unud-29-2059782213-bab iii kerangka pikir dan hipotesis laporan disertasi terbuka

24
64 BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh mengkonsumsi babi guling terhadap penuaan pembuluh darah. Daging babi dapat mempercepat proses penuaan tersebut sedangkan bumbu dapat menghambatnya. Terjadinya penuaan diukur dari akibat dari penuaan pembuluh darah yaitu aterosklerosis yang diukur dari pembentukan sel busa yang menjadi cikal bakal terbentuknya plak aterosklerosis. Untuk mengetahui apakah penuaan dini tersebut berkaitan dengan tingginya radikal bebas oleh karena konsumsi lemak dan daging babi yang terus menerus, ukuran antara yang dipakai untuk mengukur proses penuaan pembuluh darah dalam penelitian ini adalah perubahan kadar F 2 -isoprostan. Perubahan ini merupakan tanda dari peroksidasi lemak akibat adanya Reactive Oxigen Species (ROS), yang dapat merusak sel endotil sehingga lemak teroksidasi masuk ke lapisan intima pembuluh darah. Disamping itu apakah tingginya konsumsi lemak dan daging babi yang terus menerus disini dapat menimbulkan reaksi inflamasi yang selanjutnya menunjang terjadinya plak aterosklerosis melalui kerusakan endotil, dilakukan pengukuran terhadap cytokine proinflamasi yaitu IL-6. Bumbu disebutkan dapat berfungsi sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Dalam penelitian ini pengaruh mengkonsumsi bumbu akan dilihat dari kadar perubahan aktivitas antioksidan total di dalam serum. Disamping itu, untuk mengetahui

Upload: alfiyatus-sholikhah

Post on 27-Sep-2015

47 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

gftrdseaq

TRANSCRIPT

  • 64

    BAB III

    KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

    3.1 Kerangka Konsep

    Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh mengkonsumsi babi

    guling terhadap penuaan pembuluh darah. Daging babi dapat mempercepat proses

    penuaan tersebut sedangkan bumbu dapat menghambatnya. Terjadinya penuaan

    diukur dari akibat dari penuaan pembuluh darah yaitu aterosklerosis yang diukur

    dari pembentukan sel busa yang menjadi cikal bakal terbentuknya plak

    aterosklerosis. Untuk mengetahui apakah penuaan dini tersebut berkaitan dengan

    tingginya radikal bebas oleh karena konsumsi lemak dan daging babi yang terus

    menerus, ukuran antara yang dipakai untuk mengukur proses penuaan pembuluh

    darah dalam penelitian ini adalah perubahan kadar F2-isoprostan. Perubahan ini

    merupakan tanda dari peroksidasi lemak akibat adanya Reactive Oxigen Species

    (ROS), yang dapat merusak sel endotil sehingga lemak teroksidasi masuk ke

    lapisan intima pembuluh darah. Disamping itu apakah tingginya konsumsi lemak

    dan daging babi yang terus menerus disini dapat menimbulkan reaksi inflamasi

    yang selanjutnya menunjang terjadinya plak aterosklerosis melalui kerusakan

    endotil, dilakukan pengukuran terhadap cytokine proinflamasi yaitu IL-6. Bumbu

    disebutkan dapat berfungsi sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Dalam

    penelitian ini pengaruh mengkonsumsi bumbu akan dilihat dari kadar perubahan

    aktivitas antioksidan total di dalam serum. Disamping itu, untuk mengetahui

  • 65

    apakah bumbu juga dapat meningkatkan kadar antioksidan primer yang

    diproduksi oleh tubuh maka dalam penelitian ini diukur juga kadar GSH di dalam

    serum. Konsep pikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut

    Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian

    Makanan yang diangkat adalah b (babi) guling yang berupa daging babi

    dan lemaknya yang dicampur dengan bumbunya, dan sebagai pembanding adalah

    babi guling yang dikonsumsi tanpa dengan bumbunya. Bumbu b guling terdiri

    dari campuran berbagai bahan yang beraneka ragam yang secara teoritis,

    Pembentukan

    sel busa +++

    Total anti-oksidan

    GSH F2 isoprostan

    IL-6

    Total anti-oksidan GSH

    F2 isoprostan IL-6

    BABI GULING

    Daging + lemak

    dikonsumsi tanpa

    bumbu

    Daging + lemak

    dikonsumsi

    dengan bumbu

    Pembentukan

    sel busa -/+

  • 66

    mengandung antioksidan seperti terpene yang merupakan induk caroten, vitamin

    C, Vitamin E, phenol yang berasal dari polyphenol dan flavonoid. Kesemua

    kandungan di atas dapat dikatakan bersifat ateroprotektif karena kemampuannya

    sebagai antioksidan dan antiflamasi. Beberapa flavonoid yang sudah dikenal dan

    tampaknya menonjol di makanan bali antara lain quercetin, yang berasal dari

    umbi-umbian seperti bawang merah dan bawang putih, kunyit dan lain sebagainya,

    begitu juga polyphenol 1-acetoxycavichol acetate dan catechin yang berasal dari

    lengkuas.

    Jadi variabel interfensi yang dilihat adalah bumbu babi guling yang terdiri

    dari campuran berbagai bahan di atas, dimasukkan ke dalam perut babi, dijahit

    dan kemudian dipanggang di atas bara api. Setelah matang, kesemua bumbu yang

    di dalam perut kemudian dikeluarkan, dibuat ekstrak bumbu dengan

    melarutkannya dalam etanol kemudian disaring, dievaporasi sehingga diperoleh

    ekstrak kentalnya. Daging babi dan lemaknya dicampur, digiling untuk dibuatkan

    pellet dan diberikan dalam keadaan segar kepada hewan coba. Jumlah porsi babi

    guling yang diberikan kepada tikus dibuat sama, yaitu disesuaikan dengan porsi

    tikus (30 gram) perharinya. Pemberian bumbu diberikan secara paksa (force

    feeding) dengan menggunakan dosis yang dihitung berdasarkan berat badan dan

    konsentrasi.

    Sedangkan variabel tergantung yang ingin dilihat adalah munculnya sel

    busa yang menjadi tanda awal munculnya fatty streak dan berlanjut kepada

    aterosklerosis. Untuk melihat proses kerusakan endotel akibat terjadinya

  • 67

    peroksidasi lemak dan proses inflamasi kronis, dilihat konsentrasi F2-isoprostan

    dan IL-6 di dalam darah dan ekspresinya di dinding pembuluh darah.

    Penghambatan proses kerusakan endotel oleh antioksidan yang berasal

    dari makanan ataupun berasal dari respon tubuh, diukur dari aktivitas antioksidan

    total dan kadar GSH di dalam darah. Pengamatan dilakukan pada awal

    percobaan, pada minggu III untuk melihat fase akut, minggu ke XII untuk melihat

    mulai terbentuknya sel busa, dan pada akhir percobaan yaitu pada minggu XX

    dimana diharapkan plak aterosklerosis sudah terbentuk.

    3.2 Hipotesis:

    Hipotesis utama yang akan dibuktikan adalah

    1. Konsentrasi F2 isoprostan pada darah tikus Wistar yang mengkonsumsi

    babi guling dengan bumbu, lebih rendah dibandingkan dengan yang

    mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu.

    2. Kadar IL-6 pada darah tikus Wistar yang mengkonsumsi babi guling

    dengan bumbu, lebih rendah dibandingkan dengan yang mengkonsumsi

    babi guling diolah tanpa bumbu

    3. Aktifitas antioksidan total pada darah tikus Wistar yang mengkonsumsi

    babi guling dengan bumbu, lebih tinggi dibandingkan dengan yang

    mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu.

  • 68

    4. Kadar GSH pada darah tikus Wistar yang mengkonsumsi babi guling

    dengan bumbu, lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengkonsumsi

    babi guling diolah tanpa bumbu

    5. Jumlah sel busa pada dinding pembuluh darah tikus Wistar yang

    mengkonsumsi babi guling dengan bumbu, lebih rendah dibandingkan

    dengan yang mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu

    Untuk memperjelas bagaimana kerusakan endotel di dinding pembuluh darah

    akibat raddikal bebas yang ditunjukkan oleh tingginya kadar F2 isoprostan dan

    inflamasi yang ditunjukkan oleh kadar IL-6, ekspresi dari kedua substrat tersebut

    juga dilihat. Sehingga hypothesis tambahannya adalah

    1. Ekspresi F2 isoprostane pada pembuluh darah tikus Wistar yang

    mengkonsumsi babi guling dengan bumbu, lebih rendah dibandingkan

    dengan yang mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu.

    2. Ekspresi IL-6 pada dinding pembuluh darah tikus Wistar yang

    mengkonsumsi babi guling dengan bumbu, lebih rendah dibandingkan

    dengan yang mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu.

  • 69

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    Untuk menjawab permasalahan di atas, penelitian ini akan menggunakan

    rancangan eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui dampak dari

    mengkonsumsi bumbu yang dicampur dengan daging terhadap penuaan pembuluh

    darah.

    4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian adalah penelitian eksperimental dengan rancangan pre-post test

    with control design, dilaksanakan di laboratorium yaitu Laboratorium Biomedik

    Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dan Bagian Ilmu Kedokteran

    Komunitas dan Kedokteran Pecegahan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,

    dengan menggunakan percobaan binatang. Penelitian dilakukan selama 14 bulan

    dengan rincian 12 minggu melakukan penelitian pendahuluan, 20 minggu untuk

    pelaksanaan perlakuan, 12 minggu untuk mengumpulkan data, 12 minggu untuk

    mengolah data dan membuat laporan.

    4.2 Rancangan Penelitian

    Eksperimentasi ini menggunakan tikus jenis Wistar (Rattus Novergicus

    Wistar Race) untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari asupan berbagai

    makanan di bawah ini terhadap munculnya sel busa yang merupakan akibat dari

    penuaan pembuluh darah. Sebagai faktor risiko dari aterosklerosis, dipelajari juga

  • 70

    kadar antioksidan total, GSH (glutation), F2 isoprostan, dan IL-6. Jenis makanan

    tersebut adalah:

    - Campuran lemak, daging dari babi guling yang dikonsumsi tanpa

    bumbu

    - Campuran lemak, daging dari babi guling yang dikonsumsi dengan

    bumbunya.

    Gambar 4.1: Rencana Kerja Perlakuan

    Keterangan:

    S : Sampel

    SS : Subsampel (0)

    PI : Perlakuan dengan memberikan makanan aterogenik

    PII : Perlakuan daging babi plus bumbu dosis maksimum

    PIII : Perlakukan daging babi plus bumbu dosis optimum

    PIV : Perlakuan daging babi plus bumbu dosis minimum

    PV : Perlakuan dengan daging babi saja tanpa bumbu

    PVI : Perlakuan dengan makanan asli tikus

    OI : Perlakuan selama 3 minggu

    O II : Perlakuan selama 12 minggu

    O III : Perlakuan selama 20 minggu

    OI O III O II

    PI

    PII

    PIII S

    SS

    PIV

    PV

    PVI

  • 71

    Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

    melakukan pre-post test with control design. Tikus dengan umur, jenis kelamin

    yang sama dan berat badan yang relatif sama dipisahkan secara random menjadi 6

    (enam) kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan akan diberikan makanan

    yang berbeda-beda, yaitu Perlakuan I mendapatkan diet makanan yang bersifat

    aterogenik yang mana kemampuan aterogenitasnya sudah diketahui (Muliartha &

    Mulyohadi, 2002), Perlakuan II mendapatkan diet makanan babi guling yang

    diolah dengan bumbu, perlakuan III mendapatkan diet makanan babi guling yang

    diberikan tanpa bumbu, dan perlakuan IV yang hanya mendapatkan makanan asli

    tikus (Muliartha & Mulyohadi, 2002). Bumbu diberikan dalam bentuk 3 dosis

    yaitu dosis maksimal, dosis optimal dan dosis minimal dan pemberiannya

    disesuaikan dengan berat badan tikus. Jumlah makanan yang diberikan

    disesuaikan dengan porsi makanan tikus dalam bentuk makanan segar (pelet segar)

    dengan berat masing-masing 30 gram. Evaluasi awal (pretest) dilakukan pada

    separate sample sebelum dilakukan intervesi dan selanjutnya post test dilakukan

    pada minggu III, XII dan XX.

    4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

    Populasi penelitian untuk rancangan eksperimental adalah tikus tipe

    kolesterol sensitif yaitu jenis Rattus Novergicus Wistar Race. Jumlah tikus yang

    dipakai sebagai sampel dihitung berdasarkan rumus yang diambil dari Metode

    Perancangan Percobaan oleh Ir. Vincent Gaspersz, sebagai berikut:

    (t - 1) (n 1) > 15

  • 72

    t = jumlah perlakuan

    n = jumlah ulangan

    Dengan rumus di atas dan dengan perlakuan sebanyak 6 (enam) jenis perlakuan,

    maka jumlah ulangan yang diperlukan minimal adalah 4 (empat) kali. Bila setiap

    kali ulangan diwakili oleh satu sekor tikus maka jumlah tikus yang diperlukan

    minimal 4 (empat) ekor di setiap kelompok perlakuan.

    4.3.1 Kriteria Inklusi

    Untuk menjaga homogenitas sampel maka diberlakukan kriteria inklusi sebagai

    berikut:

    Umur pada waktu pemilihan berada pada kisaran: 4-5 minggu,

    Jenis kelamin jantan,

    Berat berada pada kisaran : 80 120 gram

    Hanya tikus yang sehat

    4.3.2 Kriteria eksklusi

    Untuk kriteria eksklusi adalah bila tikus itu menderita cacat bawaan akan diekslusi

    dari penitian ini

    4.3.3 Drop Out

    Tikus yang mati selama percobaan di drop out dan dicarikan penggantinya

    (substitusi), dengan kriteria yang sama dengan kriteria inklusi.

    Dari 100 tikus yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak tereleminasi

    kemudian dipilih secara acak sederhana, untuk mendapatkan tikus-tikus yang akan

  • 73

    memperoleh kelompok perlakuan. Dan setiap kelompok perlakuan diwakili oleh 4

    tikus sehat.

    4.4 Variable Penelitian

    4.4.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Penelitian

    Variabel yang diukur adalah untuk rancangan eksperimental, diagramnya ada di

    gambar 4.2

    1. Variabel bebas : yaitu daging babi guling yang bersifat

    aterogenik sehingga dapat meningkatkan Radikal

    Bebas dan Inflamasi.

    2. Variabel interfensi : adalah bumbu babi guling yang dapat

    meningkatkan aktivitas antioksidan total termasuk

    antioksidan primer atau interna. Bumbu ini

    terbagi dalam tiga dosis yaitu dosis maksimum,

    dosisi optimum dan dosis minimum.

    3. Variabel tergantung : terbentuknya sel busa sampai dengan plak

    aterosklerosis pada dinding pembuluh

    darah tikus Wistar oleh karena tingginya radikal

    bebas dan proses inflamasi

    4. Variabel antara : kadar F2 isoprostan yang mengukur tingginya

    Radikal Bebas dan IL-6 yang mengukur proses

    inflamasi; Aktivitas Antioksidan total dan kadar

  • 74

    GSH yang dapat menekan munculnya Radikal

    bebas dan proses inflamasi.

    Gambar 4.2: Gambar Hubungan antar Variabel

    4.4.2 Definisi Operasional Variabel

    Untuk keseragaman penelitian maka variabel penelitian didefinisikan

    seperti di bawah ini :

    1. Babi guling: Babi guling yang diolah secara tradisional. Anak babi jenis

    landrace yang telah dibunuh, dibersihkan dan isi perutnya

    dikeluarkan. Babi kemudian dipanggang secara utuh sambil terus

    diolesi dengan minyak dan kunyit sampai dianggap matang.

    Dalam penyajiannya semua daging dan lemak disatukan, dicampur

    merata, dihaluskan dan kemudian dibuat pelet dengan berat

    V. bebas

    Daging dan Lemak

    Babi Guling F2 isoprostan

    IL-6 SEL BUSA

    V. tergantung V. antara

    Bumbu Antioksidan total dan GSH

    V. perlakuan

  • 75

    masing-masing 30 gram. Dan disimpan di dalam Freezer sampai

    waktunya diberikan secara segar kepada hewan coba (Lampiran 11,

    gambar 2.1 sd 3.2).

    2. Makanan aterogenik: adalah makanan tikus yang sudah diketahui dapat

    menimbulkan plak aterosklerosis pada tikus, yaitu yang terdiri dari:

    2% kolesterol, 0.2% asam kolat (Cholic acid), dan 10% minyak

    babi (Muliartha & Mulyohadi 2002, Arjuna R., 2008)

    3. Makanan tikus: adalah makanan untuk tikus Wistar yang sebetulnya dipakai

    untuk makanan ayam yaitu jenis Confeed PARS (Muliartha, 2006,

    Arjuna R., 2008).

    4. Bumbu babi guling : adalah bumbu khas untuk makanan olahan tradisional bali

    yang digunakan untuk membuat babi guling yang berisi tiga

    komponen campuran bahan yaitu base genep, base penyanggluh

    dan base panglemes. Komposisi bumbu disesuaikan berdasarkan

    bumbu yang umum digunakan untuk babi guling. Bumbu

    kemudian dipanaskan dalam perut babi sehingga matang, diekstrak

    kemudian dilarutkan untuk mendapatkan dosis yang diperlukan

    sebelum diberikan secara paksa kepada hewan coba. Pemberian

    diberikan berdasarkan dosis yaitu dosis maksimum, dosis optimum

    dan dosis minimum. Bahan dan cara pembuatan bumbu dapat

    dilihat di lampiran 9 dan lampiran 11, gambar 1.1 sd 1.3).

  • 76

    4.1. Bumbu Dosis maksimum (PII): adalah jumlah mililiter bumbu yang di

    sondekan ke dalam lambung tikus untuk mendapatkan dosis 100%

    test DPPH, yang diperoleh dari perhitungan. Dosis ditentukan per

    100 gram berat tikus (lihat lampiran 10 menentukan dosis).

    4.2. Bumbu Dosis optimum (PIII): adalah jumlah mililiter bumbu yang di

    sondekan ke dalam lambung tikus untuk mendapatkan dosis 75%

    test DPPH, yang diperoleh dari perhitungan. Dosis ditentukan per

    100 gram berat tikus (lihat lampiran 10 menentukan dosis).

    4.3. Bumbu Dosis minimum (PIV): adalah jumlah mililiter bumbu yang di

    sondekan ke dalam lambung tikus untuk mendapatkan dosis 50%

    test DPPH, yang diperoleh dari perhitungan. Dosis ditentukan per

    100 gram berat tikus (lihat lampiran 10 menentukan dosis).

    5. Aktivitas total anti-oksidan: adalah Aktivitas anti-oksidan total dalam darah

    tikus yang diukur pada awal pelaksanaan, pada minggu III, minggu

    XII dan XX dengan menggunakan tehnik pengujian dengan ELISA

    untuk kadarnya dalam plasma. Kadar dinyatakan dalam bentuk

    angka kuantitatif (Cayman Chemical, 2009).

    6. Kadar GSH: adalah kadar GSH dalam darah tikus yang diukur pada awal

    pelaksanaan, pada minggu III, XII dan XX. Untuk mengukur kadar

    dalam plasma digunakan reagen Cayman Chemical GSH assay kit.

    Kadar dinyatakan dalam bentuk angka kuantitatif (Biovision, 2009).

  • 77

    7. Kadar F2-isoprostan: adalah kadar F2-isoprostan dalam darah tikus yang diukur

    pada awal pelaksanaan, pada minggu III, XII dan XX. Untuk

    mengukur kadar, digunakan enzym immunoassay kit (Cayman)

    untuk 8-iso-PGF2. Kadar ditentukan dengan metode ELISA dan

    dinyatakan dalam bentuk angka kuantitatif (Morrow etal., 1995;

    Cell Biolabs, 2009).

    8. Ekspresi F2-isoprostan : adalah jumlah sel endotel yang terekspresi terhadap

    F2-isoprostan pada awal dengan pengecatan immunohistokimia,

    minggu III, XII dan pada minggu ke XX. Pembacaan

    menggunakan mikroskop dengan pembesaran 200, 400, 900 kali.

    Penghitungan dilakukan dengan semikuantitatif yaitu dengan

    menghitung sel endotel yang terekspresi pada lapangan pandang

    (Muliartha, 2002, Pratic D. etal., 1997, Ika Fikriah, 2007).

    9. Kadar IL-6: adalah aktivitas IL-6 dalam darah tikus yang diukur pada awal

    pelaksanaan, pada minggu III, XII dan XX dengan menggunakan

    tehnik elisa untuk kadarnya dalam plasma. Kadar dinyatakan

    dalam bentuk angka kuantitatif (Bender MedSystem, 2009).

    10. Ekspresi IL-6: adalah ekspresi sel endotel yang tercat dengan pengecatan

    imunohistokimia untuk ekspresi IL-6. Pengukuran dilakukan pada

    awal pelaksanaan, minggu III, XII dan XX. Pembacaan

    menggunakan mikroskop dengan pembesaran 200, 400, 900 kali.

    Penghitungan dilakukan dengan semikuantitatif yaitu dengan

  • 78

    menjumlahkan sel endotel yang terekspresi pada lapangan pandang

    (Terebuh P.D. etal., 1992; Muliartha, 2002).

    11. Sel busa: adalah sel yang berbentuk seperti busa, yang merupakan hasil dari

    makrofag yang memakan LDL yang teroksidasi, dilihat di bawah

    mikroskop dengan pewarnaan Oil Red O akan berwarna

    merah.Yang dihitung adalah jumlah sel busa yang ada di cell

    endotel perlapangan pandang pada pembesaran 100 kali. Sampel

    diambil dari potongan melintang dinding pembuluh darah aorta

    yang telah beku dengan alat microtome (Cryo-Cut) setipis 3-5

    mikron dan telah diperlakukan untuk pewarnaan Oil Red O

    ( Schieffer B. etal., 2004; Ika Fikriah, 2007).

    4.5. Bahan dan Alat Penelitian

    4.5.1 Bahan penelitian

    Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini berbentuk Kit, dan macam-

    macam Kit tersebut adalah:

    1. Kit untuk memeriksa aktivitas Antioksidan total dalam darah

    2. Kit untuk memeriksa aktivitas GSH

    3. Kit untuk memeriksa aktivitas F2-isoprostan

    4. Kit untuk memeriksa ekspresi F2-isoprostan

    5. Kit untuk memeriksa aktivitas IL-6

    6. Kit untuk memeriksa ekspresi IL-6

    7. Parafin, Oil Red O dan Haematoxylin Eosin untuk pemeriksaan Sel busa

  • 79

    4.5.2. Alat penelitian

    Alat-alat yang dibutuhkan antara lain

    1. Obyek glass

    2. Alat vortex

    3. Test tube

    4. Microscoop

    4.6 Protokol Penelitian

    Pada penelitian eksperimen, persiapan meliputi pencarian tikus percobaan,

    menghubungi laboratorium pelaksana dan mempersiapkan metode memelihara

    binatang coba, tehnik pengambilan darah dan metode pengiriman sampel

    khususnya sampel makanan dan sampel darah ke laboratorium.

    4.6.1 Pemeliharaan Binatang Coba (Tikus Wistar)

    Alur pelaksanaan eksperimen dari awal hingga akhir dapat dilihat pada gambar

    4.3. Pada awal penelitian, sebelum dilakukan eksperimen, tikus yang termasuk

    dalam kriteria inklusi dipilih secara acak sederhana untuk dijadikan sampel. Dari

    100 ekor tikus yang memenuhi syarat, akan dipilih masing-masing 24 (dua puluh

    empat) ekor untuk penelitian 3, 12 dan 20 minggu dan 4 (empat) ekor tambahan

    untuk memperoleh data awal (separate sampel).

    Untuk mendapatkan waktu pembedahan yang bersamaan maka waktu

    pemilihan tikus dibuat berbeda, yang pertama dipilih yang akan dipelihara selama

    20 minggu, kemudian 12 minggu dan yang terkahir dipilih yang akan dipelihara

    selama 3 minggu. Tikus-tikus kemudian dipisahkan menjadi 6 kelompok

  • 80

    perlakuan, setiap tikus akan diberi tanda sesuai dengan kelompoknya dan

    ditempatkan pada kandang yang telah dilengkapi dengan tempat pemberian makan

    dan minum dan sekam untuk tidur. Setiap 2 ekor tikus ditempatkan dalam satu

    kandang. Pemberian makan dilakukan secara ad libutum dimana makanan tikus

    disiapkan sebanyak 30 gram perhari dan tikus dapat makan dan minum sesuai

    dengan kemauannya. Sisa makanan dan minuman diukur setiap hari sebelum

    diberikan makanan dan minum yang baru. Selanjutnya dilakukan adaptasi untuk

    tikus dapat mengkonsumsi makanan yang harus dikonsumsinya (Lampiran 11,

    gambar 3.3 sd 4.6).

    Gambar 4.3: Rencana Alur Kerja Penelitian

    TIKUS COBA

    TIKUS COBA

    Minggu III

    B guling - bumbu

    B guling + bumbu

    TIKUS COBA

    Minggu XII

    B guling - bumbu

    B guling, bumbu +

    Antioksidan, GSH, F2 -

    isoprostan, IL-6,

    Sel busa

    TIKUS COBA

    Minggu XX

    Antioksidan, GSH, F2 -

    isoprostan, IL-6, Sel busa

    Antioksidan, GSH, F2 -

    isoprostan, IL-6, Sel busa

    Antioksidan, GSH, F2 -

    isoprostan, IL-6, Sel busa

    B guling bumbu -

    B guling, bumbu +

  • 81

    Untuk data awal, 4 ekor tikus (separate sample) dengan berat dan usia

    yang sama dengan usia tikus waktu pemilihan sebelum dipelihara diambil

    darahnya untuk memperoleh data awal (normal) tentang kadar IL-6, kadar F2-

    isoprostan, aktifitas anti-oksidan total dan GSH; dan pembuluh darahnya untuk

    mendapatkan data tentang jumlah sel busa, ekspresi IL-6, ekspresi F2-isoprostan.

    Selanjutnya, di tiap kelompok perlakuan, untuk mendapatkan 4 (empat) kali

    ulangan, masing-masing kelompok terdiri dari 4 (empat) ekor tikus.

    Pada masa eksperimen, semua tikus mendapat makanan sesuai dengan

    kelompok perlakuannya masing-masing, yaitu babi guling tanpa bumbu, babi

    guling plus bumbu, makanan aterogenik tikus dan makanan tikus asli. Pemberian

    makan akan dilakukan setiap hari dengan jumlah 30 gram dan bila ada sisa pada

    keesokan harinya, maka sisa akan ditimbang sebelum diberikan makanan yang

    baru, sehingga dapat diketahui dengan pasti berapa jumlah makanan yang

    dikonsumsi.

    Selama masa eksperimen, tikus percobaan dipelihara oleh petugas khusus

    pemelihara tikus (lihat lampiran 8) yang bertugas memelihara dan mengawasi

    kesehatan tikus, memberi makan dan menyonde. Selama waktu ini tidak

    ditemukan tikus yang sakit, tetapi ditemukan seekor tikus mati di awal penelitian

    dan sudah disubstitusi dengan tikus yang sejenis dan dapat dikatakan sama.

    4.6.2 Pengambilan Darah dan Pembuluh Darah

    Pada minggu ke III, XII dan XX dilakukan pemeriksaan aktivitas total

    antioksidan, GSH, kadar F2-isoprostan dan kadar IL-6 dalam serum darah dan

  • 82

    jumlah sel busa di dinding pembuluh darah. Untuk ini, darah diambil seluruhnya

    dari jantung tikus yang teranastesi. Disamping itu pembuluh darah aorta dan arteri

    carotis diambil untuk memeriksa jumlah sel busa yang terbentuk dengan metode

    Oil Red O, dan pewarnaan imunohistokimia untuk ekspresi dari F2-isoprostan dan

    IL-6 .

    4.6.3 Menghitung Jumlah Sel Busa

    Setelah pembuluh darah dibuatkan dalam slide preparat dengan ketebalan

    3 mikron dan dicat dengan Oil Red O (cara dapat dilihat dalam lampiran 6)

    dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100, 400 dan 900

    kali.

    Dengan pembesaran 100 dapat dihitung jumlah sel busa secara umum di

    sekeliling penampang melintang pembuluh darah dan zona-zona yang akan

    menjadi tempat lokasi penghitungan. Keliling pembuluh darah kemudian dibagi

    menjadi 8 (delapan) zona seperti arah jarum jam yaitu daerah jam 12.00, 13.30,

    15.00, 16.30, 18.00, 19.30, 21.00 dan 22.30 secara membuta (Ariana Y., 2006,

    Ika Fikriah, 2007). Dengan pembesaran 400 penghitungan dilakukan di tiap

    bagian zona potongan melintang tersebut. Yang dihitung adalah sel busa yang

    sudah bermigrasi ke endotel (LDL yang terokisdasi) yang berbentuk bulatan

    berwarna merah sampai dengan sel busa yang sudah membentuk fatty streak.

    Jumlah Sel busa di tiap bagian kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan jumlah

    sel busa di sekeliling potongan melintang tersebut. Bila dalam satu slide ada lebih

    dari satu pembuluh darah, dengan cara yang sama, sel busa dihitung di setiap

    pembuluh darah. Jumlahnya di masing-masing pembuluh darah dijumlahkan

  • 83

    untuk kemudian diambil rata-ratanya. Pembesaran 900 kali hanya dilakukan untuk

    memastikan apakah itu sel busa atau bagian lemak yang lain.

    4.6.4 Menghitung Ekspresi F2-isoprostan

    Setelah dibuatkan slide dengan ketebalan 3 mikron dan dilakukan

    pengencatan dengan menggunakan Pengecaan untuk F2-isoptostan, sel yang

    terekspresi bervariasi dari berwarna coklat tua sampai dengan dinding selnya

    rusak dan F2 isoprostan terpancar keluar. Yang dihitung adalah jumlah sel endotel

    yang terekspresi di lingkaran melintang pembuluh darah. Cara penghitungan

    dengan menggunakan metode seperti menghitung sel busa, yaitu keliling

    pembuluh darah kemudian dibagi menjadi 8 (delapan) zona seperti arah jarum jam

    yaitu daerah jam 12.00, 13.30, 15.00, 16.30, 18.00, 19.30, 21.00 dan 22.30.

    Dengan pembesaran 400 penghitungan dilakukan di tiap bagian zona potongan

    melintang tersebut.

    4.6.5 Menghitung Ekspresi IL-6 di Dinding Pembuluh Darah

    Setelah dibuatkan slide dengan ketebalan 3 mikron dan dilakukan

    pengencatan dengan menggunakan Pengecaan untuk IL-6, sel yang terekspresi

    bervariasi dari berwarna coklat tua sampai dengan dinding selnya rusak dan IL-6

    nya terpancar keluar. Yang dihitung adalah jumlah sel endotel yang terekspresi di

    lingkarang melintang pembuluh darah. Cara penghitungan dengan menggunakan

    metode seperti menghitung sel busa.

    4.7 Analisis Data

    Dalam penelitian ini data yang diperoleh dianalisis seperti di bawah ini

  • 84

    4.7.1 Analisis Deskriptif

    Analisis deskriptif untuk mengetahui simpang baku, rerata dan median

    kadar total anti-oksidan, GSH, F2-isoprstan, IL-6, jumlah sel busa, pada semua

    perlakuan binatang coba maupun di setiap kelompok perlakuan (ulangannya).

    Analisis perkembangan rerata variabel pada minggu III sampai dengan XX

    disajikan dalam bentuk grafik.

    4.7.2 Uji Normalitas

    Normalitas disribusi data anti-oksidan, GSH, F2-isoprstan, IL-6 dan

    jumlah sel busa, diuji dengan uji Saphiro Wilk dengan tingkatn kemaknaan ( <

    0,05), dimana distribusi data akan dianggap normal bila p > 0,05

    4.7.3 Analisis Inferensial

    Analisis inferensial dilakukan untuk menguji perbedaan kemaknaan rerata

    kadar anti-oksidan total, GSH, F2-isoprostan, IL-6 dan jumlah sel busa pada awal,

    minggu III, XII dan XX dari antara kelompok perlakuan dan perubahan rerata

    kadar antioksidan total, GSH, F2-isoprostan, IL-6 dan jumlah sel busa di setiap

    perlakuan pada minggu-minggu perlakuan yang berbeda. Pada data yang

    terdistribusi normal, dilakukan uji statistik komparasi dengan One way ANOVA

    dengan tingkat kemaknaan ( < 0.05), sedangkan data yang tidak terdistribusi

    normal dilakukan uji statistik non parametrik dengan Kruskal Wallis. Hipotesis

    statistik akan dinyatakan sebagai berikut:

    H0 : 1 = 2 = 3 = 4 = 5 = 6

    Ha : paling tidak ada kelompok yang berbeda

  • 85

    POST HOC test

    Uji Post Hoc (LSD atau Temhanes T2) dilakukan pada uji ANOVA yang

    terbukti signifikan, untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan hipotesis

    statistik

    1. Membandingkan kelompok perlakuan makanan asli tikus (PVI) dengan

    perlakuan makanan babi guling yang diolah dengan bumbu dosis

    maksimum (PII)

    H0 : 2 = 6 Ha : 2 6

    Bumbu dosis optimum (PIII)

    H0 : 3 = 6 Ha : 3 6

    Bumbu dosis minimum (PIV)

    H0 : 4 = 6 Ha : 4 6

    2. Membandingkan antara kelompok babi guling yang diolah tanpa bumbu

    (PV) dengan kelompok perlakuan makanan asli tikus (PVI)

    H0 : 5 = 6 Ha : 5 6

    3. Membandingkan antara kelompok yang mendapatkan makanan asli tikus

    (PVI) dengan kelompok yang memperoleh makanan yang bersifat

    aterogenik (PI)

  • 86

    H0 : 1 = 6 Ha : 1 6

    4. Membandingkan antara kelompok yang memperoleh makanan yang diberi

    bumbu (PII-PIV) dengan yang memperoleh makanan aterogenik (PI)

    Bumbu dosis maksimum (PII)

    H0 : 2 = 1 Ha : 2 1

    Bumbu dosis optimum (PIII)

    H0 : 3 = 1 Ha : 3 1

    Bumbu dosis minimum (PIV)

    H0 : 3 = 1 Ha : 3 1

    5. Membandingkan antara kelompok yang memperoleh makanan tanpa

    bumbu (PV) dengan yang memperoleh makanan aterogenik (PI)

    H0 : 5 = 1 Ha : 5 1

    6. Membandingkan antara kelompok yang memperoleh makanan yang diolah

    tanpa bumbu (PV) dengan yang memperoleh makanan diolah dengan

    bumbu (PII-PIV)

    Bumbu dosis maksimum (PII)

    H0 : 5 = 2 Ha : 5 2

  • 87

    Bumbu dosis optimum (PIII)

    H0 : 5 = 3 Ha : 5 3

    Bumbu dosis minimum (PIV)

    H0 : 5 = 4 Ha : 5 4

    Korelasi antara kadar kemaknaan rerata kadar anti-oksidan total, GSH

    termasuk rasio GSH:GSSG, F2- isoprostan, IL-6, dan jumlah sel busa yang

    terbentuk akan dilakukan dengan

    - Uji Pearson bila persyaratan korelasi dipenuhi

    - Uji korelasi Spearman bila data tidak memenuhi persyaratan.

    Hipotesis statistik akan dinyatakan sebagai berikut

    H0 : = 0 Ha : 0

    Perbedaan semua variabel penelitian antara pengukuran minggu III dengan

    minggu XX pada masing-masing perlakuan akan diuji dengan uji T-pair dengan

    tingkat kemaknaan ( < 0,05) dan hipotesis statistik adalah sebagai berikut

    H0 : III = XX Ha : III XX