kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kepercayaan
2.1.1.1 Definisi Kepercayaan
Menurut Robbins dan Judge (2008), Kepercayaan adalah suatu harapan positif
bahwa orang lain tidak akan bertindak secara oportunistik. Istilah oportunistik
merujuk pada risiko di dalam hubungan berbasis kepercayaan.
Berdasarkan Demircan dan Ceylan, yang dikutip oleh Toprak (2006)
kepercayaan adalah hal penting dalam semua hubungan di sebuah organisasi,
khususnya hubungan antara staf dan pimpinan karyawan. Kepercayaan merupakan
sebuah komponen penting dari kehidupan yang memiliki konsekuensi yang
menguntungkan staf dan organisasi. Hal ini diakui sebagai faktor yang menjamin
karyawan bergerak menuju tujuan bersama dan bekerja sama dalam mengejar tujuan
tersebut. Oleh karena itu, pimpinan perlu memberikan perhatian khusus untuk
mengembangkan kepercayaan antara karyawan dan bekerja dengan karyawan yang
percaya satu sama lain.
Menurut Cumming dan Bromiley, yang dikutip oleh Altuntas dan Baykal
(2010) konsep kepercayaan telah didefinisikan sebagai: rasa percaya diri dan
komitmen tanpa persepsi ketakutan, dan keraguan, seseorang percaya bahwa ia akan
menerima dukungan dan kolaborasi dalam memecahkan masalah pada saat
dibutuhkan, tanpa adanya motif tersembunyi yang mendasari dan/atau pikiran negatif
pada bagian dari orang lain. Kepercayaan Organisasi yang merupakan dasar dari
hubungan interorganisasi, memiliki beberapa definisi dalam literatur.
9
2.1.1.2 Jenis Kepercayaan
Menurut Robbins dan Judge (2008), terdapat 3 jenis kepercayaan, yaitu :
1. Kepercayaan Berbasis Pencegahan
Kepercayaan yang didasarkan pada kekhawatiran akan terjadinya
pembalasan dendam jika kepercayaan dikhianati.
2. Kepercayaan Berbasis Pengetahuan
Kepercayaan didasarkan pada kemampuan memprediksi perilaku
yang bersumber dari pengalaman berinteraksi. Kepercayaan ini
terbentuk jika anda memiliki informasi yang memadai mengenai
seseorang sehingga anda mengenal mereka dengan cukup baik dan
dapat memperkirakan perilaku mereka dengan tepat.
3. Kepercayaan Berbasis Identifikasi
Kepercayaan berdasarkan pemahaman atas niat orang lain dan
menghargai keinginan pihak lain. Kepercayaan ini juga merupakan
jenis kepercayaan yang idealnya mesti dicapai oleh manajer dalam
tim.
2.1.1.3 Definisi Kepercayaan Organisasi
Kepercayaan organisasi, yang merupakan dasar hubungan intraorganisasional,
memiliki beberapa definisi dalam literatur. Menurut Cummings dan Bromiley, yang
dikutip oleh Altuntas dan Baykal (2010), kepercayaan organisasi adalah keyakinan
dari individu atau kelompok secara keseluruhan bahwa individu atau organisasi akan
melakukan segala upaya, baik expilcit maupun tersirat, dengan itikad baik untuk
bertindak sesuai dengan komitmen, bahwa kejujuran dalam hubungan akan
memastikan konsekuensi dari komitmen, dan bahwa orang-orang yang terlibat tidak
10
akan berusaha untuk mengambil keuntungan dari orang lain bahkan jika mereka
memiliki kesempatan.
Menurut Yucel (2006, p4) Kepercayaan Organisasi adalah harapan individu,
kelompok, atau organisasi, di mana mereka berada dalam interaksi timbal balik
bahwa mereka akan membuat keputusan yang etis dan akan mengembangkan
perilaku yang didasarkan pada prinsip-prinsi etika.
Istilah lainnya menurut Demircan dan Ceylan yang dikutip oleh Altuntas dan
Baykal (2010), Kepercayaan Organisasi adalah di mana pegawai merasa
mendapatkan dukungan yang ditawarkan oleh organisasi kepada dirinya, dan rasa
percaya diri dalam pemimpin maupun karyawan bahwa mereka telah jujur dan
konsisten dengan kata-kata mereka.
Berdasarkan Zalabak et al, yang dikutip oleh Tarigan (2012), Kepercayaan
Organisasi adalah harapan positif yang dimiliki individu mengenai tujuan dan
perilaku dari anggota kelompok yang lain berdasarkan peraturan organisasi,
pengalaman dan saling ketergantungan.
Menurut Zalabak et al, yang dikutip oleh Debora (2006) Kepercayaan
organisasional terjadi pada beberapa level (individu, kelompok, institusi) dan
memiliki sifat-sifat: 1) berakar pada budaya organisasi, yang berarti bahwa
kepercayaan terikat erat pada nilai-nilai, norma-norma, dan keyakinan dari budaya
organisasi, 2) berbasis komunikasi, yang berarti bahwa kepercayaan adalah keluaran
dari perilaku komunikasi, seperti misalnya menyediakan informasi yang akurat,
memberikan penjelasan-penjelasan mengenai keputusan-keputusan dan menunjukkan
keterbukaan, 3) bersifat dinamis, yang berarti bahwa kepercayaan mengalami
perubahan secara konstan ketika ia berdaur melalui fase-fase pembangunan, menjadi
stabil, dan menjadi larut, 4) bersifat multidimensional, yang berarti kepercayaan
11
terdiri dari banyak faktor pada tingkat kognitif, emosional, dan perilaku, di mana
ketiganya memengaruhi persepsi seseorang atas kepercayaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kepercayaan Organisasi merupakan dukungan
yang diberikan oleh pemimpin dan seluruh anggota organisasi terhadap tugas
karyawan, yang diharapkan dapat dikerjakan dengan baik, benar, dan tepat waktu
demi mencapai tujuan organisasi.
2.1.2 Keadilan Organisasi
2.1.2.1 Definisi Keadilan Organisasi
Menurut Griffin dan Moorhead (2010), Keadilan Organisasi merupakan
fenomena penting yang baru-baru ini telah diperkenalkan ke dalam studi organisasi.
Keadilan dapat dibahas dari berbagai perspektif, termasuk motivasi, kepemimpinan,
dan dinamika kelompok. Keadilan Organisasi mengacu pada persepsi seseorang
dalam organisasi mengenai keadilan yang terdiri dari 4 bentuk keadilan organisasi,
yaitu :
1. Keadilan Distributif
Keadilan distributif mengacu pada persepsi karyawan terhadap keadilan
dengan imbalan dan hasil yang bernilai lainnya yang didistribusikan dalam
organisasi. Persepsi keadilan distributif mempengaruhi kepuasan individu
dengan berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan hasil seperti gaji, tugas
kerja, pengakuan, dan kesempatan untuk kemajuan.
12
Gambar 2.1 Bentuk Keadilan Organisasi Griffin dan Moorhead
Sumber: Griffin dan Moorhead, 2010
2. Keadilan Prosedural
Keadilan prosedural adalah persepsi individu dari keadilan yang
digunakan untuk menentukan berbagai hasil. Misalnya, kinerja karyawan
dievaluasi oleh seseorang sangat akrab dengan pekerjaan yang sedang
dilakukan.
Ketika pekerja menganggap keadilan prosedural tinggi, mereka akan
lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan, mengikuti aturan, dan
menganggap hasil yang relevan adalah adil. Tetapi jika para pekerja merasa
ketidakadilan prosedural, mereka cenderung menarik diri dari kesempatan
untuk berpartisipasi, untuk kurang memperhatikan aturan dan kebijakan, dan
menganggap hasil yang relevan adalah tidak adil.
13
3. Keadilan Interpersonal
Keadilan interpersonal terkait dengan tingkat keadilan orang melihat
bagaimana mereka diperlakukan oleh orang lain dalam organisasi mereka.
Misalnya, seorang karyawan diperlakukan oleh pimpinan dengan bermartabat
dan hormat. Pemimpin juga menyediakan informasi secara tepat waktu, dan
selalu terbuka dan jujur dalam hubungannya dengan bawahan. Bawahan akan
mengekspresikan keadilan interpersonal yang tinggi. Tetapi jika pemimpin
memperlakukan bawahannya dengan kurangnya hormat, dan menahan
informasi penting, sering ambigu atau tidak jujur dalam hubungannya dengan
bawahan, ia akan mengalami ketidakadilan interpersonal.
Jika karyawan mengalami keadilan interpersonal, karyawan cenderung
untuk membalas dengan memperlakukan orang lain dengan hormat dan
keterbukaan. Tetapi jika karyawan mengalami ketidakadilan interpersonal,
karyawan mungkin akan berlaku kurang hormat, dan cenderung kurang
mengikuti arahan dari pemimpin.
4. Keadilan Informasional
Keadilan informasional, mengacu pada keadilan yang dirasakan dari
informasi yang digunakan untuk sampai pada keputusan. Jika seseorang merasa
bahwa manajer membuat keputusan berdasarkan informasi yang relatif lengkap
dan akurat, dan informasi itu tepat diproses dan dipertimbangkan, orang
tersebut kemungkinan akan mengalami keadilan informasi. Tetapi jika orang
merasa bahwa keputusan itu didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan
14
tidak akurat dan/atau informasi penting diabaikan, individu akan mengalami
kurangnya keadilan informasi.
Menurut Robbins and Jugde (2007), Keadilan Organisasional adalah seluruh
persepsi tentang apa yang adil di tempat kerja, yang terdiri atas keadilan distributif,
prosedural dan interaksional.
1. Keadilan Distributif adalah keadilan mengenai jumlah dan pemberian
penghargaan yang dirasakan di antara individu-individu.
2. Keadilan Prosedural adalah keadilan yang dirasakan mengenai proses
yang digunakan untuk menentukan distribusi penghargaan.
3. Keadilan Interaksional adalah tingkat sampai mana seorang individu
diperlakukan dengan martabat, perhatian, dan rasa hormat.
Menurut McDowall, et al yang dikutip oleh Ince dan Gul (2011) Tipe Keadilan
Organisasi adalah :
1. Keadilan Distibutif adalah mengenai persepsi individu atas hasilnya. Dengan
kata lain, keadilan distributif adalah persepsi karyawan mengenai keuntungan
dan organizational resources. Jenis keadilan difokuskan pada tingkat distribusi
imbalan dan hukuman (Nirmala dan Akhilesh, 2006) dan termasuk persepsi
karyawan terhadap distribusi organizational resources dan benefit. Disisi lain,
Cohen yang dikutip oleh Ince dan Gul (2011) mendefinisikan keadilan
distributif sebagai alokasi sumber daya kepada karyawan dengan strandar yang
telah ditentukan.
2. Menurut Folger dan Konovsky yang dikutip oleh Ince dan Gul (2011) keadilan
prosedural adalah persepsi dari proses yang digunakan untuk menentukan
15
keputusan. Singkatnya, keadilan ini adalah tentang persepsi keadilan terkait
dengan proses pengambilan keputusan. Keadilan prosedural meliputi faktor
kunci sebagai berikut yang ditentukan oleh penelitian Leventhal yang dikutip
oleh Ince dan Gul (2011):
a. Membutuhkan konsistensi antara individu-individu dalam jangka waktu
tertentu,
b. Termasuk perilaku tanpa prasangka,
c. Menggunakan informasi yang benar dan relevan,
d. Memungkinkan tindakan korektif jika terjadi konflik antara pihak-pihak,
e. Sesuai dengan standar etika dan
f. Mempertimbangkan pendapat pihak terkait.
Menurut Colquitt dan Chertkoff yang dikutip oleh Ince dan Gul (2011),
Keadilan prosedural berarti praktek masalah organisasi yang sama seperti
menghindari upah yang tidak adil, komitmen untuk keputusan, berbagi
pengetahuan.
3. Menurut Moorman yang dikutip oleh Ince dan Gul (2011), Keadilan
Interaksional adalah interaksi antara sumber alokasi dan orang-orang yang
akan dipengaruhi oleh alokasi keputusan, atau metode yang menceritakan
bagaimana untuk melakukan sesuatu dan apa yang harus dilakukan kepada
orang-orang dalam proses pengambilan keputusan.
16
Menurut Parker dan Kohlmeyer (2005) menjelaskan Keadilan Organisasional
meliputi persepsi anggota organisasi tentang kondisi keadilan yang mereka alami
dalam organisasi, secara khusus tentang rasa keadilan yang terkait dengan alokasi
penghargaan organisasi seperti gaji dan promosi. Rasa keadilan akan muncul ketika
otoritas organisasi konsisten dan tidak bias dalam pengambilan keputusan organisasi
terutama terkait dengan alokasi gaji dan promosi. Aturan organisasi yang tidak
konsisten dan bias terhadap individu adalah suatu tindakan diskriminasi, sehingga
muncul rasa diskriminasi (perceived discrimination) oleh individu.
Kemudian menurut Colquitt et al yang dikutip oleh Mohammad et al (2010)
yang mendefinisikan keadilan organisasi sebagai fokus pada anteseden dan
konsekuensi dari dua jenis persepsi subyektif, yaitu keadilan distribusi hasil dan
alokasi dan keadilan dari prosedur yang digunakan untuk menentukan distribusi hasil
dan alokasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Keadilan Organisasi merupakan di mana adanya
kesimbangan atas hasil kerja (gaji, bonus, perlakuan, persebaran informasi atau
adanya promosi jabatan) dengan kontribusi yang karyawan berikan kepada
organisasi, dan tentunya demi kepentingan organisasi.
2.1.3 Organizational Citizenship Behavior
2.1.3.1 Definisi Organizational Citizenship Behavior
Menurut Aldag dan Reskche, dalam Hendraningtyas (2005), Organizatinal
Citizenship Behavior merupakan kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran
di tempat kerja, dan dihargai oleh perolehan kinerja tugas. Organizational
Citizenship Behavior ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong
orang lain, menjadi volunteer untuk berbagai tugas ekstra, patuh terhadap aturan
17
serta prosedur di tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan nilai tambah pegawai ini
merupakan salah satu bentuk prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif
dan bermakna membantu.
Menurut Lovell, yang dikutip oleh Mohammad et al (2010) Organizational
Citizenship Behavior adalah perilaku yang melampaui job description formal,
persyaratan minimal yang diharapkan oleh organisasi dan mempromosikan
kesejahteraan rekan kerja, kerja kelompok, atau organisasi.
Menurut Robbins dan Judge (2008) Organizational Citizenship Behavior
adalah perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal
seorang karyawan namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.
Menurut Ahmadi et al (2011) Organizational Citizenship Behavior adalah
perilaku diskresioner yang menjadi bagian dari pekerja, yang tidak diharapkan
(melebihi harapan), oleh karena itu tidak dapat dihargai secara formal atau dihukum
jika terjadi kekurangan oleh organisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior merupakan
perilaku yang melebihi tuntutan kerjanya, dan dapat membantu meningkatkan
efektivitas organisasi, karena perilaku ini bersifat penolong, misalnya salah satu
karyawan telah menyelesaikan tugasnya, dan tidak ada lagi tugas yang ia kerjakan,
lalu ia putuskan untuk menolong mengerjakan tugas karyawan lain dengan tujuan
agar tugas yang dikerjakan dapat dengan cepat terselesaikan. Hal ini akan membantu
dalam efektivitas organisasi.
18
2.1.3.2 Dimensi dalam Organizational Citizenship Behavior
Menurut Ahmadi, et al (2011), mengidentifikasikan 5 dimensi Organizational
Citizenship Behavior, yaitu:
1. Altruism: Dimensi pertama adalah Altruism (juga disebut sebagai perilaku
membantu, perilaku pro-sosial, dan bertetangga). Dimensi ini berhubungan
dengan perilaku yang baik secara langsung maupun tidak langsung membantu
pekerja lain dengan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan saat ini.
Sangat mudah untuk melihat manfaat untuk dimensi OCB: pekerja saling
membantu, bukan mengganggu pengawas dari pekerjaan mereka. Juga, para
pekerja dapat mengambil manfaat dengan tidak menunjukkan supervisor
mereka seberapa sering mereka membutuhkan bantuan, yang mungkin
muncul pada penilaian kinerja mereka.
2. Courtesy: Dimensi ini mengacu pada perilaku membantu yang mencegah
masalah terkait pekerjaan dan membantu untuk mengurangi masalah.
3. Conscientiousness: Dimensi ini mencakup perilaku seperti menjadi tepat
waktu, mempertahankan tingkat absensi, dan mengikuti aturan organisasi.
4. Sportsmanship: Pada dimensi ini Organ menggambarkannya sebagai toleransi
untuk melaksanakan tugas tanpa mengeluh. Dimensi ini menjadi hal yang
paling disukai oleh supervisor, karena minimnya keluhan.
5. Civic Virtue: Pada dimensi ini Organ menggambarkannya dengan adanya
partisipasi yang bertanggung jawab dalam siklus kehidupan dari organisasi.
Contoh perilaku tersebut tetap up-to-date dengan isu-isu penting dari
organisasi.
19
Menurut Cekmecelioglu et al, yang dikutip oleh Altuntas dan Baykal (2010,
p187). OCB secara keseluruhan, juga telah didefinisikan sebagai tindakan sukarela
yang mungkin mencakup bantuan, berbagi, dan berkontribusi terhadap efektivitas
organisasi dan ditujukan untuk mempertahankan dan melindungi kedamaian di antara
individu dan kelompok, serta dalam organisasi selama pemenuhan tujuan organisasi.
Lima OCB dijelaskan dalam literatur: altruism, conscientiousnes, courtesy, civic-
virtue, dan sportmanship.
1. Altruism, melibatkan bantuan yang diberikan oleh anggota organisasi
untuk orang lain yang memiliki beban kerja tinggi atau yang sedang
mengalami masalah dengan pekerjaan mereka atau anggota baru yang
baru saja bergabung ke dalam organisasi. Hal ini juga terkait dengan
mengambil alih tanggung jawab dari orang lain yang absen karena
sakit.
2. Conscientiousness, melibatkan perilaku seperti upaya yang konsisten
untuk tiba di tempat kerja tepat waktu bahkan di bawah kondisi cuaca
buruk. Contoh lain adalah partisipasi reguler dalam rapat organisasi,
dan bekerja lembur.
3. Courtesy, melibatkan tindakan seorang karyawan yang meminta
pendapat orang lain yang mungkin mempengaruhi keputusan yang akan
dibuat. Courtesy juga mencakup perilaku pengamanan hak asosiasi,
yang konstruktif dalam kondisi apapun terlepas dari organisasi terhadap
tindakan yang berpotensi mengancam, dan mencoba untuk mencegah
masalah sebelum terjadi atau meminimalkan kemungkinan efek
masalah.
20
4. Civic-Virtue, seperti berpartisipasi dalam pertemuan organisasi dan
diskusi, mengamati dan mencoba untuk mengikuti perubahan dalam
organisasi, dan mengambil peran aktif dalam membantu karyawan lain
dalam beradaptasi dengan perubahan ini, serta menyarankan solusi
untuk masalah dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
5. Sportmanship, seperti menghindari perilaku negatif yang dapat
mengakibatkan stres serta menghindari masalah. Sportmanship
termasuk menghindari berfokus pada apa yang salah dengan pekerjaan
dan menghindari perilaku tidak sopan terhadap rekan kerja.
2.1.3.3 Manfaat Organizational Citizenship Behavior
Menurut Organ, et al (2006) Organizational Citizenship Behavior memiliki
beberapa manfaat bagi organisasi, yaitu:
1. Meningkatkan produktivitas rekan kerja
Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat
penyelesaian tugas rekan kerjanya, dengan begitu akan meningkatkan
produktivitas rekan tersebut.
2. Meningkatkan produktivitas manajer
Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu
manajer mendapatkan saran dan umpan balik yang berharga dari
karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.
3. Menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara
keseluruhan
a. Jika karyawan saling tolong-menolong dalam menyelesaikan masalah
dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer,
21
konsekuensinya manajer akan menggunakan waktunya untuk
melakukan tugas lain seperti membuat perencanaan.
b. Karyawan yang menampilkan conscentiousness yang tinggi hanya
membutuhkan pengawasan minimal dari manajer, sehingga
manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar
pada mereka, berarti membantu manajer melakukan pekerjaan yang
lebih penting.
c. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat
menolong manajer karena tidak menghabiskan waktu terlalu
banyak dengan keluhan-keluhan kecil karyawan.
4. Menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan
kelompok kerja
Karyawan menampilkan perilaku civic virtue akan membantu koordinasi
diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial
meningkatkan efektivitas dan efesiensi kelompok.
5. Meningkatkan kinerja organisasi dan kemampuan organisasi untuk
menarik dan mempertahankan karyawan yang baik.
6. Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi
Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja, akan
meningkatkan stabilitas dari kinerja organisasi.
2.1.4 Efektivitas Organisasi
2.1.4.1 Definisi Efektivitas Organisasi
Menurut Tangkilisan (2005) disimpulkan bahwa konsep tingkat Efektivitas
Organisasi menunjuk pada tingkat sejauh mana organisasi melaksanakan kegiatan
22
atau berbagai fungsi sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan
menggunakan alat dan sumber secara optimal. Hal ini menandakan bahwa efektivitas
organisasi menyangkut 2 aspek, yaitu :
1. Tujuan organisasi, dan
2. Pelaksanaan fungsi untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan Gitosudarmo, yang dikutip oleh Sutrisno (2010) mengemukakan
konsep mengenai Efektivitas Organisasi didasarkan pada teori sistem dan dimensi
waktu. Berdasarkan teori sistem bahwa Efektivitas Organisasi harus dapat
menggambarkan seluruh siklus input, proses, dan output, serta harus mampu
menggambarkan hubungan timbal balik yang harmonis antara organisasi dengan
lingkungan yang lebih luas. Sedangkan berdasarkan dimensi waktu bahwa organisasi
diartikan sebagai satu elemen dari sistem yang lebih besar (lingkungan) melalui
berbagai waktu dalam mengambil sumber daya, lalu memprosesnya, dan akhirnya
menjadi barang jadi yang akan dikembalian kepada lingkungannya.
Menurut Djojosoedarso, yang dikutip oleh Sutrisno (2010), Efektivitas
Organisasi mencakup lebih dari individu dan kelompok. Efektivitas individu
menekankan hasil kerja karyawan atau anggota tertentu dari organisasi. Tugas yang
harus dilakukan biasanya ditetapkan sebagai bagian dari pekerjaan atau posisi dalam
organisasi. Efektivitas kerja dapat diketahui melalui prestasi kerjanya. Efektivitas
kelompok adalah jumlah kontribusi dari semua anggotanya. Dalam beberapa hal
efektivitas kelompok adalah lebih besar daripada jumlah kontribusi tiap individu.
Menurut Mary et al, yang dikutip oleh Manzoor (2011) mengemukakan bahwa
Efektivitas Organisasi adalah sejauh mana sebuah organisasi menggunakan sumber
23
daya tertentu, memenuhi tujuan organisasi tanpa menghabiskan sumber daya dan
tanpa memberikan tekanan berlebihan pada anggota dan/atau masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Efektivitas Organisasi adalah suatu pencapaian
tujuan organisasi secara tepat waktu mulai dari siklus input-proses-output dengan
menggunakan sumber daya manusia secara optimal namun tidak melakukan
penekanan.
2.1.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Efektivitas Organisasi
Menurut Peters dan Waterman, yang dikutip oleh Sutrisno (2010), mengkaji 40
buah perusahaan yang dikelola dengan baik, sangat efektif. Mereka menemukan
delapan kriteria yang mempengaruhi efektivitas organisasi, yaitu :
1. Mereka mempunyai bias terhadap
tindakan dan penyelesaian pekerjaan.
2. Mereka selalu dekat dengan para
pelanggan agar dapat mengerti secara penuh kebutuhan pelanggan.
3. Mereka memberi para pegawai suatu
tingkat otonomi yang tinggi dan menumpuk semangat kewiraswastaan.
4. Mereka berusaha meningkatkan
produktivitas lewat partisipasi para pegawainya.
5. Para pegawai mengetahui apa yang
diinginkan perusahaan dan para manajer terlibat aktif pada semua
tingkatan.
6. Mereka selalu dekat dengan usaha yang
mereka ketahui dan pahami.
24
7. Mereka memiliki struktur organisasi
yang luwes dan sederhana, dengan jumlah orang yang minim dalam hal
aktivitas-aktivitas staf pendukung.
8. Mereka menggabungkan kontrol yang ketat dan disentralisasi untuk
mengamankan nilai-nilai inti perusahaan dengan kontrol yang longgar di
bagian-bagian lain untuk mendorong pengambilan resiko serta inovasi.
Menurut Steers, yang dikutip oleh Sutrisno (2010), mengemukakan bahwa ada
empat kelompok variabel yang berpengaruh terhadap efektivitas organisasi, yaitu :
1. Karakteristik organisasi, termasuk struktur dan teknologi.
2. Karakteristik lingkungan, termasuk lingkungan ekstern dan lingkungan
intern.
3. Karateristik karyawan, yang meliputi keterikatan pada organisasi dan
prestasi kerja.
4. Kebijakan praktik manajemen.
Berdasarkan Chandler, yang dikutip oleh Sutrisno (2010), ia lebih
memerhatikan pengaruh perubahan-perubahan lingkungan terhadap efektivitas
organisasi. Dari penelitiannya disimpulkan bahwa perubahan lingkungan
berpengaruh terhadap strategi; selanjutnya strategi berpengaruh terhadap struktur;
dan akhirnya struktur berpengaruh terhadap perilaku.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa
hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah peneliti baca:
25
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Altuntas dan Baykal mengenai
Relationship between Nurses’ Organizational Trust Levels and Their Organizational
Citizenship Behavior. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif dan eksploratif. Dalam penelitiannya menunjukkan kepercayaan organisasi
staf pada lembaga mereka, manajer, dan rekan kerja mempengaruhi organizational
citizenship behavior dalam conscientiousness, civic-virtue, altruism, dan courtesy,
kecuali sportmanship. Manajer sebaiknya memperkenalkan pelatihan untuk
meningkatkan kepercayaan organisasi bawahan mereka untuk memastikan bahwa
mereka akan mengembangkan organizational citizenship behaviors.
Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad, Habib, dan Alias mengenai
Organizational Justice and Organizational Citizenship Behavior in Higher
Education Institutions. Penelitian ini menggunakan metode regresi linear sederhana
dan regresi bertingkat. Penelitian ini juga menggunakan 16 item pernyataan untuk
variabel Organizational Citizenship Behavior, dan 21 item pernyataaan untuk
variabel keadilan organisasi. Pada penelitian ini telah ditemukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara keadilan distributif dan OCBI dan OCBO. Namun,
persepsi pekerja pada keadilan prosedural dan interaksional meningkatkan tingkat
Organizational Citizenship Behavior mereka kepada organisasi, supervisor, dan
rekan mereka secara positif.
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi, Akbar ahmadi, dan Tavreh mengenai
Survey Relationship between Organizational Justice and Organizational Citizenship
Behavior of food product firms in Kurdestan Province. Penelitian ini menggunakan
73 sample dan terdiri dari 27 pernyataan pada variabel Organizational Citizenship
Behavior serta 12 pernyataan untuk keadilan organisasi. Pada penelitian ini
menggunakan empat komponen keadilan organisasi yaitu keadilan distributif,
26
keadilan interpersonal, keadilan prosedural dan keadilan informasional, serta dimensi
dari Organizational Citizenship Behavior dari Organ yaitu conscientiousness, civic-
virtue, altruism, courtesy, dan sportmanship. Hasilnya, ada hubungan antara dimensi
dari keadilan organisasi dengan OCB kecuali keadilan informasional. Namun
terdapat pertanyaan utama “engapa terdapat hubungan positif antara keadilan
organisasi dan Organizational Citizenship Behavior?” kemudian diketahui bahwa
adanya kepercayaan ynag memediasa antar variabel tersebut. Keadilan organisasi
dapat meningkatkan kepercayaan karyawan, yang dapat merangsang Citizenship
Behavior.
Penelitian yang dilakukan oleh Sabran, Thoyib, Troena dan Salim, dengan
judul Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Keadilan Organisasional,
Kepercayaan Organisasional, Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship
Behavior, pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa kepemimpinan
transformasional berpengaruh secara signifikan dengan keadilan organisasi, keadilan
transformasional berpengaruh secara signifikan dengan kepercayaan organisasi,
keadilan organisasi berpengaruh secara signifikan dengan kepercayaan organisasi,
kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh secara signifikan dengan
kepuasan kerja, keadilan organisasi berpengaruh secara signifikan dengan kepuasan
kerja, kepercayaan organisasi berpengaruh secara signifikan dengan kepuasan kerja,
kepemimpinan transformasional berpengaruh secara signifikan dengan
organizational citizenship behavior, keadilan organisasi berpengaruh secara
signifikan dengan organizational citizenship behavior, kepercayaan organisasi
berpengaruh secara signifikan dengan organizational citizenship behavior, dan
kepuasan kerja berpengaruh secara signifikan dengan organizational citizenship
behavior.
27
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis, 2012
Keterangan:
: Secara Parsial
: Secara Simultan
2.4 Hipotesis
t-1 : Untuk mengetahui besar pengaruh Kepercayaan Organisasi (x1)
terhadap Organizational Citizenship Behavior (y) pada Biro Penghubung
Sumatera Selatan.
28
Ho : Tidak ada pengaruh Kepercayaan Organisasi (x1) terhadap
Organizational Citizenship Behavior (y) pada Biro Penghubung
Sumatera Selatan.
Hi : Ada pengaruh Kepercayaan Organisasi (x1) terhadap Organizational
Citizenship Behavior (y) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
t-2 : Untuk mengetahui besar pengaruh Keadilan Organisasi (x2) terhadap
Organizational Citizenship Behavior (y) pada Biro Penghubung
Sumatera Selatan.
Ho : Tidak ada pengaruh Keadilan Organisasi (x2) terhadap Organizational
Citizenship Behavior (y) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
Hi : Ada pengaruh Keadilan Organisasi (x2) terhadap Organizational
Citizenship Behavior (y) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
t-3 : Untuk mengetahui besar pengaruh Organizational Citizenship Behavior
(y) terhadap Efektivitas Organisasi (z) pada Biro Penghubung Sumatera
Selatan.
Ho : Tidak ada pengaruh Organizational Citizenship Behavior (y) terhadap
Efektivitas Organisasi (z) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
Hi : Ada pengaruh Organizational Citizenship Behavior (y) terhadap
Efektivitas Organisasi (z) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
t-4 : Untuk mengetahui besar pengaruh Kepercayaan Organisasi (x1)
terhadap Efektivitas Organisasi (z) pada Biro Penghubung Sumatera
Selatan.
Ho : Tidak ada pengaruh Kepercayaan Organisasi (x1) terhadap Efektivitas
Organisasi (z) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
29
Hi : Ada pegaruh Kepercayaan Organisasi (x1) terhadap Efektivitas
Organisasi (z) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
t-5 : Untuk mengetahui besar pengaruh Keadilan Organisasi (x2) terhadap
Efektivitas Organisasi (z) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
Ho : Tidak ada pengaruh Keadilan Organisasi (x2) terhadap Efektivitas
Organisasi (z) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
Hi : Ada pengaruh Keadilan Organisasi (x2) terhadap Efektivitas Organisasi
(z) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
t-6 : Untuk mengetahui besar pengaruh Kepercayaan Organisasi (x1) dan
Keadilan Organisasi (x2) terhadap Organizational Citizenship Behavior
(y) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
Ho : Tidak ada pengaruh Kepercayaan Organisasi (x1) dan Keadilan
Organisasi (x2) terhadap Organizational Citizenship Behavior (y) pada
Biro Penghubung Sumatera Selatan.
Hi : Ada pengaruh Kepercayaan Organisasi (x1) dan Keadilan Organisasi
(x2) terhadap Organizational Citizenship Behavior (y) pada Biro
Penghubung Sumatera Selatan.
t-7 : Untuk mengetahui besar pengaruh Kepercayaan Organisasi (x1) dan
Keadilan Organisasi (x2) terhadap Organizational Citizenship Behavior
(y) dan dampaknya pada Efektivitas Organisasi (z) pada Biro
Penghubung Sumatera Selatan.
Ho : Tidak ada pengaruh Kepercayaan Organisasi (x1) dan Keadilan
Organisasi (x2) terhadap Organizational Citizenship Behavior (y) dan
30
dampaknya pada Efektivitas Organisasi (z) pada Biro Penghubung
Sumatera Selatan.
Hi : Ada pengaruh Kepercayaan Organisasi (x1) dan Keadilan Organisasi
(x2) terhadap Organizational Citizenship Behavior (y) dan dampaknya
pada Efektivitas Organisasi (z) pada Biro Penghubung Sumatera Selatan.
Keterangan :
X1 : Kepercayaan Organisasi
X2 : Keadilan Organisasi
Y : Organizational Citizenship Behavior
Z : Efektivitas Organisasi