copy of unud-413-473527986-tesis ia ekayudha pratiwi

Upload: amwali

Post on 16-Jul-2015

1.099 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TESIS

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN METODE DEBAT PLUS DALAM PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA SISWA KELAS XI IPA SMA PARIWISATA KERTHA WISATA DENPASAR

IDA AYU EKAYUDHA PRATIWI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Keterampilan berbicara merupakan suatu keterampilan bahasa yang perlu dikuasai dengan baik. Keterampilan ini merupakan suatu indikator terpenting bagi keberhasilan siswa terutama dalam belajar bahasa Inggris. Dengan penguasaan keterampilan berbicara yang baik, siswa dapat mengomunikasikan ide-ide mereka, baik di sekolah maupun dengan penutur asing, dan juga menjaga hubungan baik dengan orang lain. Berhubungan dengan pernyataan di atas, Ur (1996) menyatakan bahwa Jika seseorang menguasai suatu bahasa, secara intuitif ia mampu berbicara dalam bahasa tersebut. Pendapat ini jelas mengindikasikan bahwa keterampilan berbicara mengisyaratkan bahwa seseorang mengetahui suatu bahasa. Selain itu, keterampilan berbicara bisa juga digunakan sebagai suatu media untuk belajar (Izquirdo, 1993). Keterampilan ini sangat terkait dengan pelafalan, gramatika, kosakata, diskursus, keterampilan mendengarkan, dan lain lain. Pada umumnya, siswa SMA masih mengalami kesulitan untuk

menyampaikan gagasan, pikiran, pertanyaan dan sebagainya dalam bahasa Inggris dengan menggunakan ragam bahasa lisan dengan baik dan benar. Hal ini juga dialami oleh sebagian besar siswa SMA Pariwisata Kerta Wisata Denpasar. Hal

2

tersebut disebabkan oleh rendahnya kreativitas guru dalam menentukan teknik pembelajaran keterampilan berbicara kepada siswa. Para guru pada saat proses belajar-mengajar di kelas lebih cenderung berfokus pada keterampilan lain, seperti keterampilan membaca (reading), keterampilan menulis (writing) dan

keterampilan mendengarkan (listening). Hal itu disebabkan oleh para guru yang lebih berfokus pada hasil UN (Ujian Nasional) yang akan diraih siswa nantinya. Fenomena seperti ini merupakan permasalahan yang perlu segera ditemukan alternatif-alternatif pemecahannya. Salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran keterampilan berbicara dengan metode debat plus. Penggunaan kata plus dimaksudkan untuk menyampaikan pesan adanya manipulasi/modifikasi terhadap sebuah metode pembelajaran keterampilan berbicara sehingga siswa diajak belajar sambil bermain dengan permainan

(games) serta kuis. Game dan kuis dicantumkan dalam metode ini mulai dari teknik pembagian kelompok, kegiatan dalam debat, ataupun di tengah-tengah kegiatan atau setelah kegiatan debat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Apakah permasalahan utama yang dialami siswa dalam berbicara bahasa Inggris dari segi pelafalan, tata bahasa dan pemilihan kosa kata bahasa Inggris?

3

2)

Bagaimanakah mekanisme penerapan metode debat plus dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris di kelas XI IPA SMA Pariwisata Kertha Wisata Denpasar?

3)

Bagaimanakah hasil pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris setelah tindakan (treatment) dilakukan?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas kegiatan debat plus dalam proses pembelajaran bahasa Inggris dalam meningkatkan kemampuan berbicara. Efektivitas dalam penelitian ini berarti bagaimana debat dapat meningkatkan aspek-aspek kebahasaan dari kemampuan berbicara, baik aspek verbal maupun aspek nonverbal.

1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui permasalahan utama yang dialami siswa dalam berbicara bahasa Inggris dari segi pelafalan, tata bahasa dan pemilihan kosa kata bahasa Inggris; 2) Mendeskripsikan mekanisme penerapan metode debat plus dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris di kelas XI IPA SMA Pariwisata Kertha Wisata Denpasar; dan

4

3) Memperoleh gambaran tentang hasil pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris setelah tindakan (treatment) dilakukan.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian Sebuah penelitian memerlukan pembatasan pada pembahasannya agar

permasalahan yang hendak diteliti tidak terlalu luas. Adapun pembatasan permasalahan dijabarkan sebagai berikut: 1) Permasalahan utama yang dialami siswa dalam berbicara bahasa Inggris dari segi pelafalan, tata bahasa dan pemilihan kosa kata bahasa Inggris; 2) Mekanisme penerapan metode debat plus dalam pembelajaran

keterampilan berbicara bahasa Inggris di kelas XI IPA SMA Pariwisata Kertha Wisata Denpasar yang meliputi penilaian kemampuan berbicara siswa dibatasi pada communication skills yang mencakup ketepatan berbahasa (accuracy), kelancaran (fluency), pemahaman topik

(comprehensibility), dan metode penyampaian argumen (methods of delivering arguments). 3) Menganalisis hasil pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris melalui metode debat plus dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XI IPA SMA Pariwisata Kertha Wisata Denpasar yang mencakup peningkatan pemakaian bahasa siswa dibatasi pada kemampuan pelafalan, tata bahasa (grammar) dan kosa kata (vocabulary).

5

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini ada dua macam, yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan teori pembelajaran bahasa, khususnya yang berkenaan dengan pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa Kelas XI IPA SMA Pariwisata Kertha Wisata sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitianpenelitian lain yang serupa. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk memperkaya khazanah penelitian, terutama yang berupa penelitian tindakan kelas. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru bahasa Inggris khususnya guru Kelas XI IPA dan bagi siswa. Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan model pembelajaran berbicara yang lebih efektif sehingga dapat memberikan alternatif teknik dalam pembelajaran pengembangan keterampilan berbicara. Bagi siswa, manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan keterampilan berbicara di kelas.

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

Pada bab ini berturut-turut disajikan beberapa hal seperti kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan model penelitian. 2.1 Kajian Pustaka Penelitian mengenai keterampilan berbahasa pada umumnya dan keterampilan berbicara pada khususnya bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan. Para mahasiswa jurusan pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris telah banyak melakukannya. Penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian tindakan kelas untuk memperbaiki pembelajaran keterampilan berbicara yang berlangsung selama ini. Pustaka-pustaka yang mendasari penelitian ini adalah tulisan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian yang mengangkat permasalahan pembelajaran keterampilan berbicara, antara lain, dilakukan oleh Sumarwati (1999), Dewi (2003), dan Hubert (2008) Sumarwati (1999) meneliti tentang peningkatan keterampilan berbicara siswa melalui teknik bermain peran di SLTPN 8 Denpasar. Dari hasil penelitian itu diperoleh simpulan bahwa teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Secara kuantitatif, hasil penelitian melalui dua siklus itu menunjukkan peningkatan sebesar 10,6% untuk aspek kebahasaan dan

7

11,6% untuk aspek nonkebahasaan. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarwati berbeda dengan penelitian ini karena jenis penelitian sebelumnya merupakan penelitian secara deskriptif guna mendeskripsikan fenomena dan permasalahanpermasalahan yang terjadi di lapangan sehubungan dengan prosedur yang diterapkan oleh guru dalam proses pengajaran speaking di SLTPN 8 Denpasar, sedangkan penelitian ini bersifat improftif (perbaikan) yang bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan hasil belajar siswa dalam pengajaran speaking sebelum dan sesudah tindakan dilakukan. Dewi (2003) dalam penelitiannya yang berjudul The Success of Communication Approach in teaching-learning process at the third levels of IEC Denpasar 01 membahas tentang keberhasilan pendekatan komunikatif dalam proses belajar mengajar pada level ketiga di lembaga pendidikan bahasa Inggris IEC Denpasar 01. Penerapan pendekatan komunikatif tersebut mencakup 4 (empat) keterampilan bahasa, yaitu keterampilan mendengarkan (listening), keterampilan berbicara (speaking), keterampilan membaca (reading), dan keterampilan menulis (writing). Keberhasilan penerapan pendekatan komunikatif tersebut didukung oleh peran guru dalam pemberian materi, dan peran siswa sendiri yang memiliki kemauan yang besar dalam meningkatkan kemampuan berbahasa Inggrisnya. Hubert (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Incorporating Classroom Debate into University EFL Speaking Courses membahas betapa pentingnya debat dalam meningkatkan kemampuan berbicara di kalangan mahasiswa Universitas Kyoto Sangyo Jepang. Studi tersebut berfokus pada

8

penerapan

langkah-langkah

debat

formal

dengan

sistem

Australasian

Parliamentary Sistem, yang mencakup peran masing-masing pembicara di kedua tim, isi dari topik yang diperdebatkan, sehingga studi tersebut lebih menargetkan peningkatan pemahaman (comprehensibility) daripada kelancaran (fluency) dan ketepatan ujaran (Accuracy).

2.2 Konsep Studi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa konsep yang memerlukan penjelasan. Konsep-konsep tersebut antara lain peningkatan, keterampilan berbicara, pendekatan metode dan teknik pembelajaran berbicara, dan metode debat plus. 2.2.1 Peningkatan Peningkatan adalah suatu proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan, dsb) (Purwadarminta, 1976: 118). Peningkatan dalam hal ini adalah suatu proses meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. 2.2.2 Keterampilan Berbicara Keterampilan berbicara pada hakikatnya adalah kemampuan

mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan 1981:15).

9

2.2.3 Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran Berbicara Pendekatan adalah konsep dasar yang melingkupi metode dengan cakupan teoretis tertentu. Metode merupakan jabaran dari pendekatan. Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung, guru dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama (Sugandi, 2004:15). Pembelajaran berbicara memiliki banyak sekali teknik pembelajaran. Teknikteknik tersebut antara lain: wawancara, cerita berpasangan, pidato tanpa teks, pidato dengan teks, mengomentari film/sinetron/cerpen/novel, debat,

membawakan acara, memimpin rapat, menerangkan obat/makanan/minuman atau benda lainnya, bermain peran, info berantai, dan cerita berangkai (Sugandi, 2004:112-121).

2.2.4 Metode Debat Plus Debat merupakan kegiatan bertukar pikiran antara 2 (dua) orang atau lebih yang masingmasing berusaha memengaruhi orang lain untuk menerima usul yang disampaikan (Simon, 2005:3). Debat dapat diartikan pula sebagai silang pendapat tentang tema tertentu antara pihak pendukung dan pihak penyangkal melalui dialog formal yang terorganisasi (Depdiknas, 2001: 2). Sementara itu, plus merupakan penyampaian pesan melalui manipulasi/modifikasi terhadap metode debat sehingga siswa diajak belajar sambil bermain dengan berbagai permainan (games) serta kuis. Game & kuis disertakan dalam metode debat plus

10

mulai dari teknis pembagian kelompok, kegiatan dalam debat, ataupun di tengahtengah kegiatan atau setelah kegiatan debat. Adapun untuk tema debat akan dipilihkan tema yang terkait dengan topik materi yang dipelajari pada saat itu, tema dari kejadian/fenomena aktual yang menantang namun tidak asing. 2.3 Landasan Teori Sejumlah pandangan para ahli yang digunakan sebagai landasan teori penelitian ini bersangkutan dengan: (1) berbicara dan keterampilan berbicara; (2) faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara; (3) pelafalan; (4) tata bahasa; (5) kosa-kata; (6) penelitian tindakan kelas; (7) Pendekatan komunikatif

(communicative approach); (8) penilaian; (9) tes dan nontes; dan (10) metode debat plus. 2.3.1 Berbicara dan Keterampilan Berbicara Berbicara merupakan sebuah bentuk penyampaian informasi dengan menggunakan kata-kata atau kalimat. Dengan kata lain, berbicara berarti menggunakan bahasa untuk bermacam-macam tergantung dari para penuturnya. Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Harmer (1983) menyatakan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial. Lebih jauh lagi Harmer (1983) menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui

11

kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda. Keterampilan berbicara merupakan suatu keterampilan yang kompleks dan berkaitan dengan berbagai keterampilan mikro (Brown, 2001) seperti (1) menghasilkan ujaran-ujaran bahasa yang bervariasi; (2) menghasilkan fonemfonem dan varian-varian alophon lisan yang berbeda dalam bahasa Inggris; (3) menghasilkan pola-pola tekanan, kata-kata yang mendapat dan tidak mendapat tekanan, struktur ritmis dan intonasi; (4) menghasilkan bentuk-bentuk kata dan frasa yang diperpendek; (5) menggunakan sejumlah kata yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan pragmatis; (6) menghasilkan pemberbicaraan yang fasih dalam berbagai kecepatan yang berbeda; (7) mengamati bahasa lisan yang dihasilkan dan menggunakan berbagai strategi yang bervariasi, yang meliputi pemberhentian sementara, pengoreksian sendiri, pengulangan, untuk kejelasan pesan; (8) menggunakan kelas kata (kata benda, kata kerja, dll.) sistem (tenses, agreement dan plural), pengurutan kata, pola-pola, aturan-aturan dan bentuk ellipsis; (9) menghasilkan pemberbicaraan yang menggunakan elemen-elemen alami dalam frasa, stop, nafas dan kalimat yang tepat; (10) mengekspresikan makna tertentu dalam bentuk-bentuk gramatika yang berbeda; (11) menggunakan bentuk-bentuk kohesif dalam diskursus lisan; (12) menyelesaikan fungsi-fungsi komunikasi dengan tepat menurut situasi, partisipan dan tujuan; (13) menggunakan register, implikatur, aturan-aturan pragmatik dan fitur-fitur sosiolinguistik yang tepat dalam komunikasi langsung; (14) menunjukkan hubungan antara kejadian dan mengomunikasikan hubungan-hubungan antara ide

12

utama, ide pendukung, informasi lama, informasi baru, generalisasi dan contoh; (15) menggunakan bahasa wajah, kinetik, bahasa tubuh dan bahasa-bahasa nonverbal yang lainnya bersamaan dengan bahasa verbal untuk menyampaikan makna; dan (16) mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi berbicara, seperti memberi tekanan pada kata kunci, parafrase, menyediakan konteks untuk menginterpretasikan makna-makna kata, meminta pertolongan dan secara tepat menilai seberapa baik interlokutor memahami apa yang dikatakan. Richard (1986: 21-28) membagi fungsi berbicara menjadi tiga sebagai berikut: (1) Berbicara sebagai interaksi (talk as interaction) Fungsi berbicara sebagai interaksi mengacu pada kegiatan percakapan yang biasa dilakukan dan berhubungan dengan fungsi sosial. Fokus utamanya adalah kepada si penutur dan bagaimana mereka menunjukkan diri mereka kepada orang lain. Bahasa tuturannya bisa formal ataupun berupa tuturan yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Beberapa kemampuan yang ikut dilibatkan dalam kegiatan berbicara sebagai sebuah interaksi, antara lain: a) b) c) d) e) f) g) h) i) membuka dan menutup percakapan; memilih topik; membuat percakapan-percakapan kecil/ringan; bergurau; menceritakan kejadian dan pengalaman pribadi; dilakukan secara bergantian; adanya interupsi/menyela percakapan; bereaksi terhadap satu sama lain; menggunakan gaya berbicara yang sesuai.

13

(2) Berbicara sebagai transaksi (talk as transaction) Kegiatan berbicara sebagai transaksi lebih memfokuskan kepada pesan yang ingin disampaikan dalam kegiatan berbicara. Richard (1986: 2128). Ada dua tipe dalam kegiatan sebagai sebuah interaksi yaitu: (a) Kegiatan yang fokus utamanya memberi dan menerima informasi, dengan kata lain membuat orang lain mengerti dengan jelas dan akurat terhadap pesan yang disampaikan daripada peserta tutur dan bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain. Ketepatan bukannya menjadi fokus utama selama informasi berhasil dikomunikasikan dan dimengerti. (b) Kedua adalah kegiatan yang fokus utamanya adalah untuk memeroleh barang atau jasa, misalnya dalam percakapan seseorang yang memesan makanan di restoran. (3) Berbicara sebagai penampilan (talk as performance) Berbicara sebagai penampilan mengacu pada kegiatan berbicara guna menyampaikan informasi di depan umum atau peserta. Berbicara model ini lebih kepada berbicara satu arah daripada dua arah (dialog) dan lebih terkesan seperti bahasa tulis daripada percakapan. Richard (1986: 21-28) Ciri utama kegiatan berbicara sebagai penampilan adalah (a) fokus pada pesan yang ingin disampaikan dan kepada peserta, (b)

14

mementingkan bentuk dan ketepatan ucapan, (c) bahasa yang digunakan terkesan seperti bahasa tulis, (d) lebih sering monolog, dan (e) struktur dan urutannya dapat diprediksikan. Dalam pembelajaran bahasa, menurut Bygate (1995:5-6) ada dua cara mendasar yang kerap kita lakukan yang dapat dikategorikan sebagai skill (keterampilan) yaitu: 1) Motor-perceptive skill yang mencakup mengartikan, menghasilkan, dan mengucapkan bunyi dan struktur bahasa secara benar. 2) Interaction skill yang mencakup membuat keputusan tentang sebuah komunikasi misalnya ingin mengungkapkan apa,

bagaimana mengatakannya, mengembangkannya sesuai dengan yang dimaksudkan oleh orang lain. Belajar bahasa Inggris berarti memiliki kemampuan untuk memproduksi ujaran grammatikal dari sebuah bahasa dan tahu bagaimana menggunakannya dengan benar untuk dapat berkomunikasi secara efektif. (Harmer, 1983:13). Dalam mempelajari bahasa di kelas, siswa lebih cenderung memberi perhatian untuk menjadi lebih teliti (accuracy) akan tetapi pada dasarnya mereka juga harus berlatih untuk menggunakan bahasa secara fasih (fluency). Ada beberapa alasan tentang dilakukannya latihan berbicara selama pelajaran berlangsung di kelas antara lain (Baker dan Westrup, 2003:5) antara lain:

15

1) Kegiatan berbicara akan menguatkan pemerolehan kosakata baru, tata bahasa, dan bahasa secara fungsional 2) Memberikan kesempatan siswa untuk menggunakan bahasa yang dipelajarinya 3) Memberikan kesempatan kepada siswa yang lebih mahir untuk mencoba bahasa yang telah mereka ketahui dalam situasi dan topik yang berbeda 4) Memberikan kesempatan kepada siswa yang lebih mahir untuk mencoba bahasa yang telah mereka ketahui dalam situasi dan topik yang berbeda Dengan demikian, untuk memudahkan guru dalam merancang program pengajaran yang baik demi mencapai tujuan komunikasi, maka guru diharuskan mengetahui fungsi bahasa yang akan dipakai siswa untuk berinteraksi dalam sebuah komunikasi. 2.3.2 Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara Seorang pembicara yang baik harus mempu memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Selain menguasai topik, seorang pembicara harus berbicara (mengucapkan bunyi-bunyi bahasa) dengan jelas dan tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan seseorang untuk dapat

16

menjadi pembicara yang baik. Faktor-faktor tersebut adalah faktor verbal dan faktor non-verbal (Arsjad dan Mukti, 1988:17). 1) Faktor Verbal a) Ketepatan ucapan Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Hal ini akan mengganggu keefektifan berbicara. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik, atau setidaknya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi atau pemakainya (pembicara) dianggap aneh. (Arsjad dan Mukti, 1988:19).

b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya, jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan tentu berkurang. Penempatan tekanan pada kata atau suku kata yang kurang sesuai akan mengakibatkan kejanggalan. (Arsjad dan Mukti, 1988:19)

17

Kejanggalan ini akan mengakibatkan perhatian pendengar akan beralih pada cara berbicara pembicara, sehingga pokok pembicaraan atau pokok pesan yang disampaikan kurang diperhatikan. Akibatnya, keefektifan komunikasi akan terganggu.

c) Pilihan Kata (Diksi) Pilihan kata hendaknya tepat, jelas dan bervariasi. Dalam setiap pembicaraan pemakaian kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada katakata yang muluk-muluk. Kata-kata yang belum dikenal memang mengakibatkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi. (Arsjad dan Mukti, 1988:19). Hendaknya pembicara menyadari siapa pendengarnya, apa pokok pembicaraannya, dan menyesuaikan pilihan katanya dengan pokok pembicaraan dan pendengarnya. Pendengar akan lebih tertarik dan senang mendengarkan kalau pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya.

d) Ketepatan sasaran pembicaraan Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan atau menimbulkan akibat. (Arsjad dan Mukti, 1988:20).

18

2) Faktor Nonverbal a) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku Pembicaraan yang tidak tenang, lesu dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. (Arsjad dan Mukti, 1988:21). Sikap ini sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat dan penguasaan materi. Penguasaan materi yang baik setidaknya akan menghilangkan kegugupan. Namun, sikap ini memerlukan latihan. Kalau sudah terbiasa, lamakelamaan rasa gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar

b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara Pandangan pembicara hendaknya diarahkan kepada semua pendengar. Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan. Banyak pembicara ketika berbicara tidak memperhatikan pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping atau menunduk. Akibatnya, perhatian pendengar berkurang. Hendaknya diusahakan supaya pendengar merasa terlibat dan diperhatikan (Arsjad dan Mukti, 1988:21).

c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka, dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru. (Arsjad dan Mukti, 1988:21). Namun, tidak berarti si pembicara begitu saja

19

mengikuti pendapat orang lain dan mengubah pendapatnya. Ia juga harus mampu mempertahankan pendapatnya dan meyakinkan orang lain. Tentu saja pendapat itu harus mengandung argumentasi yang kuat, yang diyakini kebenarannya.

d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara. Hal-hal penting selain mendapatkan tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau mimik. (Arsjad dan Mukti, 1988:21). Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku. Akan tetapi, gerak-gerik yang berlebihan akan menggangu keefektifan berbicara. Mungkin perhatian pendengar akan terarah pada gerak-gerik dan mimik yang berlebihan ini, sehingga pesan kurang dipahami.

e) Kenyaringan suara Tingkat kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, dan jumlah pendengar. (Arsjad dan Mukti, 1988:22). Yang perlu diperhatikan adalah jangan berteriak. Kita atur kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh pendengar dengan jelas.

f) Kelancaran Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. (Arsjad dan Mukti, 1988:23). Seringkali

pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu

20

diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraannya.

g) Relevansi/Penalaran Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis (Arsjad dan Mukti, 1988:24). Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah logis. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.

h) Penguasaan Topik Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara (Arsjad dan Mukti, 1988:24). .

2.3.3 Pelafalan/pengucapan bahasa Inggris Pelafalan bahasa Inggris adalah faktor yang sangat penting dalam keberhasilan komunikasi lisan. Pelafalan yang salah dapat menyebabkan terjadinya salah pengertian dan pada akhirnya menyebabkan gangguan komunikasi atau communication breakdown.

21

Dalam kamus Longman Dictionary of Applied Linguistics (1985: 232), pengucapan adalah cara mengeluarkan suara tertentu yang menekankan pada suara yang terdengar oleh pendengarnya, dan bukan teknik mengeluarkan suara tertentu atau yang biasa disebut artikulasi. Bunyi dan lambang bahasa Inggris adalah salah satu dari kelompok bahasa yang tidak sempurna karena sistem pengucapan lambang bunyinya tidak konsisten lambang bunyi dalam alfabet yang berjumlah 26 itu dalam bahasa Inggris mewakili lebih dari empat puluh bunyi yang berbeda. (Zubaidi, 2006: 150). Perhatikan satu contoh cara satu lambang bunyi yang diucapkan secara berbeda: Danes father who lives in a village in America, called my Dad many times. (Widarso, 1989:31). Dalam satu kalimat tersebut terdapat sembilan lambang bunyi yang sama, yaitu a. Namun dari satu lambang bunyi tersebut ada tujuh bunyi yang berbeda. Bunyi yang berbeda tersebut adalah sebagai berikut: Dane [ei]; father [a]; a [e]; village [i]; America [e] [a]; called [o:]; Dad []; many [e]. Berbeda dengan bahasa Inggris, bahasa Indonesia merupakan salah satu kelompok bahasa yang sempurna karena antara ucapan dan lambang bunyinya konsisten (kecuali mungkin pada lambang bunyi e yang bisa dibaca [e] pada setiap dan [] pada kata tempe; dan pada lambang bunyi o yang bisa dibaca [o] pada kata jodo dan [c] pada kata lombok) . Dalam bahasa Inggris masih terdapat banyak lagi masalah pengucapan yang serupa itu. Hal ini menjadi hambatan yang cukup besar khususnya bagi pembelajar, apalagi bagi pembeajar pemula. Khusus untuk bunyi

22

vokal sendiri, bahasa Inggris ,mempunyai 20 bunyi yang berbeda dan dilambangkan dalam satu lambang atau dua lambang. Berikut ini adalah daftar bunyi baik vokal dan konsonan dalam bahasa Inggris. Tabel 2.1 Daftar bunyi vokal bahasa Inggris (Ladefoged, 1989: 56) Front Close Mid Open Long i: Short I Long : Central Short Long u: : a: Back Short a

Tabel 2.2 Daftar bunyi vokal dan lambang bunyi dalam bahasa Inggris (OConnor, 1980: 44) Bunyi i: I e : u i a : u: ei u ai au a: I e u Lambang bunyi feel fill fell fall full foil cat cot cut curt fool fail foal fail foul cart tier tear tour banana

23

Konsonan bahasa Inggris memiiki 24 bunyi yang berbeda. Berikut adalah daftar bunyi konsonan bahasa Inggris. (Ladefoged, 1989: 51) dan lambang bunyi konsonan bahasa Inggris. (Hornby, 1974: 112 ). Tabel 2.3 Daftar bunyi konsonan bahasa Inggris (Ladefoged, 1989: 57) Bilabial Nasal Stop pb Fricative Central (approximant) Lateral (approximant) fv td sz r w l j m Labio dental Dental alveolar n Palato Alveolar Palatal Velar kg

Tabel 2.4 Daftar bunyi konsonan dan lambang bunyi dalam bahasa Inggris (Hornby, 1974: 112) Bunyi h p m b n t d l k r g j t w dj f v s z she Lambang vision bunyi how pen man bad no tea sing did leg cat red got yes chin wet june fall voice thin then so zoo

Homofon

adalah

kata-kata

yang

24

diucapkan sama tetapi

ditulis dengan ejaan yang berbeda dan seringkali

mempunyai makna yang berbeda (Ladefoged, 1989: 130). Bagi pembelajar ini homofon sering menimbulkan masalah karena pengucapannya sama sehingga salah memahaminya kecuali dia mengetahui dengan baik konteks

pembicaraannya. 1) peace [pi:s] = kedamaian vs. piece [pi:s] = sepotong 2) two [tu:] = dua vs. too [tu:] = juga vs. to [tu:] = untuk; ke Perbedaan beberapa bunyi yang mirip bagi lidah orang Indonesia umumnya lebih fleksibel dalam meniru bunyi-bunyi bahasa asing. Mereka umumnya tidak mengalami kesulitan untuk menirukan bunyi-bunyi tertentu, sementara orangorang bangsa lain mengalaminya. Beberapa kata dalam bahasa Inggris cenderung juga diucapkan secara salah karena bunyi yang terdapat di dalam kata tersebut mirip. (Zubaidi, 2006: 156). Pembelajar sering menyepelekan perbedaan bunyi yang mirip tersebut. Contohnya adalah bunyi [s] dan bunyi []. Kata she [i:] (dia perempuan) seringkali diucapkan [si] yang merupakan bunyi untuk kata see (melihat) atau sea (laut). Bila demikian situasinya maka pembelajar tentu akan menggunakan bunyi yang sama untuk kata berbeda dalam kalimat: She sells sea shells on the sea shore. (Zubaidi, 2006: 156). Berikut ini adalah contoh beberapa kata dalam bahasa Inggris yang memiliki lafaal yang mirip (tetapi berbeda), yang cenderung akan diucapkan sama oleh pembelajar (Ladefoged, 1989: 140).

25

Lambang bunyi yang tidak diucapkan selain dari masalah-masalah pelafalan di atas, dalam bahasa Inggris juga terdapat beberapa kata yang lambang bunyinya tidak dilafalkan (Ladefoged, 1989:140). Seringkali pembelajar salah dalam mengucapkan kata-kata ini karena semua lambang bunyinya diucapkan. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut, dimana lambang bunyi yang dicetak tebal tidak dilafalkan. Know Knife Write Whole Mnemonic Psychology Science Wednesday = mengetahui = pisau = menulis = keseluruhan = alat pembangkit = psikologi = ilmu pengetahuan = rabu (Zubaidi, 2006:157)

2.3.4 Tata bahasa Inggris Gebhard (1996: 3), seorang ahli bahasa mendefinisikan tatabahasa sebagai suatu kumpulan sistem yang harus dipatuhi oleh pengguna bahasa sesuatu bahasa itu, dan ia menjadi dasar untuk melahirkan asperasi bahasa yang baik dan indah, serta menjamin kemantapan bahasa sesuatu bahasa. Menurut Gebhard lagi, tatabahasa berfungsi dalam memisahkan bentuk-bentuk bahasa yang gramatis, daripada yang tidak gramatis. Untuk itu dalam mempelajari bahasa Inggris. diperlukan pemahaman terhadap kaidah-kaidah yang mengatur penggunaan bahasa yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan grammar. Bagian-bagian grammar tersebut adalah: 1) Kata-kata benda tunggal dan jamak (Singular and plural nouns)

26

Perbedaan kata benda tunggal dan kata benda jamak daam kalimat bahasa Inggris perlu diperhatikan, karena berpengaruh terhadap

penggunaan kata kerja (baik verb to be, verb to have maupun kata kerja). Kata benda tunggal dalam kalimat harus memakai kata kerja tunggal, sedangkan kata benda jamak harus menggunakan kata kerja jamak (Murphy, 1985:213). contoh: This car is expensive (mobil ini mahal) (car bentuk tunggal, memakai is) These cars are expensive (mobil-mobil ini mahal) (cars bentuk jamak, memakai are) Pada umumnya kata benda jamak dibentuk dengan menambahkan s atau es pada kata benda tungga, dengan beberapa ,perkecualian (Murphy, 1985:213). Cara membentuk kata benda jamak: a) Dengan menambahkan s pada kata benda tunggal: Tunggal door school Jamak doors schools Arti pintu sekolah (Murphy, 1985:213)

27

b) Dengan menambahkan es jika kata benda tunggal itu berakhir huruf s, x, z, ch, dan sh.

Tunggal ass bus box buzz bench brush

Jamak asses buses boxes buzzes benches brushes

Arti keledai bus kotak dengungan bangku sikat (Murphy, 1985:213)

c) Dengan menambahkan es jika kata benda tunggal itu berakhir huruf o :

Tunggal hero negro tomato mango

Jamak heroes negroes tomatoes mangoes

Arti pahlawan orang negro tomat mangga (Murphy, 1985:213)

Akan tetapi hanya dengan menambahkan s saja, jika kata benda tunggal itu berakhir huruf oo, io, -oe, atau yo, dan beberapa kata benda berakhiran o yang didahului oleh sebuah konsonan (huruf mati) di bawah ini (Murphy, 1985:213): Tunggal radio photo dynamo proviso Jamak radios photos dynamos provisos Arti radio foto dinamo ketentuan, syarat

28

(Murphy, 1985:213) d) Dengan mengubah y menjadi i lalu ditambah es, jika y didahului oleh sebuah huruf mati:

Tunggal baby lady duty library

Jamak babies ladies duties libraries

Arti bayi wanita tugas/kewajiban perpustakaan (Murphy, 1985:214)

e) Dengan mengubah f atau fe menjadi ves: Tunggal Jamak Arti calf knife shelf wolf calves knives shelves wolves anak sapi pisau rak/papan serigala (Murphy, 1985:214) Bentuk jamak yang tidak beraturan (irregular plurals) Sejumlah kata benda mempunyai bentuk jamak yang tidak beraturan (Murphy, 1985:214). a) Dengan mengadakan perubahan vocal (huruf hidup) yang di dalamnya: Tunggal man foot woman tooth goose loose mouse Jamak men feet woman tooth geese lice mice Arti pria kaki wanita kaki angsa kutu tikus

29

(Murphy, 1985:215) b) Dengan memberikan en atau ne untuk membentuk jamaknya:

Tunggal ox child brother cow

Jamak oxen children brethren kine

Arti lembu jantan anak saudara sapi (Murphy, 1985:215)

c) Kata-kata benda yang mempunyai bentuk jamak yang sama dengan bentuk tunggalnya: Tuggal swine deer sheep fish Jamak swine deer sheep fish Arti babi rusa domba ikan (Murphy, 1985:215)

d) Kata-kata benda yang selalu dalam bentuk jamak dan tidak mempunyai bentuk tunggal: Jamak Glasses Arms Bellows Scissors Trousers Shoes Arti kacamata senjata hembusan gunting celana panjang sepatu

30

Shorts

celana pendek (Murphy, 1985:215)

2) Adalah (to be) To be (is, am, are) berarti ada atau adalah, tetapi dalam bahasa Indonesia, pada umumnya to be tidak diterjemahkan (Murphy, 1985:215). To be digunakan sebagai penghubung antara subjek dan predikat. Predikat suatu kalimat dapat terdiri atas: a) Kata sifat (adjective) b) Kata benda (noun) c) Kata keterangan/tambahan (adverb) d) Kata kerja (verb) yang menyatakan sedang melakukan sesuatu. To be menghubungkan subjek dan predikat, to be dapat berubah-ubah sesuai dengan subjek (pelaku) (Murphy, 1985:215). Contoh: a) Predikat kalimat kata sifat: 1) 2) 3) 4) I am happy You are right He is handsome We are healthy = Saya gembira = Anda benar = Ia (laki-laki) tampan = Kami sehat (Murphy, 1985:215) b) Predikat kalimat kata benda :

31

1) 2) 3) 4)

I am a teacher You are a physician He is a student She is a singer

= Saya (adalah) seorang guru = Anda seorang dokter = Ia seorang siswa = Ia seorang penyanyi (Murphy, 1985:215)

c) Predikat kalimat kata keterangan: 1) 2) 3) 4) I am in the room You are in the class We are at home She is in the garden = Saya di dalam kamar = Anda di dalam kelas = Kami di rumah = Dia berada di kebun (Murphy, 1985:215) d) Predikatnya kata kerja yang menyatakan sedang melakukan sesuatu: 1) I am reading a book 2) You are studying English 3) We are sitting 4) She is watching television = Saya sedang membaca buku = Anda sedang mempelajari bahasa Inggris = Kami sedang duduk = Dia sedang menonton televise (Murphy, 1985:215)

3) Kalimat Verbal Kalimat verbal adalah kalimat yang predikatnya terdiri atas kata kerja. Kata kerja yang belum berfungsi dalam kalimat diawali dengan to dan disebut Infinitive atau Non-Finite Verb (Murphy, 1985:216). To study To read belajar membaca

32

To write To speak

menulis berbicara

Akan tetapi, bila kata kerja itu telah dipakai sebagai predikat, maka: to tidak dipakai lagi.

Subject I/We You He/She They

Predicate Study Read Writes speak

Object English everyday English everyday English everyday English everyday (Murphy, 1985:216)

Macam-macam kalimat verbal Dalam kalimat verbal bila kita ingin membuat: (1) Kalimat negative, disertai kata kerja bantu. Kata kerja bantu itu biasanya berbentuk: a) Do not, bila subjeknya jamak, seperti: we, you dan they atau kalau subjeknya tunggal, seperti: I dan You. (Murphy, 1985:216). b) Does not, bila subjeknya tunggal, seperti: he, she dan it Kata kerja bantu ini akan diletakkan sesudah subjek misalnya: I do not study English everyday He does not (doesnt) study English everyday (Murphy, 1985:216).

33

(2) Kalimat negative interrogative, dipakai juga peraturan seperti no. 1 di atas, tetapi dengan meletakkan kata kerja bantu itu di depan subjeknya dalam kalimat (Murphy, 1985:216). Contoh: Dont you study English everyday? Doesnt he study English everyday?

(3) Kalimat Tanya (interrogative) Digunakan kata kerja bantu: Do, untuk subjek Does, untuk subjek Contoh Do you read a book everyday? Does he read a book everyday? : I, you, we, they : he, she , it

(4) Kalimat perintah (imperative) Kata kerja langsung diletakkan paling depan atau sesudah please/dont. (Murphy, 1985:217). Contoh: Study, please

34

Please, speak Dont run (Murphy, 1985:217). 4) Indefinite numerals Menunjukkan bilangan jenis tertentu tanpa mengatakan secara tepat berapa bilangan itu. Oleh karena itu disebut Indefinite Numerals. (Murphy, 1985:219). Kata-kata sifat utama golongan ini adalah: all, some, enough, no, many, few, several. Contoh. All men are mortal Some men die young Fifteen men will be enough No men were present Many men are poor Few men are rich Several men came (Murphy, 1985:219).

5) Tingkat perbandingan (degree of comparison) Kebanyakan kata sifat yang menunjukkan sifat, dua buah kata sifat kuantitatif, yaitu much dan little, dan dua buah kata sifat bilangan, yaitu many dan few, mempunyai tingkat perbandingan (degree of comparison). (Murphy, 1985:220).

35

Tingkat perbandingan berjumlah tiga tingkat, yaitu: The positive degree (tingkat biasa) The comparative (tingkat lebih/perbandingan) The superlative (tingkat paling) (Murphy, 1985:220). Kata sifat yang terdiri dari satu suku kata dan beberapa kata sifat bersuku kata dua dapat dibentuk Comparative dengan menambahkan -er atau r, dan Superlative dengan menambahkan est dan est ditambahkan. (Murphy, 1985:223).

Positive (bentuk kata positive) Rich Thick Fast Small great

Comparative (bentuk komparatif) Richer Thicker Faster Smaller Greater

Superlative (bentuk superlatif) Richest Thickest Fastest Smallest Greatest

(Murphy, 1985:223). Kata sifat yang bersuku kata dua (yang tekanan suaranya jatuh pada suku kata awal) atau lebih, ditambahkan more untuk membentuk Comparatives dan most untuk Superlatives.

Positive (bentuk kata positive) Famous Useful Beautiful Interesting difficult

Comparative (bentuk komparatif) more famous more useful more beautiful more interesting more difficult

Superlative (bentuk superlatif) most famous most useful most beautiful most interesting most difficult

36

Beberapa kata sifat dibentuk dengan cara tak beraturan (irregular) untuk Comparatives dan superlatives (Murphy, 1985:225). Positive (bentuk kata positive) Bad Good Little Much Fore Comparative (bentuk komparatif) worse better less more former Superlative (bentuk superlatif) Worst Best Least Most Foremost

6) Kata kerja bantu (auxiliary verbs) Auxiliary verbs adalah kata kerja bantu yang diletakkan di depan kata kerja pokok untuk membentuk bentuk waktu (tense), ragam grammatikal (voice) dan modus (mood) (Murphy, 1985:226). Misalnya: can, could, may, might, must, shall, should, will, would, ought, dsb. Be (is, am, are, was, were, been), do (do, does, did), have (have, has, had), need, dare dan used to kadang-kadang juga dipakai sebagai Auxiliary Verbs (kata kerja bantu).

2.3.5 Kata Dalam kegiatan berkomunikasi kata-kata dijalinsatukan dalam suatu konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah sintaksis yang ada dalam suatu bahasa. Yang penting adalah pengertian yang tersirat di balik kata yang digunakan harus mampu dipahami oleh orang lain sehingga tercipta komunikasi dua arah

37

yang baik dan harmonis. Keraf (2007: 23) memberikan pengertian kata sebagai suatu unit dalam bahasa yang memiliki komponen tertentu dan secara relative memiliki distribusi yang bebas. Kata menurut pemakaian bahasa oleh Arifin dan Junaiyah (2008:2) didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang diujarkan, bersifat berulang ulang, dan secara potensial dapat berdiri sendiri. Kosa kata atau perbendaharaan kata adalah jumlah seluruh kata dalam suatu bahasa; juga kemampuan kata-kata yang diketahui dan digunakan seseorang dalam berbicara dan menulis. Kosa kata dari suatu bahasa itu selalu mengalami perubahan dan berkembang karena kehidupan yang semakin kompleks. Dengan mengerti kegunaan dan fungsi dari suatu kata dan bagaimana kata-kata dapat tergabung dan menyatu membuat sebuah komunikasi yang bermakna. Sebagian besar siswa tidak mampu berkomunikasi yang benar secara gramatikal karena mereka tidak mengetahui kegunaan dan fungsi dari tiap-tiap bagian dari berbicara. Bagian-bagian tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1) Kata benda atau nomina (noun) Kata benda sering digunakan untuk menamai seseorang, tempat atau benda. Door, hand, school ,day adalah contoh dari noun. Noun (kata benda) dapat dibedakan menjadi dua sub kelass. Satu diantaranya memiliki dua bagian . (Finegan, 1992: 115) a. Proper Noun Proper Nouns adalah nama orang-orang, tempat, dan sesuatu yang biasanya diawali dengan huruf kapital pada bagian awal penulisan.

38

Contoh:

Debbie

Mars

b. Common Noun Common Nouns biasanya tidak diawali dengan huruf kapital pada awal penulisan katanya, kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat. Common Nouns dapat dibedakan menjadi dua bagian (Finegan, 1992: 115): Count Nouns Cup Coin loaf stalk

plank sheet

Count nouns merupakan kata benda yang dapat dihitung dan memiliki bentuk tunggal dan bentuk jamak (Finegan, 1992: 115). . Noncount Nouns money bread hay Milk wood paper

Noncount Nouns merupakan kata benda yang tidak dapat dihitung dan dalam bentuk tunggalnya tidak dapat ditambahkan kata a atau an didepan kata tersebut (Finegan, 1992: 115)

Akhiran Pembentuk Kata benda Berikut ini akan dijelaskan beberapa akhiran yang dapat membentuk suatu kata menjadi kata benda. (Finegan, 1992: 116)

a) Pembentuk agen atau objek

39

-er -or -ar -ant -ist -ee

: driver, employer, examiner, writer : actor, collector, director, educator, elevator : beggar, liar : accountant, assistant, attendant, combatant, servant : biologist, chemist, economist, dentist, scientist : employee, examinee, refugee, referee, invitee (Finegan, 1992: 116)

b) Pembentuk kata benda dari kata kerja (verb) -age -al : breakage, coverage, drainage, marriage, leakage : approval, arrival, refusal

-ance : acceptance, appearance, performance -ery : delivery, discovery,recovery

-ment : agreement, arrangement, employment, management -sion : collision, decision, division, confusion -ation : education, attention, solution -ure : departure, failure, closure (Finegan, 1992: 116) c) Pembentuk kata benda abstrak dari kata sifat (adjective) -ance/-ence -ity -ness -th : importance, absence, presence, diligence : ability, activity, equlity, divinity : darkness, happiness, kindness : length, strength, truth, width

40

(Finegan, 1992: 117) 2) Kata kerja (verb) Verb (kata kerja) sering ditujukan sebagai sebuah kata yang menunjukkan aksi atau tindakan (Gebhard, 1996: 42). Verb (kata kerja) dapat membentuk sebuah kelas kata, adapun bagianbagiannya adalah: a. Melakukan suatu pekerjaan: take, go, jump, talk, ran b. Dapat membuat suatu bentuk ing, atau infinitive (bentuk to-) to swim/swimming to listen/listening to be/being to write/writing c. Dapat dikombinasikan dengan kata benda, determiners, dan kata ganti, untuk memberitahu kita siapa (atau apa) yang dilakukan, untuk apa, dan untuk siapa. We slept soundly They played hockey Adam gave Tia a gift

d. Dapat muncul baik dalam bentuk sendiri (single verns) maupun dalam bentuk kelompok (verbs groups) yaitu suatu untaian kata yang berkombinasi membentuk satu arti. (Finegan, 1992: 226) Single Verbs Know Verbs Groups Have known

learns

discover

is learning

will discover

Kata kerja mempunyai dua bagian sub kelas:

41

a. Lexical verbs (dapat dikatakan dictionary verbs) adalah kata kerja uang mempunyai arti. Run, jump, sit, stand; b. Auxiliary verbs/kata kerja bantu (dapat dikatakan helping verbs) adalah kata kerja yang biasanya digunakan untuk tujuan gramatikal daripada untuk arrti; They have all gone They will not return They did not see the snow Kata kerja yang ditebalkan di atas tidak memiliki arti, mereka adalah auxiliary (kata kerja bantu). Tanpa mereka kalimat tetap memiliki arti tetapi tidak gramatikal. They all gone They not return They not see the snow (Finegan, 1992: 226)

3) Kata sifat (adjective) Kata sifat sering ditujukan sebagai sebuah kata yang menjelaskan atau memberikan informasi lebih tentang noun atau pronoun (Gebhard, 1996: 46). Kata sifat menjelaskan kata benda dalam bentuk sebagai keterangan ukuran, warna, dan nomber. Kata sifat memiliki tiga sub kelas sebagai berikut. a. Descriptive adjective Descriptive adjective adalah tipe adjective yang paling umum. (Finegan, 1992: 227). Beberapa dari tipe ini terbentuk dari anggota kelas kata lain yang diikuti oleh akhiran. (reason -> reasonable,

42

wonder -> wonderful). Beberapa contoh descriptive adjective yang menyatakan kualitas: Beautiful Stupid smart clever ugly patient pretty honest

b. Proper Adjectives Tipe ini biasanya dibentuk dengan akhiran dari proper nouns. Layaknya seperti proper nouns, proper adjectives biasanya dimulai dengan huruf kapital. Proper Noun Australia China Shakespeare Proper Adjective Australian Chinese Shakesperian (Finegan, 1992: 228)

c. Verbal Adjectives Kata sifat verbal adalah kata kerja yang berfungsi sebagai kata sifat.

1) Bentuk ing (present participle): Shaking taking noting

2) Bentuk -en (past participle), biasanya dengan akhiran en atau ed. Shaken taken noted

Dari penjelasan diatas, kita dapat merangkum akhiran kata yang dimiliki oleh kata sifat yang diderivasi dari kelas kata lain. (Hartanto, 1996: 67) -able :comfortable -ish : greyish

43

-ful -al -ic

: playful : physical : scientific

-less -ous -y

: useless : dangerous : dirty

Empat Kriteria Kata Sifat a) Dapat berfungsi sebagai atributif (yang terletak diantara determiner dan kata benda, misalnya an ugly painting b) Dapat berfungsi sebagai predikatif (sebagai komplemen subjek), atau sebagai komplemen objek. The painting is ugly I thought the painting ugly c) Dapat diberi premodifier very They are very happy The very happy children d) Dapat mengambil bentuk komparatif dan superlaatif baik secara infleksi [=dengan akhiran er dan est] maupun secara perifrastik [= dengan menggunakan more dan most]. Happy-happier-happiest [secara infleksi] Intelligent-more intelligent-most intelligent [secara perifrastik] 4) Kata keterangan (adverb) Kata keterangan biasanya dimaksudkan sebagai kata yang memberikan informasi lebih tentang verb, adjective atau adverb lainnya. Secara morfologi kata keterangan dapat dikelompokkan sebagai berikut. a) Adverb sederhana, misalnya: just, only, well. b) Adverb majemuk, misalnya: somehow, somewhere, therefore

44

c) Adverb derivasional. Banyak dari adverb yang diderivasi dari adjective (kata sifat) dengan diberi akhiran ly: oddly, interestingly,warmly, quickly (Finegan, 1992: 238) 5) Kata ganti (pronoun) Kata ganti sering dimaksudkan sebagai sebuah kata yang bisa digunakan sebagai sebuah noun. Kata ganti dapat dibedakan menjadi empat sub kelas. a. Personal pronoun Personal pronoun mengacu pada kamu, aku dan kepada orang lain. Daftar dibawah ini menunjukkan bentuk yang berbeda dari personal pronouns.

Subjective Pronoun I You He She It We You They

Objective pronoun me you him her it us you them

Possessive pronoun mine yours his hers its ours yours theirs

Possessive determiners my your his her its our your their

Emphatic reflexive pronouns myself yourself himself herself itself ourselves yourselves themselves

b. Indefinite pronouns Indefinite pronouns adalah some-, any-, no-,every-, yang

dikombinasikan dengan body, -one, -thing: Somebody Someone Something anybody anyone anything nobody everybody no one everyone nothing everything

45

c. Interogative pronoun Interogative pronoun adalah pronoun yang digunakan dalam bentuk tanya. Terdapat lima interrogative pronouns: Who? Whom? Whose? What? Which?

d. Relative pronouns Relative pronouns terletak pada bagian depan dari adjective clauses (disebut juga dengan relative clauses) yang memodifikasi sebuah noun atau sebuah pronoun. Relative pronouns yang paling umum adalah: Who That whom when whose where which

6) Kata depan (preposition) Kata depan adalah sebuah kata yang menunjukkan hubungan dengan katakata lainnya dalam suatu kalimat. (Finegan, 1992: 240) Hubungan tersebut antara lain: arah, tempat, waktu, sebab, cara, dan jumlah. Kata depan dapat diidentifikasi berdasarkan fungsinya yang menunjukkan hubungan anatar sesuatu. Berikut adalah daftar dari lima puluh kata depan yang paling umum. Aboard About Above Across After Against Along Amid Among behind below beneath beside between beyond by despite down in inside into like minus near next of off over past plus round through to towards under unlike

46

Around At Before

during except from

on onto out

up with

Dalam garis besarnya makna preposition berkaitan dengan perihal berikut: a) Ruang (in, on, outside) b) Waktu (in, at, on, during, since, for) c) Arah atau gerak (into, up, down) d) Sebab (because of, due to, thank to, owing to, on account of) e) Hal (about, on, concerning, instead of) f) Alat, cara, dan lain-lain (with a hammer in amazement, in blue dress)

7) Kata penghubung (conjunction) Kata penghubung adalah sebuah kata yang menghubungkan kata-kata atau kelompok kata lainnya. (Finegan, 1992: 241). Kata penghubung dapat dibedakan menjadi dua bagian: a. Coordinating conjuctions and, but, either or, neither nor b. Subordinating Conjuctions Kata benda Adjectival Adverbial whoever, whichever, that who, whom, which, that if, unless, when, because

8) Kata seru (interjections)

47

Kata seru adalah sebuah kata seperti urrgh!, gosh!, wow!, yang menunjukkan ungkapan emosi atau seperti senang, kaget, terkejut, dan jijik, tapi tidak menunjuk pada arti lain. (Finegan, 1992: 241). Interjection jarang digunakan dalam berbicara atau menulis.

2.3.5 Penelitian Tindakan Kelas Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut juga dengan Classroom Action Research (CAR) adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas. (Burns, 2009: 6). Fokus PTK adalah pada siswa atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas. Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di kelas dan meningkatkan kegiatan nyata Guru dalam pengembangan profesionalnya. Secara rinci, tujuan PTK antara lain: (1) Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah, (2) Membantu Guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran, (3) Meningkatkan sikap

profesional pendidik dan tenaga kependidikan, (4) Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan. (Burns, 2009: 8) Dari PTK dapat dihasilkan upaya-upaya (1) peningkatan atau perbaikan terhadap kinerja belajar siswa di sekolah, (2) peningkatan atau perbaikan mutu proses pembelajaran di kelas, (3) peningkatan atau perbaikan

48

kualitas penggunaan media, alat bantu, dan sumber belajar lainnya, (4) peningkatan atau perbaikan kualitas prosedur dan alat evaluasi untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa, (5) peningkatan atau perbaikan terhadap masalah-masalah pendidikan anak di sekolah, dan (6) peningkatan atau perbaikan kualitas penerapan kurikulum dan pengembangan kompetensi siswa di sekolah. (Trianto, 2011: 18) PTK ini memiliki keunggulan antara lain: 1) peneliti atau guru tidak perlu meninggalkan kelas atau pekerjaannya; 2) tidak memerlukan biaya yang tinggi dan dapat dilakukan kapan saja; 3) hasil penelitiannya yang direncanakan dapat dirasakan; 4) bila treatment (perlakuan) dilakukan kepada responden, mereka dapat merasakan hasilnya; Treatment yang dilakukan memberikan motivasi kepada subjek didik untuk menghasilkan perubahan sikap. Penelitian tindakan kelas sangat bermanfaat untuk memperluas kemampuan dan memperoleh pemahaman yang lebih tentang kelas, siswa dan diri sendiri sebagai guru. (Trianto, 2011: 18) Lewin (dalam Suparno, 2008: 11) mengembangkan model spiral dalam penelitian tindakan yang kemudian menjadi sumber acuan dan banyak dikembangkan oleh para ahli lainnya sebagai berikut:

(1) Perencanaan

(5) Aksi berikutnya

(4) Refleksi

(2) Tindakan

49

(3) Observasi (Suparno, 2008: 11)

Berdasarkan bagan di atas, penelitian tindakan kelas sebagai sebuah siklus menggambarkan seperangkat langkah-langkah untuk selanjutnya diadakan perencanaan ulang, pengamatan ulang dan refleksi ulang. Burns (2009: 8) memberikan penjelasan tentang langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan sebagai berikut: 1) Perencanaan Fase ini memegang peranan yang penting karena dsalam fase ini rencana tindakan dikembangkan berdasarkan permasalahan yang ada di lapangan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan di era yang lebih khusus. (Burns, 2009: 8)

2) Tindakan Rencana yang melibatkan intervensi pada situasi pengajaran harus dipertimbangkan dengan baik untuk dilaksanakan tindakan dengan batasan waktu yang ditentukan. 3) Pengamatan ke dalam suatu

50

Fase ini mencakup pengamatan secara sistematis dampak dari tindakan yang dilakukan dan mencatat/ mendokumentasikan konteks, kegiatan, dan opin dari semua yang ikut terlibat di dalamnya. 4) Refleksi Pada fase ini, guru melihat kembali kegiatan yang telah dilakukannya. Dengan kata lain, guru menggambarkan, mengevaluasi, dan

mendeskripsikan dampak dari tindakan yang dilakukan dengan tujuan memberikan penjelasan yang rasional dan memahami permasalahan yang telah dikaji lebih jelas. (Burns, 2009: 8)

2.3.6 Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif perlu dipahami oleh setiap guru bahasa Inggris agar dapat menyusun perencanaan pengajaran, melaksanakan penyajian materi pelajaran, mengevaluasi hasil belajar dan proses pembelajaran dengan baik. (Dewi, 2003 : 23). Pendekatan komunikatif dipandang sebagai pendekatan yang unggul dalam pengajaran bahasa. Keunggulan ini antara lain karena berdasarkan pada pandangan ilmu bahasa dan teori belajar bahasa yang mengutamakan pemakaian bahasa sesuai dengan fungsinya. Di samping itu, tujuan pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah membentuk komunikatif siswa. Artinya, melalui berbagai kegiatan pembelajaran diharapkan siswa menguasai kemampuan berkomunikasi yakni kemampuan menggunakan bentuk-bentuk

51

tuturan sesuai dengan fungsi-fungsi bahasa dalam proses pemahaman maupun penggunaan. (Brumfit, 1979 :42)

2.3.6.1 Hakikat Pendekatan Komunikatif Munculnya istilah pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa diilhami oleh suatu teori yang memandang bahasa sebagai alat berkomunikasi. Berdasarkan teori tersebut, maka tujuan pembelajaran bahasa dirumuskan sebagai ikhtisar untuk mengembangkan kemampuan yang disebut kompetensi

komunikatif. (Brumfit, 1979 :43)

2.3.6.2 Prosedur pembelajaran komunikatif

Berkenaan dengan prosedur pembelajaran dalam kelas yang berdasarkan pendekatan komunikatif, Brumfit (1979) menawarkan garis besar kegiatan pembelajaran untuk tingkat sekolah menengah atas. Garis besar tersebut sebagai berikut.

a) Penyajian dialog singkat

Penyajian ini didahului dengan pemberian motivasi dengan cara menghubungkan situasi dialog dengan pengalaman pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.

b) Pelatihan lisan dialog

Pelatihan dialog singkat diawali dengan contoh yang dilakukan oleh guru. Para siswa mengulang contoh lisan gurunya, baik secara bersama-sama, setengah, kelompok kecil, atau secara individu.

52

c) Tanya-jawab

Hal ini dilakukan dua fase. Pertama, tanya-jawab yang berdasarkan topik dan situasi dialog. Kedua, tanya-jawab tentang topik itu dikaitkan dengan pengalaman pribadi siswa.

d) Pengkajian

Siswa diajak untuk mengkaji salah satu ungkapan yang terdapat dalam dialog. Selanjutnya, para siswa diberi tugas untuk memberikan contoh ungkapan lain yang fungsi komunikatifnya sama.

e) Penarikan simpulan

Siswa diarahkan untuk membuat simpulan tentang kaidah tata bahasa yang terkandung dalam dialog.

f) Aktivitas interpretatif

Siswa diarahkan untuk menafsirkan beberapa dialog yang dilisankan.

g) Aktivitas produksi lisan

Dimulai dari aktivitas komunikasi terbimbing sampai kepada aktivitas yang bebas.

h) Pemberian Tugas

53

Memberikan tugas tertulis sebagai pekerjaan rumah

i) Evaluasi

Evaluasi pembelajaran dilakukan secara lisan

Memperhatikan prosedur di atas, dapat dilihat adanya kesamaan antara prosedur pembelajaran yang berdasarkan prinsip pendekatan struktural.

Lain halnya yang disodorkan oleh Littlewood adalah prosedur metodologis yang terbagi atas kegiatan pra-komunikatif dan kegiatan komunikatif. Sejalan dengan itu, Harmer (1983) mengemukakan bahwa tahap-tahap pembelajaran bahasa komunikatif harus dimulai dari aktivitas nonkomunikatif menuju aktivitas komunikatif. Dalam fase kegiatan nonkomunikatif, para pembelajar belum memiliki keinginan untuk berkomunikasi, juga mereka tidak memiliki tujuan berkomunikasi.

Pada tahap ini peranan guru masih dominan, guru masih sering melakukan intervensi. Dalam fase komunikatif, pembelajar sudah memiliki keinginan dan tujuan berkomunikasi. Pembelajar tidak lagi menitikberatkan pada bentuk, tetapi pada isi. Berkenaan dengan penggunaan pendekatan komunikatif Littlewood, mengemukakan ada dua kegiatan komunikatif yang perlu dikenal, yaitu:

(1) Kegiatan komunikasi fungsional; (2) Kegiatan interaksi sosial.

54

Kegiatan komunikasi fungsional dapat berupa kegiatan berbahasa untuk saling membagi informasi dan kegiatan berbahasa untuk mengolah informasi yang keduanya dapat dirinci menjadi: (a)kegiatan saling membagi informasi dengan kerja sama yang terbatas; (b) kegiatan saling membagi informasi dengan kerja sama yang tidak terbatas; (c) kegiatan saling membagi informasi dan mengolah informasi; (d) kegiatan mengolah informasi. Kegiatan interaksi sosial dapat berupa: (a)dialog dan bermain peran; (b) simulasi; (c) memerankan lakon pendek yang lucu; (d) improvisasi; (e) berdebat; dan (f) melaksanakan berbagai bentuk diskusi.

2.3.7 Penilaian Penilaian merupakan proses untuk menentukan nilai seseorang melalui pengukuran untuk memperoleh informasi yang berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) tentang hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi peserta didik dengan menggunakan patokan-patokan tertentu. Ada dua macam pendekatan yang digunakan dalam prosedur penilaian kegiatan berbicara siswa menurut Madsen (1983: 91-95) yaitu holistic scoring dan objectified scoring. Holistic scoring cenderung dipilih ketika guru mengevaluasi bermacam-

55

macam kriteria/ aspek yang luas secara spontan misalnya ketepatan, kelancaran, tata bahasa, kosakata dan pengucapan. Sedang objectified scoring difokuskan untuk mengevaluasi aspek yang terbatas sesuai dengan tujuan diadakannya penilaian. Dalam pelaksanaan penilaian, baik menggunakan pendekatan holistic maupun objectified penilaian harus memiliki kriteria.

2.3.8 Tes dan Non-Tes

Trianto (2011: 61) memberikan definisi tes sebagai alat yang digunakan untuk mengukur tingkat ketuntasan belajar siswa berupa nilai yang diperoleh dari pelaksanaan tes sedangkan non-tes adalah cara lain mengukur segala sesuatu yang tidak teramati dalam proses belajar mengajar yang mana alat pengukuran non-tes antara lain berupapedoman observasi, skala sikap, daftar cek, catatan riwayat kelakuan dan jaringan sisiomentrik. Selain kemampuan menggunakan bahasa Inggris dalam berbicara salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar adalah partisipasi siswa secara sukarela dalam kegiatan belajar mengajar. Cara untuk mendapatkan informasi hasil belajar siswa dalam hal ini berbeda yaitu dengan menggunakan tes (mengukur kemampuan yang dapat diamati) dan non-tes (yang berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati oleh indera).

2.3.9 Metode Debat plus Metode debat plus ini merupakan metode debat yang diadopsi dari sistem debat Australasia parliamentari (Australasian parliamentary Debate) milik Simon (2005). Pembelajaran dengan menggunakan metode Debat Plus adalah suatu

56

metode pembelajaran dimana seluruh siswa diharuskan untuk tampil aktif dan cepat dalam mencerna, menyikapi, kemudian merespon/bersikap dengan menyampaikan pendapat/pemikirannya berdasarkan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman mereka selama ini terhadap suatu fenomena/permasalahan aktual yang sedang terjadi disekitarnya. Penggunaan kata plus dimaksudkan untuk menyampaikan pesan adanya modifikasi terhadap metode ini sehingga siswa diajak belajar sambil bermain dengan berbagai permainan (games). Adapun untuk tema debat akan dipilihkan tema yang terkait dengan topik materi yang dipelajari pada saat itu, tema dari kejadian/fenomena aktual yang menantang namun tidak asing. Metode Debat Plus tersebut juga sangat fleksibel mengingat guru sangat mungkin untuk menambah, menyederhanakan serta mengembangkan lagi sesuai kebutuhan, kondisi serta tujuan penelitian sendiri. Melalui jurnal Guru dan jurnal siswa dapat dilihat distribusi keaktifan, keterampilan, kemampuan para siswa, serta pesan dan kesan siswa terkait dengan metode debat.

Semua hal tersebut tentunya untuk menghidupkan suasana belajar siswa. Diharapkan dengan kondisi yang menyenangkan tersebut motivasi siswa akan meningkat dari awal sampai akhir pelajaran, sehingga akan memberikan efek berganda seperti bertambah mudahnya siswa dalam memahami konsep tanpa terasa seolah terdoktrinasi serta meningkatkan kemampuan menghubungkan berbagai variabel konsep dengan kondisi riel yang terjadi di lapangan. Semua itu muaranya kearah peningkatan atau perbaikan prestasi siswa.

57

Disinilah guru dituntut untuk merancang metode pembelajaran yang selain mampu mengembangkan kompetensi ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik juga metode itu harus berpusat pada siswa, menyenangkan, mudah diterapkan, tidak membutuhkan waktu panjang & berbagai peralatan serta tidak membutuhkan biaya tinggi Ada dua hal yang berkaitan dengan metode debat plus, yaitu pengertian dan berbagai aktivitas dalam metode debat plus. Istilah debat berasal dari bahasa Inggris, yaitu debate. Istilah tersebut identik dengan istilah sawala yang berasal dari bahasa Kawi yang berarti berpegang teguh pada argumen tertentu dalam strategi bertengkar atau beradu pendapat untuk saling mengalahkan atau memenangkan lidah. Jadi, definisi debat sendiri adalah suatu cara untuk menyampaikan ide secara logika dalam bentuk argumen disertai buktibukti yang mendukung kasus dari masingmasing pihak yang berdebat. Debat plus dilakukan dengan cara berkelompok, yaitu ada dua pihak yang di sini masingmasing memegang peranan sebagai pihak positif dan negatif. Selain itu, mereka mencoba mempertahankan argumen mereka dengan di dukung oleh buktibukti serta faktafakta yang mendukung kasus mereka, namun terlebih dahulu sebelum mereka melakukan hal tersebut kedua belah pihak harus memberikan suatu parameter yang jelas mengenai kasus (motion) mereka atau memberikan suatu definisi yang menjelaskan kemana arah dari kasus mereka.(Simon, 2005:12).

58

(1) Tujuan debat plus Tujuan dari debat plus adalah upaya kedua belah pihak yang mencoba membangun suatu kasus dengan didukung oleh argumenargumen yang mendukung kasus mereka di mana cara membuat satu argumen yang baik dan benar adalah suatu argumen selalu berdasarkan pada pertanyaanpertanyaan dasar berupa; Apa (What),Mengapa (Why), Bagaimana (How), dan Kesimpulannya (So What is the conclusion). Dalam debat plus diperlukan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. (Hubert, 2008: 2). Aspek-aspek linguistik keterampilan berbicara bahasa Inggris menjadi target utama dalam debat plus ini. Berbeda dengan debat pada umumnya yang lebih menekankan pada analogi pola pikir yang benar mengenai pengetahuan pengetahuan umum atau kasus kasus yang sedang terjadi di dalam masyarakat dan lebih menekankan pada metode dan aturan-aturan dalam debat. Dalam debat plus, diperlukan pula kemampuan merespon suatu masalah dikarenakan di sini terjadi adanya suatu proses saling mempertahankan pendapat antara kedua belah pihak. Di dalam debat plus dilarang menyangkutpautkan suku, agama, ras, dan adat, disebabkan di dalam debat plus sendiri kita masih menggunakan etika sebagai seorang manusia untuk berpendapat.

(2) Topik debat plus Topik debat plus, atau yang biasa disebut motion, adalah suatu permasalahan umum yang terjadi di dalam masyarakat dan diketahui secara global oleh setiap orang. Dalam metode debat plus ini, topik diambil dari judul bab yang

59

terdapat dalam buku panduan yang dipakai guru dan siswa sesuai dengan silabus pembelajaran yang digunakan.

(3) Langkah-langkah debat plus Di dalam melakukan debat plus ada langkah langkah yang harus ditempuh di dalam aplikasinya, adapun langkah langkahnya adalah sebagai berikut: (a) Guru menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario pembelajaran (b) Siswa mendengarkan penjelasan singkat guru tentang materi yang dipelajari dan materi yang akan didiskusikan melalui perdebatan. Guru telah menyampaikan tindakan yang akan diujicobakan pada pertemuan minggu kemarin agar kegiatan belajar mengajar tidak terganggu serta berjalan wajar. (c) Guru menyampaikan aturan main (rule of game) serta semua hal, tahapan atau langkah yang harus dilaksanakan dalam kegiatan perdebatan nanti, termasuk perbedaan- perbedaan Debat Plus dengan debat secara umum. (d) Guru membagi 2 (dua) kelompok siswa yang saling berhadapan, yakni pro (setuju) dan pihak kontra (tidak setuju) dengan jumlah anggota yang sama melalui game tak tik tuk tok untuk menentukan anggota kelompok. (e) Melalui Game ini siswa disuruh membentuk lingkaran/segi empat (disesuaikan space ruang) kemudian seluruh siswa diharuskan mengucapkan kata TAK TIK TUK TOK secara bergantian. Siswa yang mengucapkan kata TAK akan bergabung 1 kelompok dengan siswa yang mengucapkan kata TUK,

60

sedangkan siswa yang mengucapkan kata TIK 1 kelompok dengan siswa yang mengucapkan TOK. (f) Guru mengingatkan kembali caracara berkomunikasi dan berpendapat yang efektif dan benar serta poinpoin utama yang harus siswa pegang dari kegiatan Debat Plus. (g) Setelah itu guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara/ menyampaikan pemikirannya kemudian ditanggapi/dibahas oleh kelompok yang kontra, demikian seterusnya sampai diharapkan seluruh siswa bisa mengemukakan pendapatnya. (h) Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis pointer/inti ideide dari setiap siswa di lembar/catatan guru yang ditempel di tembok, baik yang pro ataupun yang kontra. Dari catatan ini guru dapat melihat distribusi siswa yang aktif dan yang kurang/tidak aktif. (i) Untuk mempermudah proses pencatatan ide dan namanama siswa selama perdebatan berlangsung guru memberikan semacam Kartu pengenal bernomor yang berbeda warna pada 2 kelompok tersebut. (j) Guru melaksanakan kegiatan Debat dengan 2 tema, namun per 1 (satu) tema selesai guru harus memberikan arahan, penjelasan/tambahan konsep, kesimpulan serta menentukan pemenang debat pada tema tersebut.

61

(k) Kriteria penilaian pemenang Debat berasal dari kekompakan kelompok (kecepatan dalam memberikan tanggapan) sebelum batas waktu yang ditentukan serta distribusi keaktifan dari kelompok tersebut. (l) Setelah sesi pertama selesai, guru melanjutkan kegiatan Debat kembali dengan tema selanjutnya. (m) Saat Debat berlangsung guru harus memberikan batasan waktu melalui ketukan (misal 5 ketukan) untuk mempersilahkan kelompok lain untuk memberikan tanggapan. Apabila setelah batasan waktu (misal 5 ketukan) telah terlewati dan suatu kelompok yang mendapat giliran untuk memberikan tanggapan belum/tidak bisa memberikan tanggapan, maka kelompok tersebut dinyatakan kalah. (n) Kemudian jika perdebatan berlangsung imbang (dua kelompok sama sama mampu memberikan tanggapan), maka melalui lembar/catatan, guru akan bisa melihat distribusi keaktifan siswa dan menentukan kelompok mana yang paling merata keaktifannya dan kelompok mana yang masih didominasi oleh siswa siswa tertentu. (o) Dari data data di lembar catatan guru yang ditempel didepan tersebut, guru bisa mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik/materi yang ingin dicapai dan dikumpulkan pada guru. 2.4 Model Penelitian

62

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian tindakan kelas. Dalam setiap penelitian tindakan, termasuk penelitian tindakan kelas, terdapat empat aspek pokok, yaitu: (1) penyusunan rencana; (2) tindakan; (3) observasi; dan (4) refleksi. Keempat aspek pokok tersebut pengkajiannya dilakukan secara berbaur, bertahap, dan sistematis yang diterapkan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif, sebagaimana dapat dilihat pada diagram di bawah ini, data kualitatif tersebut diperoleh melalui observasi, dan jurnal kegiatan. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes perbuatan siswa pada saat melakukan tes keterampilan berbicara dengan metode debat plus, baik pada tes awal, tes akhir 1, tes akhir 2, dan kuesioner.

kualitatif Data kuantitatif

1. Jurnal Kegiatan (observasi) 2. Kuesioner 3. Rekaman analisis deskriptif

1. Hasil tes awal (pre-test) 2. Hasil tes akhir (post-test)

Diagram 2.1 Alur Model Penelitian

Hubungan antara siklus I dan siklus II dapat diterangkan dalam gambar sebagai berikut ini.

P E RE NC A N A A N

R E F LE K S I

S IK LU S I

P E LA K S A N A A N

P E N G A M AT A N P E RE NC A N A A N

RE F L E K S I

S I K L U S II

PELAKSAN AAN

63

Diagram 2.2 Hubungan Siklus I dan Siklus II

Proses kegiatan tindakan kelas dilakukan adalah

bertolak dari

permasalahan yang akan dipecahkan, kemudian direncanakan suatu tindakan dan pelaksanakannya. Pada pelaksanaan tindakan dilakukan penyampaian materi, tes perbuatan, dan observasi terhadap kegiatan yang dilakukan. Tahap berikutnya, berdasarkan hasil observasi, dan jurnal direfleksikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Permasalahan-permasalahan yang muncul pada siklus I merupakan permasalahan yang harus dipecahkan pada siklus II. Selanjutnya, kegiatan dimulai lagi seperti kegiatan pada siklus I, yakni perencaaan, tindakan, observasi, dan refleksi dengan perubahan-perubahan untuk mengatasi permasalahan yang muncul pada siklus I.

64

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran yang bersangkutan. Dengan menggunakan metode yang tepat akan memperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, sebab metode penelitian sebagai petunjuk yang memeberikan arah, corak, dan tahapan kerja suatu penelitian. Metode penelitian yang digunakan, yaitu metode penelitian tindakan kelas (action research). Proses penelitian tindakan kelas ini direncanakan berlangsung dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu (1) perencanaan, (2)

tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Proses kegiatan tindakan kelas yang peneliti lakukan adalah bertolak dari permasalahan yang dipecahkan, kemudian peneliti merencanakan suatu tindakan dan melaksanakannya. Pada pelaksanaan tindakan peneliti melakukan penyampaian materi, tes perbuatan, dan observasi terhadap kegiatan yang dilakukan. Tahap berikutnya, berdasarkan hasil observasi, dan jurnal peneliti merefleksi kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Permasalahanpermasalahan yang muncul pada siklus I merupakan permasalahan yang harus dipecahkan pada siklus II. Selanjutnya, kegiatan dimulai lagi seperti kegiatan pada siklus I, yakni perencaaan, tindakan, observasi, dan refleksi dengan perubahanperubahan untuk mengatasi permasalahan yang muncul pada siklus I.

65

3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif

berhubungan dengan bagaimana debat dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Data kualitatif tersebut diperoleh melalui observasi langsung, jurnal kegiatan, dan kuesioner. Pendekatan kuantitatif berhubungan dengan perbandingan dari hasil tes yang diperoleh sebelum dan sesudah treatment. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes keterampilan berbicara siswa baik pada tes awal (pre-test), tes akhir I (post-test 1), dan tes akhir II (post-test II). 3.2 Lokasi Penelitian

Penilitian ini dilaksanakan di SMA Pariwisata Kertha Wisata Denpasar. yang bertempat di Jl. Tukad Balian Renon Denpasar. Lokasi penelitian ini dipilih karena SMA Pariwisata Kertha Wisata merupakan satu-satunya Sekolah Menengah Atas plus Pariwisata yang situasi penggunaan bahasa Inggrisnya tinggi tetapi kemampuan berbicara siswanya masih rendah. Situasi ini diketahui dengan diadakannya wawancara awal dan observasi langsung dengan guru dan beberapa siswa tentang penguasaan keterampilan berbicara bahasa Inggris. Selain itu berdasarkan hasil wawancara awal, pemilihan lokasi juga dikarenakan target (goal) pada kompetensi dasar keterampilan Berbicara (speaking) selama ini dirasakan masih kurang, sehingga diperlukan strategi yang tepat untuk mencapai target kompetensi berbicara.

66

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data kualitatif yang diperoleh secara langsung di lapangan melalui observasi langsung, pemberian tes, jurnal kegiatan, pencatatan dan rekaman yaitu berupa bahasa Inggris lisan yang diucapkan siswa di kelas serta data kuantitatif yang berupa angka dan nilai-nilai yang diperoleh dari nilai hasil tes awal, niai hasil tes akhir dan kuesioner.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data dalam

penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA

Pariwisata Kertha Wisata Denpasar dengan jumlah siswa 19 orang yang terdiri dari 13 (tiga belas) orang siswa laki-laki dan 6 (enam) siswa perempuan. Penelitian dilaksanakan pada saat mata pelajaran bahasa Inggris.

3.4 Instrumen Penelitian Instrumen atau alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjaring data adalah sebagai berikut.

67

3.4.1 Kuesioner Kuesioner diberikan kepada siswa untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan perasaan siswa, minat dan motivasi siswa sebelum dan setelah dilakukannya tindakan. Kuesioner juga digunakan untuk mengungkap efektifitas penggunaan metode debat plus dalam pembelajaran keterampilan berbicara dan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa ketika berbicara melalui metode debat plus. Adapun aspek yang diungkap melalui kuisioner ini adalah a) Pendapat siswa tentang pemberian metode debat dalam pembelajaran, b) Apakah metode yang disajikan guru dapat membantu siswa dalam melaksanakan proses belajar mengajar dalam standar kompetensi berbicara, c) Apakah metode tersebut membantu siswa untuk dapat berbicara dengan baik, d) Apa pendapat siswa mengenai pembentukan kelompok yang dilakukan guru e) Menurut siswa, topik/permasalahan apa yang cocok untuk diperdebatkan di dalam kelas, f) Pendapat siswa mengenai pelaksanaan debat untuk membahas masalahmasalah yang diberikan, g) Apakah dalam diskusi dan penyampaian pendapat dalam debat tersebut siswa mengalami kesulitan dalam berbicara dan diminta menyebutkan kesulitan-kesulitan tersebut, h) Usaha apa yang siswa lakukan agar kesulitan tersebut tidak terjadi lagi pada pelaksanaan debat selanjutnya,

68

3.4.2 Tes Tes digunakan untuk mengukur kemampuan maupun hasil belajar siswa. Tes awal (diagnostic test) digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam berbicara bahasa inggris sebelum diberikan treatment, sedangkan tes akhir (achievement test) digunakan sebagai alat ukur tingkat kemampuan dan tingkat peningkatan kemampuan berbicara bahasa Inggris yang dicapai oleh siswa dikelas XI IPA SMA Pariwisata Kertha Wisata Denpasar, sejauhmana metode debat plus tersebut berhasil meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Aspek-aspek yang dinilai meliputi aspek-aspek kebahasaan yang terdiri atas pelafalan, tata bahasa dan kosa kata yang diucapkan siswa yang dinilai berdasarkan penjabaran pada rubric keterampilan berbicara yakni ketepatan, kefasihan berbicara dan pemahaman serta cara penyampaian argumen (accuracy, fluency

,comprehensibility dan method of delivering argument).

3.4.3 Jurnal kegiatan Setiap akhir pertemuan kegiatan belajar-mengajar, guru membuat jurnal kegiatan selama mengajar. Jurnal yang dibuat ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan guru dalam pembelajaran dan untuk mengetahui kegiatan atau sikap siswa selama proses pembelajaran. Dari jurnal kegiatan ini guru merekapitulasi hasilnya. Hasil rekapitulasi ini kemudian digunakan untuk melakukan refleksi diri terhadap proses mengajar.

69

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah metode pengamatan atau observasi (Sudaryanto, 1993:133). Metode pengamatan atau observasi dibantu dengan teknik perekaman dan pencatatan. Perekaman dan pencatatan memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yaitu dapat didengarkan secara berulangkali tetapi terdapat banyak gangguan dari suara kendaraan hal ini karena kelas tempat dilangsungkannya penelitian terletak tepat disisi jalan raya, oleh karena itu, teknik pencatatan juga dipergunakan di dalam pengumpulan data. Data yang diperoleh melalui teknik ini langsung bisa ditranskripsi. Teknik pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan berpartisipasi. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini dilaksanakan melalui tiga fase yaitu fase sebelum diberlakukannya Siklus Pratindakan, Siklus I dan Siklus II yang masing-masing siklus tersebut dijabarkan sebagai berikut.

3.5.1 Pre-Observasi Pre-observasi pada siklus pra-tindakan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas, kemampuan awal pada keterampilan berbicara dan sejauh mana pemakaian bahasa siswa sebelum diberlakukannya tindakan. Aktivitas yang dilakukan pada pre-observasi adalah sebagai berikut:

70

1) Mengumpulkan informasi untuk mengetahui situasi belajar siswa, motivasi belajar siswa, metode belajar-mengajar keterampilan berbicara bahasa Inggris siswa guna mengetahui permasalahan utama yang dialami siswa dalam berbicara bahasa Inggris. Informasi dikumpulkan dari siswa menggunakan teknik pencatatan dan kuesioner untuk mengetahui respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas sebelum diberlakukannya tindakan. 2) Menggunakan teknik observasi partisipasi dengan berpatisipasi dalam proses pembelajaran di kelas untuk mengetahui sejauh mana kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa, kemampuan kebahasaan dan kemampuan pemakaian bahasanya dengan mengadakan tes awal (pre-test).

3.5.2 Siklus I Siklus I dilaksanakan dengan empat tahapan, tahapan pelaksanaan siklus I ini dijabarkan sebagai berikut:

1) Perencanaan Pada tahap ini, persiapan yang dilakukan sebelum mengadakan observasi lansung ke kelas adalah dengan mempersiapkan skenario pembelajaran, materi ajar untuk dipakai dalam pembelajaran di kelas dan tes akhir di akhir siklus I serta kriteria penilaian hasil belajar.

71

2) Pelaksanaan Fase pelaksanaan di siklus I ini merupakan fase yang mendeskripsikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peneliti. Rancangan pelaksanaan penelitian pada siklus I sebagai berikut: (1) Pendahuluan (15 menit) (a) Guru mengucapkan salam kepada siswa (b) Guru mengecek kehadiran siswa (c) Guru menyampaikan topik bahasan yang akan diajarkan dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan topik. (2) Kegiatan inti (65 menit) (a) Guru memperkenalkan topik dan menerangkan lebih rinci topik bahasan dalam pembelajaran di kelas. (b) Guru menjelaskan lebih detail tentang cara menyampaikan pandangan (expressing points of view) meminta pandangan (asking someones point of view), menyatakan sikap suka (expressing pleasure) dan tidak suka (expressing displeasure) (c) Guru memberikan contoh cara mengucapkan ekspresi

menyampaikan pandangan (expressing points of view) meminta pandangan (asking someones point of view), menyatakan sikap suka (expressing pleasure) dan tidak suka (expressing displeasure) (d) Guru meminta siswa untuk mengungkapkan ekspresi

menyampaikan pandangan (expressing points of view) meminta pandangan (asking someones point of view), menyatakan sikap

72

suka (expressing pleasure) dan tidak suka (expressing displeasure) rasa suka atau tidak suka terhadap beberapa topic yang diberikan melalui debat plus. (e) Guru meminta siswa untuk melakukan debat. (f) Guru memandu jalannya debat dan menilai kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa (g) Guru mengoreksi dan membahas ketepatan berbicara siswa

(3) Kegiatan akhir (20 menit) (a) menyimpulkan topik pembelajaran yang dipelajari hari ini termasuk memperbaiki kesalahan berbahasa siswa. (b) memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya (c) menutup proses belajar mengajar hari ini dan memberikan salam penutup

3) Tindakan Fase tindakan merupakan pelaksanaan dari skenario pembelajaran yang telah dirancang pada tahap perencanaan. 4) Pengamatan Pada fase ini, pengamatan difokuskan pada data yang diperoleh di kelas selama siklus I berlangsung dengan mengamati hasil dari pengajaran keterampilan berbicara di kelas (metode debat plus).

73

5) Refleksi Pada fase ini, guru mendeskripsikan dan mengevaluasi hasil dari tindakan pada siklus I dengan tujuan untuk selanjutnya merancang rencana tindakan treatment pada siklus II. Data yang berupa data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes akhir siklus I, dievaluasi dan dihitung menggunakan rumus untuk menentukan skor perolehan masing-masing siswa. Demikian pula data kualitatif yang diperoleh akan dijabarkan dalam bentuk tulisan secara deskriptif.

3.5.3 Siklus II Siklus II dibagi menjadi empat tahapan, sama halnya pada siklus I, masing-masing tahapan dijabarkan sebagai berikut: 1) Perencanaan Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, persiapan yang dilakukan sebelum mengaplikasikan metode debat plus dalam kegiatan pengajaran berbicara di kelas adalah sebagai berikut: a) Skenario pembelajaran dibuat untuk digunakan pada siklus II b) Mempersiapkan materi ajar dan topik-topik yang dapat diperdebatkan untuk melatih keterampilan berbicara siswa c) Mempersiapkan tes akhir untuk diberikan kepada siswa di akhir siklus berdasarkan materi yang diajarkan.

74

2) Pelaksanaan Fase pelaksanaan di siklus II ini merupakan fase dimana penelitian yang telah direncanakan tersebut dilaksanakan di kelas. Rancangan pelaksanaan penelitian pada siklus II sebagai berikut: (1) Pendahuluan (15 menit) (a) Guru mengucapkan salam kepada siswa (b) Guru mengecek kehadiran siswa (c) Guru menyampaikan topik bahasan yang akan diajarkan tentang bagaimana melakukan presentasi lisan menyampaikan pendapat dan alasan yang mendukung dengan meode debat plus dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan topik.

(2) Kegiatan inti (65 menit) (a) Guru memperkenalkan topik dan menerangkan lebih rinci topik bahasan dalam pembelajaran di kelas. (b) Guru menjelaskan lebih detail tentang cara melakukan presentasi lisan dengan baik, mencakup hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyampaikan presentasi (Introduction, body, conclusion) (c) Guru meminta siswa untuk membagi diri dalam kelompok, yaitu kelompok pro dan kontra, 1 kelompok terdiri dari 3 orang.

75

(d) Guru memberikan beberapa topic, dan mengundi topic serta mengundi kelompok yang maju untuk mengungkapkan pendapat, mempertahankan pendapat, dan disertai alasan. (e) Guru memandu jalannya debat dan menilai kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa (f) Guru membahas kesalahan berbahasa Inggris siswa dan mengoreksinya dengan ekpresi bahasa yang tepat. (g) Guru memberikan contoh cara mengucapkan ekspresi yang tepat dan meminta siswa untuk mengungkapkan ekspresi yang tepat tersebut. (3) Kegiatan akhir (20 menit) (a) menyimpulkan topik pembelajaran yang dipelajari hari ini termasuk memperbaiki kesalahan berbahasa siswa. (b) memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya (c) menutup proses belajar mengajar hari ini dan memberikan salam penutup 3) Tindakan Pada fase tindakan, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dirancang tadi mulai dilaksanakan. 4) Pengamatan

76

Pengamatan difokuskan pada data yang diperoleh di kelas selama siklus II berlangsung dengan mengamati hasil dari pengajaran keterampilan berbicara di kelas (metode debat plus). 5) Refleksi Pada fase ini, guru mendeskripsikan dan mengevaluasi hasil dari tindakan pada siklus II. Jika hasil dari tindakan pada siklus II mencapai target, maka pemberian tindakan dicukupkan.

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data Ada 2 (dua) jenis data dalam penelitian ini. Data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil jurnal kegiatan pada setiap tindakan (treatment) di masing-masing siklus. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari data hasil tes awal siswa, tes akhir I, dan tes akhir II dan kuesioner. Kedua data tersebut dianalisis secara deskriptif. Hasil dari kuesioner dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan hasil kuesioner tes awal, kuesioner tes akhir I dan kuesioner tes akhir II. Data kuantitatif dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara yang dikuasai siswa dari perbandingan hasil tes awal dan tes akhir. Kriteria yang digunakan dalam penilaian keterampilan berbicara siswa diadopsi dari Rubric Penilaian Keterampilan Berbicara Siswa oleh Simon (2005: 15). yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi siswa. Adapun rubric penilaian yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

77

No 1

3

4.

2

1. Sangat tergesa-gesa dengan penggunaan Penjelasan ungkapan yang pendek-pendek 2. Terkadang sulit untuk dimengerti 1. Penggunaan kosakata yang luas dan tepat , Ketepatan respon yang tepat dan mampu dipahami secara (Accuracy) -100%) logis tanpa ada kesulitan pada pengucapan 1 (0% Hampir tidak ada komunikasi 2. Tidak terdapat kesalahan gramatika - 39%) 3. Penggunaan aksen penutur asli 4 (70% 1. Penggunaan kosakata yang cukup memadai 5 (85% Dapat memahami pembicaraan tanpa kesulitan Pemahaman dan luas, respon yang mampu dipahami Topic pembicaraan -84%) 2. Terkadang masih terjadi kesalahan -100%) (Comprehensibility) gramatika 3. Menggunakan aksen bahasa Ibu yang tidak 4 (70%- Dapat memahami pembicaraan dengan begitu kental 84%) kecepatan yang normal dan bereaksi secara cepat 3 (55% 1.Jawaban sesuai dengan pertanyaan dan dapat dipahami, meskipun terjadi kesalahan pada 3 (55% Dapat memahami sebagian besar pembicaraan -69%) pengucapan dan tata bahasa tetapi lambat memberikan reaksi 2. Penggunaan kosakata yang memadai tapi -69%) tidak bervariasi jelas 3. Penggunaan aksen bahasa Ibu yang tidak 2 (40% Sulit mengikuti percakapan orang lain begitu kental -54%) 2 (40% 1.Jawaban dapat dit