126204591-bab-3-ckd

43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi. Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. Sebagian dari

Upload: saputra-tri-nopianto

Post on 09-Dec-2014

105 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bx

TRANSCRIPT

Page 1: 126204591-bab-3-ckd

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip

kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran

(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk

urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut

nefrologi.

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau

abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan

limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut

kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di

belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di

sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah

ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal

terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua

lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam

goncangan.

Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm

dan ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti

kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan

yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter.

Page 2: 126204591-bab-3-ckd

Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut

medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia

dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul.

Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih

dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi

sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara

menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih

diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan

pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan

kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. Sebuah nefron

terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan

Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).

Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut

glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat

aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori

untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium

tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan

dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke

dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat

arteri eferen. Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam

kapsula Bowman terdapat tiga lapisan:

1. Kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus

Page 3: 126204591-bab-3-ckd

2. Lapisan kaya protein sebagai membran dasar

3. Selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)

Gambar 1.1 Anatomi Glomerulus

Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari

glomerulus, melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam

kapsula Bowman dalam bentuk filtrat glomerular. Filtrat plasma darah tidak

mengandung sel darah ataupun molekul protein yang besar. Protein dalam bentuk

molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal

sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc

filtrat glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan untuk

tes diagnosa fungsi ginjal. Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula

Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman

disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle

yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.

Page 4: 126204591-bab-3-ckd

Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav

Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik

dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi

tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan

memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam

amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk

ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.

Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang

terdiri dari:

1. Tubulus penghubung

2. Tubulus kolektivus kortikal

3. Tubulus kloektivus medularis

Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut

aparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel

juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin. Cairan

menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin,

yang kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter.

Ginjal juga mempunyai fungsi homeostatis yaitu mengatur pH, konsentrasi

ion mineral, dan komposisi air dalam darah. Ginjal mempertahankan pH plasma

darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium dan hidroksil.

Akibatnya, urin yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5 atau alkalis pada

pH 8. Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang

Page 5: 126204591-bab-3-ckd

melibatkan aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus

konvulasi.

Kenaikan atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau

kekurangan air akan segera dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi sinyal

pada kelenjar pituitari dengan umpan balik negatif. Kelenjar pituitari mensekresi

hormon antidiuretik (vasopresin, untuk menekan sekresi air) sehingga terjadi

perubahan tingkat absorpsi air pada tubulus ginjal. Akibatnya konsentrasi cairan

jaringan akan kembali menjadi 98%.

3.2 Definisi Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang

berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang

mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak

dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak &

Gallo, 1996).

Long (1996 : 368) mengemukakan bahwa Gagal ginjal kronik adalah

ginjal sudah tidak mampu lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten

dengan kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai. Gagal ginjal kronik

merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak riversibel

dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349). Gagal ginjal kronik merupakan

perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung

dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).

Page 6: 126204591-bab-3-ckd

3.3 Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu berdasarkan

derajat penyakit dan berdasarkan diagnosis etiologi. Klasifikasi berdasarkan

derajat penyakit dibuat atas dasar GFR yang dihitung dengan rumus Kockcrouft-

Gault. 2

GFR (ml/mnt/1,73m2) = (140-umur) x berat badan 72 x kreatinin plasma (mg/dl)

Pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 3.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan derajat penyakit 2

Derajat Penjelasan GFR (ml/mnt/1,73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat

≥90

2 Kerusakan ginjal dengan GFR menurun ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan GFR menurun sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan GFR menurun berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

Tabel 3.2 Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan diagnosis etiologi 2

Penyakit Tipe Mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes

Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes

Penyakit glomerular (autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia),

Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati),

Penyakit tubulointertitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat),

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada Rejeksi kronik, keracunan obat, penyakit glomerular

Page 7: 126204591-bab-3-ckd

transplantasi

3.4 Etiologi

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak jenis

penyakit lain. Penyakit tersebut antara lain sebagai berikut.

a. Infeksi saluran kemih, pielonefritis dan nefropati refluks

Infeksi Saluran Kemih (ISK) umumnya dibagi dalam dua subkategori besar:

ISK bagian bawah (uretritis, sistisis, prostatitis) dan ISK atas (pielonefritis

akut). Sistisis akut (infeksi kandung kemih) dan pielonefritis akut (infeksi

pelvis dan interstitium ginjal) adalah infeksi yang paling berperan dalam

menimbulkan morbiditas, tetapi jarang berakhir dengan gagal ginjal progresif.

Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal progresif yang menunjukkan

kelainan parenkimal pada pemeriksaan PIV, disebabkan oleh infeksi berulang

atau infeksi yang menetap pada ginjal. Akhir- akhir ini bukti menunjukkan

bahwa pielonefritis kronik terjadi pada pasien dengan ISK yang juga

mempunyai kelainan anatomi utama pada saluran kemihnya, seperti refluks

vesikoureter (VUR), obstruksi, kalkuli, atau kandung kemih neurogenik

(Rose, 1987; Kunin, 1987). Diperkirakan bahwa kerusakan ginjal pada

pielonefritis kronik yang juga disebut sebagai nefropati refluks., diakibatkan

oleh refluks dari kemih yang terinfeksi ke dalam ueter yang kemudian masuk

ke dalam parenkim ginjal (refluks intrarenal). Pielonefritis kronik yang

disebabkan oleh VUR adalah penyebab utama gagal ginjal tahap akhir pada

anak-anak, dan secara teoritis dapat dicegah dengan mengendalikan infeksi

Page 8: 126204591-bab-3-ckd

saluran kemih dan memperbaiki kelainan struktural dari saluran kemih yang

menyebebkan obstruksi.

Organisme penyebab infeksi saluran kemih yang paling sering ditemukan

adalah Escherichia coli, yang merupakan penghuni normal dari kolon.

Organiosme-organisme lain yang juga dapat menimbulkan infeksi adalah

golongan Proteus, Klebsiella, Pseudomonas, Enterokok, dan Staphylococcus.

Pada kebanyakan kasus, organisme tersebut dapat mencapai kandung kemih

melalui uretra. E. coli merupakan organisme penyebab infeksi yang paling

sering ditemukan pada pielonefritis akut tanpa komplikasi. Dari seluruh

pasien infeksi ini, 90 % di antaranya memberi respons terhadap terapi

antibiotika, ttetapi 10% sisanya dapat mengalami infeksi akut berulang atau

bakteriuria asimtomatik yang menetap. Bila pielonefritis akut mengalami

komplikasi obstruksi, maka bakteri rekuren atau menetap ditemukan pada 50-

80% pasien dalam waktu 2 tahun. Tidak diketahui dengan pasti berapa

banyak dari pasien-pasien ini yang akan mengalami kerusakan ginjal yang

nyata atau berapa lama proses itu akan berlangsung.

b. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.

Peradangan dimulai dari dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai

proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi terutama ditemukan pada

glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan,

mengakibatkan gagal ginjal kronik. Kematian yang diakibatkan oleh gagal

ginjal umumnya disebabkan oleh glomerulonefritis kronik. Glomerulonefritis

akut biasanya disebabkan oleh Streptokok beta hemolitik grup A tipe 12 dan

Page 9: 126204591-bab-3-ckd

4. namun sebenarnya bukan Streptokok yang menyebabkan kerusakan pada

ginjal, diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus

yang merupakan unsur membrana plasma spesifik stertokok. Terbentuk

kompleks antigen-antibodi dalam daarah yang bersirkulasi ke dalam

glomerulus dimana kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam

membrana basaalis.

Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan

yang menarik leukopsit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju

tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel

dan membrana basalis glomerulus (MBG). Sebagai respons terhadap lesiyang

terjadi, timbul ploriferasi sel-sel epitel. Akibat semakin meningkatnya

kebocoran kapiler glomerulus, maka protein dan sel darah erah dapat keluar

ke dalam kemih yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria

dan hematuria.

c. Penyakit vaskular hipertensif

Steniosis arteri renalis

Stenosis arteria renalis dapat unilateral maupun bilateral. Bilamana ukuran

arteria berkurang sampai 70% atau lebih, maka terjadilah iskemia ginjal.

Iskemia ginjal mengaktifkan sistem renin-angiotensin yang diikuti hipertensi.

Meskipun jarang menyebabkan hipertensi (sekitar 1-2% dari kasus

hipertensi), stenosis arteria renalis termasuk kasus penting karena perbaikan

dengan jalan pembedahan dapat mengurangi hipertensi dan menimbulkan

perbaikan yang cukup nyata. Stenosis arteria unilateral tidak saja

Page 10: 126204591-bab-3-ckd

menyebabkan atrofi iskemik ginjal yang terserang, tetapi akhirnya dapat

menyebabkan nefrosklerosis hipertensif dari ginjal kontralateral.

d. Penyakit jaringan penyambung

Penyakit jaringan penyambung (penyakit kolagen) adalah penyakit sistemik

yang manifestasinya terutama mengenai jaringan lunak tubuh.

Lupus eritematosus sistemik

Lupus eritematosus sistemik merupakan suatu penyakit yang terutama

menyerang wanita (90% dari seluruh kasus). Penyakit ini dapat melibatkan

banyak organ atau jaringan, tetapi keterlibatan ginjal paling bermakna

akibatnya. Nefritis lupus disebabkan oleh kompleks imun yang bersirkulasi,

yang terperangkap dalam membrana basalis glomerulus dan menimbulkan

kerusakan. Mekanismenya serupa dengan mekanisme GNAPS, kecuali

sumber antigen adalah DNA tubuh sendiri dan bukan membran plasma

streptokok. Pada kasus SLE, tubuh membentuk antibodi terhadap DNAnya

sendiri.

Poliarteritis nodosa

Poliarteritis nodosa merupakan suatu penyakit radang dan nekrosis yang

melibatkan arteria- berukuran sedang dan kecil di seluruh tubuh. Pria lebih

sering terkena draipada wanita. Lesi ginjal dapat dibagi menjadi dua jenis.

Bila menyerang arteria ginjal berukuran sedang, maka timbul daerah-daerah

infark ginjal. Jika penyakit terbatas pada arteriola, maka histologi ginjal

adalah glomerulonefritis proliferatif berat, fokal dengan perubahan-perubahan

nekrotik fibrinoid dan sabit epitel.

Page 11: 126204591-bab-3-ckd

Sklerosis sistemik progresif

Sklerosis sistemik progresif atau skleroderma merupakan suatu penyakit

sistemik yang jarang dijumpai dan ditandai dengan sklerosis difus dari kulit

dan organ-organ lain. Wanita lebih sering terserang daripada pria. Arteria

interlobaris memperlihatkan perubahan-perubbahan khas yang menyerupai

nefrosklerosis hipertensif. Setelah bertahun-tahun secara perlahan dapat

terjadi gangguan ginjal progresif.

e. Gangguan kongenital dan herediter

Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan gangguan

herediter yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir

pada gagal ginjal, meskipun lebih sering dijumpai pada penyakit polikistik.

Penyakit ginjal polikistik

Penyakit ginjal polikistik (PGPK) ditemukan kista-kista multipel, bilateral

yang mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan

menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat

membesar (kadang-kadang sebesar sepatu bola) dan terisi oleh kelompok

kista-kista yang menyerupai anggur. Kista-kista itu terisi oleh cairan jernih

atau hemoragik.

Asidosis tubulus ginjal

Asidosis tubulus ginjal (ATG) menunjukkan suatu kelompok gangguan di

mana terdapat gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal ataukehilangan

Page 12: 126204591-bab-3-ckd

HCO3-. Dalam kemih walaupun GFR yang memadai tetap dipertahankan.

Akibatnya timbul asidosis metabolik.

f. Penyakit Metabolik

Diabetes melitus

Nefropati diabetika (penyakit ginjal pada penderita diabetes) merupakan

penyebab kematian dan kecacatan yang umum pada penderita diabetes

melitus. Kira-kira 50% penderita diabetes melitus tergantung insulin (tipe I

atau IDDM) dan 6% penderita tak tergantung insulin (tipe II atau NIDDM)

mengalami gagal ginjal.

Gout

Gout merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperurisemia

(peningkatan kadar asam urat plasma). Penyakit ini mempunyai dua bentuk.

Gout primer merupakan suatu gangguan metabolisme asam urat herediter.

Sembilan puluh lima persen kasus menyerang pria. Gout sekunder mungkin

timbul akibat peningkatan produksi asam urat pada keadaan seperti leukemia,

polisitemia vera, atau mieloma multipel, atau dapat juga diakibatkan oleh

pengurangan ekskresi asam urat seperti yang dijumpai pada gagal ginjal

kronik.

Hiperparatiroidisme

Hiperparatiroidisme primer akibat hipersekresi hormon paratiroid merupakan

penyakit yang secara relatif jarang ditemukan. Penyakit ini pada akhirnay

Page 13: 126204591-bab-3-ckd

dapat mengakibatkan nefrokalsinosis dan selanjutnya dapat menyebabkan

gagal ginjal. Penyebab yang paling sering adalah adenoma kelenjar paratiroid.

Amiloidosis

Amiloidosis merupakan suatu penyakit metabolik di mana amiloid, suatu

glikoprotein yang tidak dapat larut dan berlilin tertimbun pada berbagai

jaringan lunak tubuh. Saat ini dikenal dua bentuk klinis utama. Amiloidosis

primer atau kongenital lebih sering ditemukan pada lidah, jantung, saluran

cerna dan saraf perifer dari ginjal. Amiloidosis sekunder seringkali menyertai

penyakit infeksi kronik seperti tuberkulosis, artritis reumatoid kronik (25%),

dan mieloma multipel (10%-20%), dan dengan paraplegia (40%). Pada

amiloidosis sekunder ginjal seringkali ikut terserang. Sindrom nefrotik dan

kematian akibat gagal ginjal sering terjadi pada penyakit ini.

g. Nefropati Toksik

Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan-bahan

kimia karena alasan-alasan berikut: (1) ginjal menerima 23% dari curah

jantung, sehingga sering dan mudah kontak dengan xat kimia dalam jumlah

besar; (2) interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia

dikonsentrasikan pada daerah relatif hipovaskular; dan (3) ginjal merupakan

jalur ekskresi obligator untuk kebanyakan obat, sehingga insufisiensi ginjal

mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan

tubulus. Gagal ginjal kronik dapat diakibatkan penyalahgunaan analgesik dan

paparan timbal.

- Penyalahgunaan analgesik

Page 14: 126204591-bab-3-ckd

Penyalahgunaan analgesik secara kronik dapat menyebabkan cedera ginjal.

Gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh kelebihan pemakaian analgesik

sering dijumpai dan mudah dicegah. Aspirin menyebabkan iskemia medula

dengan menghambat produksi prostaglandin (suatu hormon vasodilator ginjal

yang kuat) lokal, sehingga meningkatkan efek toksik dari metabolit fenasetin

dan memperlambat pengeluaran metabolit tersebut.

- Nefropati timbal

Timbal yang masuk ke dalam tunuh akan bergabung dengan tulang dan

secaraa perlahan akan dilepaskan kembali setelah selang waktu bertahun-

tahun. Timbal juga akan terikat pada tubulus ginjal. Lesi ginjal dasar adalah

nefritis interstitial, dan dapat menyebabkan gagal ginjal yang berjalan lambat.

3.5 Patofisiologi

Gangguan fungsi ginjal pada GGK dapat dijelaskan dengan dua

pendekatan teoritis. Sudut pandang tradisional menjelaskan bahwa semua unit

nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan

bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat

saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Misalnya lesi organic pada

medula akan merusak susunan anatomic dari lengkung Henle dan vasa kreta, atau

pompa klorida pada pars ascebden lengkung Henle yang akan menggangu psoses

aliran balik pemekat dan aliran balik penukar.

Pendekatan kedua dikenal dengan hipotesis nefron utuh atau hipotesis

Bricker, yang berpendapat bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya

akan hancur, namun sis nefrron yang masih utuh tetap bekerja tersebut sudah

Page 15: 126204591-bab-3-ckd

menurun secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai

respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron

yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh

beban kerja ginjal. Kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi pada setiap

nefron mengalami peningkatan meskipun GFR untuk seluruh masa nefron dalam

ginjal turun dibawah nilai normal.

Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat

rendah. Namun akhirnya, jika sekitar 75% massa nefron sudah hancur maka

kecepatan filtrasi dan beban solute bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga

keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara filtrasi glomerulus

dengan reabsorbsi tubulus) tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pda

proses ekskresi maupun konversi solute dan air menjadi berkurang. Sedikit

perubahan pada diet dapat merubah keseimbangan yang rawan tersebut, karena

semakin rendah GFR semakin besar perubahan ekskresi per nefron. Hilangnya

kkemampuan memekatkan dan mengencerkan kemih menybabkan berat jenis

kemih tetap pada 1.010 atau 285 mOsmol (sama dengan konsentrasi plasma) dan

merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.

Hipotesis nefron utuh ini didukung oleh beberapa pengamatan

eksperimental. Bricker dan fine (1969) telah memperlihatkan bahwa pada

penderita pielonefritis dan anjing-anjing yang ginjalnya dirusak pada percobaan

maka nefron yang masih bertahan akan mengalami hipertrofi dan menjadi lebih

aktif dari keadaan normal. Juga diketahui bila satu ginjal orang normal dibuang,

maka ginjal yang tersisa akan mengalami hipertrofi dan fungsi ginjal ini

Page 16: 126204591-bab-3-ckd

mendekati kemampuan yang sebelumnya dimiliki oleh keduua ginjal itu bersama-

sama. Juga dibuktikan bahwa ginjal normal dalam keadaan dimana masa solut

meningkat akan bertindak sama seperti ginjal yang mengalami gagal ginjal

progresif.

3.5 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungi ginjal dan

homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal

tahap akhir dan faktor yang dipulihkan (mis., obstruksi) diidentifikasi dan

ditangani (Smeltzer,Bare.2002).

Menurut Smeltzer,Bare.2002; komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang

memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:

1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,

katabolisme, dan masukan diet berlebih. Dapat dicegah dengan

penanganan dialisis yang adekuat serta pengambilan kalium dan

pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada setiap

medikasi.

2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tempinade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

renin-angiostenin-aldosteron.

Page 17: 126204591-bab-3-ckd

4. Anemia (hemokrit <30%) akibat penurunan eritropoetin, penurunan

rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi

oleh toksin dan kehilangan selama hemodialisis. Pada pasien GGK

ditangani Epogen (eritropoetin manusia rekombinan). Epogen

diberikan tiga kali seminggu dalam waktu 2-6 minggu (sampai

hemokrit naik menjadi 33-38%). Epogen tidak diindikasikan untuk

pasien yang memerlukan koreksi anemia dengan segera. Efek samping

Epogen mencakup hipertensi (terutama selama tahap awal

penanganan), peningkatan bekuan pada tempat akses vaskuler, kejang

dan penipisan cadangan besi tubuh.

5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar

kalium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan

peningkatan kadar alumunium.

Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian antihipertensif,

eritropoetin, suplemen besi, agen pengikat fosfat, dan suplemen kalsium. Pasien

juga perlu mendapatkan penanganan dialisis yang adekuat untuk menurunkan

kadar produk sampah uremik dalam darah (Smeltzer,Bare.2002).

Intervensi diet juga perlu pada gangguan fungsi renal dan mencakup pengaturan

yang cermat terhadap masukan protein, masukan cairan untuk mengganti cairan

yang hilang dan pembatasan kalium. Pada saat yang sama, masukan kalori yang

adekuat dan suplemwen vitamin harus dianjurkan. Protein dibatasi karena urea,

asam urat dan asam organik (hasil pemecahan makanan dan jaringan) akan

menumpuk secara cepat dengan darah jika terjadi gangguan pada klirens renal.

Cairan yang diperbolehkan 500-600 ml untuk 24 jam. Karbohidrat dan lemak

Page 18: 126204591-bab-3-ckd

diperlukan untuk mencegah kelemahan. Konsumsi vitamin juga dibutuhkan

(Smeltzer,Bare.2002).

Pengkajian klinik menentukan:

1. Jenis penyakit ginjaladanya penyakit penyerta

2. Derajat penurunan fungsi ginjal

3. Komplikasi akibat penurunan fungsiginjal

4. Faktor risiko untuk penurunan fungsi ginjal

5. Faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular

(Rindiastuti, Yuyun.2008).

Penatalaksanaan meliputi:

a. Terapi penyakit ginjal

b. Pengobatan penyakit penyerta

c. Penghambatan penurunan fungsi ginjal

d. Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular

e. Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal

f. Terapi pengganti ginjal dengan dialisis atau transplantasi

(Rindiastuti, Yuyun.2008).

Jika timbul gejala dan tanda uremia stadium dini penyakit ginjal kronik dapat

dideteksi dengan:

a. Pemeriksaan laboratorium

Page 19: 126204591-bab-3-ckd

b. Pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan dengan penghitungan laju

filtrasi glomerulus dapat mengidentifikasi pasien yang mengalami

penurunan fungsi ginjal.

c. Pemeriksaan ekskresi albumin dalam urin dapat mengidentifikasi pada

sebagian pasien adanya kerusakan ginjal.

(Rindiastuti, Yuyun.2008)

Sebagian besar individu dengan stadium dini penyakit ginjal kronik terutama

dinegara berkembang tidak terdiagnosis. Deteksi dini kerusakan ginjal sangat

penting untuk dapat memberikan pengobatan segera, sebelum terjadi kerusakan

dan komplikasi lebih lanjut. Pemeriksaan skrinning pada individu asimtomatik

yang menyandang faktor risiko dapat membantu deteksi dini penyakit ginjal

kronik. Pemeriksaan skrinning seperti pemeriksaan kadar kreatinin serum dan

ekskresi albumin dalam urin dianjurkan untuk individu yang menyandang

faktorrisiko penyakit ginjal kronik, yaitu pada:

a. Pasien dengan diebetes melitus atau hioertensi

b. Individu dengan obesitas atau perokok

c. Individu berumur lebih dari 50 tahun

d. Individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,

danpenyakit ginjal dalam keluarga.

(Rindiastuti, Yuyun.2008).

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi: 2

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Page 20: 126204591-bab-3-ckd

Memperlambat pemburukan fungsi ginjal dengan pembatasan asupan

protein, fosfat, cairan dan elektrolit

Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Tabel 3.5 Rencana Tatalaksana Penyakit ginjal Kronik Sesuai Derajatnya 2

Derajat GFR (ml/mnt/1,73m2)

Penjelasan

1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular

2 60-89 Menghambat pemburukan fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 atau dialisis Terapi pengganti ginjal

1. Terapi Non Farmakologi: 3

Diet protein 0,6-0,8 gram/BB/hari

Diet kalori 35 kalori/kgBB/hari

Restriksi garam 5g NaCl/hari

Air disesuaikan dengan jumlah urin. Bila tidak ada urin, diberikan

cairan sebanyak 500cc/24 jam, bila jumlah urin 1000 cc, diberikan cairan

sebanyak 1500 cc/24 jam.

Restriksi kalium batasi atau hindari buah-buahan (pisang, jeruk, tomat)

serta sayuran berlebih

Pembatasan asupan protein dilakukan pada GFR ≤60ml/menit, sedangkan

diatas nilai tersebut tidak dianjurkan, karena pemberian diet tinggi protein pada

pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen

Page 21: 126204591-bab-3-ckd

dan ion anorganik lain dan mengakibatkan gangguan klinis dan dan metabolik

yang disebut uremia. Asupan protein yang berlebih akan mengakibatkan

perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan hiperfiltrasi

intraglomerulus.2

Tabel 3.6 Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal KronikGFR

(ml/mnt/1,73m2)Asupan protein g/kg/hari Fosfat g/kg/hari

>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi

25-60 0,6-0,8 g/kg/hari termasuk ≥0,35 g/kg/hari nilai biologi tinggi

≤10 g

5-25 0,6-0,8 g/kg/hari termasuk ≥0,35 g/kg/hari nilai biologi tinggi atau tambahan 0,3g asam

amino esensial atau asam keton

≤10 g

<60 (sindrom nefrotik)

0,8g/kg/hari (+1g protein/g proteinuria atau 0,3 g/kg tambahan asam amino esensial atau

asam keton)

≤9 g

Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik bertujuan untuk

mencegah terjadinya edem dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke

dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin maupun

insensible water loss, dengan asumsi air yang keluar 500-800 ml/hari, lalu

ditambah dengan jumlah urin.2

Pembatasan elektrolit yang perlu diawasi adalah pembatasan kalium untuk

mencegah hiperkalemi, karena dapat menyebabkan aritmia jantung yang fatal.

Oleh karena itu pemberian obat yang mengandung kalium dan makanan tinggi

kalium dibatasi. Kadar kalium yang dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan

natrium untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang

diberikan disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema.2

Page 22: 126204591-bab-3-ckd

2. Terapi Farmakologi: 3

Kalsium karbonat atau kalsium asetat 1-2 g/hari. Bila kadar kalsium

darah >10,5 mg/dl atau terdapat kalsifikasi vaskuler diberikan sevelamer

atau lantanum karbonat

Kalsitriol (vit D3) diberikan bila ada hiperfosfatemia, PTH >300 dan

hipokalsemia. Dosis kalsitriol 0,25 mikrogram/hari

Kayexalate (sodium polysrene sulfonate) untuk hiperkalemia. Dosis yang

diberikan 25-50 gram, 3-4x sehari

Eritropoetin yang diberikan subkutan dengan dosis 50-75 U/kgBB.

Diberikan 2x seminggu dengan target hemoglobin 11-12 g/dl atau

hematokrit 33-36%

Preparat besi sulfatferrous dengan dosis 325 mg, 1-2x/hari

Tablet bikarbonat dengan dosis 0,5-1 meq/kgBB. Pemberiannya harus

hati-hati pada pasien dengan retensi cairan dan hipertensi. Bikarbonat

diberikan bila kadar bikarbonat serum <20meq/L

Pengelolaan hipertensi

Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus adalah dengan obat

antihipertensi. Target tekanan darah 125/75 mmHg. Terutama penghambat

enzim konverting angiotensin (ACE inhibitor) dan ARB, karena melalui

beberapa studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi

ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan

antiproteinuria.2 Apabila dicurigai adanya stenosis arteri renal maka ACE

inhibitor adalah kontraindikasi 4

Page 23: 126204591-bab-3-ckd

Persiapan dialisis dan transplantasi ginjal komplikasi yang merupakan

indikasi untuk tindakan hemodialisis antara lain ensefalopati uremik,

perikarditis atau pleuritis, neuropati perifer progresif, hiperkalemia yang

tidak terkendali, sindroma overload, infeksi yang mengancam jiwa.4

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal yang terbaik dan

akan memperbaiki survival dan kualitas hidup.3

Gambar 3.1 Hemodialisis

Pengobatan yang diberikan pada Ny.K ini meliputi:

Diet rendah protein dan balance intake & output cairan

IVFD PZ 500cc/24 jm

Inj. Ranitidin 2x1 Ranitidine merupakan antagonis H2-reseptor histamin

mirip dengan simetidin dan famotidine. Antagonis reseptor H2, sering

disingkat menjadi antagonis H2, adalah obat yang digunakan untuk

memblokir aksi histamin pada sel parietal dalam perut, penurunan produksi

asam oleh sel-sel. Obat ini digunakan dalam pengobatan dispepsia, namun

penggunaannya telah berkurang sejak munculnya inhibitor proton lebih

efektif pompa. 

Page 24: 126204591-bab-3-ckd

Inj. Metamizol 3x1 mengandung analgesik dan antipiretik.

Inj. Ceftriaxon 2x1 Ceftriaxone adalah kelompok obat yang disebut

cephalosporin antibiotics. Ceftriaxone bekerja dengan cara mematikan

bakteri dalam tubuh. Diindikasikan untuk mengobati berbagai jenis infeksi

bakteri.

Inj. Lasix 3x1 Furosemid adalah diuretik derivat asam antranilat.

Aktivitas diuretik furosemid terutama dengan jalan menghambat absorpsi

natrium dan klorida, tidak hanya pada tubulus proksimal dan tubulus distal,

tapi juga pada loop of Henle. Tempat kerja yang spesifik ini menghasilkan

efektivitas kerja yang tinggi. Efektivitas kerja furosemid ditingkatkan

dengan efek vasodilatasi dan penurunan hambatan vaskuler sehingga akan

meningkatkan aliran darah ke ginjal. Furosemid juga menunjukkan aktivitas

menurunkan tekanan darah sebagai akibat penurunan volume plasma.

Nabic 3x1/oral Natrium Bikarbonat diberikan untuk dugaan hiperkalemia

(kelas I), setelah sirkulasi spontan yang timbul pada henti jantung lama

(kelas II B), asidosis metabolik karena hipoksia (kelas III) dan overdosis

antidepresi trisiklik.

Allopurinol merupakan obat yang menghambat pembentukan asam urat

di dalam tubuh. Obat ini terutama diberikan kepada penderita yang memiliki

kadar asam urat yang tinggi dan batu ginjal atau mengalami kerusakan

ginjal. Allopurinol bisa menyebabkan gangguan pencernaan, timbulnya

ruam di kulit, berkurangnya jumlah sel darah putih dan kerusakan hati.

Aminefron 3x1 Untuk gangguan ginjal kronis disertai dengan diet rendah

protein tinggi kalori.

Page 25: 126204591-bab-3-ckd

Adalat oros 1-0-0 ; bila TD>159 diberi 1-0-1 atau disebut Nifedipin

golongan Calsium Canal Blocker (CCB), telah dirumuskan baik sebagai

blocker panjang dan short-acting 1,4-dihidropiridin saluran

kalsium. Kerjanya terutama pada sel otot polos pembuluh darah dengan

menstabilkan tegangan-gated L-jenis saluran kalsium dalam konformasi

aktif mereka. Dengan menghambat masuknya kalsium dalam sel otot polos,

nifedipin mencegah kalsium bergantung kontraksi miosit dan

vasokonstriksi. Mekanisme yang diusulkan kedua untuk efek vasodilatory

obat melibatkan pH-tergantung penghambatan masuknya kalsium melalui

penghambatan karbonik anhidrase otot polos. Nifedipin digunakan untuk

mengobati hipertensi dan angina stabil kronis.

ISDN 3x5mg Isosorbid dinitrat adalah suatu obat golongan nitrat yang

digunakan secara farmakologis sebagai vasodilator (pelebar pembuluh

darah), khususnya pada kondisi angina pektoris, juga pada CHF (congestive

heart failure), yakni kondisi ketika jantung tidak mampu memompa cukup

darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Isosorbid dinitrat lebih bermanfaat

untuk tujuan pencegahan serangan angina, untuk tujuan ini isosorbid dinitrat

dalam bentuk "long acting" atau kerja diperpanjang lebih disukai.

Premed lasix 2 amp (pre & post transfusi PRC)

Irbesartan 1x300 mg/oral termasuk golongan angitensin reseptor bloker

(ARB) yang biasanya untuk hipertensi. Irbesartan adalah turunan tetrazole

nonpeptide dan angiotensin II antagonis yang selektif menghambat

pengikatan angiotensin II ke AT 1 reseptor. Dalam sistem renin angiotensin-,

angiotensin I diubah oleh angiotensin-converting enzyme (ACE) untuk

Page 26: 126204591-bab-3-ckd

membentuk angiotensin II. Angiotensin II merangsang korteks adrenal

untuk mensintesis dan mensekresi aldosteron, yang mengurangi ekskresi

natrium dan meningkatkan ekskresi kalium. Angiotensin II juga bertindak

sebagai vasokonstriktor dalam otot polos pembuluh darah. Irbesartan,

dengan menghalangi pengikatan angiotensin II ke AT 1 reseptor,

mempromosikan vasodilatasi dan mengurangi efek aldosteron. Peraturan

umpan balik negatif dari angiotensin II pada sekresi renin juga terhambat,

namun kenaikan mengakibatkan konsentrasi renin plasma dan konsekuensi

kenaikan angiotensin II plasma konsentrasi tidak melawan penurun tekanan

darah efek yang terjadi. Tindakan ARB berbeda dari inhibitor ACE, yang

menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, yang berarti

bahwa produksi angiotensin II tidak sepenuhnya terhambat, karena hormon

dapat dibentuk melalui enzim lainnya. Juga, tidak seperti ACE inhibitor,

ARB irbesartan dan tidak mengganggu respon terhadap bradykinins dan

substansi P, yang memungkinkan untuk adanya efek samping yang hadir di

ACE inhibitor (misalnya batuk kering).

Hemodialisis pada pasien Ny.K ini dilakukan hemodialisis 2 kali dan

dari hasil pemeriksaan serum kreatinin, urea dan uric acid terlihat penurunan

yang bermakna setelah di hemodialisis.

3.6 Komplikasi

Anemia

Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik, terutama

disebabkan oleh defisiensi eritropoetin, defisiensi besi, kehilangan darah,

masa hidup eritrosit yang pendek akibat hemolisis, defisiensi asam folat.

Page 27: 126204591-bab-3-ckd

Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤10 g% atau

hematokrit ≤30%. Penatalaksanaan dengan pemberian eritropoetin, namun

status besinya harus diperhatikan karena pemberian eritropoetin memerlukan

besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit ginjal

kronik harus dilakukan secara hati-hati berdasarkan indikasi dan pemantauan

yang tepat, karena bila tidak dapat terjadi kelebihan cairan tubuh,

hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin adalah 11-

12 g/dl.

Uremia

Uremia lebih sering ditemukan pada gagal ginjal stadium lima penyakit

ginjal kronik. Dalam keadaan normal ginjal berfungsi sebagai tempat

produksi dan sekresi hormon-hormon tertentu, regulasi cairan dan elektrolit

dan eliminasi produk-produk sisa. Bila terjadi penurunan fungsi ginjal, fungsi

ini tidak dapat berjalan secara normal dan timbul kelainan metabolik seperti

anemia, asidosis, hiperkalemia, hiperparatiroidisme dan hipertensi. Kejadian

ini ditemukan bila klirens kreatinin <10 ml/menit, meskipun pada sebagian

pasien gejala ini dapat terjadi pada klirens kreatinin >10 ml/menit terutama

bila penurunan fungsi ginjal berlangsung cepat.

3.7 Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai

dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan

yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal

dankardiovaskular adalah:

Page 28: 126204591-bab-3-ckd

a.Pengobatan hipertensi yaitu makin rendah tekanan darah makin

kecilrisiko penurunan fungsi ginjal

b.Pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia

c.Penghentian merokok

d.Peningkatan aktivitas fisik

e.Pengendalian berat badan

f. Obat penghambat sistem renin angiotensin seperti penghambat

ACE(angiotensin converting enzyme) dan penyekat reseptor

angiotensintelah terbukti dapat mencegah dan menghambat

proteinuria danpenurunan fungsi ginjal.

(Rindiastuti, Yuyun.2008).