bab ii tinjauan pustaka - repository.unwira.ac.idrepository.unwira.ac.id/5609/3/bab ii.pdf · 4....
TRANSCRIPT
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inventarisasi
2.1.1 Pengertian
Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pengecekan antara data
administratif BMD dengan kondisi fisik BMD yang bersangkutan. Maksud
inventarisasi adalah untuk mengetahui jumlah dan nilai serta kondisi BMD yang
sebenarnya, yang dikuasai Pengguna Barang maupun Kuasa Pengguna Barang
atas suatu obyek barang.
Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan
pada data/fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik
tertentu untuk memperoleh nilai barang milik daerah.
2.1.2 Tujuan Inventarisasi BMD
1. Menginventarisasi dan mengamankan seluruh BMD pada SKPD yang
hingga saat ini belum terinventarisasi dengan baik sesuai peraturan
perundang-undangan;
2. Menyajikan nilai koreksi BMD pada Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah
3. Melakukan sertifikasi BMD atas nama Pemerintah Daerah.
Tujuan Khusus Inventarisasi
1. Untuk menjaga ketertiban administrasi barang yang dimiliki
2. Untuk menghemat keuangan
3. Sebagai bahan pedoman untuk menghitung kekayaan
4. Untuk memudahkan pengawasan dan pengendalian barang
5. Memberikan data dan informasi untuk dijadikan bahan/pedoman dalam
penyaluran barang
6. Memberikan data dan informasi dalam
7. Menentukan keadaan barang (barang yang rusak/tua) sebagai dasar untuk
menetapkan penghapusannya
8. Memberikan data dan informasi dalam rangka memudahkan pengawasan
dan pengendalian barang.
2.1.3 Obyek Inventarisasi BMD
Adapun yang termasuk dalam obyek Inventarisasi BMD meliputi:
1. Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; dan
2. Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, meliputi:
a) barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b) barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
c) barang yang diperoleh berdasarkan undang-undang; atau
d) barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam rangka pertanggungjawaban hasil Inventarisasi BMD untuk tujuan
pelaporan keuangan pada Neraca, pengelompokan BMD didasarkan pada
kelompok aset tetap sebagaimana diatur di dalam PP No. 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), yaitu terdiri dari:
1. Tanah
2. Gedung dan Bangunan
3. Peralatan dan Mesin
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
5. Konstruksi dalam Pengerjaan
6. Aset Tetap Lainnya.
2.1.4 Organisasi Pelaksana Inventarisasi
A. Peran dan Tanggung Jawab Tim Penataan Aset Daerah
Tim Penataan Aset Daerah dibentuk dengan Keputusan Kepala
Daerah. Tim ini terdiri dari Tim Pengarah, Tim Kerja, dan Sekretariat.
1. Tim Pengarah
Tim Pengarah bertugas dan bertanggung jawab memberikan pengarahan
kepada Tim Kerja dalam rangka penataan aset Daerah.
2. Tim Kerja
Tim Kerja adalah Koordinator kegiatan Inventarisasi BMD . Tugas dan
tanggung jawab Tim Kerja adalah:
a. Menyusun rencana kerja inventarisasi di wilayah kerjanya, sesuai
dengan rencana kerja yang telah ditetapkan oleh Tim Pengarah.
b. Menetapkan Tim Pelaksana sesuai dengan kebutuhan untuk membantu
pelaksanaan tugas Tim Inventarisasi Aset SKPD.
c. Mengkoordinasikan pembentukan Tim Inventarisasi Aset SKPD.
d. Melaksanakan pendampingan kegiatan inventarisasi aset SKPD dengan
memperhatikan rencana dan beban kerja;
e. Melaksanakan sosialisasi kegiatan penataan aset;
f. Melakukan pengolahan data dan pelaporan hasil kegiatan penataan aset
SKPD;
g. Melakukan rekonsiliasi hasil inventarisasi aset SKPD dalam rangka
penyusunan neraca;
h. Melaporkan perkembangan (progress report) pelaksanaan kegiatan
Penataan Aset kepada Tim Pengarah;
i. Melakukan monitoring dan evaluasi perkembangan pelaksanaan
penataan aset;
3. Sekretariat
Sekretariat berkedudukan pada Inspektorat yang bertugas membantu
pelaksanaan Tim Penataan Aset
B. Peran dan Tanggung Jawab Tim Inventarisasi SKPD
Tim Inventarisasi SKPD dibentuk dengan Keputusan Kepala SKPD
bersangkutan. Tugas dan tanggung jawab Tim Inventarisasi Inventarisasi
SKPD yaitu:
1. Pengumpulan data awal Barang Milik Daerah pada seluruh satuan kerja.
2. Pelaksanaan inventarisasi/cek fisik lapangan atas seluruh Barang Milik
Daerah dan dapat didampingi Tim Pelaksana yang ditunjuk/ditetapkan
oleh Tim Penataan Aset Provinsi Jambi.
3. Update data/laporan Barang Milik Daerah berdasarkan hasil inventarisasi
yang telah dilakukan.
4. Pelaporan hasil update inventarisasi Barang Milik Daerah kepada Tim
Penataan Aset.
5. Pengamanan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.1.5 Proses Inventarisasi Aset
1. Preparation
Tahap persiapan biasa dimulai dari mapping kondisi aset, lokasi aset,
SDM perusahaan sampai teknis pelaksanaan inventarisasi aset.
2. Execution
Tahap pelaksanaan dimulai ketika seluruh tahap preparation dipenuhi,
dimana prosedur dalam inventarisasi dijalankan sesuai dengan schedule
dan kompetensi SDM inventarisasi.
3. Finishing
Tahap akhir berkaitan dengan proses hasil laporan pelaksanaan
inventarisasi sampai dengan laporan final hasil inventarisasi.
Agar hasil inventarisasi dapat maksimal, biasa diintegrasikan dengan
sistem informasi akuntansi dan software yang memadai dalam pengelolaan aset
perusahaan, sehingga dapat diketahui aset yang harus dimiliki perusahaan dapat
digunakan tepat guna sesuai fungsinya dalam mendukung kegiatan utama
operasional perusahaan.
2.1.6 Ketentuan Pelaksanaan Inventarisasi
1. Memberi koding pada barang-barang yang diinventarisasikan.
2. Barang-barang inventaris sekolah harus diberi tanda dengan menggunakan
kode-kode barang sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam Manual
Administrasi barang.
3. Membuat Daftar Rekapitulasi Tahunan Laporan triwulan mutasi barang
inventaris yaitu daftar tempat mencatat penambahan dan pengurangan
barang inventaris pada suatu organisasi selama triwulan yang
bersangkutan.
4. Daftar isian inventaris yaitu tempat mencatat semua barang inventaris
menurut golongan atau klasifikasi yang telah ditetapkan.
Inventarisasi harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan dari
pemerintah, termasuk juga yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Beberapa dari peraturan perundang-undangan itu adalah:
1. Instruktur Presiden No.3 Tahun 1971, tentang Inventaris Barang Milik
Negara/ Kekayaan Negara.
2. Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 222/MK/V/4/1972 tanggal 13
April 1971 tentang Pedoman Pelaksanaan Inventarisasi barang-barang
milik negara di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
3. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 10/M/1976 tentang
Pelaksanaan Inventarisasi dan Penyampaian Laporan Triwulan Mutasi
Barang Inventarisasi Milik Negara.
4. Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 421 16/E/74
tentang Inventarisasi barang yang dipakai/ dikuasai pejabat/ Pegawai yang
dimutasikan.
2.2 Legalisasi Aset
Legalisasi berasal dari kata serapan to legalize/legalization yang memiliki
bermacam makna tergantung konteks apa yang dibicarakan. Namun pada intinya
legalisasi adalah proses membuat sesuatu menjadi legal/sah.resmi. Legalisasi
adalah memberikan keabsahan secara resmi dari lembaga pemerintah atau pejabat
secara umum diakui oleh lembaga pemerintahan dan sederajadnya berupa tanda
tangan untuk memperkuat dokumen di mata hukum.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan, Legalisasi adalah pernyataan Badan atau
Pejabat Pemerintahan mengenai keabsahan suatu salinan surat atau dokumen
Administrasi Pemerintahan yang dinyatakan sesuai dengan aslinya.
Tujuan dari legal bisa bermacam-macam tergantung kebutuhan
pemerintahan atau perusahaan. Namun pada umumnya legal dilakukan untuk :
1. Memperoleh status hukum yang jelas
2. Memeriksa legalitas suatu badan hukum/badan usaha
3. Memeriksa tingkat ketaatan suatu badan hukum/badan usaha
4. Memberikan pandangan hukum atau kepastian hukum dalam suatu
kebijakan yang dilakukan pemerintahan/perusahaan.
2.3 Aset dan Sistem Pengelolaan Barang Daerah
Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) aset adalah daya
ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan
diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat
diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan
untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Dalam Permandagri Nomor 19 tahun 2016 disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan Pengelolaan barang daerah adalah suatu rangkaian kegiatan dan
tindakan terhadap barang daerah yang meliputi :
a. Perencanaan Kebutuhan dan pengganggaran;
b. Pengadaan;
c. Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran;
d. Penggunaan;
e. Penatausahaan;
f. Pemanfaatan;
g. Pengamanan dan pemeliharaan;
h. Penilaian;
i. Penghapusan;
j. Pemindahtanganan;
k. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian;
l. Pembiayaan; dan Tuntutan ganti rugi;
2.4 Prinsip Dasar Pengelolaan Aset Daerah
Untuk mendukung pengelolaan aset daerah secara efesien dan efektif serta
menciptakan transparansi kebijakan pengelolaan aset daerah, maka pemerintah
daerah perlu memiliki atau mengembangkan sistem informasi manajemen yang
kompherensif dan handal sebagai alat untuk pengambilan keputusan, menurut
Abdul Halim (2012) dalam buku manajemen keuangan daerah. Sistem tersebut
bermanfaat untuk menghasilkan laporan pertanggungjawaban. Selain itu, sistem
informasi tersebut juga bermanfaat untuk dasar pengambilan keputusan mengenai
kebutuhan barang dan estimasi kebutuhan belanja pembangunan (modal) dalam
penyusunan APBD. Dan untuk memperoleh informasi manajemen aset yang
memadai maka diperlukan dasar pengelolaan kekayaan aset yang memadai juga,
dimana menurut Mardiasmo (2002) terdapat tiga prinsip dasar pengelolaan
kekayaan aset daerah yakni : (1) adanya perencanaan yang tepat, (2)
pelaksanaan/pemanfaatan secara efesien dan efektif, dan (3) pengawasan
(monitoring). Berikut ini uraian dari tiga prinsip dasar pengolahan kekayaan
daerah :
1. Perencanaan
Untuk melaksanakan apa yang menjadi kewenangan wajibnya
(Tupoksi) pemerintah daerah memerlukan barang atau kekayaan untuk
menunjang pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Untuk itu, pemerintah
daerah perlu membuat perencanaan kebutuhan aset yang akan
digunakan/dimiliki. Berdasarkan rencana tersebut, pemerintah daerah
kemudian mengusulkan anggaran pengadaannya. Dalam hal ini,
masyarakat dan DPRD perlu melakukan pengawasan (monitoring)
mengenai apakah aset atau kekayaan untuk dimiliki daerah tersebut benar-
benar dibutuhkan daerah ? Seandainya memang dibutuhkan, maka
pengadaanya harus dikaitkan dengan cakupan layanan yang dibutuhkan
dan diawasi apakah ada mark-up dalam pembelian tersebut. Setiap
pembelian barang atau aset baru harus dicatat dan terdokumentasi dengan
baik dalam sistem database kekayaan daerah.
Pengadaan barang atau kekayaan daerah harus dilakukan dengan
sistem tender. Hal tersebut dilakukan supaya pemerintah daerah dan
masyarakat tidak dirugikan. Selain itu, DPRD dituntut untuk lebih tegas
dan cermat dalam mengawasi proses perencanaan pengadaan kekayaan
daerah. Pada dasarnya, kekayaan daerah dapat diklasifikasikan menjadi
dua jenis (Mardiasmo:2002) yaitu :
a. Kekayaan yang sudah ada (eksis) sejak adanya daerah tersebut.
Kekayaan jenis ini meliputi seluruh kekayaan alam dan geografis
kewilayahannya. Contohnya adalah tanah, hutan, tambang, gunung,
danau, pantai dan laut, sungai dan peninggalan bersejarah (misalnya :
candi bangunan bersejarah).
b. Kekayaan yang akan dimiliki baik yang berasal dari pembelian
maupun yang akan dibangun sendiri. Kekayaan jenis ini berasal dari
aktivitas pemerintah daerah yang didanai dari APBD serta kegiatan
perekonomian daerah lainnya. Contohnya adalah jalan, jembatan,
kendaraan dan barang modal lainnya.
Pemerintah daerah harus membuat perencanaan yang tepat
terhadap dua jenis kekayaan tersebut. Perencanaan juga meliputi tiga hal
yaitu, melihat kondisi aset daerah dimasa lalu, aset yang dibutuhkan untuk
masa sekarang dan perencanaan kebutuhan aset dimasa yang akan datang.
Pemerintah daerah perlu menetapkan standar kekayaan minimum yang
harus dimiliki daerah untuk dapat memenuhi cakupan pelayanan yang
dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dibuat perencanaan strategi
baik yang bersifat jangka pendek, menengah dan jangka penjang mengenai
pengelolaan aset daerah.
2. Pelaksanaan
Apabila sudah dibuat perencanaan yang tepat, permasalahan
berikutnya adalah bagaimana pelaksanaannya. Kekayaan milik daerah
harus dikelola secara optimal dengan memperhatikan prinsip efesiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik. Masyarakat dan DPRD yang harus
melakukan pengawasan (monitoring) terhadap pemanfaatan aset daerah
tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kekayaan milik daerah.
Pengelolaan juga menyangkut masalah pendistribusian, pengamanan dan
perawatan. Perlu ada unit pengelola kekayaan daerah yang professional
agar tidak terjadi overlapping tugas dan kewenangan dalam mengelola
kekayaan daerah. Pengamanan terhadap kekayaan daerah harus dilakukan
secara memadai baik pengamanan fisik melalui sistem akuntansi (sistem
pengendalian intern).
Hal cukup penting yang perlu diperhatikan pemerintah daerah
adalah perlunya dilakukan perencanaan terhadap biaya operasional dan
pemeliharaan terhadap biaya operasioanal dan pemeliharaan untuk setiap
kekayaan yang dibeli atau diadakan. Hal ini disebabkan sering kali biaya
operasi dan pemeliharaan tidak dikaitkan dengan belanja investasi/modal.
Mestinya terdapat keterkaitan anntara belanja invenstasi/modal dengan
biaya operasi dan pemeliharaan yang biaya tersebut merupakan
commitment cost yang harus dilakukan. Selain biaya operasi dan
pemeliharaan, biaya lain yang harus diperhatikan misalnya biaya asuransi
kerugian.
Pengelolaan kekayaan daerah harus memenuhi prinsip
akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik yang harus dipenuhi paling tidak
meliputi :
a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for
probity and legality)
b. Akuntabilitas Proses (process accountability)
c. Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability)
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penyalahgunaan jabatan
oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah,
sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan
kekayaan publik. Akuntabilitas hukum juga dapat diartikan bahwa
kekayaan daerah harus memiliki status hukum yang jelas, agar pihak
tertentu tidak dapat menyalahgunakan atau mengklaim kekayaan daerah
tersebut.
Akuntabilitas proses terkait dengan dipatuhinya prosedur yang
digunakan dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah.
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah
daerah terhadap DPRD dan masyarakat atas kebijakan-kebijakan
penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah.
3. Pengawasan
Pengawasan yang ketat perlu dilakukan sejak tahap perencanaan
hingga penghapusan aset. Dalam hal ini peran serta masyarakat dan DPRD
serta auditor internal sangat penting. Keterlibatan auditor internal dalam
proses pengawasan ini sangat penting untuk menilai konsistensi antar
praktik yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan standar yang
berlaku. Selain itu, auditor internal juga penting keterlibatannya dalam
menilai kebijakan akuntansi yang diterapkan menyangkut dengan
pengakuan aset, pengukurannya dan penilaiannya. Pengawasan diperlukan
untuk menghindari penyimpangan dalam perencanaan maupun
pengelolaan aset yang dimiliki daerah. Sistem dan teknik pengawasan
perlu ditingkatkan agar masyarakat tidak mudah dikelabui oleh oknum-
oknum yang hendak menyalahgunakan kekayaan milik daerah.
2.5 Tujuan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pengelolaan Aset adalah pengelolaan secara komprensif atas permintaan,
perencanaan, perolehan, pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan/rehabilitasi,
pembuangan/pelepasan dan penggantian aset untuk memaksimalisasikan tingkat
pengembalian investasi (ROI) pada standar pelayanan yang diharapkan terhadap
generasi sekarang dan yang akan datang. Sedangkan menurut Lemer (2000:65),
manajemen aset merupakan proses menjaga/memelihara dan memanfaatkan
modal publik.
Hal ini dilakukan dalam rangka melaksanakan tertib administrasi
pengelolaan barang milik daerah sehingga terciptanya manajemen pemerintahan
yang dapat bekerja secara lebih efesien, efektif dan ekonomis.
2.6 Penatausahaan Barang Milik Daerah
Dalam Permendagri No. 17 tahun 2007 disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Dalam penatausahaan barang milik daerah dilakukan 3 (tiga) kegiatan
yang meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi dan pelaporan.
1. Pembukuan
Menurut Early Suandy dalam buku Perencanaan Pajak (2006:104)
menjelaskan bahwa pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan dan mengubah data dan
informasi yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau hutang, modal
penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan serta penyertaan
barang dan jasa terutang maupun tidak terutang pajak pertambahan nilai
(PPN) barang dan jasa yang dikenakan PPN 10 % dan dikenakan pajak
penjualan atas barang mewah yang ditutup dengan neraca dan perhitungan
laba rugi setiap tahun pajak berakhir.
Dari pengertian ini disimpulkan bahwa pembukuan merupakan
proses pencatatan yang di buat secara teratur dan berkelanjutan untuk
menganalisis data keuangan dimana didalamnya terdiri dari informasi
tentang harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya dan ditutup
dengan menyusun laporan keuangan dari neraca sampai laba rugi dan
dapat dijadikan patokan dalam menilai data keuangan perusahaan.
Menurut penjelasan Permendagri No. 17 tahun 2007 dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembukuaan adalah proses
pencatatan barang milik daerah kedalam daftar barang pengguna dan
kedalam kartu inventaris barang serta dalam daftar barang milik daerah.
Pengguna/kuasa pengguna barang wajib melakukan pendaftaran
dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Pengguna
(DBP)/ Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP). Pengguna/kuasa
pengguna barang dalam melakukan pendaftaran dan pencatatan harus
sesuai dengan format :
1. Kartu Inventaris Barang (KIB) A Tanah,
2. Kartu Inventaris Barang (KIB) B Peralatan dan Mesin,
3. Kartu Inventaris Barang (KIB) C Gedung dan Bangunan,
4. Kartu Inventaris Barang (KIB) D Jalan, Irigasi dan Jaringan,
5. Kartu Inventaris Barang (KIB) E Aset Tetap Lainnya,
6. Kartu Inventaris Barang (KIB) F Konstruksi dalam Pengerjaan, dan
7. Kartu Inventaris Ruangan (KIR)
Sementara itu Pembantu pengelola melakukan koordinasi dalam
pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah ke dalam Daftar Barang
Milik Daerah (DBMD).
2. Inventarisasi
Pemerintah daerah perlu mengetahui jumlah dan nilai kekayaan
daerah yang dimilikinya, baik yang saat ini dikuasai maupun yang masih
berupa potensi yang belum dikuasai atau dimanfaatkan. Untuk itu
pemerintah daerah perlu melakukan identifikasi dan nonventarisasi nilai
dan potensi aset daerah. Kegiatan identifikasi dan inventarisasi
dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang akurat, lengkap dan
mutakhir mengenai kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai oleh
pemerintah daerah. Indentifikasi dan inventarisasi aset daerah tersebut
penting untuk pembuatan Neraca Kekayaan Daerah yang akan dilaporkan
kepada masyarakat.
Untuk dapat melakukan identifikasi dan inventarisasi aset daerah
secara lebih objektif dan dapat diandalkan, pemerintah daerah perlu
memanfaatkan profesi auditor atau jasa penilai yang independen.
Proses inventarisasi yang teratur adalah proses inventarisasi yang
dilakukan dengan ketentuan untuk dapat mewujudkan penyempurnaan
dalam pengurusan, pengawasan keuangan dan kekayaan negara secara
efektif, juga dalam rangka meningkatkan efektifitas perencanaan
penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan pemeliharaan, penyaluran
serta penghapusan barang. Oleh karena itu, pelaksanaan inventarisasi
harus dilaksanakan secara baik dan benar sesuai dengan kondisi barang
agar daoat dicapai tujuan inventarisasi yang dimaksud.
Nawawi dan Martini (1994:189) mengemukakan bahwa: Data di
dalam daftar inventarisasi tidak saja berguna untuk mengikuti
perkembangan kondisi perlengkapan/peralatan yang dimiliki, tetapi juga
untuk menyusun perencanaan, agar tidak terjadi pemborosan. Oleh karena
itu, harus diusahakan agar antara data yang tercatat benar-benar sesuai
dengan kenyataan kondisi peralatan/perlengkapan yang dicatat.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
inventarisasi harus dilakukan secara benar dengan relevansi antara data
dan kondisi barang rill dan akurat, terutama dalam pencatatannya dalam
daftar inventaris serta pelaporan barang tersebut. Hal ini dilakukan agar
dapat diketahui kondisi rill barang serta tidak terjadi pemboirosan atau
kerugian bagi organisasi.
Inventarisasi merupakan kegiatan atau tindakan untuk melakukan
perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data
dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian. Dari kegiatan
inventarisasi disusun Buku Inventarisasi yang menunjukan semua
kekayaan daerah yang bersifat kebendaan, baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak. Buku Inventarisasi memuat data meliputi lokasi,
jenis/merk type, jumlah, ukuran, harga, tahun pembelian, asal barang,
keadaan barang dan sebagainya. Adanya buku inventaris yang lengkap,
teratur dan berkelanjutan mempunyai fungsi dan peran yang sangat
penting dalam rangka :
a. pengendalian, pemanfaatan, pengamanan dan pengawasan setiap
barang;
b. Usaha untuk menggunakan memanfaatkan setiap barang secara
maksimal sesuai dengan tujuan dan fungsinya masing-masing; dan\
c. Menunjang pelaksanaan tugas Pemerintah.
Barang inventaris adalah seluruh barang yang dimiliki oleh
Pemerintah Derah yang penggunaannya lebih dari satu tahun dan dicatat
serta didaftar dalam Buku Inventarisasi. Agar Buku Inventarisasi
dimaksud dapat digunakan sesuai dengan fungsi dan peranannya, maka
pelaksanaannya harus tertib, teratur dan berkelanjutan, berdasarkan data
yang benar, lengkap dan akurat.
Sedangkan menurut PP Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara: “Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan
pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik
negara/daerah.” Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat mengambil
keputusan bahwa Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan
pendataan, pencatatan dan pelpaoran hasil pendataan barang milik
negara/daerah.
3. Pelaporan
Dalam Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 disebutkan bahwa
pelaporan barang milik daerah yang dilakukan Kuasa Pengguna barang
disampaikan setiap semester, tahunan dan 5 (lima) tahunan kepada
pengguna. Dari keterangan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan pelaporan adalah proses penyususnan laporang barang
setiap semester dan setiap tahun setelah dilaukan inventarisasi dan
pencatatan.
Pengguna menyampaikan laporan pengguna barang semesteran,
tahunan dan 5 (lima) tahunan kepada Kepala Daerah melaui pengelolan.
Sementara Pembantu pengelolaan menghimpun seluruh laporan pengguna
barang semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan dari masing-masing
SKPD, jumlah maupun nilai serta dibuat rekapitulasinya. Rekapitulasi
tersebut digunakan sebagai bahan penyusunan neraca daerah.
Hasil sensus barang daerah dari masing-masing pengguna/kuasa
pengguna, direkap ke dalam buku inventaris dan disampaikan kepada
pengelola, selanjutnya pembantu pengelola merekap buku inventaris
tersebut menjadi buku induk inventaris. Buku Induk Inventarisasi
merupakan saldo awal pada daftar mutasi barang tahun berikutnya,
selanjutya untuk tahun-tahun berikutnya pengguna /kuasa pengguna dan
pengelola hanya membuat Daftar Mutasi Barang dalam bentuk rekapitulasi
barang milik daerah. Mutasi bertambah dan/atau berkurang pada masing-
masing SKPD setiap semester, dicatat serta tertib pada :
1. Laporan Mutasi Barang; dan
2. Daftar Mutasi Barang
Laporan mutasi barang merupakan pencatatan barang bertambah
dan/atau berkurang selama 6 (enam) bulan untukl dilaporkan kepada
Kepala Daerah melaui pengelolaan. Laporan mutasi barang semester I dan
semester II digabungkan menjadi daftar mutasi barang selama 1 (satu)
tahun dan masing-masing dibuatkan daftar Rekapitulasinya. Daftar mutasi
barang selama 1 (satu) tahun tersebut disimpan di Pembantu Pengelola.
Kemudian Rekapitulasi seluruh barang milik daerah (daftar mutasi)
disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri.
Format Laporan Pengurus Barang :
1. Buku Inventaris
2. Rekap Buku Inventaris
3. Laporan Mutasi Barang
4. Daftar Mutasi Barang
5. Rekapitulasi Daftar Mutasi Barang
6. Daftar Usulan Barang yang akan dihapus
7. Daftar Barang Milik Daerah yang digunausahakan
Menurut Kementrian Keuangan (2013),
Penatausahanaan/pencatatan barang daerah pada SKPD sangat penting
dikarenakan catatan tersebut dijadikan objek audit oleh BPK dalam
menyakini penyajian laporan keuangan SKPD dan Pemerintah daerah.
Dengan penatausahaan secara tertib, maka dihasilkan angka-angka yang
tepat dan akurat yang berdampak pada tersedianya database yang memadai
dalam menyusun perencanaan kebutuhan dan penggangaran serta akan
menghasilkan laporan aset dineraca dengan angka yang tepat dan akurat
sehingga akan meningkatkan kualitas laporan keuangan.
2.7 Regulasi tentang Hibah
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah, Pendapatan Hibah
adalah setiap penerimaan Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang,jasa
dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu
dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri,yang atas
pendapatan hibah tersebut,pemerintah mendapat manfaat secara langsung yang
digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi K/L atau diteruskan kepada
Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.
Klasifikasi hibah dapat dibedakan menurut bentuk hibah,mekanisme pencairan
hibah, dan sumber hibah. Berdasarkan bentuknya,hibah dibagi menjadi:
a.hibah uang, terdiri diri:
1) uang tunai; dan
2) uang untuk membiayai kegiatan.
b.hibah barang/jasa; dan
c.hibah surat berharga
Berdasarkan mekanisme pencairannya,hibah dibagi menjadi:
a. hibah terencana; dan
b. hibah langsung.
Berdasarkan sumbernya,hibah dibagi menjadi:
a.hibah dalam negeri; dan
b.hibah luar negeri.
Rangkaian sistem dan prosedur akuntansi dari berbagai transaksi hibah yang
saling berkaitan untuk menghasilkan output berupa laporan hibah bagi pihak-
pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan hibah. Beberapa tahapan sistem
dan prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.
- Penandatanganan perjanjian hibah(grant agreement)
Perjanjian hibah adalah kesepakatan tertulis mengenai hibah antara Pemerintah
dengan Pemberi Hibah yang dituangkan dalam dokumen perjanjian pemberian
hibah atau dokumen lain yang dipersamakan.
Perjanjian hibah disusun untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak
dan di dalam perjanjian tersebut terdapat hak dan kewajiban yang melakukan
perikatan.
Sesuai PP 10/2011, Perjanjian hibah paling sedikit memuat ketentuan
-ketentuan sebagai berikut:
a.Pemberi Hibah/Donor;
b.Penerima hibah/beneficiary;
c.Jumlah dan rencana realisasi per tahun;
d.Bentuk (uang/barang/jasa/surat berharga);
e.Peruntukan;
f.Ketentuan dan Persyaratan; dan
g.Jangka waktu (meliputi informasi mengenai waktu hibah mulai aktif dan hibah
dinyatakan selesai).
Dalam hal hibah yang direncanakan, penandatanganan perjanjian hibah dilakukan
oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk, sedangkan hibah langsung,
penandatanganan Perjanjian Hibah dapat dilakukan oleh menteri/pimpinan
lembaga atau pejabat yang diberi kuasa.
2.8 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2No. Nama
danTahun
Judul Penelitian Metodepenelitian
AnalisisData
Hasil Penelitian
1. Ningsih(2012)
PengaruhPenatausahaanAset Tetapterhadapkualitas laporankeuangan danimplikasinyaterhadapkewajaraninformasikeuangan
Kuantitatif Deskriptif Menunjukanbahwapenatausahaanaset tetapberpengaruhpositif terhadaplaporankeuanganberpengaruhpositif terhadapkewajaraninformasikeuangan
2. Hayong(2017)
AnalisisPengelolaanAset Daerahuntuk menilaikualitas LaporanKeuangan
Kuantitatif Deskriptif Menunjukanbahwapengelolaanaset daerahberpengaruhpositif terhadaplaporankeuangan
2.9 Kerangka Pemikiran
Pengelolaan Aset adalah pengelolaan secara komprehensif atas
permintaan, perencanaan, perolehan, pengoperasian, pemeliharaan,
perbaikan/rehabilitasi, pembuangan/pelepasan dan penggantian aset untuk
memaksimalkan tingkat pengendalian investasi (ROI) pada standar pelayanan
yang diharapkan terhadap generasi sekarang dan yang akan datang.
Menurut Permendagri Nomor 17 tahun 2007 inventarisasi merupakan
kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan,
penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang milik daerah
dalam unit pemakaian. Aset tetap adalah harta kekayaan atau sumber daya entitas
bisnis yang diperoleh serta dikuasai dari hasil kegiatan ekonomi (transaksi) pada
masa lalu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) legalisasi memiliki arti
pengesahan. Suatu barang belum diinventarisir maka barang tersebut belum legal
atas kepemilikannya. Kegiatan inventarisasi dilakukan untuk memperoleh
informasi mengenai kekeyaan daerah yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah
daerah. Proses inventarisasi dilakukan dengan ketentuan untuk dapat mewujudkan
penyempurnaan dalam pengurusan, pengawasan keuangan dan kekayaan negara
secara efektif, juga dalam rangka meningkatkan efektifitas perencanaan
penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan pemeliharahaan, penyaluran serta
penghapusan barang.
Oleh karena itu, pelaksanaan inventarisasi harus dilaksanakan secara baik
dan benar sesuai dengan kondisi barang agar dapat mencapai tujuan inventaris
yang dimaksud. Data yang ada di dalam daftar inventarisasi tidak saja berguna
untuk mengikuti perkembangan kondisi perlengkapan/peralatan yang dimiliki,
tetapi juga untuk menyusun perencanaan, agar tidak terjadi pemborosan, maka
kondisi barang harus sesuai dengan yang dicatat.
Maka berdasarkan landasan teori dan masalah penelitian, maka penulis akan
mengembangkan kerangka penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran
PENGELOLAAN ASET DAERAH
INVENTARISASI dan LEGALISASI
ASET TETAP KENDARAAN