bab ii - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2011-2-01614-mn...

27
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1.1 Pengertian Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:3) adalah rancangan sistem - sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan - tujuan organisasional. Menurut Garry Dessler (2011:5), manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian. Kesimpulan dari manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu yang mengatur proses pemanfaatan tenaga kerja agar dapat berjalan dengan baik sesuai dengan prosedur yang sudah ada agar menghasilkan kinerja yang baik, demi tercapainya tujuan perusahaan.

Upload: lamdat

Post on 25-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1.1 Pengertian Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Robert

L. Mathis dan John H. Jackson (2006:3) adalah rancangan sistem -

sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan

penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai

tujuan - tujuan organisasional.

Menurut Garry Dessler (2011:5), manajemen sumber daya

manusia adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia”

atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk

merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian.

Kesimpulan dari manajemen sumber daya manusia adalah

suatu ilmu yang mengatur proses pemanfaatan tenaga kerja agar

dapat berjalan dengan baik sesuai dengan prosedur yang sudah ada

agar menghasilkan kinerja yang baik, demi tercapainya tujuan

perusahaan.

14

2.1.1.2 Fungsi – Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Veithzal Rivai (2010:13), manajemen SDM

merupakan bagian dari manajemen umum yang memfokuskan dari

pada SDM. Adapun fungsi - fungsi manajemen SDM, seperti halnya

fungsi manajemen umum, yaitu :

1) Fungsi Manajerial

- Perencanaan (planning)

- Pengorganisasian (organizing)

- Pengarahan (directing)

- Pengendalian (controlling)

2) Fungsi Operasional

- Pengadaan tenaga kerja (SDM)

- Pengembangan

- Kompensasi

- Pengintegrasian

- Pemeliharaan

- Pemutusan hubungan kerja

2.1.2 Motivasi Kerja

2.1.2.1 Pengertian Motivasi

Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:114),

motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan

orang tersebut bertindak. Orang biasanya bertindak karena satu

15

alasan : untuk mencapai tujuan. Jadi, motivasi adalah sebuah

dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam

kekosongan.

Nawawi (2005:351) motivasi adalah motif (motive) yang

berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu.

Dengan demikian motivasi berarti sesuatu kondisi yang mendorong

atau menjadi sebab sadar.

Munandar (2008:323) mendefinisikan motivasi sebagai suatu

proses di mana kebutuhan - kebutuhan mendorong seseorang untuk

melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya

tujuan tertentu.

2.1.2.2 Pengertian Kerja

Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:187),

kerja adalah usaha yang ditujukan untuk memproduksi atau

mencapai hasil.

Menurut A.A Waskito (2009:248), mendefinisikan bahwa

kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu pekerjaan dan juga dan

dapat diartikan sesuatu yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.

16

2.1.2.3 Pengertian Motivasi Kerja

Kreitner dan Kinicki (2008:210), motivasi kerja adalah

kumpulan proses psikologis yang menyebabkan pergerakan, arahan,

dan kegigihan dari sikap sukarela yang mengarah pada tujuan.

Menurut Colquitt, Lepine, dan Wesson (2009:178), motivasi

kerja adalah suatu kumpulan kekuatan yang energik yang

mengkoordinasi di dalam dan di luar diri seorang pekerja yang

mendorong usaha kerja dalam menetukan arah, intensitas, dan

kegigihan.

2.1.2.4 Teori Motivasi Higiene Herzberg

Teori motivasi Higiene Fredrick Herzberg dalam Robert L.

Malthis dan John H. Jackson (2006:115), mengasumsikan bahwa

sekelompok faktor, motivator, menyebabkan tingkat kepuasan dan

motivitas kerja yang tinggi. Akan tetapi faktor - faktor hygiene,

dapat menimbulkan ketidakpuasan.

Tabel 2.1 Model Motivasi Kerja Dua Faktor Herzberg

Motivator Faktor - faktor Higiene

- Prestasi

- Pengakuan

- Pekerjaan itu sendiri

- Tanggung jawab

- Kemajuan

- Hubungan antarpersonal

- Administrasi atau kebijakan perusahaan

- Pengawasan

- Gaji

- Kondisi kerja

Sumber : Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:115)

17

Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan

praktik SDM adalah orang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja

lebih keras walaupun manajer mempertimbangkan dan

menyampaikan faktor – faktor hygiene dengan hati-hati untuk

menghindari ketidakpuasan karyawan. Herzberg menyarankan

bahwa hanya motivator yang membuat karyawan mencurahkan lebih

banyak usaha dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan.

2.1.2.5 Jenis – Jenis Motivasi Kerja

Adapun jenis - jenis motivasi menurut Malayu S.P Hasibuan

(2003:99) sebagai berikut :

a) Motivasi Positif (Insentif Positif), manajer memotivasi bawahan

dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi

baik. Dengan memotivasi positif ini semangat kerja bawahan

akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang

menerima yang baik - baik saja.

b) Motivasi Negatif (Insentif Negatif), manajer memotivasi

bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang

pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi

negatif ini semangat kerja karyawan dalam jangka waktu panjang

dapat berakibat kurang baik.

18

Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedangkan

motivasi negatif efektif untuk jangka pendek saja. Tetapi manajer

harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.

2.1.2.6 Tujuan Motivasi Kerja

Menurut Hasibuan (2007:97) tujuan pemberian motivasi

yaitu :

1) Mendorong gairah dan semangat karyawan;

2) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;

3) Meningkatkan produktivitas karyawan;

4) Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan;

5) Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi

karyawan;

6) Mengefektifkan pengadaan karyawan;

7) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik;

8) Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan;

9) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan;

10) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-

tugasnya;

11) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku;

12) Dan lain sebagainya.

19

2.1.2.7 Manfaat Motivasi Kerja

Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah

kerja sehingga produktifits kerja meningkat. Sementara itu, manfaat

yang diperoleh karena bekerja dengan orang – orang yang

termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat.

Maknanya adalah suatu pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang

benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, maka karyawan

yang melakukan pekerjaan tersebut merasa tidak terlalu dibebankan.

Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya

akan membuat karyawan senang mengerjakannya. Karyawanpun

akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya

itu betul – betul berharga bagi karyawan yang termotivasi, sehingga

karyawan tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena

dorongan yang begitu tinggi menghasilkan output sesuai target yang

mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang

bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak

pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi, (Arep Ishak &

Hendri Tanjung, 2003 : 26-17).

20

2.1.3 Pelatihan

2.1.3.1 Pengertian Pelatihan

Menurut Garry Dessler (2011:280), pelatihan adalah proses

mengajar keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru untuk

melakukan pekerjaannya.

Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:301),

pelatihan adalah sebuah proses di mana orang - orang mendapatkan

kapabilitas untuk membantu dalam pencapaian tujuan

organisasional.

Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala (2010:211-212),

mendefinisikan pelatihan sebagai bagian pendidikan yang

menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan

keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu

yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada

praktik daripada teori.

Pelatihan adalah program - program untuk memperbaiki

kemampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok

dan berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi atau perusahaan,

(Hadari Nawawi, 2005).

21

2.1.3.2 Pengertian Karyawan

Menurut A.A Waskito (2009:265), karyawan adalah orang

dalam sebuah lembaga (kantor, perusahaan dan sebagainya) dengan

mendapat gaji (upah), karyawan juga disebut sebagai pegawai,

buruh, pekerja.

Karyawan menurut pendapat penulis adalah identitas

seseorang di dalam suatu lembaga dengan memperoleh imbalan dari

hasil kerjanya.

2.1.3.3 Jenis – Jenis Pelatihan

Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:318),

pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda

dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara. Beberapa

pengelompokan yang umum meliputi :

1) Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin : dilakukan untuk memenuhi

berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai

pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru);

2) Pelatihan pekerjaan / teknis : memungkinkan para karyawan

untuk melakukan pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab mereka

dengan baik (misalnya : pengetahuan tentang produk, proses dan

prosedur teknis, dan hubungan pelanggan);

3) Pelatihan antar pribadi dan pemecahan masalah : dimaksudkan

untuk mengatasi masalah operasional dan antar pribadi serta

22

meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional

(misalnya : komunikasi antar pribadi, keterampilan –

keterampilan manajerial / kepengawasan, dan pemecahan

konflik);

4) Pelatihan perkembangan dan inovatif : menyediakan fokus

jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan

organisasional untuk masa depan (misalnya : praktik – praktik

bisnis, perkembangan eksekutif, dan perubahan organisasional).

2.1.3.4 Tujuan Pelatihan Karyawan

Menurut Garry Dessler (2009) tujuan pelatihan dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1) Mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat

diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif;

2) Mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat

diselesaikan secara rasional;

3) Mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan

kerjasama dengan teman - teman karyawan dan manajemen

(pimpinan).

23

2.1.3.5 Manfaat Pelatihan

Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala (2010:217),

manfaat pelatihan adalah :

1) Manfaat bagi karyawan

- Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan

pemecahan masalah yang lebih efektif;

- Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan,

pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab dan

kemajuan dapat diinternalisasi dan dilaksanakan;

- Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustasi, dan

konflik;

- Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan

kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap;

- Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan;

- Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi sementara

meningkatkan keterampilan interaksi;

- Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatihan;

- Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa

depan;

- Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan;

- Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara

dan menulis dengan latihan;

24

- Membantu menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas

baru.

2) Manfaat bagi perusahaan

- Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap

yang lebih positif terhadap orientasi profit;

- Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua

level perusahaan;

- Memperbaiki moral SDM

- Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan;

- Membantu menciptakan image perusahaan yang lebih baik;

- Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan;

- Meningkatkan hubungan antara atasan dan bawahan;

- Membantu pengembangan perusahaan;

- Belajar dari peserta;

- Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan

perusahaan;

- Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan di

masa depan;

- Perusahaan dapat membuat keputusan dan memecahkan

masalah yang lebih efektif;

- Membantu pengembangan promosi dari dalam;

- Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kompetensi

dan pengetahuan perusahaan;

25

2.1.3.6 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pelatihan

Karyawan

Menurut Veithzal rivai (2010:225-226), dalam melakukan

pelatihan ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu instruktur,

peserta, materi (bahan), metode, tujuan pelatihan, dan lingkungan

yang menunjang. Metode pelatihan terbaik tergantung dari berbagai

faktor. Faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pelatihan

yaitu :

1) Cost effectiveness (efektivitas biaya)

2) Materi program yang dibutuhkan

3) Prinsip-prinsip pembelajaran

4) Ketepatan dan kesesuaian fasilitas

5) Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan

6) Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan

2.1.4 Kepuasan Kerja Karyawan

2.1.4.1 Pengertian Kepuasan

Menurut Nursalam (2008:118), kepuasan adalah perasaan

senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan

terhadap aktivitas dan suatu produk ataupun harapannya.

26

2.1.4.2 Pengertian Kerja

Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:187),

kerja adalah usaha yang ditujukan untuk memproduksi atau

mencapai hasil.

Menurut A.A Waskito (2009:248), mendefinisikan bahwa

kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu pekerjaan dan juga dan

dapat diartikan sesuatu yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.

2.1.4.3 Pengertian Kepuasan kerja

Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:121),

kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang

merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.

Ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak

terpenuhi.

Menurut Muchinsky dalam Soedjono (2005:26), kepuasan

kerja dapat dilihat dari tingkat absensi, tingkat keluar masuk

karyawan (turnover) dan menurunnya kinerja (performance).

Menurut Robbins dan Judge (2008:40), kepuasan kerja

adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan

hasil dari evaluasi karakteristik.

Munurut Wijono (2010:97), kepuasan kerja adalah suatu

perasaan menyenangkan merupakan hasil dari persepsi individu

27

dalam rangka menyelesaikan tugas atau memenuhi kebutuhannya

untuk memperoleh nilai - nilai kerja yang penting bagi dirinya.

2.1.4.4 Penyebab Kepuasan Kerja

Menurut Robbins dan Coulter dalam Sarjono Haryadi dan

Julianita Winda (2011:L-5), penyebab kepuasan kerja yaitu :

1) Kerja yang sesuai dengan keahlian

Pekerjaan yang sesuai dengan keahlian karyawan akan membuat

karyawan mampu mengerjakan tugas-tugas dengan baik

sehingga akan tercipta kepuasan kerja.

2) Kerja yang secara mental menantang

Karyawan cenderung menyukai pekerjaan – pekerjaan yang

memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan

keterampilan dan kemampuan yang masih mereka miliki

menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik

mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat

kerja secara menantang. Pekerjaan yang kurang menantang

menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang

menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan

yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan

dan kepuasan.

28

3) Imbalan yang pantas

Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi

yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan

segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat secara adil

yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan

individu dan standart pengupahan komunitas kemungkinan besar

akan dihasilkan kepuasan. Banyak orang bersedia menerima

uang lebih kecil untuk bekerja dilokasi yang diinginkan atau

pada pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai

kekuasaan yang lebih besar dalam pekerjaan yang mereka

lakukan dan jam kerja. Namun, kunci yang mengaitkan upah

dengan kepuasan bukan jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih

penting lagi adalah persepsi keadilan. Sama halnya pula

karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi

yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk kebutuhan

pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak dan status sosial yang

meningkat. Oleh karena itu, individu yang mempersepsikan

bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara adil kemungkinan

akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka.

4) Kondisi kerja yang mendukung

Karayawan perduli akan lingkungan kerja baik untuk

kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan

tugas dengan baik, seperti kondisi fisik kerja yang nyaman dan

29

aman, pemberian diklat untuk memudahkan karyawan dalam

mengerjakan tugas dengan baik.

5) Rekan kerja yang mendukung

Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan atau

interaksi sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan bila

mempunyai rekan kerja yang ramah akan membuat kepuasan

kerja meningkat.

2.1.4.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Robbins dalam Darsono P dan Tjatjuk Siswandoko

(2011:216), menjelaskan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh

faktor - faktor sebagai berikut :

1) Tipe kerja

2) Rekan kerja

3) Tunjangan

4) Diperlakukan dengan hormat dan adil

5) Keamanan kerja

6) Peluang menyumbang gagasan

7) Upah

8) Pengakuan terhadap kinerja

9) Kesempatan untuk maju

30

2.1.5 Kinerja karyawan

2.1.5.1 Pengertian Kinerja

Menurut Wibowo (2008:67), kinerja merupakan suatu proses

tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil

kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja.

2.1.5.2 Pengertian Karyawan

Menurut A.A Waskito (2009:265), karyawan adalah orang

dalam sebuah lembaga (kantor, perusahaan dan sebagainya) dengan

mendapat gaji (upah), karyawan juga disebut sebagai pegawai,

buruh, pekerja.

Karyawan menurut pendapat penulis adalah identitas

seseorang di dalam suatu lembaga dengan memperoleh imbalan dari

hasil kerjanya.

2.1.5.3 Pengertian Kinerja Karyawan

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:113-

114), kinerja para karyawan individual adalah faktor yang

mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi. Selain karyawan dapat

menjadi keunggulan bersaing, mereka juga dapat menjadi liabilitas

atau penghambat. Ketika karyawan terus menerus meninggalkan

perusahaan dan ketika karyawan bekerja namun tidak efektif, maka

sumber daya manusia dalam organisasi dalam keadaan rugi.

31

2.1.5.4 Faktor - faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:113),

kinerja karyawan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu :

1) Kemampuan individual untuk melakukan perkerjaan tersebut

Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat dan

faktor kepribadian. Tingkat kemampuan individual adalah bahan

mentah yang dimiliki seorang karyawan seperti pengetahuan,

pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan

kecakapan teknis. Dengan demikian, kemungkinan seorang

karyawan akan memiliki kinerja yang baik adalah jika karyawan

tersebut memiliki kemampuan individual yang cukup.

2) Tingkat usaha yang dicurahkan

Usaha dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja,

kehadiran dan motivasinya. Tingkat usaha merupakan gambaran

motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan

pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, walaupun karyawan

memiliki kemampuan individual untuk mengerjakan pekerjaan,

tetapi tidak akan bekerja tanpa tingkat pencurahan usaha yang

rendah.

3) Dukungan organisasi

Dalam dukungan organisasional artinya fasilitas apa yang

perusahaan sediakan bagi karyawan dapat berupa pelatihan,

pengembangan, peralatan teknologi, dan manajemen.

32

2.1.6 Analisis Jalur

Analisis jalur yang dikenal dengan path analysis dikembangkan

pertama pada tahun 1920-an oleh seorang ahli genetika, yaitu Sewall

Wright. Model path analysis digunakan untuk menganalisis pola hubungan

antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun

tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel

terikat (endogen). Teknik analisis jalur akan digunakan dalam menguji

besarnya sumbangan (kontribusi) yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada

setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1, X2, terhadap Y

Riduwan dan Kuncoro, 2008 dalam Sarjono Haryadi dan Julianita Winda

(2011:107).

Analisis jalur merupakan model perluasan regresi yang digunakan

untuk menguji keselarasan matriks korelasi dengan dua atau lebih model

hubungan sebab akibat yang dibandingkan oleh David Garson (2003).

Kesimpulan dari definisi-definisi diatas bahwa sebenarnya analisis jalur

merupakan kepanjangan dari analisis regresi berganda (dalam Sarwono,

2007:1-2).

Berdasarkan Mueller dalam Sugiarto (2006:93), path analysis

(analisis jalur) dikembangkan sebagai metode untuk mempelajari terhadap

efek secara langsung dari variabel bebas terhadap variabel tergantung.

Analisis jalur ini merupakan sejumlah variabel di dalam model. Analisis ini

merupakan metode yang baik untuk menerangkan apabila terhadap

seperangkat data yang besar untuk dianalisis dan mencari hubungan kausal.

33

Menurut Sugiarto (2006:93), analisis jalur digunakan untuk

menelaah hubungan antara model kausal yang telah dirumuskan peneliti atas

pertimbangan teoritis dan pengetahuan tertentu. Hubungan kausal selain

didasarkan pada data juga didasarkan pada pengetahuan, perumusan

hipotesis, dan analisi logis. Sehingga, dapat dikatakan analisis jalur dapat

digunakan untuk menguji seperangkat hipotesis kausal serta menafsirkan

hubungan tersebut.

2.1.7 SPSS VS LISREL

2.1.7.1 Pengertian SPSS

Menurut Priyatno (2008:13) dalam Sarjono Haryadi dan

Julianita Winda (2011:113), SPSS adalah program atau software

yang digunakan untuk olah data statistik. Banyaknya program olah

data statistik lainnya, SPSS merupakan yang paling banyak

digunakan. Dahulu SPSS adalah Statistical Package for the Social

Sciences, tetapi seiring berjalannya waktu SPSS mengalami

perkembangan dan penggunaannya semakin kompleks untuk

berbagai ilmu sosial, psikologi, pertanian, teknologi, industri, dan

lain - lain. Sehingga, kepanjangan SPSS adalah Stasticall Product

and Service Solution. SPSS diciptakan oleh Norman Nie, seorang

lulusan Fakultas Ilmu Politik dari Stanford University.

34

2.1.7.2 Pengertian LISREL

Menurut Sugiarto (2006:3) dalam Sarjono Haryadi dan

Julianita Winda (2011:113), LISREL adalah merupakan salah satu

program komputer yang dapat mempermudah analisis untuk

menyelesaikan masalah - masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh

alat analisis konvensional.

LISREL diperkenalkan oleh Kark Joreskog pada tahun

1970 dan sejauh ini telah dikembangkan serta digunakan dalam

berbagai disiplin ilmu pengetahuan sosial. Dalam versi yang lebih

maju, penggunaan LISREL menjadi lebih interaktif, lebih mudah,

banyak fitur statistik baru yang terkait dengan penanganan missing

data, imputation data, serta multilevel data analisis. Terapannya pada

persoalan ilmu sosial dan ilmu perilaku dapat kita temui secara luas

dan sangat berguna sebagai acuan pengambilan keputusan dalam

kondisi yang makin rumit. Sugiarto (2006:3-4) dalam Sarjono

Haryadi dan Julianita Winda (2011:113).

Menurut Sugiarto (2006:4) dalam Sarjono Haryadi dan

Julianita Winda (2011:114), secara umum analisis dalam LISREL

dapat dipilah dalam dua bagian. Pertama, yang terkait dengan model

pengukuran (measurement model) dan kedua yang terkait dengan

model struktual (structural equation model). Model pengukuran

adalah gambaran hubungan pokok yang ditunjukkan untuk

mengukur dimensi - dimensi yang membentuk sebuah faktor atau

35

variabel. Menurut Wijanto (2008:12) dalam Sarjono Haryadi dan

Julianita Winda (2011:114), model struktural adalah model yang

menggambarkan hubungan - hubungan yang ada diantara variabel -

variabel laten.

Dengan menggunakan LISREL, peneliti dapat menganalisis

struktur convariance (struktur yang menunjukkan hubungan linier

antar variabel) yang rumit, variabel latin, saling ketergantungan antar

variabel, dan sebab akibat yang timbal balik dimana dapat ditangani

dengan mudah dengan menggunakan model pengukuran dan

persamaan terstruktur. Menurut Ghozali (2008:5), variabel laten

adalah variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan

memerlukan beberapa indikator.

36

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Jurnal Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Sumber Jurnal

Topik Variabel Kesimpulan

1. Ali Kesuma Vol. 1, No. 4 Desember 2007, Hal. 310 - 322

Pengaruh Lingkungan Kerja, Motivasi Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Serta Dampaknya Terhadap Kinerja

1. Lingkungan Kerja

2. Motivasi

3. Budaya

4. Organisasi

5. Kepuasan

6. Kinerja

Ada hubungan yang signifikan antara motivasi terhadap kepuasan kerja, motivasi juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, sedangkan kepuasan kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja pegawai.

2. Ludi Wishnu Wardana

Jurnal Ekonomi Manajemen dan Bisnis Vol. II No. 1, April 2008

Analisis Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Pendidikan, Dan Pelatihan Terhadap Kinerja Guru Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Gayungan Kota Surabaya

1. Motivasi Kerja

2. Disipilin Kerja

3. Pelatihan

4. Kinerja

Ada pengaruh yang signifikan antara motivasi dan pelatihan terhadap kinerja karyawan.

3. Musafir Jurnal Ichsan Gorontalo Volume 2 No 3. Agustus – Oktober 2007

Pengaruh Kemampuan Dan Motivasi terhadap Kinerja Pegawai Pemerintah Provinsi Gorontalo

1. Kemampuan

2. Motivasi

3. Kinerja Pegawai

Ada hubungan yang cukup kuat antara motivasi terhadap kinerja karyawan.

Sumber : Jurnal

37

2.3 Kerangka Pemikirian

Sumber : Penulis, 2012

Pelatihan Karyawan (X2)

1. Cost effectiveness (efektivitas biaya)

2. Materi program yang dibutuhkan 3. Prinsip-prinsip pembelajaran 4. Ketepatan dan kesesuaian fasilitas 5. Kemampuan dan preferensi

peserta pelatihan 6. Kemampuan dan preferensi

instruktur pelatihan

Sumber : Veithzal rivai (2010:225-226)

Kinerja Karyawan (Z)

1. Kemampuan individual

2. Tingkat usaha yang dicurahkan

3. Dukungan organisasi

Sumber : Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:113)

Motivasi Kerja (X1) Motivator : 1. Prestasi 2. Pengakuan 3. Pekerjaan itu sendiri 4. Tanggung Jawab 5. Kemajuan Faktor – Faktor Higiene : 1. Hubungan antar

personal 2. Administrasi atau

kebijakan perusahaan

3. Pengawasan 4. Gaji 5. Kondisi Kerja Sumber : Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:115)

Kepuasan Kerja (Y)

1. Tipe kerja 2. Rekan kerja 3. Tunjangan 4. Diperlakukan dengan

hormat dan adil 5. Keamanan kerja 6. Peluang

penyumbang gagasan

7. Upah 8. Pengakuan terhadap

kinerja 9. Kesempatan untuk

maju

Sumber : Robbins dalam Darsono P dan Tjatjuk Siswandoko (2011:216)

38

2.4 Hipotesis

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah :

- Untuk T – 1

0H : Tidak ada pengaruh motivasi kerja ( )1X terhadap kepuasan kerja ( )Y

pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur

aH : Ada pengaruh motivasi kerja ( )1X terhadap kepuasan kerja ( )Y pada

PT PP Dirganeka Jakarta Timur

- Untuk T – 2

0H : Tidak ada pengaruh motivasi kerja ( )1X terhadap kinerja karyawan

( )Z melalui kepuasan kerja pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur

kinerja karyawan ( )Y

aH : Ada pengaruh motivasi kerja ( )1X terhadap kinerja karyawan ( )Z

melalui kepuasan kerja ( )Y pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur

- Untuk T – 3

0H : Tidak ada pengaruh motivasi kerja ( )1X terhadap kinerja karyawan

( )Z pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur

aH : Ada pengaruh pengaruh motivasi kerja ( )1X terhadap kinerja

karyawan ( )Z pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur

- Untuk T – 4

0H : Tidak ada pengaruh pelatihan karyawan ( )2X terhadap kepuasan

kerja ( )Y pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur

39

aH : Ada pengaruh pelatihan karyawan ( )2X terhadap kepuasan kerja ( )Y

pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur

- Untuk T – 5

0H : Tidak ada pengaruh pelatihan karyawan ( )2X terhadap kinerja

karyawan ( )Z melalui kepuasan kerja ( )Y pada PT PP Dirganeka

Jakarta Timur

aH : Ada pengaruh pelatihan karyawan ( )2X terhadap kinerja karyawan

( )Z melalui kepuasan kerja ( )Y pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur

- Untuk T – 6

0H : Tidak ada pengaruh pelatihan karyawan ( )2X terhadap kinerja

karyawan ( )Z pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur

aH : Ada pengaruh pelatihan karyawan ( )2X terhadap kinerja karyawan

( )Z pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur

- Untuk T – 7

0H : Tidak ada pengaruh motivasi kerja ( )1X terhadap pelatihan karyawan

( )2X pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur

aH : Ada pengaruh motivasi kerja ( )1X terhadap pelatihan karyawan

( )2X pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur