3. bab i,ii,iii fix

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi merupakan suatu proses invasi dan multiplikasi mikro-organisme dalam jaringan tubuh. Infeksi menyebabkan cedera selular lokal melalui toksin, metabolisme yang kompetitif, replikasi intraseluler, dan respon antigen – antibodi. Penularan infeksi membutuhkan agen infeksi, media untuk penularan dan host yang akan diinfeksi. Kasus meninggal karena penyakit infeksi saat ini semakin meningkat, terutama di negara berkembang. Infeksi yang paling sering menyebabkan kematian diantaranya infeksi tuberkulosis, infeksi Staphylococcus group A, gastroenteritis, Creutzfield Jakob Disease, hepatitis B, hepatitis C, infeksi HIV, meningitis, dan septikemia. 1 Setiap kematian memerlukan perawatan, termasuk jenazah dengan penyakit menular. Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, meliputi persiapan mayat untuk diperlihatkan kepada keluarga, transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang barang milik pasien. Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien. Perawatan jenazah yang menderita penyakit menular dilaksanakan dengan menerapkan kewaspadaan universal agar penanganan jenazah tidak menambah resiko penularan penyakit infeksi. 2 1

Upload: agandafajrum

Post on 25-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

forensik

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi merupakan suatu proses invasi dan multiplikasi mikro-organisme dalam

jaringan tubuh. Infeksi menyebabkan cedera selular lokal melalui toksin, metabolisme

yang kompetitif, replikasi intraseluler, dan respon antigen – antibodi. Penularan infeksi

membutuhkan agen infeksi, media untuk penularan dan host yang akan diinfeksi.

Kasus meninggal karena penyakit infeksi saat ini semakin meningkat, terutama

di negara berkembang. Infeksi yang paling sering menyebabkan kematian diantaranya

infeksi tuberkulosis, infeksi Staphylococcus group A, gastroenteritis, Creutzfield Jakob

Disease, hepatitis B, hepatitis C, infeksi HIV, meningitis, dan septikemia.1

Setiap kematian memerlukan perawatan, termasuk jenazah dengan penyakit

menular. Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, meliputi

persiapan mayat untuk diperlihatkan kepada keluarga, transportasi ke kamar jenazah

dan melakukan disposisi (penyerahan) barang barang milik pasien. Perawatan jenazah

dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien. Perawatan jenazah yang menderita

penyakit menular dilaksanakan dengan menerapkan kewaspadaan universal agar

penanganan jenazah tidak menambah resiko penularan penyakit infeksi.2

Penyakit menular masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di dunia,

seperti hepatitis. Lebih dari 2 miliar penduduk dunia terinfeksi virus hepatitis B dan

lebih dari 350 juta jiwa diantaranya mengidap hepatitis kronis. Sementara itu penderita

hepatitis C di seluruh dunia mencapai 130 juta hingga 170 juta jiwa dengan angka

kematian 350 ribu orang per tahun. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang

yang masih memiliki masalah penyakit menular. Pada tahun 2011 tercatat beberapa

wabah penyakit, seperti hepatitis, flu burung, dan SARS. Saat ini jumlah penderita

hepatitis masih sangat tinggi, terutama hepatitis B dan C. Di Indonesia, jumlah

penderita hepatitis B dan C mencapai 30 juta jiwa. Hepatitis merupakan penyakit yang

banyak merenggut nyawa penduduk indonesia di usia produktif. Di pedesaan hepatitis

menjadi penyebab kematian nomor satu bagi penduduk usia 15 – 44 tahun, sedangkan

diperkotaan menjadi penyebab kematian ketiga. Demikian pula dengan angka kejadian

flu burung di Indonesia. Menurut WHO ( sejak tahun 2003 hingga 2008 ) jumlah kasus

1

flu burung pada manusia di Indonesia sebanyak 133 kasus, dan 108 diantaranya

meninggal.

Salah satu penyakit menular lainnya yang saat ini menjadi perhatian di Indonesia

adalah HIV-AIDS, karena angka kejadian yang meningkat dengan sangat cepat. Virus

HIV masih tetap aktif selama kurang lebih empat jam di dalam tubuh penderita yang

telah meninggal sehingga tetap berpotensi menular pada orang di sekelilingnya.

Penularan dapat terjadi melalui cairan-cairan yang keluar dari dalam tubuh jenazah.

Sehubungan dengan hal tersebut kepada orang-orang yang merawat jenazah dengan

HIV-AIDS harus tetap waspada guna menghindari penularan. 2

Tingginya angka kejadian penyakit menular di Indonesia memerlukan perhatian

khusus dari semua pihak untuk mencegah semakin luasnya penularan penyakit tersebut.

Para petugas kesehatan seperti dokter dan paramedis sebagai pihak yang sering

berhubungan lansung dengan pasien tersebut sangat rentan untuk tertular, demikian pula

dengan perawatan jenazah pasien dengan penyakit menular, juga memerlukan suatu

penanganan khusus yang sesuai sehingga resiko penularan terhadap petugas kesehatan,

petugas jenazah serta keluarga dapat diminimalisir.

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui

mengenai Tata Cara Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Jenazah Pada Jenazah dengan

Penyakit Menular di Indonesia.

1.3. Manfaat Penulisan

Referat ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang Tata

Cara Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Jenazah Pada Jenazah dengan Penyakit Menular

di Indonesia

1.4. Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada

berbagai literatur.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mekanisme Infeksi 3

Infeksi merupakan proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi

didalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi disebabkan oleh pertumbuhan

organisme patogenik dalam tubuh. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Mikroorganisme yang bisa menimbulkan

penyakit disebut pathogen (agen infeksi). Penyakit timbul jika pathogen berkembang

biak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Jika penyakit bisa ditularkan

dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular. Tipe

mikroorganisme penyebab infeksi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

1. Bakteri

Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies bakteri

dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat hidup didalamnya.

Bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah, makanan, cairan dan jaringan tubuh

dan benda mati lainnya. Bakteri pathogen memiliki kemampuan untuk menularkan,

melekat pada sel inang, menginvasi sel inang dan jaringan, mampu untuk meracuni,

dan mampu untuk menghindar dari sistem kekebalan inang.

2. Virus

Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid) sehingga perlu sel hidup untuk

bereproduksi. Untuk menyebabkan penyakit, virus harus memasuki inang, berkontak

dengan sel yang rentan, bereplikasi, dan menyebabkan kerusakan sel.

3. Fungi/ Jamur

Berbagai jamur umumnya menyerang kulit, hidup di lapisan keratin bagian

atas dan menyebar ke luar pada cincin dermatitis eritematosa bersisik yang sering

disebut ringworm. 

4. Parasit

Parasit hidup dalam organisme hidup lain. Kelompok parasit diantaranya protozoa,

cacing dan arthropoda.

3

Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antara berbagai faktor

yang mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, cara penularan, port d’entry, host/

pejamu yang rentan, dan port of exit. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi

tergantung pada: jumlah mikro-organisme, virulensi (kemampuan menyebabkan

penyakit), kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan

dari host/penjamu.

Reservoar (sumber mikroorganisme) merupakan tempat dimana mikroorganisme

patogen dapat hidup, baik berkembang biak atau tidak. Reservoir yang bisa berperan

adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan benda lain. Kebanyakan reservoir

adalah tubuh manusia, misalnya di kulit, mukosa, cairan maupun drainase. Adanya

microorganisme patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit pada hostnya.

Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam reservoar jika karakteristik

reservoarnya cocok dengan kuman. Karakteristik tersebut yaitu oksigen, air, suhu, pH,

dan pencahayaan.

Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit

merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit

atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi tempat masuk kuman. Faktor-faktor yang

menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk ke dalam

tubuh. Infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius. Kerentanan

bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Beberapa faktor

yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress

(fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit

penyerta.

Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus keluar (port of exit) untuk

dapat masuk ke dalam sel host sehingga menyebabkan infeksi. Jika reservoarnya

manusia, kuman dapat keluar melalui saluran pernapasan, pencernaan, perkemihan,

genitalia, kulit dan membrane mukosa yang rusak serta darah. Kuman dapat menular

atau berpindah ke orang lain dengan berbagai cara seperti kontak langsung dengan

penderita melalui oral, fekal, kulit atau darahnya; kontak tidak langsung melalui jarum

atau balutan bekas luka penderita; peralatan yang terkontaminasi; makanan yang tidak

diolah dengan baik; dan melalui vektor nyamuk atau lalat.

4

2.2. Klasifikasi Jenazah Berdasarkan Penularan dan Resiko Infeksi 4,5

Kategori mayat berdasarkan penularan dan resiko infeksi pada berbagai penyakit

dibagi menjadi 3 bagian yaitu: 4

1. Kategori label biru yaitu semua mayat yang meninggal karena selain dari penyakit

infeksi dari kategori 2 dan 3.

2. Kategori label kuning yaitu untuk mayat dengan penyakit – penyakit sebagai

berikut:

- Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

- Hepatitis C

- Creutzfeldt-Jacob Disease (CJD) tanpa nekropsi

- Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)

- Flu burung

- Middle East Respiratory Syndrome (MERS)

- Infeksi lainnya yang dikategorikan label kuning oleh dokter, petugas

pengontrolan infeksi dan ahli mikrobiologi

3. Kategori label merah yaitu untuk mayat dengan penyakit – penyakit sebagai

berikut:

- Antraks

- Plague

- Rabies

- Viral haemorrhagic fevers

- Creutzfeldt-Jacob disease (CJD) dengan nekropsi

- Infeksi lainnya yang dikategorikan label merah oleh dokter, petugas

pengontrolan infeksi dan ahli mikrobiologi

2.3 Penatalaksanaan Mayat Penyakit Menular 5,6

2.3.1 Penatalaksanaan Mayat Penyakit Menular di Bangsal Untuk Kategori 1

a. Vaksinasi hepatitis B dianjurkan untuk semua staf yang berkemungkinan

bersentuhan dengan mayat.

b. Label untuk kategori klasifikasi mayat harus melekat pada mayat, kantong

mayat dan lembaran mayat.

5

c. Hindari kontak langsung dengan mayat, darah atau cairan tubuh mayat. Petugas

yang menangani mayat harus memakai pakaian pelindung yang terdiri dari baju,

apron, masker, topi dan sarung tangan yang tidak tembus serta memakai

kacamata jika diperlukan.

d. Luka drainase dan tusukan jarum lubang mayat harus didesinfeksi dengan

hipoklorit 10.000 ppm dan ditutupi dengan bahan kedap air.

e. Hati-hati ketika melakukan tindakan invasif.

f. Peralatan medis tajam harus dibuang ke dalam wadah tahan tusukan.

g. Semua lubang tubuh dipasangkan penyeka yang direndam dalam hipoklorit

10.000 ppm.

h. Tubuh harus dibersihkan dan dikeringkan.

i. Setelah mengidentifikasi dan label identitas melekat pada tubuh dan kantong

mayat, tubuh harus dibungkus dengan kain mayat sebelum ditempatkan di troli

mayat dan dibawa ke kamar mayat.

j. Setelah melepas alat pelindung diri, tangan harus dicuci secara menyeluruh.

2.3.2 Penatalaksanaan Mayat Penyakit Menular di Bangsal Untuk Kategori 2

dan 3:

a. Identifikasi tubuh dan tempelkan label pada tubuh mayat. Tubuh harus

ditempatkan dalam kantong plastik bening kuat, kantong plastik bening tebalnya

tidak kurang dari 150 mm berritsleting atau ditutup rapat.

b. Jika bagian luar kantong plastik kotor, bersihkan dengan hipoklorit 10000 ppm.

c. Setelah kantong mayat diberi label kategori 2 atau kategori 3, tubuh mayat

dibungkus lagi dalam kantong plastik kuat sebelum ditempatkan di troli mayat

dan dibawa ke kamar mayat dan lampirkan lembar mayat.

d. Peralatan sekali pakai harus dibuang ke dalam kantong plastik merah kuat lalu

diikat dan dibuang.

e. Untuk kasus kategori 2, linen yang digunakan atau pakaian pelindung harus

dibungkus dalam kantong plastik dan harus diberi label dengan bahaya infeksi

dan dikirim untuk desinfeksi termal.

f. Untuk kasus kategori 3, linen yang digunakan atau pakaian pelindung harus

dibungkus dalam kantong plastik merah dan dikirim untuk dibuang.

g. Peralatan harus diautoklaf atau didekontaminasi dengan disinfektan sesuai

6

dengan kebijakan yang ditetapkan desinfeksi.

h. Semua permukaan yang mungkin terkontaminasi harus didesinfeksi dengan

hipoklorit 10.000 ppm atau printol 1%.

i. Setelah melepas pakaian pelindung dan sarung tangan, tangan harus dicuci

secara menyeluruh.

2.3.3 Penatalaksanaan Mayat Penyakit Menular di Kamar Mayat Untuk

Kategori 1

a. Vaksinasi hepatitis B dianjurkan untuk staf yang kemungkinan bersentuhan

dengan mayat.

b. Semua staf harus dilatih dalam menangani mayat dengan penyakit Infeksi dan

tetapkan standar tinggi kebersihan pribadi.

c. Kamar mayat harus selalu bersih dan berventilasi baik. Pencahayaan harus

memadai. Permukaan dan instrumen harus terbuat dari bahan yang dapat dengan

mudah didesinfeksi.

d. Hindari kontak langsung dengan tubuh, darah atau cairan tubuh mayat. Staf yang

menangani mayat harus memakai alat pelindung diri. lindungi luka dan lecet

agar tidak berkontak dengan cairan tubuh mayat.

e. Semua mayat harus berlabel kategori 1.

f. Setiap benda yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh mayat harus

segera ditempatkan dalam kantong plastik sekali pakai.

g. Mayat harus disimpan di ruang dingin dan dipertahankan pada suhu kira-kira

4° C. Tempat penyimpanan harus mudah diakses oleh petugas kebersihan dan

perawat.

h. Ahli patologi dan staf pendukung lainnya harus melakukan tindakan pencegahan

universal saat otopsi.

i. Hindari cedera benda tajam.

j. Linen, permukaan lingkungan, instrumen dan troli harus didekontaminasi sesuai

dengan kebijakan yang ditetapkan.

k. Sarung tangan, apron dan bahan limbah lainnya harus dibuang dalam kantong

plastik merah untuk dibuang.

l. Setelah melepas pakaian pelindung dan sarung tangan, tangan harus dicuci

secara menyeluruh.

7

2.3.4 Penatalaksanaan Mayat Penyakit Menular di Kamar Mayat Untuk

Kategori 2 dan 3

a. Otopsi umumnya tidak dilakukan. Namun, jika otopsi yang akan dilakukan

karena alasan khusus, praktek-praktek berikut harus diadopsi, yaitu :

- Harus dilakukan oleh ahli patologi terlatih menggunakan prosedur minimal

risiko infeksi.

- Jumlah orang diperbolehkan di ruang otopsi harus dibatasi bagi mereka yang

terlibat langsung dalam operasi.

- Setelah selesai pemeriksaan, desinfeksi lokal kulit dengan hipoklorit 10.000

ppm, tubuh mayat harus ditempatkan dalam kantong plastik kuat dengan

tebal tidak kurang dari 150 mm.

- Cantumkan lembar peringatan yang menunjukkan kat. 2 atau 3 pada bagian

luar kantong mayat.

- Bagian luar kantong plastik harus dibersihkan dengan hipoklorit 10.000

ppm.

b. Petugas kamar mayat harus memberitahu petugas rumah duka dan semua orang

yang terlibat dalam penanganan mayat yang tentang potensi risiko infeksi dan

kategorisasi mayat.

2.3.5 Penatalaksanaan Mayat Penyakit Menular di Pemakaman

2.3.5.1 Penatalaksanaan Mayat Penyakit Menular di Pemakaman Untuk Semua

Kategori Mayat

a. Vaksinasi hepatitis B dianjurkan untuk semua petugas yang kemungkinan

bersentuhan dengan mayat.

b. Ketika menangani mayat, petugas dilarang merokok, makan atau minum dan

hindari kontak mulut, mata atau hidung dengan tangan petugas.

c. Pastikan bahwa setiap luka atau lecet tidak berkontak dengan cairan tubuh

mayat.

d. Pastikan bahwa pasokan sarung tangan sekali pakai, pakaian pelindung dan

desinfektan seperti hipoklorit sudah tersedia.

e. Hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh mayat.

f. Orang menangani mayat harus memakai sarung tangan sekali pakai dan pakaian

8

pelindung. Setelah digunakan, sarung tangan dan pakaian harus direndam dalam

hipoklorit 10.000 ppm selama 30 menit sebelum dilepaskan.

g. Tangan harus dicuci setelah melepas sarung tangan dan pakaian pelindung.

h. Setiap tumpahan darah atau cairan tubuh mayat harus dibersihkan dengan

hipoklorid 10000 ppm.

i. Pakaian pelindung atau seragam harus dipisahkan dari pakaian luar.

2.3.5.2 Penatalaksanaan Mayat Penyakit Menular di Pemakaman Untuk Kategori 2

Selain tindakan pencegahan untuk semua mayat diatas, tindakan pencegahan

tambahan berikut juga harus diperhatikan:

a. Penanganan seminimal mungkin terhadap tubuh mayat.

b. Pembalseman tidak boleh dilakukan.

c. Melihat wajah mayat tanpa kontak fisik diperbolehkan.

2.3.5.3 Penatalaksanaan Mayat Penyakit Menular di Pemakaman Untuk Kategori 3

Selain tindakan pencegahan untuk semua mayat diatas, tindakan pencegahan

tambahan berikut juga harus diperhatikan:

a. Mayat tidak dikeluarkan dari kantong plastik.

b. Tidak diperbolehkan membuka kantong plastik mayat.

c. Persiapan Higienis tidak dilakukan.

d. Pembalseman tidak boleh dilakukan.

e. Dilarang melihat wajah mayat.

2.3.6 Penatalaksanaan Mayat Penyakit Menular oleh Keluarga Mayat

Penatalaksanaan mayat penyakit menular oleh keluarga mayat untuk mayat

dengan kategori 1, kontak atau penanganan tubuh mayat harus seminimal mungkin.

Ketika ada kebutuhan untuk melakukannya, kewaspadaan universal yang

direkomendasikan adalah sebagai berikut:

a. Ketika menangani mayat, dilarang merokok, makan atau minum dan hindari kontak

mulut, mata atau hidung dengan tangan.

b. Hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh dari mayat.

c. Pastikan bahwa setiap luka atau lecet ditutupi dengan perban tahan air atau dressing.

d. Kenakan sarung tangan sekali pakai dan pakaian pelindung/ seragam saat

penanganan mayat.

e. Tangan harus dicuci setelah melepas sarung tangan dan pakaian pelindung.

9

Penatalaksanaan mayat penyakit menular oleh keluarga Mayat untuk mayat

dengan kategori 2, kontak atau penanganan tubuh mayat harus seminimal mungkin.

Ketika ada kebutuhan untuk melakukannya, kewaspadaan universal yang

direkomendasikan sebagai berikut:

a. Ketika menangani mayat, dilarang merokok, makan atau minum dan hindari kontak

mulut, mata atau hidung dengan tangan.

b. Hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh dari mayat.

c. Pastikan bahwa setiap luka atau lecet ditutupi dengan perban tahan air atau dressing.

d. Kenakan sarung tangan sekali pakai dan pakaian pelindung/ seragam saat

penanganan mayat.

e. Tangan harus dicuci setelah melepas sarung tangan dan pakaian pelindung.

f. Pembalseman tidak boleh dilakukan

g. Melihat wajah tanpa kontak fisik diperbolehkan.

h. Kerabat yang khawatir karena telah terkena infeksi harus menghubungi dokter untuk

konseling.

i. Kremasi direkomendasikan untuk tubuh almarhum.

Penatalaksanaan mayat penyakit menular oleh keluarga mayat untuk mayat

dengan kategori 3, kontak atau penanganan tubuh mayat harus seminimal mungkin.

Ketika ada kebutuhan untuk melakukannya, kewaspadaan universal yang

direkomendasikan sebagai berikut:

a. Ketika menangani mayat, dilarang merokok, makan atau minum dan hindari kontak

mulut, mata atau hidung dengan tangan.

b. Hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh dari mayat.

c. Pastikan bahwa setiap luka atau lecet ditutupi dengan perban tahan air atau dressing.

d. Kenakan sarung tangan sekali pakai dan pakaian pelindung atau seragam saat

penanganan mayat.

e. Tangan harus dicuci setelah melepas sarung tangan dan pakaian pelindung.

f. Tubuh tidak dikeluarkan dari kantong mayat.

g. Dilarang melakukan pembalseman.

h. Dilarang melihat wajah mayat.

i. Kerabat yang khawatir karena telah terkena infeksi harus menghubungi dokter untuk

konseling.

10

j. Kremasi direkomendasikan untuk tubuh almarhum

2.3.7 Tindakan yang dilakukan bila terpapar dengan darah atau cairan tubuh

mayat:

a. Bila kulit atau mukosa yang tidak utuh terpapar dengan darah atau cairan tubuh

mayat, daerah yang terluka atau terkena harus dicuci dengan air dalam jumlah yang

banyak dan lakukan penekanan pada luka hingga berdarah.

b. Semua insiden paparan dengan darah atau cairan tubuh mayat, baik pada membran

mukosa atau parenteral, harus dilaporkan kepada atasan. Orang yang terluka harus

segera mencari pertolongan medis untuk perawatan luka yang tepat dan pengelolaan

pasca-paparan.

2.4. Langkah-Langkah Pencegahan untuk Penanganan dan Pembuangan

Mayat 4,5

Tabel 2.1. langkah-langkah pencegahan untuk penanganan dan pembuangan mayat:

Kategori Bahaya

Infeksi BaggingPenempatan di Rumah Duka

PembalsemanPersiapan

Higienisasi di Rumah Duka

Cat. 1Other than those specified in Cat 2 & Cat 3 below

Tidak Perlu

Dibolehkan Dibolehkan Dibolehkan

Cat. 2*

Human immuno- deficiency virus infection

Harus DibolehkanTidak

DibolehkanTidak Dianjurkan

Hepatitis C Harus DibolehkanTidak

DibolehkanTidak Dianjurkan

Severe Acute RespirtorySyndrome

Harus DibolehkanTidak

DibolehkanTidak Dianjurkan

Creutzfeldt-Jacob disease without necropsy

Harus DibolehkanTidak

DibolehkanTidak Dianjurkan

Cat. 3*

Anthrax HarusTidak

DibolehkanTidak Dibolehkan

Tidak Dibolehkan

Plague HarusTidak

DibolehkanTidak Dibolehkan

Tidak Dibolehkan

Rabies HarusTidak

DibolehkanTidak DibolehkanTidak Dibolehkan

Viral haemorrhagic fevers HarusTidak

DibolehkanTidak Dibolehkan

Tidak Dibolehkan

Creutzfeldt-Jacob disease with necropsy

HarusTidak

DibolehkanTidak Dibolehkan

Tidak Dibolehkan

* Termasuk penyakit menular lainnya seperti yang disarankan oleh dokter, petugas pengendalian infeksi atau ahli mikrobiologiBagging : menempatkan tubuh dalam kantong plastik mayat untuk penyimpanan dan transportasi.Pembalseman : menyuntikkan pengawet ke dalam tubuh untuk memperlambat proses pembusukan.

11

2.5. Desinfeksi dan Desinfektan

Desinfeksi merupakan tindakan penghancuran mikro-organisme. Proses

desinfeksi tidak selalu membunuh semua mikro-organisme, namun dapat mengurangi

jumlah mikroorganisme sampai pada tingkat yang dianggap tidak berbahaya bagi

kesehatan. Sterilisasi merupakan proses yang membuat peralatan bebas dari segala

mikroorganisme hidup. Penggunaan utama disinfektan adalah untuk memastikan bahwa

wilayah kerja dan peralatan yang didekontaminasi aman untuk dipakai. Hal ini sangat

penting sebagai alat pelindung diri.5

Jenis utama disinfektan yang paling mungkin untuk digunakan adalah fenolat

larut, hipoklorit berbasis klorin, senyawa amonium kuaterner (Quats) dan amina tersier

halogen.5

1. Fenolat

- Spektrum luas (disinfektan pilihan terhadap bakteri yang menyebabkan

tuberkulosis)

- Aktivitas terbatas terhadap berbagai jenis virus

- Tidak ada aktivitas terhadap spora bakteri

- Semua produk mengandung sabun atau deterjen yang kompatibel sehingga

desinfeksi dan pembersihan dapat dilakukan pada waktu yang sama

- Stabil dalam bentuk murni dan kurang aktif oleh bahan organik daripada

desinfektan lainnya.

2. Hipoklorit dan agen klorin-releasing lainnya

- Spektrum luas (disinfektan pilihan untuk virus melalui darah)

- Aktivitas terbatas terhadap spora bakteri dan bakteri yang menyebabkan

tuberkulosis

- Aplikasi luas, tetapi dapat menimbulkan korosi logam sehingga harus dipilih

dengan hati-hati

- Mudah dilemahkan oleh bahan organik, dan stabilitas dalam larutan dipengaruhi

oleh suhu dan konsentrasi sehingga larutan perlu diganti setiap hari

- Disinfektan klorin-releasing lainnya juga tersedia dalam bentuk tablet atau

butiran. Butiran sangat berguna untuk mengatasi bercak darah yang diketahui

atau diduga terinfeksi virus

- Tidak boleh dicampur dengan asam klorin kuat karena dapat menghasilkan gas

12

- Senyawa surfaktan

- Efektif terhadap sebagian besar bakteri

- Tidak bereaksi terhadap spora, virus dan bakteri yang menyebabkan tuberkulosis

- Aktif pada pH rendah dan bahan organik

- Efek bakterisida ditingkatkan oleh alkohol

Sodium Hipoklorit adalah salah satu desinfektan yang efektif dan relatif murah.

Selama ini sodium hipoklorit dikenal sebagai bahan pemutih, selain itu sodium

hipoklorit aman digunakan dan bersifat bakterisid. Penggunaan desinfektan sodium

hipoklorit dengan cara melakukan perendaman peralatan selama 10 menit. Sodium

hipoklorit termasuk golongan halogenated yang oxygenating. Larutan ini tergolong

desinfektan derajat tinggi karena sangat aktif pada semua bakteri, virus, jamur, parasit,

dan beberapa spora. Sodium hipoklorit bekerja cepat, dan sangat efektif melawan HBV

dan HIV. 7

3. Amina tersier terhalogenasi

- Spektrum luas

- Mudah terurai

- Memiliki sifat seperti deterjen

Ada beberapa disinfektan lain yang tersedia termasuk alkohol, peroksidase

(misalnya Virkon) dan antiseptik yang mengandung chlorhexidine. Disinfektan berbasis

glutaraldehid tidak boleh digunakan karena ini sensitif terhadap pernapasan. Ada

beberapa alternatif lain yang lebih aman tersedia. Penggunaan disinfektan perlu diawasi

dengan cara:

- Memakai sarung tangan yang sesuai ketika menangani desinfektan

- Menggunakan kacamata keselamatan yang sesuai, kacamata atau pelindung wajah

penuh dan celemek plastik sekali pakai untuk melindungi dari percikan saat

menangani larutan stok terkonsentrasi disinfektan

- Bekerja di daerah dengan ventilasi yang memadai ketika mempersiapkan solusi

kerja disinfektan dari bentuk terkonsentrasi

13

- Menerima instruksi dan pelatihan yang sesuai pada penggunaan yang aman

disinfektan tersebut.

2.6. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh

pekerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh dari kemungkinan adanya

pemaparan bahaya lingkungan kerja, kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.8

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian APD adalah sebagai berikut:9

1. Pengujian mutu

APD harus memenuhi standar yang telah ditentukan untuk menjamin bahwa APD

akan memberikan perlindungan sesuai dengan harapan. Semua APD harus teruji

terlebih dahulu mutunya sebelum dipasarkan.

2. Pemeliharaan APD

APD yang akan digunakan harus benar-benar sesuai dengan kondisi tempat kerja,

bahaya kerja dan tenaga kerja sendiri agar dapat memberikan perlindungan

maksimal untuk tenaga kerja.

3. Ukuran yang tepat

Ukuran APD yang tidak tepat akan menimbulkan gangguan pada pemakaiannya.

4. Pemakaian yang benar

Walaupun APD disediakan oleh perusahaan, alat-alat tersebut tidak akan

memberikan manfaat yang maksimal bila cara memakainya tidak benar.

Kriteria pemilihan APD yang tepat adalah sebagai berikut:

- Harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada pekerja atas potensi bahaya

yang dihadapi ditempat kerja.

- Mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak menjadi beban

tambahan bagi pemakainya.

- Bentuknya cukup menarik, sehingga tenaga kerja tidak malu memakainya.

- Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis bahayanya

maupun kenyamanan dan pemakaiannya.

- Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.

14

- Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernafasan serta gangguan

kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama.

- Tidak mengurangi persepsi sensoris dalam menerima tanda-tanda peringatan.

- Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia dipasaran.

- Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.

- Harus sesuai dengan standar yang ditetapkan dan sebagainya.

2.6.1. Alat Pelindung Diri untuk Perawatan Jenazah

Hal-hal yang harus diperhatikan ketika menangani mayat, adalah:5

a) Hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh dari mayat

b) Penggunaan APD

- Kategori 1: Sarung tangan, plastik anti air, masker, dan goggles atau pelindung

wajah untuk melindungi mata jika mungkin ada percikan.

- Kategori 2: Sarung tangan, apron yang dipakai melapisi plastik anti air, masker,

dan goggles.

- Kategori 3: Sarung tangan, apron yang dipakai melapisi plastik anti air, masker,

goggles, sarung tangan ganda, sepatu/ boots.

c) Pastikan luka-luka ditutupi dengan perban tahan air atau dressing.

d) Hindari kontak mata, mulut, hidung, dengan tangan, yaitu dengan tidak merokok,

minum dan makan.

e) Jaga kebersihan pribadi. Kebersihan tangan dijaga dengan mencuci tangan

menggunakan sabun cair dan air atau antiseptik berbasis alkohol.

f) Hindari cedera benda tajam, baik pada saat pemeriksaan mayat ataupun pada saat

pembuangan limbah dan dekontaminasi.

g) Lepaskan alat pelindung diri setelah penanganan mayat. Kemudian cuci tangan

dengan sabun cair dan air segera.

15

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

1. Infeksi merupakan suatu proses invasi dan multiplikasi mikro-organisme dalam

jaringan tubuh.

2. Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, meliputi persiapan

mayat untuk diperlihatkan kepada keluarga, transportasi ke kamar jenazah dan

melakukan disposisi (penyerahan) barang barang milik pasien.

3. Penatalaksanaan Jenazah pada Jenazah dengan Penyakit Menular dibagi

berdasarkan 3 kategori, yaitu kategori 1, 2, dan 3. Penatalaksaan di bangsal, di

kamar jenazah, di keluarga mayat, dan di pemakaman berdasarkan masing-

masing kategori.

4. Alat pelindung diri diperlukan untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh

dari kemungkinan adanya paparan bahaya yang mengakibatkan timbulnya

penyakit dari jenazah dengan penyakit menular.

3.2. Saran

Petugas di pemulasaran jenazah harus menjalankan prosedur pencegahan

universal, yaitu dengan memakai alat pelindung diri saat melakukan perawatan terhadap

jenazah, seperti sarung tangan, goggles, gaun pelindung, apron dan pelindung kaki

seperti sepatu/ boots. Alat – alat yang telah dipakai untuk perawatan jenazah harus

direndam dalam larutan klorin dengan perbandingan 1:10 selama 10 menit. Setelah

merawat jenazah pasien dengan penyakit menular, petugas wajib mencuci tangan

dengan sabun sebelum dan setelah membuka sarung tangan.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan, Oliver. Infectious disease risks from dead bodies following natural

disasters. Spain : Rev Panam Salud publica ; 2004

2. Komisi Penanggulangan AIDS. Tata Cara Pemulasaran Jenazah Orang dengan HIV

dan AIDS. Jawa Tengah : Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah;

2012.

3. Baratawidjaja, Karmen G. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

4. World health Organization. Communicable diseases following natural disasters.

Switzerland : NTD Information Resource Centre ; 2006.

5. Department of Health. Hospital Authority Food and Environmental Hygiene

Department. Precautions for Handling and Disposal of Dead Bodies. 2014. Argyle

Street, Kowloon.

6. Departemen Kesehatan. 3rd Edition. Rumah Sakit Otorita, Regional Services

Department, Tata Kelola Jasa Departemen; November 1999.

7. Munadziroh, Elly. Perubahan Warna Lempeng Resin Akrilik yang Direndam dalam

Larutan Desinfektan Sodium Hipoklorit dan Klorhexidin. Jurnal Kedokteran Gigi

(Dent. J.) 2005; 38: 38-40.

8. Tarwaka. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Manajemen dan Implementasi

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja.Surakarta : Harapan Press ;

2008.

9. Suma’mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : CV Haji

Massagung.R ; 2008.

17