acara vii (ok)
DESCRIPTION
DKATRANSCRIPT
ACARA VII
TITRASI PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS
(PENETAPAN KESADAHAN AIR)
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
a. Standarisasi larutan Na-EDTA dengan CaCl2.
b. Menentukan kesadahan total dalam sampel air.
2. Waktu Praktikum
Kamis, 5 Desember 2013
3. Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Kompleksometri adalah jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi yang meliputi reaksi pembentuakn ion-
ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
titrasi kompleks biasa seperti diatas dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai
titrasi kelatometri yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion
pusat disebut ligan dan dalam larutan air reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan (Ibnu,
2005 : 129).
Mn+ + H2Y2-→MY(n-4)+ + 2H+ ; M = Ca2+, Mg2+, Al3+, Zn2+, Th4+
Kompleksometri adalah jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
jadi membentuk hasil berupa senyawa kompleks. Reaksi kompleks yang terbentuk
dianggap sebagai reaksi asam basa Lewis dengan ligan bertindak sebagai basa, dengan
menyumbangkan sepasang elektronnyakepada kation yang merupakan asamnya. Ikatan
atom yang terbentuk antara atom logam pusat dan ligan sering disebut kovalen. Titrasi
harus dilakukan pada pH diatas minimunm dan harus dengan campuran penahan agar pH
tidak turun selama titrasi belangsung (Yusrin, 2008).
64
Etelen diamin tetra asetat (EDTA) merupakan ligan penitrasi yang banyak dipakai
pada titrasi kompleksometri. Molekul EDTA mempunyai 6 sisi ikatan dengan ion logam,
yaitu 4 gugus karbonil dan 2 gugus amino, yang masing-masing mempunyai pasangan
elektron yang tidak berpasangan. Sehingga EDTA merupakan ligan heksadentat. EDTA
(H4Y) dapat terionisasi/terdissosiasi menjadi beberapa spesies antara lain: H3Y-, H2Y2-,
HY3- dan Y4-. Besarnya tetapan dissosiasi dari EDTA masing-masing adalah K1 =
1,02.10-2 K2 = 2,14.10-3 K3 = 6,92.10-7 dan K4 = 5,5.10-11. EDTA dapat membentuk
kompleks dengan berbagai ion logam dengan perbandingan 1: 1 (Suyanta, 2005).
Kesadahan pada air dapat berlangsung sementara (temporary) maupun menetap
(permanent). Kesadahan air yang bersifat sementara disebabkan oleh adanya
persenyawaan dari kalsium dan magnesium dengan bikarbonat, sedangkan yang bersifat
permanen terjadi bila terdapat persenyawaan dari kalsium dan magnesium dengan sulfat,
nitrat, dan klorida (Candra, 2005: 47).
Magnetisasi air sadah yang bertujuan menurunkan kesadahan air merupakan
proses fisik guna mencegah terbentuknya kerak (CaCO3) pada sistem perpipaan.
Campuran larutan Na2CO3 dan CaCl2 digunakan sebagai model air sadah sintetik guna
mengamati pengaruh medan magnet terhadap pembentukan partikel CaCO3 dalam air
sadah. Variabel proses meliputi waktu magnetisasi, kuat medan, dan konsentrasi larutan,
sementara parameter yang akan diamati adalah jumlah deposit CaCO3, jumlah presipitasi
total CaCO3, dan morfologi deposit CaCO3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
proses magnetisasi air sadah mendorong terjadinya penurunan ion Ca2+ dalam larutan
akibat adanya peningkatan proses presipitasi total CaCO3. (Saksono, 2006).
Pembentukan kerak sebagai proses presipitasi CaCO3 pada air sadahmerupakan
proses kesetimbangan yang berjalan lambat, di mana kenaikan pH akibat lepasnya CO2 di
larutan akan mendorong terjadinya presipitasi CaCO3 (persamaan (1)). Kenaikan suhu
juga akan mendorong terbentuknya CaCO3.
Ca2+ + 2HCO3 CO2(aq) + CaCO3(s) + H2O .... (1)
Saat ini pengolahan air sadah dan pencegahan pembentukan kerak umumnya
dilakukan secara kimiawi, yaitu menggunakan resin penukar ion (menekan jumlah ion Ca
pada larutan) dan penambahan inhibitor kerak. Metode secara kimiawi ini dapat
mengubah sifat kimia larutan sehingga tidak cukup aman untuk penggunaan rumah-
tangga maupun industri makanan (Manaf, 2007)
65
Penentuan kesadahan total dilakukan terhadap larutan perendaman mortar (air laut
dan akuades) menggunakan metoda kompleksometri dengan larutan standar EDTA.
Pertama dipipet 25 mL larutan uji (larutan rendaman mortar) uji secara duplo, kemudian
dimasukkan kedalam labu erlenmeyer 250 mL, encerkan dengan akuades sampai volume
100 mL. Ditambahkan 1-2 mL larutan penyangga pH 10. Tambahkan 2 tetes indikator
EBT. Dilakukan titrasi dengan larutan standar EDTA 0,02 M secara perlahan sampai
terjadi perubahan warna merah keunguan menjadi biru. Dicatat volume larutan standar
EDTA yang terpakai (Refnita, 2012)
Sebagian besar ion logam merupakan spesies yang memiliki kemampuan bereaksi
dengan pasangan elektron dari suatu spesies donor (ligan). Reaksi tersebut dikenal
sebagai reaksi kompleksasi. Spesies donor dapat berupa ion atau molekul yang mampu
membentuk ikatan kovalen dengan suatu kation atau atom logam netral dengan cara
mendonorkan sebuah pasangan elektron untuk digunakan bersama. Jumlah ikatan
kovalen yang dibentuk dikenal sebagai bilangan koordinasi. Senyawa kompleks dapat
mengandung lebih dari satu jenis ion logam pusat (kompleks) yaitu dua ion logam
(kompleks binuclear). Proses pembentukan kompleks poli inti ini terutama terjadi pada
konsentrasi ion logam yang tinggi (Widodo, 2009: 65).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Alat-Alat Praktikum
a. Gelas kimia 250 mL
b. Gelas kimia 1000 mL
c. Erlenmeyer 250 mL
d. Labu takar 500 mL
e. Corong kaca
f. Pipet gondok 1 mL
g. Pipet gondok 5 mL
h. Pipet tetes
i. Spatula
j. Gelas ukur 100 mL
k. Gelas ukur 25 mL
l. Buret 25 mL
m. Statif
66
n. Klem
o. Timbangan analitik
p. Gelas arloji
q. Rubber bulb
r. Erlenmeyer 100 mL
2. Bahan-Bahan Praktikum
a. Larutan buffer NH4Cl – NH4OH
b. Larutan HCl: H2O (1:1)
c. Kristal MgCl2.6H2O
d. Indikaton EBT (Eriochrom Black T)
e. Bubuk Na-EDTA
f. Aquades (H2O(l))
g. Bubuk kapur (CaCO3)
h. Air keran
D. SKEMA KERJA
1. Standarisasi Larutan Na-EDTA
0,4 gr CaCO3 yang telah dikeringkan dalam oven (110 °C)
Dimasukkan kedalam gelas kimia
+ aquades:HCl (1:1) hingga jernih
Diencerkan hingga 500 mL
Hasil
67
2 gram Na-EDTA
- + 0,1gram MgCl2.6H2O- dilarutkan dengan aquades
- diencerkan hingga 1000 ml
Larutan Na-EDTA (Pentiter)
50 ml larutan CaCl2
Dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL
+ 5 mL buffer NH4Cl-NH4OH
+ 1ml indikator EBT
Dititrasi dengan Na-EDTA hingga warnanya menjadi biru
Hasil
2. Penentuan Kesadahan Total Air
50 ml sampel air
Dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL
+ 5 mL buffer NH4Cl-NH4OH
+ 1 mL indikator EBT
Hasil
Dititrasi dengan EDTA dan diulang sampai 3 kali
Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel perubahan fisik yang terjadi
No. Perlakuan Hasil pengamatan
1. Standarisasi larutan Na-EDTA
Na-EDTA + MgCl2.6H2O
+ aquades dan diencerkan
hingga 500 mL
0,4 gr CaCO3 + H2O : HCl
lalu diencerkan
50 CaCl2 + 5 mL buffer
NH4Cl – NH4OH
+ 15 tetes indikator EBT
Warna awal padatan putih
Terbentuk larutan yang berwarna
putih keruh
Larutan awalnya berwarna putih dan
terdapat buih (busa), semakin + H2O :
HCl menjadi bening
Larutan tetap bening
Larutan berwarna merah anggur
(ungu)
68
Dititrasi dengan Na-EDTA Setelah dititrasi larutan tetap tidak
berubah warna, seharusnya larutan
akan berwarna biru
2. Penentuan kesadahan total air
50 mL sampel air keran +
5 mL buffer NH4Cl –
NH4OH
+ 15 tetes indikator EBT
Dititrasi dengan Na-EDTA
Diulangi hingga 3 kali
Warna larutan tetap bening
Warna larutan menjadi merah anggur
(ungu)
Larutan berwarna biru pada titik akhir
titrasi.
Diperoleh larutan berwarna biru untuk
setiap pengulangan yang dilakukan.
2. Penentuan Kesadahan Total Air
No. Perlakuan Hasil pengamatan
1.
2.
Standarisasi larutan Na-EDTA
Dititrasi dengan Na-EDTA
Penentuan kesadahan total air
Dititrasi dengan Na-EDTA
Volume titrasi = 3,7 mL
V1 = 5,2 mL
V2 = 4,9 mL
V3 = 5 mL
F. ANALISIS DATA
1. Persamaan Reaksi
a. Reaksi pembuatan CaCl2
CaCO3(s) + 2HCl(aq)→CaCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g)
b. Standarisasi larutan Na-EDTA
Ca2+ + EBT →Ca2+-EBT (merah anggur)
Ca2+-EBT + EDTA → Ca2+-EDTA + EBT (biru)
CaIn- (merah anggur) + H2Y2- → CaY2- (tak berwarna) + HIn2- (biru) + H+
Mg2+ + H2Y2- ⇌ MgY2- + 2H+
69
Ca2+ + H2Y2- ⇌CaY2- + 2H+
MgIn- + H2Y2- ⇌MgY2- + HIn2- (biru) + H+
2. perhitungan
a. Standarisasi Larutan EDTA dengan CaCl2
Diketahui : gr CaCO3 = 0,4 gr
Mr CaCO3 = 100 gr/mol
Mr CaCl2 = 111 gr/mol
V EDTA = 3.7 mL = 3,7 x 10-3 L
Ditanyakan : N EDTA = ...?
Penyelesaian:
mek CaCO3 = mek CaCl2
gr CaCO3
BE CaC O3=
gr CaCl2
BE CaC l2
grCaC O3
Mr CaC O3
2 =
grCaC l2
Mr CaC l2
2
0.4 gr100 gr /mol
2 =
gr CaC l2
111gr /mol2
gr CaCl2 = 0.4 . 55.5
50
= 0.444 gr
= 444 mg
mek EDTA = mek CaCl2 x faktor pengenceran
(N x V) EDTA = gr CaCl2
BE CaC l2
x1
10
N EDTA =
gr CaC l2
Mr CaC l2
2xV EDTA
x1
10
=
444111
2x 3,7
¿x
110
¿
70
= 0,2162 N
b. Penentuan Kesadahan Total Air
Diketahui : V EDTA1 = 5,2 mL = 5,2 x 10-3 L
V EDTA2 = 4,9 mL = 4,9 x 10-3 L
V EDTA3 = 5 mL = 5 x 10-3 L
V sampel = 50 mL = 50 x 10-3 L
Ditanyakan : gr CaCO3 =...?
Penyelesaian:
V = V 1+V 2+V 3
3
= 5,2 x 10−3+4,9 x10−3+5 x10−3
3
= 15,1 x 10−3
3
= 5,033 x 10-3 L = 5,033 mL
mgC O3
L =
V EDTA x N EDTAV sampel
= 5,033 x 0,2162
50
= 0,0217 mg/ml
G. PEMBAHASAN
Salah satu metode yang dipakai untuk penentapan kadar logam adalah
kompleksometri. Metode ini didasarkan atas pembentukan senyawa komplek antara
logam dengan zat pembentuk komplek. Sebagai zat pembentuk kompleks yang banyak
digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilen diamina tetra
asetat (dinatrium EDTA). Untuk mendapatkan titik akhir titrasi (TAT) digunakan
indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion
logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam harus lebih lemah daripada ikatan
kompleks larutan titer dan ion logam. Larutan indikator bebas mempunyai warna yang
berbeda dengan larutan kompleks indikator. Indikator yang banyak digunakan dalam
titrasi kompleksometri adalah kalkon, asam kalkon karboksilat, hitam eriokrom-T dan
jingga xilenol.
71
Reaksi pengomplekan dengan suatu ion logam melibatkan penggantian satu
molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain.
Gugus yang terikat pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah molekul
netral atau sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasikan atas dasar
banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan dapat berupa suatu sneyawa organik
seperti EDTA. Untuk memperoleh ikatan yang stabil, diperlukan ligan yang mampu
membentuk cincin 5– 6 sudut dengan logam misalnya ikatan EDTA dengan Ca. Ion
logam terkordinasi dengan pasangan elektron dari atom-atom Na-EDTA dan juga dengan
keempat gugus karboksil yang terdapat pada molekul EDTA. EDTA merupakan ligan
seksidentat yang berpotensi , mudah larut dalam air, diperoleh dalam keadaan murni.
Praktikum kali ini bertujuan untuk menstandarisasi larutan Na-EDTA dengan CaCl2
dan menentukan kesadahan total dalam sampel air. Untuk mencapai kedua tujuan
tersebut, maka dilakukan dua percobaan yaitu standarisasi larutan Na-EDTA dan
penentuan kesadahan total air.
Percobaan pertama, yaitu standarisasi larutan Na-EDTA. Standarisasi merupakan
suatu proses penstandaran suatu larutan oleh suatu larutan baku primer agar diketahui
konsentrasinya sebagia titran. Larutan baku merupakan larutan yang diketahui pasti
konsentrasinya. Sehingga suatu larutan baku haruslah memenuhi syarat seperti dapat
didapat dalam bentuk murni dan stabil. Larutan baku sekunder yang digunakan sebagai
titran adalah Na-EDTA. EDTA merupakan kepanjangan dari ethylene diamin tetra acid
(etilen diamin tetra asetat). EDTA mempunyai rumus molekul
(HO2(CH2)NCH2CH2N(CH2CO2H)), dimana senyawa ini adalah asam amino yang
mampu mengikat ion logam bervalensi dua dan tiga, seperti Mg2+,Ca2+,Mn2+,dan lain
sebagainya. Digunakan EDTA sebagai ligan pada proses titrasi kompleksometri karena
senyawa ini mudah larut dalam air, sehingga dapat digunakan sebagai larutan standar
dalam proses titrasi ini. Senyawa EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang
mantap dengan sejumlah besar ion logam, dalam larutan yang agak asam dapat terjadi
protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam. Sebelum dilakukan
titrasi selanjutnya, harus dilakukan standarisasi terlebih dahulu untuk larutan Na-EDTA
yang akan digunakan, tujuan dilakukannya standarisasi Na-EDTA untuk mengetahui
secara pasti konsentrasi atau normalitas larutan Na-EDTA yang digunakan sebagai titran
untuk penentuan kesadahan air.
72
Pada Standarisasi larutan Na-EDTA dengan penambahan MgCl2.6H2O kemudian
diencerkan. Tujuan penambahan Mg2+ dari MgCl2.6H2O untuk menangani kemungkinan
apabila sampel tidak mengandung Mg. kemudian dalam proses standarisasi larutan Na-
EDTA digunakan CaCl2 sebagai larutan baku primer adalah untuk mengetahui
konsentrasi larutan Na-EDTA. Dimana proses titrasi CaCl2 dengan Na-EDTA akan
membentuk senyawa kompleks karena adanya reaksi dari ion logam dan atom-atom
dalam EDTA (ion logam menerima pasangan elektron dari donor elektron (ligan) dalam
hal ini adalah EDTA, sehingga membentuk senyawa koordinasi atau ion kompleks).
Sebelum proses titrasi dengan larutan Na-EDTA, larutan CaCl2 dibuat dengan
melarutkan padatan CaCO3 yang telah dikeringkan dalam oven 110oC. pengeringan ini
bertujuan agar kandungan air dalam CaCO3 dapat terurai dan menguap sehingga
diperoleh CaCO3 dengan kemurnian yang tinggi sehingga dapat ditimbang dengan tepat.
Setelah itu bubuk CaCO3 ditambahkan dengan aquades : HCl (1:1) yang bertujuan untuk
mengurangi gas (gelembung-gelembung) saat pencampuran yang disebabkan oleh CO2
terlepas ke udara sehingga produk yang dihasilkan dari reaksi tersebut adalah CaCl2
yaang berwarna jernih. Proses pengenceran dilakukan untuk memperoleh volume akhir
yang lebih besar. Hasil pengenceran CaCl2 ditambahkan dengan buffer ammonium
hidroksida-ammonium klorida tidak berwarna (bening). pH buffer yang digunakan adalah
larutan buffer pH 10, tujuannya untuk memelihara agar pH tetap, karena ketika ion
hidrogen lepas pada proses titrasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan pH dalam
titrasi kompleksometr larutan, dimana sifat larutan buffer adalah tidak merubah pH
larutan jika diencerkan, dan pH larutan tidak akan berubah pula jika ditambahkan
kedalam sedikit asam atau basa. Selain itu untuk mencegah terbentuknya endapan logam
hidroksida, karena pada pH tinggi (basa) akan mengakibatkan lambatnya kerja larutan
EDTA sehingga perlu penambahan ligan kompleks agar pengendapan hidroksida bisa
dicegah sehingga penyangga (buffer) dapat bertindak sebagai zat pembentuk kompleks
tambahannya. Setelah penambahan buffer kemudian dilakukan penambahan indikator
EBT (Erichrome Black-T), dimana larutan yang awalnya berwarna bening berubah
menjadi ungu (merah anggur) yang berasal dari pengikatan Mg oleh EDTA pada larutan,
hal ini terjadi karena indikator EBT yang digunakan peka terhadap perubahan kadar
logam dan pH larutan, indikator EBT dapat memberikan kontras perubahan warna
sehingga mudah diamati. Keuntungan dari penggunaan indikator EBT adalah indikator
ini dapat menjadi indikator logam dan indikator pH. Setelah itu dilakukan titrasi dengan
73
Na-EDTA yang sebelumnya menggunakan EBT dan penyangga dengan pH 10. Setelah
CaCl2 dititrasi dengan Na-EDTA, tidak terjadi perubahan warna yang menandakan titk
akhir titrasi, dimana seharusnya larutan akan berubah menjadi warna biru. Hal ini dapat
disebabkan karena bubuk CaCO3 yang digunakan tidak dikeringkan dengan oven 110oC
sehingga CaCO3 yang diperoleh memiliki kemurnian yang rendah, sehingga saat
penimbangan diperoleh berat yang tidak tepat. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis
data diperoleh volume Na-EDTA sebesar 3,7 mL dengan normalitas Na-EDTA sebesar
0,2162 N.
Percobaan selanjutnya adalah penentuan kesadahan total dalam air. Kesadahan
didefinisikan sebagai konsentrasi pada banyaknya kation-kation logam di dalam larutan.
Pada kondisi lewat jenuh, kation-kation kesadahan dapat bereaksi dengan anion-anion di
dalam air untuk membentuk padatan terlarut. Kesadahan pada air pada dasarnya
ditentukan oleh jumlah kandungan kalsium dan magnesiumnya. Pada Percobaan ini,
diggunakan air keran sebagai sampel yang akan diuji kandungan Ca2+ dan Mg2+. Ion Ca2+
akan lebih dahulu bereaksi dan kemudian disusul dengan ion Mg2+ sehingga
menimbulkan perubahan warna dari merah anggur (ungu) ke biru. Kesadahan total yaitu
ion Ca2+ dan Mg2+ dapat ditentukan melalui titrasi EDTA sebagai titran dan
menggunakan indikator yang peka terhadap semua kation tersebut. Percobaan diulang
sebanyak tiga kali dengan sampel yang sama untuk memperoleh data yang lebih valid.
Proses percobaan dilakukan sama seperti pada percobaan sebelumnya dimana digunakan
larutan buffer dengan pH 10. Jika penggunaan larutan buffer adalah dengan pH dibawah
8 maka indikator didalam titrasi tidak akan berjalan dengan efisien. Dengan larutan buffer
pH 10, maka akan diperoleh kadar Mg dan Ca karena indikator akan berada dalam bentuk
HInd- ( Ind mewakili indikator) dan mengahsilakn kompleks berwarna biru dan
selanjutnya pada saat indikator bereaksi denagn Mg2+ akan memberikan kompleks merah
anggur. Pertama EDTA (H2Y2-) akan kompleks dengan ion kalsium membentuk satu
kompleks merah.
H2In- + Ca2+ → CaIn- + 2H+
Pada titrasi akhir, EDTA akan kompleks dengan kalsium dan indikator menjadi lepas
yaitu
EDTA + CaIn- + 2H+ → H2In- + Ca EDTA
74
Kompleks antara Ca dengan indikator teralu lemah untuk menimbulkan perubahan warna
yang benar. Tetapi magnesium membentuk kompleks yang lebih kuat dengan indikator
dibandingkan kalsium sehingga diperoleh titik akhir yang benar. Perubahan EBT :
Mg2+ + HIn2+ → MgIn- + H+ ( merah)
MgIn- + H2Y2- → MgY2 + HIn- (biru)
+ H+
Pada penambahan larutan buffer yang akan bereaksi dengan larutan logam dimana anion
buffer ammonia akan membentuk ion kompleks dengan logam itu. Pada penambahan
buffer jangan terlalu banyak karena akan menimbulkan kekeliruan pada titrasi yang
hasilnya akan memperumit titik akhir titrasi disebabkan dari efek konsentrasi ammonia.
Indikator EBT peka terhadap kadar logam dan pH larutan. Reaksi dengan indikator EBT
dapat membentuk ikatan kovalen parsial dengan ligand yang diakibatkan oleh adanya
interaksi ion logam pusat dengan ligand yang melibatkan pembagian pasangan elektron
bebas ion logam pada tiap molekul ligand. Bila suatu larutan Na-EDTA ditambahkan
dengan larutan yang mengandung ion-ion logam terbentuklah kompleks-kompleks
disertai pembebasan dua ekuivalen ion hdrogen. Pada pH 10 larutan akan berwarna biru
ketika molekul EDTA ekuivalen dengan jumlah ion logam dalam sampel larutan dan
molekul indikator terlepas dari ion logam. Titrasi harus dilakukan kurang dari 5 menit
untuk mengurangi kemungkinan terjadi endapan. Suhu titrasi paling baik pada suhu
kamar karena pada suhu rendah perubahan warna agak lambat dan pada suhu tinggi akan
terjadi kerusakan indiaktor.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis data didapatkan kadar CaCO3 per
liternya adalah 0,0217 mg/ml dengan volume sampel rata-rata untuk ketiga sampel
tersebut adalah 5,033 x 10-3 L. Hal ini menunjukkan bahwa air tersebut tidak layak
konsumsi. Standar persyaratan konsentrasi Ca yang ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan RI sebesar 75-200 mg/L. Hal ini bertujuan untuk menghindari efek yang tidak
diinginkan akibat dari terlalu rendah atau terlalu tingginya kadar Ca.
H.KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1.Standarisasi larutan Na-EDTA dengan CaCl2 bertujuan untuk mengetahui secara pasti
konsentrasi atau normalitas Na-EDTA (titran), dimana pada percobaan ini diperoleh
konsentrasi Na-EDTA sebesar 0,2162 N.
75
2.Penentuan kesadahan total air dapat dilakukan dengan titrasi kompleksometri
menggunakan larutan Na-EDTA yang telah distandarisasi. Pada percobaan ini
diperoleh kesadahan total air dalam sampel air kran sebesar 0,0217 mg/L.
DAFTAR PUSTAKA
Candra, Budiman. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ibnu, M.Sodiq. 2005.Kimia Analitik I. Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Manaf. 2007. Efek Medan Magnet pada Penurunan Kesadahan dan Pencegahan
Pembentukan Kerak CaCO3. Depok. Universitas Indonesia.
Refnita. 2012. Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) terhadap Kuat Tekan Mortar
Semen Tipe PCC serta Analisis Air Laut yang digunakan untuk Perendaman. Padang.
Universitas Andalas.
Saksono. 206. Pengaruh Medan Magnet terhadap Proses Presipitasi CaCO3 dalam Air
Sadah. Depok. Universitas Indonesia.
Suyanta. 2005. Penggunaan Esi La Untuk Penentuan Ion Lantanum. Yogyakarta: UNY.
Widodo. 2009. Buku Ajar Analisis Kuantitatif. Semarang: Universitas Diponegoro.
Yusrin. 2008. Penggunaan Metode Kompleksometri pada Penetapan
Kadar Seng Sulfat dalam Campuran Seng Sulfatdengan Vitamin C. Semarang :
Universitas Muhammadiyah Semarang.
76
77