intra hepatic yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu,

dan gangguan herediter Dubin Jhonson serta sindrom Rotor ( jarang terjadi). Pada

keadaan ini, terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit yang

menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel. Obat yang sering mencetuskan

gangguan ini adalah halotan ( anastetik) kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolic,

isoniazid, dan chlorpromazine.

Penyebab tersering kolestatis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,

biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pancreas menyebabkan

tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri.

Penyebab yang lebih jarang adalah striktur pasca peradangan atau setelah operasi, dan

pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intra hepatic seperti hepatoma

kadang-kadang dapat menyumbat duktu hepatikus kanan atau kiri.

E. Manifestasi Klinik

Page 16: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

a. Ikterus obstruktif intrahepatik

Terdapat tiga fase :

1)Fase pra-ikterik

Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual, muntah, diare, konstipasi,

penurunan berat badan, malaise, sakit kepala, demam ringan, sakit sendi, ruam kulit.

2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol).

Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin), hepatomegali dengan

nyeri tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus (akibat akumulasi garam empedu pada

kulit); gejala fase pra-ikterik berkurang sesuai menonjolnya gejala.

3) Fase pasca ikterik.

Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan diperlukan untuk

pemulihan komplit.

b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik

Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala

yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala yang terjadi akibat

obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis

seperti:

1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar

pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan

yang berlemak atau digoreng.

2) Rasa nyeri dan kolik bilier.

Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami

distensi dan akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa

padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada

abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini

biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa

jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.

Page 17: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

3) Ikterus

Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase

yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran

getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah

empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan

empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering

disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit

4) Perubahan warna urine dan feses

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses

yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat

yang disebut “clay-colored”

5) Defisiensi Vitamin

Obstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut

lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika

obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu pembekuan darah

yang normal.

F. DIAGNOSIS

a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik

1) Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : Merupakan batasan nilai

untuk membedakan hepatitis virus dari non virus.

2) AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat meningkat dalam 1-2 minggu

sebelum ikterik kemudian tampak menurun.

3) Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan

enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.

Page 18: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

4) Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali).

5) Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel

plasma.

6) Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).

7) Feces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).

8) Albumin serum : Menurun.

9) Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).

10) Anti HAV IgM : Positif pada tipe A.

11) HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).

12) Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati).

13) Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk

mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).

14) Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis

15) Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.

16) Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat terjadi.

b. Ikterus Obstruktif Estrahepatik

1) Foto polos abdomen.

Page 19: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu dikandung empedu atau di duktus

koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan

secara keseluruhan dalam rongga abdomen.

2) Ultrasonografi (USG).

Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan

kholestasis. Pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris

intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus

obstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris

yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis

melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.

3) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP).

ERCP merupakan tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris

dan sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai

keberhasilan yang cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%.

4) Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP)

MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan memakai

pesawat MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal

dari cairan yang menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus.

5) Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC)

PTC merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus obstruktif ekstra

dan intra hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga pada kebanyakan kasus

etiologi dari pada obstruksi lainnya. Gambaran saluran empedu yang diperoleh PTC

tidak hanya memberikan informasi mengenai saluran empedu tetapi juga mempermudah

menduga penyebabnya, sehingga dapat menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam

perencanaan operasinya.

6) Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD)

Page 20: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Teknik sama dengan PTC hanya di sini kateter masuk sampai melampaui obstruksi dan

bisa sampai duodenum. Lebih ke arah terapi, karena flow dan cairan empedu masuk ke

dalam “side hole” dari kateter.

7) CT-Scan

Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak dilakukan untuk melengkapi data

suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya. Secara khusus CT Scan

dilakukan guna menegaskan tingkat atau penyebab yang tepat adanya obstruksi/kelainan

pada saluran empedu. Dalam hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus

obstruktif, apakah intra atau ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari

duktus biliaris.

8) Pemerisaan Laboratorium.

a) Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal = 0,1-0,3

mg/ml.

b) Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml), Normal = 0,2-0,8

mg/ml.

c) Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin (konsentrasi tinggi

dalam darah).

d) Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada kemampuan hati untuk

mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal, Normal = 0-4 mg/hari.

e) Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280 mg/hari, karena

tidak mencapai usus.

f) Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat diekskresi ke

kandung empedu secara normal.

g) Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol

mengindikasikan ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.

h) Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit, sehingga

menimbulkan pruritus.

i) Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan penurunan

absorbsi vitamin K.

Page 21: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

G. TATALAKSANA

a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik

Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepetitis virus akut. Tirah baring selama fase akut

penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya

merupakan makanan yang paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian makanan

secara intravena mungkin perlu diberikan selama fase akut bila pasien terus menerus

muntah. Aktifitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi

hati kembali normal.

b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik

Operasi pengangkatan kandung empedu melalui pembedahan tradisional dianggap

sebagai cara pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan penyakit ini. Namun

demikian, perubahan dramatis telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan

nonbedah terhadap penatalaksanaan kandung empedu.

1) Penatalaksanaan Nonbedah

a) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet

Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada

makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat

diaduk ke dalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat

menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang

yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.

Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya

mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala

gastrointestinal ringan.

b) Farmakoterapi

Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk) telah

digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan

terutama tersusun dari kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan dengan asam

kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek samping dan dapat diberikan dengan dosis

yang lebih kecil untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah

Page 22: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi

getah empedu.

c) Pelarutan Batu Empedu

Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan

menginfuskan suatu bahan pelarut (Monooktanion atau Metal Tertier Butil Eter

(MTBE) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur

berikut ini : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam

kandung empedu; melaui selang atau drain yang dimasukan melalui saluran T-tube

untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui

endoskop ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography); atau kateter

bilier transnalas.

d) Pengangkatan Nonbedah

Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum

terangkat pada saat cholesistektomy atau yang terjepit dalam duktus koledokus.

Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat

saluran T-tube atau lewat fistule yang terbentuk pada saat insersi T-tube, jaring

digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus

koledokus.

e) Extracorporeal Shock-Wafe Lithotripsy (ESWL)

Prosedur litotripsi atau ESWL ini telah berhasil memecah batu empedu tanpa

pembedahan. Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang

(repeated shock waves) kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus

koledokus.

f) Litotripsi Intrakorporeal

Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau duktus

koledokus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa

atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada

batu. Kemudian fragmen batu atau debris dikeluarkan dengan cara irigasi dan

aspirasi.

2) Penatalaksanaan Bedah

Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan

Page 23: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan

penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif

kalau gejala yang dirasakan klien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu

prosedur darurat bilamana kondisi pasien mengharuskannya.

a) Kolesistektomi

Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, di

Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap tahunnya. Dalam

prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.

b) Minikolesistektomi

Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu

lewat insisi selebar 4 cm.

c) Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)

Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding

abdomen pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen

ditiup dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu

pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen.

d) Koledokostomi

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan

batu.

e) Bedah Kolesistostomi

Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan

operasi yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut membuat system bilier

tidak jelas.

Anatomi sistem hepatobilierHepar/ Hati

Hepar, saluran empedu dan pankreas berkembang dari cabang usus depan fetus

dalam suatu tempat yang kelak menjadi duodenum; ketiganya terkait erat dengan

fisiologi pencernaan. Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas

ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu

Page 24: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut

tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral:

a. Bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hepar dan

b. Bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu,

tangkainya menjadi duktus sistikus.

Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh yang berat rata-ratanya sekitar 1.500

gr atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hepar merupakan organ lunak yang lentur

dan tercetak oleh struktur sekitarnya. Hepar memiliki permukaaan superior yang

cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Hepar

merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati

sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Secara anatomis, organ hepar tereletak di

hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri

Hepar memiliki dua lobus utama yaitu lobus kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi

menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat

dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum

falsiformis.

Lobus-Lobus Hepar

Pada lobus hepatis dextra, terdapat  fossa sagittalis sinistra, fossa sagittalis

dextra, dan porta hepatis. Fossa sagittalis sinistra hepatis terdiri dari fossa ductus

venosi dan  fossa venae umbilicalis. Fossa sagittalis dextra terdiri dari fossa vesicae

fellea dan fossa venae cavae. Porta hepatis membentuk lobus quadratus

hepatis dan lobus caudatus hepatis.

Lobus Quadratus Hepatis memiliki batas anterior pada margo anterior hepatis,

batas dorsal pada porta hepatis, batas dextra padafossa vesicae fellea, dan batas sinistra

padavenae umbilicalis. Pada lobus quadratus hepatis ini, terdapat cekungan yang

disebutimpressio duodeni lobi quadrati.

Lobus Caudatus Hepatis (Spigeli) memiliki batas ventro-caudal pada porta

hepatis, batas dextra pada fossa venae cavae, dan batas sinistra pada fossa ductus venosi.

Page 25: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Pada lobus caudatus hepatis ini terdapat tonjolan yaituprocessus caudatus dan processus

papillaris.

Lobus Hepatis Sinistra adalah lobus hepar yang berada di sebelah kiri ligamentum

falciforme hepatis. Lobus ini lebih kecil dan pipih jika dibandingkan dengan lobus

hepatis dextra. Letaknya adalah di regio epigastrium dan sedikit pada regio

hyochondrium sinistra. Pada lobus ini, terdapat impressio gastrica,tuber

omentale, dan appendix fibrosa hepatis.

Ligamentum Hepar

Ligamenta hepatis terdiri dari:

1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak

di antara umbilicus dan diafragma.

Page 26: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.

falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.

3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian

dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum

sblh prox ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan

duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi

anterior dari Foramen Wislow.

4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-

ka :Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria

anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Vascularisasi Hepar

Sirkulasi portal

Hepatica communis

Vena portae hepatis

Vena hepatica

Arteri:

A.hepatica propia, cabang truncus coleaticus, berakhir bercabang menjadi ramus

dexter & sinistermasuk le porta hepatis

Vena:

Vena portae hepatis-bercabang 2-ramus dexter & sinisteryang masuk ke porta

hepatis

Vena hepatica (3 buah) muncul dari pars posterior hepatis bermuara ke veba

cava inferior.

Page 27: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

- Sirkulasi darah melalui hepar

A.hepatica propia (30%) darah kaya O2 ke hepar

V. portae hepatis (70%) kaya hasil metabolisme pencernaan yang direabsorbsi

kembali oleh GI tract dari A. hepatica propia & V. portae hepatis melalui

sinusoid hepar ke vena sentralis - vena hepatica dextra & sinistra meninggalkan

vena pars posterior hepar ke vena kava superior

Page 28: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Aliran Limfe

Hepar menghasilkan banyak cairan limfe, sekitar sepertiga sampai setengah

jumlah seluruh cairan limfe tubuh. Pembuluh limfe meninggalkan Hepar dan masuk

ke dalam sejumlah kelenjar limfe yang ada di dalam porta hepatis. Pembuluh aferen

berjalan ke nodi coeliaci. Beberapa pembuluh limfe berjalan dari area nuda melalui

diaphragma ke nodi lymphoidei mediastinales posteriores.

Persarafan

Saraf simpatis dan parasimpatis membentuk plexus coeliacus. Truncus

vagalis anterior mempercabangkan banyak rami hepatici yang berjalan langsung ke

hepar.

Innervasi hepar

1. Nn. Splanchnici (simpatis)

2. N. Vagus dexter et sinister (chorda anterior dan chorda posterior), dan

3. N. Phrenicus dexter (viscero-afferent)

Kandung empedu ( Gall Bladder/ Vesica Felea)

Page 29: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk pir ysng terletak

tepat di bawah lobus kanan hepar. Kandung empedu dibagi menjadi fundus, corpus

dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir

inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen

setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan

visceral Hepar dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai

duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi

kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum

mengelilingi fundus kandung empedu dengan sempurna menghubungkan corpus

dan collum dengan permukaan visceral Hepar.

Page 30: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Empedu disekresi secara terus menerus oleh hepar masuk ke saluran empedu

yang kecil dalam hepar. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran

lebih besar yan keluar dari permukaan bawah hepar sebagai duktus hepatikus kana

dan kiri, yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus

hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Duktus

koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum

bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi

oleh serabut otot sirkular yang dikenal sebagai Sfingter Oddi.

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.

Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 40-60 ml empedu. Dalam kandung

empedu, pembulluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam

anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira 5x lebih pekat

dibandingkan empedu Hepar. Secara berkala, kandung empedu mengososngkan

isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi

sfingter Oddi. Hormon kolesistokinin (CCK) dilepaskan dari sel duodenal akibat

Page 31: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

hasil pencernaan dari protein dan lipid, dan hal ini merangsang terjadinya kontraksi

kandung empedu.

Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik

dan ekstra-hepatik. Unit sekresi Hepar (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk

kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan

duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris

ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung

empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik

percabangan biliaris.

Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan,

common hepatic duct, duktus sistikus, dan common bile duct atau duktus

koledokus.

Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan

terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri

hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari

segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, common hepatic duct dan ujung

hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang

kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam Hepar dan

juga ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta.

Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang melewati celiac

plexus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts

melewari aferen simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik. 

Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi

nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi

kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.

Page 32: Analisis Masalah Dan Learning Issue Skenario B Blok 17

Daftar Pustaka

Brunner & suddart, Keperawatan Medical Bedah Vol 2. Jakarta.EGC, 2001

Gunawan.G.Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar FisiologiKedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.

Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV.Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.479 - 481

Lumbantobing S. M, Pemeriksaan fisik dan Mental, Jakarta: Fakultas kedokteran Univeritas Indonesia, 1998.

Naskah Lengkap New Horizon of Diagnosis and Treatment in Internal Medicine Temu Ilmiah Penyakit Dalam FK Unsri 2012

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit. Jakarta: EGC.

Satria, BI. 2013. Batu Empedu. Medan: Universitas Sumatera Utara