landasan teori - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2012-1-00376-mn...

32
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Industri Pariwisata Secara umum masyarakat melihat bahwa industri adalah identik dengan bangunan pabrik secara kontinuitas melakukan proses produksi dengan menggunakan mesin-mesin dan berbagai teknologi. Tetapi akan sangat jauh berbeda ketika mengenal industri pariwisata. G. A. Schmool memberi batasan tentang industri pariwisata sebagai “Tourist is a highly decentralized industry consisting of enterprises different in size, location, function, type organization, range of service provided and method used to market and sell them”. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa atau produk yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan itu tidak hanya dalam jasa yang dihasilkan, tetapi juga dalam besarnya perusahaan, lokasi tempat kedudukan, bentuk organisasi yang mengelola dan metode atau cara pemasarannya (Muhammad Tahwin, 2003). Batasan pariwisata sebagai suatu industri diberikan secara terbatas, hanya sekedar menggambarkan apa sebenarnya pariwisata itu. Dengan demikian dapat memberikan pengertian yang lebih luas. Jadi sebenarnya, ide memberikan istilah industri pariwisata lebih banyak bertujuan memberikan daya tarik supaya pariwisata dapat dianggap sebagai sesuatu yang berarti bagi perekonomian suatu Negara, terutama pada Negara-negara sedang berkembang. Industri pariwisata adalah keseluruhan rangkaian dari usaha menjual barang dan jasa yang diperlukan

Upload: nguyencong

Post on 11-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Industri Pariwisata

Secara umum masyarakat melihat bahwa industri adalah identik dengan

bangunan pabrik secara kontinuitas melakukan proses produksi dengan

menggunakan mesin-mesin dan berbagai teknologi. Tetapi akan sangat jauh berbeda

ketika mengenal industri pariwisata. G. A. Schmool memberi batasan tentang

industri pariwisata sebagai “Tourist is a highly decentralized industry consisting of

enterprises different in size, location, function, type organization, range of service

provided and method used to market and sell them”. Industri pariwisata bukanlah

industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari

serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa atau produk yang berbeda satu

dengan lainnya. Perbedaan itu tidak hanya dalam jasa yang dihasilkan, tetapi juga

dalam besarnya perusahaan, lokasi tempat kedudukan, bentuk organisasi yang

mengelola dan metode atau cara pemasarannya (Muhammad Tahwin, 2003).

Batasan pariwisata sebagai suatu industri diberikan secara terbatas, hanya

sekedar menggambarkan apa sebenarnya pariwisata itu. Dengan demikian dapat

memberikan pengertian yang lebih luas. Jadi sebenarnya, ide memberikan istilah

industri pariwisata lebih banyak bertujuan memberikan daya tarik supaya pariwisata

dapat dianggap sebagai sesuatu yang berarti bagi perekonomian suatu Negara,

terutama pada Negara-negara sedang berkembang. Industri pariwisata adalah

keseluruhan rangkaian dari usaha menjual barang dan jasa yang diperlukan

8

wisatawan, selama ia melakukan perjalanan wisata sampai kembali ke tempat

asalnya.

Menurut Spillane (1987) Badrudin (2001), ada lima unsur industri pariwisata

yang sangat penting, yaitu:

a. Attractions (daya tarik)

Attractions dapat digolongkan menjadi site attractions dan event attractions.

Site attractions merupakan daya tarik fisik yang permanen dengan lokasi

yang tetap yaitu tempat-tempat wisata yang ada di daerah tujuan wisata

seperti kebun binatang, keraton, dan museum. Sedangkan event attractions

adalah atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya dapat diubah atau

dipindah dengan mudah seperti festival-festival, pameran, atau pertunjukan-

pertunjukan kesenian daerah.

b. Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan)

Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik di suatu lokasi karena

fasilitas harus terletak dekat dengan pasarnya. Selama tinggal di tempat

tujuan wisata wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena

itu sangat dibutuhkan fasilitas penginapan. Selain itu ada kebutuhan akan

Support Industries yaitu toko souvenir, toko cuci pakaian, pemandu, daerah

festival, dan fasilitas rekreasi (untuk kegiatan).

c. Infrastructure (infrastruktur)

Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada

infrastruktur dasar. Perkembangan infrastruktur dari suatu daerah sebenarnya

dinikmati baik oleh wisatawan maupun rakyat yang juga tinggal di sana,

9

maka ada keuntungan bagi penduduk yang bukan wisatawan. Pemenuhan

atau penciptaan infrastruktur adalah suatu cara untuk menciptakan suasana

yang cocok bagi perkembangan pariwisata.

d. Transportations (transportasi)

Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi atau pengangkutan sangat

dibutuhkan karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu

perjalanan pariwisata. Transportasi baik transportasi darat, udara, maupun

laut merupakan suatu unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis

gejala-gejala pariwisata.

e. Hospitality (keramahtamahan)

Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal

memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan asing

yang memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan mereka

datangi. Maka kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus

disediakan dan juga keuletan serta keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu

dipertimbangkan supaya wisatawan merasa aman dan nyaman selama

perjalanan wisata.

Menurut UU No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, yang dimaksud

dengan kepariwisataan adalah sebagai berikut:

1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,

10

pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang

dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai

fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,

Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata

dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud

kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan

masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah,

dan pengusaha.

5. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan,

dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil

buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

6. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata

adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah

administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,

fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan

melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

7. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi

pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

8. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan

kegiatan usaha pariwisata.

11

9. Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait

dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan

wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

10. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama

pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang

mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti

pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam,

daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.

11. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku

yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk

mengembangkan profesionalitas kerja.

12. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja

pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata,

pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan.

13. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik

Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

14. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

15. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung awabnya di bidang

kepariwisataan.

12

2.2 Pengertian Manajemen (Pengelolaan)

Pengelolaan (manajemen), menurut Leiper dalam Pitana dan Diarta (2009),

merujuk kepada seperangkat peranan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang, atau bisa juga merujuk pada fungsi-fungsi yang melekat pada

peran tersebut. Fungsi-fungsi manajemen tersebut sebagi berikut :

1. Planning (perencanaan)

2. Directing (mengarahkan)

3. Organizing (koordinasi)

4. Controling (pengawasan)

Follet dalam Pitana dan Diarta (2009) menekankan bahwa koordinasi merupakan

fungsi utama dan terpenting yang harus dipisahkan dan memerlukan pembahasan

tersendiri. Fungsi koordinasi merujuk kepada fungsi seorang manajer untuk

menerjemahkan sebuah informasi, seperti perencanaan dan pengawasan, dan

mengaplikasikan informasi tersebut secara sistematis ke dalam fungsi manajerial

yang diterjemahkan secara nyata dalam kegiatan pengawasan (directing),

perencanaan (planning), dan pengawasan (controling).

2.3 Pengembangan Destinasi Pariwisata

Destinasi merupakan suatu tempat yang dikunjungi dengan waktu

yang signifikan selama perjalanan seseorang dibandingkan dengan tempat

lain yang diakui selama perjalanan. Suatu tempat pasti memiliki batas-batas

13

tertentu, baik secara aktual maupun hukum. Destinasi dapat menjadi

destination area yang oleh WTO didefinisikan sebagi berikut: “Part of

destination A homogens tourism region or a group of local goverment

adminitrative regions” (WTO dalam Pitana dan Diarta).

Dalam mendiskusikan destinasi pariwisata, kita juga harus

mempertimbangkan istilah region yang didefinisikan sebagai berikut: “(1)

Agrouping of countries, usually a tourism in a common geographic area, (2)

An area within a country, usually a tourism destination area” (Ricardson dan

Flunker dalam Pitana dan Diarta 2009).

Menurut Kusudianta dalam (Pitana dan Diarta, 2009:126) , destinasi

wisata dapat digolongkan atau dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri destinasi

tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Destinasi sumber daya alam, seperti iklim, pantai, hutan, pulau.

2. Destinasi sumber daya budaya, seperti tempat bersejarah, museum,

teater, dan masyarakat lokal

3. Fasilitas rekreasi, seperti taman hiburan

4. Event seperti Pesta Kesenian Bali, Pesta Danau Toba, pasar malam

5. Aktivitas spesifik, seperti petualangan, perjalanan romantis

Pembangunan kepariwisataan Indonesia sebagi bagian integral

pembangunan nasional dilaksanakan secara berkelanjutan bertujuan untuk

mewujudkan peningkatan kepribadian dan kemampuan manusia dan

masyarakat Indonesia dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan

14

teknologi, serta memperhatikan tantangan perkembangan global (Muljadi,

2009:30). Pengembangan pariwisata dalam negeri telah diarahkan untuk

memupuk cinta tanah air dan bangsa, menanamkan jiwa dan semangat serta

nilai-nilai luhur berbangsa, meningkatkan kualitas budaya bangsa,

memperkenalkan peninggalan sejarah, keindahan alam termasuk bahari

dengan terus meningkatkan wisata remaja-remaja penuda (Muljadi, 2009:31).

Nilai-nilai budaya bangsa yang menuju ke arah kemajuan peradaban,

mempertinggi derajat kemanusian, kesusilaan, dan ketertiban umum guna

memperkokoh jati diri bangsa dalam rangka perwujudan wawasan nusantara.

Karena itu, untuk mewujudkan penmbangunan pariwisata harus diperhatikan

hal berikut:

1. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan

ekonomi dan sosial budaya.

2. Nilai-nilai agana, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup

dalam masyarakat.

3. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup

4. Kelanjutan dari usaha pariwisata itu sendiri (Muljadi, 2009:32)

Penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan pariwisata Indonesia

diamksudkan Agar daya tarik wisata yang sedemikian banyak dimilki bangsa

Indonesia dapat dikenal, baik oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun

masyarakat dunia, serta menghindarkan dari kerusakan-kerusakan.

15

Dalam pengembangan destinasi pariwisata memerlukan teknik perencanaan

yang baik dan tepat. Teknik pengembangan harus menggabungkan beberapa

aspek penunjang kebijakan kesuksesan pariwisata. Aspek-aspek tersebut adalah

pengembangan fasilitas, pengembangan sumber daya manusia, meningkatkan

aktivitas pemasaran, kualitas lingkungan hidup, aksesbilitas dan transportasi (Liu

,1994:18)

2.4 Analitycal Hierarchy Process ( AHP )

Analytical Hierarchy Process ( AHP ) adalah sebuah hierarki fungsional

dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah

kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok – kelompoknya.

Kemudian kelompok – kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk

hierarki.(Mulyono, 2004:318). AHP adalah pendekatan dasar untuk pengambilan

keputusan. AHP didesain untuk dapat menanggulangi rasional dan intuisi untuk

memilih yang terbaik dari alternatif – alternatif yang di evaluasi dengan beberapa

kriteria. Dalam proses ini pembuat keputusan menggunakan pairwise comparison

judgement yang digunakan untuk membentuk seluruh prioritas untuk mengetahui

ranking dari alternatif. Secara sederhana, AHP sering diartikan sebagai pembobotan

(penentuan prioritas) dari serangkaian persoalan yang dihadapi, baik terhadap kriteria

maupun alternatifnya.(Bustanul, 2010:9)

AHP dikembangkan tahun 1970 oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

matematika dari Amerika Serikat. Dalam perkembangannya, AHP tidak saja

digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria, tetapi

16

penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan

bermacam-macam masalah seperti memilih portfolio, peramalan dan lain lain.

Dengan metode AHP ini memungkinkan kita untuk mengambil keputusan secara

efektif terhadap persoalan yang kompleks dimana faktor – faktor logika, intuisi,

pengalaman, pengetahuan data, emosi dan rasa dioptimasikan dalam suatu proses

yang sistematis.(Mulyono, 2004:319)

Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau

ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang

berpengaruh terhadap pilihan – pilihan yang ada, beragamnya kriteria pemilihan dan

jika pengambilan keputusan lebih dari satu. (Mulyono, 2004:319) Terkadang timbul

masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi

variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dapat diolah menjadi numerik,

hanya kualitatif saja yang dapat diukur yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan

intuisi.

Prinsip kerja AHP adalah dengan menyederhanakan suatu persoalan

kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian –

bagian dan tersusun dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi

nilai numerik, secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut dan secara relatif

dibandingkan dengan variabel lain. Dengan membuat struktur keputusan yang

sistematis dan serangkaian prosedur perhitungan, maka dapat dihasilkan rekomendasi

prioritas atau bobot keputusan tiap alternatif yang diajukan. Dari berbagai

pertimbangan kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki

17

prioritas tinggi dan berperan dalam mempengaruhi hasil pada sistem

tersebut.(Mulyono, 319, 2004)

Kelebihan Metode AHP Menurut Marimin dan Nurul (2004:92-93), beberapa

keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan

dengan menggunakan AHP adalah :

1. Kesatuan

AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti dan fleksibel

untuk berbagai permasalahan yang tidak terstruktur sekalipun.

2. Kompleksitas

AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem

dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. Saling ketergantungan

AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen – elemen dalam suatu

sistem dan tidak memaksakan suatu penilaian linier.

4. Penyusunan hierarki

AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah

elemen – elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan

mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.

5. Pengukuran

AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal – hal dan terwujud suatu

metode untuk menentukan prioritas.

18

6. Konsistensi

AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan – pertimbangan yang

digunakan untuk menetapkan prioritas.

7. Sintesis

AHP menuntun ke sebuah taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap

alternatif.

8. Tawar menawar

AHP mempertimbangkan prioritas – prioritas relatif dari berbagai faktor

sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan

tujuan.

9. Penilaian dan konsensus

AHP tidak memaksakan konsensus, tetapi mensintesiskan suatu hasil yang

representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.

10. Pengulangan proses

AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu

persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui

pengulangan.

Sedangkan kelemahan metode AHP menurut Marimin dan Nurul (2004:94) adalah

sebagai berikut:

1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya.

19

Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini

melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti

jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru.

2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik

sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.

Prinsip – prinsip dasar AHP adalah prinsip – prinsip berpikir analitis,

yaitu prinsip yang mendasari logika manusia dalam menganalisa dan

memecahkan suatu masalah. Dalam menyelesaikan masalah dengan AHP ada

beberapa prinsip yang harus dipahami. Menurut Mulyono (2004:321-322)

terdiri dari empat prinsip, yaitu :

1. Decomposition

Setelah kita mendefinisikan permasalahan, maka perlu

dilakukan decomposition. Artinya adalah memecah persoalan

yang utuh menjadi unsur – unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil

yang akurat, pemecahan yang dilakukan harus mencapai

pemecahan terkecil, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari

permasalahan tadi. Karena inilah maka dinamakan hierarki. Ada

dua jenis hierarki, yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dalam hierarki

lengkap, semua elemen pada suatu tingkatan memiliki semua

elemen yang ada pada tingkatan berikutnya. Jika tidak demikian,

maka disebut hierarki tidak lengkap.

2. Comparative Judgement

20

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan

relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan

tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP,

karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen – elemen.

Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih enak bila disajikan

daam bentuk matriks yang dinamakan matriks perbandingan

berpasangan (pairwise comparison). Agar diperoleh skala yang

bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, si pengambil

keputusan perlu pengertian menyeluruh tentang elemen – elemen

yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan

yang dipelajari. Dalam penyusunan skala kepentingan ini,

digunakan patokan seperti pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1. Skala Dasar Dalam Metode AHP

Tingkat

Kepentingan

Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Sama pentingnya dengan yang lainnya

3 Sedikit lebih penting Moderat pentingnya dibanding

yang lainnya

5 Lebih penting Kuat pentingnya dibanding yang

lain

7 Sangat penting Sangat kuat pentingnya dibanding

yang lain

9 Mutlak lebih penting Ekstrim pentingnya diabnding

yang lain

2,4,6,8 Nilai Tengah Nilai diantara dua penilaian

yang berdekatan

21

Reciprocal

1/(2-9)

Kebalikan Jika elemen i memiliki salah satu

angka diatas ketika dibandingkan

elemen j, maka j memilki nilai

kebalikannya ketika dibandingkan

dengan elemen i

Sumber : Mulyono (2004:321)

Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku

aksioma reciprocal. Artinya jika elemen i dinilai tiga kali lebih

penting dibanding elemen j , maka elemen j harus sama dengan 1/3

kali pentingnya dengan elemen i. Di samping itu, perbandingan dua

elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, yang artinya sama

penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting.

Jika terdapat n elemen, makaakan diperoleh matriks pairwise

comparison berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan

dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2 karena matriksnya

reciprocal dan elemen – elemen diagonal sama dengan 1.

3. Synthesis of Priority

Dari setiap pairwise comparison matrix kemudian dicari

eigenvectornya untuk mendapatkan local priority, karena pairwise

comparison matrix terdapat pada setiap tingkat, maka untuk

mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara

local prority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk

22

hirarki. Pengurutan elemen – elemen menurut kepentingan relatif

melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.

4. Logical Consistency

Konsistensi jawaban dari responden dalam menentukan

prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menetukan

validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum

responden harus memiliki konsistensi dalam membandingkan,

misalnya jika A > B dan B > C, maka secara logis responden

harus menyatakan A > C.

Menganalisa masalah dengan menyusunnya dalam bentuk hierarki

memiliki beberapa keuntungan, antara lain adalah : (Bernardus

dkk,p.262,2012)

• Hierarki yang mempresentasikan sistem yang dapat digunakan

untuk bagaimana perubahan tingkat kepentingan elemen – elemen

pada tingkat hierarki di bawahnya.

• Hierarki memberikan informasi yang jelas dan

lengkap atas struktur dan fungsi dari sistem dalam tingkatan yang

lebih rendah dan memberikan gambaran faktor – faktor apa saja

yang berpengaruh terhadap tujuan – tujuan pada tingkat yang lebih

23

tinggi. Pembatasan dari elemen – elemen pada tingkat terten tu di

presentasikan secara baik dalam berikutnya yang lebih atas dari

elemen tersebut.

• Penganalisaaan dengan hierarki, lebih efisien dari pada analisa

secara keseluruhan.

• Stabil dan fleksibel. Stabil dalam hal perubahan yang kecil akan

memberikan pengaruh yang lebih kecil pula. Sedangkan fleksibel

dalam hal penambahan terhadap struktur hierarki tidak akan

merusak atau mengacau performansi hierarki secara keseluruhan.

2.5.3 Langkah dan Prosedur AHP

1. Penentuan Kriteria

Langkah awal dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP

adalah menentukan kriteria dan subkriteria yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Tidak lupa menentukan

alternatif lain yang dinilai baik oleh perusahaan. Misalnya dalam

permasalahan menentukan suplier mana yang paling tepat dinilai dari

kinerjanya. Yang dinilai adalah pelayanan, pertumbuhan penjualan dan

kualitas produk. Permasalahan yang dihadapi adalah : (Marimin dan Nurul,

2010:93)

• Untuk masalah service excelllent, dapat dimasukkan dalam

kriteria pelayanan.

24

• Untuk masalah kualitas yang kurang memuaskan dapat

dikategorikan

sebagai kriteria kualitas produk.

• Untuk masalah tingkat kepercayaan publik dan penjualan dapat

dikategorikan ke dalam pertumbuhan penjualan.

2. Penentuan hierarki

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan

dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.

Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses

pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem

dengan suatu struktur tertentu. Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan

tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya

merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Untuk memastikan bahwa

kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka

kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut: (Marimin dan

Nurul,p.93-94,2010)

a. Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis

proses selanjutnya.

b. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan

pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

c. Lengkap

25

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam menghadapi

persoalan yang ada.

d. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif

maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

Penyusunan hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi

pengetahuan atau informasi yang sedang dicari. Penyusunan tersebut dimulai

dari elemen yang menjadi fokus permasalahan, kemudian diuraikan lagi

menjadi bagian – bagiannya lagi, kemudian seterusnya secara hierarkis.

Sebagai contoh, dalam kajian evaluasi pemasok di sebuah retailer, susunan

hierarkisnya teridiri dari goal, kriteria dan alternatif. Diagram berikut

mempresentasikan keputusan untuk memilih pemasok yang efisien melalui

penialain kinerjanya. Adapun kriteria untuk membuat keputusan tersebut

adalah pelayanan, pertumbuhan penjualan dan kualitas produk. Alternatif

yang tersedia terdiri dari beberapa pemasok.

Hierarki persoalan ini terlihatpada gambar 2.1. (Marimin dan Nurul,

2010:94)

Gambar 2.1. Contoh Struktur Hierarki Dalam AHP

Penilaian Kinerja Pemasok

Kualitas Produk Pertumbuhan Penjualan

Pelayanan

Pemasok 3 Pemasok 2 Pemasok 1

26

3. Langkah penilaian

Untuk berbagai persoalan, skala 1 – 9 adalah skala terbaik dalam

mengekspresikan pendapat. Skala 1 – 9 ditetapkan sebgai pertimbangan

dalam membandingkan pasangan elemen di setiap level heirarki terhadap

suatu elemen yang berada diatasnya ( Tabel 2.2 ). Skala dengan sembilan

satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana kita mampu membedakan

intesnsitas tata hubungan antar elemen. Penilaian dilakukan oleh beberapa

orang decision maker.(Marimin dan Nurul, 2010, p.94)

Tabel 2.2. Contoh Kuisioner Penilaian

i 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 J

Berarti i sedikit lebih penting dari j i = (3) j

i 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 J

Berarti j sedikit lebih penting dari i i = (1/3) j

4. Mencari rata – rata geometrik

Hasil dari rata – rata geometrik ini kemudian dimasukkan kedalam matriks

perbandingan berpasangan. Mencari rata – rata geometrik dapat

menggunakan

rumus :

5. Langkah prioritas

Rata-rata geometrik =

27

Langkah selanjutnya adalah menetapkan prioritas dengan membuat suatu

pairwise comparison matrix, maksudnya adalah elemen – elemen

dibandingkan berpasangan terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Sebagai

contoh, membandingkan tiga suplier dalam kriteria pelayanan. (Marimin dan

Nurul, 2010:95)

Tabel 2.3. Contoh Perhitungan Matriks Pairwise Comparison

Pelayanan Suplier 1 Suplier 2 Suplier 3

Suplier 1 1 0,5 0,25

Suplier 2 2 1 0,5

Suplier 3 4 2 1

6. Normalisasi matriks

Setelah melakukan perhitungan matriks perbandingan berpasangan, maka

matriks tersebut dinormalisasikan. Menormalisasi matriks tersebut dengan

cara menjumlahkan nilai – nilai dalam setiap kolom (Tabel 2.4.), lalu

membagi setiap entry pada setiap kolom dengan jumlah pada kolom tersebut

untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Tabel 2.5.).

Tabel 2.4. Mencari Jumlah Dari Setiap Kolom

Pelayanan Suplier 1 Suplier 2 Suplier 3

Suplier 1 1 0,5 0,25

Suplier 2 2 1 0,5

Suplier 3 4 2 1

28

Jumlah 7 3,5 1,75

Tabel 2.5. Hasil Normalisasi Matriks Perbandingan

Berpasangan

Pelayanan Suplier 1 Suplier 2 Suplier 3

Suplier 1 0,14 0,14 0,06

Suplier 2 0,29 0,29 0,16

Suplier 3 0,57 0,57 0,57

7. Penentuan prioritas pilihan

Langkah berikutnya adalah dengan merata – ratakan sepanjang baris

dengan menjumlahkan semua nilai dalam setiap baris dari matriks yang

dinormalisasi lalu membagi banyaknya entri dari setiap baris.

( 0.14 + 0.14 + 0.06 ) : 3 = 0.14

( 0.29 + 0.29 + 0.16 ) : 3 = 0.29

( 0.57 + 0.57 + 0.57 ) :3 = 0.57

Dari contoh diatas sintesis ini menghasilkan prioritas relatif menyeluruh, atau

preferensi untuk suplier 1 = 0.14, suplier 2 = 0.29, dan suplier 3 = 0,57.

(Mulyono, 2004:325)

8. Konsistensi

Nilai-nilai perbandingan berpasangan yang dilakukan harus

diperiksakonsistensinya, misalnya bila dalam melakukan perbandingan

kita menilaiA>B dan B>C, maka secara logis seharusnya A>C. Untuk

29

menghitungkonsistensi ini. AHP telah memiliki rumus untuk menghitung

consistency

Konsistensi mengandung dua arti, yaitu :

1. Bahwa pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokkan menurut

persamaan dan pertaliannya.

2. Bahwa intensitas relasi antan gagasan atau antar obyek yang

didasarkan pada suatu kriteria tertentu akan saling membenarkan

secara logis.

Untuk menghitung konsistensi, hitung dengan prinsip eigen value

( maxλ ), jika maxλ dekat dengan n ( n adalah jumlah elemen yang

dibandingkan satu sama lain ), hal ini berarti bahwa matrix konsisten. Jika

maxλ tidak dekat dengan nilai n ini berarti bahwa matrix tidak konsisten.

Sebuah index diperlukan untuk mengukur konsistensi dari bobot. Mulyono

mengusulkan untuk menggunakan Consistency Index ( )1(

)( max

−−=

n

nCI

λ). Ini

adalah index yang dapat mengukur berapa banyak konsistensi matrix yang

dibandingkan berbeda dengan konsistensi sempurna

Dari 500 sampel matriks acak dengan skala perbandingan 1 sampai 9,

untuk beberapa orde matriks Saaty mendapatkan suatu nilai rata – rata RI

seperti pada Tabel 2.6

Tabel 2.6. Nilai Indeks Random ( RI )

N RI

30

1 0

2 0

3 0,58

4 0,9

5 1,12

6 1,24

7 1,32

8 1,41

9 1,45

10 1,49

11 1,51

12 1,48

13 1,56

14 1,57

15 1,59

N = Ukuran Matriks

RI = Indeks Random

Sumber : Bernardus dkk, 2012, p.268

Dengan membandingkan antara CI dan RI akan di dapat suatu

patokan yang menyatakan suatu matriks bersifat konsisten atau tidak.

31

Perbandinganantara CI dan RI dikatakan sebagai Consistency Ratio (CR).

Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

CR = RI

CI

Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur.

Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan

respon yang diberikan responden. Saaty (1980) telah menyusun nilai CR

Consistency Ratio) yang diizinkan adalah CR < 0,1. (Bernardus dkk,

2012:269)

9. Langkah iterasi

Langkah iterasi adalah tahap dimana mengulangi setiap langkah dari langkah

ke – 2 sampai langkah ke – 6 untuk setiap matriks dari setiap level hierarki.

10. Penentuan prioritas final

Cara penentuan prioritas final adalah dengan cara mengalikan setiap Vector

Priority pada level yang paling bawah dengan kriteria pada level yang lebih

tinggi dan begitu seterusnya, kemudian tambahkan hasilnya untuk

mendapatkan Overall Priority.(Mulyono, 2004:327)

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini didukung oleh berbagai kajian penelitian terdahulu yang

merupakan kajian empiris yang berguna sebagai landasan untuk berpikir

dan sekaligus untuk mengetahui dan mempelajari berbagai metode analisis

32

yang digunakan yang kemungkinan dapat diterapkan oleh peneliti dalam

penelitian ini.

Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini dengan hasil

dan metode yang berbeda pernah dilakukan. Salah satunya penelitian yang

dilakukan oleh Andi Hafif (2009) dengan judul Analisis Strategi

Pengembangan PariwisataAir Terjun Kalipancur Desa Nogosaren dengan

pendekatan Co-Management dan Analysis Hierarchy Process (AHP) yang

memiliki tujuan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya

oleh masyarakat dan pihak terkait dalam menjaga ekologi kawasan wisata

dengan pendekatan Co Management dan prioritas kebijakan yang perlu

dilakukan dalam pengelolaan pariwisata air terjun Kalipancur. Hasil

analisis peringkat kriteria untuk mencapai prioritas kebijakan jumlah

kunjungan yang tertinggi adalah evaluasi memiliki bobot 0,857 merupakan

prioritas utama dan memiliki nilai consistency ratio sebesar 0.00 dibawah

0,1 maka matriks perbandingan responden telah teruji sangat konsisten.

Penelitian yang dilakukan oleh Yudha et al (2007) dengan judul

Analisis Permintaan Pariwisata Pantai Kartini di Kabupaten Jepara dengan

menggunakan Metode Travel Cost dan Strategi Pengembangannya Melalui

Analisis Hierarki Proses (AHP), bertujuan untuk menganalisis permintaan

pariwisata Pantai Kartini Kabupaten Jepara. Analisis yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu dengan travel cost method dengan tujuh variabel utama

yaitu biaya perjalanan Pantai Kartini, biaya perjalanan Pantai Parangtritis,

33

jarak, penghasilan, pendidikan, umur, dan selera, yang berpengaruh secara

signifikan pada frekuensi kunjungan ke Pantai Kartini ialah variabel

penghasilan dan selera pada tingkat signifikasi 5%. Valuasi nilai ekonomi

untuk Pantai Kartini Jepara ialah 1.646.773.988.754,46 dengan nilai surplus

konsumennya per tahun ialah Rp 693.670.5929. Sedangkan pendekatan AHP,

menunjukkan bahwa alternatif yang diambil dalam pengembangan Pantai

Kartini secara overall adalah wisata dengan nilai 0.718. Adapun kriteria yang

ditetapkan adalah pengembangan Pantai Kartini Kabupaten Jepara,

pengembangan struktur dan infrastruktur, pengembangan industri jasa pantai,

pelestarian dan pengembangan budaya lokal, pengembangan prasarana wisata

budaya, pemeliharaan bangunan artifisial, regulasi kebersihan pantai,

kesesuaian penggunaan lahan, penangkaran biota laut. Sementara alternatif

yang digunakan adalah wisata, industri, dan pendidikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Kusuma Sari (2011) dengan

judul Pengembangan Obyek Wisata Pantai Sigandu Kabupaten Batang

Dengan travel cost method menunjukkan bahwa dari enam variabel

dalam penelitian yaitu biaya perjalanan Pantai Sigandu, biaya perjalanan

obyek wisata lain (Pantai Widuri), penghasilan, pendidikan, umur, dan jarak,

yang berpengaruh secara signifikan pada frekuensi kunjungan ke Pantai

Sigandu ialah variabel biaya perjalanan Pantai Sigandu, biaya perjalanan

obyek wisata lain (Pantai Widuri), penghasilan, dan jarak pada tingkat

signifikansi 5%. Valuasi ekonomi untukPantai Sigandu ialah Rp

34

26.739.188.00 dengan nilai surplus konsumennya per tahun ialah Rp.

353.838,07Sedangkan pada pendekatan AHP, menunjukkan bahwa alternatif

yang diambil dalam Pengembangan Pantai Sigandu secara overall adalah

pengembangan Pantai Sigandu sebagai obyek wisata primadona Kabupaten

Batang dengan nilai bobot 0,128, Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir (PEMP) dengan nilai bobot 1,108, dan memberikan

sarana dan fasilitas pada investor dengan nilai bobot 0,103.

Research conduced by Robert Fabac and Ivan Zver (2011) by tittle

Applying the Modified SWOT-AHP method to the Tourism of Gornje

Medimurje. The development of tourism in rural areas supports economic

development and growth of these areas. The prerequisite of successful

development is the existence of strategic priorities in tourism. The Gornje

Me_imurje area has the characteristics of a rural region which generates

recognizable successes in development of an authentic touristic attraction.

Guidelines specified by the official Tourism Development Strategy (Ministry

of Tourism, 2003) can serve as possible strategic orientations/ options in that

respect. In particular, the guidelines that refer to Central Croatia include:

orientations toward rural tourism, health tourism, sport tourism, and

congress tourism. This paper aims to contribute to the formulation of future

tourist orientation of this region by the evaluation of strategic alternatives

using the combined SWOT-AHP (short for Strenghts, Weaknesses,

Opportunities, Threats and Analytical Hierarchical Process) method. In this

35

paper we propose a modified version of the method, so that the absolute

values of SWOT factors coefficients are used as criteria previously specified

by AHP, but with a different procedure of evaluating (strategic) alternatives.

The strengths, weaknesses, opportunities and threats for tourism were

described, which was based on judgments of experts; the appropriate weight

was given to SWOT groups and factors using the AHP method. The relevance

of potential strategic alternatives was determined with regards to global

values of elements (factors) contained in SWOT groups, while also taking

into consideration negative contributions of Weaknesses and Threats to the

strategic situation. Thus, the strategic priorities for tourism development of

Gornje Me_imurje were obtained and the option of rural tourism was

estimated as being most attractive.

2.6 Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian ini menitikberatkan pada kriteria dan alternatif

mana yang penting untuk mengembangkan pariwisata pulau pramuka

kabupaten Kepulauan Seribu agar bisa dilaksanakan oleh Stakeholders.

Metode yang digunakan yaitu Analythical Hierachy Process (AHP).

Adapun perbandingan dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada

tabel 2.3 dibawah ini:

Tabel 2.7 Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu

36

No Nama

Peneliti Judul

penelitian Metode yang digunakan

Hasil temuan

1. Andi Hafif (2009)

Strategi Pengembangan Pariwisata Air Terjun Kalipancur Desa Nogosaren dengan pendekatan Co-Management dan Analysis Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierachy Process (AHP)

Peringkat kriteria untuk mencapai prioritas kebijakan jumlah kunjungan yang tertinggi adalah evaluasi memiliki bobot 0,857 merupakan prioritas utama dan memiliki nilai consistency ratio sebesar 0.00 dibawah 0,1 maka matriks perbandingan responden telah teruji sangat konsisten

2. Yudha (2007)

Permintaan Pariwisata Pantai Kartini di Kabupaten Jepara dengan menggunakan Metode Travel Cost dan Strategi Pengembangannya Melalui Analisis Hierarki Proses (AHP)

-Travel Cost Method

- Analytical Hierarchy Process (AHP)

biaya perjalanan Pantai Kartini, biaya perjalanan Pantai Parangtritis, jarak, penghasilan, pendidikan, umur, dan selera, yang berpengaruh secara signifikan pada frekuensi kunjungan ke Pantai Kartini ialah variabel penghasilan dan selera pada tingkat signifikasi 5%. Valuasi nilai ekonomi untuk Pantai Kartini Jepara ialah 1.646.773.988.754,46 dengan nilai surplus konsumennya per tahun ialah Rp 693.670.5929.

37

Sedangkan pendekatan AHP, menunjukkan bahwa alternatif yang diambil dalam pengembangan Pantai Kartini secara overall adalah wisata dengan nilai 0.718.

Sumber:Peneliti (2012)

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan beberapa penelitian

terdahulu seperti yang telah dijelaskan pada tabel di atas. Persamaannya adalah dari

penelitian ini objek yang diteliti dibidang pariwisata oleh peneliti sama dengan yang

digunakan pada penelitian Amiluhur Andi Hafif (2009) dan Yudha (2007).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah peneliti

menetapkan kriteria dan alternatif berdasarkan wawancara dengan stakeholders dan

studi pustaka yang dimana untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan harus

menyakut tiga aspek yang berkaitan ekonomi, sosial dan lingkungan. Sedangkan

penelitian Yudha (2007) menetapkan strategi pengembangan pariwisata lebih

menekankan kepada para wisatawan dengan menggunakan variabel biaya perjalanan,

biaya perjalanan, jarak, penghasilan, pendidikan, umur, dan selera.

38

2.7 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2 Susunan Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti (2013)

Pariwisata Pulau Pramuka

Wawancara dengan Stakeholders

Studi Pustaka

Observasi

Penentuan Kriteria dan Alternatif

Manajemen Pengembangan Destinasi Pariwisata Pulau Pramuka

• Menetapkan prioritas kriteria dan alternatif dengan membuat matriks pairways comparison

• Matriks dinormalisasi • Hitung Lamda maksimum • Cari nilai Consistensy Index (CI) dan Consistensi

Ratio (CR)

• Membandingkan nilai CR, jika CR < 10%

• Menyusun Matriks perkalian antara weight matriks alternatif dengan weight matriks criteria

• Pilih alternatif dengan weight yang terbesar