unud-400-304244440-tesis

62
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyediaan pelayanan maternal dan neonatal yang berkualitas merupakan hal yang sangat penting dilakukan di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh masih tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi (Depkes RI, 2005). Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan Angka Kematian Bayi sebesar 52 per 1000 kelahiran hidup. Untuk menurunkan angka kematian tersebut sampai tercapainya target MDGs pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, maka diupayakan program peningkatan pelayanan kesehatan yang dapat menjangkau masyarakat secara luas sampai ketingkat desa yang terpencil. Untuk mempercepat tercapainya maksud tersebut, Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) menempatkan bidan di desa, ini sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pembina Kesehatan Masyarakat No: 429/Binkesmas/Dj.III/1990 tanggal 29 Maret 1999 tentang penempatan tenaga kesehatan di daerah terpencil yang menyatakan bahwa untuk pencapaian target derajat kesehatan maka penempatan bidan di desa merupakan salah satu strategi, dimana di harapkan bidan tinggal dan bertugas melayani masyarakat di desa dengan wilayah kerja satu sampai dua desa. Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) dengan luas wilayah 1.445,32 km² mewilayahi 96 desa dan 8 Puskesmas. Jumlah Penduduk 285.414 jiwa, Pasangan Usia Subur 46.404 pasangan, jumlah ibu hamil tahun 2010 sebesar 8252 ibu hamil. Proporsi bidan mencapai 83,33% (78 bidan) dengan penempatan yang hampir merata di seluruh desa yang ada di wilayah Kabupaten SBD. Meskipun demikian, cakupan

Upload: roby-blueboys

Post on 09-Aug-2015

235 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

roby

TRANSCRIPT

1  

  

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyediaan pelayanan maternal dan neonatal yang berkualitas merupakan hal

yang sangat penting dilakukan di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal

tersebut disebabkan oleh masih tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi (Depkes RI,

2005). Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, menunjukkan bahwa

Angka Kematian Ibu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan Angka

Kematian Bayi sebesar 52 per 1000 kelahiran hidup. Untuk menurunkan angka

kematian tersebut sampai tercapainya target MDGs pada tahun 2015 sebesar 102 per

100.000 kelahiran hidup, maka diupayakan program peningkatan pelayanan kesehatan

yang dapat menjangkau masyarakat secara luas sampai ketingkat desa yang terpencil.

Untuk mempercepat tercapainya maksud tersebut, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia (Depkes RI) menempatkan bidan di desa, ini sesuai dengan Surat

Edaran Direktur Jenderal Pembina Kesehatan Masyarakat No:

429/Binkesmas/Dj.III/1990 tanggal 29 Maret 1999 tentang penempatan tenaga

kesehatan di daerah terpencil yang menyatakan bahwa untuk pencapaian target derajat

kesehatan maka penempatan bidan di desa merupakan salah satu strategi, dimana di

harapkan bidan tinggal dan bertugas melayani masyarakat di desa dengan wilayah

kerja satu sampai dua desa.

Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) dengan luas wilayah 1.445,32 km²

mewilayahi 96 desa dan 8 Puskesmas. Jumlah Penduduk 285.414 jiwa, Pasangan Usia

Subur 46.404 pasangan, jumlah ibu hamil tahun 2010 sebesar 8252 ibu hamil.

Proporsi bidan mencapai 83,33% (78 bidan) dengan penempatan yang hampir merata

di seluruh desa yang ada di wilayah Kabupaten SBD. Meskipun demikian, cakupan

2  

  

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan masih sangat rendah dan cendrung

menurun yaitu 68 % tahun 2008, 52% tahun 2009 dan 48% tahun 2010. Disisi lain

cakupan persalinan oleh dukun meningkat yaitu sebesar 25% tahun 2008, sebesar

27% tahun 2009 dan sebesar 22% tahun 2010. Dilaporkan juga bahwa Cakupan K1

sebesar 8050 orang (98%) dan cakupan K4 sebesar 3313 orang (40%) (Dinkes Kab.

SBD, 2010).

Jumlah bidan desa yang memiliki kit bidan sebanyak 69 bidan (77,5%).

Tenaga kesehatan dalam hal ini adalah dokter setiap puskesmas 1 orang dan perawat

298 orang dan bidan seluruhnya 96 orang sedang bidan desa berjumlah 76 tetapi

dokter dan perawat tidak menolong persalinan.

Rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan bisa mengakibatkan

tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Dinas

kesehatan Kabupaten SBD tahun 2010, melaporkan adanya peningkatan AKI sebesar

13 orang atau 280/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008, 19 orang atau

278/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009 dan 29 orang, atau 380/100.000

kelahiran hidup pada tahun 2010. Sedangkan Angka Kematian Neonatus dilaporkan

sebesar 32/1000 kelahiran hidup pada tahun 2008, sebanyak 39/1000 kelahiran

hidup pada tahun 2009, d a n sebanyak 42/1000 kelahiran hidup pada tahun 2010

(Dinkes SBD, 2010).

Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba

Barat Daya untuk meningkatkan kinerja bidan desa diantaranya melalui

peningkatan jenjang pendidikan bidan desa ke jenjang Diploma III Kebidanan

Pelatihan Audit Maternal Perinatal (AMP), pelatihan insersi IUD, pelatihan Asuhan

Persalinan Normal (APN), serta pelatihan Penanganan Obstetri dan Neonatal Dasar

(Dinkes SBD, 2010). Namun upaya-upaya tersebut belum menghasilkan kinerja kerja

3  

  

bidan desa yang baik. Rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan telah

dihubungkan dengan masalah kinerja bidan desa (Bernandir, 2008).

Kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) berupa produk atau jasa

yang dicapai seseorang dalam menjalankan tugasnya baik kualitas maupun kuantitas

melalui sumber daya manusia dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

yang diberikan kepadanya (Gomes, 2000). Bidan desa sebagai petugas kesehatan di

garis terdepan dan sesuai dengan fungsi keberdaannya diharapkan mampu

meningkatkan cakupan pertolongan persalinan. Namun terdapat banyak faktor yang

mempengaruhi kinerja bidan desa tersebut di antaranya adalah faktor individu

(internal) terdiri atas : 1) Kemampuan, 2) Pengalaman, 3) Motivasi, 4) Pembelajaran,

5) Motivasi, 6) Sikap dan faktor lingkungan kerja organisasi (eksternal) terdiri atas

imbalan/penghargaan, sarana/peralatan, beban kerja (Mangkunegara, 2006). Pendapat

tersebut sesuai pula dengan teori konvergensi William Stren yang merupakan

perpaduan dari pandangan teori heriditas dari Schopenhauer dan teori lingkungan John

Locke, secara inti Schopenhauer berpandangan bahwa hanya faktor individu

(termasuk faktor keturunannya) yang sangat menentukan seorang individu mampu

berprestasi atau tidak, sedangkan Jhon Locke dalam teori lingkungan

berpandangan bahwa hanya faktor lingkungan yang sangat menentukan seorang

individu mampu berprestasi atau tidak (Mangkunegara, 2006).

Profil kinerja bidan desa di Kabupaten SBD menunjukkan pertolongan

persalinan masih sangat rendah. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak 80%

bidan desa masih berjenjang Diploma I (Dinas kesehatan SBD, 2010). Dari hasil studi

pendahuluan didapatkan bahwa sebagian besar bidan desa tergolong masih muda dari

segi usia dan pengalaman kerja, sehingga menimbulkan persepsi kurang mampu oleh

masyarakat pengguna jasa mereka. Dari segi fasilitas, masih ada bidan desa yang tidak

4  

  

memiliki Kit bidan, sebagian lagi memiliki Kit dalam kondisi tidak prima. Hal lain

yang menjadi masalah adalah besarnya beban kerja bidan desa, karena selain

melaksanakan tugas dan fungsi sebagai bidan, mereka juga dibebani tugas-tugas lain

yang bersifat administratif seperti pendataan langsung, menjadi bendahara, mengikuti

rapat, dan pengabdian kepada masyarakat. Di sisi lain imbalan yang didapatkan relatif

kecil.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi

faktor kemampuan, pengalaman, imbalan, peralatan dan beban kerja terhadap kinerja

bidan desa dalam upaya pertolongan persalinan di Kabupaten SBD. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan program KIA sehingga

AKI dan AKB dapat diturunkan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan, pengalaman,

imbalan, peralatan dan beban kerja berhubungan dengan kinerja bidan desa dalam

pertolongan persalinan faktor di Kabupaten SBD? ”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kemampuan, pengalaman, imbalan, peralatan dan

beban kerja dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan di

Kabupaten Sumba Barat Daya.

1.3.2 Tujuan khusus

Untuk mengetahui :

1. Hubungan antara kemampuan dengan kinerja bidan desa dalam

pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya.

2. Hubungan antara pengalaman dengan kinerja bidan desa dalam

5  

  

pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya.

3. Hubungan imbalan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan

persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya.

4. Hubungan kelengkapan peralatan dengan kinerja bidan desa dalam

pertolongan persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya.

5. Hubungan beban kerja dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan

persalinan di Kabupaten Sumba Barat Daya

6. Besarnya pengaruh variabel kemampuan, pengalaman dan beban kerja

dengan kinerja bidan desa di Kabupatn Sumba Barat Daya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam

konsep-konsep teori tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

sumber daya manusia kesehatan khususnya kinerja bidan desa.

1.4.2 Praktis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi

pemegang program KIA untuk meningkatkan cakupan pertolongan

persalinan dan menetapkan langkah-langkah strategis dalam memberikan

pengarahan, bimbingan dan evaluasi terhadap bidan desa dalam upaya

peningkatan kinerja bidan desa.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi para

penentu/pemegang kebijakan dalam mengambil suatu kebijakan.

6  

  

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Bidan Desa

Bidan di Desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta

bertugas melayani masyarakat dalam pencapaian target derajat kesehatan di wilayah

kerjanya yang meliputi satu sampai dua desa. Dalam melaksanakan tugasnya bidan

bertanggung jawab langsung kepada Kepala Puskesmas setempat dan bekerja

sama dengan perangkat desa (Leimena, 1994).

Maksud dilaksanakannya penempatan bidan di desa menurut Depkes RI

adalah sebagai berikut :

a. Mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)

b. Menurunkan tingkat fertilitas, sehingga menurunnya Angka

Kematian Ibu (AKI) dan meneruskan penurunan angka kematian bayi

yang pada lima tahun terakhir sudah mengalami penurunan cukup besar

c. Merupakan upaya untuk memperluas jangkauan kualitas pelayanan

kesehatan ibu dan anak di samping untuk mendekatkan pelayanan

kesehatan lainnya.

Tujuan penempatan bidan di desa adalah :

a. Meningkatnya cakupan mutu dan pemerataan jangkauan pelayanan

kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas, kesehatan

bayi dan anak balita serta pelayanan dan konseling pemakaian

kontrasepsi serta keluarga berencana melalui upaya strategis antara lain

melalui Posyandu dan Polindes.

b. Terjaringnya seluruh kasus resiko tinggi ibu hamil, bersalin, nifas dan

7  

  

bayi baru lahir untuk mendapatkan penanganan yang memadai sesuai kasus

dan rujukannya.

c. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembinaan kesehatan

ibu dan anak di wilayah kerjanya.

d. Meningkatnya perilaku hidup sehat pada ibu, keluarga dan masyarakat yang

mendukung dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan angka

kematian bayi.

Menurut panduan bidan desa (Depkes, 1999) disebutkan ada dua tugas

pokok bidan yaitu :

a. Melaksanakan kegiatan puskesmas di desa wilayah kerjanya berdasarkan

urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi sesuai dengan

kewenangan yang dimiliki dan diberikan.

b. Menggerakan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya agar

tumbuh kesadaran untuk berperilaku sehat.

Sedangkan Fungsi bidan desa adalah

a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,

menangani persalinan, pelayanan keluarga berencana dan pengayoman

medis kontrasepsi.

b. Menggerakan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan

sesuai permasalahan di tempat.

c. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader dan dukun bayi.

d. Membina kelompok dasawisma di bidang kesehatan.

e. Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral dan lembaga swadaya

masyarakat.

f. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke Puskesmas kecuali

8  

  

dalam keadaan darurat harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya.

g. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian

kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi

sesuai dengan kemampuan.

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.900/ Menkes/SK/VII/2002.

Bidan dalam menjalankan praktik profesinya berwenang untuk memberikan

pelayanan yang meliputi : Pelayanan Kebidanan kepada Ibu pada masa

pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui.

Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi :

a. Penyuluhan dan konseling,

b. Pemeriksaan fisik

c. Pelayanan antenatal pada kehamilan abnormal

d. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup abortus imminens,

Hiperemesis gravidarum tingkat I, pre eklampsia ringan dan anemia ringan

e. Pertolongan persalinan normal.

f. Pertolongan persalinan abnormal yaitu yang mencakup letak sungsang pada

multi gravida, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini

(KPD) tanpa infeksi, perdarahan primer post partum, laserasi jalan lahir,

distosia karena inersia uteri, post term dan pre term.

Kebijakan penempatan tersebut diharapkan para bidan di desa dapat

mengarahkan kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan bekerja secara efektif

dan efesien para bidan di desa diharapkan mampu memberikan kontribusi yang

nyata dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi (Anzwar,

2000).

9  

  

Kebijakan pemerintah saat ini adalah bahwa tenaga fungsional minimal harus

berpendidikan Diploma III, termasuk bidan desa. Bidan desa di harapkan tinggal dan

bertugas melayani masyarakat di desa dengan wilayah kerja satu sampai dua desa.

2.2 Kinerja Bidan Di Desa

2.2.1 Pengertian Kinerja Bidan Desa

Beberapa pengertian kinerja atau prestasi kerja atau unjuk kerja

dikemukakan oleh sejumlah penulis buku Manajemen Sumber Daya Manusia di

antaranya pendapat Ilyas menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil kerja

personal baik secara kualitas dan kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat

merupakan hasil personal individu atau organisasi dan tidak terbatas kepada

pemangku jabatan struktural ataupun fungsional semata (Ilyas, 2000).

Pendapat Gomes tentang definisi kinerja karyawan adalah ungkapan seperti

output, efisiensi serta efektivitas yang sering dihubungkan dengan produktivitas

(Gomes, 2000). Istilah kinerja menurut pakar pendidikan Indonesia didefinisikan

adalah ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan

dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu (Ardana, 2008). Istilah kinerja atau

prestasi kerja merupakan istilah yang berhubungan dengan kualitas dan

produktivitas di luar hasil (output) pekerjaan seseorang atau sekelompok orang

sehingga untuk memperbaiki prestasi kerja seseorang/kelompok merupakan

bagian yang penting dengan seluruh tingkat manajemen (Akmad, 2004).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) berupa produk atau jasa

yang dicapai seseorang atau kelompok dalam menjalankan tugasnya, baik

kualitas maupun kuantitas melalui sumber daya manusia dalam melaksanakan

10  

  

tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Dengan demikian kinerja bidan adalah sesuatu yang dicapai oleh seorang bidan

dalam melaksanakan kegiatannya baik tugas pokok maupun kegiatan administrasi,

kegiatan pembinaan serta kegiatan lain-lain yang dapat mendukung keberhasilan

tugas-tugasnya. Jadi kinerja merupakan prestasi yang diperlihatkan oleh bidan

tersebut serta hal ini tentu menunjukkan kemampuan kerja pada bidan tersebut

yang dapat dilihat dari cakupan pertolongan persalinan.

Tujuan evaluasi kinerja secara umum adalah untuk memperbaiki atau

meningkatkan kinerja individu melalui peningkatan kinerja dalam upaya

peningkatan produktivitas organisasi. Secara khusus dilakukan dalam kaitannya

dengan berbagai kebijakan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi,

kenaikan gaji pendidikan dan latihan, sehingga penilaian kinerja dapat menjadi

landasan untuk penilaian sejauh mana kegiatan dilaksanakan (Hariandja, 2002).

2.2.2 Pengukuran Kinerja

Melakukan pengukuran kinerja adalah menetapkan ktriterianya, kemudian langkah

berikutnya adalah mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan hal tersebut,

baik berupa data primer maupun data sekunder selama periode tertentu kemudian di

bandingkan hasil tersebut terhadapa target yang dibuat untuk periode yang sama,

sehingga didapatkan suatu tingkat kinerja dari seseorang yang sedang diukur.

Beberapa teori yang mengemukakan tentang cara pengukuran kinerja seseorang

adalah :

Certo (1989) dalam Ilyas (2000), menyatakan penilaian adalah proses penulusuran

kegiatan pribadi personel pada masa tertentu, dan menilai hasil karya yang

ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen. Menurut Maier (1965)

yang umum dipakai sampai sekarang adalah sebagai kriteria untuk mengukur kinerja

11  

  

seseorang adalah kualitas, kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang,

absensi dan keslamatan dalam menjalankan tugas. Untuk memudahkan pengukuran

kinerja Maier membagi pekerjaan dalam 2 jenis yaitu :

1. Pekerjaan produksi dimana secara kuantitaif orang membuat sesuatu standar

objektif, hasil produksi orang dapat dihitung dan mutunya dapat dinilai melalui

suatu pengujian.

2. Pekerjaan non produksi, dimana ukuran sukses tidaknya seseorang dalam

tugasnya biasanya diperoleh melalui pertimbangan subjektif. Pengukuran dapat

dilakukan oleh penilaian atasan, teman, peneliti atau oleh diri sendiri, sehingga

dibuat standar yang objektif baru dilakukan penilaian.

Sadeli (2005), pengukuran kinerja bidan desa dapat di ukur dengan cakupan

K-4 dan pertolongan persalinan. Sedangkan Retnasih (2005), pengukuran kinerja

bidan lebih tepat dari hasil kerja dan cakupan program

Dari teori di atas, kinerja seseorang dapat dinilai antara lain dari hasil yang dicapai

atau tingkat pencapaian target yang menunjukkan kualitas dan kuantitas kerja

tersebut. Untuk menghitung kinerja bidan adalah waktu/jam produktif dijumlah dari

formolir kegiatan. Dalam hal mengukur kinerja bidan dalam pertolongan persalinan

oleh bidan desa pengukurannya melalui target cakupan persalinan.

Cakupan persalinan oleh bidan adalah skor yang diperoleh dari presentasi

cakupan pertolongan persalinan oleh bidan menurut Pedoman Pelayanan Persalinan

Bidan di Desa, (Depkes, 2005) sebagai berikut :

- Cakupan kurang : cakupan ≤ 50 % dari target dalam 1 tahun

- Cakupan cukup : cakupan 51-75% dari target dalam 1 tahun

- Cakupan Baik : cakupan ≥76 % dari target dalam 1 tahun

12  

  

2.3 Pertolongan Persalinan

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal, kelahiran

seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarganya nantikan

selama sembilan bulan. Ketika persalinan dimulai peranan ibu adalah untuk

melahirkan bayinya dan peran petugas kesehatan (bidan) adalah memantau persalinan

untuk mendeteksi dini adanya komplikasi disamping bersama keluarga memberikan

bantuan dan dukungan pada ibu bersalin (Depkes, 2005).

Persalinan adalah proses membuka dan menepisnya serviks, dan janin turun ke

dalam jalan lahir, kelahiran adalah proses di mana janin dan ketuban didorong keluar

melalui jalan lahir (Prawiroharjo, 2002). Persalinan dan kelahiran normal adalah

proses pengeluaran janin yang terjadi pada masa kehamilan cukup bulan (37 -42

minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18

jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

Tujuan asuhan persalinan adalah untuk memberikan asuhan yang memadai

selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih serta

aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi.

2.3.1. Asuhan Kebidanan selama Persalinan normal

Persalinan membutuhkan usaha total ibu secara fisik dan emosional, karena

itu dukungan moril dan upaya untuk menimbulkan rasa nyaman bagi ibu bersalin

sangatlah penting. Ibu mungkin berada dalam tahapan persalinan dan kondisi yang

berbeda-beda satu sama lain, sehingga kebutuhan masing-masing pun berbeda.

Perawatan yang diberikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing ibu

(IBI, 2006).

Peranan petugas kesehatan adalah memantau dengan seksama dan

memberikan dukungan serta kenyamanan pada ibu baik segi emosi, perasaan

13  

  

maupun fisik, adapun tindakan yang perlu dilakukan oleh petugas kesehatan adalah :

a. Menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu seperti :keluarga,

suami pasien ataupun teman dekat, dukungan dapat diberikan berupa :

mengusap keringat, menemani/membimbing jalan-jalan (mobilisasi),

memberikan minum, merubah posisi dan memijat atau menggosok

pinggang.

b. Mengatur aktivitas dan posisi ibu sesuai dengan kesanggupannya,

apabila ibu ingin tetap ditempat tidur diusahakan untuk tidak tidur dalam

posisi terlentang lurus.

c. Membimbing ibu untuk rileks sewaktu ada his dengan cara menarik

nafas panjang, tahan napas sebentar kemudian dilepaskan dengan cara

meniup sewaktu ada his.

d. Menjaga privasi ibu dengan tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan

antara lain dengan menggunakan penutup atau tirai, tidak menghadirkan

orang lain tanpa sepengetahuan dan seizinnya.

e. Penjelasan tentang kemajuan persalinan, perubahan yang terjadi pada ibu

serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil pemeriksaan.

f. Menjaga kebersihan diri, dengan cara menganjurkan ibu untuk mandi dan

membasuh kemaluannya sesudah buang air kecil/besar.

g. Mengatasi rasa panas dengan cara menggunakan kipas angin atau AC

dalam kamar, menggunakan kipas biasa atau menganjurkan ibu untuk

mandi.

h. Melakukan masase atau pijatan pada punggung atau mengusap perut

dengan lembut.

i. Pemerian cukup minum untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah

14  

  

dehidrasi.

j. Mempertahankan kandung kemih tetap kosong dengan menganjurkan ibu

untuk berkemih sesering mungkin.

k. Melakukan sentuhan sesuai dengan keinginan ibu, dengan memberikan

sentuhan pada salah satu bagian yang bertujuan untuk mengurangi

perasaan sendirian ibu selama proses persalinan.

2.3.2 Prosedur Tetap Persalinan

Menurut Buku acuan Asuhan Persalinan Normal Prosedur tetap

persalinan yang harus dilaksanakan oleh bidan adalah sebagai berikut (Depkes,

2006) :

a. Bidan menyiapkan peralatan partus, memastikan kelengkapan alat

pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin dan

memasukan satu buah alat suntik sekali pakai.

b. Menyiapkan diri untuk memberikan pertolongan persalinan

dengan memakai celemek, memastikan lengan/tangan tidak memakai

perhiasan, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai

sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk

pemeriksaan dalam dan mengambil alat suntik sekali pakai dengan

tangan yang bersarung tangan isi dengan oksitosin dan letakan

kembali ke dalam wadah partus set. Apabila ketuban belum pecah

pinggirkan setengah kocher pada partus set.

c. Pastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik bersihkan vulva

dan perineum dengan menggunakan kapas basah dengan gerakan dari

vulva ke perineum, lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan

pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah. Periksa

15  

  

denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai --- DJJ dalam

batas normal (120- 160x/menit). Siapkan ibu dan keluarga untuk

membantu proses pimpinan meneran apabila telah terjadi his dan ibu

merasa ingin meneran.

d. Lakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat

untuk meneran.

e. Lakukan pemasangan handuk bersih untuk mengeringkan janin pada

perut ibu saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 -6 cm.

f. Untuk lahir kepala, saat sub occiput tampak di bawah simfisis tangan

kanan melindungi perineum dengan di alas lipatan kain di bawah

bokong ibu sementara tangan kiri menahan puncak kepala agar

tidak terjadi defleks dan usapkan kasa/kain bersih untuk membersihan

muka janin dari lendir dan darah.

g. Setelah seluruh badan bayi lahir pegang bayi bertumpu pada lengan

kanan sedemikian rupa hingga bayi menghadap ke arah penolong,

kemudian letakan bayi di atas perut ibu dengan posisi lebih rendah dari

badan.

h. Lakukan pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan kehamilan

tunggal, beritahu ibu akan disuntik dengan oksitosin 10 unit secara

intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan

aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan ujung jarum tidak mengenai

pembuluh darah.

i. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva

dan letakan tangan kiri di atas simpisis ntuk menahan bagian

bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat dengan

16  

  

menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5 – 10 cm dari vulva,

pada saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan

kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah

dorsokranial.

j. Keluarkan plasenta jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali

pusat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasentas minta

ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat

ke arah bawah kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga

plasenta tampak pada pulva.

k. Segera setelah plasenta lahir lakukan masase pada fundus uteri dengan

menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari

kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).

l. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan

kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban

sudah lahir lengkap sehingga tidak terjadi kemungkinan adanya

perdarahan pasca persalinan.

m. Pasca tindakan, periksa kembali kontraksi uterus dan tanda adanya

perdarahan pervaginam pastikan kontraksi uterus baik.

n. Ikat tali pusat lebih kurang 1 cm dari umbilikus dengan simpul

mati, ikat balik tali pusat untuk kedua kali, membungkus bayi dan

berikan kepada ibu untuk disusui.

o. Lanjutkan pemantauan terhadap kontraksi uterus, tanda perdarahan

pervaginam dan tanda vital ibu : 2 – 3 kali dalam 10 menit pertama,

setiap 15 menit pada satu jam pertama, setiap 20 – 30 menit pada jam

kedua.

17  

  

p. Evaluasi jumlah perdarahan yang terjadi dan periksa nadi ibu apabila

terdapat robekan jalan lahir yang memerlukan penjahitan lakukan

penjahitan.

Jaga kebersihan dan keamanan ibu dengan cara : redam semua

peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5, buang bahan- bahan yang

terkontaminasi, bersihkan ibu dari sisa air ketuban, lendir dan darah,

gantilah pakaiannya dengan yang bersih/kering, pastikan ibu merasa aman,

dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%, cuci tangan

dengan sabun dan air mengalir serta lengkapi partograf dan periksa

tekanan darah.

2.4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kinerja Bidan Desa

Pendapat Timple tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri dari

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal (disposisional) yaitu faktor yang

dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang baik disebabkan

karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras,

sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai

kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk

memperbaiki kemampuannya (Timple, 1999).

Faktor Eskternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang

yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan

kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.

Sadeli (2005), menyimpulkan dalam penilitiannya bahwa pengukuran kinerja

bidan desa dapat di ukur dengan cakupan K-4 dan cakupan pertolongan persalinan.

Sedangkan Retnasih (2005) menyimpulkan bahwa kualitas non fisik individu adalah

variabel yang paling berperan dan erat hubungannya dengan kinerja bidan dan

18  

  

pengukuran kinerja bidan lebih tepat dari hasil kerja dan cakupan program.

Namun dapat di singkat bahwa ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi

kinerja bidan di desa antara lain adalah :

a. Kemampuan

Pendapat Ardana, dkk (2008) tentang kemampuan kerja adalah kapasitas

individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan,

kemampuan menyeluruh seorang karyawan meliputi kemampuan intelektual dan

kemampuan fisik.

Kemampuan Intelektual dibutuhkan untuk menunjukan aktivitas-aktivitas mental.

Misalnya test IQ dibuat untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang

demikian juga dengan test-test lain, dengan kata lain test-test yang digunakan untuk

mengukur dimensi- dimensi khusus dari intelegensi dapat dijadikan pegangan kuat

untuk meramalkan prestasi kerja.

Kemampuan fisik diperlukan untuk melakukan tugas yang menuntut stamina

koordinasi tubuh atau keseimbangan, kekuatan, kecepatan dan kelenturan atau

fleksibilitas tubuh. Kemampuan fisik ini terutama penting pada pekerjaan-pekerjaan

yang sifatnya rutin dan yang lebih terstandar di tingkat bawah dari hirarki

perusahaan. Manajemen harus lebih mampu mengidentifikasi kemampuan fisik

yang mana yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, karena masing- masing karyawan

memiliki perbedaan dalam jenis kemampuan fisik tersebut.

Jenis-jenis pekerjaan tersebut memiliki tuntutan dan kemampuan yang berbeda

terhadap karyawan. Prestasi kerja akan meningkat apabila ada kesesuaian antara

kemampuan dan jenis pekerjaannya, oleh karena itu kebutuhan akan kemampuan

khusus karyawan, intelektual, maupun fisik secara jelas harus dirincikan dalam

19  

  

persyaratan kemampuan kerja yang diperlukan sehingga mereka dapat

menyelesaikan kemampuan kerja sesuai yang diharapkan.

b. Pengalaman

Siagian (2004) berpendapat bahwa pengalaman seseorang dalam melakukan

tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat

meningkatkan kedewasaan teknisnya. Contohnya apabila awalnya seorang bidan

mampu menolong persalinan dalam satu hari satu orang ibu, semakin lama b idan

tersebut melakukan tugasnya, kemampuan untuk menolong persalinan akan semakin

tinggi. Dalam artian akan semakin kemampuan bidan dalam menolong persalianan,

asumsi yang sama berlaku untuk semua jenis pekerjaan. Hal ini dikarenakan

salah satu kelebihan dari sifat manusia dibandingkan dengan mahluk lain adalah

kemampuan belajar dari pengalaman yang telah didapat terutama didalam

pengalaman yang berakhir pada kesalahan.

Menurut Muchlas (1999), pengalaman-pengalaman pribadi ini dapat

memiliki dampak pertama kepada komponen kognitif dari sikapnya, artinya

pengalaman-pengalaman pribadi dengan obyek tertentu (orang, benda atau

peristiwa) dengan cara menghubungkan obyek tersebut dengan pengalaman lain

dimana anda telah memiliki sikap tertentu terhadap pengalaman itu.

Pengalaman bidan desa dalam memberikan pertolongan persalinan

merupakan hal yang sangat penting, semakin banyak pengalaman yang diperoleh

semakin mudah dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Artinya sejauh mana

kreativitas, keterampilan serta kualitas kerja bidan dalam melaksanakan pertolongan

persalinan sangat bergantung kepada sejauh mana pengalaman bidan desa dalam

memberikan pelayanan. Berapa jumlah fartus yang pernah ditolong, bagaimana mutu

pertolongan yang dilakukan bidan, apakah bidan bisa menolong persalinan dengan

20  

  

penyulit atau apakah bidan dapat menolong persalinan pada kondisi ibu melahirkan

dengan resiko dan apakah bidan dapat dengan cepat melakukan tindakan rujukan

apabila diperlukan.

c. Penghargaan/Imbalan

Imbalan diartikan Gibson dkk, (1995) adalah sesuatu yang diberikan manajer

kepada para karyawan setelah mereka memberikan kemampuan, keahlian dan

usahanya kepada organisasi, imbalan dapat berupa upah, alih tugas promosi, pujian

dan pengakuan.

Jika karyawan melihat bahwa kerja keras dan kinerja yang unggul dan

diberikan imbalan oleh organisasi, mereka akan mengharapkan hubungan seperti itu

terus berlanjut di masa depan, oleh karena itu mereka akan menentukan tingkat

kinerja yang lebih tinggi dan mengharapkan tingkat kompensasi yang tinggi pula.

Sudah barang tentu bilamana karyawan memperkirakan hubungan yang lemah

antara kinerja dengan imbalan, maka mereka mungkin akan menentukan tujuan-tujuan

minimal guna mempertahankan pekerjaan mereka tetapi tidak melihat perlunya

menonjolkan diri dalam posisi- posisi mereka.

Dasar-dasar didalam memberikan imbalan terhadap para karyawan menurut

Leavit (2007) adalah : a) Menghubungkan antara upah dengan prestasi kerja atau

kinerja. Penerimaan upah atas dasar per jam ditambah dengan bonus tiap unit yang

diperoleh di atas standar tertentu. b) Pemberian imbalan yang meliputi total unit,

pemberian bonus bulanan untuk setiap karyawan didasarkan kepada indeks produksi

secara total. Dengan kata lain pemberian gaji bersih karyawan tidak didasarkan

kepada produktivitas individu melainkan didasarkan kepada efisiensi produksi dari

perusahaan. c) Pola gaji secara langsung , dalam pola ini perusahaan memberikan

21  

  

gajinya kepada setiap individu dari lapisan paling atas sampai paling bawah tanpa

didasarkan kepada bentuk produksi per jam atau tarif insentif. Hipotesis yang

melandasi hat tersebut adalah : apabila individu diberikan kondisi kerja yang baik

mereka akan termotivasi secara positif oleh bermacam-macam hal selain uang, dan

uang adalah merupakan faktor kesehatan yang harus tersedia dalam jumlah yang

cukup memadai.

a. Tujuan Memberikan Imbalan

Tujuan program dalam memberikan imbalan menurut Leavitt

antara lain untuk : 1) Manajer memberikan upah kepada karyawan sebagai

pengganti hasil kerja yang baik. 2) Manajer memberikan upah kepada

karyawan sebagai hadiah dari hasil kerja yang baik. 3) Manajer

memberikan imbalan kepada karyawan untuk mendorong supaya mereka

bekerja lebih giat (Leavit, 2007), sedangkan Gibson menjelaskan bahwa

tujuan program pemberian imbalan diantaranya untuk : 1) Menarik orang-

orang yang berkualitas untuk bergabung dalam organisasi. 2)

Mempertahankan karyawan agar mereka tetap dapat bekerja. 3) Memotivasi

karyawan untuk mencapai hasil kerja yang tinggi.

Menurut Gito sudarmo dan Sudito, (2000) tujuan pemberian

imbalan diantaranya adalah : 1) Memotivasi anggota organisasi, artinya

sistem imbalan yang dibentuk oleh organisasi harus mampu untuk memacu

motivasi kerja dari anggota organisasi agar berprestasii pada tingkat yang

lebih tingg. Caranya dengan memperhatikan secara cermat bahwa

imbalan harus memiliki nilai dimata karyawan. 2) Membuat betah

pekerja yang sudah ada artinya mempertahankan agar para pekerja

terutama yang berkualitas tetap mencintai pekerjaannya dan tidak mudah

22  

  

untuk berpindah ke pada organisasi lainnya. 3) Menarik personil yang

berkualitas untuk masuk dalam organisasi.

b. Macam-macam imbalan

Menurut Simamora bentuk imbalan-imbalan dan sistem kompensasi

di dalam organisasi mempunyai dua type dasar atau katagori. Kedua tipe

diartikan sebagai imbalan-imbalan intrinsik (intrinsic reward) dan

imbalan-imbalan ekstrinsik (extrinsic reward).

Imbalan intrinsik adalah imbalan yang merupakan bagian dari

pekerjaan itu sendiri, imbalan tersebut mencakup rasa penyelesaian

(completion), pencapaian prestasi (achievement) otonomi (autonomy) dan

pertumbuhan pribadi (personal growth) sedangkan imbalan ekstrinsik

adalah imbalan yang berasal dari pekerjaan imbalan tersebut mencakup

uang status, promosi, dan rasa hormat.

c. Hubungan Imbalan dengan kinerja bidan desa

Menurut Gibson bahwa imbalan instrinsik maupun ekstrinsik dapat

digunakan untuk memotivasi pekerja, dengan cacatan bahwa imbalan harus

dinilai oleh orang yang bersangkutan dan imbalan berkaitan dengan tingkat

prestasi kerja yang akan dimotivasi.

Dalam pelayanan kebidanan para pemimpin puskesmas maupun kepala dinas

kesehatan berusaha mebuat para bidan bekerja keras, lebih giat, lebih efektif

dengan memberikan imbalan yang sesuai dengan kinerja bidan di desa.

d. Sumber daya/peralatan

a. Pengertian

Salah satu faktor pendukung yang tidak boleh dilupakan dalam

pelayanan adalah faktor sarana atau alat dalam pelaksanaan tugas

23  

  

pelayanan. Sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala jenis

peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat

utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan (Sota, 2003).

Alat adalah sarana yang membantu manusia melakukan pekerjaan

dengan lebih berkeahlian, efisien atau efektif jika seorang manusia

mengendalikannya, teknologi akan dipergunakan sebagai sebuah alat, jika

ia mengendalikan mereka dipakai sebagai mesin (Sota, 2003).

Fungsi sarana pelayanan menurut Moenir (2006) diantaranya

adalah: 1) Untuk mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat

menghemat waktu, 2)meningkatkan produktivitas baik barang ataupun

jasa, 3) kualitas produk yang lebih baik/terjamin, 4) lebih

mudah/sederhana dalam gerak para pelakunya, 5) menimbulkan rasa

kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan, 6) menimbulkan

perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan sehingga dapat

mengurangi sifat emosional mereka.

Faktor-faktor pendukung pelayanan yang cukup penting untuk

diperhatikan adalah sarana yang ada untuk melaksanakan tugas/pekerjaan

layanan. Sarana terbagi dua yaitu sarana kerja dan fasilitas, sedangkan

sarana kerja sendiri meliputi : peralatan, perlengkapan dan alat bantu. Sarana

fasilitas meliputi gedung dengan segala kelengkapannya, fasilitas komunikasi

dan kemudahan lain.

b. Hubungan sumber daya peralatan dengan kinerja

Berbeda-bedanya macam pekerjaan memerlukan peralatan yang

berpeda pula, mencocokan alat-alat yang tepat akan membuat

kinerja lebih produktif, suatu peralatan belum tentu cocok karena alat itu

24  

  

mahal atau lebih besar peralatan paling baik adalah peralatan yang dapat

mengerjakan pekerjaan yang diperlukan dengan usaha minimum, dengan

kerumitan yang minimum dan dengan kekuatan yang minimum pula.

Bekerja memerlukan alat-alat atau perlengkapan yang cocok,

peralatan merupakan jembatan antara kerja dan pekerjaan dan harus cocok

dengan kedua-duanya. Peralatan dapat dipakai untuk mekanisasi atau untuk

mengautomasian, masing-masing dengan penerapan analisis, sintesis

menjadi proses produksi.

e. Beban Kerja

a. Pengertian

Beban kerja adalah semua faktor yang menentukan orang yang

sedang bekerja (Ruhimat, 2003). Definisi lain tentang beban kerja

adalah merupakan sebagian dari kapasitas kemampuan pekerja yang

diberikan untuk mengerjakan tugasnya (Sugianto, 2006).

Beban kerja berpengaruh terhadap kinerja individu dalam

melaksanakan pekerjaan yang dilakukan. Beban kerja tidak hanya dilihat

dari beban fisik semata akan tetapi beban kerja juga bisa berupa beban

mental. Pekerja yang mempunyai beban kerja yang berlebihan akan

menurunkan produktifitas dan kualitas hasil kerja, dan ada kemungkinan

dalam pelaksanaan pekerjaaan tidak tepat

waktu, kurang memuaskan dan mengakibatkan kekecewaan

dengan hasil yang diharapkan.

Menurut Ilyas terdapat 3 cara (teknik) yang dapat

digunakan dalam penghitungan beban kerja personal yaitu :

1). Work Sampling, teknik ini dikembangkan pada dunia industri

25  

  

untuk melihat beban kerja yang dipangku oleh personal pada suatu

unit, bidang ataupun jenis tenaga tertentu. Pada work sampling ini

kita dapat mengamati , aktivitas apa yang sedang dilakukan personal

pada waktu jam kerja, apakah aktivitaspersonel berkaitan dengan

fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja, proporsi waktu kerja yang

digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif, pola

beban kerja personel dikaitkan dengan waktu, dan schedule jam

kerja.

2). Time and Motion Studies, teknik ini mengamati dan mengikuti

dengan cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh personil yang

sedang kita amati.

3). Pencatatan kegiatan sendiri (Daily Log), teknik ini merupakan

bentuk sederhana dari work sampling dimana orang yang diteliti

menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk

kegiatan tersebut.

b. Cara pengukuran beban kerja

Konsep yang mendasari pengukuran beban kerja adalah

penyelesaian suatu tugas memerlukan waktu tertentu. Tingkat beban

kerja diperhitungkan dari jumlah waktu yang telah dipakai untuk

mengerjakan suatu tugas sampai selesai. Cara pengukuran beban kerja

terbagi kedalam 2 cara yaitu :

1). Cara pengukuran berdasarkan konsep kapasitas energi yang terbatas

atau lebih dikenal dengan metode primer. Metode tugas primer

dilakukan untuk mengetahui performans pekerja yang ditunjukan

sewaktu dia mengerjakan satu tugas, dua macam performans yang

26  

  

biasa diukur adalah kecepatan dan kecermatan.

2). Cara pengukuran tugas sekunder, dalam metode ini selain

diminta untuk mengerjakan tugas pokok pekerja juga diminta untuk

mengerjakan tugas tambahan. Semakin besar tuntutan energi untuk

keperluan tugas pokok, semakin sedikit energi yang tersisa untuk

keperluan tugas tambahan.

c. Hubungan beban kerja dengan kinerja

Ditinjau dari kepentingan pekerja, beban kerja mengandung konsep

penggunaan energi pokok dan energi cadangan yang tersedia, suatu tugas

dipandang berat apabila energi pokok telah habis dipakai dan masih

harus menggunakan energi cadangan untuk menyelesaikan tugas lain

(Ruhimat, 2003).

Para pekerja merasa bahwa beban kerja yang

harusditanggung semakin berat, artinya pekerjaan yang ditugaskan tidak

sesuai dengan kemampuan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Manusia

hanya memiliki kapasitas energi yang terbatas, sebagai akibatnya jika

seseorang harus mengerjakan beberapa tugas atau kegiatan dalam waktu

yang bersamaan akan terjadi kompetisi prioritas antar tugas-tugas itu

untuk memperebutkan energi yang terbatas. Semakin banyak tugas yang

harus dikerjakan oleh seseorang itu berarti semakin berat beban

kerja yang disandangnya dan semakin tidak optimal hasil yang

didapatkannya.

27  

  

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Adanya tenaga kesehatan yang terampil dan profesional diharapkan dapat

menjadi salah satu faktor yang menentukan kinerja sumber daya manusia yang

bersangkutan. Kinerja bidan desa merupakan salah satu ukuran yang dapat dipakai

dalam menentukan percepatan penurunan AKI. Berdasarkan penelusuran teori-teori

kepustakaan tentang kinerja yang disampaikan oleh Timple (1999) yaitu faktor-faktor

yang mempengaruhi kinerja adalah faktor internal dan eksternal. Retnasih (2005)

menyatakan pengukuran kinerja bidan lebih tepat dari hasil kerja dan cakupan

program. Demikian juga dengan Saledi (2005) bahwa pengukuran bidan di desa

dilakukan dengan melihat cakupan K-4 dan pertolongan persalinan.

Teori-teori diatas dapat dipakai sebagai acuan untuk memahami bagaimana :

hubungan kemampuan, pengalaman, Imbalan, alat dan beban kerja dengan kinerja

bidan desa dalam pertolongan persalinan. Selain faktor-faktor tersebut di atas,

tentunya masih banyak faktor yang lain yang berpengaruh terhadap kinerja bidan desa,

misalnya motivasi, dukungan, masa kerja, tekanan, domisili. Namun dalam penelitian

ini sesuai dengan permasalahan yang ada di kabupaten SBD maka peneliti membatasi

hanya melihat lima faktor yaitu pengalaman, kemampuan, alat, imbalan dan beban

kerja, yang dapat di gambarkan pada kerangka konsep di bawah ini.

28  

  

3.2 Kerangka Konsep

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Sumber : Modifikasi Gibson dkk (1995) dan Mangkunegara (2006)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Internal :

‐ Kemampuan ‐ Pengalaman

Faktor Eksternal :

‐ Imbalan ‐ Peralatan ‐ Beban kerja.

KINERJA BIDAN DESA

DALAM PERTOLONGAN

PERSALINAN

‐ Motivasi ‐ Sikap ‐ Tekanan

‐ Masa kerja ‐ Domisili ‐ Lingkungan  

29  

  

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan positif kemampuan dengan kinerja bidan desa dalam

pertolongan persalinan di kabupaten SBD.

2. Ada hubungan positif pengalaman dengan kinerja bidan desa dalam

pertolongan persalinan di Kabupaten SBD.

3. Ada hubungan positif imbalan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan

persalinan di Kabupaten SBD.

4. Ada hubungan positif peralatan dengan kinerja bidan desa dalam pertolongan

persalinan di Kabupaten SBD.

5. Ada hubungan negatif beban kerja dengan kinerja bidan desa dalam

pertolongan persalinan di Kabupaten SBD.

30  

  

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini adalah analitik Observasional (Cross Sectional) dengan

subyek penelitian adalah bidan desa di Kabupaten SBD.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sumba Barat Daya pada bulan

Agustus– September 2011.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang KIA & Kesehatan Reproduksi

dan terbatas pada beberapa faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan desa

dalam menolong persalinan.

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh bidan desa di

Kabupaten Sumba Barat Daya. Populasi target adalah bidan desa yang tercatat dan

aktif bekerja sedangkan populasi terjangkaunya adalah bidan desa yang bekerja di

desa.

4.4.2 Sampel

Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah bidan desa yang

memenuhi kriteria inklusi.

1) Kriteria Inklusi

Bidan yang bekerja di desa.

31  

  

2) Kriteria Eksklusi

a. Sedang mengikuti pendidikan baik D3 kebidanan atau sekolah lain.

b. Bidan desa dalam keadaan sakit.

c. Bidan desa sedang cuti panjang.

4.4.2.1. Besar sampel

Besar pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Data

Proporsi (Hidayat, 2007) yaitu :

2

2 )1()(d

PxPZn −=

α

Keterangan :

n : Besar sampel minimum

Zα : Skor tingkat kemaknaan (95%= 1.96)

P : Harga proporsi (proporsi Bidan = 0,78)

d : Kesalahan yang dapat ditoleransii = 10%

Berdasarkan rumus tersebut didapat sampel sebesar 66,3 orang yang

kemudian dibulatkan menjadi 67 sampel.

4.4.2.2 Teknik Pengambilan sampel

Pada penelitian ini menggunakan metode Probability Sampling yaitu

systimatic random sampling dengan prosedur sebagai berikut :

1. Membuat kerangka sampel yang merupakan daftar anggota sampel

2. Menentukan besar interval

3. Menentukan sampel pertama dengan cara memilih secara acak. Untuk

memilih sampel berikutnya, sampel pertama ditambahkan dengan

interval sampai jumlah sampel terpenuhi.

32  

  

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Variabel bebas

Variabel dalam penelitian ini adalah :

(1) Kemampuan bidan desa

(2) Pengalaman bidan desa

(3) Imbalan bidan desa

(4) Peralatan pertolongan persalinan

(5) Beban kerja bidan desa

4.5.2 Variabel Terikat

Kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan.

4.5.3 Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini defenisi operasianal adalah :

1. Kinerja bidan desa

Kinerja bidan desa adalah hasil pencapaian pertolongan persalinan

oleh bidan desa yang diukur dengan membandingkan jumlah

cakupan persalinan dengan target dalam satu tahun.

Cakupan persalinan oleh bidan adalah skor yang diperoleh dari

persentase cakupan pertolongan persalinan oleh bidan di Kabupaten

SBD, yaitu jumlah pertolongan persalinan oleh bidan di bagi target

persalinan x 100%. Dengan sasaran program persalinan nasional

adalah 80% oleh tenaga kesehatan. Alat ukur : Pedoman observasi.

Kategori :

a. Baik : Cakupan > 75 %

b. Cukup : Cakupan 50- 75%

c. Kurang : Cakupan < 50%

33  

  

Skala ukur adalah Ordinal

2. Kemampuan bidan desa

Kemampuan bidan desa adalah nilai skor kesesuaian tindakan bidan

desa dalam menolong persalinan sesuai dengan standar Asuhan

Persalinan Normal (APN) menurut Depkes RI 2006.

Pengukuran dilakukan dengan memberikan pertanyaan tertutup

kepada responden dan responden memilih jawaban salah satu dari 2

pilihan jawaban dengan skor : ya diberi skor 2, tidak dengan skor

1.

Kategori :

a. Kurang : total skor ≤ 24

b. Cukup baik : total skor antara 25-26

c. Baik : total skor ≥ 27

Skala pengukuran : Ordinal

3. Pengalaman bidan desa

Pengalaman bidan desa adalah aktivitas pertolongan persalinan

normal dan persalinan abnormal yang telah dilakukan oleh bidan

desa sesuai dengan wewenang bidan desa menurut Keputusan

Menteri Kesehatan RI No. 900 tahun 2002. Alat ukur : Pedoman

wawancara. Hasil ukur : ya di beri skor 2, tidak diberi skor 1.

Kategori :

a. Sedikit : total skor < 50 %

b. Banyak : total skor ≥ 50%

Skala ukur : skala Ordinal.

34  

  

4. Imbalan bidan desa

Imbalan bidan desa adalah persepsi bidan desa terhadap pendapatan

dari upah pelayanan sebagai bidan desa yang di ukur dengan

pedoman wawancara kepada bidan desa. Alat ukur : pedoman

wawancara, hasil ukur : jawaban a di beri skor 1, jawaban b skor 2,

jawaban c skor 3.

Kategori:

a. Kurang : total skor ≤ 10

b. Cukup : total skor 11 – 20

c. Lebih : total skor ≥ 21

Skala: Ordinal

5. Peralatan Pertolongan Persalinan

Peralatan pertolongan persalinan adalah kelengkapan alat

pertolongan persalinan sesuai dengan standar minimal asuhan

persalinan normal yang diukur dengan observasi dan ceklist. Hasil

ukurnya ada di beri skor 1 dan tidak ada diberi skor 0. Variabel ini

di kategorikan menjadi 2 kategori yaitu :

a. Lengkap : Sesuai dengan standar minimal

b. Tidak lengkap : Tidak sesuai dengan standar

minimal.

Skala ukur : Nominal

6. Beban kerja bidan desa

Beban kerja bidan desa adalah persepsi bidan desa tentang berat dan

ringannya tugas pokok dan tugas tambahan yang harus dikerjakan

oleh bidan yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi bidan.

35  

  

Alat ukur : pedoman wawancara. Hasil ukur setuju di beri skor 2 dan

tidak setuju di beri skor 1. Semakin besar skor yang didapatkan,

semakin berat beban kerja. Variabel ini di kategorikan menjadi 3

kategori yaitu:

a. Ringan : total skor ≤ 10

b. Sedang : total skor 11 – 15

c. Berat : total skor ≥ 16

Skala ukur : Ordinal.

4.6 Instrument Penelitian

Pada penelitian ini intrument penelitian terdiri dari :

1. Pedoman Wawancara, berisi beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan faktor

kemampuan, pengalaman, imbalan dan beban kerja yang mempengaruhi bidan

desa.

2. Pedoman Observasi, berisikan beberapa daftar nama alat pertolongan persalinan

berdasarkan standar minimal dan cakupan pertolongan persalinan perbulan.

4.6.1 Validitas

Uji validitas dilaksanakan dengan teknik korelasi yaitu mengkorelasi skor

setiap butir dengan total skor variabel dengan menggunakan teknik korelasi

Product Moment. Dasar penilaian adalah butir yang mempunyai korelasi

positif dengan skor total. Korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa butir

tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Syarat minimum untuk

dianggap memenuhi syarat adalah bila r = 0,3 dan bila kurang dari 0.3

dinyatakan tidak valid.

4.6.2 Reliabilitas

Untuk menguji apakah variabel dapat dipercaya, handal dan akurat,

36  

  

dipergunakan Formula koefisien alpha dari Cronbach. Variabel dapat

dikatakan reliabel apabila koefisien alpha Cronbach lebih dari 0,06 (α =

0.06).

4.7 Prosedur Penelitian

1. Menentukan populasi penelitian yaitu seluruh bidan desa di Kabupaten SBD

2. Menetapkan jumlah sampel yaitu bidan desa yang aktif dan bekerja di desa.

3. Pengumpulan data dengan wawancara yaitu data faktor kemampuan,

pengalaman, imbalan, beban kerja dan observasi untuk faktor kelengkapan

peralatan pertolongan persalinan

4. Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan SPSS. Dalam analisis ini langsung

dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen penelitian.

5. Setelah analisis selanjutnya penulisan laporan.

4.7.1 Alur penelitian

Populasi 

Sampel 

Wawancara  Observasi

Data yang diambil :‐ Kemampuan ‐ Pengalaman ‐ Imbalan ‐ Peralatan ‐ Beban kerja 

Analisis Data Penulisan Laporan 

37  

  

4.8 Analisis Data

Dalam pelaksanaan analisis data peneliti menggunakan perangkat komputer

program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) fow Windows versi

15.00.

4.8.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif untuk menggambarkan masing-masing variabel baik

variabel bebas yaitu kemampuan, pegalaman, imbalan, sarana/peralatan dan

beban kerja maupun variabel terikat yaitu kinerja bidan desa. Analisis

deskriptif ini disajikan dengan membuat tabel distribusi frekuensi

4.8.2 Uji Normalitas

Tahap awal pengujian statistik dilakukan dengan melakukan uji

normalitas dengan uji kolmogorov-smirnov untuk masing-masing variabel

bebas dan variabel terikat. Hasil dari uji normalitas diperoleh data pada

seluruh variabel bebas yang terdiri dari kemampuan bidan desa, pengalaman

bidan desa, imbalan bidan desa, peralatan pertolongan persalinan, dan beban

kerja bidan desa dengan variabel terikat yaitu kinerja bidan desa tidak

berdistribusi normal.

4.8.3 Analisis Inferensial

4.8.3.1 Analisis Bivariat

Untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara variabel

bebas dan variabel terikat. Bila didapatkan ada variabel yang tidak

berdistribusi normal, maka uji Rank Spearman digunakan untuk menganalisis

hubungan antara masing-masing variabel bebas dan variabel terikat. Dasar

pengambilan keputusan (berdasarkan tingkat kemaknaan):

a) Jika tingkat kemaknaan > 0,05 maka Ho diterima

38  

  

b) Jika tingkat kemaknaan ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Nilai koefisien korelasi (rho) berkisar antara 0-1. Nilai 0

menunjukkan tidak ada hubungan dan nilai 1 menunjukkan hubungan

yang sempurna. Batasan nilai koefisien korelasi yang diperoleh untuk

menentukan besarnya hubungan adalah sebagai berikut:

0,00 – 0,199 : Sangat lemah

0,20 – 0,399 : Lemah

0,40 – 0,599 : Sedang

0,60 – 0,799 : Kuat

0,80 – 1,000 : Sangat kuat

4.8.3.2. Analisis Multivariat

Untuk melihat variabel bebas yang paling menentukan. Dalam penelitian

ini karena satu variabel terikat dengan skala pengukurannya ordinal dan

variabel bebas lebih dari dua dengan skala pengukuran ordinal maka uji

statistik yang dipakai adalah uji regresi logistik ganda.

4.9 Etika Penelitian

Adapun etika yang akan dipegunakan dalam penelitian adalah :

4.9.1 Surat perizinan penelitian

Penelitian ini akan segera dilaksanakan setelah mendapat surat ijin d a r i k o mi s i

E t h i c a l C l e a r a n c e F ak u l t a s K ed o k t e r an Universitas Udayana

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali dan surat ijin penelitian

dari Bupati Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Semua data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini hanya digunakan

untuk keperluan ilmiah saja.

39  

  

4.9.2 Lembar persetujuan menjadi responden (Informed concent)

Lembar persetujuan ini akan diberikan kepada subyek yang akan menjadi

sampel dalam penelitian. Subyek yang menjadi sampel penelitian akan

mendapatkan penjelasan secara detail tentang tujuan penelitian, manfaat, bebas

dari eksploitasi dan informasi yang didapatkan tidak digunakan untuk hal-hal

yang merugikan responden dalam bentuk apapun. Hak-hak selama dalam

penelitian seperti hak untuk menolak menjadi responden serta kewajiban apabila

bersedia menjadi responden.

4.9.3 Confidentiality

Kerahasiaan responden harus terjaga dengan tidak mencantumkan nama

pada lembar pengumpulan data maupun pada lembar kuisioner, tetapi hanya

dengan memberikan kode-kode tertentu sebagai identifikasi responden, dan

hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil

riset.

40  

  

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Lokasi Penelitian

Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan satu dari 4 Kabupaten yang ada di

Pulau Sumba. Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) ibukotanya Tambolaka berdiri

pada tanggal 22 Mei 2007 terletak pada 9 18°-10 20°LS dan 11 55°- 120 23° BT

dengan luas 1.445, 32 km². Mewilayahi 96 desa dan 8 kecamatan dengan jumlah

penduduk 285.414 jiwa. Kabupaten SBD mekar dari kabupaten induk yaitu Kabupaten

Sumba Barat. Keadaan Geografisnya sebagian besar daerah perbukitan sehingga

sulit untuk dijangkau oleh transportasi dan sebagiannya lagi daerah pantai.

Adapun batas-batas wilayah Kabupaten SBD adalah:

Sebelah Utara : Selat Sumba

Sebelah Barat : Samudra Indonesia

Sebelah Selatan : Samudra Indonesia

Sebelah Timur : Kabupaten Sumba Barat

Fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten SBD adalah : 1 buah Rumah Sakit

swasta yang terletak di ibu kota kabupaten, di setiap kecamatan terdapat 1 Puskesmas

induk dan 2 Puskesmas Pembantu. Dari 96 desa yang sudah memiliki bidan dan

polindes sebanyak 76 desa sedangkan 20 lainnya belum ada bidan dan polindesnya.

Jumlah posyandu pada setiap desa rata-rata 2-3 posyandu dan jumlah seluruh

posyandu di kabupaten SBD sebanyak 320 buah.

Di setiap Puskesmas terdapat 1 unit mobil ambulance dan belum ada bidan

yang dibekali dengan kendaraan roda 2, selama ini bila bidan desa memerlukan

transportasi dalam pelayanan pertolongan persalinan, bidan menggunakan

41  

  

transportasi umum atau kendaraan pribadi. Daerah yang tidak terjangkau oleh

transportasi roda 2 atau roda 4 ditempuh dengan berjalan kaki.

Hasil kegiatan yang dicapai oleh bidan desa pada tahun 2010 adalah

- Cakupan K-1 sebesar 6931 atau 92%

- Cakupan K-4 sebesar 2838 atau 38%

- Cakupan pertolongan persalinan sebesar 3771 atau 52%

- Cakupan kunjungan neonatal sebanyak 4225 atau 62%.

5.2 Karakteristik Responden

Responden yang dijadikan sampel pada penelitian ini sebanyak 67 bidan yang

bekerja di desa. Pada saat dilakukan penelitian semua responden berhasil diwawancara

dengan baik. Berikut adalah data yang diperoleh dengan wawancara terstruktur kepada

responden dengan menggunakan kuisioner. Adapun hasil wawancara langsung dengan

menggunakan kuisioner dapat dilihat pada tabel 5.2:

42  

  

Tabel 5.2

Distribusi Karakteristik Responden

Variabel n f %

Umur 67

- 20 - 29 tahun 28 41,8

- 30 - 39 tahun 32 47,8

- > 40 tahun 17 25,4

Tingkat Pendidikan 67

- Sesuai Standar 6 9

- Tidak Sesuai Standar 61 91

Masa Kerja 67

- < 5 tahun 15 22,4

- 6 – 10 31 46,2

- > 10 21 31,4

Pelatihan 67

- Ya 50 74,6

- Tidak 17 25,4

Jenis Pelatihan 67

- APN 40 59,7

- PPGDON 10 14,9

- PONED 11 16,4

- Insersi IUD 20 29,8

- Kemitraan Bidan - Dukun 15 22,3

Dari 67 responden yang diwawancarai diperoleh hasil bahwa responden yang

paling banyak terdapat pada kelompok umur 30 - 39 sebanyak 32 0rang

(47,8%). Dan responden yang paling sedikit pada kelompok >40 tahun sebesar

17 orang (25,4%). Umur yang paling muda adalah 20 tahun dan paling tua

adalah 49 tahun dengan rata-rata umur responden adalah 35 tahun.

43  

  

Tingkat pendidikan responden dibagi menjadi 2 yaitu sesuai standar (D3)

dan tidak sesuai standar (D1). Dari tingkat pendidikan bidan desa sebagian besar

tidak sesuai standar (91%) dan yang sesuai standar hanya 9 %.

Sedangkan berdasarkan masa kerja dari 65 responden yang diwawancarai

diperoleh hasil bahwa masa kerja responden paling banyak adalah 6-10 tahun

yaitu sebanyak 31 responden (46,2%), masa kerja terendah 3 tahun dan masa

kerja tertinggi 18 tahun sehingga rata-rata masa kerja 11 tahun.

Bila dilihat dari karakteristik Pelatihan, masih ada responden yang belum

pernah sekalipun mengikuti pelatihan sebesar 17 orang (25,4%) dan yang sudah

mengikuti sebanyak 50 orang (74,6%). Jenis-jenis pelatihan adalah Asuhan

Persalinan Normal (APN), Pelatihan Penanganan Gawat Darurat Obstetri

Neonatal (PPGDON), kemitraan Bidan Dukun, Insersi IUD, Penanganan

Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED)

44  

  

5.3 Kinerja Bidan Desa menurut Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan dan

Beban Kerja.

5.3.1 Distribusi Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan, Beban Kerja dan

Kinerja Bidan Desa

Tabel 5.3.1

Distribusi Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan, Beban Kerja dan Kinerja Bidan Desa

No Variabel n f %

1 Kemampuan 67

- Kurang 37 55,2

- Cukup 17 25,4

- Baik 13 19,4

2 Pengalaman 67

- Sedikit 32 47,7

- Banyak 35 52,3

3 Imbalan 67

- Kurang 32 47,7

- Cukup 22 32,8

- Lebih 13 19,5

4 Peralatan 67

- Lengkap 20 29,8

- Tidak Lengkap 47 70,2

5 Beban Kerja 67

- Ringan 20 29,8

- Sedang 27 40,4

- Berat 20 29,8

6 Kinerja Bidan Desa 67

- Kurang 20 29,9

- Cukup 30 44,7

- Baik 17 25,4

45  

  

Tabel 5.3.1 menunjukkan sebagian besar responden memiliki

kemampuan cukup dalam pertolongan persalinan sehingga lebih besar bila

dibandingkan dengan responden yang mempunyai kemampuan cukup

dan kemampuan baik. Sedangkan berdasarkan pengalaman responden yang

memiliki pengalaman banyak dalam pertolongan persalinan lebih besar

dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengalaman sedikit.

Lebih besar responden menyatakan kurang dalam mendapatkan

imbalan dibandingkan dengan responden yang berpersepsi cukup dan lebih

terhadap imbalan. D an responden yang memiliki peralatan penunjang

yang tidak lengkap lebih banyak dari responden yang memiliki peralatan

pertolongan persalinan yang lengkap. Sedangkan bila dilihat dari variabel

beban kerja maka responden yang mempunyai persepsi sedang terhadap

beban kerja lebih besar bila dibandingkan dengan responden yang

berpersepsi berat dan ringan.

5.3.2 Distribusi Kinerja Bidan Desa Menurut Kemampuan, Pengalaman,

Imbalan, Peralatan Dan Beban Kerja

Berikut ini akan dibahas hubungan kinerja bidan desa dengan

kemampuan, pengalaman, imbalan, peralatan dan beban kerja dalam

pertolongan persalinan yang akan dibahas pada tabel 5.3.2

46  

  

Tabel.5.3.2

Distribusi Kinerja Bidan Desa Menurut Kemampuan, Pengalaman, Imbalan, Peralatan dan Beban Kerja

Variabel Kinerja Bidan Total Kurang Cukup Baik f % f % f % f %

Kemampuan

- Kurang 14 56 4 5,9 6 24 25 37,4

- Cukup 10 39 11 39 6 21 27 40,3

- Baik 3 20 7 46,6 5 33,3 15 22,3

Pengalaman

- Sedikit 11 34,4 13 40,6 8 25 32 47,7

- Banyak 9 25,7 17 46,6 9 25,7 35 52,3

Imbalan

- Kurang 11 34,4 18 56,3 3 9,6 32 47,8

- Cukup 5 22,7 7 31,8 10 45,5 22 32,8

- Lebih 5 30,8 4 38,5 5 30,8 13 19,4

Peralatan

- Lengkap 5 23,8 8 38,1 8 38,1 21 31,3

- Tidak Lengkap 15 32,6 22 47,8 9 19,6 46 68,7

Beban Kerja

- Ringan 7 28 10 40 8 32 25 37,4

- Sedang 5 26,3 11 57,8 3 15,7 19 28,3

- Berat 8 34,7 9 39,2 6 26,1 23 34,3

Responden yang memiliki kemampuan kurang serta kinerjanya kurang

(56%) lebih besar dibandingkan responden yang memiliki kemampuan baik serta

kinerja yang baik (33,3%). Ada kecendurungan bahwa responden yang mempunyai

kemampuan kurang baik menghasilkan kinerja yang kurang baik pula. Sedang

responden yang memiliki pengalaman banyak serta kinerjanya Cukup (46,6%)

lebih besar dibandingkan responden yang memiliki pengalaman sedikit serta kinerja

yang kurang (34,4%). Ini menyatakan bahwa ada kecendurungan semakin banyak

47  

  

bidan mempunyai pengalaman semakin baik kinerja yang dihasilkan.

Persepsi responden terhadap imbalan kurang dan memiliki kinerja cukup

baik (56,3%) lebih besar dibandingkan dengan persepsi responden imbalan lebih

dan memiliki kinerja baik (30,8%). Asumsinya bahwa kinerja bidan desa tidak

ditentukan persepsi bidan desa terhadap imbalan. Sedangkan responden yang

memiliki peralatan tidak lengkap dan memiliki kinerja cukup baik (47,8%) lebih

besar dibandingkan dengan responden memiliki peralatan lengkap dengan

memiliki kinerja baik (38,1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kelengkapan

peralatan pertolongan persalinan tidak mempengaruhi kinerja bidan.

Dari tabel 5.3.2 diketahui persepsi responden terhadap beban kerja yang

sedang dengan kinerjanya cukup baik (57,8%) lebih besar dibandingkan dengan

responden yang memiliki persepsi terhadap beban kerja berat dengan kinerja

yang kurang (34,7%).Terdapat kecenderungan responden yang mempunyai

kinerja kurang baik mempunyai persepsi berat juga terhadap beban kerja.

48  

  

5.3.3 Uji Statistik Kinerja Bidan Desa menurut Kemampuan, Pengalaman,

Imbalan, Peralatan dan Beban Kerja

Tabel 5.3.3.1 Uji Rank-Spearmen Kinerja Bidan Desa dengan Kemampuan, Pengalaman, Imbalan,

Peralatan Dan Beban Kerja N

o

Variabel Kinerja bidan desa rho p

Kurang % Cukup % Baik %

1 Kemampuan

- Kurang 14 56 4 5,9 6 24 0,280 0,002

- Cukup 11 39 11 39 6 21

- Baik 3 20 7 46,6 5 33,3

2 Pengalaman

- Sedikit 11 34,4 13 40,6 8 25 0,680 0,004

- Banyak 9 25,7 17 46,8 9 25,7

3 Imbalan

- Kurang 11 34,4 18 56,3 3 9,6 0,849

- Cukup 5 22,7 7 31,8 10 45,5

- Lebih 5 30,8 4 38,5 5 30,8

4 Peralatan

- Lengkap 5 23,8 8 38,1 8 38,1 0,348

- Tidak

Lengkap

15 32,6 22 47,8 9 19,6

5 Beban Kerja

- Ringan 7 28 10 40 8 32 0,226 1,014

- Sedang 5 26,3 11 57,8 3 15,7

- Berat 8 34,7 9 39,1 6 26

Tabel 5.3.3.1 menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji Rank- Spearmen

untuk menguji hubungan variabel kinerja bidan desa dengan kemampuan, pengalaman,

imbalan, peralatan dan beban kerja diperoleh hasil variabel kemampuan, pengalaman

dan beban kerja mempunyai hubungan yang signifikan dengan kinerja bidan desa

dalam pertolongan persalinan. Sedangkan variabel peralatan dan imbalan

49  

  

menunjukkan tidak ada hubungan terhadap kinerja bidan desa dalam pertolongan

persalinan.

Untuk mengetahui hubungan beberapa variabel bebas yaitu Kemampuan,

pengalaman dan beban kerja dengan kinerja bidan desa dilanjutkan dengan

menggunakan analisis regresi logistik. Adapun hasil uji statistik multivariat dengan uji

regresi logistik dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :

Tabel 5.3.3.2

Hasil Uji Statistik Regresi Logistik

Variabel

P

Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Kemampuan

0,003

3,061

1,457

6,432

Pengalaman

0,001

3,620

1,703

7,697

Beban kerja

0,002

3,001

1,372

6,134

Tabel 5.3.3.2 menunjukkan bahwa dengan analisis multivariat regresi logistik

ketiga variabel bebas kemampuan, pengalaman dan beban kerja menunjukkan ada

pengaruh terhadap kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan di Kabupaten

Sumba Barat Daya, yang paling dominan adalah variabel pengalaman dengan nilai

odds rasio atau Exp (B) = 3,620, dibandingkan dengan kemampuan dengan nilai odds

rasio atau exp (B) = 3,061 dan Beban kerja dengan nilai odds rasio atau exp

(B)=3 ,001.

50  

  

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Kinerja Bidan Desa dalam Pertolongan Persalinan

Dari hasil penelitian tentang kinerja bidan desa di Kabupaten Sumba Barat Daya

dapat diketahui bahwa kinerja responden yang termasuk kedalam kategori baik hanya

sebesar 25,4% sedangkan kinerja bidan desa di kabupaten SBD berkategori cukup sebesar

44,7% (Tabel 5.3.1).

Keadaan tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Darsiwan

(2003), memberikan hasil bahwa dari jumlah 140 bidan desa di kabupaten Magelang

memiliki tingkat kinerja yang cukup.

Adapun kinerja bidan desa di Kabupaten Sumba Barat Daya kategorinya cukup,

disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :

a. Kinerja dari aspek kuantitas

Menurut pengelola KIA, bahwa rendah cakupan persalinan disebabkan oleh

beberapa hal, antara lain : a) Pemanfaatan bidan desa oleh masyarakat masih sangat

kurang, b) Tingkat kepercayaan sebagian masyarakat terhadap dukun beranak

masih cukup kuat atau dominan, dan c) Terdapat beberapa desa yang belum ada

penempatan bidan desa sehingga lokasi cukup jauh untuk menjangkau pelayanan

bidan desa.

b. Kinerja dari segi efektivitas waktu

Menurut Pengelola KIA, bahwa bidan desa dalam menggunakan waktu belum

efektif, disebabkan banyak kegiatan, kesibukan, maupun permasalahan, baik di

tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat luas. Hal tersebut menyebabkan

kesulitan atau hambatan tersendiri di dalam mengatur waktu, yang berakibat

51  

  

pada keterlambatan waktu pelayanan. Di samping itu efektivitas waktu pelayanan

dipengaruhi keadaan medan atau letak geografis kabupaten SBD yang sebagian

besar keadaan wilayahnya adalah perbukitan sehingga ada beberapa tempat yang

tidak terjangkau oleh transportasi. Hal ini akan menyulitkan bidan desa untuk

menjangkau tempat-tempat ibu bersalin. Di sisi lain juga transportasi di kabupaten

SBD pada desa-desa tertentu masih sulit oleh karena desa-desa tersebut berada di

tempat yang terpencil.

c. Kinerja dari efektivitas biaya

Kemampuan ekonomi ibu bersalin. Menurut ibu bersalin bahwa tarif yang

pelayanan persalinan oleh bidan desa dianggap masi murah dan cukup terjangkau.

Tetapi hal ini bagi bidan desa kurang dapat memberikan peluang untuk

mengadakan pembiayaan secara tepat, artinya bahwa ketika bidan memberikan

tarif tersebut maka untuk selanjutnya bidan desa tidak dapat lagi menyediakan

bahan habis pakai yang diperlukan saat persalinan. Hal tersebut disebabkan oleh

keadaan persalinan pada masing-masing ibu bersalin relatif beragam, semakin sulit

proses persalinan maka penggunaan bahan-bahan cenderung melebihi batas

minimal persediaan yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurut pengelola KIA, bahwa kinerja bidan desa dapat ditingkatkan melalui

beberapa cara, antara lain :

a. Pelaksanaan supervisi secara rutin dari seksi KIA kepada Bidan desa.

b. Peningkatan kemampuan dan ketrampilan bidan desa melalui pelatihan-pelatihan

atau pendidikan dari D1 ke DIII.

c. Peningkatan kerja sama antara bidan desa dan dukun bayi di sekitar desa, sebagai

mitra kerja dalam pelayanan persalinan.

52  

  

d. Pengadaan atau perbaikan polindes sebagai saranan pelayanan persalinan di tingkat

desa, terutama yang jauh dari puskesmas atau puskesmas pembantu.

e. Penyediaan transportasi antar jemput bagi ibu bersalin untuk mendapatkan

pelayanan persalinan di Puskesmas.

f. Penggantian atau perbaikan peralatan yang rusak atau tidak layak pakai yang

dimiliki bidan desa, sehingga akan memperlancar pekerjaan dan meningkatkan

cakupan persalinan.

g. Pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat di desa, sebagai pihak yang mampu

mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan bidan desa.

Akchadi (1996), telah melakukan penelitian di 3 propinsi yaitu, Sulawesi

Tenggara, Sumatera Barat dan Bengkulu, menyimpulkan bahwa rata-rata jumlah

persalinan yang di tolong oleh bidan desa selama tiga bulan berkisar sekitar 3 – 5

persalinan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widyawati (2003) tentang

pemanfaatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, mengatakan bahwa 85,6%

ibu hamil sudah mengetahui fasilitas yang akan digunakan untuk pertolongan

persalinannya. Namun ketersediaan fasilitas belum menjamin akan dimanfaatkan

terutama bila tidak ada hubungan sosial yang baik antara bidan dan masyarakat.

Masyarakat di kabupaten SBD terutama di pedesaan, masih lebih percaya

kepada dukun beranak daripada kepada bidan apalagi dokter. Rasa takut masuk rumah

sakit atau Puskesmas masih melekat pada kebanyakan kaum perempuan. Kalaupun

terjadi kematian ibu atau kematian bayi mereka terima sebagai musibah yang bukan

ditentukan manusia. Selain itu masih banyak perempuan yang merasa malu melakukan

pemeriksaan kandungan, apalagi persalinan oleh dokter atau para medis laki-laki.

Dengan sikap seperti itu, kebanyakan kaum perempuan di pedesaan tetap memilih

dukun beranak sebagai penolong persalinan meskipun dengan resiko sangat tinggi.

53  

  

Dan keadaan ini sangat berpengaruh pada cakupan K1, K4, persalinan oleh tenaga

kesehatan, Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Neonatus. Data yang di

dapatkan dari dinas kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya bahwa sampai dengan

Agustus tahun 2011 cakupan K1 sebesar 4630 (61%), K4 sebesar 1911 (25%),

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 33 %, kematian ibu bersalin 10

kasus dan kematian neonatus sebesar 24 kasus.

Karena kondisi yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya ini hampir sama

di seluruh kabupaten yang berada di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), maka

pemerintah Propinsi NTT melalui Dinas Kesehatan mengeluarkan suatu program

percepatan penurunan kematian ibu melahirkan dan kematian bayi melalui persalinan

dilakukan di fasilitas kesehatan yang memadai, atau yang lebih dikenal dengan

Program Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dicanangkan pada tahun 2009

dan diimplementasikan pada tahun 2010.

6.2 Hubungan Kemampuan dengan Kinerja Bidan Desa

Timple (1999), menyatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

suatu kinerja adalah kemampuan. Apabila kemampuan seseorang terhadap satu

perkerjaan sangat minim, maka akan menghasilkan tingkat kerja yang rendah. Disebut

juga dua dasar atribusi untuk melihat tingkat kinerja kerja di suatu perusahaaan, yaitu :

yang bersifat internal (berhubungan dengan sifat-sifat seseorang) dan eksternal

(berhubungan dengan lingkungan kerja). Faktor internal dalam hal ini adalah

kemampuan dan upaya-upaya kerja.

Muclas (1999), menjelaskan tentang pentingnya kemampuan bagi karyawan,

baik secara intelektualitas maupun secara fisik. Semakin tinggi kemampuan karyawan,

maka akan semakin banyak tugas atau pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam

periode tertentu. Hal ini menunjukan besarnya kuantitas hasil kerja karyawan. Dimana

54  

  

menurut Bernardir (2008), bahwa salah satu unsur kinerja adalah kuantitas keluaran

kerja yang dihasilkan seorang pekerja.

Hasil penelitian menunjukan ada kecenderungan bahwa responden yang

mempunyai kemampuan kurang baik menghasilkan kinerja yang kurang baik

pula, kecenderungan ini didukung oleh hasil analisis hubungan menggunakan uji

Rank-Spearmen dengan perolehan n i l a i p sebesar 0,002 (p<0,05) y a n g

a r t i n y a ada hubungan yang bermakna antara kemampuan dengan kinerja,

kekuatan yang terjadi bersifat lemah (rho = 0,280).

Kecenderungan ini didukung oleh teori menuru Timple yang menyatakan

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan. Apabila

kemampuan yang dimiliki seseorang terhadap suatu pekerjaan sangat minim, maka

akan menghasikan tingkat kinerja yang rendah. Hasil penelitian ini juga didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Wawan Setiawan (2007) di Kabupaten Tasik Malaya

bahwa faktor kemampuan mempunyai hubungan dengan kinerja bidan di desa.

Menurut pengelola KIA hal yang menyebabkan kemampuan bidan desa

mempengaruhi kinerja kerja bidan desa di kabupaten SBD adalah Tingkat pendidikan

bidan desa hanya D1 (91%), sehingga perlu ditingkatkan baik secara formal (jalur

pendidikan) maupun non formal (pelatihan, kursus). Tercatat sejak tahun 2009

sebanyak 10 orang bidan di Kabupaten SBD telah mengikuti pendidikan ke jenjang

Diploma III. Hal ini sebagai wujud komitmen bidan untuk meningkatkan

kemampuan.

Kemampuan bidan desa, baik secara intelegensia maupun secara teknis dapat

ditingkatkan melalui pendidikan formal. Dan Oleh karena kebijakan pemerintah

bahwa pendidikan khususnya tenaga fungsional minimal harus berpendidikan DIII

maka salah satu upaya pemerintah Kabupaten SBD merencanakan untuk membuka

55  

  

Pendidikan kelas jauh Program Khusus Akademi Kebidanan di Kabupaten Sumba

Barat Daya.

6.3 Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Bidan Desa

Faktor predisposisi untuk meningkatkan kinerja kerja adalah Pengalaman,

pengetahuan, dll, faktor pendukung seperti pelatihan, penyelesaian kasus-kasus dan

faktor yang memperkuat dimana bidan desa mendapat imbalan dan penghargaan

(Green, 1999). Sedangkan Sadeli (2005), mengatakan dibutuhkan suatu pengalaman

kerja sehingga menimbulkan kepercayaan diri yang tinggi terhadap orang lain. Makin

banyak pengalaman yang dikerja makin terampil bidan tersebut dalam bertugas.

Hasil uji Statistik dengan uji Rank Spearmen menunjukkan bahwa pengalaman

memiliki pengaruh yang signifikan, yaitu nilai p sebesar 0,004, kekuatan hubungan

antara kedua variabel tersebut bersifat kuat (rho = 0,680). Hal tersebut berarti bahwa

semakin tinggi pengalaman bidan desa, maka semakin meningkat kinerja kerja,

khususnya didalam pertolongan persalinan.

Hasil ini didukung oleh teori Gibson dkk (1995), menyatakan bahwa salah satu

faktor yang mempengaruhi kinerja individu adalah pengalaman. Semakin banyak

pengalaman individu dalam suatu pekerjaan maka semakin tinggi pula kinerjanya.

Siagian (2004), menjelaskan tentang peranan pengalaman individu dalam peningkatan

kedewasaan teknis bekerja. Artinya dia selalu memetik pelajaran dari keseluruhan

perjalanan kerja atau karier, sehingga semakin berkurang jumlah kesalahan teknis

yang dibuatnya. Dan semakin baik kualitas kerja yang dihasilkan. Sedangkan menurut

Bernardir (2008), bahwa salah satu indikator penting kinerja adalah kualitas

hasil/keluaran kerja individu.

Keadaan yang mendukung tingkat korelasi tersebut yaitu masa kerja bidan

desa rata-rata 11 tahun. Hal ini menunjukkan tingkat pengalaman responden di dalam

56  

  

pertolongan persalinan cukup baik. Penelitian yang dilakukan oleh Istiarti (2008),

menyimpulkan bahwa bidan desa dengan masa kerja lebih dari 3 tahun telah memiliki

daya penyesuaian yang tinggi serta telah mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan

masyarakat di sekitarnya. Hal ini sangat mempengaruhi tingkat penerimaan

masyarakat terhadap pelayanan bidan desa.

Pengalaman sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karena semakin

banyak kasus yang ditangani, semakin tahu bidan tersebut cara penyelesaiannya dan

semakin tinggi kepercayaan masyarakat kepadanya. Agar seluruh bidan desa bisa

berpengalaman, salah satu upaya yang effisien dilakukan adalah program magang di

Rumah sakit maupun di bidan yang banyak persalinannya, sehingga seluruh bidan

desa dapat diberdayakan semaksimal mungkin.

Menurut pengelola KIA, bahwa pengalaman Bidan desa masih perlu

ditingkatkan melalui berbagai macam pelatihan. Data menunjukkan bahwa masih ada

bidan desa yang belum sekalipun mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan

tugasnya. Hal yang diupayakan oleh dinas kesehatan adalah merencanakan pada

Rencana Anggaran dan Kegiatan untuk pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan

tugas bidan secara bertahap sehingga semua bidan mendapatkan kesempatan untuk

mengikuti pelatihan.

6.4 Hubungan Imbalan dengan Kinerja Bidan Desa

Salah satu dasar dalam pemberian imbalan para karyawan di suatu perusahaan

yaitu melalui pertimbangan tingkat kinerja yang diberikan (Leavitt, 2007). Gibson

et,al juga menjelaskan bahwa tujuan program kompensasi adalah untuk memotivasi

setiap karyawan dapat mencapai tingkat kinerja yang tinggi, sebagaimana tujuan

pemberian kompensasi yang dikemukakan oleh Leavitt (2007), bahwa upah yang

diberikan pada karyawan sebagai pengganti hasil kerja atau prestasi yang baik.

57  

  

Hasil penelitian dan uji statistik menunjukkan bahwa imbalan tidak memiliki

pengaruh yang signifikan (p = 0,849) pada kinerja bidan desa di Kabupaten Sumba

Barat Daya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wawan

Setiawan (2007) di kabupaten Tasik Malaya, bahwa imbalan tidak mempengaruhi

kinerja bidan desa di kabupaten Tasik Malaya. Penelitian Widyawati (2003)

menyatakan bahwa seluruh ibu bersalin yang ditolong oleh ibu bersalin mengeluarkan

biaya persalinan,dan sebagian besar biaya persalinan oleh dukun lebih murah

dibandingkan biaya persalinan oleh tenaga kesehatan. Notoatmodjo (1992)

mengatakan tidak ada hubungan antara pendapatan bidan di desa dengan kinerja.

Di kabupaten SBD imbalan tidak mempengaruhi kinerja bidan desa disebabkan

oleh karena : 1) Bidan desa sudah memiliki penghasilan tetap dari gaji bulanan,

sehingga imbalan tersebut tidak memiliki arti, 2) Sistem pembagian imbalan tahunan

merupakan waktu yang cukup lama atau panjang. Hal ini tidak memberikan nilai

tambah khusus bagi tenaga bidan desa dalam memberikan pelayanan persalinan

maupun pelayanan kesehatan lainnya, 3) Secara kuantitatif bidan desa mendapatkan

imbalan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan rekan lainnya, di sisi lain bidan

desa banyak yang mampu menghasilkan jumlah pendapatan di atas imbalan yang

diperoleh dari puskesmas. Terhadap permasalahan imbalan ini responden tidak terlalu

mempermasalahkan, dalam arti mereka lebih banyak mengalah atau tidak menuntut,

meskipun sebenarnya terhadap mekanisme insentif itu sendiri mereka tidak puas dan

merasa kurang.

Imbalan memang perlu tapi di sisi lain tugas menolong persalinan (profesi)

ini harus beroriantasi pada pengabdian. Tidak adanya hubungan antara imbalan dan

kinerja bidan desa diasumsikan karena orientasi pengabdian dan imbalan tidak diukur

dengan materi saja tetapi imbalan lain yang bisa didapatkan adalah bahwa setiap

58  

  

pertolongan persalinan merupakan salah satu kredit point bagi bidan desa untuk

kenaikan pangkat dan golongan bidan.

6.5 Hubungan Peralatan dengan Kinerja Bidan Desa

Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang yang memadai merupakan

suatu hal yang sangat penting dalam peningkatan cakupan pertolongan persalinan,

sarana kegiatan pertolongan persalinan di antaranya adalah ketersediaan

kendaraan untuk merujuk, obat-obatan yang diperlukan serta kelengkapan alat

persalinan.

Sarana atau alat yang dimiliki bidan untuk menolong persalinan (bidan

kit), merupakan alat penunjang dalam bekerja, tanpa sarana seseorang tidak dapat

berbuat banyak dalam melakukan kegiatan sesuai dengan fungsinya. Sarana bagi

bidan desa merupakan suatu kebutuhan yang vital, tanpa sarana bidan desa tidak

bisa berbuat banyak dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai seorang bidan

desa, disamping fasilitas tambahan lainnya.

Pada penelitian ini ditemukan peralatan bidan desa yang lengkap memiliki

kinerja cukup hanya 38,1 %, sementara yang mempunyai peralatan tidak lengkap

memiliki kinerja cukup sebanyak 47,8%, hal ini merupakan keanehan, mungkin

disebabkan peralatan yang dibutuhkan untuk menolong persalinan cukup dengan kit

bidan tanpa peralatan yang lainnya, sehingga hubungan antara peralatan dengan

kinerja bidan desa dalam pertolongan persalinan tidak bermakna (p>0,005),

hipotesis tidak terbukti.

Dalam menolong persalinan kit bidan dapat dibawa-bawa dan peralatan

pendukung lainnya bisa dimanfaatkan peralatan rumah tangga. Notoatmodjo (1992)

juga menyatakan dalam pengamatannya di lapangan bahwa peralatan dan fasilitas

yang terdapat pada pondok bersalin (polindes) sangatlah sederhana ditambah dengan

59  

  

kondisi bangunan pemondokan yang kualitasnya sangat sederhana. Penelitian

Heslinda (2004) menyatakan bahwa peralatan kerja tidak mempunyai hubungan

dengan kinerja, dan juga didukung oleh Suganda (2007) yang menyatakan bahwa

bidan desa yang tempat tugasnya tersedia fasilitas dengan yang tidak tersedia, tidak

berpengaruh terhadap kinerjanya. Kenyataan bahwa bidan desa dapat bekerja dengan

teknologi tepat guna hanya dengan peralatan seadanya.

Di Kabupaten Sumba Barat Daya saat ini penyedian kit bidan baru dan penggantian

kit bidan yang sudah rusak maupun rehabilitas Polindes yang telah rusak sedang

digalakkan melalui Program Nasional Pengembangan Masyarakat pada setiap

kecamatan dan desa.

6.6 Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Bidan Desa

Beban kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja individu dalam melaksanakan

perkerjaan yang dilakukan, beban kerja tidak hanya dilihat dari beban fisik semata

akan tetapi beban kerja juga bisa berupa beban mental. Beban kerja yang cukup

banyak untuk bidan desa membawa akibat yang tidak diinginkan oleh jajaran

kesehatan yaitu terbengkalainya program-program kesehatan terutama yang

berhubungan dengan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

dan penurunan angka kematian ibu dan bayi.

Terdapat kecenderungan responden yang mempunyai kinerja kurang baik

mempunyai persepsi berat juga terhadap beban kerja. Ruhimat menyatakan beban

kerja mengandung konsep penggunaan energi pokok dan energi cadangan yang

tersedia, suatu tugas akan dipandang berat apabila energi pokok telah habis dipakai

dan masih harus menggunakan energi cadangan untuk menyelesaikan tugas lain.

Hasil analisis hubungan menggunakan uji rank-spearman diperoleh p

value sebesar 0,014 (p<0,05) yang berarti ada hubungan signifikan antara persepsi

60  

  

beban kerja dengan kinerja, kekuatan hubungan kedua variabel tersebut bersifat

lemah (rho = 0,226).

Penelitian ini dikuatkan dengan teori yang dikemukakan Ruhimat (2003)

apabila para pekerja merasa beban kerja yang harus ditanggung terasa semakin

berat, itu berarti pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka tidak sesuai dengan

kemampuan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Manusia hanya memiliki kapasitas

energi yang terbatas apabila dalam waktu yang bersamaan harus mengerjakan

beberapa tugas akan terjadi kompetensi prioritas antar tugas-tugas tersebut.

6.7 Kelemahan Penelitian

1. Item pertanyaan dalam kuesioner yang digunakan untuk wawancara dengan

responden belum menggunakan item pertanyaan standar dimana seluruh

pertanyaan dibuat sendiri berdasarkan tinjauan pustaka, sehingga item

pertanyaan masih lemah dan untuk menghindari bias antisipasi yang

dilakukan peneliti melakukan kajian- kajian terhadap sumber lain khususnya yang

berkaitan dengan permasalahan kinerja.

2. Banyak responden yang ragu mengisinya, peneliti mengakui belum menemukan

kuesioner kinerja yang baku, antisipasi yang dilakukan peneliti adalah

memberikan penjelasan kepada responden bahwa penelitian yang sedang

dilakukan murni tanpa tendensi tertentu dengan harapan penelitian ini dapat

menggali data serta informasi yang akurat tentang kinerja bidan desa dalam

pertolongan persalinan.

3. Data hasil penelitian (quesioner) yang diperoleh dan tertulis hanya dari bidan desa

dan Pengelola KIA sehingga kurang lengkap dan tidak dilakukan cross cek

kepada Puskesmas.

61  

  

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat

diambil simpulan bahwa Kinerja bidan desa di kabupaten Sumba Barat Daya termasuk

dalam kategori Cukup. Dan hasil analisisnya dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang signifikan antara kemampuan dengan kinerja bidan desa di

kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu semakin tinggi kemampuan semakin tinggi

kinerja bidan desa.

2. Ada hubungan yang signifikan antara pengalaman dengan kinerja bidan desa di

kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu semakin banyak pengalaman dalam

pertolongan persalinan semakin tinggi kinerja bidan desa.

3. Tidak ada hubungan antara Imbalan dengan kinerja bidan desa di kabupaten

Sumba Barat Daya yaitu bahwa besarnya imbalan yang diterima oleh bidan desa

tidak mempengaruhi kinerja bidan desa karena persepsi bidan desa bahwa

menolong persalinan adalah sebuah pengabdian.

4. Tidak ada hubungan antara kelengkapan peralatan dengan kinerja bidan desa di

kabupaten Sumba Barat Daya yaitu bahwa bidan desa yang mempunyai peralatan

lengkap dengan yang tidak lengkap, tidak berpengaruh terhadap kinerjanya.

5. Ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan kinerja bidan desa di

kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu semakin ringan persepsi bidan terhadap

beban kerja semakin tinggi kinerja bidan desa.

6. Pengalaman memiliki peran yang lebih besar dari pada kemampuan dan beban

kerja terhadap kinerja bidan desa di kabupaten Sumba Barat Daya.

62  

  

7.2 Saran

Mengingat kinerja bidan desa ditentukan oleh faktor internal (kemampuan

dan pengalaman) dan faktor eksternal (beban kerja), maka disarankan untuk

meningkatkan kinerja bidan desa melalui:

1. Meningkatkan kemampuan dan pengalaman bidan melalui peningkatan

pendidikan yang sesuai dengan standar, pelatihan, magang maupun

simposium.

2. Memperhatikan beban kerja bidan desa agar tidak menghambat waktu bidan

untuk menolong persalinan.

3. Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan acuan dalam pengelolaan program

KIA di Kabupaten Sumba Barat Daya.

.