evaluasi swasembada beras di kecamatan jaten tahun … · overlay. sampel digunakan untuk uji...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EVALUASI SWASEMBADA BERAS
DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009
Skripsi
oleh:
Fajar Arief Hartanto
K 5404032
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EVALUASI SWASEMBADA BERAS
DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009
Disusun Oleh :
Fajar Arief Hartanto
NIM K5404032
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Dra. Inna Prihartini, M.S
NIP. 19570207 1983032 002
Pembimbing II
Yasin Yusup, S.Si, M.Si
NIP. 19740427 2002121 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk
memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari : ...………………
Tanggal : ....………………
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Partoso Hadi, M.Si ………………………………..
Sekretaris : Setya Nugraha, S.Si, M.Si …………………………….......
Anggota I : Dra. Inna Prihartini, M.S …………………………….......
Anggota II : Yasin Yusup, S.Si, M.Ssi ….……………....……………..
Disahkan oleh:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon. H, M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Fajar Arief Hartanto, EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI
KECAMATAN JATEN TAHUN 2009. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta, Desember 2010.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui : (1) Tingkat ketelitian citra IKONOS
untuk mengidentifikasi jenis penggunaan lahan di Kecamatan Jaten. (2) Luas
lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009. (3) Produksi lahan pertanian
di Kecamatan Jaten pada tahun 2009 berdasarkan jenis tanah dan irigasinya. (4)
Kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009. (5) Swasembada beras di
Kecamatan Jaten pada tahun 2009.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode
deskriptif spasial. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan interpretasi
citra IKONOS, observasi lapangan, wawancara,dan dokumentasi. Analisis data
dilakukan dengan analisis pemetaan hasil interpretasi citra IKONOS dan analisis
overlay. Sampel digunakan untuk uji ketelitian dan untuk menentukan
narasumber wawancara. Untuk uji ketelitian teknik sampling yang digunakan
adalah purposive sampling, dengan jumlah sampel 50 titik, sedangkan teknik
sampling untuk menentukan narasumber wawancara menggunakan teknik expert
sampling
Hasil penelitian ini adalah : (1) Rerata Ketelitian Citra IKONOS yang digunakan
untuk mengidentifikasi penggunaan lahan adalah sebesar 94%. (2) Luas lahan
pertanian di daerah penelitian adalah 1.180 Ha (50,90%). (3) Dari lahan pertanian
yang ada menghasilkan produksi beras 13.269,55 ton pada tahun 2009 (4).
Dengan jumlah penduduk sebanyak 70.770 jiwa didapatkan kebutuhan beras di
Kecamatan Jaten berdasarkan angka kebutuhan beras menurut BPS yaitu
sebanyak 9.645,95 ton, berdasarkan angka kebutuhan beras menurut FAO
sebanyak 9.412,41 ton, sedangkan kebutuhan beras berdasarkan hasil wawancara
dengan adalah 6.369,3 ton. (5). Berdasarkan perhitungan menurut kriteria dari
BPS di Kecamatan Jaten terjadi surplus beras sebanyak 4.529,25 ton, menurut
kriteria dari FAO surplus beras sebanyak 4.762,79 ton, sedangkan menurut angka
kebutuhan beras dari hasil wawancara mampu surplus beras sebanyak 7.805,9 ton.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Fajar Arief Hartanto, SELF SUFFICIENCY PERFORMANCE
EVALUATION OF RICE IN THE SUBDISTRICT OF JATEN IN THE
YEAR 2009. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas
Maret University. Surakarta, December 2010.
The purpose of this study are (1) Determining the accuracy level of IKONOS
imagery to identifying of the landuses. (2) Determining the agricultural land in the
Subdistrict of Jaten in the year of 2009. (3) Determining the production of
agricultural land in the Subdistrict of Jaten in the year of 2009 according the type
of soil and irrigation (4) Identifying the needs of rice in the Subistrict of Jaten in
the year of 2009. (5) Determining the ability of rice self-sufficiency in the District
of Jaten in the year of 2009.
According to the purposes of the research, the method which is used in this study
is spatial descriptive method. Collecting data ini this study uses IKONOS imagery
interpretation, observations, and documentations. To data analysis the reacher
uses imagery interpretation analysis, maps analysis and overlay analysis. To test
the accuracy of IKONOS imagery, the reacher uses purposive sampling
techniques with 50 point of total sample, while to interview the resource person
the reacher uses expert sampling techniques.
The results of this study are: (1) the accuracy of IKONOS imagery is 94%. (2)
agricultural land in the study area is equal 1.180 hectares (50,9%). The most of
agricultural landuses are located in the Sroyo Village. (3) By 1.180 hectares
agricultural land can produce 16.992 tons of rice in the year of 2009. (4) With
70.770 population of inhabitants, according to the BPS was found that the rice
requirement is 9.645,95 tons, based on the rice needs according to FAO were
9.412,41 tons, while rice needs based on interviews is amount to 6.369,3 tons. (5).
Based on the calculation according to the criteria of BPS in the Subdistrict of
Jaten got 4.529,25 tons of surplus rice, according to the criteria of the FAO were
4.762,79 tons of surplus rice, while according to the interview Subdistrict of Jaten
got 7.805,9 tons of surplus rice.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
Suradira jayaningrat lebur dening pangastuti
(NN)
“What I hear, I forget, what I hear and see, I remember little, what I hear,
see and ask question about or discuss with some one, I begin to understand,
what I teach to another, I master”
(Credo)
Man jadda wa jadda
(NN)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan kepada :
Ibu dan Bapak yang kusayangi
Keluarga Besarku
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,
Segala Puji bagi Allah Swt Sang Maha Pencipta Ilmu Pengetahuan, atas
Karunianya-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi guna memenuhi syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dalam penulisan skripsi ini banyak mendapatkan bimbingan dan saran-
saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin
untuk pengadaan penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial atas ijin yang diberikan.
3. Drs. Partoso Hadi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi,
terima kasih atas ijin yang telah diberikan.
4. Dra. Inna Prihartini, M.S, selaku Pembimbing I terima kasih atas ilmu,
bimbingan, dan nasehat-nasehatnya.
5. Bapak Yasin Yusup, S.Si, M.Si selaku Pembimbing II, terima kasih atas
bimbingan, semangat, inspirasi dan motivasinya.
6. Bapak Drs. Ahmad, M.Si, selaku Pembimbing Akademik.
7. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Geografi, yang telah memberikan
ilmu yang bermanfaat.
8. Pemerintah Kabupaten Karanganyar beserta jajaran instansi dibawahnya yang
telah bersedia memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
9. Budi Setyarso, S.Pd, sahabat yang besar jasanya kepada penulis. Terimakasih
untuk semuanya.
10. Soleh, Tina, Eka, Linda, Wita, Habib, Sukma, Nasir, Dodit, terimakasih atas
persahabatan yang terjalin indah.
11. Sapto Yudianto terimakasih atas segala kebaikannya kepada penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12. Mas bono dan keluarga besarnya yang banyak membantu penulis.
13. Asep, Nanang Sutofik, Agus Sudiro, teman seperjuangan yang setia.
14. Assa, orang yang memberikan semangat, asa dan motivasi kepada penulis.
Terimakasih atas dukungan moral dan material yang luar biasa.
15. Saudara-saudaraku seiman di kos 393 yang penulis cintai karena Allah.
Hariyanto, Danang, Triyono, Abdul Manan, Sya’bani, Zaenal, Sukron
Jazzakumullah khoiron katsir. Semoga Allah membalas kebaikan kalian.
16. Seluruh pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu. Terimakasih atas dukungan dan kerjasamanya.
Menyadari masih banyaknya kekurangan, penulis mengharapkan kritik
dan saran agar karya sederhana ini bisa lebih sempurna. Besar harapan, apa yang
telah penulis persembahkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan menjadi
salah satu sumbangan dalam memperkaya khasanah ilmu dan pengetahuan.
Surakarta, Desember 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN ABSTRAK .............................................................................. ii
HALAMAN MOTTO .................................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii
DAFTAR PETA ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
1. Kegunaan Teoritis ....................................................................... 7
2. Kegunaan Praktis ........................................................................ 7
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................... 8
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 8
1. Penginderaan jauh......................................................................... 8
2. Citra IKONOS.............................................................................. 9
3. Interpretasi Citra........................................................................... 13
4. Pemanfaatan Citra IKONOS untuk Identifikasi Luas Lahan
Pertanian......................................................................................... 19
5. Uji Ketelitian Interpretasi.............................................................. 22
6 Penggunaan Lahan.......................................................................... 24
7 Lahan Pertanian.............................................................................. 30
8. Beras …......…............................................................................... 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9. Produksi Beras ............................................................................. 32
10. Kebutuhan Beras.......................................................................... 32
11. Swasembada Beras....................................................................... 32
12. Sistem Informasi Geografis (SIG)................................................ 32
B. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................ 37
C. Kerangka Berfikir................................................................................ 42
BAB III. METODE PENELITIAN............................................................... 44
A. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 44
B. Metode Penelitian .............................................................................. 45
C. Sumber dan Jenis Data ..................................................................... 47
1. Data Primer ............................................................................... 47
2. Data Sekunder ........................................................................... 47
D. Populasi dan Teknik Sampling............................................................ 47
1. Populasi........................................................................................... 47
2. Sampel….........................................................................................
3. Teknik Sampling ...........................................................................
48
48
E. Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 51
1. Dokumentasi................................................................................... 51
2. Observasi ........................................................................................ 51
3. Wawancara .................................................................................... 51
F. Validitas Data ................................................................................... 52
G. Analisis Data ..................................................................................... 53
1. Penggunaan Lahan.........................................................................
2. Luas Sawah.....................................................................................
3. Produksi Lahan Pertanian...............................................................
53
54
54
4. Kebutuhan Beras............................................................................ 55
5. Swasembada Beras......................................................................... 55
H. Prosedur Penelitian ........................................................................... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................ 58
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................................. 58
1. Letak dan Luas................................................................................... 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Iklim ............................................................................................... 60
3. Tanah .............................................................................................. 64
4. Hidrologi............................................................................................ 66
5. Keadaan Penduduk 66
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan........................................................... 77
1. Penggunaan lahan ...........................................................................
a. Jenis Penggunaan Lahan..........................................................
b. Uji Ketelitian Interpretasi Citra IKONOS ..............................
77
79
86
2. Luas Sawah dan Persebaranya di Kecamatan Jaten Tahun 2009….
3. Sawah Berdasarkan Jenis Tanah......................................................
4. Sawah Berdasarkan Jenis Irigasi......................................................
5. Sawah Berdasarkan Hasil Overlay Antara Jenis Tanah dan Irigasi.
89
90
92
95
6. Produksi Beras di Kecamatan Jaten Tahun 2009............................. 97
4. Kebutuhan Beras Di Kecamatan Jaten Tahun 2009..........................
5. Swasembada Beras Di Kecamatan Jaten Tahun 2009......................
101
103
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ................................ 108
A. Kesimpulan ........................................................................................ 108
B. Implikasi ............................................................................................. 109
C. Saran-saran ......................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 110
LAMPIRAN ....................................................................................................
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
1. Karakteristik Citra IKONOS .....................................................
2. Kontingensi Uji Ketelitian interpretasi........................................
3. Penelitian yang Relevan...............................................................
4. Tahap pelaksanaan Penelitian.......................................................
5. Nama Desa dan Luas Wilayah di Kecamatan Jaten.....................
6. Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson……….....
7. Curah hujan Kecamatan Jaten tahun 1999 – 2008.......................
8. Jumlah Penduduk Daerah Penelitian Tiap Desa.........................
9. Kepadatan Penduduk Daerah Penelitian………...........................
10. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ..........
11. Rasio Jenis Kelamin Penduduk .................................................
12. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ……….........................
13. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ....................
14. Penggunaan Lahan Kecamatan Jaten Tahun 2009.......................
15. Uji Ketelitian Interpretasi............................................................
16. Hasil Pengukuran Menggunakan Citra IKONOS dan Peta RBI..
17. Luas Sawah di Kecamatan Jaten Tahun 2009...............................
18. Luas Panen, Produksi Padi, dan Produksi Beras di Kabupaten
Karanganyar Tahun 2009.............................................................
19. Produksi Padi tahun 2009 Menurut Mantri Tani..........................
20. Produktifitas Padi Pada Masing-masing Tipe Sawah...................
21. Produksi Padi dan Beras Pada Masing-masing Tipe Sawah.........
22. Produksi Padi dan Beras Pada Masing-masing Desa...................
23. Kebutuhan Beras di Kecamatan Jaten tahun 2009......................
24. Kemampuan swasembada beras di Kecamatan Jaten .................
11
23
40
44
60
61
62
67
68
73
74
75
76
83
87
89
90
97
98
98
99
100
102
105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PETA
1. Peta Citra IKONOS Kecamatan Jaten.........................................
2. Peta Lokasi Sampel Uji Ketelitian Interpretasi............................
3. Peta Administratif Kecamatan Jaten............................................
4. Peta Jenis Tanah...........................................................................
5. Peta Kepadatan Penduduk Kecamatan Jaten...............................
6. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Jaten...................................
7. Peta Persebaran Sawah Berdasarkan Jenis Tanah.......................
8. Peta Persebaran Sawah Menurut Jenis Irigasi.............................
9. Peta Persebaran Sawah Berdasarkan Jenis Tanah dan Irigasi.....
10. Peta Produksi Beras.....................................................................
11. Peta Kebutuhan Beras..................................................................
12. Peta Swasembada Beras...............................................................
13. Peta Rekomendasi .......................................................................
12
48
59
65
70
85
91
94
96
101
103
107
111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
1. Sawah Pada Saat Kering dan Tergenang.....................................
2. Bentuk Sungai yang Mengikuti...................................................
3. Bentuk Jalan yang Teratur...........................................................
4. Perbedaan Ukuran Jalan..............................................................
5. Perbedaan Tekstur Sawah dan Kebun Campur..........................
6. Pola Permukiman.........................................................................
7. Cerobong Asap Pabrik.................................................................
8. Situs Permukiman Memanjang....................................................
9. Stasiun Kereta Api Berasosiasi dengan Rel Bercabang..............
10. Perubahan Pengunaan Lahan Kosong Menjadi Bangunan..........
11. Perubahan Pengunaan Lahan Sawah Menjadi Bangunan............
12. Perubahan Pengunaan Lahan Sawah Menjadi Permukiman........
13. Bagan Kerangka Berpikir............................................................
14. Grafik Tipe Curah Hujan Daerah Penelitian...............................
15. Piramida penduduk Kecamatan Jaten..........................................
16. Permukiman pada Citra IKONOS dan di Lapangan....................
17. Sawah Pada Citra IKONOS dan di Lapangan.............................
18. Kebun Campur pada Citra IKONOS dan di Lapangan ...............
19. Lahan Kosong pada Citra IKONOS dan di Lapangan.................
20. Saluran Irigasi pada Citra IKONOS dan di Lapangan.................
21. Kenampakan Industri pada Citra IKONOS dan di Lapangan......
22. Peternakan pada Citra IKONOS dan di Lapangan......................
23. Kenampakan SPBU pada Citra IKONOS. dan di Lapangan…...
24. Kenampakan Hotel pada Citra IKONOS....................................
25. Pengukuran Panjang Jalan pada Citra IKONOS dan Peta RBI...
26. Saluran PBS dan Saluran Canden................................................
27. Saluran Irigasi Tersier di desa Sroyo..........................................
28. Diagram Produksi dan Kebutuhan Beras.....................................
14
14
15
15
16
17
17
18
19
21
21
22
43
63
72
78
79
79
80
80
81
82
82
83
88
92
93
105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pertanyaan Wawancara (Quesioner).
2. Lembar observasi
3. Data data produksi lahan pertanian
4. Perijinan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan oleh
karenanya kebutuhan pangan menjadi bagian dari hak azasi individu. Pangan juga
merupakan komponen dasar yang utama untuk mewujudkan sumberdaya manusia
yang berkualitas. Salah satu jenis makanan pokok yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pangan adalah beras. Beras merupakan makanan pokok
penduduk Indonesia dan sebagian besar penduduk dunia, Khudori (2008:1).
Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduknya tinggal
di pedesaan dengan usaha pertanian sebagai mata pencahariannya. Indonesia
berada di jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Jajaran
gunungapi ini telah membentuk tanah yang terpengaruh langsung oleh proses
vulkanisme, terutama Pulau Jawa, Sumatra, Bali dan Nusa Tenggara, karena itu
Indonesia menjadi negara yang subur secara geografis, didukung pula dengan
iklim tropis yang cocok untuk usaha pertanian. Indonesia pernah berswasembada
beras pada tahun 1984 hingga tahun 1987, namun setelah itu Indonesia tidak lagi
berswasembada sehingga tiap tahun harus mengimpor beras untuk memenuhi
kebutuhan pangan dalam negeri.
Tahun 2004 merupakan tahun pertama sejak 1984 Indonesia swasembada
beras, namun situasi ini masih dalam kondisi labil. Menurut Yudohusodo (2004),
penyebab labilnya swasembada beras nasional ini karena beberapa hal, pertama,
masih terus tejadi alih fungsi lahan akibat tata ruang yang kurang tegas. Kedua,
perluasan kota yang tak terkendali. Ketiga, masih berlangsungnya fragmentasi
lahan yang membuat lahan menyempit. Keempat, pemeliharaan irigasi dan
pembangunan infrastruktur pertanian yang tidak memadai. Kelima, rusaknya
daerah aliran sungai akibat pembabatan hutan di daerah hulu. Keenam,
perencanaan program perluasan areal pertanian yang belum baik. Ketujuh,
penanganan pasca panen yang belum baik. Kedelapan, lambatnya perluasan
penggunaan bibit unggul (Yudohusodo, Tempo Interaktif 25 November 2004).
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sejak munculnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman, tidak ada lagi kemampuan pemerintah mengontrol budidaya
pertanian. Petani bebas memilih komoditas apa yang akan mereka tanam, petani
bebas memilih jenis tanaman yang mereka anggap paling menguntungkan, tanpa
ada tekanan atau paksaan untuk menanam komoditas tertentu yang diinginkan
pemerintah. Sejak itu, impor beras terus meningkat dan puncaknya tahun 1999, di
mana impor beras mencapai 4,7 juta ton atau tertinggi sepanjang sejarah Indonesia
(Kompas.com, 16 Desember 2008).
Pada masa panen tahun 2006/2007 Indonesia masih mengimpor beras,
beras impor tersebut selama ini didatangkan antara lain dari negara Thailand dan
Vietnam. Pada tahun 2008 pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa
Indonesia berhasil mencapai swasembada beras, indikator swasembada beras
ditunjukkan dengan keberhasilan Indonesia untuk tidak mengimpor beras sama
sekali selama tahun 2008 berlangsung, ini adalah untuk pertama kalinya
Indonesia tidak mengimpor beras, berbeda dengan swasembada yang pernah
dicapai pada tahun 1984 dimana swasembada masih dibarengi impor beras
sebesar 414.300 ton. Dengan tidak mengimpor beras berarti Indonesia secara
tidak langsung telah berpartisipasi dalam menurunkan harga beras dunia karena
sebagian stok beras dunia yang semula dicadangkan untuk Indonesia tidak dibeli
Indonesia. Dengan dijualnya cadangan beras tersebut ke pasaran internasional
maka harga beras dunia mulai menurun (www.setneg.go.id).
Pemerintah menargetkan pada tahun 2009 Indonesia kembali
berswasembada dan dapat memenuhi seluruh permintaan kebutuhan bahan
pangannya dari produk dalam negeri. Target ini direalisasikan dengan wujud
penambahan luas areal pertanian. Pemerintah mendorong perluasan lahan panen
padi sekitar 0,7 juta hektar di seluruh Indonesia, pemerintah menargetkan produk
padi tahun 2009 mencapai 64 juta ton atau naik 3 juta ton dari capaian 2008,
(Kompas 19 April 2009).
Swasembada pangan diharapkan akan dapat terwujud dan mampu menjadi
penopang utama ketahanan pangan negara. Swasembada (self suffiency), bisa
diartikan kemampuan untuk memenuhi seluruh kebutuhan dari produk sendiri, itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
artinya swasembada terkait erat dengan keseimbangan antara pasokan (supply)
dan permintaan (demand).
Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan bahwa Indonesia sudah
mampu swasembada beras. Swasembada beras di Indonesia sudah dicapai sejak
tahun 2004 dengan memenuhi 90% kebutuhan beras dari dalam negeri. Dengan
terpenuhinya pasokan beras sebesar 90% itu dinilainya sudah cukup untuk
mendapat predikat swasembada beras, meskipun pemerintah masih tetap harus
mengimpor beras untuk mencukupi kekurangannya. (www.republikaonline.com).
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan pangan, sehingga diperlukan perluasan lahan pertanian untuk
meningkatkan produksi pangan guna memenuhi kebutuhan masyarakat, dilain
pihak semakin meningkat pula kebutuhan akan berbagai sarana seperti tempat
pemukiman, industri, perkantoran, sarana perdagangan (pasar), sarana
kesejahteraan sosial (pendidikan, kesehatan, olahraga dan tempat ibadah), sarana
hiburan (taman, tempat rekreasi) serta sarana transportasi (jalan, terminal).
Dengan dibangunnya berbagai sarana tersebut diatas lahan pertanian
menyebabkan semakin sempitnya lahan pertanian, sehingga mengakibatkan
menurunnya produksi lahan pertanian.
Sebagian besar sawah yang subur terdapat di Pulau Jawa (sekitar 40% dari
luas seluruh sawah di Indonesia) dengan produktifitas hampir dua kali
produktifitas lahan di luar Jawa. Saat ini keberadaan sawah-sawah subur
beririgasi di Pulau Jawa terancam oleh gencarnya pembangunan kawasan industri
dan perluasan kota (perumahan) sehingga luas tanah semakin berkurang karena
terkonversi ke lahan non pertanian. Hardjowigeno dan Rayes (2005 : 1).
Menurut Khudori (2008:65), dari data BPS (Biro Pusat Statistik), selama
kurun waktu 1977-1998 pada lahan sawah di Pulau Jawa diketahui telah terjadi
konversi penggunaan lahan dari lahan pertanian ke penggunaan lahan lainnya
(industri, jasa, permukiman) mencapai 495.000 hektar atau sekitar 15%.
Akumulasi dari konversi lahan pertanian tersebut mengakibatkan produksi
komoditas pertanian merosot.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Secara administratif Kecamatan Jaten merupakan bagian dari Kabupaten
Karanganyar. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu penyangga beras di
Jawa Tengah. Di Kabupaten ini pertanian merupakan komoditas yang penting
selain industri dan pariwisata, sesuai dengan slogan Kabupaten Karanganyar yaitu
“INTANPARI” (Industri pertanian dan Pariwisata).
Kecamatan Jaten dipilih sebagai daerah penelitian karena beberapa alasan,
antara lain adalah karena di kecamatan ini luas lahan pertaniannya masih cukup
luas yaitu 1.277,59 Ha dan merupakan penggunaan lahan yang paling luas atau
sekitar 50% dari luas seluruh penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Jaten
(sumber: Kecamatan Jaten Dalam Angka 2009). Luas lahan pertanian adalah
salah satu variabel yang digunakan dalam melakukan evaluasi swasembada beras.
Alasan lain karena letak Kecamatan Jaten yang berdekatan dengan pusat
kota Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta. Karena letak Kecamatan Jaten
yang berdekatan dengan pusat kota Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta
itulah maka sangat mungkin terjadi pemekaran wilayah perkotaan baik dari
Kabupaten Karanganyar maupun Kota Surakarta, selain itu dijadikannya
Kecamatan Jaten sebagai daerah industi diprediksi akan mengakibatkan konversi
(perubahan) penggunaan lahan yang cukup besar dari lahan pertanian ke
penggunaan lahan yang lain seperti permukiman dan industri. Luas lahan
pertanian akan semakin berkurang akibat adanya konversi penggunaan lahan,
karena itu maka diperlukan pembaharuan data tentang penggunaan lahan.
Lahan pertanian yang berubah secara cepat dapat menyulitkan
pemerintah daerah dalam melakukan pendataan, pada umumnya pendataan ini
memakan waktu yang lama kerena lahan yang akan didata cukup luas
cakupannya, hal ini akan berakibat pada mahalnya biaya operasional yang
dikeluarkan dan banyaknya personel yang harus dilibatkan.
Data produksi beras yang selama ini digunakan untuk mengambil
kebijakan impor beras berasal dari BPS. Data luas panen dikumpulkan dari hasil
survei mantri tani di tiap kecamatan kemudian disetorkan ke BPS dan Departemen
Pertanian. Data produksi padi tidak lepas dari masalah, hal ini terjadi karena
proses menjaring data yang dianggap tidak akurat, karena data yang tidak akurat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
itulah maka setiap kebijakan impor beras selalu menimbulkan pro-kontra, Khudori
(2008:268).
Untuk dapat selalu memperbaharui data sebaran penggunaan lahan pada
daerah yang luas diperlukan cara yang lebih praktis, akurat dan murah untuk
menekan biaya, waktu dan jumlah personil yang dibutuhkan. Salah satu caranya
adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh baik dengan foto udara
atau citra satelit. Khudori (2008:270) mengemukakan bahwa teknologi satelit
penginderaan jauh sudah digunakan banyak negara karena akurasinya yang tinggi.
Dewasa ini perkembangan teknologi satelit semakin baik sehingga
meningkat pula pemanfaatannya untuk berbagai aplikasi. Salah satu citra satelit
yang banyak digunakan saat ini adalah citra satelit IKONOS. Menggunakan citra
satelit IKONOS biaya operasionalnya lebih murah daripada menggunakan citra
yang dibuat dengan pemotretan foto udara. Citra IKONOS merupakan hasil
perekaman satelit yang dapat diperoleh dari beberapa situs di internet, salah
satunya adalah situs www.googleearth.com. Satelit IKONOS menghasilkan citra
penginderaan jauh yang baik, kerincian obyek sangat tinggi dengan resolusi
spasial 1 meter dan 4 meter, sebanding dengan resolusi spasial foto udara, dan
perekaman datanya dapat dilakukan setiap hari (www.geoeye.com). Karena
memiliki kerincian obyek yang sangat tinggi maka kesan yang tampak oleh mata
pada citra satelit IKONOS sangat mirip dengan keadaan sebenarnya dilapangan
baik bentuk, warna maupun polanya.
Citra IKONOS daerah liputan Kecamatan Jaten yang tersedia di situs
www.googleearth.com sekarang ini adalah citra dari hasil perekaman tahun 2009,
namun demikian tetap diperlukan pengecekkan ke lapangan untuk menguji
ketelitian interpretasi citra. Tujuan dari uji ketelitian interpretasi citra adalah
untuk mengecek apakah data yang didapat dari hasil interpretasi citra sesuai
dengan kondisi di lapangan atau tidak.
Data hasil interpretasi citra yang telah diuji ketelitiannya kemudian diolah
dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis). SIG mempunyai
kemampuan untuk melakukan pengolahan, penyimpanan, pemrosesan,
manipulasi, menganalisis dan menayangkan data. Pengolahan data menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SIG akan lebih cepat, murah, dan akurat daripada pengolahan data secara manual
yang membutuhkan personel yang banyak karena luasnya daerah yang akan
diteliti.
Dari interpretasi citra dapat diketahui distribusi spasial lahan pertanian
yang berupa sawah, dan dengan pengolahan data menggunakan SIG maka dapat
diketahui luas lahan pertanian yang ada tersebut. Setelah diketahui luas lahan
pertanian, jumlah penduduk, produksi beras, dan kebutuhan beras maka dapat
dilakukan evaluasi swasembada beras, sehingga akan dapat diketahui apakah
Kecamatan Jaten berswasembada beras atau tidak.
Hasil analisis dan pengolahan data menggunakan SIG akan menghasilkan
informasi baru yang menyajikan data swasembada beras di Kecamatan Jaten.
Informasi tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk menentukan kebijakan
dalam pengelolaan wilayah Kabupaten Karanganyar, khususnya untuk Kecamatan
jaten. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI
KECAMATAN JATEN TAHUN 2009”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat ketelitian citra IKONOS untuk mengidentifikasi jenis
penggunaan lahan di Kecamatan Jaten?
2. Berapa luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009?
3. Berapa produksi beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009?
4. Berapa kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009?
5. Bagaimana swasembada beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui tingkat ketelitian citra IKONOS untuk mengidentifikasi jenis
penggunaan lahan di Kecamatan Jaten.
2. Mengetahui luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.
3. Mengetahui produksi beras di Kecamatan Jaten tahun 2009.
4. Mengetahui kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.
5. Mengetahui swasembada beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.
D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Untuk menambah dan mengembangkan wawasan dan ilmu
pengetahuan serta mendukung teori-teori yang ada, khususnya geografi
yaitu Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)
2. Kegunaan Praktis
a. Sebagai salah satu informasi mengenai swasembada beras di
Kecamatan Jaten.
b. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat terhadap
permasalahan pangan, khususnya beras.
c. Sebagai masukan bagi pemerintah setempat dalam mengambil
kebijakan untuk perencanaan wilayah dan tata ruang kota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Penginderaan Jauh
Menurut Lillesand dan Kiefer (1990:1) penginderaan jauh adalah ilmu dan
seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena
melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak
langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Dari definisi tersebut
maka berbagai analisa data dapat dilakukan tanpa harus berada di lokasi kejadian,
sebagai contoh terjadi suatu bencana alam seperti banjir, kebakaran hutan, atau
luapan lumpur misalnya, maka tidak perlu datang ke lokasi untuk menghitung
berapa luas daerah yang mengalami kerusakan tetapi cukup menggunakan citra
hasil dari penginderaan jauh seperti foto udara, citra satelit dan lain-lain.
Jenis data yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh berupa data
digital dan analog. Data digital atau numerik adalah merupakan hasil rekaman
penginderaan jauh dalam bentuk angka sebagai cerminan nilai spektral obyek
yang direkam oleh sensor untuk dianalis menggunakan komputer. Data analog
atau data visual terbagi menjadi dua yaitu data citra dan non citra. Data non citra
merupakan data analog satu dimensi (berupa angka dan grafik) sementara data
citra merupakan data analog dua dimensi yang mirip dengan wujud aslinya. Data
citra dibedakan lagi menjadi citra foto dan citra non foto (Sutanto, 1986:65).
Penginderaan jauh dapat dimanfaatkan oleh seluruh disiplin ilmu yang
mengkaji dan menganalisis fenomena spasial di permukaan bumi, dan telah teruji
kehandalannya. Lebih lanjut penginderaan jauh diperlukan dalam perolehan data
yang berkesinambungan untuk merumuskan program dan kebijakan permasalahan
lingkungan dan perencanaan sumberdaya alam. Penggunaan data penginderaan
jauh untuk kajian spasial mempunyai keunggulan dalam hal penghematan biaya
dan waktu, hal ini dikarenakan data penginderaan jauh mampu menampilkan dan
memvisualisasikan kenampakan bumi dengan liputan yang cukup luas.
Penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk menghasilkan data spasial yang
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dari permukaan bumi dalam
jumlah yang banyak dan waktu yang cepat. Penginderaan jauh membutuhkan
suatu sistem pengelolaan dan penanganan data yang tepat dan efisien sehingga
informasi spasial dari citra penginderaan jauh yang diperoleh dapat berguna untuk
kepentingan yang luas. Sistem atau piranti yang dapat digunakan untuk
pengelolaan dan penanganan data spasial tersebut adalah Sistem Informasi
Geografis (SIG) karena SIG adalah sistem informasi yang dirancang untuk
bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat
geografi, Prahasta (2001:57).
2. Citra IKONOS
Menurut Hornby dalam Sutanto (1986:5) citra penginderaan jauh (yang
selanjutnya disingkat citra) merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau
sensor lainnya. Citra dibedakan menjadi dua yaitu foto (photograpic image) dan
non foto (non photograpic image).
Berdasarkan wahana yang digunakan ada dua jenis foto, yaitu foto udara
dan foto satelit. Foto udara pada umumnya dibuat dengan menggunakan pesawat
terbang atau balon sebagai wahananya, sedangkan foto satelit atau foto orbital
adalah foto yang dibuat dengan menggunakan satelit sebagai wahananya.
Citra IKONOS adalah citra satelit yang dibuat atau direkam menggunakan
satelit IKONOS. Satelit IKONOS diluncurkan pada tanggal 24 September 1999
di Vandenberg Air Force Base, California, Amerika Serikat. Satelit mengorbit
secara sun-synchronous polar, artinya mengelilingi bumi dengan hampir melewati
kutub, memotong rotasi bumi. Satelit ini memiliki ketinggian 681 km dpal
dengan sudut inklinasi sebesar 98,10, melintasi bumi sebanyak 14 kali/hari atau
memerlukan 98 menit untuk sekali lintasan dengan kecepatan 7 km/detik. Pada
orbit ini satelit IKONOS akan memotret daerah yang dilewati secara tetap, yaitu
sekitar pukul 10.30 pagi, (www.geoeye.com).
Kerincian informasi yang dapat disadap dari penginderaan jauh sangat
bergantung pada resolusi. Menurut Sutanto (1986:13) ada empat macam resolusi
yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiomerik dan resolusi temporal.
Resolusi spasial adalah ukuran obyek terkecil yang dapat disajikan, dibedakan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan dikenali pada citra. Resolusi spektral menunjukkan kerincian spektrum
elektromagnetik yang digunakan didalam suatu sistem penginderaan jauh.
Resolusi radiometrik menunjukkan kepekaan system sensor terhadap perbedaan
terkecil kekuatan sinyal. Resolusi temporal merupakan frekuensi perekaman
ulang bagi daerah yang sama.
Satelit IKONOS memiliki resolusi spasial 1 m pada mode pankromatik
dan 4 m pada mode multispektral, dimana waktu pencitraan dilakukan secara
serempak. Citra IKONOS mempunyai resolusi radiometrik 11 bits per pixel
(2048 gray tones), hal ini berarti IKONOS dapat menangkap tingkat keabuan
(rona) pada skala yang luas sehingga pengguna dapat mengamati sebuah gambar
atau obyek dengan lebih detail, dengan demikian akan sangat menguntungkan
pengamat dalam memperoleh informasi tentang obyek yang diamati. Citra
IKONOS memiliki resolusi temporal yang cukup singkat, yaitu antara 1,5 sampai
3 hari sehingga sangat mudah dalam memperbarui data (www.geoeye.com),
namun untuk citra IKONOS yang diperoleh dari internet secara gratis melalui
situs www.googleearth.com resolusi temporalnya lebih lama lagi, pada beberapa
daerah liputan resolusi temporalnya sekitar satu tahun bahkan ada yang lebih dari
satu tahun.
Satelit IKONOS yang menghasilkan citra penginderaan jauh dengan
sangat baik, sebanding dengan resolusi spasial foto udara. Karena kerincian
obyek sangat tinggi maka kesan obyek pada citra serupa dengan kesan mata saat
memandang obyek yang asli di lapangan. Dengan kemampuan resolusi spasial
yang tinggi ini citra IKONOS dapat dimanfaatkan sebagai sumber data untuk
pemetaan, inventarisasi dan monitoring potensi sumberdaya alam pada skala detil
dimana sebelumnya hanya dapat dilakukan oleh foto udara. Melihat karakter
resolusi spasialnya yang baik IKONOS dapat didesain untuk digunakan pada
berbagai macam bidang aplikasi antara lain: penentuan batas bidang, identifikasi
jaringan jalan, transportasi, dan identifikasi bangunan, Kusuma (2006:6).
Data digital satelit IKONOS telah terkoreksi secara geometrik, artinya data
citra IKONOS mempunyai kedudukan koordinat yang tepat pada pemukaan bumi,
sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai data dalam pemetaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Keunggulan citra IKONOS dibandingkan foto udara adalah distorsi sentral yang
relatif kecil daripada foto udara.
Dengan ketinggian sensor pada wahana satelit IKONOS yang mencapai
681 km dpal memungkinkan perolehan data dengan kualitas metrik citra yang
lebih baik. Adapun karakteristik satelit IKONOS dapat disimak pada Tabel 1
berikut ini.
Tabel 1. Karakteristik Citra IKONOS
Tanggal Peluncuran
24 September 1999 di Vandenberg Air
Force Base, California
Usia operasi Lebih dari 7 tahun
Orbit 98.1 derajad, sun synchronous
Kecepatan pada orbit 7.5 kilometer (4.7 mil) per detik
Kecepatan di atas tanah 6.8 kilometer (4.2 mil) per detik
Jumlah revolusi 98 menit
Waktu orbit mengelilingi bumi 14.7 setiap 24 jam
Ketinggian 681 kilometer (423 mil)
Resolusi
Nadir: 0.82 meter (2.7 feet) panchromatik
3.2 meter (10.5 feet) multispektral 26° Off-
Nadir: 1.0 meter (3.3 feet) pankromatik 4.0
meters (13.1 feet) multispektral
Lebar Swath
11.3 kilometer (7.0 mil) pada nadir 13.8
kilometer (8.6 mil) pada 26° off-nadir
Waktu melewati ekuator Sekitar jam 10:30 a.m. solar time
Waktu revisit Sekitar 3 jam pada resolusi 1-meter, 40° L
Dynamic range 11 bits per piksel
Jumlah band Pankromatik, R, G, B, dan NIR
Sumber: (Space Imaging, 2002)
Citra IKONOS daerah penelitian dipresentasikan pada peta 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Peta1. Citra ikonos
3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Interpretasi Citra IKONOS
Cara memperoleh informasi dari data penginderaan jauh adalah dengan
interpretasi. Estes dan Simonet (1975) dalam Sutanto (1986) mengatakan bahwa
interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan
maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti penting dari obyek
tersebut.
Sutanto (1986), mengatakan bahwa “penyadapan informasi yang lengkap
dari foto udara memerlukan teknik interpretasi yang teliti atau sesuai dengan
kondisi di lapangan. Interpretasi citra penginderaan jauh akan optimal jika
didukung kerja lapangan yang baik. Agar hasil interpretasi foto udara dapat
sesuai dengan obyek yang sebenarnya di lapangan, maka disamping harus
memiliki pengetahuan awal tentang obyek kajian juga perlu dipahami
karakteristik obyek dengan memperhatikan unsur-unsur interpretasi foto udara”.
Unsur interpretasi citra adalah karakteristik obyek pada citra atau foto
yang digunakan sebagai kunci pengenalan obyek Untuk melakukan interpretasi
citra maupun foto udara digunakan kriteria atau unsur interpretasi yang terdiri atas
rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs dan asosiasi
(Sutanto, 1986). Adapun penjelasan untuk masing-masing unsur atau kunci
interpretasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1979) dalam Sutanto (1986:120)
adalah sebagai berikut:
1) Rona/warna
Rona diartikan sebagai warna atau tingkat kecerahan obyek pada foto
atau citra. Warna (hue), kejenuhan (saturation), dan kecerahan akan membantu
untuk membedakan obyek. Rona merupakan tingkat kegelapan atau kecerahan
obyek pada citra atau tingkatan dari hitam ke putih dan sebaliknya. Warna
adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit,
lebih sempit dari spektrum tampak. Permukaan yang menyerap cahaya seperti
permukaan air akan berona gelap, sedangkan tanah yang kering akan berona
cerah karena memantulkan cahaya ke kamera atau satelit penangkap
gelombang cahaya. Sebagai contoh sawah yang kering pada musim kemarau
akan kelihatan lebih cerah daripada sawah yang tergenang air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 1. Sawah Pada Saat Kering dan Pada Saat Tergenang Air
2) Bentuk.
Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek yang dapat
mencirikan suatu kenampakan yang ada pada citra sehingga dapat
diidentifikasi dan dapat dibedakan antar objek. Dari kenampakan pada citra
maupun foto udara dapat diidentifikasi bentuk dasar fisik bangunan, jalan,
sungai, kebun, hutan dan sebagainya. Dengan melihat bentuk-bentuk fisik
dari citra ikonos maupun foto udara dapat ditentukan penggunaan lahan suatu
tempat, sebagai contoh bentuk penggunaan lahan untuk industri atau
pergudangan dicirikan dengan bentuk bangunan yang seragam persegi.
Kenampakan sungai memiliki bentuk yang berbeda dengan jalan raya. Sungai
berkelok-kelok sesuai dengan alirannya, sedangkan jalan raya berbentuk lurus
dan teratur.
Gambar 2. Bentuk Sungai yang Mengikuti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar3. Bentuk Jalan Yang Teratur
3) Ukuran.
Ukuran ialah atribut obyek yang meliputi dimensi panjang, luas, tinggi,
kemiringan lereng dan volume dari suatu obyek. Ukuran obyek pada citra
maupun foto udara merupakan fungsi skala sehingga dalam memanfaatkan
ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu memperhatikan skala
citranya. Dengan kata lain ukuran merupakan perbandingan yang nyata dari
obyek-obyek dalam citra maupun foto udara yang mengambarkan kondisi di
lapangan. Sebagai contoh, perbedaan antara ukuran jalan setapak dengan
jalan arteri.
Gambar 4. Perbedaan Ukuran Jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Tekstur.
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan
rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual.
Tekstur sering dinyatakan dari kasar sampai halus. Tekstur merupakan hasil
gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan serta rona. Dengan melihat
tekstur dapat di kelompokkan penggunaan lahan atau fungsi dari kawasan-
kawasan tertentu. Misalnya tekstur sawah akan terlihat lebih halus berbeda
dengan kebun ataupun hutan.
Gambar 5. Perbedaan Antara Tekstur Sawah dengan Kebun Campur
5) Pola.
Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak
obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah lainnya.
Pengulangan bentuk tertentu merupakan karakteristik bagi obyek alamiah
maupun bangunan akan memberikan suatu pola yang membantu dalam
interpretasi citra maupun foto udara dalam mengenali obyek tertentu.
Misalnya Pola perumahan yang teratur pada gambar citra ikonos menunjukkan
bahwa obyek tersebut merupakan perumahan bukan tipe perkampungan, tetapi
perumahan yang dibangun oleh developer. Dalam menginterpretasi citra atau
foto udara pola sangat di perhatikan, guna membedakan antara obyek-obyek
yang hampir sama karakteristiknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 6. Pola Permukiman Tidak Teratur dan Pola Permukiman Teratur
6) Bayangan.
Bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi
beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya. Bentuk bayangan
mencerminkan profil dari obyek dimana ada obyek yang menghalangi sinar
matahari yang seharusnya mengenai suatu daerah tertentu. Dengan bantuan
unsur bayangan ini juga dapat menentukan arah mata angin serta pengenalan
terhadap suatu obyek yang kemungkinan sulit diamati sebelumnya.
Gambar 7. Cerobong Asap Pabrik Lebih Terlihat Dari Bayangannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7) Situs.
Situs adalah lokasi dari obyek dalam hubungannya dengan obyek lain
atau lingkungannya. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung
melainkan keterkaitan obyek dengan lingkungan sekitar. Situs dapat
membantu dalam menginterpretasi foto udara ataupun citra IKONOS dengan
melihat obyek yang lain. Contoh situs permukiman memanjang pada
umumnya terletak disepanjang tepi jalan.
Gambar 8. Situs Permukiman Memanjang Berada Disepanjang Jalan
8) Asosiasi.
Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu
dengan obyek yang lain. Asosiasi hampir sama dengan situs. Dengan adanya
keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering menjadi
petunjuk adanya obyek yang lain. Misalnya stasiun kereta api berasosiasi
dengan rel kereta api yang bercabang-cabang (jumlahnya lebih dari satu). Ini
berarti adanya rel kereta api yang bercabang-cabang menunjukkan bahwa
disitu ada obyek yang berupa stasiun kereta api, yang tadinya sulit diamati
karena bentuk bangunanya menyerupai pabrik atau kantor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 9. Stasiun Kereta Api Berasosiasi Dengan Rel Bercabang-cabang
Pada awalnya kunci interpretasi ini diterapkan pada citra foto udara
pankromatik, akan tetapi dapat pula diterapkan pada cira satelit, karena
karakteristik citra satelit IKONOS mirip dengan foto udara pankromatik berwarna
maka teknik yang digunakan untuk interpretasi citra IKONOS sama dengan
interpretasi citra foto udara pankromatik. Citra satelit IKONOS menyajikan
gambar permukaan bumi dengan jelas sehingga relatif mudah mengidentifikasi
obyek yang terliput.
Untuk mengidentifikasi obyek pada citra IKONOS tidak perlu
menggunakan semua unsur interpretasi, karena dari beberapa unsur saja sudah
dapat digunakan untuk mengenali obyek pada citra, terutama pada unsur bentuk,
ukuran dan tekstur, kecuali pada obyek tertentu yang sulit dikenali diperlukan
lebih banyak unsur interpretasi.
4. Pemanfaatan Citra IKONOS untuk Identifikasi Lahan Pertanian
Interpretasi citra foto udara untuk kajian penutup lahan atau penggunaan
lahan telah dilakukan sejak tahun 1940-an. Istilah penggunaan lahan dalam hal ini
lebih dikaitkan dengan kegiatan manusia diatas sebidang tanah, terutama dalam
hal perencanaan lahan atau bangunan. Sutanto (1987:47) mengemukakan bahwa
pemanfaatan citra foto udara dalam bidang pertanian telah dilakukan secara luas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penggunaannya antara lain untuk pengenalan jenis tanaman, evaluasi kondisi
tanaman, dan perkiraan jumlah produksi.
G. Jacob dkk dalam International Journal of Health Geographics (2006)
pada tahun 2006 melakukan penelitian dengan menggunakan citra IKONOS tahun
2005 dan citra Landsat Thematic Mapper (atau biasa disebut Landsat TM) tahun
1988 untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan dalam mengidentifikasi
persebaran habitat bibit (larva) nyamuk Culex quiinquefasciatus di Kenya.
Citra IKONOS menyediakan data permukaan bumi secara spasial dengan
baik, hasil perekamannya mirip dengan kenampakan aslinya di lapangan sehingga
mudah diidentifikasi. Dalam penelitian ini, data penginderaan jauh yang berupa
Citra satelit IKONOS digunakan sebagai data dasar untuk mengetahuai luas dan
sebaran lahan pertanian. Melalui intrepretasi citra akan dapat diidentifikasi jenis
penggunaan lahannya, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui luas dan
sebaran lahan pertanian yang kemudian akan digunakan untuk memperkirakan
produksi lahan pertanian yang ada.
Kenampakan lahan pertanian (sawah) pada citra IKONOS tampak mirip
dengan yang asli di lapangan, umumnya berbentuk kotak-kotak dengan
permukaan rata, dibatasi oleh garis-garis yang sebenarnya di lapangan adalah
pematang sawah. Karena citra IKONOS mempunyai resolusi spasial yang baik
sehingga obyek permukaan bumi dapat disadap dengan baik sehingga berbagai
penggunaan lahan dikenali dengan mudah, dan lebih mudah untuk membedakan
antara penggunaan lahan yang berupa sawah dengan penggunaan lahan lainnya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi lahan pertanian adalah
konversi lahan. Menurut Khudori (2008:63) konversi lahan pertanian akan terus
meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi,
karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong tumbuh kembangnya
industri, prasarana ekonomi, fasilitas umum.
Konversi lahan pertanian dari tahun ke tahun menyebabkan luas lahan
pertanian selalu berubah, jika data tentang luas lahan pertanian yang sudah tidak
sesuai tersebut masih digunakan dalam penghitungan produksi lahan pertanian
maka hasil perhitungannya akan tidak tepat, sehingga kebijakan yang diambil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
akan menimbulkan pertentangan karena tidak akuratnya data yang digunakan.
Untuk mengatasinya maka diperlukan pembaharuan data penggunaan lahan, salah
satu caranya adalah dengan memanfaatkan citra IKONOS.
Alasan digunakanya citra IKONOS antara lain adalah karena resolusi
spasial dan resolusi temporalnya yang baik. Dengan resolusi temporal yang
singkat citra IKONOS sangat baik untuk digunakan dalam memperbarui data
penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi dapat diamati
melalui citra IKONOS. Berikut ini beberapa contoh gambar perubahan
penggunaan lahan di daerah penelitian yang terekam oleh citra IKONOS dari
tahun 2004 hingga tahun 2009.
Gambar 10. Perubahan Penggunaan Lahan Kosong Menjadi Bangunan
Gambar 11. Perubahan Penggunaan Lahan Sawah Menjadi Bangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 12. Perubahan Penggunaan Lahan Sawah Menjadi Permukiman
5. Uji Ketelitian Interpretasi
Uji ketelitian interpretasi citra adalah usaha untuk mencocokkan atau
membandingkan antara hasil interpretasi citra yang dilakukan oleh interpreter
(orang yang melakukan interpretasi) dengan keadaan sebenarnya melalui
pengecekan di lapangan. Uji ketelitian interpretasi citra sangat penting untuk
dilakukan sebelum data hasil interpretasi penginderaan jauh digunakan, karena
ketelitian dalam interpretasi sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan terhadap
data penginderaan jauh yang akan digunakan tersebut, Sutanto (1986:116).
Untuk memudahkan pekerjaan lapangan dalam melakukan uji ketelitian
interpretasi maka dibuat sampel yang mewakili setiap penggunaan lahan yang ada.
Sampel-sampel blok penggunaan lahan yang telah dilakukan pengecekan
lapangan kemudian dicocokkan (matching) dengan penggunaan lahan hasil
interpretasi citra, hasilnya kemudian dimasukkan kedalam tabel uji interpretasi
atau yang dikenal dengan tabel omisi komisi. Sutanto (1994) dalam Nurbersari
2006 mengemukakan uji ketelitian interpretasi citra akan dapat diterima apabila
lebih dari 80% rerata hasil interpretasi dilapangan benar. Tabel untuk uji
ketelitian disajikan pada tabel 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2. Kontingensi Uji Ketelitian interpretasi
Kategori
Interpretasi Citra Total
Interpretasi
Ketelitian
Pemetaan
(%)
Omisi
(%)
(A) (B) (C) (D)
Lap
an
gan
A’ A’A A’B A’C A’D A A’A/ A '
B’ B’A B’B B’C B’D B B’B/ B '
C’ C’A C’B C’C C’D C C’C/ C C
CCC '
D’ D’A D’B D’C D’D D D’D/ D D
DDD '
Total A B C D sampel benar
Ketelitian
Interpretasi (%) A’A/ A B’B/ B C’C/ C D’D/ D
Komisi % A-A’A
A
B-B’B
B
C-C’C
C
D-D’D
D
Sumber : Sutanto (1986 :116), dengan modifikasi.
Keterangan :
A, B, C, D : Kelas obyek hasil interpretasi
A’, B’, C’, D’ : Kelas obyek di lapangan
A’A : Kelas obyek A yang diinterpretasikan A’
A’B : Kelas obyek B yang diinterpretasikan A’
B’A : Kelas obyek A yang diinterpretasikan B’
1) Ketelitian seluruh hasil interpretasi =
2) % ketelitian pemetaan kelas A = ' X 100%
3) % komisi kelas A = 'X 100%
4) % omisi kelas A = 'X 100%
5) Ketelitian diterima apabila rerata benar > 80% dan rerata komisi <
20%.
Menurut Sutanto (1986:116), cara uji ketelitian seperti ini dapat digunakan
didalam analisis data penginderaan jauh secara digital dengan menggunakan
100% sampeljumlah
benar sampeljumlah totalketelitian
100% sampeljumlah
benar sampeljumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
komputer maupun dengan cara manual. Untuk analisis manual, pixel dapat
diganti dengan petak bujur sangkar atau menjadi luas bagi masing-masing kelas.
6. Penggunaan Lahan
a. Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi, dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunaanya (Hardjowigeno, 1978: 43).
Menurut Arsyad (1989: 207), “ lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri
atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang
ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan”. Dalam hal ini lahan juga
mengandung pengertian ruang atau tempat.
b. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi
(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya baik materiil maupun spritual (Arsyad, 1989: 207). Direktorat Land Use
dalam Arsyad (1989: 207), menyatakan penggunaan lahan dapat dikelompokkan
ke dalam dua golongan besar yaitu :
1) Penggunaan Lahan Pertanian
Berdasarkan atas air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang
terdapat di atas lahan tersebut. Penggunaan lahan ini meliputi :
a) Tegalan
b) Sawah
c) Kebun kopi
d) Kebun karet
e) Padang rumput
f) Hutan produksi
g) Hutan lindung
h) Padang alang-alang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Penggunaan Lahan Non Pertanian, dibedakan :
a) Penggunaan desa dan kota (permukiman)
b) Industri
c) Rekreasi
d) Pertambangan, dan sebagainya.
Pengelompokan penggunaan lahan pertanian seperti dikemukakan di atas
adalah pengelompokan yang sangat kasar, karena belum mempertimbangkan
berbagai aspek lain penggunaan lahan seperti skala usaha atau luas tanah yang
diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja, orientasi pasar
dan sebagainya. Jika faktor-faktor tersebut dimasukkan maka akan didapat tipe
penggunaan lahan yang memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai
penggunaan lahan (Arsyad, 1989: 207). Sebagai contoh penggunaan lahan
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Perladangan
2) Tanaman semusim campuran, tanah darat, tidak intensif
3) Tanaman semusim campuran, tanah darat, intensif
4) Sawah, satu kali setahun, tidak intensif
5) Sawah, dua kali setahun, intensif
6) Perkebunan rakyat (karet, kopi atau coklat, jeruk), tidak intensif
7) Perkebunan rakyat, intensif
8) Perkebunan besar, tidak intensif
9) Perkebunan besar, intensif
10) Hutan produksi, alami
11) Hutan produksi, tanaman pinus dan sebagainya
12) Padang penggembalaan, tidak intensif
13) Hutan lindung
14) Cagar alam
Dalam hubungannya dengan pemetaan penggunaan tanah, Sandy
(1989:87) menyusun klasifikasi penggunaan tanah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Klasifikasi penggunaan tanah untuk pemetaan skala 1 : 200.000
1. Perkampungan
2. Persawahan
3. Pertanian kering semusim + perkebunan + kebun campur
4. Hutan
5. Padang + tanah tandus
6. Perairan darat + kolam
7. Lain-lain (kalau ada)
b. Klasifikasi penggunaan tanah untuk pemetaan skala 1 : 100.000 dan 1 : 50.000
1. Perkampungan :
a. Kampung
b. Kuburan
c. Emplasemen
2. Persawahan :
a. Sawah 2 x padi setahun dan lebih
b. Sawah 1 x padi setahun + palawija
c. Sawah 1 x padi setahun
d. Sawah ditanami tebu/ tembakau/ rosela/ sayur-sayuran
3. Pertanian kering semusim :
a. Tegalan
b. Ladang
c. Sayuran
d. Bunga
4. Perkebunan :
a. Karet
b. Kopi
c. dan seterusnya jenis-jenis lain
5. Kebun campur :
a. Campuran
b. Buah-buahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Hutan :
a. Hutan Lebat
b. Hutan Belukar
c. Hutan Sejenis
d. Hutan Rawa
7. Kolam/ Tambak
8. Tanah Tandus :
a. Tanah Tandus
b. Tanah Rusak
9. Padang :
a. Padang rerumputan
b. Padang semak
10. Perairan Darat :
a. Danau/ Situ
b. Rawa
c. Waduk
c. Klasifikasi penggunaan tanah untuk skala 1 : 25.000 dan 1 : 12.500
1. Perkampungan
1a. Kampung
1b1. Kuburan Nyata
1b2. Kuburan Tak Nyata
1c1. Emplasemen Menetap
1c2. Emplasemen Sementara
2. Persawahan :
2a1. Sawah 3 x padi setahun
2a2. Sawah 2 x padi setahun
2b1. Sawah 2 x padi setahun + palawija ( jenis palawija dinyatakan).
2b2. Sawah 1 x padi setahun + palawija ( jenis palawija dinyatakan).
2c1. Sawah 1 x padi setahun, berupa sawah tadahan.
2c2. Sawah 1 x padi setahun, berupa sawah rawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2d1. Sawah ditanami tebu
2d2. Sawah ditanami tembakau
2d3. Sawah ditanami Rosela
Pertanian Kering Semusim
2e. Tegalan dengan jenis tanaman
2f1. Ladang digarap 0 - 1 tahun, dengan jenis tanaman
2f2. Ladang digarap 1 - 3 tahun, dengan jenis tanaman
2g. Sayuran dengan jenis tanaman
2h. Bunga-bungaan, dengan jenis tanaman
3. Perkebunan :
3a1. Karet sudah berproduksi
3a2. Karet belum berproduksi
dst. Menurut jenis tanaman dengan perincian sudah belum berproduksi.
4. Kebun Campur
4a1. Campuran, sudah berproduksi
4a2. Campuran, belum berproduksi
4b1. Buah-buahan, sudah berproduksi
4b2. Buah-buahan, belum berproduksi
5. Hutan
5a. Hutan Lebat, dengan jenis kayu utama
5b1. Hutan Belukar Alami
5b2. Hutan Belukar Buatan, dengan jenis kayu
5c1. Hutan Sejenis Alami, dengan jenis kayu
5c2. Hutan Sejenis Buatan, dengan jenis kayu
5d. Hutan Rawa, dengan jenis kayu utama
6. Kolam
6a. Kolam Air Tawar
6b. Tambak
6c. Kolam Penggaraman
7. Perairan Darat
7a. Danau Situ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7b. Tambak
7c. Waduk
8. Tanah Tandus
8a1. Tanah Tandus, Berbatu-batu
8a2. Tanah Tandus, Lahar
8a3. Tanah Tandus, Pasir
8b1. Tanah Rusak, Tererosi berat
8b2. Tanah Rusak, Terintrusi air asin
8b3. Tanah Rusak, Bekas Penambangan
8b4. Tanah Rusak, Bekas Penggalian
9. Padang
9a1. Padang Rumput
9a2. Padang Alang-alang
9b1. Padang Semak
9b2. Padang Sabana
9b3. Padang Bencah
10. Penggunaan Lain
Isi lainnya pada peta penggunaan tanah:
a. Batas Administrasi :
Desa/ Kelurahan, Kecamatan, Propinsi dan Negara.
b. Letak Ibukota Administrasi :
Desa/ Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten.
c. Kualitas Jalan :
Aspal, batu, tanah, setapak, kereta api dan lori.
d. Sungai dan hirarki saluran :
Sungai, saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier.
e. Konstruksi Bendungan :
Teknis, semi teknis dan non teknis.
f. Tanggul
g. Triangulasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Data penggunaan lahan terbaru Kecamatan Jaten diperoleh dari hasil
interpretasi Citra Ikonos Tahun 2009 kemudian diolah menggunakan SIG dan
digambarkan pada peta menggunakan skala 1 : 60.000. Hasil interpretasi
penggunaan lahan kemudian diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi penggunaan
lahan yang dikemukakan oleh Sandy (1989:87) dengan penyederhaan sesuai
kebutuhan dalam penelitian.
7. Lahan Pertanian
a. Pertanian
Pertanian adalah jenis kegiatan produksi yang berlandaskan pada proses
pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan mengusahakan tanah untuk
memperoleh hasil tanaman atau hewan. Soetriono dkk (2006: 29).
Menurut Goldworthy dan Fisher (1992: 1), “Tugas pertama pertanian di
semua negara adalah menghasilkan bahan pangan pokok untuk mencukupi
permintaan ekonomi. Pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pertanian yang dikhususkan pada usaha untuk menanam tanaman padi di sawah.
Orang yang berusaha mengatur atau mengusahakan tumbuh-tumbuhan
dan hewan serta memanfaatkan hasilnya disebut petani. Petani atau pengusaha
pertanian dalam kegiatan usaha tani, merangkap dua peranan yaitu sebagai
penggarap dan manajer (Soetriono dkk, 2006: 13).
b. Lahan Pertanian
Lahan pertanian diasumsikan sebagai sebidang tanah yang digunakan
untuk kepentingan pertanian. Menurut Kartasapoetra (2004:94) tanah pertanian
merupakan tanah yang dapat digunakan untuk aktifitas pertanian. Lahan pertanian
berfungsi sebagai penghasil komoditas-komoditas pertanian guna memenuhi
kebutuhan pangan. Lahan pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
lahan pertanian berupa sawah untuk menanam padi.
Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata,
dibatasi oleh pematang, dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya
lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi
memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk
mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan
(http://www.wikipedia.com).
Menurut Hardjowigeno dan Rayes (2005:3). Tanah sawah adalah tanah
yang digunakan untuk menanam padi sawah, baik secara terus menerus sepanjang
tahun atau bergiliran dengan palawija. Tanah sawah merupakan tanah yang
terpenting di Indonesia karena merupakan sumberdaya alam utama dalam
memproduksi beras yang merupakan makan pokok sebagian besar penduduk
Indonesia.
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian
dijadikan sawah atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat
saluran-saluran drainase. Tanah sawah yang berasal dari tanah kering yang diairi
umumnya berupa sawah irigasi, baik irigasi teknis (dengan bangunan irigasi
permanen), setengah teknis (dengan bangunan irigasi semipermanen) maupun
irigasi sederhana (tanpa bangunan irigasi). Apabila sumber air berasal langsung
dari hujan maka disebut sawah tadah hujan. Sawah yang dikembangkan di rawa-
rawa pasang-surut disebut sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di
daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak. Hardjowigeno dan Rayes (2005 : 3).
7. Beras
Beras adalah bulir padi (gabah) yang telah dipisahkan dari kulitnya
(sekam) dengan cara ditumbuk menggunakan lesung atau digiling menggunakan
mesin penggilingan padi hingga kulitnya terlepas dari isinya, bagian isi inilah
yang disebut beras. Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi yang
merupakan makanan pokok terpenting penduduk indonesia. Beras merupakan
pangan yang sangat penting di dunia, melebihi kentang, gandum, jagung dan
serealia lain. Beras menjadi makanan pokok sekitar 3 miliar orang, atau sekitar
separuh penduduk dunia. Sebagian besar beras (90%) diproduksi dan dikonsumsi
oleh negara-negara di Asia, Khudori (2008:1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8. Produksi Beras
Produksi padi di daerah penelitian didapat dengan menjumlahkan hasil
panen padi seluruh lahan pertanian yang ada selama setahun. Hasil panen yang
dimaksud adalah padi yang telah menjadi gabah kering giling (GKG). Produksi
beras dihitung dengan mengalikan antara gabah kering giling dengan angka
rendemen padi yang digunakan oleh BPS yaitu sebesar 63,2%, Khudori (2008:34).
Menurut Dinas Pertanian Tanaman dan Hortikultura Kabupaten Karanganyar
angka rendemen padi adalah 75%, sedangkan menurut hasil wawancara dengan
petani, angka rendemen padi adalah 65%.
Gabah kering giling (GKG) yang didapat adalah sekitar 90% dari Gabah
Kering Panen (gabah basah). Kemudian untuk mengetahui besarnya produksi
beras dilakukan dengan cara mengkonversi gabah kering giling menjadi beras,
yaitu jumlah GKG dikalikan 65% (angka rendemen padi menurut hasil
wawancara dengan petani). Sebagai contoh misalnya dari 1000 kg GKG maka
akan didapatkan beras sejumlah 650 kg.
9. Kebutuhan Beras
a. Penduduk
Penduduk adalah setiap orang baik Warga Negara Indonesia maupun
Warga Negara Asing yang bertempat tinggal tetap di dalam wilayah Negara
Indonesia dan telah memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku. (http://www.pu.go.id/infostatistik)
b. Kebutuhan beras
Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk
hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) untuk berusaha.
(www.wikipedia.com). Kebutuhan beras Kecamatan Jaten selama setahun
dihitung dari kebutuhan beras perkapita dikalikan jumlah penduduk Kecamatan
Jaten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut Khudori (2008 : 91), angka kebutuhan beras perkapita nasional
menurut BPS pada tahun 2005 adalah sebesar 136,3 kg perkapita per tahun.
Menurut FAO, konsumsi beras perkapita adalah 133 kg,
10. Swasembada Beras
Swasembada (self suffiency), bisa diartikan kemampuan untuk memenuhi
seluruh kebutuhan dari produk sendiri. Itu artinya swasembada terkait erat dengan
keseimbangan antara pasokan (supply) dan permintaan (demand),
(http://www.wordpress.com). Menurut menteri pertanian Anton Apriyantono,
mencukupi 90% kebutuhan beras dari dalam negeri berarti kondisi swasembada
telah tercipta (Republika Online - Senin, 09 Oktober 2006)
Dalam penelitian ini swasembada yang dimaksud adalah swasembada
seperti pengertian yang pertama diatas, yaitu tepenuhinya seluruh kebutuhan beras
di Kecamatan Jaten oleh produksi beras dari lahan pertanian dari Kecamatan Jaten
sendiri.
11. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG), terjemahan dari Geographical
Information Sistem (GIS) merupakan teknologi informasi spasial dengan bantuan
komputer dan perangkat lunak yang mempunyai tugas pokok menyimpan,
pembaharuan, manipulasi dan penyajian semua bentuk informasi yang bereferensi
geografi sesuai dengan peruntukkanya. SIG dan penginderaan jauh mempunyai
kemampuan yang bersifat komplementari, dimana penginderaan jauh dapat
merekam data atau informasi permukaan bumi dengan lebih cepat dan baru yang
manfaatnya dapat lebih ditingkatkan dengan SIG, dalam hal ini kemampuan SIG
adalah memadukan antara data digital penginderaan jauh dengan data lain baik
peta maupun data tabular, Prahasta (2001:51). Dengan beberapa kemampuan yang
dimiliki tersebut maka akan didapatkan informasi yang baru dari hasil analisis
data menggunakan SIG.
Perubahan lingkungan sering berlangsung secara cepat, maka perlu suatu
sistem informasi untuk pengumpulan data, pemrosesan data dan alat untuk
mengkaji secara cepat pula. Untuk tujuan tersebut diperlukan metode yang praktis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yaitu pengumpulan data melalui teknik penginderaan jauh yang disertai dengan uji
lapangan secara selektif memberikan keuntungan dalam biaya dan waktu bila
dibandingkan dengan pemetaan secara terestrial. Data penginderaan jauh dapat
memberikan gambaran nyata permukaan bumi dan persebarannya secara
keruangan, sehingga setelah diolah dengan menggunakan SIG akan menjadi data
yang efektif dsan efisien dalam menyajikan informasi geografis.
Penginderaan jauh tidak pernah lepas dari Sistem Informasi Geografi
(SIG). Data spasial hasil penginderaan jauh merupakan salah satu data dasar yang
dipergunakan dalam analisis SIG. SIG sangat baik dalam proses manajemen data,
baik itu data atribut maupun data spasialnya. Integrasi antara data spasial dan data
atribut dalam suatu sistem terkomputerisasi yang bereferensi geografi merupakan
keunggulan dari SIG. Dengan SIG pengguna dapat membawa, meletakkan, dan
menggunakan data yang ada ke dalam sebuah bentuk (model) representasi
miniatur permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi, dimodelkan, atau
dianalisis baik secara tekstual, secara spasial maupun kombinasinya hingga
akhirnya disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan.
SIG mempunyai kemampuan untuk melakukan berbagai fungsi analisis.
Menurut Aronoff (1989) kemampuan analisis SIG dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Pengukuran, query spasial dan fungsi klasifikasi
2. Fungsi overlay
3. Fungsi Neighbourhood
4. Fungsi Network
5. Fungsi 3D Analyst
Pengkajian ini menggunakan analisis pengukuran (measurement analisis)
dan analisis overlay. Pengukuran merupakan fungsi yang mengeksplor data tanpa
perubahan yang mendasar dan biasanya dilakukan sebelum melakukan analisis
data. Fungsi Pengukuran mencakup pengukuran jarak suatu obyek, luas area (2
dimensi) dan volume (3 dimensi). Overlay merupakan fungsi yang menghasilkan
data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(sumber: www.Centerpoint.Co.Id). Analisis pengukuran dan analisis overlay ini
diarahkan untuk mengetahui luas lahan pertanian, hubungannya dengan produksi,
kebutuhan beras dan swasembada di Kecamatan Jaten.
Untuk dapat melakukan berbagai analisis tersebut tahap-tahap yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Masukan Data (Data Input)
Subsistem masukan data bertugas untuk mengumpulkan dan
mempersiapkan data spasial dan atribut. Subsistem ini pula yang
bertanggung jawab dan mengkonversi atau mentransformasikan format-
format data aslinya ke dalam format yang dapat dibaca atau digunakan oleh
perangkat SIG.
Data Input dalam penelitian ini adalah Citra IKONOS Kecamatan
Jaten. Data yang diperoleh dari hasil interpretasi citra IKONOS berupa data
sebaran penggunaan lahan pertanian, data ini merupakan data spasial yang
bersifat keruangan. Agar dapat diolah menggunakan SIG maka data spasial
tersebut perlu ditambahkan data lain yang berifat atribut yaitu data
kependudukan.
Agar dapat dianalisis dengan menggunakan SIG yang berbasis
komputer maka interpretasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan cara digitasi layar (on screen digitizing) pada citra IKONOS (soft
copy). Untuk membantu proses interpretasi digunakan pula peta RBI sebagai
acuan dalam melakukan digitasi, terutama berkaitan dengan batas
administrasi. Data hasil digitasi ini kemudian dibuat peta sementara dan
mementukan titik sampel untuk uji ketelitian interpretasi citra IKONOS.
b. Pengolahan Data
Subsistem pengelolaan data pada dasarnya dapat dimanfaatkan untuk
menimbun dan menarik kembali dari arsip data dasar. Pengorganisasian data
dalam bentuk arsip dapat dimanfaatkan dalam subsistem pengelolaan data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Data yang diolah pada SIG ada 2 macam yang biasanya disebut data
geospasial yaitu terdiri dari data spasial dan data non-spasial.
Data spasial adalah data yang berhubungan dengan kondisi geografi
misalnya sungai, wilayah administrasi, penggunaan lahan, jalan dan
sebagainya. Data spasial bisa didapatkan dari peta, foto udara, citra satelit,
dan lain-lain. Data non-spasial atau biasanya disebut dengan atribut, yaitu
data yang berupa teks atau angka.
Data non-spasial ini akan menerangkan data spasial atau sebagai dasar
untuk menggambarkan data spasial. Dari data nonspasial ini nantinya dapat
dibentuk data spasial. Misalnya jika ingin menggambarkan peta kebutuhan
beras penduduk maka diperlukan data jumlah penduduk dari masing-masing
desa (data non-spasial), dari data tersebut nantinya dapat menggambarkan
peta kebutuhan beras penduduk untuk masing-masing desa di Kecamatan
Jaten.
c. Manipulasi dan Analisis Data
Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan
oleh SIG dan melakukan manipulasi serta pemodelan data untuk
menghasilkan informasi yang diharapkan. Data yang digunakan dalam proses
analisis ini yaitu data penggunaan lahan tahun 2009 dari hasil interpretasi
citra IKONOS, dan data kependudukan dari BPS.
Dari data penggunaan lahan akan didapatkan data luas sawah yang
nantinya akan menghasilkan data produksi beras, dari data jumlah penduduk
akan menghasilkan data kebutuhan beras. Dari data produksi dan kebutuhan
beras maka akan dapat diketahui bagaimana keadaan swasembada beras di
Kecamatan Jaten tahun 2009.
d. Keluaran Data (Data Output)
Subsistem ini berfungsi untuk menanyakan informasi maupun hasil
analisis data geografi secara kualitatif maupun kuantitatif. Keluaran Sistem
Informasi Geografi (SIG) dapat berupa cetakan (hardcopy), rekaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(softcopy), dan tayangan (display). Keluaran data dalam pengkajian ini berupa
peta cetakan.
Data spasial dan data atribut setelah diolah menggunakan SIG maka
akan menjadi data yang menyajikan informasi baru yaitu berupa peta
swasembada beras di Kecamatan Jaten. Data ini nantinya dapat digunakan
sebagai masukkan untuk menentukan kebijakan dalam mengatasi masalah
perberasan di Kabupaten Karanganyar khususnya di Kecamatan Jaten, juga
kebijakan dalam pengelolaan wilayah yang berkaitan dengan tata ruang.
Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam melakukan berbagai
analisis ini adalah software Arc-View. Arc-View adalah salah satu perangkat
lunak SIG yang paling popular dan paling banyak digunakan untuk mengelola
data spasial. Software ini dibuat oleh ESRI (Environmental Systems Research
Institute), perusahaan yang mengembangkan program Arc / info. Dengan Arc-
View kita dengan mudah melakukan input data, menampilkan data, mengelola
data, menganalisis data, dan membuat peta serta laporan yang berkaitan dengan
data spasial bereferensi geografis. Arc-View lebih memfokuskan perhatian pada
struktur data vektor. Namun demikian, Arc-View juga mempunyai kemampuan
untuk menganalisis data berbasis raster (grid dan citra penginderaan jauh).
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian tentang penggunaan penginderaan jauh dan Sistem
Informasi Geografis (SIG) telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dengan
penekanan yang berbeda-beda. Untuk menghindari adanya replikasi penelitian
dan untuk lebih mendalami teori dan konsep tentang penelitian yang akan
dilakukan, maka juga dilakukan telaah dari penelitian-penelitian yang relevan
dengan tema penelitian pemanfaatan penginderaan jauh dan SIG.
Nurbersari (2006) melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Foto
Udara Pankromatik Hitam Putih untuk Kajian Konversi Lahan Pertanian di
Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar Tahun 1995-2006”. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui tingkat ketelitian foto udara pankromatik hitam putih skala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1:2500 untuk kajian konservasi lahan ,mengetahui besar konservasi lahan yang
terjadi dan agihannya, mengetahui apakah faktor panjang dan kondisi jalan serta
pertumbuhan penduduk mempengaruhi konservasi lahan pertanian.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah besar ketelitian foto udara
pankromatik hitam putih untuk kajian koversi lahan pertanian adalah 93,267%,
konversi lahan pertanian yang terjadi yaitu 112,467 Ha (4,198%) tersebar merata.
Faktor panjang dan kualitas jalan kurang berpengaruh terhadap konversi lahan
pertanian dan pertumbuhan penduduk mempengaruhi konversi lahan pertanian.
Kusuma (2006) melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Citra
IKONOS dan Sistem Informasi Geografis Untuk Estimasi Nilai Jual Objek Pajak
Bumi di Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta”. Tujuan penelitian yaitu untuk
mengkaji kehandalan (ketelitian citra IKONOS) dalam mengidentifikasi variabel-
variabel penentu NJOP Bumi, mengetahui dan memetakan NJOP Bumi
menggunakan citra IKONOS dan SIG.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: Jenis penggunaan lahan
berdasar citra IKONOS yaitu: permukiman, perdagangan, pertanian, jasa, rekreasi,
tempat ibadah, dan lain-lain. Ketelitian interpretasi citra IKONOS adalah 85 %
(layak digunakan). Hasil estimasi NJOP Bumi menunjukkan bahwa harga
terendah di Kecamatan Tegalrejo adalah Rp 75.504,- dan harga lahan tertinggi
adalah Rp 1.226.530,- Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa lahan di Tegalrejo
termasuk dalam kelas 13 sampai 30. Distribusi NJOP Bumi menunjukkan harga
lahan tertinggi yaitu lahan yang terletak dipinggir jalan utama, yaitu jalan
Magelang, jalan A.M Sangaji, jalan Kyai Mojo, dan jalan HOS Cokroaminoto.
Suroto (2006) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan
Lahan Untuk Dasar Arahan Konservasi Lahan menggunakan Aplikasi
Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Nguntoronadi
Kabupaten Wonogiri”. Tujuan penelitian untuk mengetahui kemampuan
penginderaan jauh citra IKONOS untuk menyadap parameter fisik lahan terkait
dengan kemampuan lahan, mengetahui tingkat kemampuan lahan, mengevaluasi
kemampuan lahan dengan penggunaan lahan dan alternatif arahan konservasinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil penelitianya yaitu: Uji ketelitian citra IKONOS dengan ketepatan
interpretasi bentuk lahan sebesar 88,88%, dan ketepatan interpretasi penggunaan
lahan sebesar 94%. Tingkat kemampuan lahan di daerah penelitian yaitu kelas
IIs,kelas IIIe, kelas IVe,s, kelas IVe,w,s, kelas IVw,s, kelas Ve,s, kelas VIe,s, kelas
VIe,w,s,dan kelas VIIe,w,s. Hasil evaluasi keselarasan lahan yaitu kategori selaras
seluas 4217,19 ha (62,98%), kategori sedang 737,73 (11,01%), kategori tidak
selaras 1740,73 ha (26,01%). Alternatif dasar “arahan konservasi lahan dengan
yaitu pengelolaan intensif untuk kemampuan lahan kelas II sampai dengan cagar
alam untuk kelas VI. Sedangkan “perlakuan terhadap lahan” adalah pengolahan
menurut garis kontur, pemupukan pergiliran tanaman, pemakaian mulsa, teras
berdasar lebar untuk kelas II sampai penutup tanah permanen untuk alternatif kelas
VII.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 3. Penelitian yang Relevan
Nama
Peneliti
Penelitian
Rita Mawanti Kusuma Nurbersari
(2007)
Susandi Kusuma
(2006) Suroto
(2006)
Peneliti
Judul
Penggunaan Foto udara Pankromatik
Hitam Putih untuk Kajian Konversi
Lahan Pertanian di kecamatan Jaten
Kabupaten Karanganyar tahun 1995-
2006. Universitas Sebelas Maret
Surakarta (Skripsi)
Pemanfaatan Citra IKONOS Dan Sistem
Informasi Geografis Untuk Estimasi
nilai Jual Objek Pajak Bumi Di
Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta.
Universitas Gadjah Mada (Skripsi)
Analisis Kemampuan Lahan Untuk Dasar
Arahan Konservasi Lahan Menggunakan
Aplikasi Penginderaan Jauh Dan Sistem
Informasi Geografis di Kecamatan
Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
(Skripsi)
Evaluasi Swasembada Beras Di
Kecamatan Jaten Tahun 2009
menggunakan Citra IKONOS
Daerah
Penelitian
Kecamatan Jaten Kabupaten
Karanganyar
Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten
Wonogiri
Kecamatan Jaten ,Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah
Tujuan
1. mengetahui tingkat ketelitian foto
udara pankromatik hitam putih
untuk kajian konversi lahan 2. Mengetahui konversi lahan
pertanian dan agihannya
3. mengetahui pengaruh letak lahan,
aksesbilitas dan pertumbuhan
penduduk terhadap konversi lahan
pertanian
1. mengkaji kehandalan (ketelitian citra
IKONOS) dalam mengidentifikasi
variabel-variabel penentu NJOP Bumi 2. Mengetahui dan memetakan NJOP
Bumi menggunakan citra IKONOS
dan SIG
1. mengetahui kemampuan data
penginderaan jauh yaitu citra IKONOS
untuk menyadap parameter fisik lahan
yang terkait dengan kemampuan lahan. 2. Mengetahui tingkat kemampuan lahan di
daerah penelitian
3. mengevaluasi kemampuan lahan dengan
penggunaan lahan di daerah penelitian
4. mengetahui alternatif dasar arahan
konservasi lahan di daerah penelitian
1. mengetahui tingkat ketelitian Citra
IKONOS Untuk Evaluasi
Swasembada Beras Di Kecamatan
Jaten Tahun 2009
2. mengetahui luas lahan lahan
pertanian di Kecamatan
3. Mengetahui produksi lahan
pertanian di Kecamatan Jaten pada
tahun 2009.
4. Mengetahui kebutuhan beras di
Kecamatan Jaten pada tahun 2009.
5. Mengetahui tingkat swasembada
beras di Kecamatan Jaten pada
tahun 2009.
Metode
- Deskriptif Kualitatif
- interpretasi foto udara
- analisis peta dengan SIG
Deskriptif kuantitatif
Deskriptif Kualitatif
- Deskriptif spasial
- interpretasi citra IKONOS
- analisis peta dengan SIG
Hasil
1. Besar ketelitian foto udara
pankromatik hiatam putih adalah
93,265% 2. Telah terjadi koversi lahan
1. Jenis penggunaan lahan berdasar citra
IKONOS yaitu: permhkiman,
perdagangan, pertanian, jasa, rekreasi,
tempat ibadah, dan lain-lain.
1. Uji ketelitian citra IKONOS dengan
ketepatan interpretasi bentuk lahan
sebesar 88,88%, dan ketepatan intepretasi
penggunaan lahan sebesar 94%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pertanian sebesar112,467 Ha
(4,198%) tersebar merata di
delapan desa yaitu Desa Suruh
Kalang sebesar 55,343 Ha, Desa
Jati sebesar 11,462 Ha, Desa
Jaten sebesar 0,863 Ha, Desa
Ngringo sebesar 8,592 Ha, Desa
Jetis sebesar 23,727 Ha, Desa
Brujul sebesar 18,5 Ha, Desa
sroyo sebesar 5,715 Ha
3. Aksesbilitas terutama panjang dan
kualitas jalan kurang berpengaruh
terhadap konversi lahan pertanian
dan pertumbuhan penduduk
mempengaruhi konversi lahan
pertanian.
2. Ketelitian interpretasi citra IKONOS
berdasarkan uji ketelitian citra adalah
85 % (layak digunakan) 3. Hasil estimasi NJOP Bumi
menunjukkan bahwa harga terendah di
Kecamatan Tegalrejo adalah Rp
75.504, dan harga lahan tertinggi
adalah Rp 1.226.530. Hasil klasifikasi
menunjukkan bahwa lahan di
Kecamatan Tegalrejo termasuk dalam
kelas 13 sampai 30. Sebagian besar
lahan di Kecamatan Tegalrejo
termasuk kelas 23 yaitu lahan dengan
harga antara Rp 308.000 sampai Rp
362.000 dengan ketentuan nilai jual
bumi Rp 335.000.
4. Distribusi NJOP Bumi menunjukkan
bahwa harga lahan tertinggi yaitu di
atas satu juta rupiah per meter persegi
adalah lahan yang terletak dipinggir
jalan utama, yaitu jalan Magelang,
jalan A.M Sangaji, jalan Kyai Mojo,
dan jalan HOS Cokroaminoto. Harga
lahan yang terletak tidak dipinggir
jalan dibawah lima ratus ribu rupiah
per meter persegi.
2. Tingkat kemampuan lahan di daerah
penelitian yaitu kelas IIs,kelas IIIe, kelas
IVe,s, kelas IVe,w,s, kelas IVw,s, kelas
Ve,s, kelas VIe,s, kelas VIe,w,s,dan
kelas VIIe,w,s
3. Hasil evaluasi keselarasan lahan yaitu
kategori selaras seluas 4217,19 ha
(62,98%), kategori sedang 737,73
(11,01%), kategori tidak selaras 1740,73
ha (26,01%)
4. Alternatif dasar arahan konservasi lahan
dengan “alternatif penggunaan lahan” yaitu
pengelolaan intensif untuk kemampuan
lahan kelas II sampai dengan cagar alam
untuk kelas VI. Sedangkan “perlakuan
terhadap lahan” adalah pengolahan
menurut garis kontur, pemupukan
pergiliran tanaman, pemakaian mulsa, teras
berdasar lebar untuk kelas II sampai
penutup tanah permanen untuk alternatif
kelas VII
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
C. Kerangka Berpikir
Adanya konversi lahan pertanian ke penggunaan lahan non pertanian dari
tahun ke tahun menyebabkan luas lahan pertanian selalu berubah, jika data luas
lahan pertanian yang sudah tidak sesuai masih digunakan dalam penghitungan
produksi lahan pertanian maka hasil perhitungannya akan tidak tepat sehingga
kebijakan yang diambil akan menimbulkan pertentangan karena tidak akuratnya
data yang digunakan. Perubahan penggunaan lahan berlangsung cepat
menyebabkan pemerintah kesulitan untuk melakukan pendataan karena
memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar, salah satu cara yang lebih
cepat dengan biaya dan tenaga labih sedikit adalah dengan memanfaatkan data
dari citra penginderaan jauh. Salah satu data penginderaan jauh adalah citra
IKONOS. Citra IKONOS memiliki resolusi spasial yang tinggi sehingga dapat
menggambarkan kenampakan permukaan bumi dengan baik.
Untuk mengetahui swasembada beras ada dua faktor yang mempengaruhi
swasembada beras yaitu produksi beras pertahun dan konsumsi beras pertahun.
Untuk dapat menghitung produksi maka perlu di ketahui berapa luas lahan
pertanian yang ada. Luas lahan didapat dari hasil interpretasi citra IKONOS.
Hasil interpretasi citra IKONOS kemudian dilakukan uji validitas atau uji
interpretasi citra dengan cara melakukan pengecekan lapangan untuk
mencocokkan hasil interpretasi dengan keadaan sebenarnya dilapangan.
Data hasil interpretasi citra IKONOS kemudian diolah dengan
menggunakan perangkat SIG. Besarnya produksi beras di daerah penelitian
diperoleh dengan cara mengalikan antara luas lahan dengan produksi lahan
perhektar. Kebutuhan beras Kecamatan Jaten diperoleh dengan cara mengalikan
antara kebutuhan perkapita dengan jumlah penduduk Kecamatan Jaten.
Swasembada beras diketahui dengan membandingkan antara besarnya
produksi dan kebutuhan beras di Kecamatan Jaten. Jika produksi beras lebih
besar dari kebutuhan beras maka berarti swasembada beras telah tercapai, namun
jika produksi beras lebih kecil dari kebutuhan beras itu berarti Kecamatan Jaten
tidak Swasembada. Hasil akhir dari penelitian ini disajikan dalam bentuk peta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
yaitu peta swasembada beras Kecamatan Jaten tahun 2009. Untuk lebih jelasnya,
alur pemikiran dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Gambar 13. Bagan Kerangka Berpikir
Kebutuhan
Perkapita
Produksi < Kebutuhan
Luas Lahan
Pertanian
Tidak Swasembada
Produksi Beras
Pertahun
Produksi>Kebutuhan
Jumlah
Penduduk
Kebutuhan Beras
Pertahun
Lapangan
Swasembada
Citra
IKONOS
Peta
Swasembada Beras
Validitas
Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar dengan
obyek penelitian seluruh sawah yang terletak di Kecamatan Jaten. Kecamatan
Jaten memiliki lahan pertanian yang masih cukup luas, mencapai 1.227,59 Ha
(sumber: Monografi Kecamatan). Dijadikannya Kecamatan Jaten sebagai area
industri dan letaknya yang berdekatan dengan Kota Surakarta mengakibatkan di
kecamatan ini rentan terjadi konversi lahan, oleh sebab itu perlu adanya suatu
pengawasan terhadap perubahan penggunaan lahan. Karena kedua alasan itulah
Kecamatan Jaten dipilih sebagai lokasi penelitian.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dimulai dari tahap persiapan hingga penyusunan
laporan ini dilaksanakan. Penelitian dilaksanakan selama 23 bulan terhitung sejak
pengajuan judul.
Tabel 4. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap Waktu
Jan
2009
Maret -
Juni
2009
Juli-
Agustus
2009
Sep’09-
Jan’10
Feb-
Maret
2010
April’10 -
-Jan’11
Pengajuan Judul
Penyusunan
Proposal
Penyusunan Intrumen
Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data
Penyusunan
Laporan
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
B. Metode Penelitian
Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu
tujuan dalam penelitian. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif spasial.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengarah pada
pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan
mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang diberikan
interpretasi atau analisis (Tika, 1997: 7).
Menurut Narbuko dan Achmadi (2007: 44) penelitian deskriptif adalah
penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada
sekarang berdasarkan data-data, jadi di sini juga menyajikan data, menganalisis
dan menginterpretasi.
Surakhmat (1998: 139) juga mengemukakan bahwa pelaksanaan metode-
metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan
data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu. Karena itulah
maka dapat terjadi sebuah penyelidikan deskriptif membandingkan persamaan dan
perbedaan fenomena tertentu lalu mengambil bentuk studi komparatif ; atau
mengukur suatu dimensi seperti dalam bentuk studi kuantitatif, atau mengadakan
klasifikasi, ataupun mengadakan pernilaian, menetapkan standar, menetapkan
hubungan dan kedudukan (status) satu unsur dengan unsur yang lain.
Spasial adalah ciri khas dan identitas geografi yang berarti keruangan.
Pengertian kata spasial adalah mengacu kepada ruang suatu wilayah geografis tertentu.
Hadi (2009) mengemukakan bahwa tekanan utama geografi bukanlah pada substansi
melainkan pada sudut pandang spasial. Dalam menganalisis gejala dan permasalahan
suatu ilmu (sains), maka diperlukan suatu metode pendekatan (approach method).
Metode pendekatan inilah yang digunakan untuk membedakan kajian geografi dengan
ilmu lainnya, meskipun obyek kajiannya sama. Metode pendekatan ini adalah
pendekatan keruangan. Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau atau
kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksistensi
ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial structure), pola
(spatial pattern), dan proses (spatial process) (http://www.malang.ac.id).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakkan struktur,
pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan elemen-elemen pembentuk
ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbolkan dalam tiga bentuk utama yaitu:
kenampakan titik (point features), kenampakan garis (line features) dan kenampakan
bidang (areal features).
Dari uraian diatas, metode deskriptif spasial dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan
obyek penelitian secara keruangan, dimana hasil akhir dari pengolahan data
spasial dalam penelitian ini adalah berupa peta. Sesuai dengan yang dikemukakan
Hadi (2009) bahwa produk akhir geografi adalah wilayah-wilayah (regions)
sebagai perwujudan dari persamaan dan perbedaan yang ada di muka bumi. Dari
pengwilayahan itulah kemudian dihasilkan dalil-dalil umum dalam bentuk model-
model spasial yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi atau rekomendasi.
Hasil pengwilayahan itu tidak bisa disajikan dengan jelas jika hanya dengan
uraian-uraian melainkan harus dengan peta. Peta tersebut adalah peta-peta
tematik yang dapat mempresentasikan satu tema atau multitema sebagai deskripsi,
analisis dan sintesis obyek atau fenomena spasial.
Pada penelitian ini, data yang bersifat spasial adalah data persebaran sawah
bersadarkan jenis tanah dan irigasinya. Data spasial yang diperoleh kemudian diolah
dengan menambahkan data atribut yang berupa data jumlah penduduk dan data
produksi padi agar dapat dilakukan analisis terkait swasembada beras di daerah
penelitian.
Hasil akhir pengolahan data pada penelitian ini adalah berupa peta. Peta yang
dihasilkan merupakan peta tematik yang dapat mempresentasikan satu tema atau
multitema sebagai deskripsi, analisis dan sintesis objek, yang dalam hal ini adalah
swasembada beras di Kecamatan Jaten. Peta-peta tematik yang dihasilkan dalam
penelitian ini adalah:
1. Peta Luas Sawah berdasarkan Jenis Tanah dan Irigasi di Kecamatan Jaten Tahun
2009
2. Peta Produksi Beras di Kecamatan Jaten Tahun 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
3. Peta Luas Sawah berdasarkan Jenis Tanah dan Irigasi di Kecamatan Jaten Tahun
2009
4. Peta Luas Sawah berdasarkan Jenis Tanah dan Irigasi di Kecamatan Jaten Tahun
2009
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari obyek yang diteliti sebagai hasil
observasi lapangan atau wawancara langsung dengan responden.
Data primer yang diperoleh antara lain:
1) Data produksi lahan pertanian padi hasil wawancara
2) Data penggunaan lahan hasil observasi lapangan
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data penunjang penelitian yang diperoleh dari
lembaga/instansi pemerintah yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder
tersebut meliputi:
1) Data kependudukan dari monografi Kecamatan dan monografi Kabupaten
2009. Sumber BPS Kabupaten Karanganyar
2) Data curah hujan Dinas Pertanian
3) Data penggunaan lahan dari Peta Rupa Bumi Indonesia dan citra satelit Ikonos
dari Google Earth tahun 2009
4) Peta Rupa Bumi Indonesia, lembar 1408-343,dan lembar 1408-344, sumber
Bakosurtanal
5) Data produksi beras dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Kabupaten Karanganyar
D. Populasi dan Teknik Sampling
1. Populasi
Menurut Tika (1997 : 32) Populasi adalah himpunan individu atau obyek
yang banyaknya terbatas dan tidak terbatas. Himpunan individu atau obyek yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
terbatas adalah himpunan individu atau obyek yang dapat diukur dengan jelas
batas maupun jumlahnya. Himpunan individu atau obyek yang tidak terbatas
merupakan himpunan individu atau obyek yang sulit diketahui jumlah maupun
batas wilayahnya. Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh lahan yang ada
di semua desa di Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar.
2. Sampel
Menurut Tika (1997:39) ”Sampel adalah sebagian dari populasi untuk
mewakili seluruh populasi”. Penghambilan sampel dilakukan untuk melakukan uji
ketelitian interpretasi dan untuk menentukan narasumber wawancara. Sampel
yang diambil dalam uji interpretasi citra adalah blok-blok penggunaan lahan yang
telah mewakili seluruh penggunaan lahan yang ada di lapangan. Besarnya sampel
penelitian menurut Arikunto (2002: 112), apabila subyek penelitian kurang dari
100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi, selanjutnya jika jumlah subyek penelitian lebih besar dari 100 dapat
diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih. Berdasarkan jumlah blok atau
petak penggunaan lahan yang diintepretasi yaitu 168 blok/petak, jumlah sampel
yang diambil sebanyak 30% atau berjumlah 50 sampel.
Sampel narasumber wawancara adalah para petani di 8 desa yang ada di
Kecamatan Jaten yang diwakili oleh ketua Kelompok Tani atau GAPOKTAN
(Gabungan Kelompok Tani) masing-masing desa. Ketua Kelompok Tani dipilih
sebagai narasumber karena merupakan orang yang ditunjuk oleh pemerintah desa.
Selain sebagai petani pengagarap juga merupakan orang yang dianggap paling
mengerti keadaan lahan pertanian yang ada di wilayahnya.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah jenis tanah dan irigasi, sehingga
sawah di daerah penelitian diklasifikasikan berdasarkan jenis tanah dan irigasi.
Sampel untuk narasumber diambil pada masing-masing kelas sawah. Jumlah
sampel yang diambil pada masing-masing kelas adalah sebagai berikut:
1. Sawah pada tanah Alluvial dengan irigasi setengah teknis: 1 sampel
2. Sawah pada tanah Grumusol dengan irigasi setengah teknis: 2 sampel
3. Sawah pada tanah Grumusol dengan irigasi teknis: 5 sampel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
4. Sawah pada tanah Mediteran dengan irigasi setengah teknis: 1 sampel
5. Sawah pada tanah Mediteran dengan irigasi teknis: 2 sampel
Banyaknya jumlah sampel yang diambil sawah mempertimbangkan luas
sawah pada masing-masing kelas, semakin luas area sawah maka semakin banyak
sampel yang diambil.
3. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan untuk uji interpretasi citra
adalah secara purposive (Purposive sampling). Purposive sampling adalah
sampel yang dipilih secara cermat dengan mengambil obyek penelitian secara
selektif dan memiliki ciri- ciri yang spesifik, sesuai dengan keinginan peneliti.
Sampel diambil pada seluruh penggunaan lahan yang ada dari populasi sehingga
dianggap cukup representatif (Tika; 1997:53-54). Sampel dalam uji ketelitian
adalah lahan berdasarkan penggunaannya. Sampel diambil secara purposive
dengan asumsi telah mewakili penggunaan lahan yang ada dengan jumlah sampel
50 buah. Sesuai dengan kebutuhan penelitian maka khusus untuk penggunaan
lahan sawah pengambilan sampelnya dilakukan lebih intensif.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan untuk menentukan
narasumber wawancara menggunakan teknik expert sampling (sampel ahli), yaitu
sampel yang terdiri dari orang yang diketahui mempunyai pengalaman yang dapat
dibuktikan atau keahlian dalam suatu bidang
(http://www.socialresearchmethods.net). Expert sampling adalah salah satu
metode pengambilan sampel yang termasuk kedalam purposive sampling, dimana
pengambilan sampel dilakukan dengan tujuan tertentu dan telah direncanakan
sebelumnya.
Ada dua alasan mengapa perlu digunakan sampel ahli, pertama karena ini
adalah cara terbaik untuk mendapatkan pandangan dari seseorang yang
mempunyai keahlian tartentu. Keuntungan dari menggunakan sampel ini adalah
bahwa kita mempunyai sejumlah pernyataan ahli yang melindungi kita, sedangkan
kekurangan teknik expert sampling ini adalah bahwa terkadang ahli juga bisa
salah, (http://www.socialresearchmethods.net).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Para narasumber merupakan orang yang berkompeten dalam bidang
pertanian tanaman padi, hubungannya terkait dengan produksi dan kebutuhan
beras di Kecamatan Jaten. Sampel ahli dalam penelitian ini adalah ketua
Kelompok Tani atau Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) dan pegawai
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Karanganyar yang
telah ditunjuk atau direkomendasikan oleh instansi tersebut. Lokasi titik sampel
untuk uji interpretasi citra dipresentasikan pada peta 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
E.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Teknik Pengumpulan Data
1. Dokumentasi
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data atau informasi secara
tertulis atau dalam bentuk gambar yang didapat dari kantor atau instansi yang
terkait, perpustakaan, arsip perseorangan yang menunjang penelitian.
Pelaksanaanya dilakukan dengan mencatat, menyalin, mempelajari dan memilah
data yang termuat baik berupa peta, diagram, maupun buku-buku sesuai
kebutuhan penelitian. Data yang didapat dengan teknik ini adalah data sekunder
yang telah disebutkan di atas.
2. Observasi Lapangan
“Observasi adalah cara atau teknik pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang
ada pada obyek penelitian” (Tika, 1997 : 68).
Setelah melakukan interpretasi citra IKONOS maka dilaksanakan
observasi langsung atau pengecekan lapangan untuk mencocokkan data dari hasil
interpretasi citra dengan keadaan sebenarnya melalui pengamatan langsung. Data
hasil observasi digunakan untuk keperluan uji ketelitian interpretasi citra.
Observasi lapangan dilakukan dengan mengunakan alat bantu berupa citra
IKONOS, GPS dan kamera. Hasil observasi dicatat kedalam lembar observasi
(lembar observasi dapat dilihat pada halaman lampiran), data hasil observasi
lapangan kemudian dicocokan dengan data dari hasil interpretasi citra. Tujuan
observasi adalah untuk mengetahui ada tidaknya interpretasi yang keliru, apabila
hasil uji lapangan menyimpang jauh maka dilakukan interpretasi ulang yang
dilanjutkan dengan observasi atau uji lapangan untuk kedua kali sehingga hasil
interpretasi benar-benar layak untuk digunakan.
3. Wawancara
Menurut Nasution dalam Tika (1997 : 75), wawancara (interview) adalah
bentuk komunikasi verbal, jadi berupa percakapan yang bertujuan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
memperoleh informasi. Selanjutnya Moleong (2002 : 148), menjelaskan bahwa
wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (intervieweer) yang mengajukan pertanyaan
dan yang diwawancarai (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan.
Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh keterangan atau
informasi yang terinci dan mendalam dalam rangka pengumpulan data. Kegiatan
ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara lisan dengan informan
dengan mengacu pada pedoman wawancara yang telah disusun terlebih dahulu
agar informasi yang dibutuhkan dapat terjaring secara lengkap.
Wawancara dilakukan kepada petani yang tergabung dalam GAPOKTAN
(Gabungan Kelompok Tani) yang ada di Kecamatan Jaten dan kepada pegawai
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Karanganyar yang
telah ditunjuk. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam wawancara dilakukan
sesuai dengan pedoman yang telah disusun sebelumnya. Wawancara dilakukan
untuk mencari data produksi dan kebutuhan beras di Kecamatan Jaten. Untuk
pedoman wawancara dapat dilihat pada halaman lampiran.
F. Validitas Data
Validitas data merupakan kebenaran data dari penelitian. Uji ketelitian
interpretasi citra penting untuk dilaksanakan oleh para peneliti agar memperoleh
data yang valid. Ketelitian data hasil interpretasi sangat penting untuk diketahui
sebelum peneliti melangkah lebih jauh melakukan analisis data.
Uji ketelitian interpretasi citra dilakukan dengan mencocokkan antara hasil
interpretasi citra IKONOS dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Setelah
proses interpretasi ini kemudian dilakukan observasi langsung ke lapangan untuk
mengecek kebenaran jenis penggunaan lahan yang hasil interpretasi citra dengan
penggunaan lahan yang ada di lapangan.
Dalam melakukan uji ketelitian digunakan tabel uji ketelitian atau yang
disebut dengan tabel omisi dan komisi (dapat dilihat pada tabel 3, halaman 16).
Ketelitian data hasil interpretasi penginderaan jauh dapat diterima apabila
prosentase rerata benar lebih dari 80% dan rerata salah kurang dari 20%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Selain menguji kebenaran data interpretasi citra juga dilakukan uji
validitas terhadap data produksi dan konsumsi beras hasil wawancara, yaitu
dengan metode triangulasi data. Sebagai pembanding digunakan data-data
produksi dan konsumsi beras dari BPS, Dinas Pertanian, dan monografi
kecamatan.
G. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 1990:112). Tujuan
analisis data untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang mudah dibaca
dan diinterpretasikan.
Pengkajian ini menggunakan analisis interpretasi citra dan analisis peta
dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). Analisis ini diarahkan
untuk mengetahui luas lahan pertanian hubungannya dengan produksi dan
kebutuhan beras, sehingga dapat diketahui swasembada beras di Karanganyar.
Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Tingkat Ketelitian Interpretasi Citra IKONOS
Uji ketelitian interpretasi dilakukan sebelum peneliti menuju ketahap
berikutnya karena uji ketelitian akan mempengaruhi seberapa besar kepercayaan
terhadap data hasil interpretasi citra.
Setelah mengidentifikasi obyek dengan memperhatikan kunci interpretasi,
tahap selanjutnya adalah observasi lapangan dengan tujuan untuk mencocokan
hasil interpretasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Dalam melakukan
pengecekan lapangan digunakan sampel yang diambil secara purposive dengan
pertimbangan sampel yang diambil mewakili seluruh penggunaan lahan hasil
interpretasi Citra IKONOS. Data hasil interpretasi dan data hasil observasi
lapangan kemudian dimasukan kedalam tabel untuk dilakukan uji ketelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
2. Luas Lahan Pertanian di Kecamatan Jaten Tahun 2009
Lahan pertanian yang dimaksud dalam penelitian in adalah seluruh sawah
yang digunakan untuk menanam tanaman padi baik itu sawah dengan pengairan
irigasi teknis, setengah teknis, maupun tadah hujan.
Luas sawah didapatkan dari peta penggunaan lahan hasil interpretasi citra
yang telah diolah dengan menggunakan perangkat SIG. Analisis SIG yang
digunakan dalam mencari luas lahan pertanian menggunakan analisis pengukuran
(measurement), yaitu fungsi SIG untuk mengukur jarak (panjang), tinggi, luas,
dan volume.
Sawah di daerah penelitian diklasifikasikan berdasarkan jenis tanah dan
jenis irigasinya, kemudian dihitung luas masing-masing kelas agar dapat dihitung
produksi beras pada masing-masing kelas sawah.
3. Produksi Beras di Kecamatan Jaten Tahun 2009
Produksi lahan pertanian dapat dihitung dengan cara mengalikan antara
luas lahan (dalam satuan hektar) dengan produktifitas sawah (rata-rata hasil panen
per hektar selama setahun). Data produktifitas lahan pertanian yang digunakan
untuk menghitung produksi adalah data dari hasil wawancara dengan petani di
Kecamatan Jaten. Produksi padi di hitung berdasarkan luas masing-masing kelas
sawahnya. Contoh penghitungan produksi padi di Kecamatan Jaten adalah dengan
rumus sebagai berikut:
Misal : A = Sawah dengan irigasi teknis pada jenis tanah A
: B = Sawah dengan irigasi teknis pada jenis tanah B
: C = Sawah dengan irigasi teknis pada jenis tanah C
Produksi A =
Produksi Total = Produksi A + Produksi B + Produksi C
pertahun perhektar A tasproduktiviA x Luas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
4. Kebutuhan Beras di Kecamatan Jaten Tahun 2009
Kebutuhan beras Kecamatan Jaten dapat dihitung dengan cara mengalikan
antara kebutuhan beras perkapita dengan jumlah penduduk Kecamatan Jaten
sehingga akan didapatkan kebutuhan beras penduduk Kecamatan Jaten dalam satu
tahun. Data kebutuhan beras penduduk tahun 2009 dan peta administratif
kemudian diolah untuk menghasilkan peta kebutuhan beras per desa.
5. Swasembada beras di Kecamatan Jaten Tahun 2009
Setelah diketahui berapa ton produksi beras dan berapa ton kebutuhan
beras dalam satu tahun di Kecamatan Jaten maka swasembada beras dapat
dihitung, yaitu dengan cara membandingkan antara produksi beras dengan
kebutuhan beras. Jika produksi lebih besar daripada kebutuhan (konsumsi) itu
berarti bahwa Kecamatan Jaten mengalami surplus beras atau swasembada,
namun jika ternyata produksi beras lebih kecil daripada kebutuhan beras
penduduk maka berarti Kecamatan Jaten mengalami minus (defisit) atau tidak
swasembada.
Dari peta produksi beras, peta kebutuhan beras, dan peta administratif
Kecamatan Jaten kemudian diolah menggunakan SIG menjadi peta swasembada
beras Kecamatan Jaten.
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan penjelasan yang memberikan gambaran
tentang keseluruhan dari kegiatan persiapan, pengumpulan data, analisis data yang
terkumpul, sampai dengan penulisan laporan. Prosedur dalam penelitian ini dapat
dirinci sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahap paling awal dalam sebuah penelitian.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi:
a. Menentukan lokasi dan waktu penelitian
b. Mengamati permasalahan yang ada pada lokasi yang telah ditentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
c. Survei ketersediaan data
d. Studi pustaka
2. Tahap Penyusunan Proposal
Pada tahap ini merupakan tahap lanjutan dari tahap persiapan, yaitu berupa
kegiatan merumuskan permasalahan yang ada ke dalam tulisan berupa proposal
penelitian yang terdiri dari pendahuluan, kajian teori dan metodologi penelitian.
3. Tahap Penyusunan Instrumen
Intrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara, lembar observasi,
dan citra IKONOS daerah penelitian. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini
adalah menentukan alat penelitian yang diantaranya adalah menyusun daftar
pertanyaan yang akan diberikan kepada responden. Daftar pertanyaan tersebut
digunakan untuk mengetahui produksi dan konsumsi beras. Citra IKONOS
daerah penelitian diperoleh dari situs www.googleearth.com yang kemudian
dilakukan observasi lapangan untuk menguji tingkat ketelitian citra.
4. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan berupa pengumpulan data melalui
studi dokumentasi untuk memberikan gambaran awal tentang keadaan daerah
penelitian. Data yang dikumpulkan berasal dari instansi yang terkait kemudian
dilakukan observasi dan wawancara di lapangan untuk memperoleh informasi dari
responden, yaitu pegawai Dinas Pertanian tanaman Pangan dan Hortikultura
Kabupaten Karanganyar dan para petani yang tergabung dalam GAPOKTAN
(Gabungan Kelompok Tani). Wawancara dilakukan untuk mencari data produksi
lahan pertanian dan kebutuhan beras di Kecamatan Jaten.
5. Tahap Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan suatu uraian sehingga ditemukan tema. Kegiatan
yang dilakukan pada tahap ini adalah mengelompokkan data untuk kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
analisis data, setelah data terkumpul kemudian dilakukan tabulasi untuk
mengetahui kecenderungan diantara dua variabel atau lebih, dan setelah diketahui
kecenderungannya maka hasil penelitian dijabarkan secara deskriptif. Analisis
dilakukan setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul
Data luas lahan pertanian dari citra IKONOS dan data produksi beras
diolah menjadi peta produksi beras. Data jumlah penduduk dan data kebutuhan
beras perkapita diolah menjadi peta kebutuhan beras. Data produksi dan data
kebutuhan beras kemudian diolah menjadi peta swasembada beras.
Swasembada beras ditiap desa diketahui dengan cara membandingkan
antara produksi dan kebutuhan beras masing-masing desa di Kecamatan Jaten
selama satu tahun. Jika produksi lebih besar daripada kebutuhan beras maka
dikatakan Kecamatan Jaten mengalami swasembada, sebaliknya jika produksi
lebih kecil daripada kebutuhan maka dikatakan tidak swasembada.
6. Tahap Penulisan Laporan
Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah tahap penulisan hasil penelitian
yang ditulis berdasarkan pada hasil penelitian tentang swasembada beras di daerah
penelitian, selain itu dijelaskan pula tingkat ketelitian citra IKONOS yang
digunakan dalam penelitian. Laporan yang ditulis selanjutnya dilengkapi atau
disajikan dalam bentuk skripsi yang dilengkapi dengan peta, tabel, gambar dan
lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Daerah Penelitian
1. Letak dan Luas
a. Letak
Kecamatan Jaten terlrtak antara 7031’14’’LU – 7
0 36’51’’LU dan
110051’40’’BT – 110
055’58’’BT. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia lembar
1408-343, dan lembar 1408-344, secara administratif Kecamatan Jaten termasuk
bagian dari Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan ini
terletak lebih kurang 5 km dari Ibukota Kabupaten Karanganyar dan 300 meter
dari Kota Surakarta. Kecamatan Jaten berbatasan dengan 4 kecamatan yaitu:
1. sebelah utara : Kecamatan Kebakkramat
2. sebelah selatan : Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo
3. sebelah barat : Kecamatan Jebres, Kota Surakarta
4. sebelah timur : Kecamatan Tasikmadu dan Karanganyar
Administrasi Kecamatan Jaten dapat dilihat pada peta administratif yang
dipresentasikan dalam Peta 3 halaman 59.
b. Luas
Berdasarkan hasil interpretasi citra IKONOS dan perhitungan dengan
menggunakan SIG, secara administratif Kecamatan Jaten memiliki luas wilayah
2.301 Ha yang dibagi menjadi 8 desa. Desa yang paling luas adalah Desa Sroyo
dengan luas wilayah 418 Ha (18,12% dari luas Kecamatan Jaten keseluruhan), dan
desa yang paling kecil adalah desa Jetis yaitu seluas 230 Ha (10,05%). Luas
masing- masing desa dapat disimak pada tabel 5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Tabel 5. Nama Desa dan Luasnya di Kecamatan Jaten
NO Nama Desa Luas
Ha %
1 Sroyo 418 18,12
2 Jetis 230 10,05
3 Brujul 259 11,17
4 Jati 282 12,3
5 Dagen 244 10,53
6 Ngringo 358 15,57
7 Jaten 252 10,87
8 Suruhkalang 258 11,39
Jumlah 2.301 100
Sumber : Interpretasi citra IKONOS dan hasil perhitungan
2. Iklim
Iklim merupakan gambaran keadaan rata-rata cuaca suatu tempat dalam
waktu yang panjang (dengan periode 10 tahunan hingga 30 tahunan). Iklim
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ; angin, intensitas curah hujan,
temperatur, letak, jarak dari matahari dan tinggi suatu tempat.
Klasifikasi iklim yang sering digunakan di Indonesia adalah klasifikasi iklim
menurut Schmidt dan Ferguson serta Oldeman. Klasifikasi iklim dalam penelitian
ini menggunakan klasifikasi dari Schmidt dan Ferguson dengan berdasarkan nilai
Q (Quotien), yaitu dengan menghitung perbandingan antara rata-rata bulan basah
dengan rata-rata bulan kering.
Penentuan bulan basah dan bulan kering menggunakan klasifikasi dari
Mohr, yaitu:
1) Bulan basah adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih besar dari 100
mm. Pada bulan basah, curah hujan lebih besar dari penguapan yang terjadi.
2) Bulan lembab adalah bulan dengan rata-rata curah hujan antara 60 – 100 mm.
Pada bulan ini, curah hujan kurang lebih sama dengan penguapan yang terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
3) Bulan kering adalah bulan dengan rata-rata curah hujan kurang dari 60 mm.
Pada bulan kering, curah hujan lebih kecil dari penguapan yang terjadi.
(Wisnubroto, 1983 : 74)
Penggolongan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson berdasarkan nilai Q
(Quotient) dinyatakan dalam persen (%), dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Berdasarkan besarnya nilai Q, tipe curah hujan di Indonesia dibagi menjadi
8 golongan yaitu : Sangat basah (very wet), basah (wet), agak basah (fairly wet),
sedang (fair), agak kering (fairly dry), kering (dry), sangat kering (very dry), dan
luar biasa kering (extremely dry). Data curah hujan (mm) rata-rata Kecamatan
Jaten selama 10 tahun dari tahun 1999 sampai 2008 dapat dilihat pada Tabel 6.
Data curah hujan dari Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar dipakai
untuk mewakili curah hujan di lokasi penelitian (dipresentasikan pada Tabel 7).
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui jumlah curah hujan tertinggi adalah pada
Tahun 1999 sebesar 2453 mm. Jumlah bulan basah paling banyak berada pada
Tahun 1999 yaitu sebanyak 8 bulan. Adapun jumlah bulan kering paling banyak
pada Tahun 2002 yaitu sebanyak 8 bulan.
Tabel 6. Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson
No. Tipe Nilai Sifat
1. A 0,000 ≤ Q < 0,143 Sangat basah (very wet)
2. B 0,143 ≤ Q < 0,333 Basah (wet)
3. C 0,333 ≤ Q < 0,600 Agak basah (fairly wet)
4. D 0,600 ≤ Q < 1,000 Sedang (fair)
5. E 1,000 ≤ Q < 1,670 Agak kering (fairly dry)
6. F 1,670 ≤ Q < 3,000 Kering (dry)
7. G 3,000 ≤ Q < 7,000 Sangat kering (very dry)
8. H 7,000 ≤ Q Luar biasa kering (extremely dry)
Sumber : Wisnubroto, 1983 : 7
100 basahbulan rata - Rata
keringbulan rata -Rata Q
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Tabel 7. Curah hujan Kecamatan Jaten tahun 1999 – 2008
No Bulan Curah hujan (mm) Jumlah
(mm)
Rata-rata
(mm)
Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Januari 378 209 193 108 148 245 264 305 176 352 2378 237,8
2 Pebruari 419 0 193 208 189 257 298 285 299 481 2629 262,9
3 Maret 321 916 266 109 174 126 317 192 289 350 3060 306,0
4 April 212 431 271 36 50 111 28 128 280 166 1713 171,3
5 Mei 137 0 0 32 0 82 0 61 39 0 351 35,1
6 Juni 54 33 0 0 0 0 96 0 15 0 198 19,8
7 Juli 0 0 33 0 0 0 0 0 0 0 33 3,3
8 Agustus 19 21 21 0 0 0 0 0 0 0 61 6,1
9 September 4 0 18 0 25 0 65 0 24 0 136 13,6
10 Oktober 203 343 66 0 69 45 75 0 90 290 1181 118,1
11 Nopember 313 153 114 94 139 203 161 12 206 260 1655 165,5
12 Desember 393 0 79 97 206 344 252 176 211 268 2026 202,6
Jumlah 2453 2106 1254 684 1000 1413 1556 1159 1629 2067
Jumlah Bulan Basah 8 5 5 3 5 6 5 5 6 7 55 5,5
Jumlah Bulan Lembab 0 0 2 2 1 1 3 1 1 0 11 1,1
Jumlah Bulan Kering 4 7 5 7 6 5 4 6 5 5 54 5,4
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar 2008 dan Hasil perhitungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa:
rata-rata bulan basah 5,510
7655653558
rata-rata bulan kering 4,510
556457574
dari rata-rata bulan basah dan rata-rata bulan kering dapat ditentukan tipe curah
hujan menurut metode Schmidt-Ferguson dengan perhitungan sebagai berikut:
Q = %1005,5
4,5 = 98,18% = 0,98
Berdasarkan hasil perhitungan nilai Q, kemudian dikonsultasikan dengan
tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson dapat diketahui bahwa tipe iklim di
daerah penelitian adalah tipe D atau sedang. Di daerah yang beriklim D biasanya
terdapat 3-5 bulan basah yang berurutan dalam setahun sehingga cocok untuk
pertanian padi yang membutuhkan banyak air. Besarnya nilai Q dapat dilihat
pada gambar berikut :
Gambar 14. Grafik Tipe Curah Hujan Daerah Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Tanah
Tanah merupakan akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar
planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai
akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk
dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Darmawijaya,
1997: 9)
Berdasarkan peta jenis tanah Kabupaten Karanganyar skala 1: 50.000
tahun 2006 tanah di Kecamatan Jaten terdiri dari:
a. Alluvial
Tanah alluvial terbentuk akibat adanya pengendapan tanah dari lereng atas
yang tererosi dan mengalir melalui sungai-sungai. Tanah alluvial bisa pula
terbentuk pada lahan yang sering mengalami banjir. Kebanyakan tanah alluvial
adalah tanah subur karena merupakan campuran yang mengandung cukup banyak
hara tanaman, Darmawijaya (1997 : 287).
b. Grumosol
Pada tanah grumosol bahan induk tanah yang berupa batu kapur, batu napal,
tuff, endapan alluvial, dan abu vulkanik sudah mengalami pelapukan. Tanah
grumosol yang telah diolah sebagai lahan pertanian memiliki kadar fosfat rendah
dan sebaliknya pada tanah gromosol muda mengandung abu vulkan dan sisa
batuan bernapal yang kaya akan fosfat. Tanah Grumosol memerlukan pengolahan
dan pemupukan secara intensif apabila digunakan untuk aktifitas pertanian,
Darmawijaya (1997 : 331).
c. Mediteran Merah-Kuning
Darmawijaya (1990: 310), menyatakan bahwa di Indonesia jenis tanah ini
telah mengalami pembentukan tanah dengan cara lixiviasi dan kalsifikasi lemah,
tekstur berat, konsistensi lekat, kadar bahan organik rendah, reaksi alkalis, derajat
penjenuhan basa tinggi, horison B, tekstur berwarna kuning merah, mengandung
kongkresi-kongkresi besi, horison alluvial, umumnya tererosi. Tanah ini terdapat
pada topografi berbukit-bukit sampai pegunungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jenis tanah ini jika mendapat air yang cukup dapat ditanami tebu, padi dan
buah-buahan secara intensif, Darmawijaya (1997:311). Jenis Tanah di
Kecamatan Jaten dipresentasikan pada Peta 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hidrologi
Pada daerah penelitian air bersumber dari air hujan, air sungai, air tanah
dan mata air. Untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga disetiap rumah rata-
rata memiliki sumur ataupun menggunakan air dari PDAM. Sumur pada
umumnya memiliki kedalaman antara 10–15 m. Kecamatan Jaten dilalui oleh
beberapa anak sungai yang mengalir ke Bengawan Solo. Sungai-sungai tersebut
meliputi Kali Pengok, Sungai Ngringo atau dikenal dengan Kali Songgorunggi
dan Kali Siwaluh. Sungai tersebut saat musim hujan mengalir deras dan saat
musim kemarau air akan tetap mengalir walaupun debitnya kecil dan merupakan
tempat pembuangan limbah bagi beberapa industri yang ada dan juga limbah
rumah tangga di Kecamatan Jaten.
Untuk memenuhi kebutuhan air untuk pertanian diperoleh dari saluran
Pembuangan Bengawan Solo (PBS). Saluran yang mengalir sejajar dengan
Bengawan Solo ini dimulai dari Desa Dagen hingga Desa Jetis di bagian utara
sehingga mengairi sawah yang berada di sisi kiri kanan saluran. Selain dari
saluran PBS terdapat pula sub saluran Canden yang mengalir di Kecamatan Jaten
bagian selatan antara Desa Jati dan Desa Suruh Kalang. Sub saluran Canden
bersumber dari Kali Triyagan yang berhulu di Bengawan Solo, Nurbersari ( 2006)
5. Keadaan Penduduk
Keadaan penduduk daerah penelitian yang dibahas dalam penelitian ini
meliputi jumlah penduduk dan kepadatan penduduk. Data kependudukan
diperoleh dari Monografi Kecamatan Jaten.
a. Jumlah Penduduk
Berdasarkan Monografi Kecamatan Jaten tahun 2009, jumlah penduduk di
daerah penelitian berjumlah 70.770 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki
sebesar 35.105 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 36.665 jiwa. Jumlah
penduduk terbesar terdapat di Desa Ngringo dengan jumlah penduduk sebesar
23.462 jiwa, sedangkan jumlah penduduk paling kecil terdapat di Desa Suruh
Kalang dengan jumlah penduduk 4.603 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 8. Jumlah Penduduk Daerah Penelitian Tiap Desa
NO Desa Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Sroyo 4.020 4.070 8.090
2 Jetis 2.536 2.441 4.977
3 Brujul 2.509 2.503 5.008
4 Jati 3.021 3.096 6.117
5 Dagen 2.405 2.466 4.871
6 Ngringo 11.579 11.883 23.462
7 Jaten 6.738 6.904 13.642
8 Suruhkalang l2.301 2.302 4.603
Jumlah 35.105 36.665 70.770
Sumber : Monografi Kecamatan Jaten tahun 2009
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan perbandingan antara jumlah penduduk
dengan luas wilayah. Wilayah disini diartikan sebagai wilayah administratif,
seperti kecamatan ataupun desa. Berdasarkan data luas wilayah dan jumlah
penduduk, maka angka kepadatan penduduk daerah penelitian dapat diketahui.
kepadatan penduduk dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Untuk memudahkan dalam membuat peta, kepadatan penduduk
dikelompokkan menjadi 3 kelas dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
I =
Keterangan: I = Kelas Interval
Diketahui :
Kelas tertinggi = 6.499
Kelas Terendah = 1.777
kelasjumlah
terendahkelas - tertinggikelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jumlah Kelas = 5
Kelas intervalnya adalah:
Dari perhitungan penentuan kelas interval di atas, maka pembagian kelas
kepadatan penduduk dapat di lihat seperti berikut ini:
Sangat rendah, apabila kepadatan penduduk antara 1.777 – 2.721 jiwa
Rendah, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 2.722 – 3.664 jiwa
Sedang, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 3.665 – 4.609 jiwa
Tinggi, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 4.610 – 5.554 jiwa
Sangat tinggi, apabila kepadatan penduduk antara 5.555 – 6.499 jiwa
Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk di daerah
penelitian dibagi kedalam 5 kelas yaitu ; sangat rendah, rendah, sedang, tinggi,
dan sangat tinggi. Hasil perhitungan kepadatan penduduk di masing-masing desa
berdasarkan klasifikasi diatas dipresentasikan pada tabel 11.
Tabel 9. Kepadatan Penduduk Daerah Penelitian
NO Desa Jumlah
Penduduk
Luas
(Km2)
Kepadatan
(Jiwa/Km2)
Klasifikasi
1 Sroyo 8.090 4,20 1.926 Sangat rendah
2 Jetis 4.977 2,33 2.136 Sangat rendah
3 Brujul 5.008 2,59 1.933 Sangat rendah
4 Jati 6.117 2,85 2.146 Sangat rendah
5 Dagen 4.871 2,44 1.996 Sangat rendah
6 Ngringo 23.462 3,61 6.499 Sangat tinggi
7 Jaten 13.642 2,52 5.413 Tinggi
8 Suruhkalang 4.603 2,59 1.777 Sangat rendah
Jumlah 70.770 23,18 3.053 Rendah
Sumber : Monografi Kecamatan Jaten Tahun 2009 dan hasil perhitungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari tabel hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa kepadatan
penduduk paling tinggi terdapat di Desa Ngringo dengan kepadatan penduduk
6.499 jiwa/km2 sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di Desa Suruh
Kalang dengan kepadatan penduduk 1.777 jiwa/km2. Berdasarkan rumus dan
perhitungan kepadatan penduduk di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kepadatan penduduk rata-rata di Kecamatan Jaten termasuk kedalam kriteria
kepadatan penduduk dengan klasifikasi rendah yaitu dengan kepadatan penduduk
sebesar 3.053 Jiwa/Km2. Peta kepadatan penduduk dipresentasikan pada peta 5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk adalah gambaran susunan penduduk yang dibuat
berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik yang sama.
Komposisi-komposisi penduduk dapat menentukan kualitas penduduk dari segi
kehidupannya dan dari segi sosial seperti aktivitas ekonomi dan pendidikan.
Komposisi penduduk dalam penelitian ini adalah komposisi penduduk menurut
umur dan jenis kelamin, menurut tingkat pendidikan dan menurut mata
pencaharian.
1) Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin adalah variabel
yang penting dalam sebuah kependudukan. Dengan diketahuinya komposisi
penduduk menurut umur dan jenis kelamin ini dapat digunakan untuk
mengetahui pertambahan penduduk, perpindahan penduduk dan dapat
digunakan sebagai petunjuk atau dasar untuk menyusun beberapa kebijakan
pemerintah yang dalam hal ini berkaitan dengan masalah pendidikan,
penyusunan kebijakan penduduk seperti masalah keluarga berencana dan
masalah ketenagakerjaan.
Selain itu dengan mengetahui komposisi penduduk berdasarkan umur
dan jenis kelamin diharapkan dapat diketahui jumlah penduduk baik yang
produktif, belum produktif maupun yang sudah tidak produktif lagi.
Berikut adalah komposisi umur dan jenis kelamin penduduk
Kecamatan Jaten secara grafik yang digambarkan dalam bentuk piramida
penduduk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 15. Piramida penduduk Kecamatan Jaten
Berdasarkan komposisi umur dan jenis kelamin maka karakteristik
penduduk di Kecamatan Jaten termasuk kedalam ciri-ciri penduduk Expansive,
yaitu sebagian besar penduduk berada dalam kelompok umur termuda (sumber
: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia).
Untuk mengetahui secara rinci komposisi penduduk menurut umur dan
jenis kelamin di Kecamatan Jaten dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 10. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
di Kecamatan Jaten Tahun 2008
Kelompok
Umur Laki-laki Perempuan
Laki-laki
Prempuan
0-4 2.889 2.835 5.731
5-9 3.058 3.014 6.072
10-14 3.226 3.199 6.425
15-19 3.370 3.360 6.730
20-24 3.159 3.160 6.329
25-29 2.949 2.960 5.909
30-34 2.714 2.728 5.442
35-39 2.485 2.504 4.989
40-44 2.222 2.243 4.465
45-49 1.948 1.969 3.914
50-54 1.653 1.694 3.347
55-59 1.418 1.477 2.895
60-64 1.236 1.312 2.548
65-69 1.067 1.170 2.237
70-74 892 1.024 1.926
75+ 825 1.006 1.821
Jumlah 35.105 35.665 70.770
Sumber: Data Monografi Kecamatan Jaten Tahun 2009
Dari tabel 12 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di
Kecamatan Jaten yang terbesar menurut umur adalah kelompok umur 15-19
tahun yaitu sebesar 6.730 jiwa (9,7%) dan terendah adalah kelompok umur >
75 tahun yaitu sebesar 1.750 jiwa (2,5%).
Berdasarkan tabel 13 di atas, maka dapat diketahui bahwa penduduk
perempuan yaitu sebesar 35.105 jiwa (49,6%), sedangkan jumlah penduduk
laki-laki adalah sebesar 35.665 jiwa (50,4%). Dari data tersebut dapat diketahui
besarnya rasio jenis kelamin atau Sex Ratio (SR), yaitu perbandingan antara
penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Perhitungan Sex Ratio
dirumuskan sebagai berikut:
Sex Ratio (SR) =
Keterangan : SR = Rasio Jenis Kelamin
a = Jumlah Penduduk Laki-laki
b = Jumlah Penduduk Perempuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dengan rumus di atas, besarnya rasio jenis kelamin penduduk di
Kecamatan Jaten adalah sebagai berikut :
Sex Ratio (SR) = 100665.35
105.35 = 98
Dari hasil perbandingan di atas diperoleh bahwa nilai Sex Ratio
penduduk Kecamatan Jaten adalah sebesar 98, ini berarti bahwa untuk setiap
100 penduduk perempuan sebanding dengan 98 penduduk laki-laki (dalam
setiap 100 penduduk perempuan terdapat 98 penduduk laki-laki).
Rasio jenis kelamin dibuat berdasarkan kelompok umur. Berikut akan
disajikan rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Kecamatan Jaten menurut
kelompok umur tahun 2009. Untuk mengetahui secara rinci Rasio Jenis
Kelamin penduduk Kecamatan Jaten dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 11. Rasio Jenis Kelamin Kecamatan Jaten Tahun 2008
Desa
Jumlah Penduduk Rasio Jenis
Kelamin
(%) Laki-laki Perempuan
Sroyo 4.020 4.070 98
Jetis 2.536 2.441 103
Brujul 2.505 2.503 100
Jati 3.021 3.096 97
Dagen 2.405 2.466 97
Ngringo 11.579 11.883 97
Jaten 6.738 6.904 97
Suruhkalang 2.301 2.302 100
Jumlah 35.105 35.665 98
Sumber: Kecamatan Jaten dalam angka tahun 2009
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Desa Suruh Kalang, dan Desa
Brujul memiliki sex ratio 100, Desa Jetis memiliki sex ratio lebih dari 100.
Sedang desa lainnya secara keseluruhan memiliki nilai Sex Ratio kurang dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100. Secara keseluruhan nilai rata rata SR (Sex Ratio) penduduk di Kecamatan
Jaten adalah 98, ini berarti jumlah penduduk perempuan lebih banyak
dibandingkan jumlah penduduk laki-laki.
2) Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan adalah
pengelompokan penduduk berdasarkan pendidikannya, mulai dari mereka yang
belum atau tidak sekolah hingga yang sudah lulus perguruan tinggi. Tingkat
pendidikan penduduk di suatu daerah dapat dijadikan dasar untuk mengetahui
potensi suatu daerah terkait tentang sumberdaya manusianya, sebagai modal
pembangunan, baik itu pembangunan manusia itu sendiri maupun
pembangunan ekonomi. Penduduk Kecamatan Jaten usia 5 tahun keatas
menurut tingkat pendidikan disajikan pada tabel 14.
Tabel 12. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah %
1. Tamat Akademi dan Perguruan Tinggi 6.557 10
2. Tamat SLTA 13.934 21,4
3. Tamat SLTP 13.623 21
4. Tamat SD 16.213 25
5. Tidak tamat SD 3.150 4,8
6. Belum tamat SD 7.110 11
7. Tidak/ belum pernah sekolah 4.431 6,8
Jumlah 65.038 100
Sumber: Kecamatan Jaten dalam angka tahun 2009
Penduduk pada daerah penelitian memiliki lulusan akademi dan
perguruan tinggi sebesar 6.557 orang (10%), lulusan SD sejumlah 16.213
orang (25%), lulusan SLTP sebesar 13.623 orang (21%) dan lulusan SLTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebesar 13.934 orang (21,4%), sisanya merupakan penduduk yang tidak tamat
SD, belum tamat SD dan tidak/belum pernah sekolah.
3) Komposisi penduduk menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan gambaran aktifitas penduduk untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan mata pencahariannya, yang
tertinggi adalah buruh industri, sedangkan petani menempati urutan kedua.
Berdasarkan monografi Kecamatan Jaten tahun 2009 terdapat 75 industri besar,
30 industri sedang dan 1.880 industri kecil/rumahtangga. Banyaknya industri
yang berdiri menyebabkan banyak penduduk yang bekerja sebagai buruh
industri. Secara rinci data jumlah penduduk Kecamatan Jaten berdasarkan
mata pencaharian dapat dilihat dalam tabel 15 berikut ini:
Tabel 13. Jumlah Penduduk Kecamatan Jaten Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata Pencaharian Jumlah %
1. Petani 2.112 3,58
2. Buruh tani 2.332 3,95
3. Nelayan - -
4. Pengusaha 1.325 2,24
5. Buruh industri 16.109 27,31
6. Buruh bangunan 3.492 5,92
7. Pedagang 2.588 4,33
8. Pengangkutan 889 1,50
9. PNS/ TNI 3.314 5,62
10. Pensiunan 1.852 3,14
11. Lain – lain 24.954 42,31
Jumlah 58.967 100
Sumber: Kecamatan Jaten dalam angka tahun 2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Tingkat Ketelitian Interpretasi Citra
a. Ketelitian Interpretasi Citra
Untuk menguji tingkat ketelitian atau keakuratan hasil interpretasi dan
mengetahui seberapa besar peranan Citra IKONOS didalam memberikan
informasi untuk kajian evaluasi swasembada dan untuk mengetahui kemampuan
interpreter dalam melakukan interpretasi maka perlu dilakukan uji ketelitian. Uji
ketelitian interpretasi merupakan proses membandingkan antara hasil interpretasi
dengan kondisi nyata di lapangan melalui kerja lapangan.
Penelitian ini menggunakan Citra IKONOS pada situs Googleearth yang
pemotretan atau perekamannya dilakukan pada tahun 2009. Meskipun citra yang
digunakan ber-angka tahun yang sama dengan waktu penelitian namun tetap
dilakukan pengecekan lapangan untuk mendapatkan hasil interpretasi yang lebih
baik. Uji ketelitian sangat penting untuk dilakukan sebelum peneliti menuju
ketahap berikutnya karena uji ketelitian akan mempengaruhi seberapa besar
kepercayaan terhadap data hasil interpretasi citra.
Tahap pertama adalah mengidentifikasi obyek dengan memperhatikan
unsur-unsur interpretasi. Apabila seluruh obyek telah teridentifikasi maka
dilakukan uji ketelitian interpretasi. Tahap kedua setelah identifikasi obyek
adalah kerja lapangan dengan tujuan untuk meyakinkan dan menguji kebenaran
hasil interpretasi citra dengan keadaan sebenarnya di lapangan.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive dengan pertimbangan
sampel yang diambil mewakili seluruh penggunaan lahan hasil interpretasi Citra
IKONOS. Untuk penggunaan lahan sawah jumlah sampel yang diambil lebih
banyak, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data luas sawah yang lebih
akurat, karena tujuan utama interpretasi citra adalah untuk menghitung luas
sawah. Pemilihan lokasi sampel diutamakan pada daerah yang mudah dijangkau
dan lokasinya mudah untuk dikenali, selanjutnya akan dilakukan persentasi
ketepatan hasil interpretasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Interpretasi citra dapat digunakan sebagai data masukan apabila rerata
benar atau omisi lebih dari 80% dan rerata salah atau komisi kurang dari 20%.
Untuk lebih jelasnya tabel kontingensi uji ketelitian disajikan sebagai berikut:
Tabel 15. Uji Ketelitian Interpretasi
Kategori Interpretasi Total
Ketelitian
Pemetaan
(%)
Omisi
(%)
(A) (B) (C) (D) (E)
Lap
an
gan
A’ 10 10 10/10 =100 0
B’ 1 19 20 19/20 = 95 5
C’ 1 9 10 9/10 = 90 10
D’ 6 6 6/6 =100 0
E’ 1 3 4 3/4 = 75 25
jumlah 12 19 10 6 3 ∑=46
Ketelitian
Interpretasi (%)
83 100 90 100 100 Ketelitian Total = 50
47
= 94% Komisi (%) 17 0 10 0 0
Sumber : Interpretasi citra IKONOS (2009) dan cek lapangan
Keterangan: A = Permukiman
B = Sawah
C = Kebun campur
D = . Bangunan
E = Lahan kosong
Berdasarkan tabel di atas dapat dihitung ketelitian seluruh hasil
interpretasinya adalah sebagai berikut:
Ketelitian total interpretasi = %10050
3691910
= 94 %
Dari hasil perhitungan di atas diperoleh ketelitian Citra IKONOS yang
digunakan memilki rerata ketelitian sebesar 94%. Ketelitian pemetaan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
permukiman, industri. Untuk penggunaan lahan sawah memiliki ketelitian
pemetaan sebesar 95%.
Kesalahan interpretasi dapat terjadi karena kenampakan yang mirip pada
citra misalnya pada penggunaan lahan kebun campur dengan lahan kosong.
Penyebab lain adalah karena rentang waktu dari tanggal pemotretan citra dan
pengecekkan ke lapangan maka dimungkinkan terjadi konversi penggunaan lahan.
Misalnya, terdapat kesalahan interpretasi pada sawah disalah satu lokasi, setelah
dicek ke lapangan ternyata berupa pemukiman yang sedang dibangun, hal ini
disebabkan karena meningkatnya pendirian perumahan-perumahan baru untuk
memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat.
Dengan rata-rata ketelitian interpretasi sebesar 94% maka dapat
disimpulkan bahwa hasil interpretasi Citra IKONOS sebagian besar cocok dengan
kondisi di lapangan, sehingga memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai
data masukan untuk evaluasi swasembada beras di Kecamatan Jaten tahun 2009.
Selain menguji ketelitian interpretasi citra juga dilakukan pengujian untuk
membuktikan keakuratan citra IKONOS dalam melakukan pengukuran. Gambar
berikut ini adalah contoh pengecekkan keakuratan citra IKONOS dengan Peta
Rupa Bumi Indonesia (RBI) sebagai pembanding untuk mengukur panjang. Pada
lokasi yang sama dilakukan pengukuran dengan menggunakan citra IKONOS dan
Peta RBI. Sebagai tolok ukur, dilakukan pula pengukuran langsung di lapangan
dengan meteran. Hasil pengukuran citra dikatakan semakin akurat apabila
semakin mendekati hasil pengukuran dilapangan dengan menggunakan meteran.
Gambar 25. Pengukuran Panjang Jalan pada Citra IKONOS dan Peta RBI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada citra IKONOS menunjukan angka 283 meter, pada peta RBI
menunjukkan angka 300 meter, sedangkan pengukuran di lapangan dengan
menggunakan meteran menunjukkan angka 274 meter. Dengan demikian antara
pengukuran dilapangan dengan citra IKONOS terdapat selisih sebesar 9 meter,
sedangkan pada peta RBI terdapat selisih sebesar 26 meter. Hasil pengukuran
menggunakan citra IKONOS dan peta RBI disajikan pada tabel 16 berikut ini :
Tabel 16. Ketelitian Pengukuran Citra IKONOS dan Peta RBI
Citra/Peta Hasil
pengukuran
Selisih dengan
meteran Keakuratan
Tingkat
Kesalahan
Citra IKONOS 283 m 9 m 96% 4%
Peta RBI 300 m 26 m 91% 9%
Dari hasil pengukuran diatas dapat diketahui bahwa citra IKONOS
memiliki keakuratan sebesar 96%, sedangkan keakuratan peta RBI sebesar 91%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa citra IKONOS daerah liputan
Kecamatan Jaten memiliki keakuratan yang lebih baik dalam hal pengukuran
daripada Peta RBI. Perbedaan hasil pengukuran citra IKONOS dengan
pengukuran menggunakan meteran di lapangan dapat disebabkan karena tingkat
perbesaran (zoom) maksimal pada citra masih kurang, sehingga memungkinkan
terjadi kesalahan pada saat meletakkan titik yang akan diukur panjangnya
tersebut.
b. Penggunaan Lahan
Data penggunaan lahan di Kecamatan Jaten diperoleh dari interpretasi
Citra IKONOS. Interpretasi citra adalah proses mengenali dan mengkaji suatu
obyek, wilayah ataupun fenomena yang terjadi di suatu wilayah pada citra
penginderaan jauh dengan maksud untuk mendapatkan informasi mengenai
obyek, fenomena ataupun wilayah itu sendiri. Obyek dapat dikenali melalui
delapan unsur interpretasi yang berupa rona atau warna, bentuk, ukuran, tekstur,
pola, bayangan, situs dan asosiasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Untuk mempercepat proses interpretasi maka tidak semua unsur
interpretasi digunakan untuk mengenali setiap obyek, namun hanya beberapa saja
antara lain rona atau warna, bentuk dan tekstur, karena hanya dari beberapa unsur
saja sudah dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis penggunaan lahan,
misalnya untuk sawah, sungai dan permukiman sudah dapat dikenali dari
bentuknya saja, namun untuk lebih memastikannya maka digunakan unsur
interpretasi yang lain seperti warna dan tekstur.
Dari interpretasi citra IKONOS yang telah dilakukan diperoleh beberapa
klasifikasi jenis penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Jaten yaitu:
permukiman, lahan pertanian (sawah), kebun campur, lahan tebuka, bangunan
(industri, perdagangan dan peternakan). Pada citra juga dapat dikenali
kenampakan dengan bentuk garis seperti rel kereta api, sungai, jalan, dan saluran
irigasi.
1) Permukiman
Permukiman merupakan jenis penggunaan lahan yang peruntukannya
untuk tempat tinggal tempat tinggal. Pada citra IKONOS tampak dengan
bentuk persegi, persegi panjang ataupun kumpulan dari keduanya, ukurannya
yang hampir seragam dan memiliki tekstur kasar. Gambar 21 berikut ini
adalah gambar kenampakan permukiman pada citra IKONOS.
Gambar 16. Permukiman pada Citra IKONOS dan di Lapangan
2) Sawah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lahan persawahan merupakan lahan yang pada umumnya diusahakan
oleh manusia untuk budidaya tanaman padi. Jenis penggunaan lahan sawah
relatif mudah diamati pada citra IKONOS, berbentuk kotak-kotak dengan
ukuran yang tidak sama, terdapat petak-petak (galengan/pematang) sebagai
batas kepemilikan sawah, mempunyai tekstur yang lebih halus daripada
penggunaan lahan lainnya.
Umumnya sawah berwarna hijau, rona yang gelap (hijau/biru)
menunjukkan adanya air di permukaan sawah yang biasanya terdapat pada
sawah dengan tanaman padi yang masih muda yang memerlukan pengairan
lebih banyak, sementara pada tanaman yang lebih tua atau pada sawah yang
kering umumnya ronanya lebih cerah. Sawah berasosiasi dengan sungai dan
saluran irigasi.
Dari bentuk dan teksturnya saja sawah sudah dapat dikenali, namun
untuk lebih meyakinkan terutama pada lokasi meragukan maka digunakan
unsur interpretasi yang lain.
Gambar 17. Sawah pada Citra IKONOS dan di Lapangan
3) Kebun Campur
Kebun campur ialah areal yang ditanami rupa-rupa jenis tanaman
keras atau kombinasi tanaman keras dengan tanaman semusim dengan tidak
jelas jenis mana yang menonjol. Pada citra tampak seperti sawah namun
dengan tekstur yang lebih kasar, berasosiasi dengan sawah atau dengan
permukiman, biasanya ditanami singkong atau pisang, kadang dikombinasi
dengan tanaman keras seperti jati dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 18. Kebun Campur pada Citra IKONOS dan di Lapangan
4) Lahan terbuka atau lahan kosong
Lahan terbuka atau lahan kosong merupakan lahan pada wilayah
tertentu yang belum/tidak digunakan untuk pembangunan ataupun budidaya
tanaman tertentu sehingga pada citra tampak berona cerah, teksturnya halus.
Umumnya berbentuk persegi panjang, pada keadaan sebenarnya di lapangan
biasanya berupa padang rumput atau lapangan sepak bola.
Gambar 19. Lahan Kosong pada Citra IKONOS dan di Lapangan
5) Saluran Irigasi
Saluran irigasi tampak seperti sungai kecil yang dibuat untuk mengairi
sawah-sawah yang ada disekitarnya, jika dibandingkan dengan sungai
bentuknya lebih lurus atau berkelok dengan teratur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 20. Saluran Irigasi pada Citra IKONOS dan Foto di Lapangan
6) Bangunan
Bangunan yang dimaksud disini adalah penggunaan lahan berupa
kawasan terbangun selain permukiman. Bangunan ini antara lain meliputi
bangunan/gedung untuk industri (pabrik, gudang, dan lain-lain), peternakan,
perdagangan (pasar tradisional, pasar swalayan, SPBU, apotik, pertokoan,
dealer dan bengkel,), dan jasa (tempat pendidikan, rumah sakit dan hotel).
Penggunaan lahan industri, peternakan perdagangan dan jasa tidak
dirinci sendiri-sendiri melainkan digeneralisir menjadi bangunan karena
dilakukan penyederhanaan sesuai dengan kebutuhan penelitian, sebab untuk
mengidentifikasi masing-masing penggunaan lahan tersebut secara detil dari
citra IKONOS sangat sulit karena masing-masing obyek sulit dibedakan,
untuk mengenalinya sangat membutuhkan pekerjaan lapangan (pengecekan
langsung). Berbagai jenis pennggunaan lahan yang tampak pada citra
IKONOS yang digeneralisir menjadi penggunaan lahan banguan adalah
sebagai berikut:
a. Industri
Bangunan industri baik berupa pabrik atau gudang pada umumnya
berbentuk persegi panjang, ukuran lebih besar daripada bangunan
permukiman penduduk, teksturnya kasar dan berasosiasi dengan jalan, dan
sawah. Kebanyakan berona cerah, namun sebagian ada yang berona gelap, ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
disebabkan perbedaan jenis atap yang digunakan. Kenampakan penggunaan
lahan industri disajikan pada gambar 21.
Gambar 21. Kenampakan Industri pada Citra dan Foto Bangunan Industri
b. Peternakan
Peternakan merupakan lahan yang diusahakan untuk memelihara
hewan ternak. Untuk peternakan ayam pada citra umumnya tampak dengan
rona coklat kehitaman, sebagian besar polanya teratur, bentuknya persegi
panjang, cenderung memanjang dan berderet-deret dengan ukuran lebih besar
daripada bangunan permukiman. Teksturnya kasar dan berasosiasi dengan
jalan atau sawah. Kenampakan penggunaan lahan peternakan disajikan pada
gambar 22.
Gambar 22. Kenampakan Peternakan Ayam pada Citra dan Foto Sebenarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. SPBU (Stasiun Pompa Bensin Umum)
SPBU mudah dikenali karena bentuknya yang khas, terletak di pinggir
jalan, memiliki halaman yang luas (tempat antri kendaraan). Penggunaan
lahan SPBU dapat simak pada gambar 31.
Gambar 23. SPBU pada Citra IKONOS dan Foto Sebenarnya
d. Hotel
Hotel pada citra IKONOS tampak dari ukurannya yang relatif besar,
tereletak dipinggir jalan besar, biasaanya terdapat kolam renang yang airnya
tampak berwarna biru (berona gelap). Penggunaan lahan hotel disajikan pada
gambar 24.
Gambar 24. Bangunan Hotel pada Citra IKONOS dan Foto Sebenarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penggunaan lahan hasil interpretasi citra IKONOS diklasifikasikan
berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan yang dilakukan oleh Sandy (1989:87)
dengan penyederhanaan sesuai kebutuhan penelitian. Penggunaan lahan yang ada
di Kecamatan Jaten dari hasil hasil interpretasi citra IKONOS disajikan pada tabel
8 berikut ini:
Tabel 14. Penggunaan Lahan Kecamatan Jaten Tahun 2009
Jenis Penggunaan Lahan Luas
Ha %
1. Sawah 1.180 50,90
2. Tegalan/ladang 117 5,05
3. Lahan kosong 9 0,39
4. Pemukiman 820 35,38
5. Bangunan 192 8,28
Jumlah 2.318 100
Sumber: Hasil Interpretasi Citra Ikonos dan hasil perhitungan
Menurut data pada tabel, penggunaan lahan dengan prosentase tertinggi
adalah penggunaan lahan berupa sawah dengan, yaitu seluas 1.180 Ha (55,95%)
dan yang kedua adalah permukiman yaitu seluas 820 Ha (30,33%). Prosentase
penggunaan lahan pertanian yang besar menunjukkan bahwa aktifitas pertanian di
daerah penelitian masih menjadi kegiatan utama, hal ini juga karena sektor
pertanian merupakan salah satu komoditas yang dikembangkan di Kabupaten
Karanganyar selain industri dan pariwisata, sesuai dengan slogan Kabupaten
Karanganyar yaitu INTANPARI (Industri, Pertanian dan Pariwisata). Lahan
kosong merupakan penggunaan lahan tekecil seluas 9 Ha (0,39%), lahan kosong
ini merupakan lahan terbuka yang berupa padang gembala yang ditumbuhi rumput
atau semak, kadang berupa lapangan sepakbola atau lapangan sekolah.
Penggunaan Lahan Kecamatan Jaten dipresentasikan dalam Peta 6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Luas Lahan Pertanian di Kecamatan Jaten tahun 2009
a. Luas Lahan Pertanian Di Kecamatan Jaten
Dari hasil interpretasi citra IKONOS tahun 2009 dapat diketahui bahwa
luas daerah penelitian secara keseluruhan adalah 2.301 Ha dengan penggunaan
lahan terbesar adalah persawahan. Luas seluruh sawah yang ada di daerah
penelitian yaitu sebesar 1.180 Ha (53,80%) yang tersebar diseluruh desa yang ada
di Kecamatan Jaten. Untuk rincian luas sawah pada masing-masing desa
disajikan pada tabel 16.
Tabel 17. Luas Sawah di Kecamatan Jaten tahun 2009
NO Desa Luas Sawah
Ha Prosentase (%)
1 Sroyo 235 19,9
2 Jetis 125 10,6
3 Brujul 162 13,7
4 Jati 186 15,8
5 Dagen 119 10,1
6 Ngringo 74 6,3
7 Jaten 111 9,4
8 Suruhkalang 168 14,2
Jumlah 1.180 100
Sumber : hasil interpretasi citra dan hasil perhitungan dengan SIG
b. Sawah Berdasarkan Jenis Tanah
Berdasarkan jenis tanahnya sawah di Kecamatan Jaten diklasifikasikan
menjadi 3 jenis yaitu :
1. Sawah Tipe 1 : Sawah pada tanah Alluvial
2. Sawah Tipe 2 : Sawah pada tanah Grumosol
3. Sawah Tipe 3 : Sawah pada tanah Mediteran Merah Kuning
Persebaran tipe sawah berdasarkan jenis tanahnya di Kecamatan Jaten
dipresentasikan pada peta 7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan/ irigasi
Untuk memenuhi kebutuhan pertanian air diperoleh dari saluran
Pembuangan Begawan Solo. Saluran ini mengairi sawah bagian utara mulai dari
Desa Dagen hingga Desa Jetis. Selain dari saluran PBS terdapat pula sub saluran
Canden yang mengalir di Kecamatan Jaten bagian selatan antara Desa Jati dan
Desa Suruh Kalang. Sub saluran Canden bersumber dari Kali Triyagan yang juga
berhulu di Bengawan Solo. Saluran PBS dan Saluran Canden ini merupakan
saluran induk atau saluran primer, yang mempunyai sub-sub atau anak saluran
yang disebut saluran sekunder, sedangkan sub saluran dibawah saluran sekunder
disebut saluran tersier.
Berdasarkan interptretasi citra IKONOS dan hasil observasi lapangan
diketahui bahwa sawah irigasi di Kecamatan Jaten diklasifikasikan menjadi 2
yaitu :
1. Sawah beririgasi Teknis
2. Sawah beririgasi Setengah Teknis
Sawah irigasi teknis adalah sawah yang pengairannya dapat diatur sesuai
kebutuhan. Pada sawah irigasi teknis saluran telah dikelola dengan baik dari
saluran primer hingga saluran tersier dengan bangunan yang telah dibuat
permanen. Karena air yang dapat diatur sesuai kebutuhan ini maka pada sawah
beririgasi teknis ini pada tiap musim tanam (MT) dapat ditanami padi (pola tanam
pada MT 1, MT 2, MT 3 : Padi, Padi, Padi). Berikut ini adalah gambar saluran
PBS dan saluran Canden yang merupakan dua saluran induk di Kecamatan Jaten:
Gambar 26. Saluran PBS (kiri) dan saluran Canden (kanan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sawah irigasi setengah teknis adalah sawah yang memperoleh air dari
saluran irigasi setengah teknis. Sama halnya dengan irigasi teknis, namun hanya
memiliki bangunan penyadap untuk dapat mengatur dan mengukur pemasukan
air, sedangkan pada jaringan selanjutnya tidak diukur. Sebagian bangunan
irigasinya belum dibuat permanen, yaitu pada saluran sekunder dan tersier, untuk
saluran primer telah dibuat permanen, (www.deptan.go.id/pusdatin/sda.htm).
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani pemilik sawah irigasi
setengah teknis yang ada di Desa Sroyo, sering terjadi kekurangan air, pada saat
debit air di saluran induk sedikit seringkali air tidak sampai ke sawah mereka, hal
ini menyebabkan musim tanam terhambat sehingga panen padi hanya dapat
dilakukan 2 kali dalam satu tahun (pola tanam pada MT 1, MT 2, MT 3 : Padi,
Padi, Palawija). .
Berikut adalah contoh saluran irigasi setengah teknis di Desa Sroyo yang
ada pada saluran tersier.
.
Gambar 27. Saluran irigasi tersier di Desa Sroyo
Dari interpretasi citra IKONOS dan observasi lapangan kemudian dibuat
peta sebaran sawah berdasarkan jenis irigasinya agar dapat dilakukan overlay
dengan peta jenis tanah. Persebaran tipe sawah berdasarkan jenis irigasinya di
Kecamatan Jaten dipresentasikan pada peta 8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Sawah Berdasarkan Hasil Overlay Antara Peta Jenis Tanah dan Irigasi
Berdasarkan peta hasil hasil overlay antara peta jenis tanah dan peta sawah
menurut jenis irigasi dapat diketahui bahwa sawah di Kecamatan Jaten
diklasifikasikan menjadi 5 kelas. Untuk mempermudah penulisanya maka tiap
kelas sawah hasil overlay antara peta jenis tanah dan irigasi dibuat simbol atau
singkatan sebagai berikut :
1. Sawah tipe A.SNT, yaitu sawah yang terdapat pada Tanah Alluvial
dengan Irigasi Setengah Teknis
2. Sawah tipe G.SNT, yaitu Sawah yang terdapat pada Tanah Grumosol
dengan Irigasi Setengah Teknis
3. Sawah tipe G.SIT, yaitu Sawah yang terdapat pada Tanah Grumosol
dengan Irigasi Teknis
4. Sawah tipe M.SNT, yaitu Sawah yang terdapat pada Tanah Mediteran
Merah Kuning dengan Irigasi Setengah Teknis
5. Sawah tipe M.SIT, yaitu Sawah yang terdapat pada Tanah Mediteran
Merah Kuning dengan Irigasi Teknis
Luas masing-masing tipe sawah berdasarkan hasil overlay antara jenis
tanah dan jenis irigasinya pada masing-masing desa adalah sebagai berikut:
Tabel 17. Luas Masing-masing Tipe Sawah Hasil Overlay
NO DESA Luas Sawah Pada Masing-masing tipe
A.SNT G.SNT G.SIT M.SNT M.SIT
1 Sroyo 80 ha 100 ha 55 ha
2 Jetis 125 ha
3 Brujul 2 ha 160 ha
4 Jati 186 ha
5 Dagen 119 ha
6 Ngringo 74 ha
7 Jaten 105 ha 6 ha
8 Suruhkalang 168 ha
jumlah 80 ha 301 ha 384 ha 55 ha 360 ha
Sumber : pengolahan dengan menggunakan SIG
Persebaran masing-masing tipe sawah hasil overlay antara jenis tanah dan
jenis irigasi di Kecamatan Jaten dipresentasikan pada peta 9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Produksi Beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009
Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman dan Hortikultura Kabupaten
Karanganyar menyatakan bahwa seluruh sawah di Kecamatan Jaten merupakan
sawah irigasi teknis dimana menanam padi dapat dilakukan 3 kali dalam setahun.
Rata-rata produksi Gabah Kering Giling (GKG) pada tahun 2009 adalah sebesar
6,4 ton per hektar permusim. Dalam hal ini diasumsikan bahwa tiap sawah yang
ada di Kecamatan Jaten memiliki karakteristik dan produksi yang sama. Berikut
ini adalah tabel luas panen, produksi padi dan produksi beras pada masing-masing
kecamatan di Kabupaten Karanganyar.
Tabel 18. Produksi Padi dan Beras Kabupaten Karanganyar tahun 2009
NO KECAMATAN LUAS PANEN
PRODUKSI PADI (ton)
PRODUKSI BERAS
(ton) 1 JATIPURO 2.184 11.663 9.913
2 JATIYOSO 3.563 19.205 16.324
3 JUMAPOLO 2.239 12.516 10.639
4 JUMANTONO 2.545 14.965 12.720
5 MATESIH 2.220 13.431 11.416
6 TAWANGMANGU 362 1.767 1.502
7 NGARGOYOSO 944 5.560 4.726
8 KARANGPANDAN 2.799 16.906 14.370
9 KARANGANYAR 3.803 24.529 20.850
10 TASIKMADU 3.814 24.829 21.105
11 JATEN 3.609 23.134 19.664
12 COLOMADU 971 6.350 5.398
13 GONDANGREJO 2.048 11.563 9.905
14 KEBAKKRAMAT 6.207 40.408 34.346
15 MOJOGEDANG 4.928 29.814 25.342
16 KERJO 2.974 17.993 15.294
17 JENAWI 1.089 6.512 5.535
Jumlah
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten
Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut data mantri Tani, sesuai yang terdapat dalam buku Kecamatan
Jaten Dalam Angka, produksi padi di Kecamatan Jaten adalah sebagai berikut:
Tabel 19. Produksi Padi tahun 2009 Menurut Mantri Tani
NO Desa Luas Panen
(Ha) Produksi Padi
(ton) 1 Suruh Kalang 612,21 4.625,79
2 Jati 533,10 4.158,18
3 Jaten 333,60 2.602,08
4 Dagen 376,98 3.015,84
5 Ngringo 182,16 1.366,20
6 Jetis 383,31 3.028,15
7 Sroyo 830,45 6.311,42
8 Brujul 573,96 4.476,89
jumlah 3.625,77 29.611,55
Sumber : Kecamatan Jaten dalam angka 2009
Dalam penelitian ini produksi padi dihitung pada masing-masing tipe
sawah berdasarkan klasifikasi sawah dari hasil overlay antara jenis tanah dan
irigasi, berbeda dengan Dinas Pertanian yang menyatakan bahwa tiap sawah yang
ada di Kecamatan Jaten memiliki karakteristik dan produksi yang sama.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, rata-rata produktifitas padi
tiap musim per hektarnya pada masing masing tipe sawah adalah sebagai berikut:
Tabel 20. Produktifitas Padi Pada Masing-masing Tipe Sawah
NO Tipe
Sawah
Produksi Padi Per musim
(ton)
Produksi Beras Per musim
(ton)
Jumlah
Panen Per tahun
1 A.SNT 7,5 4,8 2 kali
2 G.SNT 7 4,5 2 kali
3 G.SIT 7 4,5 3 kali
4 M.SNT 7 4,5 2 kali
5 M.SIT 7 4,5 3 kali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Produksi padi diatas adalah rata-rata produksi padi pada keadaan normal,
tidak ada serangan hama wereng atau penyakit padi lainya yang menyebabkan
puso (gagal panen).
Pada sawah irigasi teknis panen dalam setahun dapat dilakukan 3 kali,
sedangkan pada sawah irigasi setengah teknis hanya 2 kali dalam setahun. Akibat
perbedaan jumlah musim panen pada sawah irigasi teknis dan setengah teknis
dalam satu tahun menyebabkan terdapat perbedaan hasil produksi yang cukup
besar antara masing-masing tipe sawah dalam setahun.
Berdasarkan hasil wawancara untuk produksi GKG (Gabah Kering Giling)
adalah 90% dari padi basah, dan produksi beras adalah sekitar 65% dari produksi
GKG. Berikut ini adalah tabel produksi padi dan beras pada masing-masing tipe
sawah dalam setahun.
Tabel 21. Produksi Padi dan Beras Pada Masing-masing Tipe Sawah
di Kecamatan Jaten tahun 2009
NO Tipe
Sawah
Luas
areal (Ha)
Produktifitas
padi Per-hektar
(ton)
Jumlah Panen Pertahun
Produksi
Padi Pertahun
(ton)
Produksi
Beras Pertahun
(ton)
1 A.SNT 80 7,5 2 kali 1.200 702
2 G.SNT 176 7 2 kali 2.464 1.441,4
3 G.SIT 509 7 3 kali 10.689 6.253,06
4 M.SNT 55 7 2 kali 770 450,45
5 M.SIT 360 7 3 kali 7.560 4.422,6
Jumlah 22.683 13.269,55
Sumber : wawancara pengolahan data menggunakan SIG dan hasil perhitungan
Dari tabel diatas dapat diketahui sawah dengan produktifitas permusim
yang tertinggi adalah sawah tipe As, yaitu sawah pada tanah Alluvial dengan
irigasi setengah teknis, namun karena dalam setahun panen padi hanya dapat
dilakukan 2 kali maka produksi per-tahunnya lebih rendah daripada sawah tipe Gt
dan Mt yang merupakan sawah irigasi teknis dimana panen dapat dilakukan 3 kali
dalam setahun. Dari seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kecamatan Jaten menyumbang 8% dari seluruh Produksi Padi di Kabupaten
Karanganyar. Berikut ini adalah produksi padi pada masing-masing desa di
Kecamatan Jaten:
Tabel 22. Produksi Padi dan Beras Masing-masing Desa
di Kecamatan Jaten tahun 2009
NO Desa
Luas Tiap Tipe Sawah
(Ha)
Total
Produksi
Padi
(ton)
Total
Produksi
Beras
(ton) A.SNT G.SNT G.SIT M.SNT M.SIT
1 Sroyo 80 100 55 3.370 1.971,45
2 Jetis 125 2.625 1.525,62
3 Brujul 2 160 3.388 1.981,98
4 Jati 186 3.906 2.285,01
5 Dagen 119 2.499 1.461,91
5 6 Ngringo 74 1.036 606,06
7 Jaten 105 6 2.331 1.363,63
5 8 Suruhkalang 168 3.528 2.063,88
jumlah 80 176 509 55 360 21.808 13.269,5
5
Sumber : hasil interpretasi citra dan hasil perhitungan
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa seluruh sawah di Kecamatan Jaten
mampu memproduksi 13.269,55 ton beras. Desa dengan produksi beras tertinggi
adalah Desa Jati, yaitu 2.285,01 ton dan desa dengan produksi beras terendah
adalah desa Ngringo, yaitu sebesar 606,06 ton.
Perhitungan produksi padi dan beras diatas adalah perhitungan yang masih
kasar, karena baru mempertimbangkan aspek tanah dan irigasinya saja, sementara
masih ada lagi faktor-faktor penting yang mempengaruhi produksi padi seperti :
bibit, pupuk, pengolahan tanah, dan sebagainya. Karena keterbatasan penelitian
yang tidak memungkinkan untuk mencakup seluruh faktor yang mempengaruhi
produksi padi maka hanya dicantumkan dua faktor diatas, yaitu jenis tanah dan
irigasinya. Peta produksi beras Kecamatan Jaten hasil interpretasi citra IKONOS
dan dipresentasikan pada peta 10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Kebutuhan Beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.
Angka kebutuhan beras perkapita nasional menurut BPS pada tahun 2005
adalah sebesar 136,3 kg. Menurut FAO, konsumsi beras perkapita adalah 133 kg,
Dari hasil wawancara denngan pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan
Hortikultura yang telah ditunjuk didapatkan angka kebutuhan beras perkapita
yaitu 2,5 ons perhari atau 91,25 kg pertahun (2,5ons dikali 365 hari). Besarnya
kebutuhan beras dihitung dengan cara mengalikan antara kebutuhan beras
perkapita dengan jumlah penduduk. Kecamatan Jaten memiliki jumlah penduduk
sebanyak 70.770 jiwa. Besarnya kebutuhan beras menurut berbagai kriteria
disajikan pada tabel 20 berikut ini:
Tabel 23. Kebutuhan Beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009
NO
DESA
Jumlah
Penduduk (jiwa)
Kebutuhan Beras Menurut Berbagai Kriteria
BPS (ton)
FAO (ton)
Dinas Pertanian
(ton) 1 Sroyo 8.090 1.102,67 1.075,97 728,1
2 Jetis 4.977 678,36 661,94 447,93
3 Brujul 5.008 682,59 666,06 450,72
4 Jati 6.117 833,75 813,56 550,53
5 Dagen 4.871 663,92 647,84 438,39
6 Ngringo 23.462 3.197,87 3.120,44 2.111,58
7 Jaten 13.642 1.859,40 1.814,38 1.227,78
8 Suruhkalang 4.603 627,39 612,19 414,27
Jumlah 70.770 9.645,95 9.412,41 6.369,3
Sumber: hasil perhitungan
Berdasarkan tabel di atas kebutuhan beras Kecamatan jaten berdasarkan
angka kebutuhan beras menurut BPS yaitu sebanyak 9.645.951 ton, berdasarkan
angka kebutuhan beras menurut FAO sebanyak 9.412,41 ton, sedangkan
kebutuhan beras berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk dan dari Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura adalah sebesar 6.369,3 ton. Peta
kebutuhan beras di Kecamatan Jaten presentasikan pada peta 11.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Swasembada beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.
Swasembada beras dapat dihitung dengan cara membandingkan antar
produksi beras dengan kebutuhan beras. Jika produksi lebih besar daripada
kebutuhan (konsumsi) itu berarti bahwa Kecamatan Jaten mengalami surplus
beras atau swasembada, namun jika ternyata produksi beras lebih kecil daripada
kebutuhan beras penduduk maka berarti Kecamatan Jaten mengalami defisit
(minus) atau tidak swasembada.
Berdasarkan hasil interpretasi citra IKONOS yang telah diolah
menggunakan SIG diketahui bahwa Kecamatan Jaten memiliki luas lahan
petanian 1.180 hektar. Dalam setahun seluruh lahan petanian di Kecamatan Jaten
dapat memproduksi beras sebanyak 13.269,55 ton. Dari jumlah penduduk
Kecamatan Jaten yang berjumlah 70.770 jiwa, didapatkan kebutuhan beras
berdasarkan angka kebutuhan beras menurut BPS yaitu sebanyak 9.645,95 ton,
berdasarkan angka kebutuhan beras menurut FAO sebanyak 9.412,41 ton,
sedangkan kebutuhan beras berdasarkan hasil wawancara adalah sebesar atau
6.369,3 ton. Dari ketiga angka kebutuhan beras di atas dapat diketahui bahwa
Kecamatan jaten mengalami surplus beras.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan angka kebutuhan beras
menurut kriteria dari BPS maka di Kecamatan Jaten terjadi surplus beras
sebanyak 3.623,3 ton, menggunakan angka kebutuhan beras menurut kriteria dari
FAO surplus beras sebanyak 3.857,14 ton, sedangkan menurut angka kebutuhan
beras dari hasil wawancara dengan pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Karanganyar, Kecamatan Jaten mampu surplus beras
sebanyak 6.900,3 ton. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pada
tahun 2009 Kecamatan Jaten mengalami swasembada beras.
Berikut ini akan disajikan tabel dan diagram swasembada beras per desa di
Kecamatan Jaten dengan mengambil angka kebutuhan beras perkapita dari BPS
yang merupakan angka kebutuhan beras perkapita yang terbesar yaitu 136,3 kg.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 24. Swasembada Beras di Kecamatan Jaten Tahun 2009
NO
Desa
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Luas
Sawah
(Ha)
Produksi
beras
(ton)
Kebutuhan
beras
(ton)
Surplus
/ Minus
(ton)
1 Sroyo 8.090 235 1.971,45 1.102,67 868,78
2 Jetis 4.977 125 1.525,62 678,36 847,26
3 Brujul 5.008 162 1.981,98 682,59 1.299,39
4 Jati 6.117 186 2.285,01 833,75 1.451,26
5 Dagen 4.871 119 1.461,915 663,92 797,99
6 Ngringo 23.462 74 606,06 3.197,87 -2.591,81
7 Jaten 13.642 111 1.363,635 1.859,40 -495,76
8 Suruhkalang 4.603 168 2.063,88 627,39 1.436,49
jumlah 70.770 1.180 13.269,55 9.645,95 3.623,6
Sumber : Data Kependudukan dari BPS, Dinas Pertanian dan hasil perhitungan
Pada gambar 35 berikut ini disajikan diagram yang menunjukkan produksi
beras, kebutuhan beras di masing-masing desa di Kecamatan Jaten dengan
menggunakan angka kebutuhan beras menurut kriteria dari BPS.
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
Gambar 28. Diagram Produksi dan Kebutuhan Beras di Kecamatan Jaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan
Kecamatan Jaten mengalami swasembada. Desa yang berswasembada beras
adalah Desa Sroyo, Desa Jetis, Desa Brujul, Desa Jati, Desa Dagen, dan Desa
Suruhkalang. Sedangkan desa yang tidak swasembada beras yaitu Desa Ngringo
dan Desa Jaten. Meskipun sama-sama tidak berswasembada beras namun antara
Desa Ngringo dan Desa Jaten terdapat perbedaan yang cukup besar ditinjau dari
selisih antara produksi dan kebutuhan beras. Desa Jaten hanya minus 495,76 ton
sedangkan Desa Ngringo minus -2.591,81 ton.
Besarnya defisit beras di Desa Ngringo disebabkan karena luas sawahnya
merupakan yang paling sempit di Kecamatan Jaten sedangkan jumlah
penduduknya paling banyak, dengan keadaan demikian maka hasil produksinya
idak mampu mencukupi kebutuhan beras bagi penduduknya.
Rata-rata produksi beras di Kecamatan Jaten dalam satu tahun adalah 11,2
ton perhektar. Produksi Kecamatan jaten masih diatas rata-rata produksi
Kabupaten Karanganyar yaitu 5,1 ton perhektar (menurut data Dinas Pertanian).
Peta swasembada beras di Kecamatan Jaten disajikan pada peta 12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat ketelitian IKONOS dalam mengidentifikasi jenis pengunaan lahan
adalah sebesar 94% sehingga memenui syarat untuk digunakan sebagai data
masukan untuk mengetahui luas lahan pertanian dalam kajian evaluasi
swasembada beras.
2. Luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten tahun 2009 adalah 1.180 Ha
(50,90% dari luas seluruh penggunaan lahan yang ada). Desa dengan
sawah yang paling luas adalah Desa Sroyo yaitu seluas 235 Ha (19,9%),
sedangkan yang paling kecil adalah di Desa Ngringo, yaitu 74 Ha (6,3%)
3. Produksi beras di Kecamatan Jaten tahun 2009 adalah 13.269,55 ton, yang
berasal dari seluruh sawah di Kecamatan Jaten yaitu seluas 1.180 hektar
yang terdiri dari 5 tipe sawah berdasarkan jenis tanah dan irigasinya.
4. Kebutuhan beras di Kecamatan Jaten tahun 2009 berdasarkan angka
kebutuhan beras menurut BPS yaitu sebanyak 9.645,95 ton, berdasarkan
angka kebutuhan beras menurut FAO sebanyak 9.412,41 ton, sedangkan
kebutuhan beras berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk adalah
sebesar 6.369,3 ton.
5. Kecamatan Jaten mengalami swasembada beras pada tahun 2009. Menurut
kriteria dari BPS di Kecamatan Jaten terjadi surplus beras sebanyak
4.529,25 ton, menurut kriteria dari FAO surplus beras sebanyak 4.762,79
ton, sedangkan menurut angka kebutuhan beras dari hasil wawancara
mampu surplus beras sebanyak 7.805,9 ton.
108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Implikasi
Dari kesimpulan yang telah diuraikan, maka dapat dijelaskan implikasinya
sebagai berikut:
1. Dengan mengetahui keunggulan Citra IKONOS dalam mengidentifikasi
penggunaan lahan untuk kajian evaluasi swasembada beras di Kecamatan
Jaten maka kedepannya dapat diaplikasikan untuk cakupan yang lebih luas
lagi, misalnya untuk mengetahui swasembada provinsi atau negara sehingga
akan dapat dijadikan masukan dalam mengambil kebijakan ekspor dan
impor beras.
2. Dengan mengetahui produksi lahan pertanian yang tinggi di Kecamatan
Jaten dapat dijadikan masukan bagi pemerintah setempat dalam mengambil
kebijakan untuk perencanaan wilayah dan tata ruang kota agar tidak terjadi
konversi lahan pertanian, karena lahan pertanian merupakan aset yang
mampu mengatasi masalah kekurangan bahan pangan.
3. Dapat digunakan untuk pengembangan pembelajaran geografi mengenai
penginderaan jauh Kelas XII semester I.
B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka ada beberapa hal yang perlu peneliti
sarankan yaitu :
1. Pemanfaatan citra IKONOS untuk mengidentifikasi penggunaan lahan perlu
dikembangkan lagi dalam kajian evaluasi swasembada beras pada cakupan
wilayah yang lebih luas untuk dijadikan masukan dalam mengatasi
permasalahan tentang pangan di Indonesia.
2. Pendataan penggunaan lahan sebaiknya dilakukan secara berkala dengan
periode waktu yang lebih singkat. Sehingga informasi penggunaan lahan
menjadi lebih akurat. Bila diperlukan dapat menggunakan citra satelit,
karena dapat menjangkau daerah yang luas dengan lebih cepat dan murah.
3. Untuk menambah pendapatan petani pada sawah yang beririgasi setengah
teknis maka dapat dilakukan pola tanam pada MT 1, MT 2, MT 3 : padi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
padi, palawija. Sedangkan untuk sawah irigasi teknis pola tanam pada MT
1, MT 2, MT 3 : padi, padi, padi.
4. Meski lahan pertanianya masih cukup untuk berswasembada beras, namun
dari tahun ke tahun menjadi semakin sempit akibat konversi lahan, maka
dari itu perlu adanya peran aktif masyarakat, pengusaha dan pemerintah
untuk menjaga agar lahan pertanianya tidak terkonversi menjadi lahan
terbangun sehingga tetap bisa memenuhi kebutuhan beras masyarakat.
Untuk saran ke-3 dan ke-4 tersebut disajikan ke dalam peta 13 yaitu Peta
Rekomendasi Peningkatan Produksi Padi di Kecamatan Jaten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user