2012-1-00087-mn bab2001.doc

25

Click here to load reader

Upload: megi

Post on 05-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Kepemimpinan

2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam

organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kinerja

karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal.

Pada kenyataannya pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja,

kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Untuk

mencapai semua itu seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan dan

keterampilan kepemimpinan dalam melakukan pengarahan kepada bawahannya

untuk mencapai tujuan suatu organisasi.

Ada beberapa definisi yang di kemukakan oleh para ahli manajemen tentang

kepemimpinan. Jacobs dalam Chih-Yang Chao, Yong-Shun Lin, Yu-Lin Cheng, dan

Yi-Chiao Tseng menganggap bahwa kepemimpinan adalah bentuk interaksi

interpersonal dimana pesan yang diberikan melalui suatu metode tertentu dan orang-

orang dibuat percaya bahwa hasil dari suatu tindakan dapat ditingkatkan selama

mereka mengikuti saran atau harapan. Bass, Robbins, dan Decenzo juga memiliki ide

yang sama tentang kepemimpinan sebagai prosedur interaksi antar personal melalui

seorang pemimpin mengubah bawahan, menciptakan visi dari tujuan yang layak, dan

bekerja menuju tujuan tertentu. Kepemimpinan merupakan interaksi antara manajer

organisasi dan anggota organisasi selama mengejar kinerja, dan perilaku yang

8

Page 2: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

9

terakhir dipengaruhi dengan menyediakan mereka dengan arah baru atau agar

memenuhi tujuan organisasi.

Menurut Hasibuan (2007, p170) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin

mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara

produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut pendapat Robbins dalam Ida Ayu Brahmasari dan Agus Suprayetno

(2008) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai kemampuan untuk

mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapinya tujuan.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah

proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku

pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan

budaya.

2.1.1.2 Pengertian Gaya Kepemimpinan

Berdasarkan pendapat Soekarso (2010, p11), gaya kepemimpinan adalah sebagai

perilaku atau tindakan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan

manajerial. Kemudian berdasarkan Thoha (2007, p.64) dijelaskan bahwa gaya

kepemimpinan merupakan cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam

mempengaruhi bawahan agar hendak melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai

dengan yang diharapkan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah perwujudan

tingkah laku seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin

dan mempengaruhi karyawannya dalam menjalankan tugas.

Page 3: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

10

2.1.1.3 Tipologi Kepemimpinan

Ronald Lippit dan Ralp K. White dalam studinya berpendapat dan

mengemukakan adanya tiga gaya kepemimpinan (Soekarso, 2010, 100-104):

1. Kepemimpinan gaya otoriter, otokratis, atau diktator

Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang

akan dilakukan oleh pimpinan semata-mata.

Kepemimpinan gaya otoriter antara lain berciri:

1) Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan

2) Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan

3) Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan

4) Komunikasi langsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan

5) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para

bawahannya dilakukan secara ketat

6) Prakarsa harus selalu datang dari pimpinan

7) Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran,

pertimbangan, atau pendapat

8) Tugas-tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif

9) Lebih banyak kritik daripada pujian

10) Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat

11) Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman

12) Kasar dalam bertindak

13) Kaku dalam bersikap

14) Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan

15) Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan

Page 4: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

11

2. Kepemimpinan gaya demokratis

Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang

akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.

Kepemimpinan gaya demokratis antara lain berciri:

1) Wewenang pimpinan tidak mutlak

2) Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan

3) Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan

4) Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan

5) Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara

pimpinan dan bawahan maupun antar sesama bawahan

6) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para

bawahan dilakukan secara wajar

7) Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan

8) Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran,

pertimbangan, atau pendapat

9) Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat

permintaan daripada instruktif

10) Pujian dan kritik keseimbangan

11) Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas

kemampuan masing-masing

12) Pimpinan meminta kesetiaan para bawahan secara wajar

13) Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak

Page 5: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

12

14) Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati dan saling

menghargai

15) Tangggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan

dan bawahan

3. Kepemimpinan gaya kebebasan atau gaya liberal

Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara berbagai kegiatan yang

akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. “Laissez-faire”

secara harafiah berarti “allow (them) to do” (mengizinkan mereka bekerja),

atau “to leave alone” (biarkan sendiri), “free-rein” berasal dari kata “free”

(bebas), jadi “rein” (kendali), secara harafiah berarti bebas kendali.

Kepemimpinan gaya kebebasan antara lain berciri:

1) Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan

2) Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan

3) Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan

4) Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya

5) Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau

kegiatan yang dilakukan para bawahan

6) Prakarsa selalu datang dari bawahan

7) Hampir tiada pengarahan dari pimpinan

8) Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok

9) Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok

10) Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang

Page 6: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

13

2.1.2 Budaya Organisasi

2.1.2.1 Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi yang kuat memberikan kepada para karyawan pemahaman

yang jelas tentang “cara penyelesaian urutan di sekitarnya”. Budaya memberikan

stabilitas pada organisasi.

Menurut Schein (1992) dalam Gary Yukl (2005, p334) menyatakan bahwa

budaya sebuah kelompok atau organisasi adalah asumsi dan keyakinan bersama

tentang dunia dan tempat mereka di dalamnya, sifat dari waktu dan ruang, sifat

manusia, dan hubungan manusia.

Menurut Kotler (2005, p77) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah

“pengalaman, cerita, keyakinan, dana norma bersama yang menjadi cirri organisasi”.

Namun bila memasuki perusahaan, kita akan menjumpai budaya perusahaan seperti

cara orang berpakaian dan cara mereka berbicara satu sama lain.

Kotter dan Heskket dalam Mohammad Jasim Uddin, Rumana Huq Luva, dan

Saad Md. Maroof Hossian (2013) mengemukakan bahwa budaya organisasi

dikonseptualisasikan sebagai keyakinan dan nilai-nilai bersama dalam organisasi

yang membantu untuk membentuk pola perilaku karyawan. Gordon dan Cummins

mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem pendorong yang mengakui upaya

dan kontribusi dari para anggota organisasi dan memberikan pemahaman

menyeluruh tentang apa dan bagaimana yang harus dicapai, bagaimana tujuan

tersebut saling terkait, dan bagaimana setiap karyawan bisa mencapai tujuan.

Sedangkan menurut Robbins (2006, p721) menyatakan bahwa budaya organisasi

merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi

yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain.

Page 7: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

14

Dengan adanya beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya

organisasi adalah nilai dan keyakinan dalam sebuah kelompok atau organisasi yang

menjadi ciri organisasi sehingga membedakan organisasi itu dari organisasi-

organisasi lainnya.

2.1.2.2 Proses Penciptaan Budaya

Terciptanya budaya organisasi terjadi dalam tiga cara (Robbins, 2006, p729),

yaitu:

1. Para pendiri hanya memperkerjakan dan mempertahankan karyawan yang

berfikir dan merasakan cara yang mereka tempuh.

2. Mereka mengdoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini

dengan cara berfikir dan cara berperasaan mereka.

3. Perilaku pendiri itu sendiri bertindak sebagai model peran yang

mendorong karyawan mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh

karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi

mereka.

Bila organisasi berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama

keberhasilan. Pada titik ini, keseluruhan kepribadia pendiri menjadi tertanam ke

dalam budaya organisasi.

Page 8: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

15

2.1.2.3 Fungsi Budaya

Ada beberapa pendapat mengenai fungsi budaya organisasi, yaitu sebagai

berikut:

1. Lima fungsi budaya dalam organisasi (Robbins, 2006, p724)

a. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas; budaya menciptakan

suatu pemebedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain

b. Budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas

daripada kepentingan pribadi seseorang

d. Budaya meningkatkan kemantapak social

e. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme

pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para

karyawan.

2. Menurut Schein dalam Moh. Pabundu Tika (2006, p13), fungsi budaya

organisasi berdasarkan tahap pengembangannya, yaitu:

a. Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi

Pada tahap ini, fungsi budaya organisasi terketak pada pembeda, baik

terhadap lingkungan maupun tehadap kelompok atau organisasi lain.

b. Fase pertengahan hidup organisasi

Pada fase ini, budaya organisasi berfungsi sebagai integrator karena

munculnya sub-sub buday baru sebagai penyelamat krisi identitas dan

membuka kesempatan untuk mengarahkan perubahan budaya organisasi.

Page 9: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

16

c. Fase dewasa

Pada fase ini, budaya organisasi dapat sebagai penghambat dalam

berinovasi karena berorientasi pada kebesaran masa lalu dan menjadi

sumber nilai untuk berpuasa diri.

2.1.2.4 Faktor-faktor Budaya Organisasi

Ada tujuh karakteristik primer pada budaya organisasi (Robbins, 2006, p721),

antara lain sebagai berikut:

1) Inovasi dan pengambilan resiko

Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil resiko

2) Perhatian terhadap detail

Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan)

dan perhatian terhadap detail

3) Orientasi hasil

Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada

teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.

4) Orientasi orang

Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada

orang-orang di dalam organisasi itu.

5) Orientasi Tim

Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya

individu.

6) Keagresifan

Sejauh mana karyawan agresif dan kompetitif bukannya santai-santai.

Page 10: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

17

7) Stabilitas

Sejauh mana organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang

sudah baik.

2.1.2.5 Klasifikasi Budaya Terkait Kinerja

Menurut Susanto A.B (2008,p.246), perusahaan dengan budaya yang menaruh

perhatian kepada stakeholder seperti pemegang saham, karyawan, pelanggan, dan

pemasoknya serta memiliki kepemimpinan yang kuat dan efektif akan berkinerja

lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang kurang menaruh perhatian atau

tidak memiliki kepemimpinan yang efektif.

Budaya dan kinerja adalah hal yang saling berkaitan. Dalam kaitannya dengan

kinerja, menurut Kotter dan Heskett dalam Susanto A.B (2008, p246)

mengklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu:

1) Budaya yang kuat (strong culture)

Budaya yang kuat diasosiasikan dengan kinerja yang unggul, dimana budaya

yang kuat memiliki seperangkat nilai-nilai dan metode yang relative konsisten

dalam menjalankan aktivitas bisnis.

2) Budaya yang adaptif (adaptive culture)

Budaya yang dapat membantu dalam mengantisipasi dan beradaptasi terhadap

perubahan lingkungan yang dapat menghasilkan kinerja yang superior dalam

jangka waktu yang lama.

3) Budaya berkinerja rendah (low-perfomance culture)

Ada tiga komponen yang mengakibatkan budaya organisasi merusak kinerja:

(1) Situasi dimana pemimpin dan manager bersifat arogan. Sikap ini dapat

muncul disebabkan oleh kesuksesan demi kesuksesan yang telah diraih

Page 11: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

18

(2) Sikap para pemimpin dan manager yang kurang menghargai pelanggan,

karyawan, dan pemegang saham.

(3) Resisten terhadap nilai-nilai seperti kepemimpinan dan perubahan.

2.1.3 Kinerja Karyawan

2.1.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Mathis dan Jackson (2006, p378) berpendapat bahwa kinerja (perfomance) pada

dasarnya apa yang yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja

karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen yaitu kuantitas

dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran atau absensi, dan

kemampuan bekerja sama.

Whitmore dalam Tri Widodo (2010) mengartikan kinerja adalah pelaksanaan

fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang. Sementara Fishbien dalam Harsanto

mengemukakan bahwa kinerja seseorang adalah penampilan (performance) atau

perilaku seseorang dalam menjalankan pekerjaan. Performan dan perilaku adalah

sesuatu yang terbentuk karena ditanamkan oleh orang lain, lingkungan, kondisi sosial

budaya, atau dipelajari secara sengaja oleh orang yang bersangkutan.

Brahmasari dalam Ida Ayu Brahamasari dan Agus Suprayetno (2008)

mengemukakan bahwa kinerja adalah pencapaian atas tujuan organisasi yang dapat

berbentuk output kuantitatif maupun kualitatif, kreatifitas, fleksibilitas, dapat

diandalkan, atau hal-hal lain yang diinginkan oleh organisasi.

Dari definisi-definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah

perilaku yang ditunjukkan oleh para karyawan sebagai perwujudan prestasi kerja

yang dihasilkan sesuai dengan perannya di dalam perusahaan.

Page 12: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

19

2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu

karyawan dengan karyawan yang lainnya. Walaupun karyawan-karyawan bekerja

pada tempat yang sama namun produktifitas mereka tidaklah sama. Secara garis

besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh 2 faktor, yaitu : faktor individu dan

situasi kerja.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, menurut Mathis dan Jackson (2006,

p113-114)), kinerja para karyawan adalah suatu awal keberhasilan organisasi untuk

mencapai tujuannya. Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan,

yaitu :

1) Kemampuan individual

Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat, dan faktor

kepribadian. Tingkat keterampilan, bahan mentah yang dimiliki seseorang

berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan

kecakapan tekhnis. Dengan demikian, kemungkinan seorang karyawan akan

mempunyai kinerja yang baik, jika karyawan tersebut memmiliki keterampilan

yang baik maka karyawan tersebut akan menghasilkan kinerja yang baik pula.

2) Usaha yang dicurahkan

Usaha yang dicurahkan oleh karyawan bagi perusahaan adalah motivasi, etika

kerja, kehadiran, dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran

motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan

baik. Dari itu, kalaupun karyawan memiliki tingkat keterampilan untuk

mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak akan bekerja dengan baik jika hanya

sedikit upaya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan anatara tingkat keterampilan

Page 13: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

20

dengan tingkat upaya. Tingkat keterampilan merupakan cermin dari apa yang

dilakukan, sedangkan tingkat upaya merupakan cermin dari apa yang

dilakukan.

3) Dukungan organisasional

Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi

karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi,

standar kinerja, dan manajemen dan rekan kerja. Kinerja pada dasarnya adalah

apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah

apa yang mempengaruhi sebanyak mereka memberikan kontribusi pada

organisasi.

2.1.3.3 Unsur – unsur Evaluasi Kinerja

Menurut Mathis dan Jackson (2006, p378), kinerja (performance) pada dasarnya

adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan

yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut :

1) Kuantitas dari hasil

Pencapaian sasaran atau target dalam kuantitas dapat diukur secara absolut,

dalam presentase atau indeks.

2) Kualitas dari hasil

Kualitas bersifat relatif, sehingga tidak mudah diukur, dan sangat tergantung

pada selera individu. Kualitas dapat dirasakan, dilihat, atau diraba.

3) Ketepatan waktu dari hasil

Setiap pelaksanaan tugas selalu membutuhkan waktu sebagai masukan. Waktu

merupakan sumber daya yang mahal, karena dia terbatas, tidak dapat disimpan

Page 14: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

21

atau ditunda. Oleh karena itu setiap waktu harus digunakan secepat mungkin dan

secara optimal. Penundaan penggunaan waktu dapat menimbulkan berbagai

konsekuensi biaya besar dan kerugian.

4) Kehadiran atau absensi

5) Kemampuan bekerja sama

2.1.4 Kajian Penelitian Terdahulu

Untuk melakukan penelitian ini, maka dilakukan penelurusuran lebih lanjut dari

penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh

penulis. Berikut ini adalah penelitian terdahulu :

1. Penelitian oleh Ida Ayu Brahmasari dan Agus Suprayetno (2008) yang

berjudul “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan, dan Budaya Organisasi

Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja

Perusahaan”. Berdasarkan penelitian ini bahwa pengaruh kepemimpinan

terhadap kinerja perusahaan berpengaruh positif dan signifikan artinya

kepemimpinan merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi banyak orang

melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan organisasi dan pengaruh

budaya organisasi terhadap kinerja perusahaan adalah positif dan signifikan

artinya budaya organisasi merupakan hasil interaksi ciri-ciri kebiasaan yang

mempengaruhi kelompok-kelompok orang dalam lingkungan organisasinya.

2. Penelitian oleh Tri Widodo (2010) yang berjudul “Pengaruh Lingkungan

Kerja, Budaya Organisasi, Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan (Studi

pada Pegawai Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga”. Dalam penelitian ini

terdapat pengaruh yang positif dan signifikan secara parsial dan simultan

Page 15: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

22

antara variabel lingkungan kerja, budaya organisasi, kepemimpinan terhadap

kinerja pegawai Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.

2.2 Kerangka Pemikiran

Untuk lebih memperjelas dari penelitian yang menunjukkan bahwa adanya suatu

hubungan antara Gaya Kepemimpinan Demokratis dan Budaya Organisasi terhadap

Kinerja Karyawan dapat digambarkan dengan bagan, sebagai berikut:

H1

H3

H2

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sumber : Penulis, 2012

2.3 Hipotesis

Menurut sugiyono (2007, p51) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya

disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dengan menguji hipotesis dan

Gaya Kepemimpinan Demokratis

(X1)

Kinerja Karyawan

(Y)

Budaya Organisasi

(X2)

Page 16: 2012-1-00087-MN Bab2001.doc

23

menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk

mengatasi masalah yang dihadapi. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan

tingkat kepercayaan sebesar 95%, sehingga tingkat presisi atau batas ketidakakuratan

sebesar = 5% = 0,05. Sedangkan hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Untuk T-1 : H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan

Demokratis (X1) dengan Kinerja Karyawan (Y).

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan

Demokratis (X1) dengan Kinerja Karyawan (Y).

Untuk T-2 : H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Budaya Organisasi

(X2) dengan Kinerja Karyawan (Y).

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Budaya Organisasi (X2)

dengan Kinerja Karyawan (Y).

Untuk T-3 : H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan

Demokratis (X1) dan Budaya Organisasi (X2) dengan Kinerja

Karyawan (Y).

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan

Demokratis (X1) dan Budaya Organisasi (X2) dengan Kinerja

Karyawan (Y).