laporan kasus - unud

17
1 Laporan Kasus PERMASALAHAN DIAGNOSIS SEORANG PASIEN DENGAN KECURIGAAN PENYAKIT KARSINOMA PILOMATRIKS Pembimbing : dr. Tjok Gde Dharmayuda, Sp.PD-KHOM Nama Mahasiswa : Ni Putu Yuni Anggreni Pande PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2017

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

35 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus - UNUD

1

Laporan Kasus

PERMASALAHAN DIAGNOSIS SEORANG PASIEN DENGAN

KECURIGAAN PENYAKIT KARSINOMA PILOMATRIKS

Pembimbing :

dr. Tjok Gde Dharmayuda, Sp.PD-KHOM

Nama Mahasiswa :

Ni Putu Yuni Anggreni Pande

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM

FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

TAHUN 2017

Page 2: Laporan Kasus - UNUD

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus

yang berjudul ― Permasalahan Diagnosis Seorang Pasien Dengan Kecurigaan

Penyakit Karsinoma Pilomatriks‖ ini tepat pada waktunya.

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan

maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. . Dr. dr. Ketut Suega, SpPD-KHOM selaku Kepala Bagian SMF/ Ilmu

Penyakit Dalam yang telah menyediakan semua fasilitas sehingga laporan

kasus ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

2. dr. Tjokorda Gde Dharmayuda, SpPD-KHOM selaku pembimbing yang telah

memberikan bimbingan sampai laporan kasus ini bisa diselesaikan.

3. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat

penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis mengharapkan

semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan dan

kedokteran.

Denpasar, Januari 2017

Penulis

Page 3: Laporan Kasus - UNUD

3

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi 3

PENDAHULUAN 4

Kasus 5

Pembahasan 10

Tabel 1. Klasifikasi Kanker Sel Skuamosa

berdasarkan histology (WHO) 12

Tabel 2. Perbedaan antara kanker pilomatriks dan

kanker sel skuamosa (9,14,15). 14

Ringkasan 16

Daftar Pustaka 16

Page 4: Laporan Kasus - UNUD

4

Laporan kasus

PERMASALAHAN DIAGNOSIS SEORANG PASIEN DENGAN

KECURIGAAN PENYAKIT KARSINOMA PILOMATRIKS

Ni Putu Yuni Anggreni Pande, Tjokorda Gde Dharmayuda. Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unud/RSUP

Sanglah Denpasar

Pendahuluan

Kanker pilomatriks adalah kanker kulit yang jarang ditemukan dan mengenai sel

rambut (hair matrix cells) (1,2). Kanker ini bersifat agresif dan tumbuh secara

menginfiltrasi lokal. Kanker pilomatriks pertama kali dikelirukan karena diduga

berasal dari sel kelenjar sebaceous tetapi kemudian ditemukan berasal dari matriks sel

rambut (1). Tumbuh lambat di bagian bawah dermis dan lemak subkutan dan

sebagian besar predileksi di leher dan kulit kepala. Tidak didapatkan hubungan

langsung dengan paparan sinar matahari (3). Terapi berupa lokal pembedahan luas,

radiasi dan kemoterapi. Kanker ini memiliki prognosis buruk berupa dapat menyebar

luas dan bermetastasis jauh.

Karsinoma sel skuamosa kulit adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit

epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak. Kanker ini

merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel epitel skuamosa yang cenderung

menginfiltrasi jaringan sekitarnya. Insiden kejadian pada tahun 1996 di Amerika

Serikat sebanyak 10.2 per 100 000 populasi. Kejadian kanker ini sebesar 4% dari

seluruh jenis kanker di Amerika Serikat (3). Faktor predisposisi karsinoma sel

skuamosa kulit antara lain radiasi sinar ultra violet, bahan karsinogen seperti rokok,

arsenik dan lain – lain. Pembedahan merupakan tindakan pilihan utama dan bisa

dipergunakan baik terhadap lesi yang kecil maupun yang besar. Kemoterapi

dianjurkan sebagai suatu terapi tambahan dengan lesi pada tempat sulit untuk

melakukan eksisi 2 cm dari tepi tumor (4).

Kanker pilomatriks jarang ditemukan dan menjadi kekeliruan dalam

mendiagnosis. Benjolan massa nodul subkutan yang terfiksir ini menyebabkan

kesalahn diagnosis karena gambaran klinisnya didapatkan hampir sama.

Page 5: Laporan Kasus - UNUD

5

Berikut dilaporkan kasus seorang penderita dengan kecurigaan awal menderita

kanker pilomatriks. Misdiagnosis antara karsinoma pilomatriks dengan kanker kulit

sel skuamosa menjadi hal yang mendasari dibuatnya laporan kasus ini.

Kasus

Seorang wanita, 55 tahun, agama Hindu, suku Jawa, menikah, pekerjaan sebagai

wiraswasta, datang ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah pada tanggal 22

April 2015, dengan keluhan benjolan pada leher sebelah kiri sejak 4 bulan sebelum

masuk rumah sakit (SMRS). Benjolan ini dirasakan semakin membesar, kulit tampak

merah dan nyeri mulai dirasakan. Pada benjolan juga terdapat luka yang dirasakan

sejak 2 bulan yang lalu. Luka tampak bernanah tanpa darah. Penderita juga

mengeluhkan suara serak dan terasa kaku pada lidah sebelah kiri.

Riwayat sakit serupa sebelumnya disangkal. Riwayat merokok dikatakan ada

selama 5 tahun sebanyak 10 batang per hari dan saat ini dikatakan telah berhenti.

Riwayat minum alkohol disangkal. Aktivitas di luar ruangan dengan paparan sinar

matahari disangkal. Riwayat penyakit keluarga berupa kanker terutama kanker kulit

disangkal. Penurunan berat badan disangkal.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesan sakit sedang, kesadaran kompos mentis,

tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 96 kali/menit, laju respirasi 20 kali/menit, suhu

aksila 36,7 0C, skala nyeri visual analog scale (VAS) 1 dari 10, berat badan 62 kg

dan tinggi badan 168 cm. Pada pemeriksaan leher sebelah kiri teraba satu benjolan,

ukuran diameter 8 cm, tampak luka kemerahan, terdapat nanah dan tanpa darah serta

ada disertai nyeri. Pemeriksaan fisik umum, jantung, paru, dan abdomen didapatkan

dalam batas normal.

Page 6: Laporan Kasus - UNUD

6

a. b.

c.

Gambar 1. a. Benjolan di leher yang pertama kali dirasakan pasien. b. Perubahan

yang terjadi pada benjolan di leher setelah mendapat terapi OAT. c. Saat datang

pertama kali ke RSUP Sanglah Denpasar

Gambar 2. Hasil USG leher pada tanggal 23 Januari 2015

Page 7: Laporan Kasus - UNUD

7

Gambar 3. CT-Scan Leher dengan kontras tanggal 20 April 2015

Pemeriksaan darah lengkap didapatkan kadar hemoglobin 13,8 g/dL; platelet 374x

103/μL; dan leukosit 8,98x10

3/μL. Kadar CEA 11,80 ng/mL, LDH 538 U/L dan SCC

8,5 ng/mL (nilai normal: ≤1,5 ng/mL). USG tiroid di RS Sentra Medika (tgl 23

Januari 2015) mengesankan sebagai Lymphadenitis chronis packet colli sinistra dan

soliter dextra: clear packet oleh TB dd/ Burkit’s Lymphoma perlu dipertimbangkan.

Dengan hasil ini, pasien diterapi sesuai dengan TB colli (TB extra paru) dan

diberikan OAT kategori I. Namun setelah 3 bulan pengobatan OAT, benjolan di leher

bertambah besar dan luka di benjolan tersebut. Sempat dikatakan luka berisi pus,

Page 8: Laporan Kasus - UNUD

8

namun kemudian diberikan obat antibiotik dan luka membaik. Pada tanggal 4

Februari 2015 dilakukan biopsi insisi di RSU Parama Sidhi dan pemeriksaan patologi

anatomi. Hasil patologi anatomi pada regio Colli Sinistra RSU Parama Sidhi

menyimpulkan bahwa gambaran konvensional histomorfologi dengan pulasan

Hematoksilin dan Eosin ukran 1x0,5x0,3 cm sesuai untuk Pilomatrixoma dd/

Pilomatix Displasia. Hasil CT scan kepala dengan kontras menunjukkan massa leher

posterior kiri sebesar 0,5 cm.

Gambar 4. Histopatologi kecurigaan dengan Pilomatrixoma dd/ Pilomatix

Displasia

Setelah pasien berobat di RSUP Sanglah, awal pasien dilakukan rapat tim untuk

menentukan jenis tumor. Keputusan rapat tim dilakukan biopsi eksisi pada regio Colli

Page 9: Laporan Kasus - UNUD

9

sinistra (tgl. 27 April 2015) dan hasil patologi anatomi dengan pengecetan

Hematoxylin dan Eosin (tgl 30 April 2015) dengan ukuran terbesar 3,5x1,5x1,5 cm

dan terkecil1,5x0,7x0,5 cm disimpulkan adanya Squamous Cell Carcinoma Moderate

Differentiated.

Gambar 5. Histopatologi Squamous Cell Carcinoma

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, penderita didiagnosis dengan

karsinoma sel skuamosa

Dari konsultasi ke Bagian Bedah Onkologi untuk penanganan karsinoma

Pilomatrix dikembalikan ke Interna. Pada pasien dilakukan terapi kemoterapi.

Kemoterapi yang diberikan berupa docetaxel 97,5 mg, cisplatin 97,5 mg dan

fluorouracil 975 mg.

Setelah dilakukan kemoterapi selama 6 siklus, keadaan pasien lebih membaik.

Dari segi klinis, rasa kaku pada lidah sebelah kiri dan nyeri pada leher kiri berkurang.

Ukuran benjolan pada leher sebelah kiri juga berkurang. Dengan ukuran awal sekitar

8 cm menjadi 1 cm.

Setelah 6 bulan dilakukan follow-up pada pasien didapatkan klinis baik tanpa

terdapat keluhan yang sama seperti saat sakit dan pada pemeriksaan fisik tidak

didapatkan pertumbuhan kanker kembali baik ditempat yang sama maupun di tempat

lain. Tidak didapatkan rekurensi pada pasien sampai saat ini.

Page 10: Laporan Kasus - UNUD

10

Gambar 6. Foto penderita setelah operasi ( 7 hari setelah post op)

Pembahasan

Kanker pilomatriks adalah tumor lokal pada sel rambut yang bersifat agresif

memiliki angka kekambuhan tinggi terutama jika dilakukan eksisi yang tidak

sempurna. Kanker ini sering disebut ―calcifying epithelioma of Malherbe‖ karena

ditemukan oleh Malherbe pada tahun 1880, didapatkan neoplasma subkutan yang

berasal dari kelenjar sebum. Kanker ini kebanyakan ditemukan di daerah kepala dan

leher (1,5).

Gambaran histopatologi karsinoma pilomatriks memiliki diameter yang luas (≥4

cm), infiltrasi sampai ke fascia dan otot skeletal, kebanyakan sel basaloid, nuclear

pleomorphism dengan conspicuous eosinophilic nucleoli, gambaran mitotik

abnormal, area dipenuhi nekrosis tumor, stromal desmoplasia, dan invasi vaskular,

limpatik atau perineural. sedangkan kanker sel skuamosa kebanyakan proliferasi sel-

sel epitel skuamosa, gambaran mitotik abnormal (6,7).

Terapi berupa eksisi luas dan radiasi dilakukan untuk manifestasi penyakit yang

berperilaku sering kambuh (8). Kemoterapi adjuvant dan radiasi digunakan untuk

menghindari progresifitas penyakit dan kematian. Pada karsinoma pilomatriks

Page 11: Laporan Kasus - UNUD

11

kambuh, tidak ada rejimen kemoterapi yang dapat menyediakan kontrol lokal jika

telah terjadi metastasis. Diagnosis penyakit ini perlu dilakukan diagnosis pembanding

sesegera mungkin karena dapat kelakuan kanker ini yang invasif (7,9).

Kanker sel squamous merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel epitel

skuamosa yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya. Penyebab kanker kulit

ini belum diketahui secara pasti (10,11). Terdapat banyak faktor yang dapat

menyebabkan pertumbuhan kanker sel skuamosa pada kulit yaitu faktor paparan sinar

matahari, arsen, hidrokarbon, suhu, radiasi kronis, parut, dan virus. Manifestasi klinis

berupa suara serak, sulit menelan atau nyeri pada telinga (12). Pembesaran kelenjar

getah bening juga dapat menjadi manifestasi awal, dapat juga bersifat ―silent‖ dengan

manifestasi terdapat di dasar lidah, supraglotis dan nasofaring. Gambaran

histopatologi berupa massa sel epidermis ireguler yang berproliferasi sampai ke

lapisan dermis. Keratinisasi tumor ini dalam bentuk well-differentiated (13).

Karsinogenesis merupakan suatu proses genetik yang menuju pada perubahan

morfologi dan tingkah laku seluler. Gen-gen utama yang terlibat pada KSS meliputi

proto-onkogen dan gen supresor tumor (tumor suppresor genes/TSGs). Faktor lain yang

memainkan peranan pada perkembangan penyakit meliputi kehilangan alel pada rasio

lain kromosom, mutasi pada proto-onkogen dan TSG, atau perubahan epigenetik seperti

metilasi atau histonin diasetilasi DNA. Faktor pertumbuhan sitokin, angiogenesis,

molekul adesi sel, fungsi imun dan regulasi homeostatik pada sel-sel normal yang

mengelilingi juga memainkan peranan (13).

Perbanyakan gen dan overekspresi protein ditemukan pada kanker sel skuamosa

contohnya adalah Cyclin D yang sering teramplikasi dan overekspresi pada tahap awal

tumorigenesis.Tumor supresor gen p53 adalah gen yang paling sering termutasi pada

50% kasus. Perubahan genetic teridentifikasi pada kromosom 4,8 dan 11 (12).

Patogenesis molekuler kanker sek skuamosa mencerminkan akumulasi perubahan

genetik yang terjadi selama periode bertahun-tahun. Perubahan ini terjadi pada gen-

gen yang mengkodekan protein yang mengendalikan siklus sel, keselamatan sel,

motilitas sel dan angiogenesis. Setiap mutasi genetik memberikan keuntungan

Page 12: Laporan Kasus - UNUD

12

pertumbuhan yang selektif, membiarkan perluasan klonal sel-sel mutan dengan

peningkatan potensi malignansi (12).

Tabel 1. Klasifikasi Kanker Sel Skuamosa berdasarkan histology (WHO) (6)

Well differentiated (Grade I) proliferasi sel-sel tumor di mana sel-sel

basaloid tersebut masih berdiferensiasi

dengan baik membentuk keratin

(keratin pearl)

Moderate diffirentiated (Grade II) proliferasi sel-sel tumor di mana sebagian

sel-sel basaloid tersebut masih

menunjukkan diferensiasi,

membentuk keratin

Poorly differentiated (Grade III) proliferasi sel sel tumor di mana

seluruh sel-sel basaloid tidak

berdiferensiasi membentuk keratin,

sehingga sel

sulit dikenali lagi

Gambar 7. Karsinoma Pilomatriks

Page 13: Laporan Kasus - UNUD

13

Gambar 8. Kanker Sel Skuamosa

Kanker pilomatriks secara histologis sulit dikenali karena memiliki karakteristik

berupa ―islands of ghost cells‖ atau ―shadow cells‖ dikelilingi oleh sel basal. Ghost

cells ini merupakan pathognomonic feature dari sel skuamosa tak berinti dengan

daerah pusat yang pucat. Ghost cell ini dikenali sebagai folikel rambut yang muda

(abortive hair follicles). Sel basaloid yang berada di sekelilingnya memiliki ciri khas

berupa nukleus basofilik yang berwarna pekat dengan sitoplasma pucat. Daerah ghost

cell ini terdapat kalsifikasi di tepinya dan sel raksasa (1,7,9).

Kesalahan interpretasi antara kanker pilomatriks dengan kanker sel skuamosa

didapat saat analisis sitologi. Manifestasi klinis yang tidak lengkap didapat saat

pemeriksaan juga dapat mengaburkan diagnosis. Tingkat kebenaran menganalisis saat

laporan pertama dilakukan reseksi didapat hanya 25%. Gambaran berupa adanya sel

primitif dengan perbandingan antara nukleus dan sitoplasma tinggi serta gambaran

mitosis. Adanya debris dan sel inflamasi yang banyak dapat membingungkan hasil

sitologi. Kesalahan interpretasi terjadi pada spesimen FNAB yang tidak representatif.

Studi lain menyebutkan adanya ghost cells yang banyak juga merupakan sumber

kesalahan diagnosis. Sumber lain menyebutkan juga bahwa identifikasi ghost cells

pada sediaan alkohol dapat mennyulitkan evaluasi sehingga lebih baik tanpa

menggunakan alkohol namun air-dried smear.

Pasien dilakukan tindakan pembedahan untuk mengurangi massa tumor.

Dilakukan biopsi eksisi sekitar 5 cm. Pada teori menyebutkan pembedahan

merupakan tindakan pilihan utama dan bisa dipergunakan baik terhadap lesi yang

kecil maupun yang besar. Pembedahan harus dilakukan dengan pembiusan total

karena pembiusan lokal dapat terjadi penyeberangan dari sel-sel tumor mengikuti

Page 14: Laporan Kasus - UNUD

14

ujung jarum suntik yang dipergunakan. Pembedahan yang dilakukan sebagai terapi

dari karsinoma sel skuamosa kulit adalah eksisi luas dengan batas irisan dari tepi

tumor sebesar 2 cm atau lebih dalam 2 cm.

Tabel 2. Perbedaan antara kanker pilomatriks dan kanker sel skuamosa

(9,14,15).

Kanker Pilomatriks Kanker Sel Skuamosa

Usia Usia pertengahan antara usia

45-60 tahun

Terutama pada usia 40 – 50

tahun

Jenis kelamin Laki:Wanita rasio 3-4:1 Lebih sering dijumpai pada

orang kulit putih daripada

kulit berwarna dan lebih

banyak dijumpai pada laki-

laki dibandingkan dengan

wanita

Lokasi Lokasi tersering adalah

daerah kepala dan leher

Lokasi tersering adalah

pada daerah yang banyak

terpapar sinar matahari

seperti wajah, telinga, bibir

bawah, punggung, tangan

dan tungkai bawah

Gejala dan tanda Pada benjolan tidak terdapat

nyeri, terfiksir

Pada benjolan terdapat

nyeri. Gejala lain: suara

serak, nyeri menelan, nyeri

pada telinga

Karakteristik klinis - Ireguler

- Pertumbuhan

infiltrasi (invasi ke

pembuluh darah,

saraf/perineural,

tulang)

- Ukuran besar (≥ 4

cm)

- Lokal invasif

- Dapat metastasis ke

paru, tulang dan

visceral abdomen

- Angka kekambuhan

46-60%

- proliferasi sel-sel

epitel skuamosa

- sel-sel yang atipia

disertai perubahan

bentuk rete peg

processus

- pembentukan

keratin yang

abnormal

- pertambahan

proliferasi basaloid

sel

- susunan sel menjadi

tidak teratur

- membentuk tumor

nest (anak tumor)

yang berinfiltrasi ke

Page 15: Laporan Kasus - UNUD

15

jaringan sekitarnya

atau membentuk

anak sebar ke organ

lain (metastase)

Gambaran

histopatologi

- kebanyakan sel basal,

namun terdapat juga

sebagian kecil sel

skuamosa

- Bentukan sel seragam

(uniform),

- gambaran mitosis

cepat (high mitotic

rate) > 30 mitosis

per 10 lapang

pandang

- Terdapat sel

bayangan (Shadow

cells)

- kisaran

abnormalitas

selular, termasuk

perubahan ukuran

sel dan morfologi

sel,

- gambaran

peningkatan mitotik,

- hiperkromatisme

dan perubahan pada

ulserasi dan

maturasi selular

yang normal

Pasien diberikan kemoterapi berupa docetaxel 97,5 mg, cisplatin 97,5 mg dan

fluorouracil 975 mg. Modalitas terapi ini dianjurkan sebagai suatu terapi tambahan

dan terutama untuk kasus dengan adanya metastase jauh, juga pada penderita dengan

lesi pada tempat sulit untuk melakukan eksisi 2 cm dari tepi tumor. Pemberian

kemoterapi pada kanker sel skuamosa kepala dan leher pada NCCN diberikan jenis

platinum-based. Disebutkan Docetaxel/cisplatin/5-FU sebagai kategori pertama

pilihan untuk kanker ini. Docetaxel memiliki mekanisme kerja berupa menginduksi

pembentukan mikrotubulus dan menghambat penguraiannya menjadi tubulin

sehingga sel akan terhenti pada fase G2-M dan terjadi hambatan proliferasi sel.

Golongan ini juga bekerja menghambat ekspresi onkoprotein Bcl-2 sebagai protein

anti-apoptosis. Cisplatin memiliki mekanisme kerja berikatan dengan DNA sehingga

menghambat replikasi dan transkripsi DNA dan sintesis DNA. Fluorouracil

menghambat pembentukan thymine yang diperlukan untuk sintesis DNA.

Page 16: Laporan Kasus - UNUD

16

Ringkasan

Telah dilaporkan seorang penderita wanita, 55 tahun yang terdiagnosis awal

dengan kecurigaan kanker pilomatriks berdasarkan hasil FNAB kemudian dilakukan

biopsi eksisi dengan hasil PA berupa kanker sel skuamosa. Telah dilakukan terapi

berupa pembedahan eksisi dan kemoterapi. Ukuran benjolan mengecil. Kesalahan

diagnosis antara kanker pilomatriks dengan kanker sel skuamosa didapat dari analisis

sitologi karena adanya ―islands of ghost cells‖ atau ―shadow cells‖, manifestasi klinis

yang tidak jelas dan spesimen FNAB yang tidak representatif. Dibutuhkan ketelitian

dalam menganalisis hasil sitologi dan pengambilan bahan dengan cara biopsy eksisi

dengan hasil representatif

Daftar pustaka

1. Hardisson D, Linares MD, Cuevas-Santos J. Pilomatrix carcinoma: A

clinicopathologic study of six cases and review of the literature. Am J

Dermatopathol. 2001;23:394-401.

2. Autelitano L, Biglioli F, Migliori G. Pilomatrix carcinoma with visceral

metastases: Case report and review of the literature. J Plast Reconstr Aesthet

Surg. 2009;62:574-7.

3. Preuss SF, Stenzel MJ, Hansen T. Inverted malignant pilomatricoma of the

neck. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2005;26(2):269-71.

4. Cohen D, Lin S, Hughes YH, Maddalozzo J. Head and neck Pilomatrixoma in

children. Archives of Otolaryngology Head & Neck Surgery.

2001;127(12):1481-1483.

5. Nishioka M, Tanemura A, Yamanaka T. Pilomatrix Carcinoma Arising from

Pilomatricoma after 10-year Senescent Period: Immunohistochemical Analy-

sis. Journal of Dermatology. 2010;37(8):735-739.

6. Cassarino D, DeRienzo D, Bar RJ. BCutaneous squamous cell carcinoma: a

comprehensive clinicopathologic classification part two. Journal of Cutaneous

Pathology. 2006; 33(4): 261–279.

Page 17: Laporan Kasus - UNUD

17

7. Cockerell J, Wharton R. New histopathological classification of actinic

keratosis (incipient intraepidermal squamous cell carcinoma). Journal of Drugs

in Dermatology. 2005; 4(4): 462–467.

8. Bansal C, Handa U, Mohan H. Fine needle aspiration cytology of

pilomatrixoma. J Cytology. 2011;28: 1–6.

9. Caponigro F, Massa E, ManZione L, Rosati G, Biglietto M, De Lucia L.

Docetaxel and cisplatin in locally advanced or metastatic squamous­cell

carcinoma of the head and neck: a phase II study of the southern Italy

cooperative oncology group (SICOG). Ann Oncology. 2001;12:199­202.

10. Newkirk KA, Cullen KJ, Harter KW, Picken CA, Sessions RB, Davidson BJ.

Planned neck dissection for advanced primary head and neck malignancy

treated with organ preservation therapy: disease control and survival outcomes.

Archives of Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2001;23:73­9.

11. V. I. Forest, J. J. Clark, M. J. Veness, and C. Milross, N1S3: a revised staging

system for head and neck cutaneous squamous cell carcinoma with lymph node

metastases—results of 2 Australian cancer centers. Archives of Otolaryngology

Head & Neck Surgery. 2010;116(5):1298–1304.

12. Tull S, Nunley K, Sengelmann R, Nonsurgical treatment modalities for primary

cutaneous malignancies. J Dermatologic Surgery. 2008; 34(7):859–872.

13. Aherne NJ, Fitzpatrick DA, Gibbons D. Recurrent malignant pilomatrixoma

invading the cranial cavity: Improved local control with adjuvant radiation. J

Med Imaging Radiat. 2009;53:139-41.

14. Bhasker S, Bajpai V, Bahl A. Recurrent pilomatrix carcinoma of scalp treated

by electron beam radiation therapy. Indian J Cancer. 2010;47:217-9.

15. Autelitano L, Biglioli F, Colletti G. Pilomatrix Carcinoma with Visceral

Metastases: Case Report and Review of the Literature. Journal of Plastic

Reconstructive and Aesthetic Surgery. 2009; 62(12): 574-577.