bab ii - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2012-2-00365-mn...

60
17 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Pemasaran Jasa Perkembangan dunia bisnis pada era globalisasi menuntut kinerja yang sempurna dari setiap proses yang dijalankan perusahaan. Pemasaran tidak lagi dipandang sebagai bagian yang terpisah dari organisasi yang hanya berperan sebagai proses penjualan suatu produk. Perkembangan konsep pemasaran sendiri tidak terlepas dari fungi-fungsi organisasi yang lain dan pada akhirnya mempunyaai tujuan untuk memuaskan pelanggan. Pemasaran yang tidak efektif (ineffective marketing) dapat membahayakan bisnis karena dapat berakibat pada konsumen yang tidak puas. Pemasaran yang efektif (effective marketing) Justru berakibat sebaliknya yaitu menciptakan nilaiatau utilitas. Menciptakan nilai dan kepuasan pelanggan adalah inti pemikiran pemasaran modern. Tujuan kegiatan pemasaran adalah menarik pelanggan baru dengan menjanjikan nilai yang tepat dan mempertahankan pelanggan saat ini dengan memenuhi harapannya sehingga dapat menciptakan tingkat kepuasan. Menurut Zeithaml and Bitner (2003: p.319) menyatakan bahwa pemasaran jasa adalah mengenai janji-janji, janji yang dibuat kepada pelanggan dan harus dijaga. Yang memperkuat pentingnya orang dalam

Upload: vannhan

Post on 13-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Pengertian Pemasaran Jasa

Perkembangan dunia bisnis pada era globalisasi menuntut kinerja

yang sempurna dari setiap proses yang dijalankan perusahaan. Pemasaran

tidak lagi dipandang sebagai bagian yang terpisah dari organisasi yang

hanya berperan sebagai proses penjualan suatu produk. Perkembangan

konsep pemasaran sendiri tidak terlepas dari fungi-fungsi organisasi yang

lain dan pada akhirnya mempunyaai tujuan untuk memuaskan pelanggan.

Pemasaran yang tidak efektif (ineffective marketing) dapat membahayakan

bisnis karena dapat berakibat pada konsumen yang tidak puas. Pemasaran

yang efektif (effective marketing) Justru berakibat sebaliknya yaitu

menciptakan nilaiatau utilitas.

Menciptakan nilai dan kepuasan pelanggan adalah inti pemikiran

pemasaran modern. Tujuan kegiatan pemasaran adalah menarik pelanggan

baru dengan menjanjikan nilai yang tepat dan mempertahankan pelanggan

saat ini dengan memenuhi harapannya sehingga dapat menciptakan tingkat

kepuasan.

Menurut Zeithaml and Bitner (2003: p.319) menyatakan bahwa

pemasaran jasa adalah mengenai janji-janji, janji yang dibuat kepada

pelanggan dan harus dijaga. Yang memperkuat pentingnya orang dalam

perusahaan menjaga janji mereka dan sukses dalam membangun customer

relationship.

Sedangkan Menurut Kotler, Bowen dan Makens (2002:p.65),

pemasaran jasa berfokus pada pelayanan dan memuaskan pelanggan. Jasa

harus dimulai dari manajemen puncak mengalir ke bawah.

Sedangkan menurut Lupiyoadi (2001:p.58) pemasaran jasa adalah

setiap tindakan yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang

secara prinsip intangabel dan tidak menyebabkan perpindahan

kepemilikan apapun.

Dari pengertian yang diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa pemasaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

manusia dalam memenuhi kebutuhannya melalui proses pertukaran barang

atau jasa. Dengan adanya kebutuhan tersebut mendorong manusia

mengadakan hubungan timbal balik antara pembeli dan penjual melalui

penciptaan dan pertukaran barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan

tersebut.

2.1.1 Kegiatan Pemasaran Jasa

Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong ( 2004:p.300) kegiatan

pemasaran yang saling berinteraksi digolongkan menjadi tiga, yaitu :

a. Internal Marketing adalah proses yang terjadi dalam suatu

perusahaan atau organisasi dalam rangka melatih dan memotivasi

karyawan sebagai asset utama perusahaan dan ujung tombak

pelayanan, agar dapat melayanai pelanggan dengan baik sehingga

tercipatanya kepuasan pelanggan.

b. Interactive Marketing adalah proses interaksi berkualitas yang

terjadi antara pelanggan dan karyawan. Pelanggan yang puas akan

menjalin hubungan berkesinambungan dengan personil dan

perushaan yang bersangkutan.

c. External Marketing adalah proses aktivitas normal yang dilakukan

oleh perusahaan dalam mempersiapkan jasa, menetapkan harga,

melakukan distribusi dan mempromosikan jasa yang bernilai

superior terhadap pelanggan.

2.1.2 Bauran Pemasaran Jasa

Bauran pemasaran jasa adalah elemen-elemen organisasi

perusahaan yang dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan

komunikasi dengan konsumen dan akan dipakai untuk memuaskan

konsumen. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

marketing mix merupakan unsur-unsur pemasaran yang saling terkait,

dibaurkan, diorganisir dan digunakan dengan tepat, sehingga perusahaan

dapat mencapai tujuan pemasaran dengan efektif, sekaligus memuaskan

kebutuhan dan keinginan kosumen.

Konsep bauran pemasaran tradisinal menurut Zeithaml, Bitner &

Gremler terdiri dari 4P, yaitu produk (product), harga (price),

tempat/lokasi (place), dan promosi (promotion). Sementara itu, untuk

pemasaran jasa perlu bauran pemasaran yang diperluas dengan

penambahan unsur non-traditional marketing mix, yaitu orang (people),

Fasilitas fisik (physical evidence), dan proses (process), sehingga menjadi

7P. Masing-masing dari tujuh unsur bauran pemasaran tersebut saling

berhubungan dan tergantung satu sama lainnya dan mempunyai suatu

bauran yang optimal sesuai dengan karakteristik segmennya

(Zeithaml,2009:p.23).

Penambahan unsur bauran pemasaran jasa dilakukan antara lain

karena jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk, yaitu

tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, beraneka ragam dan mudah

lenyap. Seperti yang dikemukakan oleh Ziethaml, Bitner & Gremler

(2009:p.24) bauran pemasaran jasa terdiri dari 7P yaitu product, price,

place, promotion, people, physical evidence, dan process. Unsur-unsur

bauran pemasaran jasa (7P) dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Bauran Pemasaran Jasa

Sumber : Valerie Zeithaml,Mary Jo Bitner dan Dwayne D.Gremler (2009:p.24) Service Marketing

2.2 Pengertian Jasa

Menurut Kotler (2002:p.486) mengatakan bahwa jasa adalah setiap

tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak lainnya,

yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan

apapun produksinya dapat dikaitkan atau tidak dapat dikaitkan dengan

suatu produk fisik.

PROCESS

Flow of Activities

Standardized

Customized

Number of Steps

PHYSICAL EVIDENCE

Facility Design

Equipment

Signage

Employes dress

Other Tangible

PEOPLE

Employees

Recruiting, Training, Motivation, Rewards,

Teamwork

Customers

PRICE

Flexibility

Price level

Terms

Differentiation

Discount

PLACE

Channel Type

Exposure

Intermediaries

Outlet Location

Ttransportation

PROMOTION

Promotion Blend

Sales People

Number Selection

Training, Incentives

Advertising

PRODUCT

Physical Good Features

Quality Level

Accessories

Packaging

Menurut J. Paul Peter dan Jerry C.Oleson dalam jurnal Prapti dan

Septadianti yang berjudul : Analisys Of Effect Of Quality, Price, And

Promotion Of Purchase Decision In Franchise Alfamart: Pelayanan adalah

perilaku penjualan kepada pembeli dengan memberikan kepuasan kepada

konsumen, agar konsumen merasa dihargai dan mendapatkan barang atau

jasa sesuai dengan keinginannya.

Menurut William J. Stanton (2008:p.243) Service are those

separately identifiable, essentially intangable acitvities that provide want-

satisfaction, and that are not necessarily tied to the sale of a product or

another service. To produce a service may or may not require the use of

tangible goods. However, when such use is required, where is no transfer

of the title (permanent ownership) to these tangible goods. Bahwa jasa

adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah tidak berwujud,

ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan

menggunakan benda-benda berwujud atau tidak.

Menurut Kotler dan Amstrong (2001:p.11) mendefinisikan jasa

adalah segala aktivitas atau manfaat atau manfaat yang dapat di tawarkan

oleh suatu kelompok kepada lainnya,yang pada dasarnya tidak nyata dan

tidak nyata dan tidak berakibat pada kepemilikan apapun.

Dari pengertian jasa diatas dapat disimpulkan bahwa jasa adalah

kegiatan atau aktivitas yang mempunyai nilai dan manfaat tetapi tidak

berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan. Produksinya bisa saja

atau tidak bisa dikaitkan dengan produk fisik.

2.2.1 Karakteristik Jasa

Berbagai riset dan literature manajemen dan pemasaran jasa

mengungkapkan bahwa jasa memiliki empat karakteristik yang

membedakan baran dan jasa yang dinamakan paradigm IHIP: Intangibility,

Heterogeneity, Inseparability, dan Perishability

Menurut Philip Kotler& Kevin Lane Keller (2009;p.39) :

1). Intangibility (tidak berwujud)

Jasa bersifat Intangibility artinya jasa tidak dapat dilihat,

dirasa, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.

Seorang konsumen jasa tidak dapat menilai hasil dari sebuah

jasa sebelum ia mengalami atau mengkonsumsinya sendiri.

Apabila pelanggan membeli jasa tertentu maka ia hanya

menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut,

namun tidak memiliki jasa yang dibelinya.

2). Heterogeneity (bervariasi)

Jasa bersifat Heterogeneity karena merupakan non-

standartdized output artinya terbanyak variasi bentuk,

kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana

jasa tersebut diproduksi. Contoh: Dua orang yang datang

kesalon yang sama dan meminta model potongan yang sama

tidak akan mendapatkan hasil seratus persen yang sama.

3). Inseparability (tidak terpisahkan)

Jasa bersifat Inseparability artinya jasa dijual terlebih

dahulu kemudian baru diproduksi dan dikonsumsi pada

tempat dan waktu yang sama. Berbeda dengan produk yang

biasanya diproduksi terlebih dahulu baru dapat dikonsumsi.

4). Perishability (mudah lenyap)

Jasa bersifat Perishability artinya jasa merupaka komditas

yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian

ulang diwaktu yang akan datang, dijual kembali atau

dikembalikan. Bila para penyedia jasa ingin memaksimalkan

pendapatan,mereka harus mengelola kapasitas dan

permintaan karena persedian yang tidak terjual tidak dapat

dijual di kemudian hari.

Fokus dalam proses jasa adalah untuk memberikan hasil

(manfaat) yang memenuhi dan atau melampaui kebutuhan,

keinginan pelanggan, dan harapan pelanggan. Selain itu

elemen penting yang terkaitdalam kualitas jasa adalah

pemilik. Pemilik proses jasa adalah orang yang memiliki atau

diberi tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan

dan mengarahkan perbaikan terus-menerus ditentukan oleh

batas-batas proses (boundaries of the process).

2.2.2 Kulitas Pelayanan

Menurut Lovelock & Wirtz (2007:p.418) kualitas layanan

merupakan evaluasi kognitif jangka panjang dari pelanggan terhadap

penyampaian layanan dari suatu perusahaan.

Menurut Yu-Kai Huang (2009:p.2) dalam jurnalnya yang berjudul

“The Effect of Airline Service Quality on Passengers’ Behavioural

Intentions Using SERVQUAL Scores: A TAIWAN Case Study” kualitas

pelayanan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan kesan konsumen

terhadap efisiensi relative organisasi dan layanan yang diberikannya.

Menurut Zeithaml,Bitner & Gramler (2009:p.130) service

quality,the customer's perception of the service component of a product,is

also a critical determinant of customer satisfaction.

Menurut Wyckof dalam ( Arief, 2007:p.118) kualitas pelayanan

adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat

keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.

Dari penjelasan diatas kualitas pelayanan (service quality) dapat

diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas

pelayanan yang nyata-nyata mereka terima atau peroleh dengan pelayanan

yang sesungguhnya mereka harapkan atau inginkan terhadap atribut-

atribut pelayanan suatu perusahaan. Dan dalam penelitian ini kami

menggunakan teori Lovelock & Wirtz sebagai acauan kami dalam variabel

kualitas pelayanan karena sesuai dengan penelitian kami.

2.2.3 Komponen Berbasi Kualitas Layanan

Lovelock dan Wirtz (2007;p,420) menjelaskan bahwa peneliti

berpendapat bahwa sifat kualitas pelayanan memerlukan pendekatan

khusus untuk mengidentifikasi dan mengukur kualitas pelayanan. Tidak

berwujud, segi sifat dari banyak layanan membuat lebih sulit untuk

mengevaluasi kualitas layanan dibandingkan dengan produk. Karena

pelanggan sering terlibat dalam produksi jasa, perbedaan harus ditarik

antara proses pelayanan dan output aktual dari layanan yang disebut

kualitas teknis. Peneliti lain menunjukkan bahwa persepsi kualitas layanan

adalah hasil dari proses evaluasi di mana pelanggan membandingkan

persepsi mereka tentang pelayanan dengan hasil yang diharapkan

10 faktor penentu kualitas pelayanan diidentifikasi:

1. Keandalan: yang terhubung ke konsistensi kinerja dan

ketergantungan. Di sini ditentukan jika perusahaan memberikan

pelayanan dengan cara yang benar pertama kalinya dan terus

janjinya.

2. Responsiveness: Faktor ini menyangkut sejauh mana karyawan

siap untuk menyediakan layanan. Ini melibatkan faktor-faktor

seperti mailing slip transaksi langsung, menelepon kembali

pelanggan dalam waktu singkat dan memberikan layanan yang

cepat. Kompetensi.

3. Kompetensi: terhubung pengetahuan dan keterampilan personil

kontak, personil dukungan operasional (dan juga kemampuan

penelitian) yang dibutuhkan untuk memberikan layanan.

4. Akses: Faktor ini terhubung ke didekati yang berarti misalnya jika

jam operasional yang nyaman, lokasi fasilitas yang nyaman, waktu

tunggu yang pendek dan juga akses mudah melalui telepon.

5. Courtesy:Faktor ini melibatkan kesopanan, rasa hormat,

pertimbangan, keramahan personil kontak (termasuk resepsionis,

operator telepon, dan sebagainya).

6. Komunikasi: Ini adalah tentang menjaga pelanggan informasi

dalam bahasa mereka dapat memahami dan juga mendengarkan

pelanggan. Perusahaan mungkin harus membuat beberapa

penyesuaian untuk menyertakan pelanggan asing.

7. Kredibilitas: Faktor-faktor seperti kepercayaan, kepercayaan dan

kejujuran disertakan. Itu berarti tingkat perusahaan memiliki

pelanggan "s kepentingan terbaik di hati. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kredibilitas adalah nama perusahaan, reputasi,

karakteristik pribadi dan sejauh mana keras menjual terhubung ke

interaksi dengan pelanggan. Keamanan.

8. Keamanan: berarti kebebasan dari bahaya, resiko atau keragu-

raguan. Faktor termasuk adalah: keselamatan fisik, keamanan

finansial dan kerahasiaan.

9. Memahami pelanggan: Ini adalah tentang membuat upaya untuk

memahami pelanggan yang melibatkan belajar tentang persyaratan

tertentu, memberikan perhatian individual dan mengakui juga

pelanggan tetap.

10. Tangibles: mereka termasuk aspek fisik layanan seperti fasilitas

fisik, penampilan personel, alat atau peralatan yang digunakan

untuk menyediakan layanan, representasi fisik atau pelanggan lain

di fasilitas pelayanan.

.

2.2.4 Dimensi Kualitas Pelayanan

Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) telah mengidentifikasi lima

dimensi pelayanan yang berkualitas, yaitu:

(1) Bukti langsung atau wujud (tangibles)

Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) mengungkapkan

bahwah bukti langsung adalah”penampilan fisik,peralatan,personel

dan bahan komunikasi, contoh: peralatan modern, fasilitas yang

tampak menarik secara visual, karyawan yang memiliki

penampilan rapi dan profisional”. (appreamce physical elements)

(2) Kehandalan (reliability)

Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) Kehandalan

adalah "kemampuan perusahaan untuk melaksanakan jasa yang

dijanjikan dengan andal dan akurat, contoh : menyediakan jasa

sesuai yang di janjikan, keandalan dalam penanganan masalah

layanan pelanggan, menyediakan jasa pada waktu yang dijanjikan".

(dependable, accurate performance)

(3) Daya tanggap (responsiveness)

Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) daya tanggap

adalah " kesedian membantu pelanggan dan memberikan layanan

tepat pada waktunya contoh: selalu memberitahu pelanggan

tentang kapan layanan akan dilaksanakan, layanan tepat waktu bagi

pelanggan, kesedian untuk membatu pelanggan". (promptness and

helpfulness)

(4) Jaminan (assurance)

Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) jaminan yaitu

"pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai

perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan

kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain

komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan

(security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy)

contoh: karyawan yang menanamkan keyakinan pada pelanggan,

membuat pelanggan merasa aman dalam teransaksi mereka".

(competence, courtesy, credibility, and security)

(5) Empati (empathy)

Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) empati yaitu

"memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau

pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya

memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan

diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang

pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta

memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan

contoh: memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan,

mengutamakan kepentingan terbaik pelanggan". (easy access, good

communications, and customer understanding).

Dari sumber penjelasan diatas dapat disimpulkan kualitas

pelayanan merupakan instumen atau indikator yang sangat penting

dalam pemasaran jasa, karena dengan menerapkan kualitas

pelayanan yang baik akan tercipta keputusan pembelian yang baik

dan berdampak pada loyalitas pelanggan dengan demikian akan

terwujud pemasaran yang diharapkan, dan penulis menggunakan

penjelasan dimensi dari Lovelock dan Writz sebagai indikator

sebagai acuan untuk melakukan penelitian ini.

2.3 Pengertian Perilaku Konsumen

Menurut Schiffman dan Kanuk (2010:p.23), studi perilaku konsumen

terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan

sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli

barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa

yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli,

dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli dan seberapa

sering mereka menggunakan. Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui

oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan

bertindak pasca konsumsi prodak, jasa, maupun ide yang diharapkan bisa

memenuhi kebutuhannya.

Menurut Michael R. Solomon (2007:p.7) perilaku konsumen adalah

studi tentang proses yang terlibat ketika individu atau kelompok memilih,

membeli, menggunakan atau membuang produk, jasa, ide, atau pengalaman

untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan

Menurut Peter dan Olson (1999:p.6) prilaku konsumen adalah

interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi,prilaku dan kerjaan disekitar

kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.

Menurut Neal,Quester dan Hawkins (2004:p.5) “a discipline deadline

whit how and why consumer purchase (or don’t purchase) product and

service.

Perilaku konsumen adalah dinamis. Itu berarti bahwa perilaku seorang

konsumen, grup konsumen, atau pun masyarakat luas selalu berubah dan

bergerak sepanjang waktu. Hal ini memiliki implikasi terhadap studi

perilaku konsumen, semikian pula pada pengembangan strategi pemasaran.

Dalam hal studi perilaku konsumen, salah satu implikasinya adalah bahwa

generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk jangka waktu

tertentu, prodak dan individu atau grup tertentu.

Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku

konsumen menyiratkan bahwa seseorang tidak boleh berharap bahwa suatu

strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil yang sama

disepanjang waktu, pasar, dan industri.

Perilaku konsumen melibatkan pertukaran. Itu merupakan hal terakhir

yang ditekankan dalam devinisi perilaku konsumen yaitu pertukaran

diantara individu. Hal ini membuat devinisi perilaku konsumen tetap

konsisten dengan devinisi pemasaran yang sejauh ini juga menekankan

pertukaran. Kenyataannya, peran pemasaran adalah untuk menciptakan

pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi

pemasaran.

2.3.1 Tipe Perilaku Konsumen

Menurut Michael R. Solomon (2007:p.419) Peran-peran

yang terjadi pada keputusan dalam membeli, yaitu :

1) Pemrakarsa (intiator) merupakan orang yang pertama kali

menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu.

2) Pemberi pengaruh (influencer) merupakan orang yang

pandangan atau nasehatnya memberi bobot dalam pengambilan

keputusan akhir.

3) Pengambilan keputusan (gatekeeper) merupakan orang yang

sangat menentukan sebagaian atau keseluruhan keputusan

pembelian, apakah membeli, apa yang di beli, kapan hendak

membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan

membeli.

4) Pembeli (buyer) merupakan orang yang melakukan pembelian

nyata.

5) Pemakai (user) merupakan orang yang mengkonsumsi atau

menggunakan produk / jasa.

Tipe-tipe perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada

tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara merek,

yaitu :

1) Perilaku membeli yang rumit (complex buying behavior)

Perilaku membeli yang rumit membutuhkan

keterlibatan yang tinggi dalam pembelian dengan berusaha

menyadari perbedaan-perbedaan yang jelas di antara merek-

merek yang ada. Perilaku membeli ini terjadi pada waktu

membeli produk-produk yang mahal, tidak sering membeli,

beresiko, dan dapat mencerminkan diri pembelinya. Biasanya

konsumen tidak tahu terlalu banyak tentang kategori produk

dan harus berusaha untuk mengetahuinya. Sehingga pemasar

harus menyusun strategi untuk memberikan informasi kepada

konsumen tentang atribut produk, merek perusahaan, dan

atribut penting lainnya.

2) Perilaku membeli untuk mengurangi ketidakcocokan

(dissonance reducing buying behavior)

Perilaku membeli semacam ini mempunyai keterlibatan

yang tinggi dan konsumen menyadari hanya terdapat sedikit

perbedaan di antara berbagai merek. Perilaku membeli ini

terjadi untuk pembelian produk yang harganya mahal, tidak

sering dibeli, beresiko, dan membeli secara relatif cepat karena

perbedaan merek tidak terlihat. Pembeli biasanya mempunyai

respons terhadap harga atau yang memeberikan kenyamanan.

Konsumen akan memperlihatkan informasi yang

mempengaruhi keputusan pembelian mereka.

3) Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan (habitual buying

behavior)

Dalam hal ini, konsumen membeli suatu produk

berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap

merek. Setelah membeli, mereka tidak mengevalusi kembali

mengapa mereka membeli produk tersebut karena tidak terlibat

dengan produk. Pemasar dapat membuat keterlibatan antara

produk dan konsumennya, misalnya dengan menciptakan

produk yang melibatkan situasi atau emosi personal melalui

iklan.

4) Perilaku membeli yang mencari keragaman (variety seeking

buying behavior).

Perilaku ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun

masih terdapat perbedaan merek yang jelas. Konsumen

berperilaku dengan tujuan mencari keragaman dan bukan

kepuasan. Jadi merek dalam perilaku ini bukan merupakan

suatu yang mutlak. Sebagai market-leader, pemasar dapat

melakukan strategi seperti menjaga agar jangan kehabisan stok

atau dengan promosi-promosi yang dapat mengingatkan

konsumen akan produknya. Soalnya, sekali kehabisan stok,

konsumen akan beralih ke merek lain. Apalagi para pesaing

sudah menawarkan barang dengan harga yang lebih rendah,

kupon, sampel, dan iklan yang mengajak konsumen untuk

mencoba sesuatu yang baru. Perilaku demikian biasanya terjadi

pada produk-produk yang sering dibeli, harga murah, dan

konsumen sering mencoba merek-merek baru.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Menurut Neal, Quester dan Hawkins (2004:p.20-24) Perilaku

pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Pengaruh Internal:

1. Faktor persepsi:

Faktor persepsi berurusan dengan proses pengambilan dan

pengolahan informasi. Namun, berkaitan dengan persepsi, yang

sangat penting untuk proses pengambilan keputusan dan juga

merupakan fenomena internal yang sangat mempengaruhi oleh

pengaruh internal. Persepsi aktivitas penting yang menghubungkan

konsumen individu ke grup, situasi dan pengaruh pasar.

2. Pembelajaran dan memori:

Keinginan, selera dan preferensi melalui proses

pembelajaran, seperti persepsi konsumen terhadap harga dan

kualitas. Seperti pengalaman pembelian meningkat, konsumen

mempelajari sumber informasi yang paling efektif, tempat terbaik

untuk berbelanja, nama-nama merek yang dihandalkan dan

dihindari. Oleh karena itu penting bagi pemasar untuk memahami

bagaimana orang belajar dan apa yang harus dilakukan untuk

mempengaruhi dari pembelajaran mereka.

3. Faktor motif, kepribadian dan emosi:

Faktor yang menganalisis individu serta mengarahkan dan

membentuk pola tertentu pembelian dan perilaku konsumsi.

4. Faktor sikap:

Suatu individu berorientasi dasar terhadap resiko beberapa

objek, baik itu produk atau layanan. Sikap terbentuk dari

keterkaitan antara pengalaman pribadi dan gaya hidup. Sikap

terdiri dari tiga komponen (keyakinan, perasaan dan respon)

Faktor eksternal:

1. Faktor rumah tangga:

Faktor rumah tangga merupakan enititas yang sangat

istimewa dan berpengaruh yang dimiliki setiap konsumen.

2. Faktor budaya:

Faktor budaya memiliki pengaruh yang luas dan mendalam

terhadap perilaku konsumen dalam pembelian. Peran budaya

(anak-anak mendapat kumpulan nilai, persepsi, preferensi dan

perilaku dari keluarganya), sub budaya (misalnya agama,

kelompok ras, daerah geografis), dan kelas sosial konsumen(strata

sosial) sangatlah penting.

3. Faktor sosial:

Faktor sosial seperti kelompok acuan (rekan kerja, teman,

tetangga) ,keluarga(misalnya orang tua, saudara kandung) serta

peran dan status sosial.

4. Faktor kelompok referensi:

Faktor kelompok referensi yaitu latar belakang budaya dan

kelas sosial yang berdiri bersama dengan nilai dan pengetahuan

yang diberitahukan kepada kita, tanpa adanya kesadaran.

5. Faktor nilai

Faktor nilai menganalisis nilai dasar dalam membangun

pada pembahasan nilai-nilai budaya tertentu

2.3.3 Perspesi

Persepsi didefenisikan sebagai proses yang dilakukan individu

untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang

berarti dan masuk akal mengenai dunia. Proses ini dapat dijelaskan sebagai

“bagaimana kita melihat dunia yang terdapat di sekeliling kita. (

Schiffman dan Kanuk : 2007: p.148 ).

Menurut Michaael R.Solomon (2007:p.49) persepsi adalah

Persepsi adalah proses dimana orang memilih, mengatur dan menafsirkan

manfaat ini. studi persepsi, kemudian, berfokus pada apa yang kita perbuat

dalam menambahkan sesuatu yang mentah untuk memberi mereka makna.

Neal, Quester, dan Hawkins (2004:p.229), perception the critical

activity that links individual consumers to group, situation and marketer

influences

Dari penjelasan diatas perspsi yang dipikikan oleh seseorang dapat

menjadi nilai tentang apa yang dipikirkannya,untuk itu didalam pemasaran

persepsi sangat bernilai untuk memahi kepada masyarkat bahwa produk

atau jasa tersebut bernilain dan dibutuhkan.

2.3.3.1 Proses Persepsi

Menurut Michaael R.Solomon (2007:p.49) Persepsi tidak

hanya tergantung pada sifat – sifat rangsangan fisik tetapi juga

pada hubungan antara rangsangan dengan lingkungan dan individu.

Seseorang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang

sama karena tiga proses persepsi : exposure, attention, dan

interpretation.

Gambar 2.2 Proses Persepsi

1) Exposure adalah kecenderungan bagi manusia untuk menyaring

sebagian besar informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa

pemasar harus bekerja cukup keras untuk menarik perhatian

konsumen. Tantangan yang sesungguhnya adalah menjelaskan

rangsangan mana yang akan diperhatikan orang.

Exposure Attention Interpretation

2) Attention ; Rangsangan yang telah mendapatkan perhatian

bahkan tidak selalu muncul di pikiran orang persis seperti yang

diinginkan oleh pengirimnya. Distorsi selektif adalah

kecenderungan menafsirkan informasi sehingga sesuai dengan

pra-konsepsi kita. Konsumen akan sering memelintir informasi

sehingga menjadi konsisten dengan keyakinan awal mereka

atas merek dan produk.

3) Interpretation ; Orang akan melupakan banyak hal yang mereka

pelajari, tapi cenderung mengingat informasi yang mendukung

pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan

selektif, kita cenderung mengingat hal – hal baik yang

disebutkan tentang produk yang kita sukai dan melupakan hal –

hal baik yang disebutkan tentang produk pesaing. Ingatan

selektif menjelaskan mengapa para pemasar menggunakan

drama dan pengulangan dalam mengirimkan pesan ke pasar

sasaran mereka untuk memastikan bahwa pesan mereka tidak

diremehkan.

2.3.4 Persepsi Harga

Dalam jurnal malik dan yaqoob (2012:p.487). dalam jurnal yang

berjudul “THE IMPACT OF PRICE PERCEPTION, SERVICE QUALITY,

AND BRAND IMAGE ON CUSTOMER LOYALTY”. Persepi harga adalah

proses dimana konsumen menafsirkan nilai harga dan atribut ke barang

atau jasa yang diingginkan.

Menurut Watchravesringan,Nan-yan dan Yurchisin (2008:p:761)

dalam jurnalnya yang berjudul “Cross-cultural invarianceof consumers’

price perception measures Eastern Asian perspective” , persepsi harga

adalah Pandangan psikologis menjelaskan bahwa konsumen mungkin

menganggap harga tinggi sebagai indikasi kualitas, status, dan prestise,

yang positif mempengaruhi keputusan mereka, Dalam pandangan ini,

harga produk atau jasa mempengaruhi konsumen bahwa produk atau jasa

yang berkualitas tinggi atau prestise Berdasarkan harga.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2007:p.173) persepsi harga adalah

pandangan atau persepsi mengenai harga bagaimana konsumen

memandang harga tertentu (tinggi, rendah, wajar) mempengaruhi pengaruh

yang kuat terhadap maksud membeli dan kepuasan membeli.

Menurut Peter dan Olson(1999:p.228) persepsi harga berkaitan

dengan bagaimana informasi harga dipahami oleh konsumen dan

memberikan makna yang dalam bagi mereka.

Dari penjelasan di atas persepsi harga adalah pandangan

konsumen dalam melihat harga dilihat dari tinggi dan rendahnya harga

yang mempengaruhi keputusan pembelian. Dalam penelitian ini kami

menggunakan jurnal Watchravesringan,Nan-yan dan Yurchisin sebagai

acauan kami dalam variabel persepsi harga karena sesuai dengan

penelitian kami.

Pendekatan untuk memahami persepsi harga adalah pemrosesan

informasi, yang di kemukakan oleh Peter & Olson (1999 : p.229).

Adaptasi terhadap pendekatan ini digaris besarkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Model Konseptual Pemrosesan Kognitif dari Informasi Harga

Model tersebut menggambarkan suatu pendekatan untuk

menjelaskan dampak harga untuk sebuah produk atau situasi pembelian

yang tingkat keterlibatanya tinggi. Pada dasarnya model tersebut

menyatakan bahwa informasi harga diterima melalui indra penglihatan dan

pendengaran.

Informasi tersebut kemudian dipahami secara keseluruhan, yaitu

informasi tersebut diterjemahkan dan dibuat bermakna dalam pemrosesan

informasi harga secara kognitif, konsumen dapat membuat perbandingan

antara harga yang ditetapkan dengan sebuah harga atau rentang harga yang

telah terbentuk dalam benak mereka untuk produk tersebut.

Harga dalam benak mereka yang digunakan untuk melakukan

perbandingan ini disebut harga referensi internal (internal reference price).

Referensi harga internal mungkin merupakan harga yang dianggap

konsumen sebagai harga yang pantas, harga yang selama ini memang

ditetapkan untuk suatu produk, atau yang dianggap oleh konsumen sebagai

harga pasar yang rendah atau harga pasar yang tinggi. Pada dasarnya

referensi harga internal bertindak sebagai penuntun dalam mengevaluasi

dapat diterima konsumen atau tidak.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran

suatu harga, yaitu :

1) Perception of Price Difference

Menurut Nagle & Hogan (2006), pembeli cenderung untuk

melakukan evaluasi terhadap perbedaan harga antara harga yang

ditawarkan dan harga dasar yang diketahui.

2) Price Reference

Menurut Schiffman & Kanuk (2010:p.194) harga bersifat eksternal

dan internal. Harga-harga yang didapat dari informasi luar yaitu

iklan dan pengalaman orang lain (external references). Sedangkan

harga yang didapat dari pengalaman konsumen atau ingatan

konsumen sendiri (internal references)

2.3.4.1 Persepsi positif harga

Menurut Watchravesringan,Nan-yan dan Yurchisin

(2008:p.761) dalam jurnalnya yang berjudul “Cross-cultural

invarianceof consumers’ price perception measures Eastern Asian

perspective” persepsi positif harga adalah Pandangan psikologis

menjelaskan bahwa konsumen mungkin menganggap harga tinggi

sebagai indikasi kualitas, status, dan prestise, yang positif

mempengaruhi keputusan mereka Dalam pandangan ini, harga

produk sinyal konsumen bahwa produk yang berkualitas tinggi

atau prestise berdasarkan harga. ada dua dimensi yang terkait

dengan peran positif harga:

Harga-kualitas skema dan sensitivitas prestise.

1. Harga-kualitas skema mengacu pada konsumen keyakinan

umum bahwa tingkat harga secara positif terkait dengan tingkat

kualitas. Dari pandangan psikologi, harga tinggi pembelian

produk dapat meningkatkan salah satu sudah merasa tentang

diri sendiri karena konsumen cenderung untuk menyamakan

harga tinggi dengan tinggi kualitas.

2. Gengsi sensitivitas mengacu pada persepsi yang

menguntungkan isyarat harga berdasarkan perasaan pembeli

dari keunggulan dan status saat membeli barang-barang dari

pandangan konsumsi mencolok, harga sensitivitas dikaitkan

dengan perilaku konsumtif terlihat sosial. Dengan membeli

harga tinggi pada suatu produk dapat meningkatkan citra diri

seseorang. perasaan prestise yang terkait dengan harga tinggi

positif dapat mempengaruhi pembelian perilaku konsumen.

2.3.4.2 Persepsi negatif harga

Menurut Watchravesringan,Nan-yan dan Yurchisin

(2008:p.761) dalam jurnalnya yang berjudul “Cross-cultural

invarianceof consumers’ price perception measures Eastern Asian

perspective” persepsi negative harga dari perspektif ekonomi,

harga produk negatif dapat mempengaruhi konsumen, perilaku

pembelian, harga yang lebih tinggi dapat mengusir konsumen jauh

dari pembelian produk sebagai hasil dari pengorbanan moneter

tersirat konsumen, dalam hal uang pengeluaran, dan pengorbanan

non-moneter, dalam hal psikologis konsekuensi atau kurangnya

manfaat yang diterima dari produk. ada empat dimensi yang terkait

dengan negative : kesadaran nilai, kesadaran harga, penjualan

wilayah rawan, dan harga mavenism.

1. Nilai adalah keseluruhan penilaian konsumen terhadap

kegunaan suatu produk berdasarkan persepsi tentang apa yang

diterima dan apa yang diberikan Dengan demikian,nilai

konsumen dianggap mewakili tradeoff antara kualitas dan

manfaat yang mereka terima dalam relatif produk

mengorbankan mereka memandang dengan membayar harga,

Berdasarkan definisi tersebut, kesadaran nilai

dikonseptualisasikan karena kekhawatiran konsumen mengenai

rasio kualitas yang diterima dengan pengorbanan moneter

dalam suatu transaksi

2. harga kesadaran untuk merujuk ke berbagai kognisi terkait

harga antar budaya invariant,kesadaran harga Sejauh mana

konsumen memfokuskan secara eksklusif pada membayar

harga rendah. harga telah ditemukan memiliki dampak pada

perilaku pencarian konsumen untuk produk murah.

3. Penjualan wilayah rawan didefinisikan sebagai meningkatkan

kecenderungan untuk menanggapi tawaran pembelian karena

bentuk penjualan di mana Harga disajikan positif

mempengaruhi pembelian evaluasi, Thaler (1985) menjelaskan

bahwa setiap pembelian produk tidak hanya untuk menerima

kenikmatan dari pembelian Utilitas akuisisi, tetapi juga untuk

memperoleh nilai atau manfaat dari kesepakatan utilitas

transaksi. Dengan demikian, mereka yang dijual rawan

cenderung merasakan harga produk yang disajikan dalam

bentuk penjualan sebagai kesepakatan yang baik, yang

kemudian dapat mempengaruhi kecenderungan mereka untuk.

4. mavenism Harga: Gelar dari mana seorang individu merupakan

sumber untuk informasi harga untuk berbagai jenis produk dan

tempat-tempat untuk berbelanja untuk harga terendah, memulai

diskusi dengan konsumen, dan merespon permintaan dari

konsumen untuk informasi harga pasar.

2.3.4.3 Dimensi persepsi harga

Menurut Watchravesringan,Nan-yan dan Yurchisin

(2008:p.759-779) dalam jurnalnya yang berjudul “Cross-cultural

invarianceof consumers’ price perception measures Eastern Asian

perspective”, dimensi persepsi harga adalah :

1. Kesadaran nilai ( value conscionusness)

Kesadaran nilai adalah suatu perhatian terhadap pembayaran

dengan harga yang rendah, berdasarkan kualitas tertentu dari

suatu produk atau jasa.

2. Kesadaran harga ( price conciusness)

Kesadaran harga adalah tingkat kepedulian konsumen yang

lebih memperhatikan pembayaran dengan harga yang rendah.

Semakin rendah harga semakin dipilih sesuai dengan preferensi

terhadap harga rendah contoh: Harga rendah merupakan

pertimbangan penting dalam pembelian,memeriksa harga

sebelum membeli.

3. Kecenderungan potongan harga ( sale proness)

Kecenderungan potongan harga adalah sebagai kecenderungan

peningkatan respon terhadap tawaran pembelian yang

diakibatkan oleh bentuk potongan harga karena bentuk

potongan harga tersebut berpengaruh positif terhadapa evaluasi

pembelian.potongan harga dianggap menguntungkan karena

harganya lebih rendah dari harga. Contoh: Potongan harga

memberikan pengaruh terhadap pembelian,cendrung membeli

merek yang terkenal.

4. Mavenisme harga (price mavenisme)

Mavesnisme harga adalah keingintahuan terhadap informasi

dipasar untuk disebarluaskan kepada orang lain.

5. Kualitas harga (price quality)

Kualitas harga adalah harga yang dipandang mempunyai peran

positif karena tingkat harga berhubung positif dengan tingkat

kualitas produk. Contoh: Harga yang lebih akan memberikan

layanan yang lebih baik, semakin tinggi harga semakin tinggi

kualitas yang didapat.

6. Sensitivitas prestige (prestige sensitivity)

Sensitivitas prestige adalah sebagai persepsi yang baik atau

menyenangkan terhadap harga didasarkan oleh perasaan untuk

menonjol dan berstatus dimana harga yang tinggi menunjukan

status sosial tertentu bagi pembelinya. Contoh: membeli harga

yang tinggi untuk mendapatkan kesan, Melihat harga

berdasarkan gengsi

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa persepsi harga

merupakan indikator yang penting dalam mencipkan keputusan

pembelian untuk itu diperlukan strategi agar persepsi

konsumen akan harga dapat positif, dan dari penjelasan diatas

penulis memilih dimensi diatas sebagai indikator dalam

penelitian ini.

2.4 Keputusan Pembelian

2.4.1 Definisi Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk (2007:p.508)

adalah “the selection of an option from two or alternative choice”. Jadi,

keputusan pembelian adalah suatu keputusan seseorang dimana dia

memilih salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang ada.

Menurut Peter & Olson (2010:p.160-161), Pengambilan keputusan

konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian

yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih

perliku alternative, dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses

pengintegrasian ini adalah suatu pilihan, yang disajikan secara kognitif

sebagai keinginan berperilaku.

Dalam jurnal Jacqueline Korir, Kimeli korir, Joseph Musyoki dan

Barno William (2012:p.156) dalam jurnal yang berjudul” Determinants of

Consumer Purchase Decisions in Zero Rated Hotels in Eldoret Town,

Kenya” Keputusan pembelian konsumen adalah proses yang terlibat ketika

individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan atau membuang

produk, jasa atau pengalaman dan ide-ide untuk memenuhi kebutuhan

mereka.

Dalam jurnal Doostar, Akhlagh dan abadi (2012;p.8824) dalam

jurnal yang berjudul “Analysis of the Impact of Brand Assets on the Buying

Decisions of Final Consumers Brand of Iran's Milk Industry Company”

keputusan pembelian adalah :pengambilan keputusan merupakan suatu

proses yang rumit dan konsumen dapat mengandalkan informasi tentang

produk dan merek dan pengalaman konsumen mereka untuk memutuskan

keputusan pembelian yang tepat.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Keputusan

pembelian adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan

pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan

memilih salah satu diantaranya. Dalam penelitian ini kami menggunakan

teori Peter & Olson sebagai acauan kami dalam variabel keputusan

pembelian karena sesuai dengan penelitian kami.

2.4.2 Model Keputusan Pembelian

Menurut Peter & Olson (2010:p.165-170), Pengambilan keputusan

konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian

yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih

perliku alternative, dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses

pengintegrasian ini adalah suatu pilihan, yang disajikan secara kognitif

sebagai keinginan berperilaku.

Model pengambilan keputusan konsumen menonjolkan tiga ciri

interpretasi, integrasi, dan pengetahuan produk dalam ingatan. Proses

interpretasi mensyaratkan eksposur pada informasi dan melibatkan dua

proses kognitif yaitu perhatian dan pemahaman.

Perhatian mengatur bagaimana konsumen memilih informasi mana

yang harus diterjemahkan dan informasi mana yang harus diabaikan.

Pemahaman mengacu pada bagaimana konsumen menetapkan arti subjektf

dan informasi dan karena itu menciptakan pengetahuan serta kepercayaan

personal.

Pengetahuan (knowledge), arti (meaning), dan kepercayaan

(beliefs) dapat saling dipertukarkan untuk mengacu pada berbagai tipe

interpretasi personal atau subjektif yang dihasilkan oleh proses

interpretasi. Pengetahuan, arti dan kepercayaan dapat disimpan dalam

ingatan yang kemudian dapat dipanggil kembali dari ingatan (diaktifkan)

dan digunakan dalam proses integrasi.

Proses integrasi (integration process) menyangkut bagaimana

konsumen mengkombinasikan berbagai jenis pengetahuan (1) untuk

membentuk evaluasi produk, objek lain serta perilaku, dan (2) untuk

membentuk pilihan diantara beberapa perilaku alternative seperti

pembelian.

Pengetahuan produk dan keterlibatan (product knowledge and

involvement) mengacu pada berbagai jenis pengetahuan, arti dan

kepercayaan yang direkam dalam ingatan konsumen. Pengetahuan produk

yang diambil dari ingatan memiliki potensi untuk mempengaruhi dan

proses produk tentang personal dalam interpretasi, integrasi dan

keterlibatan mengacu pada pengetahuan kinsmen relevansi suatu produk

hidupnya.

Gambar: 2.4 Proses Kongnitif dalam Pembuatan Keputusan Konsumen

Sumber : Peter & Olson (2010: p.161)

2.4.3 Jenis perilaku pembelian

Menurut Peter & Olson (2010;p.174), pemasar membagi variasi

kegiatan pemecahan masalah menjadi tiga tingkat :

1) Pengambilan keputusan ekstensif (extensive decision making)

Biasanya melibatkan sejumlah besar perilaku pencarian yang

dibutuhkan untuk mengidentifikasi alternatif pilihan dan mencari kriteria

pilihan yang akan digunakan untuk mengevaluasi. Dan juga melibatkan

keputusan multi pilihan dan upaya kognitif serta perilaku yang cukup

besar. Pengambilan keputusan ini cendurung membutuhkan waktu yang

cukup lama dan hanya pada sedikit masalah pilihan konsumen.

2) Pengambilan keputusan terbatas (limited decision making)

Jumlah upaya pemecahan masalah yang dibutukan dalam

pengambilan keputusan terbatas berkisar dari rendah ke sedang.

Dibandingkan dengan pengambilan keputusan ekstensif, pengambilan

keputusan ini melibatkan tidak banyak upaya pencarian informasi, lebih

sedikit alternatif yang dipertimbangkan dan proses integrasi yang

dibutukan. Pilihan yang melibatkan pengambilan keputusan terbatas

biasanya dilakukan cukup cepat, dengan tingkat upaya kognitif dan

perilaku yang sedang.

3) Perilaku pilihan rutin (routinized choice behavior)

Perilaku yang muncul secara otomotis dengan sedikit atau bahkan

tanpa ada proses kognitif. Dibandingkan dengan tingkat yang lain,

perilaku pilihan rutin membutuhkan sedikit kapisitas kognitif atas control

sadar.

2.4.4 Dimensi Keputusan Pembelian

Menurut Peter & Olson (2010: p.162-163) keputusan pembelian

terjadi melalui proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu:

1) Pengenalan kebutuhan, yaitu proses pengambilan keputusan

pembelian dimana konsumen mengenali suatu masalah atau

kebutuhan, konsumen akan membeli suatu produk atau jasa sebagai

solusi atau permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya

pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat

menentukan produk atau jasa yang akan dibeli.

2) Pencarian informasi, yaitu proses pengambilan keputusan

pembelian dimana konsumen telah tertarik untuk mencari lebih

banyak informasi, konsumen mungkin hanya meningkatkan

perhatian atau mencari informasi. Terdapat berbagai macam

sumber informasi yaitu sumber pribadi, komersial, public, dan

pengalaman.

3) Evaluasi terhadap berbagai macam alternatif, yaitu proses

pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen

menggunakan informasi untuk melakukan evaluasi untuk

mengatasi permasalahan yang dihadapinya terhadap berbagai

pilihan.

4) Keputusan pembelian, yaitu proses pengambilan keputusan

pembelian dimana konsumen benar-benar membeli produk. Setelah

konsumen mengevaluasi beberapa alternative strategis yang ada,

konsumen akan membuat keputusan pembelian. Terkadang waktu

yang dibutuhkan untuk membuat keputusan pembelian dengan

menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan

adanya hal-hal yang perlu dipertimbangkan.

5) Evaluasi keputusan pembelian, yaitu proses melakukan evaluasi

terhadap keputusan pembelian yang telah dilakukan sebelumnya

apakah telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan yang perlu

diperlukan sebelumnya, konsumen akan melakukan evaluasi

apakah produk atau jasa tersebut sesuai dengan harapannya.

Suatu proses keputusan membeli bukan hanya mengetahui berbagai

faktor akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan

dalam pembelian dan keputusan untuk membeli.

2.5 Loyalitas Pelanggan

2.5.1 Pengertian Loyalitas Pelanggan

Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen akan suatu produk

atau jasa sebagai akhir dari suatu proses penjualan memberikan

dampak tersendiri terhadap perilaku pelanggan akan produk atau jasa

yang diterima. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan

pembelian kembali, bagaimana pelanggan dalam mengekspresikan

produk yang dipakainya dan jasa yang diperolehnya, dan perilaku

lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk atau jasa

yang telah dirasakan.

Loyalitas pelanggan memiliki peran dalam sebuah

perusahaan, mempertahankan mereka berarti meningkatkan kinerja

keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, hal

ini menjadi alasan utama bagi sebuah perusahaan untuk menarik dan

mempertahankan pelanggan. Usaha untuk memperoleh pelanggan

yang loyal tidak dapat dilakukan sekaligus, tetapi melakukan

beberapa tahapan, mulai dari mencari pelanggan potensial sampai

memperoleh partneratau rekan kerja. Menurut Durianto, et, all

(2004:p.19) kepuasan adalah pengukuran secaralangsung bagaimana

konsumen tetap loyal atau setia kepada suatu merek. Loyalitas adalah

akumulasi pengalaman penggunaan produk.

Menurut Kotler (2003:p.294), loyalitas adalah sebuah

komitmen untuk membeli kembali produk atau jasa di masa yang

akan datang walaupun dipengaruhi oleh situasi atau keadaan pasar

yang dapat menyebabkan perubahan perilaku.

Menurut Griffin (2005:p.113) : when a customer is loyal, he

or she exhibits purchase behavior defined as non-random purchase

expressed over time by some decision-making unit.

Menurut Al-Rousan, M. Ramzi, Badaruddin Mohamed

(2010:p.886) dalam jurnalnya yang berjudul “Customer Loyalty

and the Impacts of Service Quality: The Case of Five Star Hotels in

Jordan”, Loyalitas pelanggan adalah pelanggan yang akan kembali

atau terus menggunakan produk atau jasa yang sama atau produk

lain yang sama dalam satu organisasi, membuat referensi bisnis,

dan sengaja atau bahkan sengaja memberikan referensi kata-dari

mulut ke mulut yang kuat dan publisitas. Pelanggan yang loyal

adalah mereka yang tidak mudah terpengaruh oleh bujukan harga

dari pesaing, dan mereka biasanya membeli lebih dari mereka yang

kurang setia.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan loyalitas

pelanggan adalah pelanggan yang melakukan pembelian kembali

secara berulang atas produk atau jasa. Dalam penelitian ini kami

menggunakan teori Griffin sebagai acauan kami dalam variabel

loyalitas pelanggan karena sesuai dengan penelitian kami.

Menurut Griffin (2005:p.223) mengemukakan keuntungan-

keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki

pelanggan yang loyal antara lain :

1. Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk

menarik pelanggan baru lebih mahal).

2. Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi

kontrak, pemrosesan pesanan).

3. Mengurangi biaya turn over pelanggan (karena pergantian

pelanggan yang lebih sedikit)

4. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar

pangsa pasar perusahaan.

5. Word of mouth yang lebih positif dengan asumsi bahwa

pelanggan yang loyal juga berarti mereka yang puas.

6. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya pergantian

dan lainnya)

2.5.2 Dimensi Loyalitas Pelanggan

Pelanggan yang loyal merupakan asset penting bagi perusahaan, hal ini

dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan

oleh Griffin (2005:p.31), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik

sebagai berikut :

1) Melakukan pembelian secara teratur atau pembelian ulang. Adalah

pelanggan yang telah melakukan pembelian produk atau jasa

sebanyak dua kali atau lebih.

2) Membeli di luar lini produk atau jasa (pembelian antar lini

produk). Adalah membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan

dan mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan

dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama serta

membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.

3) Merekomendasikan produk atau jasa kepada orang lain. Adalah

memberi barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka

butuhkan serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu,

mereka mendorong orang lain agar membeli barang atau jasa

perusahaan tersebut. Secara tidak langsung, mereka telah

melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa pelanggan

untuk perusahaan.

4). Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk atau jasa sejenis,

atau dengan kata lain, tidak mudah terpengaruh oleh tarikan

pesaing.

2.5.3 Ciri - Ciri Loyalitas Pelanggan

Menurut Rambart Lupiyoadi (2006:p.161) loyalitas pelanggan mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut :

(1) Membicarakan hal-hal positif kualitas jasa kepada orang lain.

(2) Merekomendasikan kualitas jasa kepada orang lain.

(3) Mendorong teman atau relasi bisnis untuk berbisnis dengan

perusahaan tersebut.

(4) Mempertimbangkan perusahaan tersebut sebagai pilihan utama

dalam membeli atau menggunakan jasa.

(5) Melakukan bisnis lebih banyak di waktu mendatang.

2.5.4 Tahapan Loyalitas

Griffin (2005: p.35) membagi tahapan loyalitas pelanggan sebagai berikut

:

1) Suspect

Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau

jasa perusahaan tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan

dan produk (barang atau jasa) yang ditawarkan.

2) Prospects

Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk

atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk

membelinya. Pada prospect ini, meskipun mereka belum

melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan

perusahaan dan produk (barang atau jasa) yang ditawarkan.

3) Disqualified Prospect

Adalah orang yang telah mengetahui keberadaan barang

atau jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang

atau jasa tersebut, atau tidak mempunyai kemampuan untuk

membeli barang atau jasa tersebut.

4) First Time Customer

Adalah pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya.

Mereka masih menjadi pelanggan baru.

5) Repeat Customer

Adalah pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu

produk atau jasa sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah

yang melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak dua

kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua

kesempatan yang berbeda pula.

6) Clients

Adalah membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan

dan mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan

dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama,

yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.

7) Advocates

Seperti hal nya clients, advocates membeli barang atau jasa

yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan

pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong relasi

mereka agar membeli barang atau jasa perusahaan atau

merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang lain,

dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan

pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk

perusahaan. Tahapan kesetiaan pelanggan yang diungkap Griffin

tersebut dikenal dengan istilah Profile Genereator System.

2.5.5 Jenis- Jenis Loyalitas Pelanggan

Menurut Griffin (2005: p.22) menyatakan bahwa jenis loyalitas

dapat dibagi menjadi:

1. Tanpa Loyalitas

Beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap

produk atau jasa tertentu. Tanpa loyalitas ditandai dari keterikatan

yang rendah dikombinasikan dengan tingkat pembelian yang

rendah pula. Secara umum, perusahaan harus menghindari

membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan menjadi

pelanggan yang loyal.

2. Loyalitas yang lemah

Ditandai dengan keterlibatan yang rendah digabung dengan

pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang

lemah. Pelanggan ini membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain,

faktor non sikap dan faktor situasi merupakan alasan utama

membeli. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang

sering dibeli.

3. Loyalitas Tersembunyi

Tingkat keterikatan yang relatif tinggi digabund dengan tingkat

pembelian berulang yang rendah menunjukan lotalitas

tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang

menentukan pembelian berulang.

4. Loyalitas Premium

Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkanm

terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat

pembelian ulang yang jua tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas

yang lebih disukai untuk semua pelanggan di setiap perusahaan.

2.6 Pemasaran Pariwisata

Menurut Philip Kotler, John T Bowen dan James C Makens (2002;p.30)

mengemukakan bahwa pengertian dari pemasaran adalah: “ proses social dan

menejerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang

mereka perlukan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan saling

bertukar produk dan layanan yang bernilai secara bebas dengan pihak lain”.

Menurut J. Krippendorf, dalam shantywidiadi.blogspot.com (2012)

merumuskan pemasaran pariwisata sebagai berikut “Marketing in tourism to

be understood as the systematic and coordinated execution of business policy

by tourist undertaking whether private or state owned at local, regional,

national and international level to achieve the optimal of satisfaction of the

needs of identifiable consumers group and in doing so to achieve an

appropriate return”.

Pemasaran Pariwisata adalah suatu sistem dan koordinasi yang harus

dilakukan sebagai kebijaksanaan bagi perusahaan-perusahaan kelompok

industri pariwisata, baik milik swasta maupun pemerintah, dalam ruang

lingkup lokal, regional, nasional, atau internasional untuk mencapai kepuasan

wisatawan dengan memperoleh keuntungan yang wajar.Dikutip dari

http://shantywidiadi.blogspot.com/2012/09/pengertian-manajemen-pemasaran.html

Menurut Prof. Dr. Salah Wahab, L.J Crampon, Ma, dan LM Rothfield, Ma

dalam shantywidiadi.blogspot.com (2012) merumuskan pengertian pemasaran

pariwisata sebagai berikut: Pemasaran Pariwista adalah suatu proses

manajemen yang dilakukan oleh organisasi pariwisata nasional atau

perusahaan-perusahaan termasuk dalam kelompok industri pariwisata untuk

melakukan identifikasi terhadap wisatawan yang sudah punya keinginan

untuk melakukan perjalanan wisata dan wisatawan yang mempunyai potensi

akan melakukan perjalanan wisata dengan jalan melakukan komunikasi

dengan mereka, mempengaruhi keinginan, kebutuhan, dan memotivasinya,

terhadap apa yang disukai dan tidak disukainya, pada tingkat daerah-daerah

lokal, regional, nasional mapun internasional dengan menyediakan obyek dan

atraksi wisata agar wisatawan memperoleh kepuasan optimal.Dikutip dari

http://shantywidiadi.blogspot.com/2012/09/pengertian-manajemen-pemasaran.html

2.6.1 Konsep Pemasaran Pariwisata:

Menurut Philip Kotler, John T Bowen dan James C Makens

(2002;p.30) konsep pemasaran adalah:

1. Kebutuhan (needs).konsep paling dasar yang melandasi

pemasaran adalah kebutuhan manusia(human needs).kebutuhan

manusia adalah keadaan dari rasa ketiadaan sesuatu yang diperlukan.

2. Keinginan(wants).konsep pemasaran kedua adalah

keinginan manusia (human wants), yaitu bentuk yang mengacu pada

kebutuhan manusia yang dibentuk oleh budaya dan kepribadian

individual.

3. Permitaan (demands). Manusia mempunyai keinginan yang

nyaris tanpa batas, tetapi sumber daya untuk memenuhi keinginan itu

terbatas. Mereka memilih produk yang menghasilkan kepuasan

tertinggi untuk uang yang mereka keluarkan. Kalau didukung daya

beli, keinginan akan menjadi permintaan.

Dari pengertian yang diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa pemasaran Pariwisata adalah komoditi yang tidak pernah

mati.semakin hari, semakin berkembang sesuai dengan

perkembangan zaman.pariwisata merupakan kebutuhan rohani

manusia. Karena perkembangan tersebut, persaingan pemasaran

pariwisata pun semakin ketat. Untuk memiliki pasar pariwisata yang

baik harus didukung oleh pemasaran pariwisata yang baik pula.

2.7 Penerbangan pariwisata

Bisnis penerbangan di Indonesia dinilai menjanjikan. International

AirTransport Association (IATA) memperkirakan, selama periode 2010-2014

laju pertumbuhan penerbangan dalam negeri bisa mencapai 10 persen per

tahun. Pada 2014, IATA memprediksi jumlah penumpang domestik sebesar

38,9 juta orang. Indonesia akan menjadi pasar terbesar kesembilan di dunia

untuk perjalanan domestik, menurut Chief Executive Officer IATA, Tony

Tyler.

Prospek bisnis penerbangan nasional beberapa tahun ke depan masih

menjanjikan. Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia

yang terus mencatat kinerja positif dan letak geografis.Seperti

diketahui,Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas berbagai

gugusan pulau.Selain itu,jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Dua

faktor tersebut adalah hal dasar masih menjanjikannya prospek bisnis

penerbangan di Indonesia ke depan. Dengan jumlah penduduk yang besar dan

letak geografis yang terpisah antara kepulauan, maka potensi dari bisnis

penerbangan masih terbuka lebar.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional atau

Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Emirsyah Satar, tekad

pemerintah yang ingin mengembangkan dan mempercepat perekonomian di

luar Pulau Jawa melalui koridor-koridor ekonomi menjadi peluang bagi

industri penerbangan.Konektivitas antarpulau pasti membutuhkan transportasi

yang cepat,dan itu hanya bisa dilakukan melalui penerbangan.

Rute penerbangan yang potensial dapat menarik wisatawan,seperti dari

Jepang menuju Denpasar,Bali.Dari sekitar 3 juta penumpang, 80% adalah

wisatawan asing. Dan berdasarkan pengamatannya untuk rute penerbangan ke

Timur Tengah, dari total penumpang yang mencapai 1,5 juta tahun lalu, hanya

10% atau sekitar 150.000 yang merupakan wisatawan mancanegara ke

Indonesia. Selebihnya tenaga kerja Indonesia yang mudik ke Tanah Air. Ketua

Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional atau Indonesia National Air

Carriers Association (INACA) Emirsyah Satar. Jadi potensi bisnis penerbangan

di Indonesia sangatlah menjanjikan dan didukung dalam hal ini destinasi

pariwisata di Indonesia yang sangat banyak sanagat mendukung

perkembangan penerbangan di Indonesia .

2.8 Penelititian Terdahulu

Dibawah ini adalah beberapa jurnal dan penelitian sebelumnya:

Kualitas pelayanan (X1) terhadap Keputusan pembelian (Y):

1. Dalam Jurnal Stanley & Wisner (2001) Dengan judul penelitian ”

Service quality along the supply chain: implications for purchasing “

Hasil penelitian untuk mengeksplorasi hubungan antara pelaksanaan

koperasi pembelian /hubungan pemasok, kualitas layanan internal, dan

kemampuan organisasi untuk menyediakan produk dan layanan

berkualitas kepada para pelanggan Secara khusus,untuk mempangaruhi

keputusan pembelian, Hasil penelitian menarik kesimpulan adanya

hubungan positif yang kuat antara pelaksanaan hubungan pembelian

terhadap kualitas pelayanan, dan pelayanan yang diberikan kepada

pelanggan eksternal. Dalam penelitian Stanley & Wisner variabel

kualitas pelayanan dan keputusan pembelian sama dengan penelitian

kami

2. Ida Manullang (2008): Dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh

Kualitas Pelayanan Terhadap Pelanggan Jasa Penerbangan PT.Garuda

Indonesia.Tbk”. Hasil penelitian menarik kesimpulan: Kesimpulan

berdasarkan uji t (parsial) dan uji F (simultan) bahwa kualitas pelayanan

yang dilihat dari 5 dimensi: tangibles, reliability, responsiveness,

assunrance dan empathy mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kepuasan pelanggan jasa penerbangan PT.Garuda Indonesia

Airlance.Tbk di Bandara Polonia Medan. Dari ke 5 dimensi kualitas

pelayanan yang memberikan pengaruh paling domain adalah variabel

reliability. Dalam penelitian Ida Manulang variabel kualitas pelayanan

sama dengan variabel penelitian kami.

3. Hariyanto (2012): Dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Kualitas

Pelayanan dan Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian Produk

Flooring/Lantai Kayu Pada PT. Multi Berkat Interindo”. Hasil penelitian

menarik kesimpulan: Kualitas Pelayanan dan Kualitas Produk secara

simultan berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian

Konsumen. Jadi dalam penelitian Hariyanto variabel kualitas pelayanan

dan keputusan pembelian sama dengan penelitian kami,sedangkan

variabel kualitas produk berbeda dengan penelitian kami

Persepsi harga (X2) terhadap Keputusan pembelian (Y):

1. Dalam Jurnal Kinney,Ridgway,Monroe (2012) Dengan judul

penelitian”The Role Of Price Behavior and Purchase Decison Of

Compulsive Buyers” Setelah melakukan penelitian dapat

disimpulkan bahwa kesadaran harga dan persepsi harga

mempengaruhi signifikan terhadap keputusan pembelian, Temuan ini

berarti pembeli kompulsif pada perorangan menjadi lebih rentan

terhadap membeli harga yang lebih tinggi dan bergengsi pada merek,

dan mencari untuk penawaran harga yang baik pada suatu

merek,maka dapat disimpulkan persepsi kosumen akan harga dan

kesadaran konsumen akan harga memepengaruhi pada keputusan

pembelian konsumen. Dalam penelitian Kinney,Ridgway,Monroe

variabel perspsi harga dan keputusan pembelian sama dengan

penelitian kami.

2. Ricky Leonardo (2012): Dengan judul penelitian “Analisis

Pengaruh Kualitas Produk, Ekuitas Merek dan Persepsi Harga

Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen PT. Lung Xiang

Indonesia”. Hasil penelitian menarik kesimpulan: Kualitas produk,

ekuitas merek dan persepsi harga berpengaruh secara simultan dan

signifikan terhadap kinerja keputusan pembelian. Persepsi harga

sangat mempengaruhi keputusan pembelian karena pada saat

pemprosesan informasi harga secara kognitif terjadi, konsumen

dapat membuat pembandingan antara harga yang ditetapkan dengan

harga atau rentang harga yang telah terbentuk dalam benak mereka

untuk produk tersebut. Dalam penelitian Ricky Leonardo variabel

persepsi harga dan keputusan pembelian sama dengan penelitian

kami sedangkan variabel kualitas produk dan ekuitas merek berbeda

dengan penelitian kami.

Kualitas pelayanan (X1) &Persepsi harga (X2) terhadap Loyalitas

pelanggan (Z):

1. Dalam jurnal Malik dan Yaqoob (2012): Dengan judul penelitian

“THE IMPACT OF PRICE PERCEPTION, SERVICE QUALITY,

AND BRAND IMAGE ON CUSTOMER LOYALTY”(STUDY OF

HOSPITALITY INDUSTRY IN PAKISTAN). Hasil penelitian

menarik kesimpulan: Setelah melakukan penelitian dapat

disimpulkan bahwa dalam bisnis tourism loyalitas pelanggan adalah

faktor yang paling penting. Kita seharusnya tidak hanya

mempertahankan pelanggan tetapi juga menarik baru dan mencoba

untuk membuat pelanggan setia. Loyalitas pelanggan tergantung

pada persepsi harga, citra merek, kualitas layanan. Semua ini adalah

dalam hubungan langsung dengan loyalitas pelanggan sehingga kita

harus fokus dan memperkuat faktor-faktor dalam rangka

meningkatkan loyalitas pelanggan. Penelitian menyimpulkan bahwa

semua faktor yang diidentifikasi dalam penelitian ini memberikan

kontribusi positif terhadap loyalitas pelanggan. Variabel lebih lanjut

dapat diidentifikasi untuk penelitian masa depan yang dapat

mempengaruhi loyalitas pelanggan. Dalam penelitian Malik dan

Yaqoob variabel kualitas pelayanan,persepsi harga dan loyalitas

pelanggan sama dengan penelitian kami sedangkan variabel brand

image berbeda dengan penelitian kami.

2. Benny Teguh (2011): Dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh

Kualitas Pelayanan Jasa dan Peranan Harga Terhadap Loyalitas

Penumpang dan Dampaknya Terhadap Citra Perusahaan

PT.PELNI”. Hasil penelitian menarik kesimpulan: Pertama,bahwa

ada pengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan jasa terhadap

loyalitas penumpang. Kedua, bahwa ada pengaruh signifikan dari

peran harga terhadap loyalitas penumpang. Ketiga, bahwa ada

pengaruh signifikan dari kualitas pelayanan jasa dan peranan harga

secara bersamaan terhadap loyalitas penumpang. Dalam penelitian

Benny Teguh variabel kualitas pelayanan dan loyalitas pelanggan

sama dengan penelitian kami sedangkan variabel peranan harga

berbeda dengan penelitian kami.

Keputusan pembelian (Y) terhadap Loyalitas pelanggan (Z):

1. Dalam jurnal Yuping Liu (2007) : Dengan judul penelitian”The

Long-Term Impact of Loyalty Programs on Consumer Purchase

Behavior and Loyalty”. Penelitian saat ini meneliti dampak

jangka panjang dari kesetiaan Program pada tingkat pembelian

konsumen dan loyalitas eksklusif mereka untuk perusahaan,

Hasil penelitian ini menunjukan hasil yang signifikan antara

kebutuhan untuk mempertimbangkan pembelian

konsumen,ketika memperlajari program loyalitas dan

menggambarkan nilai penciptaan konsumen dalam proses

pemasaran. Dalam penelitian Yuping Liu variabel keputusan

pembelian dan loyalitas sama dengan penelitian kami.

2. Telly Lyonita & Dyah Budiastuti, Ir.MM (2012): Dengan Judul

penelitian” Analisis Pengaruh Brand Image Dan Kualitas

Produk Terhadap Keputusan Pembelian Yang Berdampak

Pada Loyalitas Konsumen Pada PT. Telkom Jakarta Selatan

(Produk : SPEEDY). Hasil penelitian Dapat diketahui bahwa

pengaruh antara Keputusan Pembelian (Y) dan Loyalitas

Konsumen (Z) memiliki hubungan yang nyata dan hubungan

keduanya bersifat kuat. Dalam penelitian Telly Lyonita & Dyah

Budiastuti, Ir.MM variabel keputusan pembelian dan loyalitas

sama dengan penelitian kami sedangkan variabel brand image

dan kualitas produk berbeda dengan penelitian kami.

2.9 Hipotesis

Secara garis besar hipotesis dari penelitian ini adalah :

Variabel :

X1 = Kualitas pelayanan

X2 = Persepsi Harga

Y = Keputusan Pembelian

Z = Loyalitas Pelanggan

1) H1: Ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap keputusan pembelian

pada PT Merpati Nusantara.

2) H2: Ada pengaruh persepsi harga terhadap keputusan pembelian pada

PT.Merpati Nusantara.

3) H3: Ada pengaruh kualitas pelayanan dan persepsi harga pada PT.

Merpati Nusantara.

4) H4: Ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan pada

PT.Merpati Nusantara.

5) H5: Ada pengaruh persepsi harga terhadap loyalitas pelanggan pada

PT.Merpati Nusantara.

6) H6: Ada pengaruh keputusan pembelian terhadap loyalitas pelanggan

pada PT.Merpati Nusantara.

2.10 Kerangka Berfikir

Gambar.2.5 Kerangka Berfikir

Prospek bisnis penerbangan nasional beberapa tahun ke depan masih menjanjikan. Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif dan letak geografis serta didukung faktor pariwisata maka potensi dari bisnis penerbangan masih terbuka lebar dan sangat potensial.

Penurunan loyalitas pelanggan PT.Merpati Nusantara rute Jakarta ke Ujung Pandang Priode September,

Oktober,November 2012

Kualitas Pelayanan Persepsi Harga

Keputusan Pembelian

Loyalitas Pelanggan