bab ii tinjauan pustaka - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/bab ii.pdf ·...

62
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketelitian (Accuracy) 2.1.1 Pengertian ketelitian Ketelitian adalah kecermatan atau keseksamaan seseorang dalam melakukan sesuatu (KBI Kontemporer, 2002 : 1571). Ketelitian juga merupakan kesesuaian dari suatu data yang diukur secara berulang. Ketelitian memiliki pengaruh tertentu terhadap hasil belajar individu. Persentase ketelitian siswa diukur melalui tes ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio ( KBBI, 1996). Ketelitian adalah hal yang dibutuhkan oleh seluruh manusia untuk menjalankan aktifitas sehari-hari. Penurunan ketelitian dapat mengakibatkan seseorang memperoleh hasil prestasi belajar yang buruk (Prayudi dalam Hidayati, 2007 : 1). Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (2002 : 1571), teliti berarti cermat ; seksama. Ketelitian sangat penting dalam melakukan pekerjaan. Ketelitian pada dasarnya merupakan ketepatan dalam melakukan suatu pekerjaan. Ketelitian menunjukan gerakan yang memerlukan pengawasan terus-menerus. Hal ini berkaitan dengan jumlah kesalahan yang dilakukan. Ketelitian ini dapat mengukur hasil aktivitas yang dihasilkan oleh gerakan-gerakan tubuh. Berkurangnya ketelitian dapat menurunkan kualitas hasil kerja, bahkan dalam beberapa kasus telah menyebabkan kecelakaan (Oborne dalam Hidayati, 2007 : 2). Ketelitian dan kejelian sangat dibutuhkan oleh seseorang yang akan bekerja disebuah perusahaan atau instansi, dimana ketika seseorang memiliki ketelitian dan kejelian yang tinggi, maka ia akan dengan mudah menangkap, mencerna, dan

Upload: duongdat

Post on 29-Apr-2019

240 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketelitian (Accuracy)

2.1.1 Pengertian ketelitian

Ketelitian adalah kecermatan atau keseksamaan seseorang dalam melakukan

sesuatu (KBI Kontemporer, 2002 : 1571). Ketelitian juga merupakan kesesuaian dari

suatu data yang diukur secara berulang. Ketelitian memiliki pengaruh tertentu

terhadap hasil belajar individu. Persentase ketelitian siswa diukur melalui tes

ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

( KBBI, 1996).

Ketelitian adalah hal yang dibutuhkan oleh seluruh manusia untuk menjalankan

aktifitas sehari-hari. Penurunan ketelitian dapat mengakibatkan seseorang

memperoleh hasil prestasi belajar yang buruk (Prayudi dalam Hidayati, 2007 : 1).

Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (2002 : 1571), teliti berarti cermat ;

seksama.

Ketelitian sangat penting dalam melakukan pekerjaan. Ketelitian pada dasarnya

merupakan ketepatan dalam melakukan suatu pekerjaan. Ketelitian menunjukan

gerakan yang memerlukan pengawasan terus-menerus. Hal ini berkaitan dengan

jumlah kesalahan yang dilakukan. Ketelitian ini dapat mengukur hasil aktivitas yang

dihasilkan oleh gerakan-gerakan tubuh. Berkurangnya ketelitian dapat menurunkan

kualitas hasil kerja, bahkan dalam beberapa kasus telah menyebabkan kecelakaan

(Oborne dalam Hidayati, 2007 : 2).

Ketelitian dan kejelian sangat dibutuhkan oleh seseorang yang akan bekerja

disebuah perusahaan atau instansi, dimana ketika seseorang memiliki ketelitian dan

kejelian yang tinggi, maka ia akan dengan mudah menangkap, mencerna, dan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

14

menerjemahkan berbagai instruksi, petunjuk, perintah ditempat ia bekerja. Untuk

mengukur kecermatan dan kejelian seseorang terhadap suatu hal maka digunakanlah

tes ketelitian, dimana tes ketelitian ini merupakan salah satu komponen penting dalam

psikotes karena tes ketelitian ini sendiri bertujuan untuk menguji kecermatan atau

kejelian seseorang terhadap sesuatu hal. Tes ketelitian sendiri sudah banyak

digunakan oleh perusahaan, lembaga ataupun instansi dalam menyeleksi calon SDM

(Sarwadi, dkk. 2015 : 391).

2.1.2 Ciri-ciri Ketelitian

Adapun ciri-ciri orang yang memiliki ketelitian antara lain :

1) Menghitung problem aritmatika dengan cepat di luar kepala.

2) Menikmati penggunaan bahasa komputer atau program logika.

3) Suka menanyakan pertanyaan logis.

4) Menjelaskan masalah secara logis.

5) Merancang eksperimen untuk menguji hal-hal yang tidak dimengerti.

6) Mudah memahami sebab akibat.

7) Seseorang dengan kecerdasan matematis logis yang tinggi biasanya memiliki

ketertarikan terhadap angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan, mudah

mengerjakan matematika dalam benaknya.

8) Dia juga suka memecahkan misteri, senang menghitung, suka membuat

perkiraan, menerka jumlah (seperti menerka jumlah uang logam dalam sebuah

wadah), mudah mengingat angka-angka serta skor-skor, menikmati permainan

yang menggunakan strategi seperti catur atau games strategi, memperhatikan

antara perbuatan dan akibatnya (yang dikenal dengan sebab-akibat).

9) Senang menghabiskan waktu dengan mengerjakan kuis asah otak atau teka-teki

logika, senang menemukan cara kerja komputer, senang mengelola informasi

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

15

kedalam tabel atau grafik dan mereka mampu menggunakan komputer lebih dari

sekedar bermain games.

10) Orang yang mempunyai ketelitiannya tinggi sangat mudah membuat klasifikasi

dan kategorisasi, dalam pemikiran serta cara mereka bekerja.

11) Dalam menghadapi banyak persoalan, dia akan mencoba mengelompokkannya

sehingga mudah dilihat mana yang pokok dan mana yang tidak, mana yang

berkaitan antar satu dan yang lain, serta mana yang merupakan persoalan lepas.

12) Mereka juga dengan mudah membuat abstraksi dari suatu persoalan yang luas

dan bermacam-macam sehingga dapat melihat inti persoalan yang dihadapi

dengan jelas (Nelvin, 2016 : 22).

Pemikiran orang yang teliti adalah induktif dan deduktif. Jalan pikirannya

bernalar dan dengan mudah mengembangkan pola sebab akibat. Bila menghadapi

persoalan, ia akan lebih dahulu menganalisanya secara sistematis, baru kemudian

mengambil langkah untuk memecahkannya. Biasanya orang yang menonjol dalam

inteligensi ini dapat menjadi organisator yang baik. Peserta didik yang mempunyai

ketelitian menonjol biasanya mempunyai nilai perhitungan yang baik, jalan

pikirannya bila bicara dan memecahkan persoalan logis, pikirannya rasional. Ia suka

belajar dengan skema, bagan, dan tidak begitu suka bacaan yang panjang kalimatnya.

Ia dengan mudah mengerti isi buku bila ada skema dan bagan di dalamnya. Dengan

melihat pekerjaan peserta didik dalam hal sains, seorang guru dengan cepat dapat

mengetahui peserta didik mana yang mempunyai ketelitian lebih menonjol

dibandingkan yang lain (Nelvin, 2017 : 22).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

16

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi Ketelitian

Ketelitian dipengaruhi oleh kecepatan mata untuk melihat suatu obyek dan

memfokuskan kepada obyek yang penting. Selain itu, ketelitian juga dipengaruhi

keadaan dari korteks bagian parietal terutama area kalkarina lobus okspital yang

menerima dan menginterpretasi semua obyek yang dilihat oleh mata. (Slameto dalam

Hidayati, 2007 : 2).

Obyek yang dapat digunakan untuk mengukur ketelitian seseorang sangat

beragam meliputi bentuk, warna, angka, huruf dan kata. Akan tetapi dari semua obyek

tersebut, angka dan kata merupakan suatu hal yang paling mendasar yang dimiliki

seseorang. Angka dan kata termasuk kedalam kemampuan intelektual umum yang

merupakan elemen intelegensi yang terpenting dan setiap ndividu berbeda dalam

kuantitas yang dimilikinya. (Spearman dalam Nurfaizah, 2007).

Ketelitian umumnya memerlukan pengawasan yang terus-menerus dari mata,

sehingga pada proses ketelitian kerja yang banyak berpengaruh adalah mata sebagai

penerima berita atau obyek. Ketelitian pada manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor

di antaranya adalah konsentrasi, tingkat pendidikan, faktor persiapan, kesehatan, usia,

asupan makanan maupun obat-obatan dan kesehatan.

Salah satu faktor yang berpengaruh untuk memperbaiki ketelitian adalah

makanan. Asupan makanan yang berpengaruh pada ketelitian adalah glukosa karena

otak manusia membutuhkan 65% glukosa dari total glukosa darah agar dapat

memenuhi metabolismenya. Ketika otak dapat memenuhi metabolismenya dengan

baik, maka ketelitian dapat meningkat (Guyton dalam Hidayati, 2007:1). Selain itu

glukosa juga dapat meningkatkan serotonin yang dapat meningkatkan mood. Ketika

mood seseorang meningkat, maka ketelitian orang tersebut akan menigkat juga. Hal

ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ketika mood

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

17

seseorang buruk, maka ketelitian akan menurun (Ottaviani dalam Hidayati, 2007 : 1)

dan ketika mood baik maka ketelitian akan meningkat (Grawitch, dkk dalam Hidayati,

2007 : 2).

2.2 Motivasi intrinsik

2.2.1 Pengertian Motivasi

Istilah Motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin, yakni “Movere” yang

berarti “menggerakkan” (Winardi dalam Danarjati,dkk, 2014:28). Menurut sardiman

(Danarjati,dkk, 2014 : 28), motivasi adalah perubahan energi diri seseorang yang

ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap

adanya tujuan. Swanburg (Danarjati,dkk, 2014 : 28), mendefenisikan motivasi sebagai

konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku

tertentu dan respon intrinsik yang menampakkan perilaku manusia.

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan

atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau

keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata

lain, motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang

mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh

kesuksesan dalam kehidupan.

Menurut Gray (Winardi dalam Danarjati,dkk, 2014 : 28), motivasi merupakan

sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang

menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan

kegiatan-kegiatan tertentu.

Menurut Vroom, motivasi mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-

pilihan individu terhadap bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki.

Kemudian Jhon P. Champbell dan kawan-kawan menambahkan rincian dalam

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

18

defenisi tersebut dengan mengemukakan bahwa motivasi mencakup didalamnya arah

atau tujuan tingkah laku, kekuatan respons, dan kegigihan tingkah laku. Di samping

itu, istilah itupun mencakup sejumlah konsep seperti dorongan (drive), kebutuhan

(need), ransangan (incentive), ganjaran (reward), penguatan (reinforcement),

ketepatan tujuan (goal setting), harapan (expectancy), dan sebagainya (Purwanto,

2011 : 72).

Dari beberapa pengertian motivasi menurut para ahli yang telah dipaparkan

diatas, maka dapat disimpulkan motivasi adalah keinginan, dorongan yang timbul

pada diri seseorang baik secara sadar maupun tidak sadar untuk melakukan sesuatu

perbuatan dengan tujuan tertentu atau motivasi dapat diartikan sebagai usaha-usaha

yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak untuk

melakukan sesuatu karena ingin mendapat kepuasan atau tujuan yang dikehendaki

dengan perbuatannya itu (KBI Kontemporer, 2002 :997).

2.2.2 Jenis-jenis Motivasi

Menurut Djamarah (Danarjati,dkk 2014:34), motivasi terbagi menjadi dua jenis,

yaitu :

1. Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak

perlu di rangsang dari luar karena dari setiap diri individu sudah ada dorongan

untuk melakukan sesuatu.

2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya

perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat sesuatu

(Djamarah dalam Danarjati,dkk, 2014 : 35).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

19

2.2.3 Teori Motivasi

Beberapa teori motivasi yang akan dibahas antara lain :

1. Teori Hedonisme

Hedonisme dalam bahasa Yunani artinya kesukaan, kesenangan, atau

kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang memandang bahwa

tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan (hedone) yang

bersifat duniawi.

Menurut pandangan hedonisme, manusia pada hakikatnya adalah makhluk

yang mementingkan kehidupan yang penuh kesenangan dan kenikmatan. Oleh

karena itu, setiap menghadapi persoalan yang perlu pemecahan, manusia

cenderung lebih memilih alternatif pemecahan yang dapat mendatangkan

kesenangan daripada yang mengakibatkan kesukaran, kesulitan, penderitaan, dan

sebagainya (Purwanto, 2011 : 74)

Implikasi dari teori ini adalah adanya anggapan bahwa semua orang akan

cenderung menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan, atau yang

mengandung resiko berat, dan lebih suka melakukan sesuatu yang mendatangkan

kesenangan baginya. Misalnya, siswa disuatu kelas merasa gembira dan bertepuk

tangan mendengar pengumuman dari kepala sekolah bahwa guru matematika

mereka tidak dapat mengajar karena sakit.

2. Teori Kebutuhan

Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada

hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun

kebutuhan psikis. Banyak ahli psikologi yang telah berjasa merumuskan

kebutuhan-kebutuhan manusia ditinjau dari sudut psikologi, salah satu pakar

psikologi yaitu Maslow. Maslow mengemukakan adanya lima tingkatan kebutuhan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

20

pokok manusia. Kelima tingkatan kebutuhan pokok inilah yang kemudian

dijadikan pengertian kunci dalam mempelajari motivasi manusia. Adapun kelima

tingkatan kebutuhan pokok yang dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang bersifat primer dan vital yang

menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme manusia seperti

kebutuhan akan pangan, sandang, da papan, kesehatan fisik, dan sebagainya.

b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security)

Kebutuhan ini seperti terjamin keamanannya, terlindung dari bahaya dan

ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil, dan

sebagainya.

c. Kebutuhan sosial (social needs)

Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi,

diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, dan kerjasama.

d. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs)

Kebutuhan ini mencakup kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan,

kedudukan atau status, pangkat, dan sebagainya.

e. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization)

Kebutuhan ini seperti kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki,

pengembangan diri secara maksimum, kreativitas, dan ekspresi diri (Purwanto,

2011 : 77).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

21

2.2.4 Fungsi Motivasi

Menurut Notoatmodjo (Danarjati,dkk, 2014 : 38), motivasi memiliki tiga fungsi

yaitu :

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang

melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap

kegiatan yang akan dikerjakan.

2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan

demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan

sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus

dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-

perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Pilihan perbuatan yang

sudah ditentukan atau dikerjakan akan memberikan kepercayaan diri yang tinggi

karena sudah melakukan proses penyelesaian.

2.2.5 Pengertian Motivasi Intrinsik

Suwatno (jurnal “Pengaruh Motivasi intrinsik dan lingkungan kerja terhadap

kinerja karyawan pada PT Intimas Lestari Nusantara”) menyatakan motivasi intrinsik

adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari

luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

Husani Usman (jurnal “Pengaruh Motivasi intrinsik dan lingkungan kerja terhadap

kinerja karyawan pada PT Intimas Lestari Nusantara”) mendefenisikan motivasi

intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

22

Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang datangnya secara alamiah atau murni dari

diri peserta didik itu sendiri sebagai wujud adanya kesadaran diri (self awareness) dari

lubuk hati yang paling dalam. (Hanafiah Nanang dan cucu Suhana 2009 : 26).

Menurut Singgih (2008 : 50), motivasi intrinsik merupakan dorongan yang kuat

berasal dari dalam diri seseorang. John W. Santrock (2003 : 476) mengatakan

motivasi intrinsik adalah keinginan dari dalam diri seseorang untuk menjadi kompeten

dan melakukan sesuatu demi usaha itu sendiri.

Menurut Djamarah (Danarjati,dkk, 2014 : 34), Motivasi intrinsik adalah motif-

motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu di rangsang dari luar karena

dari setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan motivasi intrinsik adalah

motivasi yang kuat berasal dari dalam diri individu tanpa adanya pengaruh dari luar

yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Semakin kuat motivasi

intrinsik yang dimiliki, semakin memperlihatkan tingkah laku yang kuat untuk

mencapai tujuan (Singgih, 2008 :50).

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik

Menurut Taufik (Danarjati,dkk, 2014 : 35), faktor-faktor yang mempengaruhi

motivasi intrinsik yaitu :

1. Kebutuhan (need)

Seseorang melakukan aktivitas/kegiatan karena adanya faktor-faktor kebutuhan

baik biologis maupun psikologis.

2. Harapan (Expectancy)

Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan keberhasilan

bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat dan

menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

23

3. Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa ada

yang menyuruh.

2.3 Hasil Belajar

2.3.1 Belajar

2.3.1.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar.

Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar tidak dapat

diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan hasil

belajar orang itu tidak langsung kelihatan tanpa orang itu melakukan sesuatu yang

menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar.

Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang

membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Belajar mempunyai

keuntungan, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Keuntungan bagi

individu, yaitu kemampuan untuk belajar secara terus-menerus akan memberikan

kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya dan keuntungan bagi

masyarakat antara lain belajar mempunyai peran yang penting dalam

mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi (Bell-Gredler

dalam Baharuddin-Wahyuni, 2015 :13).

Secara etimologis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah

berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Defenisi ini memiliki pengetian

bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.

Usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk

memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dimiliki

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

24

sebelumnya, sehingga dengan belajar maka manusia menjadi tahu, memahami,

mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu (Fudyartanto dalam

Baharuddin-Wahyuni, 2015 :15).

Defenisi etimologis diatas mungkin sangat singkat dan sederhana sehingga

masih diperlukan penjelasan terminologis mengenai defenisi belajar yang lebih

mendalam. Dalam hal ini, banyak ahli yang mengemukakan pengertian belajar.

Pertama, Cronbach (Baharuddin-Wahyuni, 2015 :16). Menurut Cronbach,

“learning is shown by change in behavior as result of experience”. Artinya,

Belajar yang terbaik adalah melalui pengalaman. Dengan pengalaman tersebut,

pelajar menggunakan seluruh pancainderanya. Kedua, Morgan dan kawan-kawan

(Baharuddin-Wahyuni, 2015 :16), menyatakan bahwa belajar adalah perubahan

tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman.

Pernyataan Morgan dan kawan-kawan ini senada dengan apa yang dikemukakan

para ahli yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses yang dapat

menyebabkan perubahan tingkah laku disebabkan adanya reaksi terhadap sesuatu

situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi didalam diri seseorang.

Perubahan ini tidak terjadi karena adanya warisan genetik atau respons secara

alamiah, kedewasaan, atau keadaan organisma yang bersifat temporer seperti

kelelahan, pengaruh obat-obatan, rasa takut, dan sebagainya melainkan perubahan

dalam pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi atau gabungan dari semuanya

(Soekamto dan Winataputra dalam Baharuddin-Wahyuni, 2015 :16).

Belajar sebagai proses yang kompleks, juga dikemukakan oleh Gredler

(Baharuddin-Wahyuni, 2015 :17) dalam bukunya Learning and instruction :

Teori dan aplikasi. Ia menyatakan bahwa belajar (learning) adalah proses

multisegi yang biasanya dianggap sesuatu yang biasa saja oleh individu sampai

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

25

mereka mengalami kesulitan saat menghadapi tugas yang kompleks. Akan tetapi,

kapasitas belajar ini menjadi karakteristik yang membedakan manusia dari

makhluk lainnya. Hanya manusia yang memiliki otak untuk berkembang baik

untuk digunakan melakukan tindakan yang memiliki tujuan. Diantara

kemampuan itu adalah mengidentifikasi objek, merancang tujuan, menyusun

rencana, mengorganisasikan sumber daya, dan memonitor konsekuensi.

Dari berbagai defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu

kegiatan atau usaha untuk mencapai tujuan tertentu, dimana belajar sendiri

merupakan sebuah aktivitas mental/psikis untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan

lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

2.3.1.2 Ciri-Ciri Belajar

Dari beberapa defenisi para ahli diatas, dapat disimpulkan adanya beberapa

ciri belajar, yaitu sebagai berikut (Baharuddin-Wahyuni, 2015 :18):

1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior).

Artinya bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu

adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak

terampil menjadi terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita

tidak akan mengetahui ada tidaknya hasil belajar.

2. Perubahan perilaku relatif permanent. Artinya bahwa perubahan tingkah laku

yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-

berubah, tetapi perubahan tingkah laku tersebut tidak akan terpancung seumur

hidup.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

26

3. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses

belajar sedang berlangsung, sebab perubahan perilaku tersebut bersifat

potensial.

4. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.

5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang

memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah

tingkah laku.

2.3.1.3 Tujuan Belajar

Menurut Suprijono (Thobroni, 2016 :20), tujuan belajar yang eksplisit

diusahakan untuk mencapai dengan tindakan instruksional yang dinamakan

instructional effects, yang biasanya berbentuk pengetahuan dan ketrampilan.

Sedangkan, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar

instruksional disebut nurturant effects. Bentuknya berupa kemampuan berpikir

kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan

sebagainya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik

“menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu.

2.3.2 Hasil Belajar

2.3.2.1 Pengertian hasil belajar

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang

membentuknya yaitu “hasil” dan “belajar”. Hasil adalah suatu perolehan akibat

dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input

secara fungsional (Purwanto,2013:44). Sedangkan belajar adalah perubahan

tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan

individu dan individu dengan lingkungannya. (Aunuhrrahman, 2011:35).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

27

Menurut Winkel (dalam Purwanto, 2011:45), hasil belajar adalah perubahan

yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.

Soedijarto mendefenisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang

dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan

pendidikan yang ditetapkan (Soedijarto, 1993:49).

Hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan

perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang

diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan

pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek

kognitif, afektif maupun psikomotorik (Purwanto, 2013:46).

Gagne menyimpulkan ada lima macam hasil belajar yaitu (Thobroni, 2016

: 20):

1. Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk

bahasa, baik lisan maupun tertulis.

2. Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

lambang. Ketrampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas

kognitif bersifat khas.

3. Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam

memecahkan masalah.

4. Ketrampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani

dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian

terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai

sebagai standar perilaku.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

28

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan

perilaku secara keseluruhan, bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan

saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasikan oleh para pakar

pendidikan sebagaimana disebutkan diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau

terpisah tetapi secara komprehensif (Thobroni, 2016 :20).

2.3.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas

dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut

saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan

kualitas hasil belajar siswa (Baharuddin-Wahyuni, 2015 :23).

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari diri individu dan

dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor tersebut meliputi

faktor fisiologis dan psikologis.

a. Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan

kondisi fisik individu. Secara umum, kondisi fisiologis seperti kesehatan

yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan

cacat jasmani, dan sebagainya. Semuanya akan membantu dalam proses dan

hasil belajar. Misalnya, siswa yang kekurangan gizi ternyata kemampuan

belajarnya berada dibawah siswa-siswa yang tidak kekurangan gizi sebab

mereka yang kekurangan gizi pada umumnya cenderung cepat lelah dan

capek, cepat ngantuk dan akhirnya tidak mudah dalam menerima pelajaran.

Demikian juga kondisi saraf pengontrol kesadaran dapat berpengaruh

pada proses dan hasil belajar. Misalnya, seseorang yang minum minuman

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

29

keras akan kesulitan untuk melakukan proses belajar karena syaraf

pengontrol kesadarannya terganggu. Bahkan perubahan tingkah laku akibat

pengaruh minuman keras tersebut, tidak bisa dikatakan perubahan tingkah

laku hasil belajar.

Disamping kondisi-kondisi diatas, perlu diperhatikan juga kondisi

pancaindera. Aminuddin Rasyad (Munadi, 2010 :26) mengatakan bahwa

pancaindera merupakan pintu gerbang ilmu pengetahuan. Artinya, kondisi

pancaindera tersebut akan memberikan pengaruh pada proses dan hasil

belajar (Munadi, 2010 :24).

b. Faktor Psikologis

Faktor kedua dari faktor internal adalah faktor psikologis. Setiap

manusia atau anak didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang

berbeda-beda. Adapun beberapa faktor psikologis yang dapat diuraikan

diantaranya meliputi intelegensi, perhatian, minat dan bakat, motif dan

motivasi, serta kognitif dan daya nalar (Munadi, 2010 :26).

1) Intelegensi

C.P. Chaplin (Munadi, 2010 : 26) mengartikan intelegensi sebagai :

a) Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi

baru secara cepat dan efektif.

b) Kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif.

c) Kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat

sekali.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

30

Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Proses belajar mmerupakan proses yang kompleks, maka aspek

intelegensi ini tidak dapat menjamin hasil belajar seseorang karena

intelegensi hanya sebuah potensi. Artinya, seseorang yang memiliki

intelegensi tinggi mempunyai peluang besar untuk memperoleh hasil

belajar yang lebih baik.

2) Perhatian

Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa semata-mata

tertuju kepada suatu obyek ataupun sekumpulan obyek (Slameto dalam

Munadi, 2010 : 27). Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik,

maka siswa harus dihadapkan pada obyek-obyek yang dapat menarik

perhatian siswa, sebab jika tidak maka perhatian siswa tidak akan

terarah atau fokus pada obyek yang sedang dipelajarinya.

3) Minat dan bakat

Hilgard (Slameto dalam Munadi, 2010 : 27) mengartikan minat

sebagai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan

mengenang beberapa kegiatan.

Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini baru akan

terealisasi menjadi kecakapan yang nyata setelah melalui belajar dan

berlatih. Seseorang biasanya memiliki kecenderungan yang tetap untuk

memperhatikan bakatnya. Oleh karena itu, beruntung sekali bagi

seseorang yang menyadari bahwa dirinya memiliki bakat dibidang-

bidang tertentu, karena ia akan terus mengembangkannya melalui

latihan dan belajar.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

31

4) Motif dan motivasi

Kata motif sering digunakan untuk menunjukkan tindakan atau

aktivitas seseorang, contohnya, apa motif anak itu pergi ke sekolah?

atau mengapa seorang siswa mengerjakan pekerjaan rumahnya?, dan

seterusnya. Kata Motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu (Sardiman dalam Munadi, 2010 :

27).

Menurut Aminuddin Rasyad (Munadi, 2010 :28), dalam setiap diri

manusia pada umumnya mempunyai dua macam motif atau dorongan,

yaitu motif yang sudah ada di dalam diri yang sewaktu-waktu akan

muncul tanpa ada pengaruh dari luar, disebut intrinsic motive. Bila

motif dalam diri ini baik dan berfungsi pada setiap diri siswa, maka

tingkah laku belajarnya tidak menampakkan diri dalam bentuk aktif

serta kreatif dan apabila motif intrinsiknya kurang berfungsi maka

tingkah laku belajarnya tidak menampakkan keaktifan dan kreatif yang

berarti.

5) Kognitif dan daya nalar

Pembahasan mengenai hal ini meliputi tiga hal, yaitu:

a. Persepsi

Persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul

dalam lingkungannya. Penginderaan itu dipengaruhi oleh

pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan. Kemampuan mempersepsi

antara siswa yang satu dengan siswa yang lain tidak sama meskipun

mereka sama-sama disekolah yang sama, bahkan kelas yang sama.

Ini ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman belajar itu sendiri,

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

32

dimana pengetahuan dan pengelaman akan memperkaya benaknya

dengan perbendaharaan untuk memperkuat daya persepsinya.

Semakin sering ia melibatkan diri dalam berbagai aktivitas, maka

akan semakin kuat daya persepsinya.

b. Mengingat

Mengingat adalah suatu aktivitas koognitif, dimana orang

menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau atau

berdasarkan kesan-kesan yang diperoleh melalui pengalamannya

dimasa lampau.

c. Berpikir

Menurut Jalaluddin Rachmat (1985 : 86) dibagi dua macam,

yaitu berpikir autistik (contohnya : melamun ; fantasi, menghayal)

dan berpikir realistik disebut juga nalar, yaitu berpikir dalam rangka

menyesuaikan diri dengan dunia nyata.

2. Faktor Eksternal

Selain faktor-faktor internal, faktor-faktor eksternal juga dapat

mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Faktor lingkungan

Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar.

Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula

berupa lingkungan sosial.

Lingkungan sosial baik yang berwujud manusia maupun hal-hal lainnya

juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Seringkali guru dan para

siswa yang sedang belajar didalam kelas merasa tergganggu oleh obrolan-

obrolan orang-orang yang berada diluar persis di depan kelas tersebut,

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

33

apalagi obrolan itu diiringi dengan gelak tawa yang keras dan teriakan.

Hiruk pikuk lingkungan sosial seperti suara mesin pabrik, lalu lintas

gemuruhnya pasar, dan lain-lain juga akan berpengaruh pada hasil belajar.

Oleh sebab itu, sekolah sebaiknya didirikan dalam lingkungan yang

kondusif untuk belajar.

b. Faktor instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan

penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.

Faktor-faktor instrumental ini dapat berupa kurikulum, sarana dan

fasilitas, dan guru. Berbicara kurikulum berarti bicara komponennya, yaitu

tujuan, bahan atau program, proses belajar mengajar, dan evaluasi. Kiranya

jelas faktor-faktor ini besar pengaruhnya pada proses dan hasil belajar.

Misalnya, dilihat dari sisi tujuan kurikulum dimana setiap tujuan kurikulum

merupakan pernyataan keinginan tentang hasil pendidikan. Oleh karena itu,

setiap ada perubahan tujuan kurikulum maka bisa dipastikan ada perubahan

keinginan. Bisa dipastikan juga bahwa perubahan tujuan itu akan mengubah

program atau bahan (mata pelajaran) yang akan diberikan bahkan mungkin

dengan ruang lingkupnya masing-masing dan juga pada aspek-aspek

lainnya, termasuk pada aspek sarana dan fasilitas. Demikian itu akan

berdampak pula pada kompetensi yang harus dimiliki para guru (Munadi,

2010 :33).

2.3.2.3 Indikator hasil belajar

Ketuntasan hasil belajar siswa diukur dengan tes hasil belajar. Acuan

kriteria ketuntasan yang digunakan adalah ketuntasan Depdiknas yang berlaku

bagi SMP dan SMA. Suatu indikator hasil belajar dikatakan tuntas apabila

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

34

proporsi P ≥ 0,75, sedangkan Tes Hasil Belajar dikatakan tuntas apabila proporsi

memenuhi kriteria ≥ 0,75, sedangkan kelas dikatakan tuntas bila 80% dari seluruh

siswa dalam kelas mencapai ≥ 0,75 (Domingga, 2017: 41).

2.3.2.4 Ketuntasan Hasil Belajar

Untuk menentukan ketuntasan belajar siswa (individual) dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan

(Trianto, 2010:241). Menurut Trianto (2010:241), penentuan ketuntasan belajar

ditentukan sendiri oleh masing-masing sekolah yang dikenal dengan istilah

Kriteria Ketuntasan Minimal, dengan berpedoman pada tiga pertimbangan, yaitu

kemampuan setiap peserta didik berbeda-beda; fasilitas (sarana) setiap sekolah

berbeda; dan daya dukung setiap sekolah berbeda.

2.4 Hubungan dan Pengaruh Ketelitian dan Motivasi Intrinsik terhadap Hasil Belajar

Ketelitian merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan seseorang untuk

melakukan pekerjaannya. Ketelitian berkaitan dengan kecermatan mengenai sesuatu.

Apabila seseorang tidak memiliki ketelitian yang baik, maka akan membuat orang

tersebut susah untuk melakukan hal-hal yang membutuhkan konsentrasi dan ketelitian

yang tinggi. Peserta didik adalah individu yang memiliki keunikan berbeda satu sama

lain dan tidak satu pun memiliki ciri-ciri persis sama meskipun mereka itu kembar.

Peserta didik yang telah memahami kekuatan dirinya akan lebih cenderung memiliki

dorongan dan minat untuk belajar secara lebih sungguh-sungguh sehingga dapat

mencapai hasil belajar yang memuaskan (Aunurrahman, 2016:134).

Di samping ketelitian, Motivasi intrinsik juga merupakan salah satu faktor internal

yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang

kuat berasal dari dalam diri individu tanpa adanya pengaruh dari luar yang mendorong

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

35

seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Semakin kuat motivasi intrinsik yang

dimiliki, maka akan semakin memperlihatkan tingkah laku yang kuat untuk mencapai

tujuan (Singgih, 2008 :50).

Motivasi intrinsik sangat diperlukan dalam memahami suatu konsep materi,

dimana motivasi intrinsik timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan atau

dorongan orang lain melainkan atas dasar kemauan sendiri sehingga akan berdampak

positif jika siswa memiliki motivasi intrinsik yang kuat, sehingga diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajarnya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Vreedy Frans Danar tentang hubungan antara motivasi belajar intrinsik dan ekstrinsik

siswa dengan prestasi belajar siswa, dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan

adanya hubungan positif yang signifikan antar motivasi belajar intrinsik siswa dengan

prestasi belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, ketelitian dan Motivasi intrinsik merupakan faktor

penting yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk meningkatkan hasil belajar agar

menjadi lebih baik. Jika anak memiliki ketelitian dan Motivasi Intrinsik yang baik maka

hasil belajarnya akan baik pula. Hal tersebut dilihat dari hubungan serta pengaruh

keduanya dengan hasil belajar. Masing-masing aspek dapat meningkatkan hasil belajar

peserta didik.

2.5 Pendekatan Discovery Learning

2.5.1 Pengertian Discovery Learning

Penemuan (Discovery) merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan

berdasarkan pandangan konstruktivisme. Pendekatan Discovery Learning lebih

menekankan pada pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu

disiplin ilmu melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

36

(Hosnan, 2016 : 280). Jerome Bruner juga berpendapat bahwa Discovery Learning

merupakan metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan

menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis. Yang menjadikan dasar ide J.

Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif

dalam belajar dikelas. Bruner menggunakan strategi yang disebutnya Discovery

Learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk

akhir (Dalyono dalam Hosnan, 2016 : 281). Strategi Discovery Learning adalah

memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai

pada suatu kesimpulan (Budiningsih dalam Hosnan, 2016 : 281). Penemuan konsep

terjadi bila konsep tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan dengan

model Discovery Learning siswa mampu mengorganisasi sendiri konsep yang

diterimanya. Discovery sendiri dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran,

prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitif process, sedangkan

discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles

in the mind (Malik dalam Hosnan 2016 : 281).

Selain Hosnan dan Bruner, Wilcox juga berpendapat bahwa dalam pembelajaran

dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan

aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong

siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan

mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri (Slavin dalam Hosnan,

2016 : 281). Selanjutnya Bell (1978) mengatakan bahwa belajar penemuan adalah

belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan

mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan informasi baru.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

Discovery Learning adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

37

cara belajar siswa agar aktif untuk menemukan sendiri, menyelidiki sendiri sehingga

hasil yang diperoleh tidak akan mudah dilupakan siswa dan siswa juga dilatih belajar

berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi dan guru

memotivasi siswa agar memiliki pengalaman dan melakukan eksperimen dengan

memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri

mereka sendiri (Hosnan, 2016 : 281).

2.5.2 Karakteristik pendekatan Discovery Learning

Ciri utama dari Discovery Learning, yaitu :

1. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan

dan menggeneralisasi pengetahuan.

2. Berpusat pada siswa.

3. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah

ada (Hosnan, 2016 : 284).

Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori

konstruktivisme, yaitu sebagai berikut :

1. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.

2. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.

3. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil.

4. Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.

5. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.

6. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.

7. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.

8. Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

38

9. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses

pembelajaran; seperti predeksi, inferensi, kreasi, dan analisis.

10. Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar.

11. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa

lain dan guru.

12. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.

13. Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.

14. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.

15. Memberikan ksempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan

pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata (Hosnan, 2016 : 284).

Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut, penerapannya dalam

kelas yaitu sebagai berikut :

1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar.

2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa

waktu kepada siswa untuk merespons.

3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.

4. Siswa terlibat secara aktif dalam bidang atau diskusi dengan guru atau siswa

lainnya.

5. Siswa terlibat dalam pengetahuan yang mendorong dan menantang terjadinya

diskusi.

6. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi

interaktif (Hosnan, 2016 : 285).

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

39

2.5.3 Teori yang melandasi pembelajaran Discovery Learning

Adapun teori-teori yang melandasi pembelajaran Discovery Learning, yaitu :

1. Teori Konstruktivisme

Teori ini merupakan dasar teori pendekatan Discovery Learning, dimana

dalam teori ini dikatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-

aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi disesuaikan.

Adapun bagi siswa, agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan

pengetahuan, harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu

untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Dalam teori kontruktivisme, satu prinsip paling penting dalam psikologi

pendidikan adalah guru tidak hanya sekedar memberi pengetahuan kepada siswa

tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya (Trianto,

2007 : 13).

2. Teori Piaget

Teori perkembangan piaget mewakili kontruktivisme, dimana pada teori ini

memandang bahwa perkembangan kognitif sebagai suatu proses yang mana anak

secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui

pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka (Trianto, 2007 : 14).

Menurut piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru

dilahirkan sampai menginjak usia dewasa akan mengalami empat tingkat

perkembangan kognitif, antara lain : sensori motor (usia 0-2 tahun), pra-

operasional (usia 2-7 tahun), operasional konkrit (usia 7-11 tahun), operasional

formal (usia 11-dewasa). Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada

sebagian besar anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

40

lingkungannya. Penggunaan operasional formal bergantung pada keakraban

dengan subyek tertentu. Apabila siswa akrab dengan suatu subyek tertentu, maka

kemungkinan besar menggunakan operasional formal (Trianto, 2007 : 16).

Perkembangan kognitif bukan merupakan akumulasi dari kepingan informasi

terpisah, tetapi lebih merupakan pengkonstruksian oleh siswa tentang suatu

kerangka mental untuk memahami lingkungan mereka.

Teori ini mendukung teori belajar Discovery, dikarenakan dalam tahap

perkembangan anak akan memperoleh informasi baru dari pengalaman dan

lingkungan tempat ia berada.

3. Teori John Dewey

Menurut Dewey, metode reflektif dalam memecahkan masalah, yaitu suatu

proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir kearah kesimpulan-

kesimpulan yang defenitif menurut langkah-langkah yang mirip penelitian ilmiah

(Trianto, 2007 : 18). Langkah-langkah penelitian ilmiah inilah yang menjadi

dasar penemuan suatu informasi baru. Adapun langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut :

a. Siswa mengenali masalah. Masalah tersebut datang dari luar diri siswa.

b. Siswa akan menyelidiki dan menganalisa kesulitannya dan menentukan

masalah yang dihadapinya.

c. Menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu satu sama lain dan

mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut.

d. Menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-

masing.

e. Mencoba mempraktekan salah satu kemungkinan pemecahan yang

dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul atau tidak

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

41

pemecahan masalah itu. Jika pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat,

maka akan dicobanya kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan

masalah yang tepat (Trianto, 2007 : 18).

4. Teori Brunner

Brunner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian

pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberi hasil yang

paling baik.

Brunner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara

aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk

memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang

mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri (Trianto, 2007 :

26).

Teori ini sangat berpengaruh dan dianggap sebagai teori pendekatan

instruksional kognitif dan pendekatan ini dikenal dengan belajar penemuan

(Discovery Learning).

5. Teori Vygostsky

Menurut vygostsky, proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja

menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas tersebut masih berada

dalam jangkauan mereka (Trianto, 2007 : 26). Teori ini menjadi salah satu dasar

teori pendekatan Discovery Learning karena menurut teori ini, setiap masalah

yang dihadapi anak harus bekerja mencari informasi dalam menyelesaikan atau

memecahkan masalah tersebut. Penemuan informasi dalam memecahkan masalah

tersebut akan menjadi pembelajaran bagi anak dalam proses pemecahan masalah

dan penarikan kesimpulan.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

42

Sumbangan paling penting dari teori vygostsky adalah penekanan pada

hakikatnya sosiokultural dari pembelajaran. Menurut vygostsky, siswa memiliki

dua tingkat perkembangan, yaitu :

a. Tingkat perkembangan aktual

Tingkat perkembangan ini berhubungan dengan pemfungsian intelektual

individu saat ini dan kemampuan untuk belajar sesuatu yang khusus atas

kemampuannya sendiri.

b. Tingkat perkembangan potensial

Tingkat perkembangan ini berhubungan dengan pemfungsian tingkat seorang

individu untuk mencapai tingkat tertentu dengan bantuan orang lain, seperti

guru, orang tua, atau teman sejawat yang kemampuannya lebih tinggi (Trianto,

2010 : 38).

2.5.4 Tujuan Pembelajaran Discovery Learning

Bell (Hosnan, 2016 : 284) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari

pembelajaran dengan Discovery (penemuan), yaitu sebagai berikut:

1. Dalam Discovery, siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam

pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak siswa dalam

pembelajaran meningkat ketika discovery digunakan.

2. Melalui pembelajaran dengan discovery, siswa belajar menemukan pola dalam

situasi konkrit maupun abstrak serta siswa banyak meramalkan informasi tambahan

yang diberikan.

3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan

menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam

menemukan.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

43

4. Pembelajaran dengan discovery, membantu siswa membentuk cara kerja bersama

yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide

orang lain.

5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa ketrampilan-ketrampilan,

konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui discovery lebih

bermakna.

6. Ketrampilan yang dipelajari dalam situasi belajar discovery dalam beberapa kasus,

lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan di aplikasikan dalam situasi belajar

yang baru (Hosnan, 2016 : 284).

2.5.5 Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam proses Pembelajaran

Langkah-langkah dalam mengaplikasikan pendekatan Discovery Learning di

kelas, yaitu sebagai berikut :

1. Perencanaan

a. Menentukan tujuan pembelajaran.

b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (Kemampuan awal, minat, gaya

belajar, dan sebagainya).

c. Memilih materi pelajaran.

d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari

contoh-contoh generalisasi).

e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,

tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang

konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

44

2. Pelaksanaan

Menurut Syah (Hosnan, 2016 : 289), dalam mengaplikasikan metode Discovery

Learning dikelas. Ada beberapa prosedur/ langkah-langkah yang harus

dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum, yaitu :

a. Stimulation (Stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang

menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi

generalisasi agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu,

guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran

membaca buku dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan

pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan

kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa

dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini, Bruner memberikan stimulation

dengan menggunakan teknik bertanya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang

mendorong eksplorasi. Dengan demikian, seorang guru harus menguasai teknik-

teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa

untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

b. Problem Statement (Pernyataan atau Identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulation, langkah selanjutnya adalah guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak

mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,

kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis

(jawaban sementara atas pertanyaan masalah). Sedangkan menurut

permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

45

pertanyaan atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban

sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang mereka

hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka

terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

c. Data Collection (pengumpulan data)

Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan kepada para

siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk

menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan

demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)

berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,

wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.

Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan

sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi. Dengan

demikian, secara tidak sengaja siswa menghubungkan masalah dengan

pengetahuan yang telah dimiliki.

d. Data Processing (Pengolahan data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang

telah diperoleh para siswa, baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya

lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan

sebagainya kemudian semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi,

bahkan bila perlu di hitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat

kepercayaan tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean

(coding)/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

46

generalisasi. Dari generalisasi tersebut, siswa akan mendapatkan pengetahuan

baru tentang alternatif jawaban / penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian

secara logis.

e. Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan sebelumnya

dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.

Verification menurut Bruner bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan

baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh

yang ia jumpai dalam kehidupannya sehari-hari. Berdasarkan hasil pengolahan

dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah

dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek apakah terjawab atau tidak dan

apakah terbukti atau tidak.

f. Generalization (Generalisasi / menarik kesimpulan)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah

kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua

kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Berdasarkan hasil verifikasi, maka dapat dirumuskan prinsip-prinsip yang

mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan, siswa harus

memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan

pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas, yang mendasari

pengalaman seseorang serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari

pengalaman-pengalaman seseorang serta pentingnya proses pengaturan dan

generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

47

2.5.6 Kelebihan dan kekurangan pendekatam Discovery Learning

2.5.6.1 Kelebihan pendekatan Discovery Learning

Berikut adalah beberapa kelebihan dari model pembelajaran Discovery

Learning, yaitu :

1. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan ketrampilan-

ketrampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci

dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

2. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah

(problem solving).

3. Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh

karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

4. Strategi ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan

sesuai dengan kecepatannya sendiri.

5. Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan

melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

6. Strategi ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya,

karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

7. Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif

mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan guru pun dapat bertindak sebagai

peserta didik dan sebagai peneliti didalam situasi diskusi.

8. Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena

mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

9. Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik

10. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer pada situasi proses

belajar yang baru.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

48

11. Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

12. Mendorong peserta didik berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

13. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.

14. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang

15. Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa

menyelidiki dan berhasil.

16. Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada

pembentukan manusia seutuhnya.

17. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.

18. Menimbulkan rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin

melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat.

19. Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks.

20. Dapat meningkatkan motivasi.

21. Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik.

22. Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis

sumber belajar.

23. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

24. Melatih siswa belajar mandiri.

25. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, sebab ia berpikir dan

menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir (Hosnan, 2016 :

288).

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

49

2.5.6.2 Kekurangan pendekatan Discovery Learning

Pendekatan ini, selain memiliki banyak kelebihan ada juga kekurangannya,

yaitu sebagai berikut :

1. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahpahaman antara

guru dengan siswa.

2. Menyita banyak waktu. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang

umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan

pembimbing siswa dalam belajar. Untuk seorang guru, ini bukan pekerjaan

yang mudah sehingga guru memerlukan waktu yang banyak dan seringkali

guru merasa belum puas kalau tidak banyak memberi motivasi dan

membimbing siswa belajar dengan baik.

3. Menyita pekerjaan guru.

4. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.

5. Tidak berlaku untuk semua topik.

6. Berkenaan dengan waktu, strategi discovery learning membutuhkan waktu

yang lebih lama daripada ekspositori.

7. Kemampuan berpikir rasional siswa ada yang masih terbatas.

8. Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektivitas, terlalu cepat pada suatu

kesimpulan.

9. Faktor kebudayaan atau kebiasaan yang masih menggunakan pola

pembelajaran lama.

10.Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan,

beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

50

11.Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya, topik-

topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model

penemuan (Hosnan, 2016 : 288).

2.6 Kompetensi Guru

Proporsi antara pengetahuan, sikap, dan ketrampilan sangat tergantung pada jenis

pekerjaan. Misalnya, seorang tukang kayu memerlukan porsi ketrampilan fisik lebih

besar daripada pengetahuan dan sikap. Kemudian seorang dokter bedah memerlukan

porsi pengetahuan, ketrampilan dan sikap secara seimbang, lalu seorang pekerja sosial

memerlukan porsi sikap lebih besar daripada pengetahuan dan ketrampilan sebagai

kompetensi (Sagala, 2013 : 29).

Bertolak dari gambaran singkat diatas, para ahli memberikan defenisi yang variatif

terhadap pengertian Kompetensi, terlebih khusus pada topik bahasan ini adalah mengenai

kompetensi guru, dimana kompetensi guru ini dinilai oleh berbagai kalangan sebagai

gambaran profesional atau tidaknya tenaga pendidik (guru), bahkan kompetensi guru

memiliki pengaruh terhadap keberhasilan yang dicapai peserta didik (Janawi, 2012 : 29).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012 : 29), kata “ kompetensi” diartikan

sebagai “cakap atau kemampuan”.

Menurut W. Robert Houston, dikatakan bahwa competence ordinarily is defined as

adequacy for a task or as possession of require knowledge, skill and abilities.

Kompetensi dirumuskan sebagai suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan,

ketrampilan dan kemampuan yang di tuntut oleh jabatan seseorang (Roestiyah dalam

Janawi, 2012 : 29). Artinya bahwa dalam diri manusia ada suatu potensi tertentu yang

dikembangkan dan dapat dijadikan sebagai motivator, yakni kekuatan dari dalam diri

individu tersebut. Pengertian diatas lebih ditekankan pada tugas guru dalam mendidik.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

51

Kemudian Nana Sudjana memahami kompetensi sebagai suatu kemampuan yang

disyaratkan untuk memangku profesi (Sudjana dalam Janawi, 2012 : 29). Senada dengan

Nana Sudjana, Sardiman mengartikan kompetensi adalah kemampuan dasar yang harus

dimiliki oleh seseorang berkenaan dengan tugasnya (Sardiman dalam Janawi, 2012 : 29).

Kedua defenisi tersebut menjelaskan bahwa kompetensi adalah kemampuan dasar yang

harus dimiliki oleh seseorang, dalam hal ini oleh guru. Kompetensi mutlak dimiliki oleh

seorang guru sebagai suatu kemampuan dasar , keahlian dan ketrampilan dalam proses

belajar mengajar.

Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 1 ayat 10

dinyatakan secara tegas bahwa “ kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,

ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau

dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan “. Wujud profesional atau tidaknya

tenaga pendidik diwujudkan dengan sertifikat pendidik. Dalam pasal 1 ayat 12

ditegaskan “ sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan

kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional” (Janawi, 2012 : 31). Kompetensi

yang dimaksudkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah

berkenaan dengan kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi

kepribadian dan kompetensi sosial, (Janawi, 2012 : 46). Keempat kompetensi tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi Pedagogik berkaitan langsung dengan penguasaan disiplin ilmu

pendidikan dan ilmu lain yang berkaitan dengan tugasnya sebagai guru. Oleh karena

itu, seorang calon guru (pendidik) harus memiliki latar belakang pendidikan keguruan

yang relevan dengan bidang keilmuwannya. Secara teknis, kompetensi pedagogik ini

meliputi :

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

52

a) Menguasai karakteristik peserta didik.

b) Menguasai teori dan prinsip-prinsip pembelajaran.

c) Mengembangkan kurikulum dan rancangan pembelajaran.

d) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

e) Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk kepentingan

pembelajaran.

f) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik.

g) Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik.

h) Menyelenggarakan evaluasi dan penilaian proses dan hasil belajar.

i) Memanfaatkan hasil evaluasi dan penilaian untuk kepentingan pembelajaran.

j) Melakukan tindakan Reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran (Janawi,

2012 : 47).

2. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar tenaga pendidik. Ia akan

disebut profesional, jika ia mampu menguasai keahlian dan ketrampilan teoritik dan

praktek dalam proses pembelajaran. Kompetensi ini cenderung mengacu pada

kemampuan teoritik dan praktek lapangan. Secara rinci dapat dijabarkan sebagai

berikut :

a) Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang sesuai dan

mendukung bidang keahlian atau bidang studi yang diampu.

b) Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran sesuai bidang studi yang diampu.

c) Menguasai filosofi, metodologi, teknis dan fraksis penelitian dan pengembangan

ilmu yang sesuai dan mendukung bidang keahliannya.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

53

d) Mengembangkan diri dan kinerja profesionalitasnya dengan melakukan tindakan

reflektif dan penggunaan TIK.

e) Meningkatkan kinerja dan komitmen dalam pelaksanaan pengabdian kepada

masyarakat (Janawi, 2012 : 48).

3. Kompetensi Kepribadian

Kemampuan ini meliputi kemampuan personalitas, jati diri sebagai seorang

tenaga pendidik yang menjadi panutan bagi peserta didik. Kompetensi inilah yang

selalu menggambarkan prinsip, bahwasanya guru adalah sosok yang patut digugu dan

ditiru. Dengan kata lain, guru menjadi suri teladan bagi peserta didik atau guru

menjadi sumber dasar bagi peserta didik, apalagi untuk jenjang pendidikan dasar atau

taman kanak-kanak karena anak berbuat dan berperilaku cenderung mengikuti apa

yang dilihat dan didengarnya. Secara khusus, kemampuan ini dapat dijabarkan

sebagai berikut :

a) Berjiwa pendidik dan bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan

kebudayaan nasional Indonesia.

b) Tampil sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi

peserta didik dan masyarakat.

c) Tampil sebagai pribadi yang mantap, dewasa, stabil dan berwibawa.

d) Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab, rasa bangga sebagai tenaga pendidik dan

rasa percaya diri (Janawi, 2012 : 49).

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan guru berinteraksi dengan peserta

didik dan orang yang ada disekitar dirinya. Modal interaksi berupa komunikasi

personal yang dapat diterima oleh peserta didik dan masyarakat yang ada disekitarnya.

Walaupun demikian, pendekatan komunikasi lebih mengarah pada proses

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

54

pembentukan masyarakat belajar (learning community). Adapun kemampuan sosial

ini dapat dirincikan sebagai berikut :

a) Bersikap inklusif dan bertindak obyektif.

b) Beradaptasi dengan lingkungan tempat bertugas dan dengan lingkungan

masyarakat.

c) Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan komunitas profesi

sendiri maupun profesi lain, secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

d) Berkomunikasi secara empatik dan santun dengan masyarakat luas.

Keempat kompetensi diatas adalah kompetensi mutlak yang harus dikuasai oleh

semua guru. Keempatnya menjadi kompetensi standar dan menjadi standar mutu guru

(pendidik) dalam bidang standar kompetensi. Guru yang memiliki kompetensi standar

dianggap mampu mengembangkan proses pembelajaran pada satuan pendidikan

(Janawi, 2012 : 50).

2.7 Titrasi Asam-Basa

2.7.1 Pengertian Titrasi Asam Basa

Titrasi merupakan salah satu aplikasi stoikiometri larutan. Pada umumnya, Titrasi

digunakan untuk penentuan konsentrasi asam atau basa. Titrasi seperti ini (yang

melibatkan reaksi asam dan basa) disebut Titrasi Asam Basa atau Asidi Alkalimetri.

Jadi, Titrasi Asam-Basa merupakan suatu metode penentuan konsentrasi kadar larutan

asam dengan zat penitrasi larutan basa atau penentuan kadar larutan basa dengan zat

penitrasi larutan asam.

Zat yang akan ditentukan, dititrasi oleh larutan yang konsentrasinya diketahui

(Larutan Baku atau larutan standar) dengan tepat, dengan disertai penambahan

indikator. Indikator adalah zat yang menunjukkan tanda perubahan pada titik akhir

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

55

titrasi. Proses ini melibatkan larutan yang konsentrasinya telah diketahui (titran),

kemudian larutan ini dikeluarkan dari buret ke dalam larutan yang akan ditentukan

konsentrasinya sampai pada titik ekivalen. Akan tetapi pada prakteknya, titik ekivalen

ini tidak dapat diamati langsung dari percobaan. Yang bisa diamati adalah titik dimana

saat warna indikator tepat berubah warna, yang disebut Titik akhir titrasi. Titik akhir

titrasi ditandai dengan perubahan warna dari larutan. Titik akhir titrasi diharapkan

mendekati titik ekivalen titrasi. Kondisi ini berlangsung saat larutan asam tepat bereaksi

dengan larutan basa.

Pendekatan antara titik akhir titrasi dengan titik ekivalen tergantung pada pH

yang ditandai perubahan warna dari larutan indikator. Jika perubahan warna indikator

terletak pada pH titik ekivalen, maka titrasi akhir titrasi akan sama dengan titik

ekivalen. Akan tetap, jika perubahan warna indikator terletak pada pH dimana zat

penitrasi sedikit berlebih maka titik akhir titrasi berbeda dengan titik ekivalen.

Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi yang tinggi, maka diusahakan titik akhir

titrasi sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Oleh karena itu, harus dipilih indikator

yang mengalami perubahan warna disekitar titik ekivalen.

1. Prinsip Titrasi Asam Basa

Titrasi asam basa adalah titrasi yang bertujuan menentukan kadar larutan asam

atau kadar larutan basa. Asam (yang sering diwakili dengan rumus umum HA) secara

umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan

larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Pada prinsipnya, dalam titrasi asam basa

melibatkan asam maupun basa sebagai titer atau titran. Kadar larutan asam ditentukan

dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titer sedikit

demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen (artinya secara stoikiometri titrant dan

titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen”. Pada saat titik

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

56

ekivalen ini, maka proses titrasi dihentikan, kemudian dicatat volume titer yang

diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume

titrant, volume dan konsentrasi titer, maka bisa dihitung kadar titrant.

2. Prosedur Titrasi Asam Basa

Titrasi asam-basa dilakukan dengan menggunakan buret. Adapun langkah-

langkah melakukan titrasi asam basa, yaitu sebagai berikut :

Langkah 1 :

Larutan yang akan diteteskan dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala).

Larutan dalam buret disebut penitrasi.

Langkah 2 :

Larutan yang akan dititrasi dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan mengukur

volumenya terlebih dahulu memakai pipet gondok.

Langkah 3:

Memberikan beberapa tetes indikator pada larutan yang dititrasi (dalam erlenmeyer)

menggunakan pipet tetes. Indikator yang dipakai adalah yang perubahan warnanya

sekitar titik ekivalen.

Langkah 4 :

Proses titrasi, yaitu larutan yang berada dalam buret diteteskan secara perlahan-lahan

melalui kran ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer digoyang-goyang sehingga larutan

penitrasi dapat larut dengan larutan yang berada dalam erlenmeyer. Penambahan

larutan penitrasi ke dalam erlenmeyer dihentikan ketika sudah terjadi perubahan warna

dalam erlenmeyer. Perubahan warna ini menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi

(titik ekivalen).

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

57

Langkah 5 :

Mencatat volume yang dibutuhkan larutan penitrasi dengan melihat volume yang

berkurang pada buret setelah dilakukan proses titrasi.

Langkah 6 :

Percobaan titrasi sebaiknya dilakukan dua atau tiga kali (duplo atau triplo) agar teliti.

Hasil rata-rata dari ketiga tersebut digunakan untuk perhitungan.

3. Cara Mengetahui Titik Ekivalen

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa.

1) Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian

membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik

tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekivalen”.

2) Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi

dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi, pada saat

inilah titrasi kita hentikan.

Pada umumnya cara kedua dipilih karena kemudahan pengamatan, tidak diperlukan

alat tambahan, dan sangat praktis.

Indikator adalah zat warna larut yang perubahan warnanya tampak jelas dalam

rentang pH yang sempit. Indikator yang baik mempunyai intensitas warna sedemikian

rupa sehingga hanya beberapa tetes larutan indikator encer yang harus ditambahkan ke

dalam larutan yang sedang diuji. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah

indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator

diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

58

Tabel 2.1

Indikator asam basa

Indikator Perubahan warna Trayek pH

Asam Basa

Lakmus Merah Biru 4,5-8,3

Metil kuning Merah Kuning 2,0-4,0

Metil jingga Merah Kuning jingga 3,1-4,4

Metil merah Merah Kuning 4,2-6,2

Bromtimol biru Kuning Biru 6,0-7,6

Fenolftalein Tidak berwarna Merah ungu 8,3-10,0

Thimolftalein Tidak berwarna Biru 9,3-10,6

4. Rumus Umum Titrasi

Pada saat titik ekivalen, maka mol ekivalen asam akan sama dengan mol ekivalen

basa, sehingga dapat ditulis :

Mol ekivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume, maka

rumus diatas dapat ditulis :

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+

pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi :

Mol ekivalen asam = mol ekivalen basa

N.V asam = N.V basa

V. M . n asam = V . M. n basa

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

59

Keterangan :

N = Normalitas

V = volume

M = Molaritas

nasam = valensi asam

nbasa = valensi basa

5. Perhitungan Titrasi Asam Basa

a. Membuat Larutan

Zat-zat kimia dalam industri atau laboratorium biasanya digunakan dalam

bentuk larutan dengan konsentrasi dan jumlah tertentu. Larutan dengan konsentrasi

dan volume tertentu dapat dibuat melalui langkah-langkah berikut :

1) Melarutkan zat padat

Untuk membuat larutan dengan konsentrasi dan volume tertentu, berikut

adalah langkah-langkahnya :

a) Terlebih dahulu harus menetapkan kemolaran dan volume larutan yang

diinginkan.

b) Menghitung massa zat yang diperlukan dan menimbang dengan tepat

menggunakan persamaan : M =

c) Melarutkan zat yang ditimbang tersebut dengan air dalam sebuah labu ukur.

d) Menambahkan air sampai volume yang diinginkan.

2) Mengencerkan larutan pekat

Beberapa pereaksi yang sering digunakan dalam industri dan laboratorium

kimia dapat dibuat tanpa mengikuti langkah-langkah pada pembuatan larutan

NaOH. Pereaksi-pereaksi, seperti asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3), dan

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

60

asam klorida (HCl) tersedia dalam bentuk larutan pekat. Cara memperoleh larutan

yang diinginkan adalah dengan mengencerkan larutan pekatnya.

Pengenceran larutan pekat dapat dilakukan dengan cara menambahkan zat

pelarut sehingga volume larutan menjadi besar dan kemolaran menjadi lebih kecil.

Jumlah mol zat terlarut dalam proses pengenceran tidak berubah.

Perhitungan yang digunakan dalam proses pengenceran dapat dirumuskan

sebagai berikut :

n1 = n2 atau V1 x M1 = V2 x M2

Keterangan :

n1 = Jumlah mol zat sebelum diencerkan

n2 = Jumlah mol zat setelah diencerkan

V1 = Volume larutan sebelum diencerkan atau volume larutan pekat yang dipipet

V2 = Volume larutan setelah diencerkan

M1 = Kemolaran larutan sebelum diencerkan

M2 = Kemolaran larutan setelah diencerkan

b. Cara menghitung konsentrasi

Untuk mengetahui cara menentukan konsentrasi larutan yang dititrasi, terlebih

dahulu harus menentukan titik ekivalen.

Pada titik ekivalen, ion H+ dari asam akan tepat bereaksi dengan ion OH- dari

basa menghasilkan molekul air. Perhatikan reaksi antara HCl dan NaOH berikut :

HCl (Aq) + NaOH (Aq) → NaCl (Aq) + H2O (l)

Reaksi antara HCl dan NaOH merupakan salah satu jenis reaksi penetralan yang

paling sederhana. Dalam reaksi tersebut, 1 mol NaOH = 1 mol HCl sehingga untuk

bereaksi sempurna diperlukan NaOH dan HCl dengan jumlah mol yang sama. Apabila

diganti dengan Ba(OH)2, maka persamaan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

61

2HCl (Aq) + Ba(OH)2 (Aq) → BaCl2 (Aq) + 2H2O (l)

Karena 1 mol Ba(OH)2 = 2 mol HCl, maka diperlukan dua kali jumlah HCl untuk

menetralkan larutan basa Ba(OH)2 dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk

bereaksi dengan NaOH yang konsentrasi dan volumenya sama. Karena pada proses

tersebut, 1 mol Ba(OH)2 menghasilkan 2 mol OH-.

c. Pencampuran dua larutan yang berbeda konsentrasinya

Prinsip pencampuran dua larutan yang berbeda konsentrasinya sama dengan

pengenceran. Pada pengenceran menggunakan aquades, zat terlarut hanya berasal dari

larutan yang diencerkan, sedangkan aquades tidak mengandung zat terlarut. Adapun

pada pencampuran, baik yang diencerkan maupun yang digunakan untuk

mengencerkan, keduanya mengandung zat terlarut.

Untuk menentukan konsentrasi setelah pencampuran, yang harus diperhatikan

adalah jumlah mol dan volume. Jumlah mol setelah pencampuran terdiri atas mol yang

berasal dari zat pertama dan mol yang berasal dari zat kedua. Demikian juga dengan

volumenya. Volume pencampuran merupakan penjumlahan dari volume kedua zat

yang dicampurkan. Secara matematis, pernyataan itu dapat ditulis sebagai berikut :

n1 + n2 = nc

V1 x M1 + V2 x M2 = Vc x Mc

Mc =

2.7.2 Perubahan pH pada titrasi asam basa (kurva titrasi)

1. Jenis-jenis Titrasi Asam Basa

Kurva titrasi adalah grafik yang menyatakan perubahan pH pada penambahan asam

dengan basa (atau sebaliknya). Kurva titrasi mempermudah dalam menentukan titik

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

62

ekivalen. Karakteristik kurva titrasi ini berbeda-beda, tergantung pada jenis asam dan

basa yang direaksikan. Berikut ini akan dibahas empat jenis kurva titrasi :

a. Titrasi Asam Kuat oleh Basa Kuat (pH titik ekivalen = 7)

Titrasi asam basa melibatkan reaksi netralisasi dimana asam akan bereaksi dengan

basa dalam jumlah yang ekivalen. Titran yang dipakai dalam titrasi asam basa selalu asam

kuat atau basa kuat. Titik akhir titrasi mudah diketahui dengan membuat kurva titrasi yaitu

plot antara pH larutan sebagai fungsi dari volume titran yang ditambahkan.

Sebagai contoh titrasi asam kuat dan basa kuat adalah titrasi HCl dengan NaOH.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

HCl + NaOH →NaCl + H2O

H+ + OH- → H2O

Reaksi umum yang terjadi pada titrasi asam basa dapat ditulis sesuai dengan reaksi kedua

diatas. Ion H+ bereaksi dengan OH- membentuk H2O sehingga hasil akhir titrasi pada titik

ekivalen pH larutan adalah netral. Kurva titrasi antara 50 mL HCl 0,1 M dengan 50 mL

NaOH 0,1 M dapat ditunjukkan dengan gambar berikut ini:

Gambar 1.2Kurva Titrasi 0,1 M HCl dengan 0,1 M NaOH

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

63

Pada awal sebelum titrasi berlangsung maka dalam Erlenmeyer hanya terdapat 0,1

M HCl shingga pH larutan adalah 1. Selanjutnya setelah proses titrasi berlangsung maka

pH meningkat sedikit demi sedikit dikarenakan jumlah H+ yang semakin berkurang.

Sebagai perbandingan saja jika 90% HCl telah bereaksi dengan NaOH maka konsentrasi

H+ dalam larutan berkisar 5,3.10-3 M dan pHnya adalah 2,3, dan secara gradual pHnya

akan meningkat sampai pada saat titik ekivalen diperoleh. Pada titik ekivalen maka pH

larutan adalah sama dengan 7, dalam larutan hanya terdapat NaCl dan H2O.

Penambahan NaOH selanjutnya akan membuat pH semakin meningkat dari

konsentrasi 10-7 M untuk OH- hingga bisa mencapai 10-3 M hanya dengan penambahan 5

mL NaOH saja.

Pada kurva titrasi diatas ditunjukkan 2 penggunaan indikator yaitu metil orange

(MO) dan fenolthalein (PP). Untuk titrasi HCl dan NaOH diatas maka digunakan indikator

pp disebabkan trayek pH indikator pp adalah 8,3 – 10 dimana trayek pH ini adalah dekat

dengan pH titik ekivalen titrasi HCl-NaOH yaitu pada pH 7. Pemilihan indikator yang

baik adalah setidak-tidaknya antara -1 pH titik ekivalen sampai dengan +1 pH titik

ekivalen. Indikator lain yang bisa dipakai adalah Bromothimol biru. Jika digunakan

indikator MO maka titik akhir titrasi akan terjadi terlebih dahulu sebelum titik ekivalen

tercapai. Hal ini tentu saja akan membuat perhitungan analisa kita jauh dari akurat. Bila

yang dipergunakan sebagai titer adalah HCl maka kurva titrasinya adalah kebalikan dari

kurva titrasi HCl-NaOH diatas.

Pada titrasi asam kuat oleh basa kuat, pH larutan dapat dihitung dengan persamaan

berikut :

a. pH mula-mula

pH = - log [H+]

b. pH setelah penambahan basa sebelum titik ekivalen

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

64

[H+] =

c. titik ekivalen

pH = 7

d. setelah titik ekivalen (kelebihan basa)

[OH-] =

pOH = - log [OH-]

pH = 14 – pOH

b. Titrasi Basa Kuat oleh Asam Kuat (pH pada titik ekivalen = 7)

Untuk menentukan titik akhir titrasi pada reaksi penetralan basa kuat oleh asam kuat

digunakan indikator metil merah, misalnya pada pada titrasi KOH 0,1 M oleh HCl 0,1 M.

Pada awalnya , dalam erlenmeyer hanya berisi 50 ml larutan KOH 0,1 M dan beberapa

tetes indikator metil merah. Konsentrasi KOH adalah 0,1 M berarti pH larutan = 13.

Pada suasana basa, indikator metil merah (trayek pH= 4,2 – 6,3) bewarna kuning. Titik

ekivalen tercapai pada penambahan sedikit HCl menyebabkan menurunnya pH sehingga

indikator metil merah berubah warna menjadi merah.

Gambar 1.3

Titrasi KOH 0,1 M oleh HCl 0,1 M

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

65

Pada titrasi basa kuat oleh asam kuat, pH larutannya dapat dihitung dengan

persamaan berikut :

a. pH mula-mula

pH = - log [OH-]

b. pH setelah penambahan basa sebelum titik ekivalen

[OH-] =

pOH = - log [OH-]

pH = 14 - pOH

c. titik ekivalen

pH = 7

d. setelah titik ekivalen (kelebihan asam)

[H+] =

c. Titrasi Asam Lemah oleh Basa kuat (pH pada titik ekivalen adalah ±9)

Asam lemah yang dicontohkan disini adalah asam asetat CH3COOH (biasanya

disingkat menjadi HOAc) dan dititrasi dengan basa kuat NaOH. Reaksi yang terjadi dapat

ditulis sebagai berikut:

HOAc + NaOH → NaOAC + H2O

pH titik ekivalen pada titrasi ini adalah ±9 dan kurva titrasi antara 0,1 M HOAc 50 mL

dengan 0,1 M NaOH 50 mL dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

66

Gambar 1.4

Kurva titrasi 0,1 M CH3COOH dengan 0,1 M NaOH

Pada titrasi asam lemah oleh basa kuat, pH larutannya dapat dihitung dengan

persamaan berikut :

a. pH mula-mula

[H+] =

pH = - log [H+]

b. pH setelah penambahan basa sebelum titik ekivalen

[H+] =

pH = - log [H+]

c. titik ekivalen

[garam] =

[OH-] =

pOH = - log [OH-]

pH = 14 - pOH

d. setelah titik ekivalen

[OH-] =

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

67

pOH = - log [OH-]

pH = 14 – pOH

Pada titrasi ini, pH larutan pada saat titik ekivalen berkisar antara 8,85. pH ini adalah

berada pada trayek pH indikator pp. Oleh sebab itu titrasi asam asetat dengan NaOH

dipakai indikator pp. Jika indikator MO dipakai maka warnanya akan berubah begitu

titrasi dimulai dan secara gradual berubah menjadi warna pada kondisi basa pada sekitar

pH diatas 6 sebelum titik akhir titrasi dicapai, sehingga indikator titrasi asam lemah yang

dipakai adalah indikator yang memiliki transisi perubahan warna pada kisaran pH 7

sampai 10 dan indikator pp memenuhi kriteria ini. Dengan penambahan NaOH maka OH-

dari hasil hidrolisis NaOAc dapat diabaikan sebab OH- dari NaOH yang akan

mendominasi. Oleh sebab itu adanya penambahan NaOH maka pHnya ditentukan oleh

konsentrasi OH- dari NaOH dengan demikian pHnya semakin naik ke pH basa.

d. Titrasi Basa Lemah oleh Asam Kuat (pH pada titik ekivalen adalah ± 5 )

Titrasi basa lemah oleh asam kuat adalah analog dengan titrasi asam lemah dengan

basa kuat, akan tetapi kurva yang terbentuk adalah cerminan dari kurva titrasi asam

lemah vs basa kuat. Sebagai contoh disini adalah titrasi 0,1 M NH4OH 25 mL dengan 0,1

HCl 25 mL dimana reaksinya dapat ditulis sebagai:

NH4OH + HCl → NH4Cl + H2O

Kurva titrasinya dapat ditulis sebagai berikut:

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

68

Gambar 1.5Kurva titrasi 0,1 M NH4OH dengan 0,1 M HCl

Pada titrasi ini, pH pada titik ekivalen titrasi NH4OH dengan HCl jatuh

pada kisaran pH 5,15 maka indikator yang memenuhi trayek pH ini adalah metil

merah yang memiliki trayek pH 4,4 sampai dengan 6,2 atau juga bisa digunakan

metil orange (MO) yang trayek pHnya 3,1 – 4,4.

a. pH mula-mula

[OH-] =

pOH = - log [OH-]

pH = 14 – pOH

b. pH setelah penambahan basa sebelum titik ekivalen

[OH-] =

pOH = - log [OH-]

pH = 14 – pOH

c. titik ekivalen

[garam] =

[H+] = → Kw = konstanta air = 1 x 10-14

pH = - log [H+]

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

69

d. setelah titik ekivalen

[H+] =

pH = - log [H+]

1. Membuat Kurva Titrasi

Kurva titrasi dapat dibuat dengan menghitung pH larutan asam atau basa pada

beberapa titik, antara lain :

a. Titik awal sebelum penambahan asam atau basa.

b. Titik-titik setelah ditambah asam atau basa sehingga larutan mengandung garam yang

terbentuk dan asam atau basa yang berlebih.

c. Titik ekivalen, yaitu saat larutan hanya mengandung garam, tanpa ada kelebihan asam

atau basa.

d. Daerah lewat ekivalen, yaitu larutan yang mengandung garam dan kelebihan asam atau

basa.

2.8 Penelitian Yang Relevan

Penelitan ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh:

1. Skripsi Dominikus Jefrianto Nelvin pada tahun 2017 dengan judul “Pengaruh

kemampuan verbal dan ketelitian terhadap hasil belajar materi pokok sistem koloid

yang menerapkan pendekatan Discovery Learning siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri

5 Kupang tahun pelajaran 2016/2017“. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

Ada hubungan antara kemampuan verbal dan ketelitian siswa dengan hasil belajar

dengan koefisien korelasi RX1X2Y=0,87200046 serta ada pengaruh antara kemampuan

verbal dan ketelitian siswa terhadap hasil belajar kimia dengan persamaan regresi

ganda Ῠ = 25,69419828 + 0,690115464 X1 + 0,021492074 X2.

2. Skripsi Vreedy Frans Danar pada tahun 2012 dengan judul “Hubungan antara

motivasi belajar intrinsik dan ekstrinsik siswa dengan prestasi belajar siswa kelas X

Page 58: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

70

Kompetensi Keahlian Teknik Audio video SMK Ma’arif 1 Wates”. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antar motivasi belajar

intrinsik siswa dengan prestasi belajar siswa ditunjukkan dengan koefisien r sebesar

0,446 dan signifikansi hubungan variabel X1 dengan variabel Y dapat dilihat nilai

thitung sebesar 12,558 > dengan ttabel (n-2) sebesar 2,042 dan besar peningkatan motivasi

intrinsik tiap 1 poin maka prestasi belajar meningkat 0,454.

3. Skripsi Andrie Riomalen Y. Rissi pada tahun 2015 dengan judul “pengaruh

kecerdasan intelektual dan ketrampilan sosial terhadap hasil belajar melalui

pendekatan Discovery Learning pada materi pokok Hidrolisis garam siswa kelas XI

MIPA SMAK Giovanni Kupang tahun 2014/2015”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ada pengaruh antara kecerdasan intelektual dan ketrampilan sosial siswa

terhadap hasil belajar kimia siswa dengan persamaan regresi ganda Ῠ = 43,73 +

0,1184. X1 + 0,398 X2.

4. Skripsi Agus Gede Yudha Suparta tahun 2015 dengan judul “ Pengaruh motivasi

intrinsik, komunikasi, dan kompensasi financial terhadap kinerja karyawan pada PT.

Maharani Prema Sakti Denpasar”. Hasil penelitian membuktikan motivasi intrinsik,

komunikasi dan kompensasi financial secara bersama-sama berpengaruh signifikan

terhadap kinerja karyawan dengan kontribusi sebesar 79,9%

5. Skripsi Nuor Ainiy Hidayati tahun 2016 dengan judul “ Penerapan model

pembelajaran discovery learning untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa

kelas VIII-D SMPN 2 Kamal”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam

pembelajaran terjadi peningkatan hasil belajar dan motivasi belajar pada siswa kelas

VIII D SMPN 2 Kamal dengan menggunakan penerapan Discovery Learning”

6. Jurnal Teknik Pomits King Adhen dan Khomsin tahun 2013 dengan judul “analisis

perbandingan ketelitian posisi GPS CORS RTK-NTRIP dengan Rapid statik, dimana

Page 59: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

71

hasil penelitiannya membuktikan bahwa siswa yang memiliki ketelitian tinggi akan

berpengaruh terhadap hasil belajar yang tinggi pula.

2.9 Kerangka Berpikir

Berhasil tidaknya suatu proses belajar di sekolah dapat diketahui dari tingginya hasil

belajar siswa yang nyata dalam perolehan nilai melalui tugas, kuis, ulangan harian, ujian

tengah semester dan ujian akhir semester.

Ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yakni faktor internal dan faktor

eksternal. Ketelitian dan motivasi intrinsik merupakan faktor internal yang

mempengaruhi hasil belajar.

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada guru mata pelajaran sebelum

turun penelitian di SMAN 6 Kupang, dikatakan bahwa ketelitian siswa masih tergolong

rendah. Hal ini dilihat dari setiap jawaban siswa saat diberi pertanyaan, dimana mereka

mudah sekali terkeco dengan pertanyaan yang membutuhkan ketelitian, siswa juga

terbiasa tidak meninjau kembali jawaban atas tugas atau latihan yang diberikan, dan

tidak teliti dalam melakukan percobaan. Selain itu, ditemukan pula rendahnya motivasi

dari dalam diri siswa (Motivasi intrinsik), dimana hal ini dilihat dari masa bodohnya

siswa saat mengikuti proses belajar, rendahnya minat untuk belajar, malas mencari tahu

jawaban atas pertanyaan atau tugas yang diberikan, malas bertanya jika mengalami

kendala atas hal yang tidak diketahui.

Melihat masalah ini, maka solusi untuk mengatasinya adalah peneliti mencoba

menerapkan pendekatan pembelajaran yang dapat membuat peserta didik aktif, sehingga

bukan guru lagi yang mendominasi selama proses pembelajaran berlangsung. Pendekatan

yang diterapkan adalah pendekatan Discovery learning.

Pembelajaran dengan menerapkan pendekatan Discovery learning itu adalah salah

satu pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan cara belajar siswa agar aktif

Page 60: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

72

untuk menemukan sendiri, menyelidiki sendiri sehingga hasil yang diperoleh tidak akan

mudah dilupakan siswa dan siswa juga dilatih belajar berpikir analisis dan mencoba

memecahkan sendiri masalah yang dihadapi dan guru memotivasi siswa agar memiliki

pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan

prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri (Hosnan, 2016 : 281).

Dengan demikian, jika menerapkan pendekatan ini maka kemampuan siswa untuk

memahami materi pelajaran akan lebih efektif lagi, dimana pendekatan ini lebih

menekankan pada belajar penemuan. Artinya bahwa siswa yang menemukan sendiri

masalah disekitarnya dan menyelesaikan masalah dengan mengumpulkan informasi-

informasi, baik itu melalui wawancara, observasi, maupun eksperimen. Alasan ini

diperkuat lagi dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu tentang

pengaruh kemampuan verbal dan ketelitian terhadap hasil belajar dengan menerapkan

pendekatan discovery learning, dimana hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa

dalam pembelajaran tersebut terdapat pengaruh kemampuan verbal dan ketelitian siswa

terhadap hasil belajar dengan menerapkan pendekatan Discovery Learning.

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa Ketelitian dan motivasi intrinsik siswa dapat

dikembangkan melalui pembelajaran yang menerapkan pendekatan Discovery Learning

dan memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar.

2.10 Hipotesis

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Penerapan pendekatan Discovery Learning efektif pada materi pokok titrasi asam

basa siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 6 Kupang Tahun pelajaran 2017/2018,

dimana dicirikan dengan guru mampu mengelola pembelajaran, ketuntasan indikator

tercapai dan hasil belajar tuntas.

Page 61: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

73

2. Ketelitian siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 6 Kupang tahun pelajaran 2017/2018

dikatakan baik dengan skor tes ketelitian ≥ 61.

3. Motivasi Intrinsik siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 6 Kupang tahun pelajaran

2017/2018 dikatakan baik dengan persentase yang diperoleh ≥ 61%.

4. Hubungan

a. Ada hubungan yang signifikan antara Ketelitian siswa dengan hasil belajar yang

menerapkan pendekatan Discovery Learning pada materi pokok Titrasi Asam

Basa siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 6 Kupang tahun pelajaran 2017/2018.

b. Ada hubungan yang signifikan antara Motivasi Intrinsik siswa dengan hasil

belajar yang menerapkan pendekatan Discovery Learning pada materi pokok

Titrasi Asam Basa siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 6 Kupang tahun pelajaran

2017/2018.

c. Ada hubungan yang signifikan antara Ketelitian dan Motivasi Intrinsik siswa

dengan hasil belajar yang menerapkan pendekatan Discovery Learning pada

materi pokok Titrasi Asam Basa siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 6 Kupang

tahun pelajaran 2017/2018.

5. Pengaruh

a. Ada pengaruh yang signifikan antara Ketelitian siswa terhadap hasil belajar yang

menerapkan pendekatan Discovery Learning pada materi pokok titrasi asam basa

siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 6 Kupang tahun pelajaran 2017/2018.

b. Ada pengaruh yang signifikan antara Motivasi Intrinsik siswa terhadap hasil

belajar yang menerapkan pendekatan Discovery Learning pada materi pokok

titrasi asam basa siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 6 Kupang tahun pelajaran

2017/2018.

Page 62: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/4104/3/BAB II.pdf · ketelitian yaitu dengan memberikan jenis-jenis tes ketelitian dalam lembar portofolio

74

c. Ada pengaruh yang signifikan antara Ketelitian dan Motivasi Intrinsik siswa

terhadap hasil belajar yang menerapkan pendekatan Discovery Learning pada

materi pokok titrasi asam basa siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 6 Kupang tahun

pelajaran 2017/2018.