bab ii landasan teori - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/file bab ii.pdf ·...

22
II-1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul beban kendaraan lalu lintas secara aman dan nyaman serta tidak terjadi kerusakan yang berarti. Untuk memenuhi fungsi tersebut, perkerasan beton harus : 1. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar (akibat beban lalu lintas) sampai batas batas yang masih mampu dipikul tanah dasar tersebut, tanpa menimbulkan perbedaan penurunan / lendutan yang mampu merusak perkerasan. 2. Mampu mengatasi pengaruh kembang susut dan penurunan kekuatan tanah dasar, serta pengaruh cuaca dan kondisi lingkungan. Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton. Sifat daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan dan kekuatan pekerasan beton semen. Faktor faktor yang perlu diperhatikan adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa pelayanan. Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai berikut : a. Mengendalikan kembang susut tanah dasar, b. Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi tepi pelat, c. Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat, d. Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan. Dasar pelaksanaan jalan beton mengacu pada Petunjuk Perencanaan Jalan Beton Semen yang diterbitkan oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Pd T-14- 2013 dan AASHTO Guide for Design of Pavement Structures 1986, 2.2 Perkerasan Jalan Beton Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas lapisan permukaan (surface) berupa plat (slab) beton semen, lapisan pondasi bawah (sub base course) berupa sirtu (batu pecah) atau semen tipis dan lapisan tanah dasar (subgrade) yang sudah dipadatkan.. Berdasarkan jenisnya perkerasan jalan beton dikelompokkan menjadi : 1) Beton tanpa tulangan (URC, unreinforced concrete) 2) Beton bertulang dan sambungan (JRC, jointed reinforced concrete) 3) Pelat beton menerus dan bertulang (CRCP, concrete pavement)

Upload: others

Post on 21-Jun-2020

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Umum

Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul beban kendaraan lalu lintas

secara aman dan nyaman serta tidak terjadi kerusakan yang berarti. Untuk memenuhi

fungsi tersebut, perkerasan beton harus :

1. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar (akibat beban lalu – lintas) sampai

batas – batas yang masih mampu dipikul tanah dasar tersebut, tanpa menimbulkan

perbedaan penurunan / lendutan yang mampu merusak perkerasan.

2. Mampu mengatasi pengaruh kembang susut dan penurunan kekuatan tanah dasar,

serta pengaruh cuaca dan kondisi lingkungan.

Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat

beton. Sifat daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan

dan kekuatan pekerasan beton semen. Faktor – faktor yang perlu diperhatikan adalah

kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa pelayanan. Lapis

pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian utama

yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai berikut :

a. Mengendalikan kembang susut tanah dasar,

b. Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi – tepi pelat,

c. Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat,

d. Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.

Dasar pelaksanaan jalan beton mengacu pada Petunjuk Perencanaan Jalan Beton

Semen yang diterbitkan oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Pd T-14-

2013 dan AASHTO Guide for Design of Pavement Structures 1986,

2.2 Perkerasan Jalan Beton

Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri

atas lapisan permukaan (surface) berupa plat (slab) beton semen, lapisan pondasi bawah

(sub base course) berupa sirtu (batu pecah) atau semen tipis dan lapisan tanah dasar

(subgrade) yang sudah dipadatkan.. Berdasarkan jenisnya perkerasan jalan beton

dikelompokkan menjadi :

1) Beton tanpa tulangan (URC, unreinforced concrete)

2) Beton bertulang dan sambungan (JRC, jointed reinforced concrete)

3) Pelat beton menerus dan bertulang (CRCP, concrete pavement)

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-2

Gambar 2.1 Detail Lapisan Perkerasan Kaku

Sumber : Bina Marga. (2003). Pd T-14-(2003)

Susunan lapisan perkerasan jalan beton tersebut terdiri dari dua lapis, yaitu

lapisan beton dan lapisan pondasi dibawahnya. Lapisan perkerasan beton dikerjakan

secara persegmen dan diberi sekat untuk mengantisipasi resiko kerusakan akibat faktor

kembang susut (shirinkage). Lapis beton tersebut berada diatas lapisan pondasi yang

biasa berupa meterial berbutir dengan tebal minimal 15 cm atau campuran beton kurus

(lean mix concrete) dengan tebal minimum 10 cm.

Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi akan

mendistribusikan beban terhadap area tanah yang cukup luas sehingga bagian terbesar

dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab beton itu sendiri. Hal ini berbeda

dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari lapisan tebal

pondasi bawah, pondasi tengah dan lapisan permukaan. Karena yang paling penting

adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang paling

diperhatikan dalam perancangan perkerasan kaku adalah kekuatan beton itu sendiri,

adanya berbagai kekuatan dari tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh

terhadap kapasitas struktural perkerasannya (tebal pelat betonnya), tetapi untuk desain

badan jalan (tanah dasar) perlu kajian geoteknik tersendiri jika ditemukan klasifikasi tanah

yang masuk kategori tidak baik sebagai tanah dasar. Lapisan pondasi bawah jika

digunakan dibawah perkerasan beton karena beberapa pertimbangan, yaitu untuk kendali

terhadap terjadinya pumping (kerusakan perkerasan beton semen berupa kepatahan

disertai penurunan slab beton), kendali terhadapat sistim drainase (drainase bawah

perkerasan), kendali terhadap kembang susut yang terjadi pada tanah dasar untuk

mempercepat pekerjaan konstruksi, serta menjaga kerataan dari pelat beton. Pada awal

teknik jalan raya, pelat perkerasan kaku dibangun langsung diatas tanah dasar tanpa

memperhatikan sama sekali jenis tanah dasar dan jenis drainasenya. Pada umumnya

dibangun slab setebal 6 – 7 inci. Dengan bertambahnya beban lalu lintas khususnya

setelah perang dunia ke II, mulai diperhatikan bahwa jenis tanah dasar berperan penting

terhadap perkerasan, terutama terjadinya pumping pada perkerasan. Oleh karena itu

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-3

perencanaan untuk mengatasi pumping adalah faktor yang sangat penting untuk

diperhitungkan. (Ari Suryawan, 2009)

Wiryanto (2010) mengatakan bahwa jalan beton dari sisi perilaku strukturnya memang

terlihat lebih baik, tegangan yang timbul akibat beban yang relatif lebih kecil, sehingga

tidak diperlukan lapisan bawah (base-course) yang tebal. Namun karena materialnya dari

beton, maka pengaruh kembang susut (shrinkage) akibat perubahan suhu menjadi

dominan. Hal inilah yang menyebabkan konstruksi jalan beton memiliki dua metode

pengerjaan, yaitu :

1. Jalan beton dibuat kontinyu

Jalan beton dibuat memanjang dengan jarak antar segmen sampai 15 meter, maka

untuk mengantisipasi pengaruh kembang susut pada jalan tersebut harus dipasang

tulangan baja sebagai tulangan susut. Meskipun jumlahnya relatif kecil, tetapi penggunan

tulangan baja menyebabkan jalan beton menjadi mahal dan pengerjaannya akan menjadi

kompleks. Detail dari jalan beton yang dibuat kontinyu ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Detail Konstruksi Jalan Beton yang dibuat Kontinyu

Sumber : Pavement Design Guide (1992)

2. Jalan beton disekat – sekat dengan siar dilatasi

Jalan beton dibuat dengan pengerjaan per segmen yang terpisah – pisah untuk

mengatasi resiko kerusakan akibat faktor kembang susut tanpa perlu memasang tulangan

susut. Biaya yang dikeluarkan akan lebih murah jika dibandingkan dengan pengerjaan

jalan beton yang dibuat kontinyu. Namun akibatnya, jalan ini menjadi tidak nyaman

karena tegangan pada bagian pinggir segmen menjadi besar, maka untuk mengatasinya

kedua segmen yang berdekatan dipasang dowel/ruji. Detail dari jalan beton yang disekat

dengan siar dilatasi ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-4

Gambar 2.3 Detail Konstruksi Jalan Beton dengan Sambungan Dowel

Sumber : Pavement Design Guide (1992)

Adapun segmen – segmen pada pengejaan jalan beton menyebabkan

pengunaannya tidak nyaman dan pengerjaannya membutuhkan waktu yang lama karena

banyaknya sambungan yang harus dipasang. Oleh karena itu, dikembangkan suatu

konstruksi yang merupakan kombinasi kedua cara diatas, yaitu konstruksi jalan beton

tersegmen dengan tulangan dan dowel, seperti pada Gambar 2.4. Gambaran crack yang

ditunjukkan pada Gambar 2.4 tersebut terjadi karena kembang susut, bukan karena

beban. Dengan konsep ini, crack dihasilkan relatif sedikit dan jarak sambungan antar

segmen menjadi lebih panjang, sehingga jalan menjadi lebih nyaman ketika dilalui.

Gambar 2.4 Jalan Beton Tersegmen dengan Tulangan dan Dowel

Sumber : Pavement Design Guide (1992)

2.3 Dasar – Dasar Perencanaan Perkerasan Jalan Beton

Dalam perhitungan perencanaan perkerasan kaku (Rigid pavement) ini mengacu pada

standar yang sudah biasa digunakan untuk perencanaan – perencanaan perkerasan

beton semen di Indonesia. Standar tersebut antara lain :

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-5

1. Perencanaan Perkerasan Jalan Beton semen.Departemen Pemukiman dan

Prasarana Wiayah.(Pd T-14-2003). Pedoman ini mencakup dasar-dasar ketentuan

perencanaan perkerasan jalan, yaitu :

a. Analisis kekuatan tanah dasar dan lapis pondasi.

b. Perhitungan beban dan komposisi lalu-lintas.

c. Analisis kekuatan beton semen untuk perkerasan

Pedoman Perkerasan Beton semen ini menguraikan Prosedur Perencanaan

Perkerasan kaku dan Perhitungan tulangan. Perkerasan beton semen pra-tegang

tidak termasuk di dalam buku ini. Prosedur ini tidak direkomendasikan untuk

perencanaan perkerasan kaku di daerah permukiman dan kawasan industri.

2. Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid Pavement) Perencanaan Metode

AASHTO 1993. Buku ini dapat digunakan sebagai acuan dan pegangan terkait

dengan pekerjaan konstruksi jalan (perkerasan kaku). Perencanaan mengacu pada

AASHTO (American Association of State High-way and Transportation Officials guide

for design of pavement structures 1993 (selanjutnya disebut ASSHTO 1993). Langkah

– langkah / tahapan, prosedur, dan parameter – parameter perencanaan secara

praktis diberikan pada buku ini.

2.3.1 Persyaratan Teknis

Perkerasan jalan beton semen atau perkerasan kaku, terdiri dari pelat beton semen,

dengan atau tanpa lapisan pondasi bawah, di atas tanah dasar.

Plat beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan

mendistribusikan beban lalu lintas ke tanah dasar yang melingkupi daerah yang cukup

luas. Dengan demikian, bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari

pelat beton itu sendiri. Secara umum faktor – faktor yang mempengaruhi perencanaan

seperti :

a) Lalu lintas, Variabel – variabel lalu lintas yang berpengaruh adalah berat kendaraan

terbesar,

b) Tanah dasar, dalam merencanakan tebal pelat beton perkerasan kaku, keseragaman

daya dukung tanah sangat penting. Pengujian daya dukung nilai tanah (nilai k) untuk

jalan beton berdarkan pengujian CBR Lapangan.

2.3.1.1 Tanah Dasar

Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan

SNI 03 - 1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989, masing -

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-6

masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila

tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang pondasi

bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap

mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.

Sebagaimana dijelaskan diatas untuk perencanaan tebal perkerasan kaku, daya

dukung tanah dasar diperoleh dengan nilai CBR, seperti halnya pada perencanaan

perkerasan lentur, meskipun pada umumnya dilakukan dengan menggunakan nilai (k)

yaitu modulus reaksi tanah dasar.

Tanah dasar (subgrade) yang dipakai sebagai tumpuan lapisan perkerasan jalan

diasumsikan sebagai tumpuan elastis yang dimodelkan sebagai tumpuan spring.

2.3.1.2 Pondasi Bawah

Bahan pondasi bawah dapat berupa bahan berbutir, dan campuran beton kurus

(Lean-Mix Concrete). Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi

perkerasan beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis

dan penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan

pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke

tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi prilaku tanah ekspansif.

Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai

dengan SNI 03 - 6388 - 2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03 - 1743 - 1989. Bila

direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus

menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang

disarankan dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan CBR tanah dasar efektif didapat dari

Gambar 2.6.

Gambar 2.5 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen

Sumber : Bina Marga. (2003). Pd T-14-(2003)

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-7

Gambar 2.6 CBR Tanah Dasar Efektif dan Tebal Pondasi Bawah

Sumber : Bina Marga. (2003). Pd T-14-(2003)

2.3.1.2.1 Pondasi Bawah Material Berbutir

Material berbutir tanpa pengikat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan SNI-

03-6388- 2000. Persyaratan dan gradasi pondasi bawah harus sesuai dengan kelas B.

Sebelum pekerjaan dimulai, bahan pondasi bawah harus diuji gradasinya dan harus

memenuhi spesifikasi bahan untuk pondasi bawah, dengan penyimpangan ijin 3% - 5%.

Ketebalan minimum lapis pondasi bawah untuk tanah dasar dengan CBR minimum 5%

adalah 15 cm. Derajat kepadatan lapis pondasi bawah minimum 100 %, sesuai dengan

SNI 03-1743-1989.

2.3.1.2.2 Pondasi Bawah dengan Campuran Baton Kurus (Lean-Mix Concrete)

Campuran Beton Kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan beton karakteristik

pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm2) tanpa menggunakan abu terbang, atau 7

MPa (70 kg/cm2) bila menggunakan abu terbang, dengan tebal minimum 10 cm.

2.3.1.2.3 Lapis Pemecah Ikatan Pondasi Bawah dan Pelat

Perencanaan ini didasarkan bahwa antara pelat dengan pondasi bawah tidak ada

ikatan. Jenis pemecah ikatan dan koefisien geseknya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-8

Tabel 2.1 Koefisien Gesekan antara Pelat Beton dengan Lapis Pondasi Bawah

No Jenis Pondasi Faktor Gesekan (F)

1 Burtu, Lapen dan konstruksi sejenis 2,2

2 Aspal Beton, Lataston 1,8

3 Stabilisasi Kapur 1,8

4 Stabilisasi Aspal 1,8

5 Stabilisasi Semen 1,8

6 Koral 1,5

7 Batu Pecah 1,5

8 Sirtu 1,2

9 Tanah 0,9

Sumber : Ditjen Bina Marga (1985)

2.3.1.3 Beton Semen

Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural strength)

umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan pembebanan tiga titik

(ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3 – 5 MPa (30 - 50 kg/cm2). Kuat tarik

lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti serat baja, aramit atau

serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5 – 5,5 MPa (50 - 55 kg/cm2). Kekuatan

rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur karakteristik yang dibulatkan hingga

0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat. Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat

tarik - lentur beton dapat didekati dengan rumus berikut :

fcf = K (fc’)0,50 dalam Mpa ............................................................................. 2.1

fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2 ................................................................ 2.2

Dengan :

fc’ : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)

fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)

K : konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecah.

Bahan beton semen terdiri dari agregat, semen, air, dan bahan tambah jika

diperlukan, dengan spesifikasi sebagai berikut :

a. Agregat yang akan dipergunakan untuk perkerasan beton semen harus sesuai

dengan AASHTO M6-97 untuk agregat halus, dan AASHTO M80-87 untuk agregat

kasar. Ukuran maksimum nominal agregat kasar harus dibatasi hingga

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-9

seperempat dari tebal perkerasan beton semen. Ukuran nominal agregat kasar

yang didasarkan pada ketebalan perkerasan diperlihatkan pada Tabel 2.2 Ukuran

maksimum nominal agregat kasar harus dikombinasikan dengan ukuran yang

lebih kecil sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

Tabel 2.2 Ukuran Nominal Agregat Kasar Terhadap Tebal Perkerasan

No Ukuran Agregat Kasar (mm) Tebal Perkerasan (cm)

1 19,0 10,0 – 15,0

2 26,5 15,0 – 17,5

3 37,5 >17,5

Sumber : Litbang PU (2003)

b. Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton umumnnya tipe I yang harus

sesuai dengan SNI 15-2049-1994. Semen harus dipilih dan sesuai dengan

lingkungan,

c. Air harus bersih terbebas dari segala hal yang dapat merugikan dan dapat

merusak kekuatan, waktu seting atau keawetan beton serta kekuatan beton serta

kekuatan dan keawetan tulangan,

d. Bahan tambah harus sesuai dengan persyaratan ASTM C-494 untuk water

reducing dan SNI 03-2496-1991 untuk airentraining.

2.3.1.4 Lalu Lintas

Penentuan beban lalu lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan

dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi

sumbu pada lajur rencana.

Kendaraan yag ditinjau untuk perkerasan jalan beton semen adalah yang

mempunyai berat total minimum 5 ton dan harus mempunyai lebar 2,75m (RSNI T-02-

2005, pasal 6.2)

2.3.1.4.1 Umur Rencana

Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi

fungsional jalan, pola lalu lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan. Umumnya

perkerasan jalan beton dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai

40 tahun.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-10

2.3.1.4.2 Pertumbuhan Lalu-lintas

Volume lalu lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai

tahap di mana kapasitas jalan dicapai denga faktor pertumbuhan lalu-lintas yang dapat

ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :

.......................................................................................... 2.3

Dimana :

R : Faktor pertumbuhan lalu lintas

i : Laju pertubuhan lalu lintas per tahun dalam %

UR : Umur rencana (Tahun)

Faktor pertumbuhan lalu lintas (R) dapat juga ditentukan berdasarkan Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Faktor Pertumbuhan Lalu-lintas (R)

Umur Rencana

(Tahun)

Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)

0 2 4 6 8 10

5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1

10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9

15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8

20 20 24,3 29,6 36,8 45,8 57,3

25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3

30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5

35 35 50 73,7 111,4 172,3 271

40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6

Sumber : Ditjen Bina Marga, (1985)

2.3.1.5 Sambungan

Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :

a. Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan,

pengaruh lenting serta beban lalu-lintas.

b. Memudahkan pelaksanaan.

c. Mengakomodasi gerakan pelat.

Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :

a. Sambungan memanjang

b. Sambungan melintang

Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer).

𝑅 = 1 + 𝑖 𝑈𝑅 − 1

𝑖

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-11

2.3.1.5.1 Sambungan Memanjang Dengan Batang Pengikat (tie bars)

Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan terjadinya

retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 – 4 m. Sambungan

memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu minimum BJTU – 24 dan

berdiameter 16 mm. Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut

Untuk menentukan dimensi batang pengikat, menurut AASHTO Guide for Design

of Pavement Structures 1986, dapat digunakan grafik Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Jarak Tie Bars Maksimum Menurut ASHTO (1986) untuk Tulangan Baja Grad40

dan F = 1,5

Sumber : Yoder dan Witczak, (1975)

2.3.1.5.2 Sambungan Pelaksanaan Memanjang

Sambungan pelaksanaan memanjang umumnya dilakukan dengan cara

penguncian. Bentuk dan ukuran penguncian dapat berbentuk trapesium atau setengah

lingkaran sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Tipikal Sambungan Memanjang

Sumber : Bina Marga. (2003). Pd T-14-(2003)

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-12

Gambar 2.9 Ukuran standar penguncian sambungan memanjang

Sumber : Bina Marga. (2003). Pd T-14-(2003)

2.3.1.5.3 Sambungan Susut Memanjang

Sambungan susut memanjang dapat dilakukan dengan salah satu dari dua cara

ini, yaitu menggergaji atau membentuk pada saat beton masih plastis dengan kedalaman

sepertiga dari tebal pelat.

2.3.1.5.4 Sambungan Susut Dan Sambungan Pelaksanaan Melintang

Ujung sambungan ini harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang jalan dan tepi

perkerasan. Untuk mengurangi beban dinamis, sambungan melintang harus dipasang

dengan kemiringan 1 : 10 searah perputaran jarum jam.

2.3.1.5.5 Sambungan Susut Melintang

Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat untuk

perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari tebal pelat untuk lapis

pondasi stabilisasi semen sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.9 dan 2.10. Jarak

sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan sekitar

4 - 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton bersambung dengan tulangan 8 – 15 m dan

untuk sambungan perkerasan beton menerus dengan tulangan sesuai dengan

kemampuan pelaksanaan. Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45

cm, jarak antara ruji 30 cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi

gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut. Setengah panjang ruji polos harus dicat

atau dilumuri dengan bahan anti lengket ataupun digunakan pipa untuk menjamin tidak

ada ikatan dengan beton. Tujuannya agar pada saat terjadi guncangan akibat gaya yang

bekerja antara segmen pada pelat tidak terjadi patahan/retak pada pelat yang dibebani

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-13

tersebut. Sehingga beban yang diterima oleh pelat dapat seimbang tanpa merusak

(retak/patah) pada sambungan pelat tersebut. Diameter ruji tergantung pada tebal pelat

beton sebagaimana terlihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Data Teknis Perkerasan

No Tebal pelat beton, h (mm) Diameter Ruji (mm)

1 125<h≤140 20

2 140<h≤160 24

3 160<h≤190 28

4 190<h≤220 33

5 220<h≤250 36

Sumber : Bina Marga. (2003). Pd T-14-(2003)

Gambar 2.10 Sambungan Susut Melintang Tanpa Ruji

Sumber : Bina Marga. (2003). Pd T-14-(2003)

Gambar 2.11 Sambungan Susut Melintang Dengan Ruji

Sumber : Bina Marga. (2003). Pd T-14-(2003)

2.3.1.5.6 Sambungan Pelaksanaan Melintang

Batang pengikat berulir, sedangkan pada sambungan yang direncanakan harus

menggunakan batang tulangan polos yang diletakkan di tengah tebal pelat. Tipikal

sambungan pelaksanaan melintang diperlihatkan pada Gambar 2.11 dan Gambar 2.12.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-14

Sambungan pelaksanaan tersebut di atas harus dilengkapi dengan batang pengikat

berdiameter 16 mm, panjang 69 cm dan jarak 60 cm, untuk ketebalan pelat sampai 17

cm. Untuk ketebalan lebih dari 17 cm, ukuran batang pengikat berdiameter 20 mm,

panjang 84 cm dan jarak 60 cm.

Gambar 2.12 Sambungan Pelaksanaan yang Direncanakan dan yang Tidak Direncanakan

Untuk Pengecoran Per-lajur

Sumber : Bina Marga. (2003). Pd T-14-(2003)

Gambar 2.13 Sambungan Pelaksanaan yang Direncanakan dan yang Tidak Direncanakan

Untuk Pengecoran Seluruh Lebar Perkerasan

Sumber : Bina Marga. (2003). Pd T-14-(2003)

2.3.1.5.7 Penutup Sambungan

Penutup sambungan dimaksudkan untuk mencegah masuknya air dan atau benda

lain ke dalam sambungan perkerasan. Benda-benda lain yang masuk ke dalam

sambungan dapat menyebabkan kerusakan berupa gompal dan atau pelat beton yang

saling menekan ke atas (blow up).

2.3.2 Perencanaan Tebal Pelat Perkerasan Kaku

Pada proses perencanaan tebal perkerasan kaku didesain menggunakan program

komputer SAP2000 dimana untuk perhitungan secara konservatif, diterapkan prinsip

kelelahan (fatigue) dimana dianggap apabila perbandingan tegangan yang terjadi pada

beton akibat beban roda terhadap kuat lentur beton (Modulus of Rapture, MR) <100%.

Apabila perbandingan tegangan tersebut sangat rendah, maka beton akan mampu

memikul repetisi tegangan yang tidak terbatas tanpa kehilangan kekuatannya. Apabila

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-15

prinsip kelelahannya (tegangan maksimum) lebih besar dari kekuatan ijin (Moduus of

Rapture, MR), tebal taksiran dinaikan dan proses perencanaan diulangi.

Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai total fatik

dan atau total tegangan lebih kecil atau sama dengan kekuatan ijin.

Teori-teori yang meninjau penyebaran tegangan pada pelat ketika diberi beban

antara lain :Teori Westergaard. Westergaard membuat bentuk pendekatan solusi analitis

untuk tegangan pada perkerasan kaku pada tahun 1926. Dia mengasumsikan bahwa

tanah dasar tidak dapat menyalurkan tegangan geser. Dimana kondisi pondasi Winkler

dan tanah dasar ditandai dengan parameter tunggal yakni dengan modulus reaksi tanah

dasar (Tu, 2007). Tekanan vertikal tanah dasar terhadap pelat beton adalah konstanta

yang sama terhadap reaksi tanah dasar (k). Pendekatan yang dibuat oleh Westergaard

dalam penelitiannya, yaitu mengaasumsikan bahwa :

a. Pelat beton bersifat homogen, isotropik.

b. Teori klasik pelat Kirchhoff diasumsikan untuk pelat beton.

c. Reaksi tanah dasar hanya ke arah vertikal dan sebanding dengan lendutan pada

pelat.

d. Pelat beton bertumpu pada rangkaian pegas dengan konstanta pegas (k),

tergantung pada lendutan pelat.

e. Ketebalan pelat adalah seragam.

f. Tiga kondisi pembebanan yang ditinjau terdiri dari pembebanan dalam (interior

loading), pembebanan sudut (corner loading), dan pembebanan tepi (edge

loading).

g. Tekanan beban diasumsikan terdistribusi seragam pada area lingkaran atau

setengah lingkaran dengan jari-jari (a).

Persamaan Westergaard telah dikomputasi oleh Packard dan Darter pada tahun

1968 dan 1987, teori Westergaard memiliki banyak keterbatasan untuk model realitas

perilaku perkerasan. Sebagai contoh, ketidakmampuan memperkirakan respon pada

lokasi/titik acak dapat menjadi masalah serius dalam analisa respon pada kondisi

pembebanan tertentu untuk kasus dimana rasio antara bentang dengan ketebalan kurang

dari 100 (Tu, W, 2007).

2.3.2.1 Muatan Sumbu Terberat (MST) Kendaraan

Untuk pengendalian beban berlebih, diperlukan pengaturan melalui pembatasan

beban lalu lintas dengan konsep Muatan Sumbu Terberat (MST) dimana muatan sumbu

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-16

terberat (MST) adalah beban gandar maksimum yang diijinkan pada jalan raya. MST

dipakai sebagai dasar Hukum (Legal Aspect) dalam pengendalian dan pengawasan

muatan kendaraan di jalan dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang undangan.

Berdasarkan keputusan Departemen Perhubungan, dilakukan pembatasan beban

kendaraan dengan MST diatas 10 ton, MST = 10 ton dan MST = 8 ton. Muatan sumbu

terberat (MST) di Indonesia menurut Peraturan Pemerintah No. 43 Th. 1993 tentang

Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, MST lebih 10 ton : untuk jalan kelas I, MST = 10 ton :

untuk jalan kelas II, dan MST = 8 ton : untuk jalan kelas IIIA, IIIB, IIIC.

Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada

beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak

pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya

satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Pembebanan truk "T" terdiri dari

kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as. Berat dari masing-

masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang

kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-

ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah

memanjang perkerasan (RSNI T-02-2005, pasal 6.4.1). Penggunaan MST lebih dari 10

ton ini akan diatur oleh Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum. Adapun

konfigurasi konfigurasi beban untuk MST 10 ton dapat dilihat pada Gambar dibawah :

Gambar 2.14 Konfigurasi Beban Untuk MST 10 Ton

Sumber : Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1993)

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-17

Gambar 2.15 Distribusi Beban Sumbu dari Berbagai Jenis Kendaraan

Sumber : Silvia Sukirman (1999)

Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan gaya tekan

pada sumbu kendaraan. Gaya tekan sumbu selanjutnya disalurkan ke permukaan

perkerasan dan akan memberikan kontribusi pada perusakan jalan (Idris, M. dkk, 2009).

Beban yang terjadi akibat lalu lintas dapat dikonversikan ke dalam konfigurasi beban

sumbu seperti Gambar 2.13, dan 2.14.

2.3.2.2 Model Elemen Hingga (Finite Element Method) Perkerasan Kaku

Sejak tahun awal tahun 1970-an metode elemen hingga menjadi alat bantu yang

digunakan secara luas untuk menganalisis perkerasan kaku. Metode elemen hingga ini

sangat berguna untuk membantu keterbatasan metode analitis, sekalipun solusi

pendekatan analisis sangat diinginkan oleh para peneliti perkerasan jalan.

Zaghloul (1994), meneliti faktor beban equivalen dengan menggunakan model 3-D

elemen hingga nonlinier dinamis dengan program komputer berbasis elemen hingga

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-18

ABAQUS. Pelat beton dan tanah dasar dimodelkan dengan elemen brick 3-D. beton

dimodelkan sebagai bilinier elastic-plastic solid. Lapis pondasi dan tanah dasar

dimodelkan sebagai sebuah model elastis-plastis. Tanah dasar dimodelkan menggunakan

model Cam-Clay. Prediksi lendutan untuk kondisi beban statis dibandingkan dengan

solusi analitis Westergaard dan program elemen hingga terpisah digunakan untuk

memverifikasi model. Ketebalan berbeda dan kondisi tanah dasar juga diuji. Kemampuan

model dinamis program diuji dengan membandingkan respon pelat dengan data dari

pengamatan lapangan, hasilnya menunjukkan bahwa analisis dengan metode elemen

hingga menghampiri nilai data pengamatan lapangan.

2.3.2.3 Modulus Reaksi Tanah Dasar

Koefisien Modulus of Subgrade Reaction (ks) yang digunakan untuk analisis

struktur perkerasan dapat dihitung berdasarkan nilai CBR tanah dasarnya.

Gambar 2.16 Penentuan Nilai Modulus Reaksi Tanah Dasar

Sumber : DPU (1985)

2.3.2.4 Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas biasa disebut juga modulus, dimana pada tahun 1807 Thomas

Young menemukan konsep baru. Modulus elastisitas (E) dapat digunakan untuk berbagai

material padat merupakan rasio konstan dari tegangan dan regangan dengan Persamaan

berikut :

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-19

........................................................................................ 2.6

Bahan elastis bisa kembali ke ukuran atau bentuk aslinya dengan seketika setelah

diregangkan atau ditekan. Hampir semua bahan-bahan adalah elastis dengan beban

yang diberikan dan tidak mengubah bentuk untuk selamanya. Oleh sebab itu, keelastisan

suatu struktur atau benda tergantung pada koefisien kakunya dan bentuk geometrisnya.

Pada dasarnya modulus elastisitas untuk satu bahan mempunyai batas regangan dan

tegangan elastisitasnya. Penting untuk diingat bahwa nilai dari modulus elastisitas bahan

adalah tidak sama nilainya dengan kekuatan bahan. Berikut uraian modulus elastisitas

yang dipakai dalam pemodelan perkerasan jalan kaku :

Modulus elastisitas beton dapat dihitung berdasarkan kuat tekan beton dengan

menggunakan Persamaan 2.7, (SNI 03 - 2847 – 2002, Pasal 10.5, hal.54).

Ec (Psi) = 4700√ ........................................................................................... 2.7

2.3.2.5 Angka / Rasio Poisson

Poisson ratio ialah perbandingan regangan arah lateral dengan regangan aksial

akibat pembebanan aksial dalam kondisi batas elastis. Nilai poisson ratio beton normal

berkisar antara 0,15-0,20. Namun demikian beberapa hasil penelitian mendapatkan nilai

poisson ratio beton normal antara 0,10 – 0,30 (R.Park dan T.Paulay, 1975).

Selain modulus elastisitas, parameter angka/rasion poisson juga penting dalam

pemodelan perkerasan jalan, Nilai poisson ratio ditentukan sebagai rasio kompresi poros

terhadap regangan permuaian lateral. Nilai poisson ratio dapat ditentukan berdasarkan

jenis tanah seperti yang terlihat pada Tabel 2.5 di bawah ini.

Tabel 2.5 Hubungan Antara Jenis Tanah dan Poission Ratio

Jenis Tanah Poisson Ratio

Lempung Jenuh 0,4 – 0,5

Lembpung Tak Jenuh 0,1 – 0,3

Lempung Berpasir 0,2 – 0,3

Lanau 03 – 0,35

Pasir 0,1 – 2,0

Batuan 0,1 – 0,4

Umum dipakai untuk tanah 0,3 – 0,4

Sumber :Braja M Das (1995)

𝐸 =𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜎

𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜀

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-20

Angka Poisson (Poisson ratio) untuk tiap material perkerasan yang akan

digunakan dalam analisis struktur perkerasan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel

2.6 berikut:

Tabel 2.6 Angka Poisson Ratio Untuk Material Perkerasan dalam Pemodelan Struktur

Perkerasan Kaku yang Duduk Di Atas Pasir

Material Angka Poisson ()

Beton / Portland Cement Cocrete (PCC) 0,2

Pasir (Subgrade) 0,4

Sumber : Braja M. Das (1995)

2.3.2.6 Permodelan Struktur Perkerasan Jalan Dengan Aplikasi SAP2000

Terkait dengan kompleksitas dari lapisan perkerasan, permodelan material, dan

kondisi pembebabanan, tidak ada solusi eksak yang dikembangkan untuk perhitungan

tegangan, regangan, dan lendutan pada struktur perkerasan. Metode pendekatan yang

cukup populer untuk menghitung tegangan, regangan, dan lendutan pada kondisi struktur

perkerasan yang kompleks tersebut adalah Metode Elemen Hingga atau Finite Element

Methond (FEM), sebab metode ini bisa menghitung banyak aspek penting untuk

memodelkan struktur perkerasan jalan, seperti perilaku non linier dari material

perkerasan, pembebanan statis, dinamis, serta pengaruh temperatur.

SAP2000 terdapat elemen - elemen yang digunakan untuk mendesain,

memodelkan struktur. Elemen-elemen itu terdiri dari enam macam yaitu, elemen rangka

(FRAME), elemen cangkang (SHEEL), elemen benda pejal dua dimensi (PLANE), elemen

benda pejal tiga dimensi aksisimetris (ASOLID), elemen benda pejal tiga dimensi

(SOLID), dan elemen nonlinier (NLLINK). Elemen yang mempresentasikan struktur

perkerasan lentur adalah elemen SOLID, ASOLID, SHELL, dan PLANE. (Hariadi, 2007).

Permodelan struktur perkerasan kaku dapat dilakukan dengan memodelkan pelat

beton dengan elemen SHELL kemudian dipresentasikan sebagai model tiga dimensi

dengan elemen SOLID, selanjutnya lapis pondasi dan tanah dasar dipresentasikan

sebagai kumpulan pegas (elastic spring). Karakteristik/propertis dari pelat beton yang

digunakan kemudian didefenisikan seperti tebal pelat, mutu beton, modulus elastisitas,

angka poisson, berat jenis beton.

2.3.3 Perencanaan Penulangan Jalan Beton

Besi tulangan yang dipakai dalam perkerasan kaku mempunyai fungsi utama untuk :

a. Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat dipertahankan,

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-21

b. Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat mengurangi

jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan kenyamanan,

c. Mengurangi pengaruh kembang susut karena perubahan suhu,

d. Mengurangi biaya pemeiliharaan.

Besi tulangan yang dipakai harus bersih dari oli, kotoran, karat, dan pengelupasan.

Tulangan harus dipasang sebelum pembetonan dengan diberi penyangga yang ditahan

pada letak yang diinginkan. Ukuran atau jarak tulangan dari pelat beton adalah :

1. 60 ± 10 mm dibawah permukaan beton, untuk tebal pelat kurang dari 270mm

2. 70 ± 10 mm dibawah permukaan beton, untuk tebal pelat 270 mm atau lebih.

2.3.3.1 Perencanaan Tulangan Melintang

Luas tulangan melintang (As) yang diperlukan pada perkerasan beton

bersambung dengan tulangan dihitung menggunakan persamaan berikut :

............................................................................ 2.8

Dimana :

As : Luas penampang tulangan baja (mm2/m ebar pelat)

F : Koefisien gesek antara pelat beton dan pondasi bawah (Tabel 2.3)

L : Jarak antara sambungan yang tidak diikatat / tepi bebas pelat (m)

h : Tebal Pelat (m)

fs : Kuat tarik ijin tulangan (Mpa). Biasanya 0,6 kali tegangan leleh.

Tulangan melintang dipasang tepat ditengah tebal pelat dengan jarak antara

tulangan 300 ± 50 mm dari tepi pelat.

2.3.3.2 Perencanaan Tulangan Memanjang

Tulangan memanjang yang dibutuhkan pada perkerasan beton bertulang menerus

dengan tulangan dihitung dari persamaan berikut :

................................................................. 2.9

Dimana :

Ps :Presentase luas tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap luas

penampang beton (%)

𝐴𝑠 =1200 ∗ 𝐹 ∗ 𝐿 ∗ ℎ

𝑓𝑠

𝑃𝑠 =100 ∗ 𝑓𝑐𝑡 ∗ 1 3 − 0 2𝐹

𝑓𝑦 − 𝑛 𝑓𝑐𝑡

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/2331/3/File Bab II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya jalan beton direncanakan untuk memikul

II-22

Fct : Kuat tarik langsung beton = 0,4 – 0,5 fcf (kg/cm2)

n : Angka ekivalen antara baja dan beton (Es/Ec)

F : Koefisien gesek antara pelat beton dan pondasi bawah (Tabel 2.3)

Es : Modulus elastisitas baja (20000 kg/cm2)

Ec : Modulus elastisitas beton = 1400√ (kg/cm2)

Tulangan dipasang tepat ditengah tebal pelat dengan jarak antara tulangan 125 ±

25 mm dari tepi pelat.