ulkus-dekubitus

42
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS DEKUBITUS A. Definisi Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008). Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008) Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan alirandarah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang (Susan L, dkk. 2005) B. Klasifikasi Ulkus Dekubitus Salah satu cara yang paling untuk mengklasifikasikan dekubitus adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama kali dikemukakan oleh Shea (1975 dalam Potter & Perry, 2005) sebagai salah satu cara untuk memperoleh metode jelas dan konsisten untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan luka dekubitus.

Upload: gina-nd

Post on 16-Sep-2015

86 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

keperawatna

TRANSCRIPT

BAB ILAPORAN PENDAHULUAN ULKUS DEKUBITUSA. Definisi

Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008)Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan alirandarah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang (Susan L, dkk. 2005)

B. Klasifikasi Ulkus Dekubitus

Salah satu cara yang paling untuk mengklasifikasikan dekubitus adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama kali dikemukakan oleh Shea (1975 dalam Potter & Perry, 2005) sebagai salah satu cara untuk memperoleh metode jelas dan konsisten untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan luka dekubitus. Sistem tahapan luka dekubitus berdasarkan gambaran kedalaman jaringan yang rusak (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry, 2005). Luka yang tertutup dengan jaringan nekrotik seperti eschar tidak dapat dimasukkan dalam tahapan hingga jaringan tersebut dibuang dan kedalaman luka dapat di observasi. Peralatan ortopedi dan braces dapat mempersulit pengkajian dilakukan (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Tahapan dibawah ini berasal dari NPUAP (1992), dan tahapan ini juga digunakan dalam pedoman pengobatan AHPCR (1994). Pada konferensi konsensus NPUAP (1995) mengubah defenisi untuk tahap I yang memperlihatkan karakteristik pengkajian pasien berkulit gelap. Berbagai indikator selain warna kulit, seperti suhu, adanya pori-pori kulit jeruk, kekacauan atau ketegangan, kekerasan, dan data laboratorium, dapat membantu mengkaji pasien berkulit gelap (Maklebust & Seggreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Bennet (1995 dalam Potter & Perry, 2005). menyatakan saat mengkaji kulit pasien berwarna gelap, memerlukan pencahayaan sesuai untuk mengkaji kulit secara akurat. Dianjurkan berupa cahaya alam atau halogen. Hal ini mencegah munculnya warna biru yang dihasilkan dari sumber lampu pijar pada kulit berpigmen gelap, yang dapat mengganggu pengkajian yang akurat. Menurut NPUAP (1995 dalam Potter & Perry, 2005) ada perbandingan luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu:

1. Derajat IEritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang diperbesar. Kulit tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator

2. Derajat IIHilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis. Luka superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.

3. Derajat IIIHilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

4. Derajat IVHilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.

C. EtiologiLuka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik padapasien.

1. Faktor Ekstrinsik

a. Tekanankulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.

b. Gesekan dan pergeserangesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.

c. Kelembabanakan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi.Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.

d. Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.2. Fase Intrinsik

a. Usiapada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi.Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek. Selain itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

b. Penurunan sensori persepsiPasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol.Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan.karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera,stroke,diabetes) dankomabisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.

c. Penurunan kesadarangangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.

d. MalnutrisiOrang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang penting.Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.

e. Mobilitas dan aktivitasMobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung).Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.

f. MerokokNikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.

g. Temperatur kulitMenurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.

h. Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.

i. Anemia

j. Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat penyembuhannya.

k. Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena dekubitus dan memperburuk dekubitus.

D. Manifestasi KlinisTerjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multiple sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, faktor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007).Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat tadium, yaitu :1. Stadium SatuAdanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang ormal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit ( lebih dingin atau lebih hangat ), perubahan konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.

2. Stadium DuaHilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.

3. Stadium TigaHilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam

4. Stadium EmpatHilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam ( top-down).Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka tekan juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering disebabkan karena immobilisasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya karena periode operasi yang panjang. Penyebab lainnya adalah seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek (shear).Jenis luka tekan ini lebih berbahaya karena berkembang dengan cepat daripada luka tekan yang dimulai dari permukaan kulit. Kebanyakan DTI juga lebih sulit disembuhkan walaupun sudah diberikan perawatan yang adekuat. NPUAP dan WOCN (2005) menyimpulkan bahwa DTI masuk ke dalam kategori luka tekan, namun stadium dari DTI masih diperdebatkan karena stadium yang selama ini ada merepresentasikan luka tekan yang dimulai dari permukaan menuju kedalam jaringan (top-down), sedangkan DTI dimulai dari dalam jaringan menuju ke kulit superficial ( bottom-up).Selama ini perawat sulit untuk mengidentifikasi adanya DTI karena kerusakan pada bagian dalam jaringan sulit untuk dilihat dari luar[15]. Yang selama ini sering digunakan sebagai tanda terjadinya DTI pada pasien yaitu adanya tanda trauma yang dalam atau tanda memar pada jaringan. Pada orang yang berkulit putih, DTI sering nampak sebagai warna keunguan atau kebiruan pada kulit. Saat ini terdapat metode yang reliabel untuk mengenali adanya DTI, yaitu dengan menggunakan ultrasonografi. Bila hasil ultrasonografi menunjukan adanya daerah hypoechoic, maka ini berarti terdapat kerusakan yang parah pada jaringan bagian dalam, meskipun tidak ada kerusakan dipermukaan kulit atau hanya minimal. Gambar 4 menunjukan adanya daerah hypoechoic (lingkaran merah) pada pemeriksaan dengan menggunakan ultrasonografi.E. PatofisiologiTiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu: 1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler 2. Durasi dan besarnya tekanan 3. Toleransi jaringan Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan (Stortts, 1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter & Perry, 2005). Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry, 2005). Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan.

F. KomplikasiKomplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang dapat terjadi antara lain: 1. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik. 2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis, osteomielitis, dan arthritis septik. 3. Septikimia 4. Animea 5. Hipoalbuminea 6. Kematian.

G. Pemeriksaan Penunjang1. Kultur dan analisis urinKultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada trauma medula spinalis.

2. Kultur TinjaPemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.

3. BiopsiBiopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.

4. Pemeriksaan DarahUntuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis.

5. Keadaan NutrisiPemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.

6. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang atau MRI.

H. Pengkajian Data dasar pengkajian yang terus-menerus memberi informasi penting integritas kulit pasien dan peningkatan resiko terjadinya dekubitus. Pengkajian dekubitus tidak terlepas pada kulit karena dekubitus mempunyai banyak faktor etiologi. Oleh karena itu, pengkajian awal pasien luka dekubitus memiliki beberapa dimensi (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).

1. Ukuran Perkiraan

Pada saat seseorang masuk ke rumah sakit perawatan akut dan rehabilitasi, rumah perawatan, program perawatan rumah, fasilitas perawatan lain maka pasien harus dikaji resiko terjadi dekubitus (AHPCR, 1992). Pengkajian resiko luka dekubitus harus dilakukan secara sistematis (NPUAP, 1989) seperti Pengkajian Resiko Luka Dekubitus Identifikasi resiko terjadi pada pasien: a Identifikasi resiko terjadi pada pasien: 1) Paralisis atau imobilisasi yang disebabkan oleh alat-alat yang membatasi gerakan pasien. 2) Kehilangan sensorik 3) Gangguan sirkulasi 4) Penurunan tingkat kesadaran, sedasi, atau anastesi 5) Gaya gesek, friksi 6) Kelembaban: inkontensia, keringat, drainase luka dan muntah 7) Malnutrisi 8) Anemia 9) Infeksi 10) Obesitas 11) Kakesia 12) Hidrasi: edema atau dehidrasi 13) Lanjut usia 14) Adanya dekubitus

b Kaji kondisikulit disekitar daerah yang mengalami penekanan pada area sebagai berikut: 1) Hireremia reaktif normal 2) Warna pucat 3) Indurasi 4) Pucat dan belang-belang 5) Hilangnya lapisan kulit permukaan 6) Borok, lecet atau bintik-bintik

c Kaji daerah tubuh pasien yang berpotensi mengalami tekanan: 1) Lubang hidung 2) Lidah, bibir 3) Tempat pemasangan intravena 4) Selang drainase 5) Kateter foley

d Observasi posisi yang lebih disukai pasien saat berada di atas tempat tidur atau kursi

e Observasi mobilisasi dan kemampuan pasien untuk melakukan dan membantu dalam mengubah posisi.

f Tentukan nilai resiko: 1) Skala Norton

Resiko terjadi dkubitus jika skor total < 14(sumber: Morison, Moya J. 2003)2) Skala Gosnell 3) Skala Barden

g Pantau lamanya waktu daerah kemerahan

h Dapatkan data pengkajian nutrisi yang meliputi jumlah serum albumin, jumlah protein total, jumlah hemoglobin, dan presentasi berat badan ideal

i Kaji pemahaman pasien dan keluarga tentang resiko dekubitus.

Keuntungan dari instrumen perkiraan adalah meningkatkan deteksi dini perawat pada pasien beresiko maka intervensi yang tepat diberikan untuk mempertahankan integritas kulit. pengkajian ulang untuk resiko luka dekubitus harus dilakukan secara teratur ( AHPCR, 1992). Sanagt dianjurkan manggunakan alat pengkajian yang tervalidasi untuk jenis populasi pasien tertentu.

2. Kulit Perawat harus mengkaji kulit terus-menerus dari tanda-tanda munculnya luka pada kulit klien gangguan neurologi, berpenyakit kronik dalam waktu lama, penurunan status mental, dan dirawat di ruang ICU, berpenyakit onkologi, terminal, dan orthopedi berpotensi tinggi terjadi luka dekubitus. Pengkajian untuk indikator tekanan jaringan meliputi inspeksi visual dan taktil pada kulit (Pires & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Pengkajian dasar dilakukan untuk menetukan karakteristik kulit normal klien dan setiap area yang potensial atau aktual mengalami kerusakan. Perawat memberi perhatian khusus pada daerah dibawah gips, traksi, balutan, tongkat penopang, penyangga leher, atau peralatan orthopedi lain. Jumlah pemeriksaan tekanan tergantung jadwal pemakaian alat respon kulit terhadap tekanan eksternal. Ketika hiperemia ada maka perawat mencatat lokasi, dan warna lalu mengkaji ulang area tersebut setelah satu jam. Apabila terlihat kelainan hiperemia reaktif maka perawat dapat menandai area tersebut agar pengkajian ulang menjadi lebih mudah. Tanda peringatan dini lain yang menunjukkan kerusakan jaringan akibat tekanan adalah lecet atau bintil-bintil pada area yang menanggung beban berat tubuh dan mungkin disertai hiperemia. Pires & Muller (1991) melaporkan bahwa tanda dini akibat tekanan yang sering diabaikan pada klien yang tidak mengalami trauma adalah borok di area yang menanggung berat beban badan. Semua tanda-tanda ini merupakan indikator dini gangguan integritas kulit, tapi kerusakan kulit yang berada di bawahnya mungkin menjadi lebih progresif. Pengkajian taktil memungkinkan perawat menggunakan teknik palpasi untuk memperoleh data lebih lanjut mengenai indurasi dan kerusakan kulit maupun jaringan yang di bawahnya. Perawat melakukan palpasi pada jaringan di sekitarnya untuk mengobservasi area hiperemi, mengkaji adanya pucat dan kembali ke warna kulit normal klien yang berkulit terang. Selain itu, perawat mempalpasi indurasi, mencatat indurasi disekitar area yang cedera dalam ukuran milimeter atau sentimeter. Perawat juga mencatat perubahan suhu di sekitar kulit dan jaringan (Pires & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Perawat sering menginspeksi secara visual dan taktil pada area tubuh yang paling sering beresiko luka dekubitus. Jika pasien berbaring di tempat tidur atau duduk di atas maka berat badan terletak pada tonjolan tulang tertentu. Permukaan tubuh yang paling terbebani berat badan ataupun tekanan merupakan area beresiko tinggi terjadi dekubitus (Helt, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).

3. MobilisasiPengkajian meliputi pendokumentasian tingkat mobilisasi pada integritas kulit. Pengkajian mobilisasi juga harus memperoleh data tentang kualitas tonus dan kekuatan otot. Klien yang mempunyai rentang gerak yang adekuat untuk bergerak secara mandiri ke bentuk posisi yang lebih terlindungi. Mobilisasi harus dikaji sebagai bagian dari data dasar. Jika pasien memiliki tingkat kemandirian mobilisasi maka perawat harus mendorong pasien agar sering mengubah posisinya dan melakukan tindakan untuk menghilangkan tekanan yang dialaminya. Frekuensi perubahan posisi berdasarkan pengkajian kulit yang terus menerus dan dianggap sebagai perubahan data (Potter & Perry,2005).

4. Status Nutrisi Pengkajian nutrisi klien harus menjadi bagian integral dalam pengkajian data awal pada pasien beresiko gangguan integritas kulit (Breslow & Bergstrom, 1994; Water et el, 1994; Finucance, 1995;). Pasien malnutrisi atau kakesia dan berat badan kurang dari 90% berat badan ideal atau pasien yang berat badan lebih dari 110% berat badan ideal lebih beresiko terjadi luka dekubitus (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Walaupun presentase berat badan bukan indikator yang baik, tapi jika ukuran ini digunakan bersama-sama dengan jumlah serum albumin atau protein total yang rendah, maka presentase berat badan ideal pasien dapat mempengaruhi timbulnya luka dekubitus (Potter & Perry, 2005).

5. NyeriSampai saat ini, hanya sedikit tulisan atau penelitian yang dilakukan tentang nyeri dan luka dekubitus, AHPCR (1994) telah merekomendasi pengkajian dan manajemen nyeri termasuk dalam perawatan pasien luka dekubitus. Selain itu AHPCR (1994) menegaskan perlunya penelitian tentang nyeri pada pasien luka dekubitus. Salah satu studi yang pertama kali menghitung pengalaman nyeri pasien yang dirawat di rumah sakit karena luka dekubitus telah dilakukan oleh Dallam et el (1995). Pada studi ini 59,1% pasien melaporkan adanya nyeri dangan menggunakan skala analog visual, 68,2% melaporkan adanya nyeri akibat luka dekubitus dengan menggunakan skala urutan nyeri faces. Berlawanan dengan banyaknya nyeri yang dilaporkan, obat-obatan nyeri yang telah digunakan klien sebesar 2,3%. Beberapa implikasi praktik yang disarankan para peneliti (Dallam dkk, 1995 dalam Potter & Perry, 2005) adalah menambah evaluasi tingkat nyeri pasien kedalam pengkajian dekubitus, yaitu pengontrolan nyeri memerlukan pengkajian ulang yang teratur untuk mengevaluasi efektifitas, dan program pendidikan diperlukan untuk meningkatkan sensitifitas pemberi pelayanan kesehatan terhadap nyeri akibat luka dekubitus.

I. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncu

1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, kehilangan control motorik.3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral,anoreksia.4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.5. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan di area dekubitus.

J. Intervensi Keperawatan1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan:Gangguan sirkulasi, iritasi kimia (ekskresi dan sekresi tubuh, medikasi), defisit cairan, kerusakan mobilitas fisik, keterbatasan pengetahuan, faktor mekanik (tekanan, gesekan),kurangnya nutrisi, radiasi, faktor suhu (suhu yang ekstrim)DO :1. Kerusakan jaringan (membran mukosa, integumen, subkutan)

NOC:1. Tissue integrity : skin and mucous membranes2. Wound healing : primary and secondary intentionSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama . kerusakan integritas jaringan pasien teratasi dengan kriteria hasil:1. Perfusi jaringan normal2. Tidak ada tanda-tanda infeksi3. Ketebalan dan tekstur jaringan normal4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang5. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

NIC :Pressure ulcer preventionWound care1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering3. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali4. Monitor kulit akan adanya kemerahan 5. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien7. Monitor status nutrisi pasien8. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat 9. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan10. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus11. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka12. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin13. Cegah kontaminasi feses dan urin14. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril15. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka16. Hindari kerutan pada tempat tidur

2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, kehilangan control motorik.Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Gangguan mobilitas fisikBerhubungan dengan : 1. Gangguan metabolisme sel2. Keterlembatan perkembangan3. Pengobatan 4. Kurang support lingkungan5. Keterbatasan ketahan kardiovaskuler6. Kehilangan integritas struktur tulang7. Terapi pembatasan gerak 8. Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik 9. Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia 10. Kerusakan persepsi sensori 11. Tidak nyaman, nyeri 12. Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler 13. Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina14. Depresi mood atau cemas 15. Kerusakan kognitif 16. Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa 17. Keengganan untuk memulai gerak 18. Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning 19. Malnutrisi selektif atau umum DO:20. Penurunan waktu reaksi21. Kesulitan merubah posisi22. Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek)23. Keterbatasan motorik kasar dan halus24. Keterbatasan ROM25. Gerakan disertai nafas pendek atau tremor26. Ketidak stabilan posisi selama melakukan ADL27. Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi

NOC :1. Joint Movement : Active2. Mobility Level3. Self care : ADLs4. Transfer performanceSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama.gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah4. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

NIC :Exercise therapy : ambulation1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral,anoreksia.Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhBerhubungan dengan : Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi. DS:1. Nyeri abdomen2. Muntah3. Kejang perut4. Rasa penuh tiba-tiba setelah makanDO:1. Diare2. Rontok rambut yang berlebih3. Kurang nafsu makan4. Bising usus berlebih5. Konjungtiva pucat6. Denyut nadi lemah

NOC:1. Nutritional status: Adequacy of nutrient2. Nutritional Status : food and Fluid Intake3. Weight ControlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama.nutrisi kurang teratasi dengan indikator:1. Albumin serum2. Pre albumin serum3. Hematokrit4. Hemoglobin5. Total iron binding capacity6. Jumlah limfosit1. Kaji adanya alergi makanan2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.5. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah6. Monitor lingkungan selama makan7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan8. Monitor turgor kulit9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht10. Monitor mual dan muntah11. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva12. Monitor intake nuntrisi13. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi14. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.15. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan16. Kelola pemberan anti emetik:.....17. Anjurkan banyak minum18. Pertahankan terapi IV line19. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Risiko infeksi

Faktor-faktor risiko : 1. Prosedur Infasif2. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan 3. Malnutrisi 4. Peningkatan paparan lingkungan patogen 5. Imonusupresi 6. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)7. Penyakit kronik8. Imunosupresi9. Malnutrisi10. Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)NOC : 1. Immune Status2. Knowledge : Infection control3. Risk controlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi3. Jumlah leukosit dalam batas normal4. Menunjukkan perilaku hidup sehat5. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

NIC :1. Pertahankan teknik aseptif2. Batasi pengunjung bila perlu3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum6. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 7. Tingkatkan intake nutrisi8. Berikan terapi antibiotik:.................................9. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal10. Pertahankan teknik isolasi k/p11. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase12. Monitor adanya luka13. Dorong masukan cairan14. Dorong istirahat15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi16. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

5. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan di area dekubitus.

Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan

DS:1. Laporan secara verbal DO:1. Posisi untuk menahan nyeri 2. Tingkah laku berhati-hati3. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)4. Terfokus pada diri sendiri 5. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) 6. Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)7. Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)8. Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) 9. Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) 10. Perubahan dalam nafsu makan dan minum

NOC : 1. Pain Level, 2. pain control, 3. comfort levelSetelah dilakukan tinfakan keperawatan selama . Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang5. Tanda vital dalam rentang normal6. Tidak mengalami gangguan tidur

NIC :1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan5. Kurangi faktor presipitasi nyeri6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...9. Tingkatkan istirahat10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

DAFTAR PUSTAKA

Guenter P., Malyszck R.,Bliss D.Z.,et al. Survey of nutritional status in newly hospitalized patiens with stage III or stage IV pressure ulcers. Advances in Wound Care.2000;13:164-168Pendland, Susan L., dkk.Skin and Soft Tissue Infections. Dalam Joseph T. DiPiro, kk, editor. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach.Edisi 6. Chicago: McGrawHill Company; 2005. p1998-90Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Jakarta: EGCSugama., J., Sanada, H., Kanagawa, K., et al . Risk factors of pressure sore development, intensive care unit, Pressure relieving care, the Japanese version of the Braden Scale. Kanazawa Junior Collage, 1992, 16, 55-59Suriadi, Sanada H, Kitagawa A, et.al. Study of reliability and validity of the braden scale translated into indonesia. 2002. Master thesis. Kanazawa University, JapanWilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed 9. Jakarta: EGC.

Kerusakan JaringanFaktor EkstrinsikTekananGeseskan dan pergoresanKelembabanKebersihan tembat tidurFaktor IntrinsikUsia - MerokokPenurunan persepsi sensori - MalnutrisiPenurunan kesadaran - Tirah baringTemperature kulit - AnemiaHipoalbuminemia - Kebiasaan makanSystem kardiovaskuler menurunKulit & jaringan tidak dapat metoleransiKulit & jaringan dapat metoleransi beberapa tekananMenghilangkan aliran darah ke jaringanJaringan menjadi hipoksiCidera IskemikTekanan dihilangkan sebelum titik kritisAkan pulih dengan mekanisme fisiologis hyperemia reaktifNyeriResiko InfeksiGangguan mobilisasi fisikTerjadi di ekstrimitasTekanan tidak di hilangkan