12 - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4909/3/bab 2 fix.pdf · karena itu, untuk...
TRANSCRIPT
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kejujuran
2.1.1 Pengertian Kejujuran
Dalam kamus besar bahasa indonesia jujur berarti lurus hati, tidak berbohong, tidak
curang. Hal ini sama dengan yang dikemukakan Desi anwar bahwa jujur adalah lurus
hati, tidak curang, tidak bohong. Jadi kejujuran adalah sebuah sikap dimana seseorang
dapat meluruskan hatinya untuk tidak berbuat kebohongan dan kecurangan baik pada diri
sendiri maupun pada orang lain. Dalam pandangan umum, kata jujur sering dimaknai
“adanya kesamaan antara realitas (Kenyataan) dengan ucapan” dengan kata lain “apa
adanya” (Kesuma dkk, 2011:16).
Menurut Subur (2015:279) kejujuran biasannya di nilai dari ketepatan pengakuan
atau apa yang dikatakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Jika
seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui
suatu hal sesuai yang sebenarnnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak
jujur,menipu,mungkir, berbohong dan lain sebagainya. Kejujuran ada pada ucapan dan
juga perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada ada hati nurani.
Menurut Wibowo (2013:43) kejujuran adalah mengakui, berkata, atau memberikan
suatu informasi yang sesuai dengan kebenaran dan kenyataan. Sikap jujur atau kejujuran
seseorang itu biasa dihubungkan dengan hati nurani dan pengakuan. Orang yang baik,
saat berkata atau berperilaku yang tidak sesuai dengan hati nurani, maka akan merasa
risau dan tidak tenang. Sama halnya dengan bila ada seseorang yang memberi pengakuan
palsu, sikap tidak jujur telah dilakukannya.
13
Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang
ketika ia mengungkapkan (dalam bentuk perasaan, kata-kata dan perbuatan) bahwa
realitas yang ada tidak dimanipulasi dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk
keuntungan dirinya. Kata jujur identik dengan “benar” yang lawan katannya “bohong”.
Makna jujur lebih berkaitan dengan kebaikan. Kejujuran adalah kunci untuk membangun
kepercayaan. Sebaliknya, berbohong dapat menghancurkan kehidupan seseorang.
Biasakanlah selalu jujur mulai dari hal yang paling sederhana dan kecil. Kita harus jujur
kepada siapapun, meski terhadap anak kecil sekalipun. Individu yang jujur adalah
individu mampu menghargai apa yang dimiliki. Hati yang jujur menghasilkan tindakan-
tindakan yang jujur. Jika kejujuran sudah ada dan melekat pada diri individu maka akan
mendatangkan banyak hal yang positif, individu tidak akan berfikir untuk melakukan hal
yang curang.
2.1.2. Ciri-ciri Orang Jujur
Orang yang memiliki karakter jujur diirikan oleh perilaku berikut:
a) Jika bertekad (inisiasi keputusan) untuk melakukan sesuatu tekadnya
adalah kebenaran
b) Jika berkata tidak berbohong (benar apa adanya)
c) Jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya
(Kesuma dkk,2011: 17)
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Kejujuran
Menurut Cruthfield (2010:363) ada enam faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap adalah :
1. Faktor pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi
penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
14
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komoponen sosial
yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang
yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita,
seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi
kita akan mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Contoh : Orang
tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain.
3. Faktor kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Lingkungan budaya merupakan lingkungan yang
berkenaan dengan segala hasil kreasi manusia, baik hasil yang konkrit ataupun
abstrak, berupa benda, ilmu pengetahuan, teknologi ataupun aturan-aturan, lembaga-
lembaga serta adat kebiasaan dan lain-lain. Manusia adalah makhluk yang berbudaya
dan membudaya, ia bukan saja menerima, turut melestarikan dan menikmati serta
memanfaatkan hasil budaya, tetapi juga turut menciptakan kebudayaan.
4. Faktor Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini
dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5. Faktor pendidikan dan agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh
dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan
konsep moral dalam arti individu. Manusia selain makhluk individual dan sosial, ia
15
juga makhluk berketuhanan. Manusia adalah makhluk yang yang mempercayai
adanya sesuatu yang ghaib.
6. Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman
pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang
didasari oleh emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Dari penjelasan tersebut bila dihubungkan dengan sikap jujur siswa, maka
faktor-faktor mempengaruhi sikap jujur siswa membedakan lingkungan pendidikan
menjadi 3, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, sebagai berikut:
1. Keluarga
Keluarga adalah sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan paling utama,
dimana anak untuk pertama kalinya mendapatkan pelajaran-pelajaran ataupun contoh-
contoh dari perilaku ataupun perlakuan orang tuanya terhadap dirinya. Keluarga
merupakan pihak yang paling awal memberikan banyak perlakuan kepada anak,
selain itu sebagian besar waktu lazimnya dihabiskan dilingkungan keluarga.
Lingkungan keluarga bisa memberikan pengaruh yang sangat dominan dan sifatnya
langsung terhadap pembentukan perilaku, sikap, kebiasaan, penanaman nilai, dan
perilaku-perilaku sejenisnya. Untuk itu sebagai pendidikan karakter pertama orang tua
diharapkan sebagai pemberi panutan yang terbaik atau suri tauladan yang baik.
Misalnya mengajak anak berbelanja kepasar sesuai dengan kebutuhan dan melatih
anak untuk merinci apa yang dibeli dan berapa saldo yang dimilikinya untuk disimpan
sebagai uang cadangan keluarga. Disini diilustrasikan anak untuk dilatih mengatur
keuangan secara jujur, demi kepentingan bersama.
16
2. Sekolah
Sekolah telah menjadi bagian dari kehidupan anak-anak berada disekolah, di mana
lembaga sekolah memiliki berbagai unsur berupa unsur guru, unsur siswa, dan orang
orang barada dalam lingkungan tersebut. Keterbatasan keluarga dalam menyediakan
fasilitas untuk belajar dan pengetahuan orang tua akan ilmu-ilmu yang harus dipelajari
anak merupakan faktor yang mempengaruhi pentingnya peran sekolah bagi anak.
Penegakkan disiplin, pemberian contoh sikap oleh guru terhadap siswa, pola pergaulan
sesama siswa, merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perubahan karakter anak.
Untuk itu guru sebagai orang yang paling berpengaruh pada proses pembentukan
karakter anak, senantiasa memberikan panutan dan menciptakan suasana yang baik
berupa pendidikan tanggung jawab untuk perkembangan karakter anak.
3. Lingkungan
Lingkungan pendidikan ketiga yaitu lingkungan masyarakat, selain di keluarga dan di
sekolah, anak juga bergaul dengan masyarakat sekitar. Lingkungan masyarakat
meliputi lingkungan dimana dia tinggal, dan dimana dia sering berinteraksi dengan
masyarakat baik lewat media masa maupun media elektronik. Lingkungan masyarakat
yang baik biasanya akan memunculkan sikap yang baik pula bagi anak, begitupula
sebaliknya, sikap anak biasanya cenderung sama dengan teman-teman bermainnya,
ataupun lingkungan di mana anak itu berinteraksi misalnya lewat media masa maupun
media elektronik. Ia akan melakukan apa yang teman-temannya biasa lakukan, atau
apapun yang ia biasa baca dan lihat lewat media. Untuk itu orang tua sebagai pionir
yang bisa mengontrol perkembangan karakter anak sebaiknya memilih lingkungan
yang baik. Walaupun tidak jarang juga orang yang dari lingkungan masyarakat yang
kurang baik menjadi berkarakter lebih baik karena rasa pemberontakan jiwanya untuk
menuju perubahan.
17
2.1.4. Peran Guru dalam Membangun Karakter Jujur
Mengingat kejujuran merupakan salah satu sikap yang penting dimiliki oleh
semua lapisan masyarakat, maka perlu bagi sekolah-sekolah untuk menanamkan sikap
ini terhadap peserta didik agar mereka memahami pentingnya bersikap jujur sejak
dini. Menanamkan kejujuran bagi para peserta didik sejak dini tentu saja dapat
dilakukan saat mereka masih duduk dibangku sekolah dasar. Terkait itu, banyak pihak
yang berpendapat bahwa sekolah dasar dinilai menjadi wadah utama dalam
pembentukan karakter.Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh guru dalam
membangun karakter jujur pada peserta didik. Diantaranya sebagai berikut:
1. Proses Pemahaman terhadap Kejujuran Itu Sendiri
Dirasa sangat sulit menanamkan sikap jujur kepada peserta didik apabila guru
tidak memberikan pemahaman tentang makna kejujuran. Peserta didik sekedar
mengerti bahwa salah satu ciri orang yang baik adalah bersikap jujur.
Sayangnya, ia kurang memahami alasan seseorang harus bersikap jujur,
pengaruhnya terhadap berbagai hal, serta cara menumbuhkan sikap jujur
dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya tema kejujuran berhenti sebatas
pemahaman yang dihafalkan, namun tidak sampai pada tahap penghayatan dan
pengamalan.
2. Menyediakan sarana yang dapat merangsang tumbuhnya sikap jujur
Membentuk karakter jujur pada peserta didik memang tidak bisa dilakukan
dengan sekedar menyampaikan materi kepadanya. Pihak sekolah harus
menyediakan alat bantu yang dapat mendukung terciptanya iklim kejujuran
pada dirinya, sebagai contoh membuat “kotak kejujuran”. Kotak tersebut untuk
menyimpan barang-barang yang ditemukan disekolah, mulai dari dasi, topi,
hingga uang untuk terbentuknya karakter jujur.
18
3. Keteladanan
Ketika di sekolah, guru merupakan sosok panutan bagi peserta didik, yang
segala gerak-gerik dan sikapnya langsung terlihat oleh peserta didik. Oleh
karena itu, untuk menumbuhan sikap jujur pada dirinya, guru juga harus
memberikan contoh konkret dengan cara berusaha bersikap jujur dan didiplin
dalam setiap kesempatan.
4. Terbuka
Dilingkungan sekolah, guru harus berusaha membangun iklim keterbukaan
dengan peserta didik yang melakukan pelanggaran, sebaiknya ia ditegur
dengan cara menunjukan letak kesalahannya. Sedapat mungkin guru tidak
berusaha menutupi kesalahan yang dilakuka oeh peserta didik dengan alasan
apapun. Sebab, hal ini akan menjadikan peserta didik sealu merasa aman saat
berbuat kesalahan. Keterbukaan juga dapat dilakukan oleh guru dalam rangka
menunjukan hasil prestasi peserta didik. Guru jangan menutup fakta yang
terjadi jika memang ada peserta didik yang meraih prestasi rendah dalam
menempuh pendidikan. Demikian pula sebaliknya. Dengan berusaha
membangun iklim keterbukaan peserta didik secara perlahan akan memahami
pentingnya bersikap jujur dan terbuka.
5. Tidak bereaksi berlebihan
Cara lain mendorong peserta didik agar bisa bersikap jujur adalah tidak
bereaksi berlebihan berbohong. Guru mesti bereaksi secara wajar sekaligus
membantunya agar berani mengatakan kebenaran. Sebab, sebenarnya, ia sadar
bahwa kebohongan yang telah ia lakukan membuat gurunya kecewa. Namun,
jika guru bereaksi berlebihan saat menunjukan kekecewaan peserta didik akan
merasa ketakutan untuk berkata jujur di depan gurunya.
19
2.2. Kemampuan Sintesis
2.2.1. Pengertian Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup)
melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan
(Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989: 552-553). Kemampuan (ability)
berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu
pekerjaan. (Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge, 2009: 57). Dari pengertian-
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau
kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk
mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut, Stephen P. Robbins
& Timonthy A. Judge (2009: 57-61) menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan
seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu :
a. Kemampuan Intelektual (Intelectual Ability), merupakan kemampuan yang
dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental (berfikir, menalar dan
memecahkan masalah).
b. Kemampuan Fisik (Physical Ability), merupakan kemampuan melakukan tugas-
tugas yang menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa
2.2.2. Pengertian Sintesis
Sintesis merupakan kumpulan dari bagian dan unsure kelas, kategori, dan sub
kategori secara bersama-sama menjadi landasan yang membentuk keutuhan. Hal ini
merupakan aktifitas yang mengombinasikan tingkat berpikir sebelumnya sedemikian
rupa menjadi suatu pola atau struktur (Wowo Sunaryo,2012 : 57)
Sintesis (synthesis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau
menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan
mampu memahami hubungan di antara bagianbagian atau faktor-faktor yang satu
20
dengan faktor-faktor yang lainnya. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan
bagian-bagian atau unsur- unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola
yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya lebih tinggi
setingkat dari analisis.
Sintesis diartikan sebagai komposisi atau kombinasi bagian-bagian atau
elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan. Selain itu, sintesis juga diartikan
sebagai kombinasi konsep yang berlainan menjadi satu secara koheren, dan penalaran
induktif atau kombinasi dialektika dari tesis dan antitesis untuk memperoleh kebenaran
yang lebih tinggi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) sintesis diartikan
sebagai “paduan berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yang
selaras atau penentuan hukum yang umum berdasarkan hukum yang khusus.”
Pengertian ini sejalan dengan pendapat Kattsoff (1986) yang menyatakan bahwa
maksud sintesis yang utama adalah mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat
diperoleh untuk menyusun suatu pandangan dunia. Dalam perspektif lain “sintesis”
merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatakan berbagai elemen
dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
Kata kerja operasional yang dapat digunakan adalah mengategorikan,
mengombinasikan, menyusun, mengarang, menciptakan, mendesain, menjelaskan,
mengubah, mengorganisasi, merencanakan, menyusun kembali, menghubungkan,
merevisi, menyimpulkan, menceritakan, menuliskan, mengatur.. Metode Sintesis
Melakukan penggabungan semua pengetahuan yang diperoleh untuk menyusun satu
pandangan dunia.
Beberapa contoh dari pernyataan Sintetik adalah :
1. Langit itu biru.
2. Budi adalah pria yang menyebalkan
21
3. Anjing itu galak
4. Jerapah memiliki empat kaki
2.2.3. Fungsi Sintesis
Sintesis berfungsi untuk Menggabungkan atau mengkompromikan dari
pernyataan satu kepada pernyataan lain untuk memperoleh kesimpulan yang
komprehensif.
Sedangkan sintesis dalam penulisan karya ilmiah pada dasarnya adalah
merangkum intisari bacaan yang berasal dari beberapa sumber. Kegiatan ini harus
memperhatikan data publikasi atas sumber-sumber yang digunakan. Dalam tulisan
laras ilmiah, data publikasi atas sumber-sumber tadi kemudian dimasukan dalam
daftar pustaka.
Contoh :
1. Ilmu adalah aktifitas
2. Ilmu adalah metode
3. Ilmu adalah produk
2.2.4. Kecakapan Sintesis
Menurut Sudjana (2005:28), kecakapan sintesis dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa tipe yaitu:
1. Kemampuan menemukan hubungan yang unik. Artinya menemukan hubungan antara
unit-unit yang tak berarti dengan menambahkan satu unsur tertentu dan unit-unit tak
berharga menjadi sangat berharga. Contohnya kemampuan mengomunikasikan
gagasan, perasaan, dan pengalaman dalam bentuk tulisan, gambar, simbol ilmiah, dan
yang lainnya.
2. Kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasi dari suatu tugas atau
problem yang diketengahkan.
22
3. Kemampuan mengabstraksikan sejumlah besar gejala, data, hasil observasi menjadi
terarah, proporsional, hipotesis, skema, dan model.
2.3. Hasil Belajar
2.3.1. Belajar
a. Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2013:2) belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Secara psikologi, defenisi dari belajar ialah suatu proses perubahan
yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2013:2).
Burton dalam sebuah buku “The Guidance of Learning Activities”,
merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkahlaku pada diri individu
dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam buku Educational Psychology, H.C. Witherington, mengemukakan bahwa
belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri suatu pola
baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian.
James O. Whittaker mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman. Abdilah (2002) , belajar
adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah
lakubaik melalui pelatihan dan pengalamanyang menyangkut aspek-aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.
23
b. Jenis-jenis Belajar
Dalam bukunya yang berjudul belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi,
Slameto (2013:5) mengklasifikasikan belajar berdasarkan jenis-jenisnya. Jenis-jenis
belajar menurut Slameto adalah sebagai berikut:
a. Belajar bagian (part learning, fractioned learning)
b. Belajar dengan wawasan (learning by insight)
c. Belajar diskriminatif (discriminatif learning)
d. Belajar global/keseluruhan (global whole learning)
e. Belajar insidental (incidental learning)
f. Belajar instrumental (instrumental learning)
g. Belajar intensional (intentional learning)
h. Belajar laten (latent learning)
i. Belajar mental (mental learning)
j. Belajar produktif (productive learning)
k. Belajar verbal (verbal learning)
l.
c. Teori-teori Belajar
a. Teori Belajar Menurut Skinner
Skiner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang
belajar, maka responnya menjadi lebih baik begitupun sebaliknya bila ia tidak
belajar maka responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adannya hal berikut:
1) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons peserta
didik
2) Respons dari peserta didik dan
3) Konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut
24
b. Teori Belajar Menurut Bruner
Menurut Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi
untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa
dapat belajar lebih banyak dan mudah. Dalam belajar guru perlu memperhatikan
4 hal berikut:
1) Mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu
ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu;
2) Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, juga perlu disajikan
secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa;
3) Menganalisis sequence. Guru mengajar, berarti membimbing siswa
melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah, sehingga siswa
memperoleh pengertian dan dapat mentransfer apa yang sedang dipelajari;
4) Memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back ). Penguatan yang
optimal terjadi pada waktu siswa mengetahui bahwa “ia menemukan
jawab”nya.
c. Teori Belajar Menurut Piaget
Menurut piaget pengetahuan dibentuk oleh individu sebab individu melakuka
interaksi terus menerus dengan lingkungan. Dengan adannya interaksi dengan
lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Perkembanga
intelektual melalui tahap-tahap berikut:
1) Tahap sensori motorik, anak mengenal lingkungan dengan penglihatan,
penciuman pendengaran, perabaan dan pengerak-gerakan.
2) Tahap pra- operasisonal, pengetahuan dibangun dalam pikiran setiap
individu membangun sendiri pengetahuanya. Pada tahap ini anak telah
25
mengenal simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi membuat
gambar dan mengolongkan gambar.
3) Tahap operasional konkrit, anak dapat mengembangkan pikiran logis.
4) Tahap operasi formal, anak dapat berpikir abstrak seperti pada orang
dewasa.
d. Teori R. Gagne
Menurut R. Gagne memberikan dua defenisi masalah, yaitu:
1) Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku;
2) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh
dari instruksi.
Gagne juga mengatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia
dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “The domains of learning”
yaitu:
(a) Keterampilan motoris (motor skill)
(b) Informasi verbal
(c) Kemampuan intelektual
(d) Strategi kognitif
(e) Sikap
e. Purposeful Learning
Purposeful Learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar untuk
mencapai tujuan dan yang:
1) Dilakukan siswa sendiri tanpa perintah atau bimbingan orang lain;
2) Dilakukan siswa dengan bimbingan orang lain di dalam situasi belajar-
mengajar di sekolah.
26
f. Belajar dengan Jalan Mengamati dan Meniru (Observational Learning and
Imitation)
Menurut Bandura dan Walters dalam Slameto (2013:21) tingkah laku baru
dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu
model/contoh/teladan.
2.3.2. Tujuan Belajar
Ada berbagai macam tujuan belajar, yaitu:
1. Belajar bertujuan mengadakan perubahan tingkah laku didalam diri
seseorang
2. Belajar bertujuan mengubah kebiasaan dari yang buruk menjadi yang baik
3. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap negatif menjadi positif, tidak
hormat menjadi hormat, benci menjadi sayang
4. Belajar juga dapat mengubah keterampilan misalnya, olahraga, kesenian,
jasa, teknik, pertanian, perikanan dan pelayaran.
2.3.3. Prinsip-prinsip Belajar
Davies (1991:32) Prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri.
Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegitan belajar tersebut untuknya
2. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap
kelompk umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar
3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera
diberikan penguatan (reinforcement).
4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran,
memungkinkan murid belajar secara lebih berarti
27
5. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka
ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih
baik.
2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, namun menurut
Slameto (2013:54-57) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan
menjadi dua golongan saja yaitu faktor intern dan ekstern.
a. Faktor-faktor intern
Faktor intern merpakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang sedang
belajar. Faktor intern terbagi lagi menjadi tiga faktor yaitu :
1. Faktor jasmaniah
a. Faktor kesehatan
b. Cacat tubuh
2. Faktor psikologis
Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi belajar siswa yaitu
inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan
siswa.
3. Faktor kelelahan
b. Faktor ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern
terbagi menjadi 3 faktor yaitu:
1. Faktor keluarga
keluarga yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah cara orang tua
mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.
28
2. Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi hasil belajar siswa diantaranya
adalah metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
3. Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa. Faktor masyarakat terbagi lagi menjadi kegiatan siswa
dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan
masyarakat.
2.3.5. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2004) hasil belajar adalah tindakan atau kegiatan untuk melihat
sejauh mana tujuan-tujuan instruksioanal telah dicapai atau dikuasai oleh siswa yang
diperliihatkan siswa menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar-mengajar).
Menurut Bloom dalam Aunurrahman, 2009: 49-54) hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku yang meliputi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
2.3.6. Klasifikasi Hasil Belajar
Klasifikasi hasil belajar menurut Benyamin Bloom dalam Sudjana (2005:22)
yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu:
a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi.
b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.
29
c. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak.
2.3.7. Indikator Hasil Belajar
Ketuntasan hasil belajar siswa diukur dengan tes hasil belajar.Acuan kriteria
ketuntasan yang digunakan Depdiknas yang berlaku bagi SMP dan SMA. Suatu
indikator dkatakan berhasil apabila P ≥ 0,72, sedangkan tes hasil belajar dikatakan
tuntas apabila memenuhi proporsi ≥ 0,72. Standar ketuntasan kelas yang ditetapkan
sekolah yakni 0,72. Sedangakn kelas dikatakan tunatas apabia 80% dari seluruh siswa
dalam kelas mencapai ≥ 0,72.
2.4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah ( PBM )
2.4.1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah didasarkan atas teori psikologi kognitif,
terutama berlandaskan teori Piaget dan vigotsky (Kontruktivisme).
Menurut teori kontuktivisme, siswa belajar menkontruksi pengetahuan melalui
interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran berbasis masalah dapat membuat siswa
belajar melalui upaya penyelesaian permasalahan dunia nyata secara terstruktur untuk
mengkonstruksi pengetahuan siswa. Secara garis besar PBM terdiri dari kegiatan
menyajikan kepada peserta didik sistuasi masalah yang autentik dan bermakna yang
dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan
inkuiri.
Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk aktif melakukan
penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahan dan guru berperan sebagai
fasilitator atau pembimbing. Pada pembelajaran ini guru melakukan scaffolding, yaitu
suatu kerangka dukungan yang memperkaya inkuiri dan pertumbuhan intelektual.
30
PBM tidak dapat terjadi tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang
memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka.
Menurut Ridwan ( 2014: 127 ) pembelajaran berbasis masalah atau problem
based learning (PBL) merupakan pembelajaran yang penyampaianya dilakukan
dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan- perttanyaan,
memfasilitasi penyelidikan dan membuka dialog. Permasalahan yang dikaji
hendaknnya merupakan permasalahan kontekstual yang ditemukan oleh peserta didik
dalm kehidupansehari- hari. Permasalahan harus dipecahkan dengan menerapkan
beberapa konsep dan prinsip yang secara simultan dipelajari dan tercakup dalam
kurikulum matapelajaran. Sebuah permasalahan dapat diselesaikan dalam beberapa
kali pertemuan karena merupakan permasalahan multi konsep bahkan merupakan
masalah multi disiplin ilmu.
Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001: 19) yang dikutip oleh Trianto (2009:91)
belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan
respons,merupakan hubungan dua arah antara belajar dan lingkungan, lingkungan
memberi masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah, sedangkan
sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah
yang dihadapi dapat diselediki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan
baik. Pengalaman peserta didik yang diperoleh dari lingkungan akan menjadi bahan
dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan
belajarnya.
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk
pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu peserta didik
untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini
31
cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan,
2002: 123).
Pada model PBM, kelompok-kelompok kecil peserta didik bekerja sama
memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh peserta didik dan guru. Ketika
guru sedang menerapkan model pembelajaran tersebut, seringkali peserta didik
menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah dan
berpikir kritis. Model PBM dilandasi oleh teori belajar konstruktivis. Pada model ini
pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya
membutuhkan kerja sama diantara para peserta didik. Dalam model pembelajaran ini
guru memandu peserta didik menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi
tahap-tahap kegiatan, guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan
strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru
menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan
oleh peserta didik.
Menurut Arends (1997), pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu
pendekatan pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang
autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga
mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti pembelajaran berdasarkan
proyek (project-based instuction), pembelajaran berdasarkan pengalaman
(experience- based instruction), belajar autentik (authentic learning), dan
pembelajaran bermakna atau pembelajaran berakar pada kehidupan (anchored
instruction) (Ibrahim dan Nur, 2000:2).
32
Metode PBL sangat potensial untuk megembangkan kemandirian peserta didik
melalui pemecahan masalah yang bermanfaat bagi kehidupan siswa.proses berpikir
yang dapat dikembangkan dengan menerapkan metode PBL adalah sebagai berikut:
a. Berpikir membuat perencanaan
Kemampuan membuat perencanaan untuk menyelesaikan
permasalahan sangat dibutuhkan dan akan semakin meningkat jika siswa
dilatih memahami sebuah permasalahan kompleks dan berupaya mencari
solusinya. Siswa yang kurang kreatif akan mengalami kesulitan membuat
perencanaan yang baik sehingga membutuhkan arahan atau fasilitas dari
guru.
b. Berpikir generatif
Kemampuan berpikir generatif akan semakin berkembang dalam upaya
membuat inferensi berdasarkan fakta dan memikirkan pengetahuan apa
yang harus digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.
c. Berpikir sistematis
Setelah menentukan tindakan yang akan dilakukan siswa perlu
mengumpulkan data atau informasi melalui penyelidikan yang terorganisasi
secara sistematis. Upaya pengumpulan data atu informasi ini akan
meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir sitematis.
d. Berpikir analogis
Kemampuan berpikir analogis dibutuhkan dalam mengolah data yang
telah diperoleh, misalnnya dengan mengelompokan data yang sejenis,
mengidentifikasi pola data dan melihat data yang saling berkaitan.
33
e. Berpikir sistemik
Kemampuan berpikir sistematik dibutuhkan untuk menyelesaikan
permasalahan dengan berpikir holistik melakukan sintesis informasi untuk
memperoleh solusi yang dibutuhkan.
Pembelajaran dengan metode PBL memungkinkan siswa untuk terlibat
dalam mempelajari hal-hal sebagi berikut:
1. Permasalahan dunia nyata
2. Keterampilan berpikir tingkat tinggi
3. Keterampilan menyelesaikan permasalahan
4. Belajar antar disiplin ilmu
5. Belajr mandiri
6. Belajar menggali informasi
7. Belajar bekerja sama
8. Belajar keterampilan beromunikasi.
Dari uraian di atas, secara sederhana pembelajaran berbasis masalah
didefinisi sebagai suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah pada
sebagai titik awal untuk mengakuisisi pengetahuan baru. Peserta didik belajar
menggunakan masalah autentik tertentu untuk belajar konten (isi) pelajaran dan
sebaliknya peserta didik juga belajar keterampilan khusus untuk menyelesaikan
masalah dengan menggunakan sarana berupa isi/konten pelajaran.
2.4.2. Karakteristik pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik yang berbeda dengan
model pembelajaran lain. Banyak model pembelajaran yang dikembangkan untuk
membantu mempermudah penguasaan siswa terhadap materi yang dipelajari dan
mengatur siswa agar terjadi proses kerja sama dalam belajar, tetapi lebih jauh dari itu
34
bagaimana siswa mumemahami suatu persoalan nyata ,mencari solusi yang tepat,
serta dapat menyerahkan solusi tersebut untuk memecahkan masalah. Sanjaya seperti
yang dikutip oleh sutirman (2013: 40) menyebutkan beberapa karakter ristik
pembelajaran berbasis masalah yaitu:
1. Sebagai rangkaiaan aktivitas pembelajaran
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk pemecahan masalah
3. Pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan berfikir kimia.
Pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan apabila pembelajaran
berorientasi pemahaman siswa secara kompehersif,mengembangkan keterampil
berfikir siswa secara rasional dan memecahkan masalah secara sistematik. Tan seperti
dikutip oleh Amir (2009:22) menyatahkan bahwa pembelajaran berbasis masalah
memiliki karakteristik :
1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran
2. Masalah yang digunakan merupakah masalah nyata
3. Masalah yang dihadapi memerlukan tinjauan dari berbagai susdut pandang
4. Masalah menarik bagi siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar baru
5. Mengutamakan belajar mandiri
6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi
7. Bersifat kolaboratif,komunikatif dan kooperatif.
2.4.3. Ciri-ciri Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Sebagai model pembelajaran, PBM memiliki beberapa ciri utama yang
membedakannya dari model pembelajaran yang lain. Ciri yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
35
a. Mengorientasikan peserta didik kepada masalah autentik.
Tahap awal dari model pembelajaran PBM ditandai dengan suatu kegiatan
mengorientasikan peserta didik kepada masalah autentik. Pada tahap ini guru
menyusun scenario yang dapat menarik perhatian peserta didik, sekaligus
memunculkan pertanyaan atau masalah yang benar-benar nyata dilingkungan
peserta didik serta dapat diselidiki oleh peserta didik untuk menemukan
jawabannya.
Terdapat berbagai alternatif cara yang dapat dipilih oleh guru untuk
mengorientasikan peserta didik pada masalah misalnya:
1) Melakukan demonstrasi,
2) Berceritera,
3) Menyajikan fenomen, atau
4) Melakukan eksperimen tertentu. Agar masalah menjadi menarik biasanya
tahap ini disajikan dengan cara membuat konflik kognitif didalam benak
peserta didik.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun PBM mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA,
matematika dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih
benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, peserta didik meninjau masalah itu
dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan
dalam pelajaran di teluk Chesapeake mencakup berbagai subjek akademik dan
terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata , dan
pemerintahan.
36
c. Penyelidikan autentik.
PBM mengharuskan peserta didik melakukan penyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian nyata terhadap masalah, menyusun hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis informasi/data, melakukan percobaan, membuat inferensi, dan
merumuskan simpulan. Metode yang digunakan sangat bergantung kepada
masalah yang sedang dipelajari. Didalam pelaksanaan PBM di kelas, terutama
pada kegiatan inti lebih-lebih pelajaran sains,akan berlangsung proses
penyelidikan autentik yang dapat berbentuk kegiatan pengamatan atau
eksperimen. Keterampilan menyelesaikan masalah yang dimiliki menjadikan
peserta didik mandiri dan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi
secara berkelanjutan. Dari uraian diatas tampak sekali empat prinsip yang
mendasari PBM,yaitu berdasarkan masalah,terintegrasi, berkelanjutan dan
berpusat pada peserta didik.
d. Menghasilkan produk/karya dan memaparkannya.
PBM menuntut peserta didik untuk mengahasilkan produk tertentu dalam
bentuk karya nyata atau artifak dan memamerkannya. Karya tersebut dapat berupa
rekaman debat, laporan praktikum, model fisik, video, atau program komputer,
surat kepada seseorang atau instansi, poster. Pada tingkat yang lebih tinggi, hasil
karya didalam PBM dapat berupa makalah, tesis, atau disertai karya-karya yang
dihasilkan selanjutnya dipamerkan. Pameran dapat diartikan dalam bentuk
presentasi di kelas atau ditempel dipapan pajangan, peserta didik lain dapat
berkunjung ke karya tersebut kemudian menulis komentarnya (kunjung karya).
Dalam format yang lain karya dapat saling dipertukarkan dengan peserta didik
yang lain, kemudian peserta didik tersebut memberi komentar pada karya
temannya. Pameran karya juga dapat berupa pameran yang sesungguhnya.
37
Misalnya pada akhir semester sekolah melakukan open house, para peserta didik
memamerkan karyanya, kemudian orang tua peserta didik diundang untuk melihat
bagaimana perkembangan peserta didik mereka berdasarkan karya yang
dihasilkan. Di Indonesia aktivitas seperti ini dapat dilakukan saat penerimaan
rapor atau pada rapat koordinasi orang, guru, dan sekolah.
2.4.4. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah utamanya dilaksanakan atau digunakan untuk
membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, penyelesaian
masalah, keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa, dengan
melibatkan mereka dalam berbagai pengalaman nyata atau simulasi.Berdasarkan
karakter tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan:
a. Mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan menyelesaikan masalah.
Kerjasama yang dilakukan dalam PBM mendorong munculnya berbagai
keterampilan inkuiri dan dialog. Dengan demikian, akan berkembang
keterampilan sosial dan keterampilan berpikir sekaligus. Dengan berjalannya
waktu, diharapkan kemampuan peserta didik dalam penyelesaian masalah
semakin berkembang.
b. Pemodelan peranan orang dewasa.
Peserta didik dengan teman-temanya dapat berlatih berbagai peran orang dewasa
di masyarakat dalam suatu forum simulasi.
c. Pebelajar otonom dan mandiri
Dengan PBM diharapkan peserta didik secara berangsur-angsur dilatih untuk
menjadi pembelajar yang mandiri (self regulate learning) seorang pembelajar
yang mandiri dicirikan oleh beberapa karakteristik, yaitu:
38
1) Mampu secara cermat mendiagnosis situasi pembelajaran tertentu yang sedang
dihadapinya.
2) Mampu memilih strategi tertentu untuk menyelesaikan masalah belajarnya.
3) Memonitor keefektivan strategi yang digunakan.
4) Cukup termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar tersebut sampai
masalahnya terselesaikan.
2.4.5. Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah
Pengajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Pengajaran
berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu peserta didik mengembangkan
kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar
berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau
simulasi; dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri (Ridwan, 2014: 134).
Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah
metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para peserta didik
merumuskan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi
dari masalah yang ada disekitar kita.
2.4.6. Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Sintaks suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan
oleh guru dan peserta didik dalam suatu kegiatan. Pada pengajaran berdasarkan
masalah tahap pertama yang perlu dilakukan adalah memotivasi peserta didik untuk
terlibat dalam kegiatan penyelesaiaan masalah sehingga mereka akan bertindak aktif
membangun pengetahuannya. Pemilihan permasalahan yang tepat akan meningkatkan
keigin tahuan siswa. Penyelesaiaan masalah memerlukan analisis permasalahan dan
39
identifikasih pengetahuan yang telah dimiliki,serta pengetahuan yang perlu di kuasai.
Tahap awal yang dilakukan setelah siswa dihadapkan pada permasalan adalah:
1). Mendefinisikan permasalahan
2). Menganalisis permasalahan
3). Mengembangkan ide utuk menyelesaikan permasalahan, tahap ini bisa
dilengkapi dengan perumusan hipotesis.
4). Mengidentifikasi isu pembelajaran dilakukan dengan mengajukan pertanyaan
lebih rinci tentang masalah yang dibahas.
5). Menganalisis permasalahanan dan penyelesaiaan masalah.
Langkah umum dalam strategi penerapan PBL dari beberapa hasil penelitian
dan pengembangan yang dilakukan dapat di banndingkan satu sama lain.
Perbandingan tahap PBL yang dikembangkan oleh Oon-seng Tan, jordan dan dafit
adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Perbandingan Tahap PBL
Tahap PBL versi Oon-seng Tan Tahapan PBL versi Jordan TahapanPBL versi David Guru merancang permasalahan yang sesuai dengan kurikulum Siswa dihadapkan pada permasalahan
Guru melibatkan siswa dalam permasalahan, mendefinisikan hal yang harus dipelajari.
Siswa mengklasisfikasi istilah Siswa merumuskan Permasalahan
Siswa menganalisis permasala dan isu pembelajaran
Curah pendapat tentang hipotesis dan penjelasan Siswa menata hipotesis
Siswa berbagi informas dan diskusi belajar mandiri
Siswa menemukan solusi dan membuatkan pelaporan
Siswa mencari informasi untuk memperoleh fakt yang relevan
Siswa mengumpulkan Informasi dan belajar Mandiri
Siswa mengajukan solusi Siswa berbagi informasi dan diskusi hasil belajar mandiri
Siswa melakukan presentase dan refleksi
Siswa melakukan kaji ulang,interaksi dan evaluasi
(Sumber Ridwan,2014: 152)
40
Tahapan yang dikembangkan oleh Oon-Seng Tan lebih bersifat homolistik
dengan strategi evaluasi dan umpan balik, namun kurang rinci dan mendeskripsikan
langkah awal yang haru dilakukan siswa dalam menganalisis permasalahan,
menentukan rencana solusi dan melakukan penyelidikan atau mencari informasi.
Tahap identifikasi permasalahan perencanaan dan pengajuan solusi yang
dikemukakan oleh david tampak cukup rinci namun perlu disederhankan. Sehingga
Ridwan menyimpulkan langkah-langkah pembelajaran dalam metode PBL sebagai
berikut:
1). Guru menyampaikan permasalahan kepada siswa yang relevan sesuai dengan topik
yang akan dikaji. Permasalahan yang diajukan merupakan permasalahan kompleks
yang sesuai dengan situasi nyata atau kontekstual.
2). Siswa mendiskusikan permasalahan dalam kelompok kecil. Anggota kelompok
saling
bertukar pendapat dan mengajukan usulan dan solusi.kelompok mengidentifikasih
hal- hal yang belum mereka pahami dan perlu dipelajari untuk menyelesaikan
masalah.
3). Siswa atau kelompok membuat perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan.
Angota kelompok benagi peran untuk untuk mempelajari fakta dan konsep.
4). Masing- masing siswa melakukan penelusuran informasi atau observasi berdasarkan
tugas yang telah di tetapkan dalam diskusi kelompok.
5). Siswa kembali melakukan diskusi kelompok dan berbagi informasi. Informasi atau
pengetahuan yang diperoleh digunakan untuk menyelesaikakan permasalahan yang
dikaji.
6). Kelompok melakukan presentase hasil yang di diskusikan di depan kelas.
41
7). Angoota kelompok melakukan kajian ulang (review) terhadap proses penyelesaian
masalah yang telah dilakukan dan menilai kontribusi dari masing- masing anggota.
Proses penilaian diri dan penialaian teman sejawat dapat dilakukan pada tahap akhir
sebagai metode refleksi bagi kelompok dan metode penilaian bagi guru.
Pembelajaran berbasis masalah juga telah dikembangkan sebagi
model pembelajaran
dengan sintak belajara sebagai berikut:
Tabel 2.2 Model pembelajaran PBL dan Sintaks belajar
No Fase Kegiatan guru
1 Memberikan orientasi permasalahan kepada peserta Didik
Menjaikan permasalahan, membahas tujuan pembelajaran, memaparkan kebutuhan logistik untuk pembelajaran, memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif.
2 Mengorganisasikan peserta didik untuk penyelidikan
Meambantu peserta didik dalam mengidentifikasi dan mengorganisasi kan tugas belajar atau penyelidikan untuk penyelesaian masalah.
3 Pelaksanaan investigasi Mendorong peserta didik untuk memperolehinformasi yang tepat, melaksanakan penyelidikan dan mencari penjelasan solusi
4 Mengembangkan dan menyajikan hasil
Membantu pesrta didik melaksanakan produk yang tepat dan relevan seperti laporan, rekaman video, dan sebaginnya untuk keperluan penyajian hasil
5 Menganalisi dan mengevaluasi proses penyelidikan
Membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses yang siswa lakukan
(Sumber Ridwan,2014:154)
2.4.7. Penilaian Pada Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Konsekuensi dari pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dimana
peserta didik aktif belajar melakukan penyelidikan berupa kegiatan pengamatan atau
eksperimen, sumber penilaian pada PBM amat kaya. Aspek-aspek yang dapat dinilai
misalnya hasil belajar, proses belajar, potensi belajar, dan kesempatan untuk belajar.
42
Hasil belajar yang dapat diukur juga beragam, misalnya :
a. Produk, yang mencakup konsep, teori, hukum, prosedur, dan fakta.
b. Proses, mencakup berbagai keterampilan proses dasar, keterampilan proses
terpadu, dan juga berbagai strategi belajardan strategi bertanya; serta psikomotor
misalnya keterampilan merangkai alat untuk bereksperimen, keterampilan
menggunakan alat-alat laboratorium, alat ukur, dan sebagainya.
c. Sikap, misalnya keterampilan sosial seperti kemampuan bekerja sama dengan
teman, skeptis, kritis, dan sebagainya.
2.4.8. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem based learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah sebagai salah
satu model pembelajaran memiliki berbagai kelebihan. Namun demikian tidak
terlepas dari adannya kelemahan yang perlu menjadi pertimbangan dalam
menerapkannya. Menurut Sanjaya yang dikutip oleh Sutirman (2013: 42)
mengidentifkasi kelebihan dan kelemahan pembelajaran berbasis masalah sebagai
berikut:
a. Kelebihan
1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi
pelajaran
2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan
kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa
4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentrasfre
pengetahuan mereka untukmemahami permasalahan dalam kehidupan nyata
43
5) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunnya dan bertanggung jawab dalam pembelajarn yang
mereka lakukan
6) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir
kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru
7) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuannya yang mereka miliki dalam dunia nyata.
8) Melibatkan Peserta didik secara aktif memecahkan masalah dan menuntut
keterampilan berfikir Peserta didik yang lebih tinggi.
b. Kelemahan
1) Siswa yang tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari dapat dipecahkan maka mereka akan merasa engan
untuk mencoba.
2) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui pemecahan masalah membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan
3) Untuk Peserta didik yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat
tercapai.
4) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
5) Tidak setiap materi kimia dapat diajarkan dengan Model PBM
2.4.9. Hubungan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Hasil Belajar
Secara sederhana pembelajaran berbasis masalah didefenisi sebagai suatu model
pembelajaran yang menggunakan masalah pada sebagai titk awal untuk mengakuisisi
pengetahuan baru. Peserta didik belajar menggunakan masalah autentik tertentu untuk
belajar konten (isi) pelajaran dan sebaliknya peserta didik juga belajar keterampilan
44
khusus untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan sarana berupa isi/konten
pelajaran.
Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri individu yang belajar yang
dinyatakan dengan angka, bukan saja perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga
kecakapan dalam bersikap dan keterampilan. Hasil belajar merupakan hasil yang
dicapai oleh peserta didik setelah proses pembelajaran dalam waktu tertentu yang
diukur dengan menggunakan alat evaluasi tertentu.
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa ada hubungan
antara model pembelajaran yang dipakai dengan hasil belajar, yaitu ababila seorang
guru menggunakan model/strategi yang benar dalam pembelajaran maka secara
langsung peserta didik juga akan meningkat hasil belajarnya terutama yang terbagi
atas tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor yang dapat mengukur
kemampuan peserta didik atau hasil belajar peserta didik.
2.5. Pengaruh Kejujuran dan Kemampuan Sintesis Terhadap Hasil Belajar Dengan
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan
kognitif tingkat tinggi siswa berupa kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi..
Pembelajaran berbasis pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan kognitif
siswa jika materi dasar telah dikuasai, dilakukan dengan kelompok yang kecil dengan
anggota kelompok yang berkemampuan sama, dan bimbingan yang intensif oleh guru.
Pembelajaran berbasis pemecahan masalah dapat meningkatkan keaktifan siswa,
jika dalam pengelompokkan diperhatikan menurut kemampuannya sehingga diskusi
pemecahan masalah akan kreatif dan aktif karena setiap kelompok memiliki siswa yang
majemuk, dan siswa yang kurang memiliki kemampuan akan terdorong untuk
mengajukan gagasan dan pendapatnya.Hal ini juga dapat mendorong perilaku jujur dari
45
siswa,dimana siswa dapat berkonsentrasi dalam belajar, dapat mengerjakan soal ujian
dan tidak memiliki banyak kesalahan, mendapat ilmu tambahan, mendapat nilai dari
usahanya sendiri, tetap berperilaku jujur, tidak curang dan tidak menyontek, memiliki
pendirian yang kuat, menjadi siswa berprestasi, melatih percaya diri dan kemampuan
diri, dan menjaga kepercayaan yang diberikan orangtua.
2.6. Materi Pokok Sistem Koloid
a. Sistem koloid
Pernahkah anda mencampurkan gula, pasir, dan susu bubuk ke dalam air?
Ketiga campuran tersebut (gula-air, pasir-air, susu bubuk-air) akan membentuk satu
dispersi, yaitu penyebaran merata dua fase. Kedua fase tersebut terdiri atas fase zat
yang didispersikan dan fase pendispersi. Fase zat yang didispersikan dikenal juga
dengan istilah fase terdispersi atau fase dalam. Adapun fase pendispersi dikenal
dengan istilah medium pendispersi atau fase luar. Pada umumnya, fase terdispersi
memiliki jumlah molekul yang lebih kecil dibandingkan dengan fase pendispersi.
Terdapat tiga macam campuran, yaitu larutan sejati atau larutan, suspensi, dan koloid.
Termasuk ke dalam kelompok manakah campuran-campuran tersebut?
a. Larutan
Larutan merupakan campuran yang bersifat homogen. Ukuran partikel zat
terlarut di dalam suatu larutan lebih kecil dari 10-7 cm ( 1 nm) sehingga sangat
sulit untuk diamati, walaupun dengan menggunakan mikroskop. Jadi, campuran
antara gula dan air termasuk larutan karena pencampuran kedua zat tersebut
menghasilkan dua fase yang homogen. Beberapa contoh larutan lainnya adalah
larutan garam dapur, larutan urea dan larutan cuka.
46
Gambar 2.1. Contoh Larutan
b. Suspensi
Suspensi adalah dispersi zat padat di dalam air. Zat terdispersi pada
suspensi merupakan zat padat berukuran cukup besar. Padatan ini merupakan
gabungan dari molekul-molekul zat terdispersi. Oleh karena zat terdispersi
memiliki ukuran yang cukup besar, medium pendispersi (air) tidak mampu
menahannya sehingga padatan tersebut dapat mengendap. Ukuran partikel zat
terdispersi di dalam suspensi 10-5 cm ( 100 nm) sehingga masih dapat diamati
dengan mudah. Suspensi dapat disaring dengan menggunakan kertas saring biasa.
Berdasarkan penjelasan ini, berarti campuran antara pasir dan air merupakan
suspensi.
Gambar 2.2. Contoh Suspensi
47
c. Koloid
Untuk memudahkan pembahasan sistem dispersi koloid, digunakan fase
terdispersi berupa padatan dan fase pendispersi yang umum, yaitu air. Ukuran
partikel zat terdispersi di dalam koloid lebih besar daripada ukuran partikel di
dalam larutan, tetapi lebih daripada ukuran partikel zat terdispersi di dalam
suspensi. Partikel zat terdispersi berukuran antara 10-7cm sampai dengan 10-5cm
(1 nm – 100 nm).
Sistem koloid tampak homogen jika dilihat tanpa mikroskop, tetapi dengan
menggunakan mikroskop ultra tampak adanya partikel-partikel fase terdispersi.
Partikel koloid dapat disaring dengan menggunakan kertas saring yang berpori-
pori sangat halus. Berdasarkan sistem dispersi, suatu koloid tampak seperti
suspensi. Akan tetapi, secara fisik tampak seperti larutan sehingga sering juga
disebut dengan istilah suspensi homogen. Campuran susu bubuk dengan air
dinamakan koloid.
Gambar 2.3. Contoh Koloid
48
Tabel 2.3. Perbedaan antara Larutan, Koloid dan Suspensi
Aspek Larutan Koloid Suspensi
Bentuk Campuran Homogen Tampak Homogen Heterogen Kestabilan Stabil Stabil Tidak Stabil Pengamatan Mikroskop Homogen Heterogen Heterogen Jumlah Fase Satu Dua Dua
Sistem Dispersi Molekular Padatan Halus Padatan Kasar
Pemisahan dengan Cara Penyaringan
Tidak dapat disaring
Tidak dapat disaring dengan kertas saring biasa, kecuali dengan kertas saring ultra
Dapat disaring
Ukuran Partikel 10-7 cm, atau 1 nm
10-7 cm – 10-5 cm, atau 1 nm – 100 nm
10-5 cm, atau 100 nm
b.Pengelompokkan Sistem Koloid
Sistem koloid merupakan campuran yang heterogen. Telah diketahui bahwa
terdapat tiga fase zat, yaitu padat, cair, dan gas. Dari ketiga fase zat ini dapat dibuat
sembilan kombinasi campuran fase zat, tetapi yang dapat membentuk sistem koloid
hanya delapan. Kombinasi campuran fase gas dan fase gas selalu menghasilkan
campuran homogen (satu fase) sehingga tidak dapat membentuk sistem koloid.
a. Sistem Koloid Fase Padat-Cair (Sol)
Sistem koloid fase padat-cair disebut sol. Sol terbentuk dari fase
terdispersi berupa zat padat dan fase pendispersi berupa cairan. Sol yang memadat
disebut gel. Berikut contoh-contoh sistem koloid fase padat-cair.
1) Agar-agar
Padatan agar-agar terdispersi di dalam air panas akan menghasilkan
sistem koloid yang disebut sol. Jika konsentrasi agar-agar rendah, pada
keadaan dingin sol ini akan tetap berwujud cair. Sebaliknya, jika konsentrasi
49
agar-agar tinggi pada keadaan dingin sol menjadi padat dan kaku. Keadaan
seperti ini disebut gel.
Gambar 2.4. Agar-agar
2) Pektin
Pektin adalah tepung yang diperoleh dari buah pepaya muda, apel, dan
kulit jeruk. Jika pektin didispersikan di dalam air, terbentuk suatu sol yang
kemudian memadat sehingga membentuk gel. Pektin biasa digunakan untuk
pembuatan selai.
3) Gelatin
Gelatin adalah tepung yang diperoleh dari hasil perebusan kulit atau
kaki binatang, misalnya sapi. Jika gelatin didispersikan di dalam air, terbentuk
suatu sol yang kemudian memadat dan membentuk gel. Gelatin banyak
digunakan untuk pembuatan cangkang kapsul. Agar-agar, pektin, dan gelatin
juga digunakan untuk pembuatan makanan, seperti jelly atau permen yang
kenyal (gummy candies).
50
Gambar 2.5. Gelatin
4) Cairan Kanji
Tepung kanji yang dilarutkan di dalam air dingin akan membentuk
suatu suspensi. Jika suspensi dipanaskan terbentuk sol, dan jika konsentrasi
tepung kanji cukup tinggi, sol tersebut akan memadat sehingga membentuk
gel. Suatu gel terbentuk karena fase terdispersi menyerap medium pendispersi
sehingga fase terdispersi mengembang, memadat, dan menjadi kaku.
Gambar 2.6 Kanji
5) Air sungai (tanah terdispersi di dalam medium air.)
6) Cat tembok dan tinta (zat warna terdispersi di dalam medium air).
7) Cat kayu dan cat besi (zat warna terdispersi di dalam pelarut organik).
8) Gel kalsium asetat di dalam alkohol.
9) Sol arpus (damar).
10) Sol emas, sol Fe(OH)3, sol Al(OH)3, dan sol belerang.
51
b. Sistem Koloid Fase Padat-Padat (Sol Padat)
Sistem koloid fase padat-padat terbentuk dari fase terdispersi dan fase
pendispersi yang sama-sama berwujud zat padat sehingga dikenal dengan nama
sol padat. Lazimnya, istilah sol digunakan untuk menyatakan sistem koloid yang
terbentuk dari fase terdispersi berupa zat padat di dalam medium pendisersi
berupa zat cair sehingga tidak perlu digunakan istilah sol cair. Contoh sistem
koloid fase padat-padat adalah logam campuran (aloi), misalnya stainless steel
yang terbentuk dari campuran logam besi, kromium, dan nikel. Contoh lainnya
adalah kaca berwarna yang dalam hal ini warna terdispersi di dalam medium zat
padat (kaca).
Gambar 2.7. Contoh Koloid Sol Padat
c. Sistem Koloid Fase Padat-Gas (Aerosol Padat)
Sistem koloid fase padat-gas terbentuk dari fase terdispersi berupa padat
dan fase pendispersi berupa gas. Anda sering menjumpai asap dari pembakaran
sampah, asap merupakan partikel padat yang terdispersi di dalam medium
pendispersi berupa gas (udara). Partikel padat di udara disebut partikulat padat.
Sistem dispersi zat padat dalam medium pendispersi gas disebut aerosol padat.
52
Gambar 2.8. Contoh Koloid Aerosol Padat
d. Sistem Koloid Fase Cair-Gas (Aerosol)
Sistem fase cair-gas terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan fase
pendispersi berupa gas, yang disebut aerosol. Contoh sistem koloid ini adalah
kabut dan awan. Partikel-partikel zat cair yang terdispersi di udara (gas) di sebut
partikulat cair. Contoh aerosol adalah hairspray, obat nyamuk semprot, body
spray, cat semprot.
Gambar 2.9. Contoh Koloid Aerosol
e. Sistem Koloid Fase Cair-Cair (Emulsi)
Sistem koloid fase cair-cair terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair
dalam medium pendispersi yang juga berupa cairan. Campuran yang terbentuk
bukan berupa larutan, melainkan bersifat heterogen. Misalnya, campuran antara
minyak dan air.
53
Gambar 2.10. Contoh Koloid Emulsi
f. Sistem Koloid Fase Cair- Padat (Emulsi Padat)
Sistem koloid fase cair-padat tebentuk dari fase terdispersi berupa zat cair
dan medium pendispersi berupa zat padat sehingga di kenal dengan nama emulsi
padat. Sebenarnya, istilah emulsi hanya digunakan untuk sistem koloid fase cair-
cair. Jadi, emulsi berarti sistem koloid fase cair-cair (tidak ada istilah emulsi cair).
Contoh emulsi padat, yaitu keju, mentega, dan mutiara.
Gambar 2.11. Contoh Koloid Emulsi Padat
g. Sistem Koloid Fase Gas-Cair (Busa)
Sistem Koloid Fase Gas-Cair terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan
medium pendispersi berupa zat cair. Jika anda mengocok sabun, akan timbul busa.
Di dalam busa sabun terdapat rongga yang terlihat kosong. Busa sabun merupakan
fase gas dalam medium cair. Contoh-contoh zat yang dapat menimbulkan busa
atau buih, yaitu sabun, deterjen, dan protein.
54
Pada proses pencucian, busa yang ditimbulkan oleh sabun dan deterjen
dapat mempercepat proses penghilangan kotoran. Busa atau buih pada zat
pemadam api berfungsi memperluas jangkauan dan mengurangi penguapan air. Di
dalam suatu proses industri kimia, misalnya proses fermentasi, kadang-kadang
pembentukan busa tidak diinginkan sehingga dilakukan penambahan zat anti busa
seperti silikon, eter, dan lain-lain.
Gambar 2.12. Contoh Koloid Busa
h. Sistem Koloid Fase Gas-Padat (Busa Padat)
Sistem Koloid Fase Gas-Padat terbentuk dari fase terdispersi berupa gas
dan medium pendispersi berupa zat padat, yang dikenal dengan istilah busa padat,
sedangkan dispersi gas dalam medium cair disebut busa.
Gambar 2.13. Contoh Koloid Busa Padat
55
Tabel 2.4
Jenis-jenis Koloid No Fase
Terdispersi Medium
Pendispersi Nama Koloid Contoh
1 Padat
Cair Sol Sol emas, agar-agar, jelly, cat, tinta, air sungai.
2 Padat Gas Aerosol padat Asap 3 Padat Padat Sol padat Paduan logam, kaca
berwarna 4 Cair Gas Aerosol Kabut dan awan 5 Cair Cair Emulsi Santan, susu, es cream,
lotion, mayonnaise. 6 Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega, mutiara. 7 Gas Cair Buih, busa Busa sabun 8 Gas Padat Busa padat Karet busa dan batu apung.
c. Sifat-sifat Koloid
Secara fisik, sistem koloid terlihat homogen seperti larutan. Jika anda amati
dengan mikroskop, terlihat adanya perbedaan antara koloid dan larutan karena sistem
koloid sebetulnya bersifat heterogen. Untuk lebih memperjelas perbedaan antara
larutan dan koloid, anda harus mempelajari sifat-sifat yang dimiliki oleh sistem
koloid.
1. Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak yang tidak beraturan, gerak acak atau gerak
siksak partikel koloid. Gerak Brown terjadi karena benturan tidak teratur partikel
koloid dan medium pendispersi.
Gambar 2.14. Gerak Brown
56
2. Efek Tyndall
Jika cahaya dilewatkan ke dalam sistem koloid, cahaya yang melewati
sistem koloid tersebut terlihat lebih terang. Cahaya yang terlihat lebih terang ini
disebabkan oleh terjadinya effek tyndall. Effek Tyndall adalah efek
penghamburan cahaya oleh partikel koloid. Partikel koloid akan memantulkan dan
menghamburkan cahaya yang mengenainya sehingga cahaya akan terlihat lebih
terang.
Gambar 2.15 Effek Tyndall
3. Adsorpsi
Partikel koloid mampu menyerap molekul netral atau ion-ion pada
permukaan. Jika partikel menyerap ion bermuatan, kemudian ion-ion tersebut
menempel pada perrmukaanya, partikel koloid tersebut menjadi bermuatan.
Gambar 2.16. Adsorpsi
57
4. Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid yang terjadi karena
kerusakan stabilitas sistem koloid atau karena penggabungan partikel koloid yang
berbeda muatan sehingga membentuk partikel yang lebih besar. Koagulasi dapat
terjadi karena pengaruh pemanasan, pendinginan, penambahan elektrolit,
pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan, atau karena
elektroforesis.
Gambar 2.17. Koagulasi Koloid
5. Koloid Liofil dan koloid liofob
Sistem koloid sol (zat padat dalam medium pendispersi cair) dapat bersifat
liofil, zat terdispersi dapat menarik atau mengikat medium pendispersi. Pada sol
yang bersifat liofob, zat terdispersi tidak dapat mengikat medium pendispersinya
(air).
Gambar 2.18. Koloid Hidrofil dan Koloid Hidrofob
58
6. Koloid Pelindung
Koloid pelindung adalah suatu sistem koloid yang ditambahkan pada
sistem koloid lainnya agar diperoleh koloid yang stabil. Contoh koloid pelindung
adalah gelatin yang merupakan koloid padatan dalam medium air. Gelatin
biasanya digunakan pada pembuatan es cream untuk mencegah pembentukan
kristal es yang kasar sehingga diperoleh es cream yang lebih lembut.
Gambar 2.19. Koloid Pelindung
7. Dialisis
Dialisis adalah proses penyaringan partikel koloid dari ion-ion yang terabsorbsi
sehingga ion-ion tersebut dapat dihilangkan dan zat terdispersi terbebas dari ion-
ion yang tidak diinginkan. Pada proses dialisis, koloid yang mengandung ion-ion,
dimasukkan ke dalam kantung penyaring, kemudian dicelupkan ke dalam medium
pendispersi (air). Ion-ion dapat keluar melewati penyaringan sehingga partikel
koloid terbebas dari ion-ion. Proses dialisis juga terjadi dalam metabolisme tubuh,
dimana ginjal berfungsi sebagai penyaring semipermeabel. Cairan hasil
metabolisme mengandung butir-butir darah, air dan urea.
59
Gambar 2.20. Dialisis
8. Sistem Koloid dalam Pengolahan Air
Air sungai merupakan koloid yang terbentuk dari air tanah liat yang
terdispersi dalam air. Pengolahan air sungai menjadi air bersih dapat dilakukan
melalui tahap-tahap penggumpalan pengotor (koagulasi), dan pembasmian kuman
(desinfeksi).
Gambar 2.21. Penjernihan Air
d. Pembuatan Koloid
Pembuatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama,
menggabungkan molekul atau ion dari larutan (cara kondensasi). Kedua,
menghaluskan partikel suspensi, kemudian didispersikan ke dalam suatu medium
pendispersi (cara dispersi).
60
Gambar 2.22. Pembuatan Koloid
1. Cara Kondensasi
Cara kondensasi dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks,
reaksi hidrolisis, reaksi penggaraman dan reaksi penjenuhan.
a. Reaksi Redoks
Reaksi redoks merupakan reaksi pembentukan partikel koloid melalui
mekanisme perubahan bilangan oksidasi. Perhatikan contoh-contoh berikut.
1) Pembuatan sol belerang dengan mengalirkan gas hidrogen sulfida (H2S) ke
dalam larutan belerang dioksida (SO2).
2H2S(g) + SO2(aq) 3S(s) + 2H2O(l)
2) Pembuatan sol emas dengan cara mereaksikan larutan AuCl2 dan zat
pereduksi formaldehid atau besi (II) sulfat.
2AuCl3(aq) + 3HCOH(aq) + 3H2O(l) 2 Au + 6HCl(aq) + 3HCOOH(aq)
atau
2AuCl3(aq) + 3FeSO4(aq) 2 Au(s) + Fe2(SO4)3(aq) + FeCl3(aq)
61
Gambar 2.23. Reaksi Redoks
b. Reaksi Hidrolisis
Rekasi hidrolisis merupakan reaksi pembentukan koloid dengan
menggunakan pereaksi air. Misalnya, pembuatan sol Al(OH)3 dan sol
Fe(OH)3.
1) Pembuatan sol Al(OH)3 dari larutan AlCl3, Al2(SO4)3, PAC, atau tawas.
AlCl3(aq) + 3H2O(l) Al(OH)3(s) + 3HCl(aq)
2) Pembuatan sol Fe(OH)3 dari larutan FeCl3 dengan air panas.
FeCl3(aq) + 3H2O(l) Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)
c. Reaksi Penggaraman
Garam-garam yang sukar larut dapat dibuat menjadi koloid melalui
reaksi pembentukan garam. Untuk menghindari pengendapan biasanya
digunakan suatu zat pemecah.
AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)
Na2SO4(aq) + Ba(NO3)2(aq) BaSO4(s) + 2NaNO3(aq)
Gambar 2.24. Pengendapan
62
d. Penjenuhan Larutan
Pembuatan kalsium asetat merupakan contoh embuatan koloid dengan cara
penjenuhan larutan ke dalam larutan jenuh kalsium asetat dalam air.
Penjenuhan dilakukan dengan cara menambahkan pelarut alkohol sehingga
akan menghasilkan koloid yang berupa gel. Kalsium asetat bersifat mudah
larut dalam air, namun sukar larut dalam alkohol.
2. Cara Dispersi
Pembuatan koloid dengan cara dispersi dilakukan dengan cara mengubah
partikel kasar (besar) menjadi partikel koloid. Cara dispersi dilakukan melalui
cara mekanik (penggerusan), cara busur bredig, dan cara peptisasi (pemecahan).
a. Cara Mekanik
Cara mekanik merupakan cara fisik mengubah partikel kasar menjadi
partikel halus. Partikel kasar digiling dengan alat colid mill sehingga diperoleh
ukuran partikel yang diinginkan. Selanjutnya, partikel halus ini didispersikan
kedalam suatu medium pendispersi. Proses penggilingan dapat juga dilakukan
di dalam medium pendispersi.
Gambar 2.25. Cara Mekanik
63
b. Cara Busur Bredig
Proses pembuatan koloid dengan cara busur bredig digunakan untuk
membuat sol logam. Pada proses ini, logam yang akan dibuat sol digunakan
sebagai elektroda yang dicelupkan kedalam medium pendispersi. Kemudian,
keduan ujung elektroda dihubungkan dengan arus listrik. Uap logam yang
terjadi akan terdisperi ke dalam medium pendispersi sehingga membentuk
koloid.
Gambar 2.26. Busur Bredig
c. Cara Peptisasi
Pada cara peptisasi, partikel kasar berupa endapan diubah menjadi
partikel koloid dengan menggunakan elektrolit yang mengandung ion sejenis
zat pemecah. Berikut ini contoh-contoh peptisasi.
1) Endapan Al(OH)3 dipeptisasi dengan AlCl3
2) Endapan NiS dipeptisasi dengan H2S
3) Agar-agar dipeptisasi dengan air, dan
4) Serat selulosa asetat dipeptisasi dengan aseton
64
Gambar 2.27. Peptisasi
d. Cara Homogenisasi
Cara ini mirip dengan cara mekanik dan biasanya digunakan untuk
membuat emulsi, dengan cara ini partikel lemak dihaluskan, kemudian
didispersikan kedalam medium air dengan penambahan emulgator.
Selanjutnya, emulsi yang terbentuk dimasukkan kedalam alat homogenizer.
Caranya dengan melewatkan emulsi pada pori-pori dengan ukuran tertentu
sehingga diperoleh emulsi yang homogen.
Gambar 2.28. Homogenisasi
65
2.7. Penelitian Yang Relevan
1. Menurut Yohanes Kopong Geroda, dengan skripsi“Pengaruh Minat ARCS Terhadap
Hasil Belajar dalam Model Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menggunakan
Multimedia Materi Ekosistem Pada Peserta didik Kelas VII SMP Plus Mentari
Bolok Tahun Ajaran 2007/2008” kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan materi
ekosistem di SMP Swasta Plus Mentari Bolok tahun ajaran 2007/2008 dinyatakan
berhasil,karena RPP, LKS, BAS, THB Produk, THB Proses, THB Psikomotorik,
THB Afektif dapat berjalan dengan baik, karena guru dapat mengelola pembelajaran
mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, sampai pada kegiatan penutup
dengan baik sehingga peserta didik menjadi antusias dalam pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Kemudian dilihat dari ketuntasan
indikator semua butir soal yang dikerjakan dinyatakan valid dan berhasil.
2. Arifah Purnamaningrum melakukan penelitian peningkatan kemampuan berpikir
melalui problem based learning (PBL) pada pembelajaran biologi peserta didik kelas
X- 10 SMAN 3 surakarta yang berjumlah 30 orang. Peningkatan kreatif biologi
tersebut meliputi :
a. Kemampuan berpikir lancar (fluency) meningkat dari 56, 31 % menjadi 85, 86 %
b. Kemampuan berpikir luwes (fleksibility) meningkat dari 63, 64 % menjadi 78 %
c. Keaslian (originality) meningkat dari 39, 39 % menjadi 63, 64 %
d. Kemampuan menerima (elabiration) meningkat dari 43, 56 % menjadi 70, 83 %
e. Kemampuan evaluasi (evalation) meningkat dari 43, 94 % menjadi 62, 12 %
3. Hasil penelitian Yuyun Kasmaningsih dan Sri Lestari
Berdasarkan hasil penelitian Yuyun Kasmaningsih dan Sri Lestari tentang “Kejujuran
Akademik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Situasi Ujian” bentuk perilaku siswa
66
dalam situasi membawa contekan saat ujian lebih banyak yang jujur (81,5%) daripada
tidak jujur (11,8%). Hasil penelitian ini adalah sebagian besar siswa masih berpegang
teguh pada kejujuran.
4. Hasil penelitian Pardjono dan Wardaya tahun 2009 dengan judul “Peningkatkan
Kemampuan Analisis, Sintesis, Dan Evaluasi Melalui Pembelajaran Problem
Solving SMK Negeri 2 Wonosari. HAsil yang di peroleh dari penelitian ini adalah
menunjukkan ada 15 orang atau sekitar 41,6% siswa yang mengalami peningkatan
kemampuan sintesis.
5. Wayan Madiya dengan skripsinya berjudul “ Pengaruh model pembelajaran berbasis
masalah terhadap prestasi belajar kimia dan konsep diri siswa SMA ditinju dari gaya
kognitif” Terdapat perbedaan prestasi belajar kimia dan konsep diri siswa antara
kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan model
pembelajaran EEK (F= 2,944;p < 0,05) dan terdapat pengaruh interaksi antara model
pembelajaran dengan gaya kognitif terhadap prestasi belajar kimia dan konsep diri
siswa (F=47,456;p<0,05)
6. Pardjono dan wardaya dengan judul skripsinya “ peningkatan kemampuan analisis,
sintesis dan evaluasi melalui pembelajaran Problem Solving” menyimpulkan bahwa:
a. Pembelajaran berbasis pemecahan masalah dapat meningkatkan
kemampuan kognitif tingkat tinggi siswa berupa analisis, sintesis dan evaluasi.
Pembelajaran berbasis pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan
kognitif siswa jika materi dasar telah dikuasai dilakukan dengan kelompok yang
kecil dengan anggota kelompok berekemampuan sama, dan bimbingan yang
intensif oleh guru.
b. Pembelajaran berbasis pemecahan masalah dapat meningkatkan keaktifan siswa,
jika dalam pengelompokan diperhatikan menurut kemampuan sehingga diskusi
67
permasalahan akan kreaktif dan aktif karena setiap kelompok memiliki siswa
yang majemuk dan siswa yang kurang memiliki kemampuan terdorong untuk
mengajukan gagasan dan pendaptnya.
2.8. Kerangka Berpikir
Prestasi belajar merupakan tolak ukur maksimal yang telah dicapai siswa
setelah melakukan proses belajar sselama waktu yang ditentukan. Prestasi belajar
siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik berasal dari dalam dirinya
(internal) maupun dari luar (eksternal). Salah satu faktor dalam diri siswa yang
mempengaruhi prestasi belajar adalah sikap jujur. kejujuran merupakan salah satu
sikap yang penting dimiliki oleh semua lapisan masyarakat, maka perlu bagi sekolah-
sekolah untuk menanamkan sikap ini terhadap peserta didik agar mereka memahami
pentingnya bersikap jujur sejak dini. Dalam konteks pengembangan karakter jujur
disekolah mengajarkan peserta didik untuk menghindari perbuatan mencontek,
mencuri, dan berbohong yang mencerminkan anak tidak berbuat jujur kepada diri,
teman, orang tua dan gurunya. Didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Pipit
Uliana dan Rr. Nanik Setyowati tentang implementasi pendidikan karakter. Melalui
sekolah siswa dapat belajar menjadi pribadi yang baik, karena sekolah tidak hanya
dituntut menjadikan siswanya menjadi anak yang memiliki segudang prestasi,
melainkan juga memiliki sikap, perilaku yang baik dan menjadi kebanggaan bagi
orang tua dan sekolah. Sekolah diharapkan dapat menanamkan karakter pada diri
siswa. Nilai-nilai karakter yang ada dapat ditumbuhkan melalui visi, misi dan tujuan
sekolah. Visi. Hal tersebut terbukti pada 62 siswa (77,91%) setiap menemukan barang
di lingkungan sekolah mereka menaruhnya pada tempat penemuan barang yang sudah
disediakan oleh sekolah yang menunjukan sikap jujur.
68
Selain faktor dalam diri siswa adapun faktor dari luar diri siswa yang
mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor kemampuan sintesis dalam
kegiatan belajar mengajar di sekolah.Kemampuan sintesis adalah kemampuan peserta
didik yang diperoleh melalui proses pembelajaran yang memberikan kesempatan lebi
h luas kepada peserta didik untuk menggabungkan,menghimpun,menyusun,mengorga
nisasikan merancang,menyusun kembli,merevisi,
menceritakan dan membuat modifikasi. Kemampuan sintesis siswa kelas XI IPA 3
SMA Negri 2 Kupang baik dengan presentase rata-rata tes kemampuan sintesis
sebesar 78,66%.
Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar adalah model pembelajaran
berbasis masalah. Dimana peserta didik juga akan meningkat hasil belajarnya
terutama yang terbagi atas tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor yang dapat
mengukur kemampuan peserta didik atau hasil belajar peserta didik.
2.9. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, tinjauan pustaka dan penelitian yang relevan maka
dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Penerapan Model pembelajaran berabsis masalah efektif pada materi pokok asam basa
siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Kupang tahun ajaran 2017/2018 yang dicirikan
dengan guru mampu mengelola pembelajaran, ketuntasan indikator tercapai dan hasil
belajar tuntas.
2. Kejujuran siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Kupamg tahun ajaran 2017/2018 baik
dengan kriteria skor yang diperoleh lebih besar sama dengan 0,61 (≥ 0,61) atau
nilainya lebih besar sama dengan 61,0 (≥ 0,61) .
69
3. Kemampuan sintesis siswa kels XI IPA 3 SMA Negeri 2 Kupang tahun ajaran
2017/2018 baik dengan kriteria skor yang diperoleh lebih besar sama dengan 0,61 (≥
0,61) atau nilainya lebih besar sama dengan 61,0 (≥ 0,61).
4. a. Ada hubungan yang signifikan antara kejujuran dengan hasil belajar siswa
dalam menerapkan metode pembelajaran berbasi masalah materi pokok sistem
koloid siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Kupang tahun ajaran 2017/2018.
b. Ada hubungan yang signifikan antara kemampuan sintesis dengan hasil belajar
kimia dalam menerapkan metode pembelajaran berbasi masalah materi pokok sistem
koloid siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Kupang tahun ajaran 2017/2018.
c. Ada hubungan yang signifikan antara kejujuran dan kemampuan sintesis dalam
menerapkan model pembelajaran berbasis masalahmateri pokok sistem koloid siswa
kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Kupang tahun ajaran 2017/2018.
5. a. Ada pengaruh yang signifikan antara signifikan antara kejujuran dengan
hasil belajar siswa dalam menerapkan metode pembelajaran berbasis
masalah materi pokok sistem koloid siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2
Kupang tahun ajaran 2017/2018.
b. Ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan sintesis dengan hasil belajar
kimia dalam menerapkan metode pembelajaran berbasi masalah materi pokok
sistem koloid siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Kupang tahun ajaran
2017/2018.
c. Ada pengaruh yang signifikan antara kejujuran dan kemampuan sintesis dalam
menerapkan model pembelajaran berbasis masalah materi pokok sistem koloid
siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Kupang tahun ajaran 2017/2018.