un yana - unud

38
KED UKA H DISASTERlNSURANCECOMPANY DALAM RANG MITIGASI D REDUKSI DAMPAKBENCA A Pr0f. Dr. Putu Sudamla Sumadi SR. SD NID.'f 0019045603 FA TASHUKUM SI AS un YANA Mei2019

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: un YANA - UNUD

KED UKA H DISASTERlNSURANCECOMPANY DALAM RANG MITIGASI D REDUKSI

DAMPAKBENCA A

Pr0f. Dr. Putu Sudamla Sumadi SR. SD

NID.'f 0019045603

PROG~STunI~MUHUKUM

FA TASHUKUM

SI AS un YANA

Mei2019

Page 2: un YANA - UNUD

1. Judul Penenlitian : Kedudukan Hukurn Disaster Insurance Company Dalam Rangka

Mitigasi Dan Reduksi Dampak Bencana ') Ketua Peneliti

a. Nama lengkap : Prof. Dr. Putu Sudanna Sumadi, SH, SU

b. Jenis kelamin : laki~laki

c. NIPINIDN : 19560419198303100310019045603

d. Jabatan struktural :

e. Jabatan fungsional: Guru Besar

f. Fakultas : Hukum g. Pusat Penelitian : Unit Penelitian dan Pengabdian Fakultas Hukum Unud

h. Alamat : J1. Pulau Bali No. 1 Sanglah, Denpasar

1. Telpon : (0361) 222666

j. Alamat rumah : J1. Gatot Subroto I!X.X1II No. 23 Denpasar 80239

3. Jumlah anggota peneliti : 1 (satu) orang

4. Pembiayaan : Mandiri

Denpasar, 18 Juli 2019

Mengetahui, Ketua Peneliti,

Ketua Bagian

(Dr. I Made Sarjana, SH.,MH.) SHSU

NIP. 196112311986011001

Mengetahui

Dekan

Fakultas Hukum

Universitas Udayana

( Prof. Dr. I Made· SH. M.Hum.)

NIP. 196502211990031005

tama

Page 3: un YANA - UNUD

KATAPENGANTAR

Tidak ada yang dapat diungkapkan selain ekspresi perasaan yang penuh

santtuthi (sukacita) karena akhimya Laporan Penelitian yang berjudul HKedudukan Hukuro

Disaster Insurance Company Dalam Raogka Mitigasi Dan Reduksi Bencana" dapat

dirampungkan tepat pada waktunya. Akan tetapi seperti biasanya dan sudah tentu dengan

berbagai kekurangan yang menyertainya.

Penelitian ini berusaha semaksimalnya mencan penjelasan atas

permasalahanpokok pertama apakah risiko bencana seperti rasa aman yang terancam,

mengungsi, dan terganggunya kegiatan dalam masyarakat dapat dipertanggungkan. Kedua

apakah prinsip subrogasi dapat diterapkan dalam perjanjian asuransi bencana. Penjelasan

tersebut sangat bermanfaat untuk menumbuhkembangkan kesadaran berasuransi.

Terbatasnya waktu yang dapat dialokasikan untuk melaksanakan penelitian

iui secara mandiri dan terutama kemampuan dalam hal pemahaman merupakan faktor­

faktof yang menyebabkan kualitas laporan peneJitian ini kurang memadai. Kendala ini

masih harus ditambah lagi dengan kesulitan memperoleh data. Akan tetapi hal ini kiranya

dapat maklumi mengingat pengerjaannya yang dilakukan dalam waktu yang hampir

bersamaan dengan kewajiban tulis-menulis yang lainnya.

Seperti sudah dikemukakan, penelitian ini masih jauh dari sempurna.

Ragam dan jumlah materi berupa peristiwa dan/atau hubungan yang mengandung unsur

perjanjian asuransi bencana yang berhasil dikumpulkan maslh sangat terbatas. Untuk itu

setiap sumbang saran yang dapat melengkapi materi yang sudal1 ada sangatlah diharapkan.

Akhir kata disampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan dan terimakasih atas

segala bantuan hingga rampungnya Iaporan ini.

D"Tar, 18 Juli 2019

pene\~~

Page 4: un YANA - UNUD

DAFfARISI

KATAPENGANTAR

DAFTARISI

RINGKASAN............................................................... I

BAB I PENDAHULUAN...................................... .......... . 2

BABIITINJAUANPUSTAKA.......................................... 6

BAB III METODE PENELITIAN.................................. ..... 13

BABIVHASILDANPEMBAHASAN................................ 15

BAB V PENUTUP........................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA

29

Page 5: un YANA - UNUD

1

RINGKASAN

Berdasarkan pandangan bahwa ….disaster insurance is a monetary agreement

between an insurance company and an individual, entitling the individual to

compensation for losses incurred during disasters. A few common examples include

natural disaster insurance, earthquake insurance, and tsunami insurance, dapat

dikemukakan perihal yang disebut dengan asuransi bencana atau disaster insurance

itu sesungguhnya merupakan asuransi yang bersifat konvensional dalam pengertian

memiliki prinsip-prinsip yang sama seperti asuransi-asuransi pada umumnya;

asuransi kehilangan, asuransi kebakaran, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa.

Namun demikian apabila disimak lebih dalam memang terdapat perbedaan

yang sangat karakteristik. Perbedaannya terletak pada risiko yang ditanggung.

Risiko pada asuransi konvensional berkisar pada kehilangan, kerusakan, kerugian

pada umumnya, kebakaran, kecelakaan dan peristiwa tertentu yang tidak dapat

dipastikan kapan terjadinya (uncertainties). Sementara itu yang ditanggung dalam

asuransi bencana adalah risiko bencana.

Asuransi merupakan suatu perjanjian dengan mana pihak pertama yang

disebut Penanggung menyanggupi untuk memberikan kompensasi atas terjadinya

risiko tertentu pada pihak kedua yang disebut Tertanggung yang menyanggupi

untuk membayar premi kepada pihak pertama. Dengan demikian dapat

dikemukakan asuransi pada dasarnya mengacu pada suatu bentuk transaksi untuk

memperalihkan risiko tertentu dari pihak kedua kepada pihak pertama dengan

partisipasi tertentu pihak kedua. Perilaku berasuransi dapat dipersamakan dengan

perilaku dalam berinvestasi yang berorientasi pada masa yang akan datang sembari

membuat persiapan-persiapan yang perlu dan relevan pada masa kini.

Penelitian ini memiliki tujuan jangka panjang dalam rangka meningkatkan

ko-dependensi melalui peningkatan kesadaran berasuransi sebagai langkah

pemahaman dan persiapan mitigasi dan reduksi dampak bencana. Ada pun

tujuannya secara khusus adalah mencari kejelasan mengenai ruang lingkup obyek

perjanjian asuransi bencana, dan relevansi prinsip subrogasi dalam asuransi yang

mempertanggungkan risiko bencana. Kedua tujuan tersebut penting artinya bagi

kedudukan perusahaan asuransi pada satu sisi dan bagi masyarakat yang bermukim

dan mencari penghidupan di kawasan rawan bencana.

Penelitian mengenai kedudukan hukum disaster insurance company dalam

rangka mitigasi dan reduksi dampak bencana ini dirancang sebagai penelitian

hukum normatif yang berbasis pada bahan-bahan hukum baik primer (peraturan

perundang-undangan, dll) maupun sekunder (bahan pustaka), yang dilengkapi

dengan data empiris. Pendekatan yang dipergunakan terdiri dari statute approach,

conceptual approach dan comparative approach. Bahan dan data yang relevan

dianalisis secara interpretatif menurut langkah-langkah yang sesuai dan

dideskripsikan karena hakikatnya penelitian hukum itu merupakan studi yang

menjelaskan.

Page 6: un YANA - UNUD

2

BAB I. PENDAHULUAN

Kondisi-kondisi yang merupakan akibat atau kemungkinan-kemungkinan

akibat yang timbul baik secara alami maupun non-alam karena perbuatan tunggal

atau bersegi dua (perjanjian) yang dilakukan oleh orang-orang pada dasarnya

merupakan risiko yang dapat terjadi pada atau menimpa barang dan atau diri

(fisik) setiap orang atau hampir segala sesuatu.

Sejalan dengan berkembangnya pemahaman berdasarkan Pasal 1

angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana , pertama, bahwa bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa

yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Kedua, bahwa bencana

alam merupakan merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,

tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor,

maka kondisi-kondisi seperti cedera, kehilangan, kerusakan dll tersebut tidak

cukup lagi untuk mendeskripsikan luas ruang lingkup pengertian risiko.

Pemahaman bahwa risiko atau risk ….the danger or hazard of a loss of the

property insured; the casualty contemplated in a contract of insurance; ….a

specific contingency or peril;….the specific house, factory, ship, etc. covered by

policy. Hazard, danger, peril, exposure to loss, injury, disadvantage or

destruction, and comprises all elements of danger1, dalam perkembangan terakhir

ini harus disesuaikan dengan konteks dalam hal apa risiko tersebut menjadi

pokok persoalan.

Undang-undang tentang Penanggulangan Bencana

memiliki definisi sendiri mengenai “risiko bencana” yang dirumuskan sebagai

potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun

waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya

rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan

1 Henry Campbell Black, 1979. Black”s Law Dictionary. West Publishing Co., St. Paul Minn. Hal. 1193.

Page 7: un YANA - UNUD

3

masyarakat (Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007).

Dari uraian ringkas tersebut dapat diketahui bahwa

risiko yang paling besar dan lengkap-menyeluruh itu dapat terjadi karena bencana

baik alam mau pun non-alam. Bencana tidak saja menghancurkan segala sesuatu

yang bersifat kebendanaan akan tetapi juga non-benda, bahkan peradaban yang

telah berkembang dan diwariskan secara turun temurun juga dapat lenyap

seketika.

Dengan demikian dapatlah dibayangkan betapa tingginya "ongkos"

ekonomi dan sosial yang harus ditanggung akibat bencana. Ongkos bencana yang

dimaksudkan dalam hal ini pada dasarnya adalah seluruh pengeluaran yang terjadi

dan pendapatan yang tidak diperoleh selama berlangsungnya seluruh tahapan

bencana.

Apabila mengacu pada tahapan atau level status gunung berapi yang

terdiri dari empat tahap; 1. aktif normal ( gunung api yang diamati tidak ada

perubahan aktivitas secara visual, seismik, dan kejadian vulkanik), 2. waspada (

aktivitas seismik meningkat dan mulai muncul kejadian vulkanik). 3. Siaga (

peningkatan seismik dan vulkaning yang dapat diamati dengan terjadinya

perubahan visual dan aktivitas kawah.4. awas ( level yang paling memungkinkan

terjadinya erupsi. Terjdi letusan utama yang dilanjutkan dengan letusan awal,

diikuti semburan abu dan uap. Setelah itu akan diikuti dengan erupsi besar), maka

setiap tahap tersebut sesungguhnya sudah menuntut dialokasikannya ongkos

bencana.

Pada level aktif normal yang tampak adem-adem saja sejumlah ongkos

bencana sudah harus dialoksikan tidak saja oleh pemerintah melalui "budget" dari

institusi atau badan nasional terkait, akan tetapi juga oleh setiap orang atau pun

korporasi terutama yang berlokasi pada kawasa rawan bencana berupa ongkos-

ongkos yang dikeluarkan sebagai langkah antisipasi dan penanggulangan

bencana.

Namun demikian sudah tentu ongkos yang terbesar akan terjadi pada dan

pasca level awas. Pada level ini berlangsung evakuasi secara besar-besaran

meliputi hampir seluruh penduduk dan properti termasuk hewan peliharaan yang

Page 8: un YANA - UNUD

4

dapat dibawa, kecuali rumah, tempat usaha, sawah, ladang, pabrik dan ternah

yang membutuhkan perhatian khusus.

Sebagai bahan perbandingan maka pada kesempatan ini disajikan kembali

hasil penelusuran berkenaan dengan erupsi Gunung Agung di Kabupaten

Karangasem Bali pada 2017. Penelusuran yang dilatarbelakangi oleh berbagai

keterbatasan tersebut dilakukan dengan menyimak berita-berita seputar erupsi

khususnya pada media online sebagai sumber bahan hukum tertier.

Berdasarkan penelusuran tersebut diperoleh informasi bahwa erupsi

Gunung Agung yang tidak sampai mengeluarkan lava pijar dan menyebabkan

banjir lahar dingin serta letusan yang sangat dahsyat, melainkan “hanya” asap

tebal dan abu vulkanik pada waktu itu, telah menyebabkan timbulnya kerugian

hingga belasan triliun rupiah.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan

mengatakan, total kerugian akibat erupsi Gunung Agung, Bali selama 40 hari

mencapai Rp 19 triliun. Kerugian terutama disebabkan anjloknya kunjungan

wisata mancanegara (wisman) dan menyebabkan target kunjungan turis 2017 tak

tercapai. Luhut mengatakan, erupsi Gunung Agung ini bahkan membuat

Tiongkok memberikan peringatan perjalanan atau travel warning bagi warganya

yang ingin berkunjung ke Indonesia. Akibatnya, tak ada satupun turis asal

Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia saat itu.2

Intinya dari erupsi yang diembel-embeli dengan predikat

“hanya” seperti itu Indonesia mengalami kerugian dalam tiga bentuk; pertama,

tidak terwujudnya harapan memperoleh keuntungan dari kedatangan wisatawan

mancanegara, kedua, terganggunya agenda ekonomi karena target tahunan tidak

tercapai, dan ketiga semacam sanksi sosial berupa travel warning. Negara yang

menjadi sasaran dari warning tersebut akan merasakannya sebagai suatu langkah

pengucilan dari hiruk-pikuknya dunia pariwisata.

Lebih inti lagi, ongkos bencana terutama apabila

dinilai dari aspek finansialnya itu sangat tinggi. Dalam kebanyakan bencana

2 Dimas Jarot Bayu, 2018. Erupsi Gunung Agung Sebabkan Kerugian Hingga Rp 19 Triliun.

https://katadata.co.id/berita/2018/01/09/erupsi-gunung-agung-sebabkan-kerugian-hingga-rp-19-triliumedia.

Page 9: un YANA - UNUD

5

seringkali tampak pelaksanaan penanggungalannya seperti kekurangan biaya,

belum lagi yang dialokasikan untuk yang bersangkutan dengan upaya "recovery"

yang memang butuh biaya tidak sedikit kalau tidak boleh dikatakan besar.

Biaya recovery selama ini ditanggung oleh negara terutama

untuk infrastruktur melalui pengalokasian secara khusus dana untuk

penanggulangan bencana berdasarkan amanat undang-undang. Ini merupakan

suatu bukti kesungguhan negara dalam menanggulangi bencana. Namun demikian

negara juga harus memiliki dan melaksanakan kewajibannya itu sesuai dengan

paradigm penanganan bencana.

Dalam paradigma mitigasi dan reduksi yang sedang dikembangkan

dalam beberapa tahun belakangan ini, pola penanganan dampak bencana tidak

lagi didominasi oleh institusi pemerintah, melainkan masyarakat umum melalui

strategi kebudayaan didorong untuk turut berpartisipasi, dunia bisnis diberikan

kesempatan untuk menyediakan jasa asuransi.

Urgensi penelitian ini pada dasarnya terfokus pada tujuan

untuk memperoleh kejelasan pertama apakah risiko bencana dapat dijadikan

obyek asuransi, dan kedua, apakah prinsip subrogasi berlaku bagi disaster

insurance company mengingat faktor-faktor penyebab bencana (risiko) sesuai

dengan paradigma pemahaman bencana seluruhnya bukan merupakan para pihak

yang dapat dipertanggungjawabkan.

Page 10: un YANA - UNUD

6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bencana atau disaster (Bahasa Inggris) atau ramp (Bahasa Belanda)

merupakan bagian dari kosakata dalam Bahasa Indonesia yang menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia yang berarti sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan,

kerugian, atau penderitaan; kecelakaan; bahaya. Dalam perspektif demikian, konsep

bencana merujuk pada sesuatu sebagai sebab.

Dalam Wet rampen en sware ongenvallen 1985 atau Undang-

Undang Belanda 1985 tentang Bencana ditentukan bahwa bencana merupakan

peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada keselamatan dan keamanan

umum, yang membahayakan kehidupan dan kesehatan sejumlah besar orang atau

sangat mengancam kepentingan material, dan memerlukan usaha terkoordinasikan

dari layanan dan organisasi dari berbagai disiplin ilmu untuk menghilangkan

ancaman atau membatasi efek yang membahayakan. Definisi tersebut pada dasarnya

bersifat lebih konkret dengan menekankan bencana-bencana (rampen) sebagai suatu

peristiwa. Elizabeth A. Martin3 tidak menyinggung tentang disaster

(bencana) melainkan mendefinisikan acts of God ….an event due to natural causes

(storms, earthquake, flood, etc) exceptionally severe that no one could reasonably be

expected to anticipate or guard against it. Selanjutnya penulis kamus ini

menghubungan act of God dengan force majeure. Oleh Karena itu dipandang layak

untuk mengetengahkan seberapa perlu tentang konsep yang disebutkan terakhir itu.

Dalam tulisannya dikemukakan ….Force Majeure

(Franc) irresistible compulsion or coercion. The phrase is used and that are

completely outside the parties control. Such events are normally listed in full to ensure

their enforceability; they may include “act of God, fires, failure of suppliers or

subcontractors to supply the supplier under the agreement, and strikes and other labor

disputes that interfere with the supplier’s performance of an agreement. An express

3 Elizabeth A.Martin, 1997, Oxford Dictionary of Law. Oxford University Press. Oxford, New York. Hal. 8.

Page 11: un YANA - UNUD

7

clause would normally excuse both delay and a total failurs to performs the

agreement4. Berdasarkan

pengertian tersebut dapatlah diungkapkan bahwa konsep force majeure berasal dari

Bahasa Perancis yang pada satu sisi merupakan padanan dari konsep disaster dan lebih

mengandung nilai hukum, dan pada sisi lain mencakup aspek-aspek yang lebih luas.

Konsep force amun mencakup juga bencana-bencana yang disebabkan karena

perbuatan dan campur tangan manusia. Pada poin ini sudah mulai tampak ragam atau

jenis bencana yang dapat terjadi. Di

samping konsep force majeure, terdapat juga konsep force majesture akan tetapi

keduanya harus dibedakan dengan tegas. Henry Campbell Black mengemukakan

….Force majesture including lightnings, earthquake, storms, flood, sunstrokes,

freezing, etc.where in later two can be considered hazards in contemplation of

employer within compensation acts. Sedangkan force majeure…the law of insurance,

superior or irresistible force. Such clauses is common in construction contracts to

protect the parties in the event that a part of contract cannot be due causes are outside

the control of the parties and could no be avoided by exercise of due care.5

Intinya, kerugian-kerugian yang ditimbulkan akibat dari sambaran petir,

gempa bumi, badai, banjir, sengatan panas matahari, kedinginan, dll. termasuk dalam

kategori force majesture. Menurut undang-undang Kompensasi (ganti rugi) dua item

yang disebutkan terakhir itu dapat dipandang sebagai jenis-jenis bahaya yang melekat

pada para pekerja, dalam pengertian dalam hal para pekerja mengalami bencana

seperti itu, korban dapat menuntut ganti rugi.

Sementara itu berkenaan dengan force majeur pada dasarnya merupakan

suatu klausul atau suatu ketentuan khusus yang dapat dicantumkan dalam berbagai

hubungan hukum. Dalam hukum asuransi misalnya, force majeur memiliki fungsi

yang sangat penting dalam rangka melindungi para pihak. Bagaimana pelaksanaaan

hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung dalam suatu perjanjian asuransi

berkenaan dengan terjadinya bencana alam.

Tuntutan atau claim untuk memperoleh penggantian atas

4 Ibid. hal. 193.

5 Black., Op.cit. hal. 581.

Page 12: un YANA - UNUD

8

risiko yang dialami pada umumnya terjadi dalam hubungan hukum yang tertuang

dalam perjanjian asuransi. Perjanjian ini pada dasarnya memperlihatkan suatu

Perspektif hukum memperlihatkan bahwa dalam asuransi terdapat interaksi yang

melibatkan dua pihak, yaitu; yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa

pihak lain akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang mungkin ia akan derita

sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula

belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.6

Peter Gillies dalam bukunya yang berjudul

Business Law mengemukakan, Insurance law is concerned with the commercial

relationship embodied in a contract, by which A (the insurer or underwriter) agrees

with B (the insured), that, subject to the happening of a contingent, specified event

involving loss to B or injury to B’s interests, A will pay B a sum of money calculated in

acordance with their contract and the general law. B’s consideration is payment of a

sum of money termed a premium.....ditambahkannya pula.... Life is full of risks and

uncertainties. Hazards such as accidents, fire, and illness pose a constant threat to our

well-being. The principal protection against losses from such hazards is insurance.

(2003,hal. 716). Uraian-uraian tersebut pada dasarnya merupakan

pandangan-pandangan yang dikemukakan berkenaan dengan asuransi yang bersifat

umum. Sementara itu topik penelitian ini adalah mengenai kebencanaan yang tentunya

memiliki sifat atau karakter yang berbeda dengan risiko-risiko yang dapat ditanggung

dalam asuransi umum. Topik penelitian ini memiliki relevansi dengan pandangan

tentang asuransi yang berkaitan dengan bencana.

Sehubungan dengan itu maka dipandang

perlu untuk mengetengahkan pandangan tentang asuransi yang dimaksudkan. Untuk

itu sebuah sumber bahan hukum tertier pada pokoknya mengemukakan…. Disaster

insurance is a monetary agreement between an insurance company and an individual,

entitling the individual to compensation for losses incurred during disasters. A few

common examples include natural disaster insurance, earthquake insurance, and

tsunami insurance. (….2010, What Is Disaster Insurance?.

https://www.newsmax.com/fastfeatures/disaster-health-insurance-

6 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Di Indonesia, PT. Pembimbing Masa, Jakarta, 1979, hal. 1.

Page 13: un YANA - UNUD

9

natural/2010/11/04/id/375966/)

Menyimak pandangan dari sumber bahan hukum tersebut dapatlah dikemukakan

bahwa perihal yang disebut dengan asuransi bencana atau disaster insurance itu

sesungguhnya merupakan asuransi yang bersifat konvensional dalam pengertian

memiliki prinsip-prinsip yang sama seperti asuransi-asuransi pada umumnya; asuransi

kehilangan, asuransi kebakaran, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa. Namun

demikian apabila disimak lebih dalam memang terdapat perbedaan yang sangat

karakteristik. Perbedaannya terletak pada risiko yang ditanggung. Risiko pada asuransi

konvensional berkisar pada kehilangan, kerusakan, kerugian pada umumnya,

kebakaran, kecelakaan dan peristiwa tertentu yang tidak dapat dipastikan kapan

terjadinya (uncertainties). Sementara itu yang ditanggung dalam asuransi bencana

adalah risiko bencana.

Dalam membangunan hubungan hukum asuransi terdapat beberapa prinsip dasar

yang patut diperhatikan. Prinsip-prinsip yang dimaksudkan itu adalah sebagai berikut;

1. Insurable Interest (kepentingan yang diasuransikan)

Bahwa pihak yang mengansuransikan harus memiliki kepentingan (interest) atas harta

benda yang dapat diasuransikan (insurable); kepentingan dan objek tersebut harus

legal dan equitable (tidak melawan hukum dan layak). Memiliki kepentingan atas

obyek yang diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan seandainya

terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut.

Pelanggaran prinsip ini bisa berakibat klaim tidak dapat dibayarkan. Apabila terjadi

musibah atas obyek yang diasuransikan dan terbukti bahwa Anda tidak memiliki

kepentingan keuangan atas obyek tersebut, maka Anda tidak berhak menerima ganti

rugi.

2. Utmost Good Faith (itikad terbaik)

Tertanggung berkewajiban memberitahukan segala sesuatunya dengan sejelas-jelasnya

dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang

diasuransikan (fakta material yang akan mempengaruhi Penanggung dalam menerima

atau menolak suatu permohonan asuransi). Sedangkan pihak Penanggung

Page 14: un YANA - UNUD

10

berkewajiban menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan,

segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti. Kewajiban untuk

memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku : Sejak perjanjian mengenai

perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai dibuat, selama masa

kontrak dan pada saat perpanjangan kontrak asuransi, dan pada saat terjadi perubahan

pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan perubahan-

perubahan itu.

Seharusnya prinsip seperti ini diterapkan juga terhadap penanggung yang

berkewajiban menjelaskan setiap syarat dan ketentuan dalam perjanjian asuransi

beserta akibat-akibat hukumnya kepada tertanggung. Dengan demikian tertanggung

akan memiliki pegangan yang jelas selain bertumpu pada isi perjanjian tertulis yang

seringkali kurang dipahaminya.

3. Indemnity (ganti rugi indemnitas)

Bertujuan mengembalikan posisi Tertanggung pada posisi sesaat sebelum terjadi

kerugian yang dijamin polis. Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah

sehingga menimbulkan kerugian maka kami akan memberi ganti rugi untuk

mengembalikan posisi keuangan Anda setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan

sesaat sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian Anda tidak berhak memperoleh

ganti rugi yang lebih besar (mengambil keuntungan) daripada kerugian yang Anda

derita.

Dalam hubungan ini dunia asuransi pada umumnya dapat memberlakukan beberapa

cara pembayaran ganti rugi seperti ;

a. Pembayaran ganti rugi dengan uang tunai. Bentuk ini yang biasanya dilakukan oleh

perusahaan asuransi, atau

b. Perbaikan, atau Penggantian, atau Pemulihan kembali. Dalam perjanjian

asuransi tidak tertutup kemungkinan memperjanjikan cara pembayaran yang

bersifat rehabilitatif tersebut.

Prinsip-prinsip itulah yang antara lain menjadi landasan

yang kuat untuk menjelaskan persoalan mengapa risiko bencana dapat

dipertanggungkan atau menjadi tanggungan dalam perjanjian asuransi bencana

(disaster insurance). Maknanya, risiko bencana itu bersifat insurable (dapat

Page 15: un YANA - UNUD

11

diasuransikan), legal (tidak melawan hukum), dan equitable (layak).

Sehubungan dengan dampak bencana yang tidak pilih-pilih, ada yang

mengemukakan; bagaimana pertimbangannya hingga disaster insurance company

sampai pada keputusan menerima menjadi penanggung terhadap risiko bencana.

Persoalan ini setara dengan pertanyaan yang berkisar pada kesediaan perusahaan

asuransi menjadi penanggung untuk risiko yang tidak menyediakan upaya

melakukan “subrogasi”.

Selain yang sudah diuraikan terdahulu, konsep yang disebutkan terakhir

ini pada dasarnya juga merupakan salah satu prinsip dasar dalam hukum asuransi.

Subrogasi (subrogation) adalah pengalihan hak (subrogasi) dari Tertanggung

kepada Penanggung jika Penanggung telah membayar ganti rugi kepada

Tertanggung. Subrograsi juga merupakan konsekuensi dari adanya prinsip

Indemnity.

Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-Undang Hukum

Dagang, yang berbunyi: “Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi

sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan

kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah

menimbulkan kerugian pada Tertanggung.

Prinsip subrogasi sangat penting diketengahkan mengingat

selama ini dalam kasus-kasus yang merugikan tertanggung yang kendaraan

bermotornya yang ditabrak misalnya. Pihak yang menabrak merasa tidak

berkewajiban memberi ganti rugi karena kendaraan yang ditabraknya itu sudah

diasuransikan. Fungsi prinsip subrogasi dalam hal ini adalah memberikan

semacam edukasi bahwa pihak yang menabrak tetap harus bertanggungjawab.

Apakah prinsip ini dapat diterapkan asuransi bencana.?

Dalam upaya memahami bencana

terutama dari perspektif faktor penyebabnya, terdapat paradigma yang lazim

dipergunakan untuk memahami peristiwa yang mengancam kehidupan dan

penghidupan, korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda serta

dampak psikologis itu. Ada pun paradigma yang dimaksudkan itu terdiri dari ;

Page 16: un YANA - UNUD

12

God/divinity, nature/contingency, the social/vulnerability, dan change paradigm.

Menurut paradigma yang pertama, banyak

bencana yang terjadi merupoakan hasil dari campur tangan Tuhan, dan ini dapat

dijumpai dalam kitab suci Alkitab dan beberapa mitologi. Paradigma yang

kedua,….disaster is a product of an unorderly and unforeseeable nature or,

rather, the disaster is an inherent part of a fundamentally contingent nature.

Paradigma yang ketiga berintikan bahwa ketiadaksiapan, ketidakberdayaan,

kekurangtanggapan, dan segala bentuk kekurangmampuan masyarakat dalam

memahami, mencegah serta menanggulangi bencana dan dampaknya

sesungguhnya merupakan suatu bentuk bencana.7 Dalam paradigma

yang keempat diilustrasikan….Energy, in its two forms of heat and cold, causes

many changes within the body and the environment. It is always in a state of

flux, of continuous change and always seeking a balance. It is the law that govern

changes in body, such a old age and illness, or in an ecological context, with

respect to such things as climates, seasons and earth movements.8

Keempat paradigma tersebut ternyata

tidak satu pun yang menyatakan tentang adanya para pihak yang dapat dijadikan

sebagai sasaran subrogasi. Tuhan, alam, vulnerabilitas, dan perubahan jelas tidak

dapat dimintai pertanggungan jawab. Namun demikian hukum kebencanaan

sebagai sub system hukum kiranya masih menyediakan jalan untuk diterapkannya

prinsip subrogasi dalam asunransi bencana.

7 Kristian Cedervall Lauta, 2015, Disaster Law. Routledge, Abingdon, Oxon. Hal. 15-18.

8Sri Dhammananda Maha Nayaka Thera, 2005, The Anatomy of Disaster. The Buddhis Channel.

https://www.buddhistchannel.tv.24-2-2005.

Page 17: un YANA - UNUD

13

BAB III. METODE PENELITIAN

a. Jenis penelitian, pendekatan dan sumber bahan hokum

Penelitian yang dirancang sebagai penelitian hukum normatif atau penelitian hukum

doktrinal ini pada dasarnya merupakan suatu studi yang bertujuan untuk mencari

kejelasan perihal ruang lingkup tanggungan (obyek yang dapat dipertanggungkan)

dan keberlakuan prinsip subrogasi dalam asuransi bencana. Pendekatan-pendekatan

yang dipergunakan meliputi statue approach, conceptual approach, dan comparative

approach.

Bahan hukum yang dikumpulkan dan dianalisis dalam penelitian ini terdiri

dari bahan hukum primer yang diperoleh dari legislasi baik Undang-undang Nomor

40 Tahun 2014 tentang Perasuransian maupun Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dilengkapi lagi dengan bahan dan informasi

yang bersumber dari bahan hukum sekunder dan tertier. Namun demikian penelitian

ini tidak menutup diri dari kebutuhan beberapa data empiris yang relevan. Data ini

merupakan penunjang yang diperoleh dari sumber sekunder.

b. Teknik pengumpulan dan analisis bahan hukum

Pengumpulan bahan hukum dan beberapa data empiris dilaksanakan berdasarkan

teknik pencatatan yang diadaptasi dari sistem kartu dan disesuaikan dengan

perkembangan teknologi dokumentasi. Beberapa bahan yang diperoleh secara

empirik namun demikian analisisnya didasarkan pada teknik-teknik yang pada

umumnya dilakukan dalam penelitian hukum normatif. Berdasarkan teknik tersebut,

Page 18: un YANA - UNUD

14

maka penentuan validitasnya tidak bertumpu pada penyebutan metode mutakhir yang

canggih, melainkan sangat ditentukan oleh langkah-langkah baku yang ditempuh.

Analisis dilakukan secara normatif; mencari kesesuaian antara yang tertuang dalam

asas, teori, pendapat dan peraturan perundang-undangan dengan fakta atau peristiwa

yang terjadi.

Teknik tersebut dapat dipahami sebagai implementasi metode deduktif yang

beranjak dari asas, teori dan seterusnya untuk dicocokkan dengan peristiwa

hukumnya. Dalam penelitian ini metode deduktif diterapkan untuk menganalisis

kesesuaian perilaku menjalankan perusahaan asuransi bencana dengan asas dan teori

hukumnya. Metode ini berangkat dari teori dan ketentuan mengenai badan hukum

pada umumnya untuk diuraikan dalam perilaku berkenaan dengan asuransi.

BAGAN ALIR PENELITIAN

Tujuan penelitian Tinjauan Pustaka : diperoleh bahan-bahan

mengenai berbagai pendapat, paradigm dan

teori mengenai obyek perjanjian asuransi

dan subrogasi. Seluruh bahan mengandung

potensi untuk dapat mengidentifikasi risiko

menerapkan prinsip subrogasi.

- Penelitian untuk memperoleh bahan

hukum lanjutan berkenaan dengan

kebencanaan dan penanggulangan-

nya. Di samping itu juga

diupayakan memperoleh data

empiris mengenai keberadaan

disaster insurance company.

Pengolahan bahan dan juga data : editing

Page 19: un YANA - UNUD

15

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Ruang Lingkup Asuransi Bencana

Sebelum menguraikan persoalan berkenaan dengan ruang lingkup atau obyek atau

hal-hal apa saja yang dapat dipertanggungkan dalam asuransi bencana (disaster

insurance), maka terlebih dahulu bahkan yang sangat menentukan pada dasarnya

adalah memperoleh informasi apakah di Indonesia terdapat perusahaan asuransi

yang memberikan pertanggungan terhadap korban bencana.

Di Indonesia terdapat sekitar 139 gunung api aktif yang keberadaannnya

tersebar secara merata pada hampir seluruh provinsi.9 Jumlah ini hampir empat

kali lipat jumlah provinsi yang ada. Namun demikian terdapat provinsi yang tidak

memiliki gunung api, dan sebaliknya terdapat beberapa daerah memiliki lebih dari

satu gunung api, misalnya Bali, sebuah pulau yang relatif kecil dengan Gunung

Agung (sesekali erupsi dan masih berada dalam status siaga) dan Gunung Batur.

Di samping gunung api yang dapat menimbulkan bencana melalui

letusannya dan aliran lava sebagai susulannya, bumi Nusantara ini juga

mencatatkan banyak daerah yang rawan banjir dan tanah longsor. Pada 2012 yang

lalu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan

240 kabupaten/kota di Indonesia rawan banjir dan longsor.10

Erupsi gunung api, banjir dan tanah

9 Ralf Gertisser, Katie Preece, Sylvain Charbonnier, 2018, Gunung Api Indonesia ada di Daftar yang dipantau

ilmuwan dunia. https://theconservation.com 10

2012, BNPB: 240 Kabupaten/Kota Rawan Banjir dan Longsor. https://voaindonesia.com

Analisis bahan :

- Bahan-bahan diinterpretasikan dan

dikonstruksi

- Penyusunan laporan

Page 20: un YANA - UNUD

16

longsor dapat dikemukakan sebagai bencana yang dapat atau pernah dialami oleh

banyak negara, di Indonesia selain bencana-bencana yang "lumrah" juga memiliki

potensi bencana yang lain dan agak spesifik. Saking khasnya bahkan sampai

berhasil diciptakan konsep yang khas pula yaitu "Karhutla". Konsep ini

merupakan singkatan dari "kebakaran hutan dan lahan". Yang dimaksudkan

"lahan" disini adalah "lahan gambut" dan lahan seperti ini bisa mengalami

kebakaran.

Intinya, disamping memiliki lahan yang subur, laut yang penuh dengan

ragam ikan, hutan yang lebat (dahulu) dan berbagai bentuk properti yang masih

tersimpan di perut bumi pertiwi (sekarang sudah berkurang) dan lain-lain yang

pada pokoknya berhasil mengantarkan predikat sebagai negara yang berlimpah

dengan kekayaan alam, pada dasarnya juga Indonesia itu juga kaya dengan

potensi bencana. Oleh karena itu akan merupakan suatu hal yang ironis

apabila di Indonesia tidak terdapat perusahaan asuransi bencana.

Kalau pun tidak ada disaster insurance

company yang beroperasi di Indonesia, kiranya ketidakhadiran asuransi tersebut

dapat dimaklumi. Betapa pun juga suatu usaha bisnis tentunya harus

memperhitungkan faktor rugi-laba, sementara itu seperti telah diuraikan, kondisi

geografis Indonesia yang juga kaya potensi bencana dapat mengundang

kekhawatiran di samping datangnya banjir bandang juga munculnya banjir klaim.

Apabila di kawasan rawan bencana

seperti Indonesia setiap orang, setiap tempat tinggal, tempat usaha, kendaraan dan

lain-lain yang pada pokoknya meliputi setiap benda baik bergerak maupun tidak

bergerak diasuransikan, dapatlah dibayangkan betapa besarnya jumlah klaim yang

harus dipenuhi atau dibayar oleh perusahaan asuransi. Hal ini sesungguhnya

merupakan suatu kendala bagi perusahaan asuransi beroperasi di negara-negara

yang memiliki potensi bencana yang tinggi pada umumnya.

Oleh karena itu pula kebanyakan

pelaku bisnis asuransi memilih berada di zona nyaman dalam pengertian banyak

yang hanya memusatkan bisnisnya pada bidang atau jenis asuransi yang sangat

umum diselenggarakan. Jenis asuransi yang dimaksudkan ini adalah asuransi

Page 21: un YANA - UNUD

17

jiwa, asuransi kebakaran, asuransi kecelakaan yang berkembang dengan relatif

cepat. Jangankan swasta,

negara sendiri melalui unit usaha yang didirikan, dimiliki dan dikelola

berdasarkan fungsi state as entrepreneur pada dasarnya juga masih berkonsentrasi

pada bidang “asuransi kecelakaan” melalui PT (Persero) Asuransi Kecelakaan

Jasa Raharja. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menyelenggarakan jasa

asuransi wajib yang sangat berkembang. Kiranya

kuranglah tepat apabila kawasan dengan ragam, jumlah, dan frekuwensi bencana

yang relatif tinggi dijadikan sebagai dasar kekhawatiran mendirikan perusahaan

asuransi bencana. Dari perspektif obyek, bidang asuransi ini sesungguhnya tidak

berbeda jauh dengan bidang-bidang asuransi yang lainnya, bahkan terdapat

hubungan antara jenis yang satu dengan yang lainnya.

Asuransi jiwa misalnya atau juga yang disebut dengan “pertanggungan

sejumlah uang” pada dasarnya merupakan perjanjian timbal-balik antara penutup

(pengambil asuransi dengan penanggung , dimana penutup asuransi mengikatkan

diri untuk membayar uang premi, sedangkan penanggung mengikatkan diri untuk

membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan pada saat ditutupnya

pertanggungan dan didasarkan atas hidup dan matinya seseorang yang ditunjuk.11

Dalam asuransi jiwa yang ditanggung atau yang diasuransikan itu

bukanlah kerugian, melainkan sejumlah uang yang harus dibayar oleh perusahaan

asuransi berdasarkan hidup atau matinya seseorang tertanggung. Sementara itu

persoalan hidup-matinya seseorang sesungguhnya merupakan suatu kepastian

dalam ketidakpastian (uncertainties) berkenaan dengan saat terjadinya peristiwa

tersebut. Seseorang dapat saja meninggal karena menjadi korban keganasan

dari suatu bencana. Apabila seseorang yang bersangkutan itu menjadi pihak

tertanggung, maka dengan meninggalnya itu perusahaan asuransi berkewajiban

untuk membayar sejumlah uang sesuai dengan yang diperjanjikan. Apakah

dengan demikian asuransi jiwa dapat dikemukakan sebagai suatu asuransi

bencana. Disimak dari isi polis asuransi jiwa yang terdiri dari a. hari

11

H.M.N. Purwosutjipto, 1983. Pengertian Pokok Hukum Dagang. Hukum Pertanggungan. Penerbit Djambatan,

Jakarta. Hal. 116.

Page 22: un YANA - UNUD

18

ditutupnya pertanggungan berkenaan dengan saat dimulainya dan jangka waktu

dalam mana risiko menjadi beban penaggung, b. nama tertanggung, yaitu orang

yang menutup atau mengambil asuransi, c. badan tertanggung – orang yang

jiwanya dipertanggungkan, d. masa pertanggungan, e. jumlah pertanggungan, dan

f. uang premi, jadi tidak ada disebutkan dalam polis tentang hal-hal yang

membebaskan penanggung dari kewajibannya membayar sejumlah begitu

peristiwa meninggalnya tertanggung terjadi.

Yang dimaksudkan dengan “bahaya” dalam

pertanggungan jiwa adalah “matinya” orang yang jiwanya dipertanggungkan.

Tentang matinya seseorang itu merupakan hal yang sudah pasti….yang belum

pasti terjadinya ialah “kapan” mati itu mendatangi orang yang bersangkutan.

Inilah yang disebut peristiwa tak tentu (oinzeker voorval). Peristiwa matinya

orang yang jiwanya dipertanggungkan itu merupakan unsur yang mengakibatkan

timbulnya kewajiban pada penanggung untuk melakukan prestasinya….dan

karena peristiwa mati itu tidak mempunyai jenis lain, maka dalam polis tidak

perlu disebut.12

Di samping itu hukum

asuransi juga memperkenankan diadakannya “Klausul All Risk” terutama dalam

perjanjian asuransi kerugian. Berdasarkan klausul tersebut penanggung harus

mengganti kerugian atas seluruh kemungkinan kerusakan atau kehilangan benda

yang dipertanggungkan baik karena cacat bawaan atau pun karena kesalahan

tertanggung sendiri. Klausul ini dapat ditafsirkan secara luas hingga tanggung

jawab penanggung atas kerusakan dan kehilangan bukan karena cacat bawaan

mau pun kesalahan tertanggung. Bagaimana halnya dengan

risiko bencana yang menurut Pasal 1 angka 17 Undang-undang Nomor 24 Tahun

2007 tentang Penanggulangan Bencana merupakan potensi kerugian yang

ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang

dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,

mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

Apakah seluruh risiko tersebut dapat dipertanggungkan dalam perjanjian asuransi.

Untuk dapat

12

Ibid. hal. 123.

Page 23: un YANA - UNUD

19

menjelaskan persoalan tersebut maka terlebih dahulu harus ditelusuri prinsip-

prinsip dalam perjanjian asuransi. Dalam kaitannya dengan hukum, prinsip

merupakan asas hukum yang tidak berupa peraturan hukum konkret, melainkan

merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari

peraturan yang konkret yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum

yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang

merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat

umum dalam peraturan konkret tersebut.13

Fungsi asas

hukum itu pada intinya melandasi hukum yang konkret dan oleh karena itu asas

hukum terdapat di belakang, di dalam dan bahkan mendahului norma hukumnya.

Berkenaan dengan asas hukum asuransi dijumpai adanya 6 (enam) prinsip yang

terdiri dari insurable interest, utmost good faith, indemnity, subrogation,

contribution, dan proximate cause.

Disimak dari prinsip-prinsip insurable interest, utmost good faith, indemnity, dan

contribution dapat dikemukakan beberapa jenis dari risiko bencana seperti kematian,

luka, sakit, kerusakan, dan kehilangan harta memenuhi kriteria untuk menjadi obyek

dalam perjanjian asuransi. Sementara itu risiko-risiko dalam bentuk jiwa terancam,

hilangnya rasa aman, mengungsi, dan gangguan kegiatan masyarakat kiranya masih

membutuhkan pemikiran yang lebih dalam untuk dapat sampai pada kedudukan sebagai

obyek asuransi. Sampai sejauh ini bahasan ringkas tadi pada dasarnya

sudah menguraikan bahwa perusahaan asuransi yang mengcover risiko bencana

adalah layak dan legal dan oleh karena itu dapat pula dipertimbangkan sebagai

partisipasi dunia bisnis dalam rangka mitigasi dan reduksi dampak bencana yang

membutuhkan alokasi dana yang sangat besar.

Namun demikian hasil penelusuran berita-berita

berkenaan dengan bencana yang terjadi memperlihatkan bahwa peranan disaster

insurance company di Indonesia sesungguhnya belum maksimal. Hal ini tampak

dari ketimpangan antara jumlah kerugian terjadi yang diperbandingkan dengan

jumlah klaim yang dibayarkan oleh penanggung (perusahaan asuransi).

PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia

Re mencatat, total klaim reasuransi umum akibat banyaknya bencana alam yang

13

Sudikno Mertokusumo, 1987. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Penerbit Liberty, Yogyakarta. Hal. 32-33.

Page 24: un YANA - UNUD

20

menimpa Indonesia selama 2018 mencapai lebih dari Rp284 miliar berdasarkan data

yang diterima hingga Desember 2018. Jumlah klaim tersebut berasal dari Gempa

Lombok dengan total klaim sebesar Rp87,6 miliar dan Gempa Palu & Donggala sebesar

Rp196,7 miliar.14

Sudah tentu jumlah kerugian diderita mencapai trilyunan rupiah karena

meliputi kerusakan infrastruktur dan aset-aset yang tidak diasuransikan. Sebagai

perbandingan dampak kerugian gempa bumi yang melanda Bali pada 16 Juli 2019 yang

berkekuatan 5,8 SR adalah Rp.733,3 berupa kerusakan bangunan tempat suci dan rumah

penduduk yang tidak diasuransikan.

2. Relevansi Prinsip Subrogasi dalam Asuransi Bencana

Menurut Pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, subrogasi

pada dasarnya merupakan penggantian hak-hak oleh seorsng pihak ketiga yang

membayar kepada kreditur baik karena perjanjian mau pun undang - undang.

Subrogasi harus dinyatakan secara tegas karena subrogasi berbeda dengan

pembebasan utang. Tujuan pihak ketiga melakukan pembayaran kepada kreditur

adalah untuk menggantikan kedudukan kreditur lama, bukan membebaskan

debitur dari kewajiban membayar utang kepada kreditur.

Pihak ketiga sebagai kreditur baru berhak melakukan penagihan utang

terhadap debitur dan jika debitur wanprestasi, maka kreditur baru mempunyai hak

untuk melakukan eksekusi atas benda-benda debitur yang dibebani dengan

jaminan seperti gadai, hipotek, dan hak tanggungan. Keterangan ringkas ini

mengandung relevansi dalam hubungan hukum perutangan menurut hukum

perdata umum.

Subrogasi juga dikenal dalam lapangan hukum dagang yang diatur dalam

Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya

menentukan bahwa "penanggung yang telah membayar ganti kerugian atas benda

yang diasuransikan menggantikan tertanggung dalam segala hak yang

diperolehnya terhadap pihak ketiga sehubungan dengan kerugian tersebutyang

14

https://finansial.bisnis.com/read/20190110/215/877474/total-klaim-asuransi-bencana-indonesia-re-rp284-miliar

Page 25: un YANA - UNUD

21

telah menimbulka kerugian tersebut.

dan tertanggung bertanggungjawab untuk setiap perbuatqn yang dapat

Dalam hubungan hukum asuransi, Subrogasi dapat diuraikan dengan

ilustrasi yang menggambarkan misalnya si A mempertanggungkan sebuah mobil

atas risiko kerusakan dan kehilangan pada perusahaan asuransi B. Ketika mobil A

hilang karena dicuri, maka berdasarkan prinsip subrogasi, B berkewajiban

mengganti kerugian A dan selanjutnya B memiliki hak untuk memperoleh

penggantian atas pembayaran yang telah dilakukan dari si pencuri.

Subrogasi merupakan salah satu prinsip atau asas dalam hukum asuransi.

Agar prinsip ini dapat diterapkan dibutuhkan suatu syarat yaitu agar pihak yang

meyebabkan timbulnya kerugian itu diketahui dan dapat dipertanggungjawabkan

secara hukum. Pengetahuan ini dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan hak

tagih atas segala sesuatu yang telah dibayarkan.

Pelaksanaan subrogasi membutuhkan dukungan prinsip proximate atau

suatu pemahaman mengenai penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian

kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang

mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen. Artinya untuk

dapat mengklaim subrogasi harus dipastikan terlebih dahulu siapa yang

menyebabkan timbulnya bencana.

Dalam hubungan ini terdapat beberapa paradigma pemahaman bencana

yang seluruhnya menguraikan tentang penyebab bencana itu sendiri. Ada pun

paradigma yang dimaksudkan itu terdiri dari paradigma KeTuhanan, paradigma

Alamiah, paradigma kerentanan, dan yang terakhir adalah paradigma perubahan

yang merupakan penambahan terhadap paradigm-paradigma yang lazim

dipergunakan dalam wacana pembahasan kebencanaan.

Paradigma KeTuhanan atau God/definity paradigm seperti sudah

dikemukakan pada bagian tinjauan kepustakaan pada dasarnya memandang

bahwa bencana-bencana merupakan hasil campur tangan Tuhan. Deskripsi yang

paling jelas berkenaan dengan campur tangan tersebut tercantum dalam Alkitab

(Genesis Chapter 6-8). Dalam bab tersebut (6:7), dituliskan sabda Tuhan kepada

Nabi Nuh: “aku akan menghapus manusia dari muka bumi, manusia, ciptaanku

Page 26: un YANA - UNUD

22

sendiri dan binatang-binatang, dan makhluk-makhluk yang merangkak di tanah,

serta burung-burung di udara ; karena aku menyesal telah menciptakannya.

Campur tangan Tuhan berkenaan dengan terjadinya

bencana tidaklah terbatas seperti yang tertuang dalam Alkitab saja. Campur

tangan seperti itu dapat juga dijumpai dalam mitos banjir tertua di dunia menurut

mitologi Mesopotamia. Menurut mitologi ini manusia diciptakan oleh para dewa

untuk melakukan kerja keras; namun karena kegaduhan yang dihasilkan oleh

manusia yang berkerja itu membuat para dewa mengubah pikiran mereka dan

menghancurkan umat manusia dengan banjir selama tujuh hari.15

Paradigma KeTuhanan kiranya sangat lekat dengan nuansa

“indeterminisme” yang menempatkan God/Divinity sebagai sebab awal. Dengan

kekuatan yang digambarkan sangat dahsyat dan lengkap, sebab awal yang

dimaksudkan itu mampu melakukan tindakan dua arah yaitu menciptakan

dan menghancurkan segala sesuatunya. Namun demikian paradigma ini masih

mengakui dan menghargai ikhtiar serta perbuatan baik.16

Intinya, paradigma KeTuhanan tidak sekadar “memperlakukan” Tuhan

sebagai suatu konsep semata-mata, melainkan merupakan sesuatu yang aktif

dalam segala hal. Tuhan tidak hanya bersemayam dalam pikiran dan hati sanubari

manusia, akan tetapi juga menjadi perencana, intervensi dan sudah tentu

melakukan pengawasan yang abadi. Tidak ada sesuatu pun yang sudah, sedang

dan yang akan terjadi termasuk dalam bencana tanpa kehadiranNya.17

Paradigma alamiah atau paradigm kontingensi atau

nature/contingency paradigm merupakan paradigma yang usianya relatif muda

yang muncul setelah gempa bumi besar melanda Portugis pada 1775. Dalam

menjelaskan paradigma kontingensi Seorang pencerah (aufklarung) bernama

Francois-Marie Arouet atau yang populer sebagai Voltaire dengan menulis sebuah

puisi yang bermakna…. dunia ini penuh dengan ketidakteraturan yang

mengandung ketidakadilan. Dalam pandangannya, teratur sama dengan adil.

15

Putu Sudarma Sumadi, 2019. Hukum Bencana Dan Bencana Hukum. Zifatama, Surabaya. Hal. 34. Mengutip

Kristian Cedervall Lauta. 16

Ibid. hal. 35. 17

Ibid.

Page 27: un YANA - UNUD

23

Segala sesuatu yang tidak teratur adalah tidak adil. Pada suatu tempat, manusia

mengalami penderitaan yang teramat sangat, tetapi di tempat lain di bumi ini

manusia justru menikmati segala bentuk kesenangan. Voltaire tidak

mengemukakan bahwa dunia ini lekat dengan ketidakpastian, melainkan penuh

dengan berbagai kemungkinan yang seharusnya mengarahkan agar umat manusia

siap menghadapinya. Paradigma kontingensi pada

dasarnya memandang alam semesta yang tidak teratur dan penuh dengan berbagai

kemungkinan itu merupakan penyebab terjadinya segala bencana di dunia.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa paradigma kontingensi

mengejawantahkan perkembangan yang revolusioner berkenaan dengan penyebab

bencana dari Tuhan ke alam. Namun demikian paradigma kontingensi diakui

telah membawa pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan terutama yang berkaitan dengan kebencanaan. Faktor inilah yang

membedakannya dengan paradigma yang pertama.18

Dengan

bertumpu pada pemahaman kerentanan sosial yang mengacu pada

ketidakmampuan orang, organisasi , dan masyarakat untuk menahan dampak

negatif dari berbagai pemicu yang mereka hadapi. Dampak ini sebagian

disebabkan oleh karakteristik yang melekat dalam interaksi sosial, lembaga, dan

sistem nilai budaya. Dapatlah dijelaskanm betapa pun juga social vulnerability

merupakan bagian dari bencana seperti halnya bencana alam. Perbedaannya,

dua paradigma terdahulu menekankan pada faktor yang bersifat transcendental

dan alam, sedangkan paradigm sosial/kerentanan menekankan pada faktor

manusia pada umumnya dan lingkungan sosialnya.

Dari uraian yang ringkas tersebut apabila diringkas lagi diharapkan

akan dijumpai inti dari pokok persoalan yang dibahas. Ada pun inti dari

social/vulnerability paradigm memperlihatkan bahwa ketidaksiapan,

ketidakberdayaan, kekurangtanggapan, dan segala bentuk kekurangmampuan

masyarakat dalam memahami, mencegah serta menanggulangi bencana dan

dampaknya sesungguhnya merupakan suatu bentuk bencana.19

18

Ibid. hal. 36 19

Ibid. hal. 37

Page 28: un YANA - UNUD

24

Paradigma perubahan atau change paradigm pada pokoknya memandang

bahwa keberadaan semua makhluk dan alam semesta sesungguhnya merupakan

gabungan dari elemen-elemen dan energi. Elemen-elemen tersebut terdiri dari

tanah, angin, air dan api. Dapat dikemukakan, tanah terdiri dari unsur-

unsur yang tercakup dalam ruang lingkup tanah, sedangkan angin, air serta api

merupakan energi. Elemen-elemen dan energi tersebut tunduk pada dan diatur

oleh hukum alam yang bekerja dalam siklus abadi (perpetual cycle); lahir,

tumbuh, hancur dan lenyap….this universe of animate and inanimate objects

exists on a basis of conditioning and the occurrence of mental and physical

events that are governed by natural laws (Dhamma Niyama)20

.

Terma Dhamma Niyama mengacu pada hukum alam versi Buddhis

yang terdiri dari Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Citta Niyama, dan

Dhamma Niyama. Aspek hukum alam Buddhis yang paling relevan dengan topik

ini adalah Utu Niyama yang pada dasarnya merupakan hukum tentang

energy….Energy, in its two forms of heat and cold, causes many changes within

the body and the environment. It is always in a state of flux, of continuous change

and always seeking a balance. It is the law that govern changes in body, such a

old age and illness, or in an ecological context, with respect to such things as

climates, seasons and earth movements.21

Dari pernyataan tersebut dapatlah diangkat sebuah kata

kunci yaitu “perubahan” yang berlangsung secara terus-menerus.

Perubahan tidak hanya terjadi di dunia fisik, akan tetapi juga pada alam

metafisika, baik yang berupa benda beruwujud mau pun tidak berwujud. Seluruh

elemen ini dapat mengalami perubahan. Energi yang berubah secara terus-meneru

dapat dikemukakan sebagai suatu contoh. Panas dan dingin yang merupakan

bentuk-bentuk energi telah banyak menimbulkan perubahan pada manusia dan

lingkungannya. Penyakit, ketuaan, cuaca, musim dan pergerakan-

pergerakan bumi semuanya berkenaan dengan perubahan.

20

Sri Dhammananda Maha Nayaka Thera, 2005. The Anatomy Of Disaster. The Buddhist Channel.

https://www.buddhistchannel.tv. 24-2-2005

21

Ibid.

Page 29: un YANA - UNUD

25

Apabila disimak kembali setiap

paradigma yang telah diuraikan menunjuk masing-masing sebagai penyebab

bencana. Namun demikian masing-masing penyebab tersebut bukanlah subyek

hukum yang dapat dipertanggungjawabkan di muka hukum. Sementara itu

keberlakuan prinsip subrogasi membutuhkan adanya subyek hukum yang mampu

bertanggungjawab. Oleh karena itu lalu apakah prinsip subrogasi sama sekali

tidak berlaku dalam asuransi bencana. Ternyata hukum kebencanaan masih

berbaik hati memberlakukannya kendati pun terbatas untuk asuransi bencana yang

mengcover risiko bencana non-alam.

BAB V. P E N U T U P

1. Kesimpulan

potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan

kurun waktu tertentu yang berupa kematian, luka, sakit, kerusakan atau

kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat pada dasarnya

merupakan risiko yang dapat dijadikan sebagai obyek perjanjian asuransi

bencana. Risiko bencana termasuk terganggunya pendapatan masyarakat

misalnya karena usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang digeluti

tidak berjalan normal juga dapat dipertanggungkan. Hal ini didasarkan pada

pertimbangan, risiko bencana memenuhi kriteria menurut prinsip-prinsip

hukum asuransi, terutama elemen insurable interest atau kepentingan yang

diasuransikan layak dan tidak melawan hukum, utmost good faith atau itikad

baik berkenaan dengan kewajiban baik tertanggung ma pun penanggung

mengenai obyek yang diasuransikan dan risiko yang ditanggung, dan elemen

indemnity atau ganti rugi indemnitas yang bertujuan mengembalikan posisi

tertanggung pada posisi seperti saat sebelum terjadi kerugian. Di samping itu

risiko bencana pada dasatnya merupakan uncertainties terutama dari

perspektif waktu terjadinya. Dengan karakteristik demikian maka risiko

Page 30: un YANA - UNUD

26

bencana semakin layak menjadi obyek pertanggungan.

Dalam hubungan asuransi bencana, subrogasi atau

pelaksanaan hak penanggung untuk memperoleh penggantian biaya yang telah

dikeluarkan dari pihak yang menyebabkan terjadinya kerugian menemui

hambatan pokok sehubungan dengan faktor penyebab bencana yang tidak

menunjukkan kualitas sebagai subyek hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan. Hal ini dapat diketahui dari paradigma-paradigma

KeTuhanan, Alamiah, Kerentanan Sosial dan paradigma perubahan yang sama

sekali tidak menjelaskan bahwa faktor-faktor penyebab bencana merupakan

pihak yang bertanggungjawab atas kerugian. Namun demikian subrogasi

masih tetap mengandung relevansi dengan asuransi bencana terutama untuk

risiko bencana yang merupakan bencana non-alam. Dalam jenis bencana yang

disebutkan terakhir ini dapat diidentifikasi adanya peran aktif atau setidak-

tidaknya campur tangan subyek hukum baik orang maupun badan hukum

yang dapat dipertanggungjawabkan atau memiliki legal standing yang

sempurna dalam lalu lintas hukum. Terdapat beberapa bencana non-alam yang

terjadi baik di luar negeri mau pun di Indonesia yang memperlihatkan bahwa

terhadap kerugian yang ditimbulkannya dibebankan kepada subyek hukum.

2. Saran-saran

- mengingat recovery dampak bencana membutuhkan biaya yang sangat

tinggi, maka kesadaran masyarakat untuk turut berpatisipasi baik dalam

mitigasi maupun reduksi dan pemulihan sangat perlu ditingkatkan antara

lain melalui program ko-dependensi.

- Salah satu bentuk partisipasi yang sangat diharapkan adalah kesiapan

masyarakat bisnis menyelenggarakan asuransi bencana. Kalangan yang

memiliki potensi mengelola investasi keuangan dapat mendirikan

perusahaan asuransi bencana dan masyarakat bisnis memantapkan

kesediaannya untuk mempertanggungkan entitas bisnis dalam perjanjian

asuransi bencana.

Page 31: un YANA - UNUD

27

- Perusahaan asuransi bencana tidak perlu mengkhawatirkan kondisi

kawasan yang yang sering dilanda bencana berarti sering pula membayar

klaim, karena selain adanya perusahaan Reasuransi yang siap menerima

peralihan risiko, dalam asuransi bencana terutama yang non-alam juga

masih dimungkinkan diterapkannya prinsip subrogasi yang dapat

difungsikan untuk memperoleh penggantian klaim yang telah dikeluarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Black, Henry Campbell, 1979. Black”s Law Dictionary. West Publishing Co., St.

Paul Minn.

H.M.N. Purwosutjipto, 1983. Pengertian Pokok Hukum Dagang. Hukum

Pertanggungan. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Martin, Elizabeth A. 1997, Oxford Dictionary of Law. Oxford University Press.

Oxford, New York.

Lauta, Kristian Cedervall, 2015, Disaster Law. Routledge, Abingdon, Oxon.

Putu Sudarma Sumadi, 2019. Hukum Bencana Dan Bencana Hukum. Zifatama,

Surabaya.

Sudikno Mertokusumo, 1987. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Penerbit

Liberty, Yogyakarta.

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Di Indonesia, PT. Pembimbing Masa,

Jakarta, 1979,

Internet

2012, BNPB: 240 Kabupaten/Kota Rawan Banjir dan Longsor. https://voaindonesia.com

Page 32: un YANA - UNUD

28

Dimas Jarot Bayu, 2018. Erupsi Gunung Agung Sebabkan Kerugian Hingga Rp

19 Triliun. https://katadata.co.id/berita/2018/01/09/erupsi-gunung-agung-sebabkan-

kerugian-hingga-rp-19-triliumedia.

Gertisser, Ralf Katie Preece, Sylvain Charbonnier, 2018, Gunung Api Indonesia

ada di Daftar yang dipantau ilmuwan dunia. https://theconservation.com

https://finansial.bisnis.com/read/20190110/215/877474/total-klaim-asuransi-

bencana-indonesia-re-rp284-miliar

Sri Dhammananda Maha Nayaka Thera, 2005, The Anatomy of Disaster. The

Buddhis Channel. https://www.buddhistchannel.tv.24-2-2005.

KATA PENGANTAR

Tidak ada yang dapat diungkapkan selain ekspresi perasaan yang penuh

santtuthi (sukacita) karena akhirnya Laporan Penelitian yang berjudul “Kedudukan

Hukum Disaster Insurance Company Dalam Rangka Mitigasi Dan Reduksi Bencana”

dapat dirampungkan tepat pada waktunya. Akan tetapi seperti biasanya dan sudah tentu

dengan berbagai kekurangan yang menyertainya.

Penelitian ini berusaha semaksimalnya mencari penjelasan atas

permasalahan pokok pertama apakah risiko bencana seperti rasa aman yang terancam,

mengungsi, dan terganggunya kegiatan dalam masyarakat dapat dipertanggungkan.

Kedua apakah prinsip subrogasi dapat diterapkan dalam perjanjian asuransi bencana.

Penjelasan tersebut sangat bermanfaat untuk menumbuhkembangkan kesadaran

berasuransi. Terbatasnya waktu yang dapat dialokasikan untuk

melaksanakan penelitian ini secara mandiri dan terutama kemampuan dalam hal

pemahaman merupakan faktor-faktor yang menyebabkan kualitas laporan penelitian ini

kurang memadai. Kendala ini masih harus ditambah lagi dengan kesulitan memperoleh

Page 33: un YANA - UNUD

29

data. Akan tetapi hal ini kiranya dapat maklumi mengingat pengerjaannya yang dilakukan

dalam waktu yang hampir bersamaan dengan kewajiban tulis-menulis yang lainnya.

Seperti sudah dikemukakan, penelitian ini

masih jauh dari sempurna. Ragam dan jumlah materi berupa peristiwa dan/atau hubungan

yang mengandung unsur perjanjian asuransi bencana yang berhasil dikumpulkan masih

sangat terbatas. Untuk itu setiap sumbang saran yang dapat melengkapi materi yang

sudah ada sangatlah diharapkan. Akhir kata disampaikan permohonan maaf atas segala

kekurangan dan terimakasih atas segala bantuan hingga rampungnya laporan ini.

Denpasar, 18 Juli 2019

Peneliti,

Putu Sudarma Sumadi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

RINGKASAN……………………………………………………… 1

BAB I PENDAHULUAN………………………………………… 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………… 6

BAB III METODE PENELITIAN………………………………… 13

Page 34: un YANA - UNUD

30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………….. 15

BAB V PENUTUP……………………………………………….. 25

DAFTAR PUSTAKA

KEDUDUKAN HUKUM DISASTER INSURANCE COMPANY

DALAM RANGKA MITIGASI DAN REDUKSI

DAMPAK BENCANA

Prof. Dr. Putu Sudarma Sumadi, SH. SU

Page 35: un YANA - UNUD

31

NIDN 0019045603

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

Mei 2019 1. Judul Penenlitian : Kedudukan Hukum Disaster Insurance Company Dalam Rangka

Mitigasi Dan Reduksi Dampak Bencana

2. Ketua Peneliti

a. Nama lengkap : Prof. Dr. Putu Sudarma Sumadi, SH, SU

b. Jenis kelamin : laki-laki

c. NIP/NIDN : 195604191983031003/0019045603

d. Jabatan struktural :

e. Jabatan fungsional: Guru Besar

f. Fakultas : Hukum

g. Pusat Penelitian : Unit Penelitian dan Pengabdian Fakultas Hukum Unud

h. Alamat : Jl. Pulau Bali No. 1 Sanglah, Denpasar

i. Telpon : (0361) 222666

j. Alamat rumah : Jl. Gatot Subroto I/XXIII No. 23 Denpasar 80239

3. Jumlah anggota peneliti : 1 (satu) orang

4. Pembiayaan : Mandiri

Denpasar, 18 Juli 2019

Mengetahui, Ketua Peneliti,

Ketua Bagian

Page 36: un YANA - UNUD

32

( Dr. I Made Sarjana, SH.,MH.) (Prof. Dr. Putu Sudarma Sumadi,

SH,SU)

NIP . 196112311986011001 NIP. 195604191983031003

Mengetahui

Dekan

Fakultas Hukum

Universitas Udayana

( Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,M.Hum.)

NIP. 196502211990031005

Newswire - Bisnis.com 10 Januari 2019 | 19:53 WIB

Page 38: un YANA - UNUD

34