267661420 mini project gangguan jiwa blok 21 harus masuk jurnal

35
MINI PROJECT “Hubungan Faktor Lingkungan, Keluarga, Dan Pribadi Dalam Menyebabkan Kejadian Gangguan Jiwa Di Desa Pesinggahan Barat” Disusun oleh: Yos akbar irmansyah H1A010057 Nurul hidayati H1A010053 Ela noviana H1A009012 Laila nurmala H1A010058 Rian azhadi H1A009003 Ida bagus indra nugraha sudewa H1A010036 Ni made febriani suprapti H1A010055 Rian segal hidajat H1A010056 Nabila wahida H1A009007 Luh ratna oka rastini H1A010059

Upload: m-adi

Post on 15-Dec-2015

67 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

kia

TRANSCRIPT

MINI PROJECT

“Hubungan Faktor Lingkungan, Keluarga, Dan Pribadi Dalam Menyebabkan Kejadian Gangguan Jiwa Di Desa Pesinggahan Barat”

Disusun oleh:

Yos akbar irmansyah H1A010057

Nurul hidayati H1A010053

Ela noviana H1A009012

Laila nurmala H1A010058

Rian azhadi H1A009003

Ida bagus indra nugraha sudewa H1A010036

Ni made febriani suprapti H1A010055

Rian segal hidajat H1A010056

Nabila wahida H1A009007

Luh ratna oka rastini H1A010059

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

2013

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting

secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (misalnya,

gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting)

atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat

kehilangan kebebasan (American Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa

menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi

menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya

sendiri (Baihaqi, 2005). Gangguan jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah

lainnya. Hanya saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti

rasa cemas, takut hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau kita kenal sebagai gila

(Hardianto, 2009).

Kecendrungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring dengan terus

berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak menentu, prevalensinya bukan saja pada

kalangan menengah kebawah sebagai dampak langsung dari kesulitan ekonomi, tetapi juga

kalangan menengah keatas sebagai dampak langsung atau tidak langsung ketidakmampuan

individu dalam penyesuaian diri terhadap perubahan sosial yang terus berubah (Rasmun,

2001).

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di dunia

pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Dengan mengacu data tersebut, kini jumlah itu diperkirakan

sudah meningkat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta

atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan (Hawari, 2001). Peningkatan jumlah

penderita gangguan jiwa juga terjadi di Sumatera Utara, jumlah pasien meningkat 100 persen

dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.Pada awal 2008, RSJ Sumut menerima sekitar 50

penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70-80 penderita untuk rawat

jalan.Sementara pada 2006-2007, RSJ hanya menerima 25-30 penderita per hari (Sitompul,

2008).

Pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa di Indonesia mempunyai rata-rata lama hari

rawat yang tinggi yaitu 54 hari, dan yang paling lama dirawat adalah pasien dengan diagnosa

skizofrenia. Data rumah sakit jiwa pusat Bogor 2001, menunjukkan rata-rata lama hari rawat

adalah 115 hari dan untuk pasien perilaku kekerasan 42 hari (Keliat, 1992).

Sedangkan, untuk di Puskesmas Pagesangan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara

Barat, angka kejadian gangguan jiwa yang diterima oleh Puskesmas ini dari bulan Oktober

2013 hingga Desember 2013 berkisar 35 orang. Puskesmas Pagesangan memiliki cakupan

wilayah

Ketika penderita gangguan jiwa melakukan rawat jalan atau inap di rumah sakit jiwa,

keluarga harus tetap memberikan perhatian dan dukungan sesuai dengan petunjuk tim medis

rumah sakit. Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh penderita gangguan jiwa dalam

memotivasi mereka selama perawatan dan pengobatan. Jenis-jenis dukungan keluarga seperti

dukungan pengharapan, dukungan nyata, dukungan informasi dan dukungan emosional

(Friedman,1998).

Tetapi kenyataannya, belum banyak keluarga memiliki kepedulian tentang ini.Banyak

keluarga yang menyerahkan sepenuhnya penyembuhan penderita kepada petugas

kesehatan.Banyak pasien gangguan jiwa justru ditelantarkan keluarganya.Keluarga telah

melupakan mereka.Banyak yang tidak mengurusnya lagi saat dimasukkan ke rumah sakit

jiwa.Padahal, jika keluarga mereka rajin mengunjungi dan memberikan dukungan bagi pasien

gangguan jiwa, ini merupakan salah satu terapi yang jitu untuk kesembuhan mereka. Namun,

jika keluarga mereka tidak peduli, tingkat kesembuhan pasien makin lama karena pasien

merasa tidak diperhatikan lagi oleh keluarganya (Yosep, 2007).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah masalah yang dihadapi masyarkat lingkungan Pesinggahan Barat yang

menyebabkan prevalensi gangguan mental cukup banyak terjadi?

2. Tindakan intervensi apakah yang tepat untuk dapat menurunkan insidensi gangguan

mental di lingkungan Pesinggahan Barat?

1.3. Pertanyaan Mini Project :

1. Masalah-masalah medis apakah yang dihadapi oleh puskemas Pagesangan?

2. Diantara masalah-masalah medis tersebut, apakah ada masalah tertentu yang menjadi

perhatian khusus oleh puskemas?

3. Apakah masalah medis tersebut sudah ditelusuri oleh puskemas?

4. Bagaimana peran puskemas dalam mengintervensi masalah medis tersebut?

5. Apa halangan dari puskemas dalam melakukan intervensi tersebut?

6. Langkah-langkah puskemas dalam mengatasi halangan tersebut?

7. Bagaimana langkah mahasiswa dalam menggali masalah medis yang terjadi?

8. Apa intervensi yang bisa diusulkan mahasiswa dalam mengintervensi masalah medis

tersebut?

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gangguan kejiwaan

2.1.1. Definisi gangguan jiwa

Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh

seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang

kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Djamaludin, 2001).

Gangguan jiwa adalah gangguandalam cara berpikir (cognitive), kemauan

(volition),emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).

Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahanpada fungsi jiwa

yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada

individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran social.

Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III adalah sindrom atau

pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara

khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability)

di dalamsatu atau lebih fungsi yang penting dari manusia (Maslim, 2002).

2.1.2. Penyebab umum ganguan kejiwaan

Biarpun gejala utama atau gejala yang menonjol terdapat pada unsure kejiwaan tetapi

penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik),dilingkungan sosial (sosiogenik , di

psike(psikogenik) ataupun cultural atau tekanan kebudayaan dan spiritualatau tekanan

keagamaan. Mungkin dari salah satu unsur ada satu penyebab yang menonjol. Namun

biasannya tidak terdapat penyebab tunggal, tetapi beberapa penyebab-penyebab dari badan,

jiwa dan lingkungan serta cultural spiritual sekaligus timbul atau kebetulan terjadi

bersamaaan.Lalu timbullah gangguan badan atau jiwa. Berikut ini akan dijelaskan 2 faktor

utama yang menyebabkan terjadinya gangguan kejiwaan

A. Perkembangan badani yang salah

Prilaku kita berdasarkan juga pada kualitas dan keutuhan fungsi susunan saraf dan

perlengkapan badani yang lain. Setiap faktor yang menggangu perkembangan badani yang

normal dianggap sebagai suatu faktor yang dapat menjadi penyebab prilaku yang abnormal.

Faktor –faktor ini mungkin dari keturunan ataupun dari lingkungan

1. Faktor keturunan

- Pada mongolisme atau sindrom down (retardasi mental dengan mata sipit, muka

datar, telinga kecil dan jari-jari pendek. Terdapat trisomi (yaitu tiga buah ,normal dua

pada pasangan kromosom no 21

- Sindrom turner ( dengan cirri-ciri khas tubuh pendek,leher melebar, infantilisme

sexual ternyata berhubungan dengan jumlah kromosom sex yang abnormal.

- Fenilketonuria yang terdapat pada anak-anak dengan kekurangan enzim untuk

menghancurkan fenilalanin, suatu asam amino dalam makanan yang mengandung

protein. Bila tidak diketahui sehingga tidak diberi diet, maka terkumpullah

fenilalanin di dalam otak dan merusak otak.

2. Faktor konstitusi

Konstistusi umumnya menunjukkan kepada keadaan manusia seluruhnya termasuk

baik yang diturunkan maupun yang diperoleh kemudian (hasil interaksi anatara genotif

dan fenotif misalnya bentuk badan (perawakan), sex, temperamen, fungsi endokrin dan

uraf saraf serta jenis darah.

3. Cacat congenital

Cacat congenital dapat mempengaruhi perkembangan kiwa anak, terlebih bila

berat akan tetapi pada umumnya apakah gangguan jiwa karena cacat akan timbul

tergantung terutama pada individu, bagaimana ia menilai dan menyesuaikan diri

terhadap kecacatam itu.

B. Perkembangan psikologi yang salah

Dalam masa kanak-kanak diletakkan dasar bagi masa dewasa, bagaimana

lingkungan dan diri kita dinilai, bagaimana kebiasaan berpikir da pola reaksi kita,

bagaimana lingkungan cultural dan spiritual. Pada umumnya perkembagan psikologi yang

salah mencakup

- Ketidakmatangan atau fixasi yaitu individu gagal berkembang lebih lanjut ke fase

berikutnya

- Titik-titik lemah yang ditinggalkan oleh epengalaman traumatik menjadi kepekaan

kita terhadap jenis stressor dan stress tertentu

- Distorsi,yaitu bila kita ingin mengembangkan sikap atai pola reaksi yang tidak

sesuai.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan

psikologis yang tidak sehat

a. Deprivasi diri

Makin lama makin nyata bahwa deprivasi diri (ketidakperolehan biologis atau

psikologis pada waktu bayi dapat mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat

diperbaiki lagi. Deprivasi maternal atau asuhan ibu di rumah sendiri,terpisah dengan

ibu atau tinggal di asrama, dapat menimbulkan perkembangan yang abnormal.

Deprivasi rangsangan umum dari lingkungan, bila sangat berat ternyata berhubungan

dengan retardasi mental.Deprivasi atau frustasi diri ini dapat menimbulkan titik-titik

lemah pada jiwa juga dapat mengakibatkan perkembangan yang salah ataupun

perkembangan yang berhenti.

b. Pola keluarga yang patogenik

Dalam masa kanak-kanak keluarga memegang peranan penting dalam

pembentukan kepribadian. Hubungan orang tua dan anak yang salah atau interaksi

yang patogenik dalam keluarga sering merupakan sumber gangguan penyesuaian diri

c. Masa remaja

Masa remaja dikenal sebagai mas gawat atau masa badai dan stress dalam

perkembangan kepribadian. Dalam masa ini individu dihadapi dengan pertumbuhan

bertambah besar dan perkembanagn ( perubahan-perubahan badani dan pematangan

sexual yang cepat. Pada waktu yang sama status sosialnya juga mengalami perubahan.

Bila dahulu ia sangat tergantung pada orangtuanya / orang lain sekarang ia harus

belaar berdiri sendiri dan belajar bertanggungjawab atas perbuatannya sampai dengan

pernikahan. Perubahan-perubahan ini akan mengakibatkan bhwa ia harus mengubah

konsep tentang dirinya. Tidak jarang terjadi krisis idenditas

C. Faktor Sosiologi perkembangan yang salah

Telah diketahui bahwa bila seseorang berada di tengah-tengah kebudayaan asing.Ia

dapat mengalami gangguan jiwa karena pengaruh kebudayaanyang serba baru dan asing

baginya. Hal ini dinamakan shock kebudayaan.

Dari berbagai penelitian terdapat perbedaan antara gejala-gejala gangguan kejiwaan

yang disebabkan oleh perbedaan budaya dan lingkungan sosial. Biarpun faktor-faktor

patogenetik (yang apat juga berkembang ke arah menyebabkan ) mungkin sama akan tetapi

faktor patoplastik ( yang membentuk, memberirupaatau warna ) berbeda-beda.

Seperti seorang individu suata masyarakat secara keseluruhan dapat juga

berkembang ke rah yang tidak baik.Hai ini bisa dipengaruhi oleh lingkungan fisik ataupun

oleh keadaan socialmasyarakat itu sendiri.

2.1.3 Dampak Gangguan Jiwa pada Keluarga

Gangguan jiwa berdampak pada kehidupan keluarga meliputi:

1. Dampak psikologis: keluarga menjadi stress, bingung, marah, cemas, tak berdaya,

menyalahkan satu sama lain, malu yang sering disebut sebagai beban subjektif

keluarga.Dampak yang dialami keluarga saat ada anggota keluarga mengalami

gangguan jiwa sbb:

a. Pada awal terjadinya gangguan jiwa, keluarga mengingkari (denial) dan berharap

keluarga yang dicintainya keluar dari masalah (gangguan jiwanya).

b. Belajar Mengatasi; keluarga mulai menerima penyakit yang dialami keluarganya.

Reaksi emosi dalam bentuk marah, rasa bersalah, berduka.

c. Upaya beradvokasi. Pemahaman dan penerimaan tentang penyakit jiwa yang

dialami keluarganya membuat keluarga mau memberikan dukungan keluarga lain

yang menghadapi masalah yang sama.

2. Dampak fisik: perilaku pasien yang sering tidak terkendali mengakibatkan keluarga

mengalami kerugian secara fisik, seperti cedera maupun kerusakan barang baik milik

keluarga maupun lingkungan.

3. Dampak sosial: hubungan antar keluarga dan lingkungan dapat terganggu. Hal ini

terjadi jika masyarakat masih memberikan stigma negatif kepada pasien dan

keluarganya.

4. Dampak kultural: banyak budaya yang masih menganggap gangguan jiwa bukan

merupakan penyakit yang dapat disembuhkan. Stigma negatif gangguan jiwa dari

masyarakat misalnya sebagai penyakit kutukan, kerasukan roh jahat, membuat

keluarga enggan untuk berinteraksi dengan lingkungan budayanya.

5. Dampak spiritual: gangguan jiwa yang terjadi pada anggota keluarga dapat membuat

keluarga merasa berdosa sehingga mengganggu kehidupan spiritual misalnya

menyalahkan Tuhan, malas beribadah dsb.

6. Dampak ekonomi: biaya perawatan dan pengobatan pasien gangguan jiwa yang

berlangsung lama dapat menjadi beban bagi keluarga ditambah dengan berkurangnya

anggota keluarga yang mencari nafkah (pasien tidak bekerja dan mungkin anggota

keluarga yang sehat harus menyediakan waktu untuk merawat pasien) mengakibatkan

beban ekonomi keluarga.

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Objek dalam

penelitian ini terdiri dari 7 pasien yang mengalami gangguan jiwa yang diambil dengan

cara purposive sampling.Responden diperoleh dengan cara melakukan pertanyaan skrening

pada sejumlah pasien yang mengalami gangguan jiwa dan keluarga pasien sendiri hingga

diperoleh 7 pasien yang mengalami gangguan jiwa dan sesuai kriteria yang ditentukan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lingkungan Pesinggahan Barat, Kelurahan Pagesangan

Barat.Penelitian dilaksanakan Desember 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah warga yang mengalami gangguan psikiatri di Lingkungan

Pesinggahan Barat.

3.3.2 Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini terdiri semua pasien yang ditemui dan mengalami gangguan

psikiatri di Lingkungan Pesinggahan Barat yang terdata di Puskesmas Pagesangan dan

berdasarkan hasil survey lapangan serta laporan warga Desa Pesinggahan Barat.

3.4 Tahap Penelitian

1. Tahap Persiapan

a) Pendekatan pada instansi yang berwenang.

b) Peninjauan lokasi penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a) Pengambilan data sekunder di Puskesmas Pagesangan

b) Pendataan ke rumah warga dengan wawancara menggunakan kuesioner

c) Analisis data

3.5 Alat, Sumber dan Metode Pengumpulan Data

a. Alat Pengumpulan Data

Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

terkait dengan status psikiatri responden. Selain data status psikiatri, akan ditanyakan

juga mengenai bagaimana perkembangan kehidupan sehari-hari pasien mulai dari

sebelum mengalami gangguan sampai setelah mengalami gangguan, serta bagaimana

keseharian pasien baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat

sekitarnya.

b. Jenis dan Sumber Data

Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara mendalam (indepth

interview) terhadap responden baik pasien yang bersangkutan, ataupun keluarga

pasien. Selain itu, informasi tambahan didapat dari informan yaitu Puskesmas

Pagesangan, Ketua RT Desa Pesinggahan Barat.

c. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian adalah

dengan metode wawancara mendalam.Dalam pengambilan data dari sampel penelitian

ini, peneliti akan mewawancarai responden secara langsung ataupun keluarga terdekat

selaku walinya jika tidak memungkinkan mewanwancarai respondennya. Peneliti akan

menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuisioner. Setelah selesai diisi,

semua lembaran tersebut akan dikembalikan ke peneliti untuk dianalisis lebih lanjut

dan data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

3.6 Jadwal Pelaksanaan

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan

Uraian Desember 2013

4 7 10 14 18 21 28

Proposal

Penelitian

Analisis hasil

Presentasi hasil

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Kasus gangguan jiwa yang tercatat pada puskesmas ini ialah 35 orang, dengan

kejadian kasus sebagai berikut:

Skizo

frenia

Anxietas

Psikoso

matis

Gangg

uan Ti

dur

Penya

lahgu

naan O

bat/Za

t0

2

4

6

8

10

12

14

Jumlah

Gambar 4.1. Diagram jumlah penyakit gangguan jiwa yang terdata di Puskesmas Pagesangan

Barat.

Dari grafik di atas didapatkan penderita skizofrenia, anxietas, psikosomatis, gangguan

tidur, dan penyalahgunaan obat/zat berturut turut ialah 13, 9, 4, 5, dan 4 orang (Data

Puskesmas Pagesangan, 2013).Kejadian tersebut tersebar dari beberapa daerah yang pernah

berobat ke Puskesmas Pagesangan, dari kunjungan tersebut, kami menemukan 4 kasus

gangguan jiwa di desa pesinggahan barat. Angka ini memang tidak cukup tinggi, namun

menurut Kepala Puskesmas Pagesangangan Barat, masih banyak kasus gangguan jiwa yang

belum terdata, sebab masih kurangnya kesadaran masyarakat dalammelaporkan kejadian

gangguan jiwa ke Puskesmas.

Dalam penelitian yang kami lakukan di desa Pesinggahan Barat, kami menemukan 10

kasus gangguan jiwa, namun yang berhasil kami temui ialah sebanyak 7 orang, sedangkan 3

lainnya sedang mendapatkan perwatan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB.

Dari ketujuh pasien tersebut, kami melakukan wawancara langsung untuk menentukan

faktor-faktor yang paling berperan dalam menyebabkan kejadian gangguan jiwa di Desa

Pesinggahan Barat. Berikut karakteristik pasien yang mengalami gangguan jiwa:

Tabel 4.1.Karakteristik pasien gangguan jiwa Desa Pesinggahan Barat.

Variabel Jumlah (n=7)Jenis Kelamin

a. Pria 6 (85%)b. Wanita 1 (15%)

Umura. Usia muda (18-50 tahun) 6 (85%)b. Usia Tua (>50 tahun) 1 (15%)

Pendidikan Terakhira. SD 3 (42%)b. SMP 1 (16%)c. SMA 3 (42%)

Sumber: Data Primer

Berdasarkan karakteristik pasien di atas, kejadian gangguan jiwa lebih banyak terjadi

pada pria yaitu 85% dibandingkan dengan wanita 15%, dengan kelompok usia yang lebih

banyak mengalami gangguan jiwa ialah kelompok usia muda yaitu 18-50 tahun dengan

presentase 85%.

Untuk keadaan lingkungan tempat tinggal pasien, pasien rata-rata tinggal dalam

lingkungan yang sangat padat, terlebih dalam 1 keluarga, terdiri atas beberapa anggota

keluarga. Pasien yang kami temui juga, rata-rata hampir memiliki banyak saudara, berikut

data kepemilikan jumlah saudara:

71%

29%

≥4 saudara<4 saudara

Gambar 4.2.Presentase jumlah saudara yang dimiliki oleh pasien gangguan jiwa.

Dari data tersebut terlihat, 71% pasien yang memiliki gangguan jiwa memiliki saudara

≥4 orang, sedangkan 29% memiliki jumlah saudara <4 orang. Selain itu, dari hasil

pemeriksaan yang kami lakukan melalui anamnesis dan hetero anamnesis, kami mendapatkan

data-data sebagai berikut:

Stressor Faktor Organik0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

AdaTidak

Gambar 4.3.Diagram jumlah pasien gangguan jiwa Desa Pesinggahan Barat yang mengalami

stressor dan riwayat gangguan organik.

Dari data di atas didapatkan dari ketujuh pasien yang berhasil di temui, pasien pasien

tersebur hampir sebagian besar mengalami stressor yang cukup tinggi (4:3) dan memiliki

riwayat penyakit organik (4:3) sebelumnya, baik seperti riwayat kejang, demam tinggi, dan

trauma. Sedangkan untuk pola asuh sendiri, didapatkan:

57%

14%

29%

PermisifDemokratisOtoriter

Gambar 4.4.Diagram jumlah presentase tipe pola asuh yang pernah di alami oleh pasien

gangguan jiwa desa Pesinggahan Barat.

Dari pola asuh sendiri, didapatkan 4 orang mengalami pola asuh permisif atau sekitar

57%, 2 orang mengalami pola asuh otoriter atau 29%, dan 1 orang diasuh dengan pola asuh

demokratis atau sekitar 14%. Sedangkan, untuk kepribadian pasien sendiri yang kami

dapatkan dari hasil heteroanamnesis pada keluarga pasien, kami mendapatkan:

43%

57%

IntrovertEkstrovert

Gambar 4.5.Diagram gambaran kepribadian pasien gangguan jiwa Desa Pesinggahan Barat.

Dari diagram di atas terlihat, pasien dengan kepribadian terbuka/ekstrovert ialah 4

orang atau 57%, sedangkan dengan kepribadian tertutup ialah 3 orang atau sekitar 43%.

Dari data-data yang di sajikan di atas, kami mengelompokkannya menjadi 3 faktor

utama, yaitu keluarga, lingkungan, dan diri pasien sendiri, adapun pertanyaan-pertanyaan

yang kami berikan saat wawancara ialah sebagai berikut:

Tabel 4.2.Daftar pertanyaan yang digunakan untuk menentukan faktor penyebab gangguan

jiwa di Desa Pesinggahan Barat.

Pertanyaan Ya TidakLingkungan Apakah pasien terbuka dengan lingkungan tempat tinggal 5 2Apakah pasien musuh dengan masyarkat sekitar 0 7Apakah pasien senang dengan lingkungan tempat tinggal 7 0Pasien Apakah pasien mengalami gangguan organik 4 3Apkah pasien pernah mengalami stress/tekanan tinggi ditandai dengan pasien berdiam diri, mengamuk / berteriak

2 5

Apakah pasien suka berdiam diri 3 4Bagaimana pendapat pasien terhadap diri sendiri,apakah percaya diri dalam menghadapi sesuatu

5 2

Apakah pasien pernah ditinggal oleh keluarga yang dekat 4 3Apakah pasien memiliki keinginan yang belum tercapai 5 2Keluarga Apakah pasien memiliki hubungan bak dengan saudara/keluarga lain 6 1Apakah pasien pernah mengalami masalah dengan keluarga 3 4

Apakah hubungan pasien dengan keluarga harmonis 5 2

Dari hasil anamnesis berdasarkan kuisioner tersebut, kami mendapatkan hasil bahwa

dari ketujuh pasien, tidak ada yang memiliki masalah dengan lingkungan tempat tinggal

sebelumnya, namun disini terlihat, pasien lebih banyak mengalami gangguan berasal dari

faktor diri pasien itu sendiri, dibuktikan dengan adanya riwayat gangguan organic dan riwayat

ditinggal oleh keluarga/kerabat yang dekat sehingga menyebabkan terjadinya gangguan jiwa.

Sedangkan dari faktor keluarga ini, merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan jiwa,

ditandai dengan pola asuh permisif dan diktator memiliki nilai yang sama dari hasil anamnesis

baik dengan pasien ataupun dengan keluarga pasien.

Sehingga, kami berkesimpulan, faktor pribadi menjadi faktor resiko utama dalam

kejadian gangguan jiwa di Desa Pesinggahan Barat, disusul dengan faktor keluarga, dan

faktor lingkungan.

BAB 5

PEMBAHASAN

Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting

secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (misalnya,

gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting)

atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat

kehilangan kebebasan (American Psychiatric Association,1994).

Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III adalah sindrom atau

pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara

khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability)

didalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia (PPDGJ, 2003).

Kecendrungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring dengan terus

berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak menentu, prevalensinya bukan saja pada

kalangan menengah kebawah sebagai dampak langsung dari kesulitan ekonomi, tetapi juga

kalangan menengah keatas sebagai dampak langsung atau tidak langsung ketidakmampuan

individu dalam penyesuaian diri terhadap perubahan sosial yang terus berubah (Rasmun,

2001).

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di dunia

pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Dengan mengacu data tersebut, kini jumlah itu diperkirakan

sudah meningkat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta

atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan (Hawari, 2001).

Dari data yang kami dapatkan pada kunjungan di daerah Pesinggahan Barat, kami

menemukan 10 kasus gangguan jiwa, namun yang berhasil kami temui ialah sebanyak 7

orang, sedangkan 3 lainnya sedang mendapatkan perwatan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

NTB., hal tersebut menunjukan tingkat kejadian gangguan jiwa yang cukup tinggi yang

ditangani oleh Puskesmas Pagesangan dengan jenis gangguan jiwa seperti skizofrenia,

anxietas, psikosomatis, gangguan tidur, dan penyalahgunaan obat. Namun menurut Kepala

Puskesmas Pagesangangan Barat, masih banyak kasus gangguan jiwa yang belum terdata,

sebab masih kurangnya kesadaran masyarakat dalammelaporkan kejadian gangguan jiwa ke

Puskesmas(Data Puskesmas Pagesangan, 2013).

Hasil penelitian menunjukkan beberapa temuan yaitupenyebab gangguan jiwa

adalahadanya riwayat gangguan organik dan riwayat ditinggal oleh keluarga/kerabat yang

dekat sehingga menyebabkan terjadinya gangguan jiwa. Sedangkan dari faktor keluarga ini,

merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan jiwa, ditandai dengan pola asuh permisif

dan diktator memiliki nilai yang sama dari hasil anamnesis baik dengan pasien ataupun

dengan keluarga pasien.Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa

penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi

bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa.

Karakteristik pasien berdasarkan data di atas yaitu kejadian gangguan jiwa lebih

banyak terjadi pada pria yaitu 85% dibandingkan dengan wanita 15%, dengan kelompok usia

yang lebih banyak mengalami gangguan jiwa ialah kelompok usia muda yaitu 18-50 tahun

dengan presentase 85% hal ini sesuia dengan data yang didapatkan pada American Psychiatric

Association tahun 1994, menunjukan persentase kejadian gangguan jiwa lebih tinggi pada

laki-laki dibandingkam wanita.

Untuk tingkat pendidikan, tingkat pendidikan pasien rata-rata adalah maksimal tamat

SMA (42%), SMP (16%), dan SD (42%). Hal ini menyebabkan tingkat penderita gangguan

jiwa yang rendah, menyebabkan adanya kontribusi perilaku pada pasien yang masih

menganggap dirinya seperti anak-anak. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sulaemana (2013) yang mendapati dari 106 responden gangguan jiwa, 54% diantaranya

tamat SMA, dan sisanya memiliki pendidikan yang lebih rendah.

Dari pola asuh sendiri, didapatkan 4 orang mengalami pola asuh permisif atau sekitar

57%, 2 orang mengalami pola asuh otoriter atau 29%, dan 1 orang diasuh dengan pola asuh

demokratis atau sekitar 14%. Anak yang tidak mendapat kasih sayang dari orang tua mereka

cendrung tidak memiliki panutan, pertengkaran dan keributan orang tua akan menimbulkan

rasa cemas serta rasa tidak aman atau tidak nyaman bagi anak, hal-hal ini merupakan dasar

yang kuat untuk timbulnya tuntutan tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak

dikemudian hari (American Psychiatric Association,1994).

Cinta dan kasih sayang orang tua akan memberikan rasa hangat/ aman bagi anak dan

dikemudian hari menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat. Sebaliknya,

sikap orang tua yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak, maka dikemudian hari anak akan

berkembang menjadi kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan

(American Psychiatric Association,1994). Sebab, tingkat stress/tekanan yang diberikan orang

tua kepada anak, memainkan pola sangat penting dalam pembentukkan karakter dari individu

tersebut.

Dari berbagai pendapat mengenai penyebab terjadinya gangguan jiwa seperti yang

dikemukakan diatas disimpulkan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh karena ketidak

mampuan manusia untuk mengatasi konflik dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup,

perasaan kurang diperhatikan (kurang dicintai) dan perasaan rendah diri.

Menurut Henuli (2013) banyak faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami

gangguan jiwa. Hingga saat ini diyakini terdapat tiga faktor utama sebagai penyebabnya.

Pertama, faktor organobiologi seperti faktor keturunan (genetik), adanya ketidakseimbangan

zatzat neurokimia di dalam otak. Kedua, faktor psikologis seperti adanya mood yang labil,

rasa cemas berlebihan, gangguan persepsi yang ditangkap oleh panca indera kita (halusinasi).

Dan yang ketiga adalah faktor lingkungan (sosial) baik itu di lingkungan terdekat kita

(keluarga) maupun yang ada diluar lingkungan keluarga seperti lingkungan kerja, sekolah.

Lingkungan sebenarnya memiliki peran yang cukup tinggi, sebab lingkungan

memainkan peran dalam pembentukkan karakter seseorang. Lingkungan yang padat

penduduk, bising, dan tidak sehat dapat memberikan dampak bagi kesehatan jiwa seseorang

(Sulaemana, 2013). Lingkungan dapat memberikan kontribusi gangguan jiwa kurang dari

50% (Charles, 2013), hal ini sesuai dengan hasil penelitian kami, bahwa dari ke-7 responden,

hanya 2 orang yang tidak terbuka dengan lingkungannya.

Yang sangat berperan penting dalam menyebabkan gangguan jiwa ialah dari faktor

individu tersebut, baik faktor genentik yang dimiliki, ataupun akibat kehilangan seseorang

(sensation of feeling loss). Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa, ditemuka 4 orang atau

57% pasien yang mengalami gangguan jiwa di desa ini, memiliki riwayat ditinggal oleh

keluarga/kerabat yang sangat dekat. Ini dapat menyebabkan keadaan depresi atau stress berat

yang mengakibatkan seseorang tersebut menarik diri dari lingkungan, akibat tidak ada lagi

sosok kerabat/keluarga yang dapat dipercaya. Sehingga menimbulkan rasa cemas yang

berlebihan, rasa tidak aman, yang menyebabkan keadaan gangguan jiwa pada seseorang

(Charles, 2013).

Sehingga, tidak ada 1 faktor tunggal yang dapat menyebabkan kejadian gangguan

jiwa, semua faktor dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kejadian gangguan

jiwa. Dalam penelitian ini juga didapatkan adanya hubungan yang cukup berpengaruh antara

faktor individu yang memiliki kontribusi paling tinggi, kemudian disusul oleh keluarga, dan

lingkungan. Seperti yang disebutkan oleh Sun Meilan (2013) dalam penelitiannya, bahwa

dalam faktor individu (56%) yang terdiri atas Childhood experiences, traumatic experiences,

self confidence, genetics yang tidak bisa dipisahkan oleh family treatment (29%), dan

Enviornment treatment (15%). Maka, dalam upaya menurunkan angka kejadian jiwa tersebut,

dapat dilakukan intervensi kepada 3 faktor (Individu, Keluarga, dan Lingkungan) tersebut.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap pasien gangguan jiwa di desa

Pesinggahan Barat dapat diidentifikasi beberapa faktor penyebab terkait gangguan jiwa yang

dialami tersebut.Tingginya kejadian gangguan jiwa di desa Pesinggahan Barat dapat

dipengaruhi beberapa faktor terutama meliputi faktor keluarga dan faktor lingkungan tempat

tinggal. Banyak pasien mengalami gangguan jiwa yang awalnya disebabkan karena kondisi

psikologis pasca ditinggal meninggal oleh orang terdekat terutama orang tua mereka. Banyak

dari mereka juga mengalami gangguan jiwa akibat adanya keinginan atau harapan yang tidak

bisa tercapai salah satunya karena pola didikan keluarga atau masalah keluarga.Dari hasil

pengamatan yang telah dilakukan diperoleh bahwa keluarga pasien cenderung hanya

membiarkan kondisi pasien yang mengalami gangguan jiwa tersebut. Kurangnya perhatian

keluarga terhadap kondisi pasien mungkin terkait dengan jumlah anggota keluarga yang

banyak, status pendidikan serta sosialekonomi yang rendah pula. Sedangkan dari segi

lingkungan didapatkan bahwa lingkungan desa Pesinggahan Barat adalah lingkungan dengan

penduduk yang sangat padat dilihat dari rumah yang sempit namun dihuni oleh banyak

anggota keluarga. Lingkungan yang padat juga dapat menjadi sumber stressor bagi pasien.

Selain itu, terdapat juga faktor organik yang menyebabkan gangguan jiwa seperti yang

dialami salah satu pasien di daerah pesinggahan. Pasien tersebut mengalami gangguan jiwa

akibat cidera pada kepalanya.

Saran

Saran penelitian :

a. Diharapkan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui faktor lain yang

menyebabkan tingginya kejadian gangguan jiwa di desa Pesinggahan Barat.

b. Diharapkan penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat

kesembuhan pasien gangguan jiwa di desa Pesinggahan Barat.

Saran untuk Puskesmas :

a. Diharapkan puskesmas melalui kadernya bisa lebih berperan aktif dalam menjaring

masyarakatnya yang mengalami gangguan jiwa sehingga dapat diketahui dengan pasti

jumlah orang dengan gangguan jiwa di lingkungan tersebut.

b. Diharapkan puskesmas lebih meningkatkan upaya promosi kesehatan terkait gangguan

jiwa terhadap masyarakatnya agar masyarakat bisa mengerti mengenai penyebab dan

cara pencegahan serta penanggulangan terhadap kasus tersebut.

c. Diharapkan puskesmas melalui tenaga kesehatannya diharapkan mampu untuk

melakukan edukasi kepada pasien maupun keluarganya agar melakukan pengobatan

dengan tuntas.

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Assiciation. 1994. Diagnostic and statistical manual of mental

disorders. 4thEd. Washington DC :American Psychiatric Assiciation. Dilihat di

http://upetd.up.ac.za/thesis/submitted/etd07252005115242/unrestricted/03back.pdf .

.(diakses : 27Desember 2013).

Baihaqi MIF, dkk. 2005. Psikiatri : Konsep Dasar Dan Gangguan- Gangguan. Bandung : PT

Refika aditama.

Charles. 2013. Enviornmental Connections: A Deeper Look into Mental Illness. National

Institute of Enviornmental Health Science, Vol. 115, No. 8. Pubmed: US.

Friedman, Marlyn M. 1998. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik/ Marilyn M. Friedman;

alih bahasa, Ina Debora R.L.,Yoakim Asy; Editor, Yasmin Asih, Setiawan, Monica

Ester.Ed 3.-Jakarta : EGC Marramis Willy,F.2009.Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2.

Airlangga University press, Surabaya,Indonesia 157-168

Hawari,Dadang. 2001. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa, Skizofrenia. Jakarta : FKUI.

Henuhili ,Supiyani. 2013. Mari Kenali Kesehatan Jiwa!. medistra Hospital. Dilihat di

http://www.medistra.com/index.php?option=com_content&view=article&id=177.

(diakses : 26 Desember 2013.

Keliat, Budi Ana. 1992. Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan

Jiwa .Jakarta: EGC.

Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis gangguan jiwa PPDGJ –III. Jakarta : bagian ilmu kedokteran

jiwa FK-unika Atmajaya.

Meilan. 2013. The Factors that Influences Mental Health Problems. Living Healthy.

(Available on: www.livinghealthy360.com/index.php/what-influences-mental-

health-problems-79982/ diakses pada 24 Desember 2013).

Permana, Bhakti. 2012. Pengalaman Keluarga Dalam Penanganan Penderita Gangguan

Jiwa Di Desa Kersamanah Kabupaten Garut. Universitas Padjajaran. Dilihat

dihttp://pustaka.unpad.ac.id/archives/118501/. (diakses : 26 Desember 2013).

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Edisi I.

Jakarta : CV. Sagung Seto.

Sulaemana. 2013. Faktor-Faktor Presipitasi yang Berhubungan Dengan Timbulnya Halusinasi

Pada Klien Gangguan Jiwa di BPRS Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sam Ratulangi Manado: Manado.

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Editor: Aep Gunarsa. Bandung. PT. Refika Aditama.