paraparese umn, hipestesia setinggi vth viii, dan ulkus dekubitus ec suspek metastase ca vu

52
SEORANG LAKI-LAKI 52 TAHUN DENGAN PARAPARESE TIPE UMN, HIPESTESIA SETINGGI VERTEBRA THORACAL VIII, DAN ULKUS DEKUBITUS ET CAUSA SUSPECT METASTASE CARCINOMA VESICA URINARIA Oleh : Tiara Maharani G0005193 Pembimbing : DR. Dr. Hj. Noer Rachma, Sp RM

Upload: dentiko-mutou

Post on 27-Dec-2015

91 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

paraparese

TRANSCRIPT

Page 1: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

SEORANG LAKI-LAKI 52 TAHUN DENGAN PARAPARESE TIPE UMN,

HIPESTESIA SETINGGI VERTEBRA THORACAL VIII, DAN

ULKUS DEKUBITUS ET CAUSA SUSPECT METASTASE

CARCINOMA VESICA URINARIA

Oleh :

Tiara Maharani

G0005193

Pembimbing :

DR. Dr. Hj. Noer Rachma, Sp RM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2010

Page 2: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESA

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. H

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai bengkel

Alamat : Karangpandan, Karanganyar

Status : Menikah

Masuk rumah Sakit : 12 Februari 2010

Tanggal Periksa : 17 Februari 2010

No CM : 98 96 93

B. Keluhan Utama

Kedua tungkai tidak dapat digerakkan

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluhkan kedua tungkai lemah. Lemah

terasa semakin berat sehingga pasien tidak dapat menggerakkan kedua

tungkainya. Pasien kemudian memeriksakan diri ke RSDM. Pasien tidak

mual, tidak ada muntah, tidak ada nyeri kepala, tidak ada kejang, tidak ada

demam, tidak disertai penurunan kesadaran, tidak ada pandangan dobel, dan

tidak pernah jalan diseret sebelumnya. Pasien juga mengeluhkan

gringgingen pada tungkainya. BAB tidak ada keluhan. BAK nyeri (+),

darah (+), 5-6 kali masing-masing setengah gelas belimbing. Pasien

mengaku tidak pernah jatuh.

+ 3 minggu SMRS pasien mengeluh 1 minggu tidak BAB, BAK tidak

ada keluhan. Pasien juga mengeluhkan keju dan nyeri pada tungkai kirinya,

namun pasien masih dapat berjalan. Pasien kemudian berobat ke RSDM

2

Page 3: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

dan dirawat inap selama 10 hari. Saat + 5 hari rawat inap di RSDM,

terdapat luka pada punggung bawah pasien.

+ 5 minggu SMRS pasien mengeluh keju pada leher belakang yang

menjalar sampai kaki sebelah kanan. Pasien kemudian memeriksakan diri

ke puskesmas dan diberi obat minum tetapi pasien tidak tahu nama obatnya.

Namun keluhan dirasakan tidak berkurang dan semakin berat sehingga

pasien dirujuk ke RSDM. Di RSDM pasien dirawat inap selama 1 minggu.

Pasien juga mengeluh pada kaki kanan terasa gringgingen dan tebal.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Trauma : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Mondok : (+)

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat Merokok : (+)

Riwayat minum alkohol : disangkal

Riwayat Olahraga : disangkal

3

Page 4: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki yang memiliki satu orang istri dan tiga orang

anak. Pasien merupakan pegawai yang bekerja di bengkel. Saat ini dirawat di

RSDM dengan fasilitas JAMKESMAS.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum sakit sedang, Compos Mentis E4V5M6, gizi kesan cukup

B. Tanda Vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80x/ menit, isi cukup, irama teratur, simetris

Respirasi : 24 x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal

Suhu : 36,50C per aksiler

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),

spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-),ulkus

decubitus (+) regio sacrum, tepi tidak rata.

D. Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam,

tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).

E. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-)

F. Hidung

Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

G. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor (-),

stomatitis (-), mukosa pucat (+), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

4

Page 5: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

I. Leher

Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP (R+2) ,limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)

J. Thoraks

a. Retraksi (-)

b. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi : konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-)

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, gerakan

paradoksal (-)

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar ( vesikuler / vesikuler ),RBH (-), RBK (-)

K. Trunk

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-)

Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)

Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)

Tanda Patrick/Fabere : (-/-)

Tanda Anti Patrick : (-/-)

Tanda Laseque/SLR : (-/-)

Thomas test : (-)

Ober test : (-)

L. Abdomen

Inspeksi : distensi (+)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : hipertympani

Palpasi : tegang (+), nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, bruit (-) dan

lien tidak teraba

5

Page 6: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

M. Ekstremitas

Oedem Akral dingin

N. Status Psikiatri

Deskripsi Umum

1. Penampilan : Laki-laki, tampak sesuai umur, berpakaian rapi

2. Kesadaran : Kuantitatif : compos mentis

Kualitatif : tidak berubah

3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : normoaktif

4. Pembicaraan : koheren, menjawab pertanyaan

5. Sikap Terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup

Afek dan Mood

- Afek : Appropiate

- Mood : normal

Gangguan Persepsi

- Halusinasi (-)

- Ilusi (-)

Proses Pikir

- Bentuk : realistik

- Isi : waham (-)

- Arus : koheren

Sensorium dan Kognitif

- Daya Konsentrasi : baik

- Orientasi : Orang : baik

Waktu : baik

Tempat : baik

- Daya Ingat : Jangka pendek : baik

Jangka panjang : baik

Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik

Insight : Baik

Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

- -- -

- -- -

6

Page 7: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

O. Status Neurologis

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : IV line, DC

Fungsi Sensorik

N N

Fungsi Motorik dan Reflek :

Kekuatan : 5 5

1 1

Tonus : N N

N N

Reflek fisiologis: +2 +2

+2 +2

Reflek patologis: - -

- -

Reflek Dinding Perut (-)

Nervus Cranialis

N. III : reflek cahaya (+/+) ; pupil isokor (3 mm/3mm)

N. VII : dalam batas normal

N XII : dalam batas normal

7

Page 8: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Range of Motion (ROM)

ROMROM

Aktif Pasif

Flexi 0 – 700 0 – 700

Extensi 0 – 400 0 – 400

Lateral bend 0 – 600 0 – 600

Rotasi 0 – 900 0 – 900

EKSTREMITAS SUPERIOR

ROM AKTIF ROM PASIF

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Shoulder Fleksi 0-1800 0-1800 0-1800 0-1800

Ekstensi 0-3000-300 0-300 0-300

Abduksi 0-1500 0-1500 0-1500 0-1500

Adduksi 0-750 0-750 0-750 0-750

External Rotasi 0-900 0-900 0-900 0-900

Internal Rotasi 0-900 0-900 0-900 0-900

Elbow Fleksi 0-1350 0-1350 0-1350 0-1350

Ekstensi 135-1800 135-1800 135-1800 135-1800

Pronasi 0-900 0-900 0-900 0-900

Supinasi 0-900 0-900 0-900 0-900

Wrist Fleksi 0-900 0-900 0-900 0-900

Ekstensi 0-700 0-700 0-700 0-700

Ulnar deviasi 0-300 0-300 0-300 0-300

Radius deviasi 0-300 0-300 0-300 0-300

Finger MCP I fleksi 0-900 0-900 0-900 0-900

MCP II-IV fleksi

0-900 0-900 0-900 0-900

DIP II-V fleksi 0-900 0-900 0-900 0-900

PIP II-V fleksi 0-1000 0-1000 0-1000 0-1000

MCP I ekstensi 0-300 0-300 0-300 0-300

EKSTREMITASINFERIOR

ROM AKTIF ROM PASIF

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Hip Fleksi 0 0 0-1400 0-1400

Ekstensi 0 0 0-300 0-300

Abduksi 0 0 0-450 0-450

Adduksi 0 0 0-450 0-450

Eksorotasi 0 0 0-800 0-800

Endorotasi 0 0 0-800 0-800

Knee Fleksi 0 0 0-1200 0-1200

Ekstensi 0 0 120-1800 120-1800

Ankle Dorsofleksi 0 0 0-400 0-400

Plantarfleksi 0 0 0-400 0-400

8

Page 9: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Manual Muscle Testing (MMT)

NECK Fleksor M. Strenocleidomastoideus : 5

Ekstensor : 5

Ekstremitas Superior Dextra SinistraShoulder Fleksor M Deltoideus anterior 5 5

M Biseps 5 5Ekstensor M Deltoideus anterior 5 5

M Teres mayor 5 5Abduktor M Deltoideus 5 5

M Biceps 5 5Adduktor M Lattissimus dorsi 5 5

M Pectoralis mayor 5 5Internal Rotasi

M Lattissimus dorsi 5 5M Pectoralis mayor 5 5

Eksternal Rotasi

M Teres mayor 5 5M Infra supinatus 5 5

Elbow Fleksor M Biceps 5 5M Brachialis 5 5

Ekstensor M Triceps 5 5Supinator M Supinator 5 5Pronator M Pronator teres 5 5

Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis

5 5

Ekstensor M Ekstensor digitorum

5 5

Abduktor M Ekstensor carpi radialis

5 5

Adduktor M ekstensor carpi ulnaris

5 5

Finger Fleksor M Fleksor digitorum 5 5Ekstensor M Ekstensor

digitorum5 5

9

Page 10: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Ekstremitas inferior Dextra SinistraHip Fleksor M Psoas mayor 1 1

Ekstensor M Gluteus maksimus 1 1Abduktor M Gluteus medius 1 1Adduktor M Adduktor longus 1 1

Knee Fleksor Harmstring muscle 1 1Ekstensor Quadriceps femoris 1 1

Ankle Fleksor M Tibialis 1 1Ekstensor M Soleus 1 1

Status Ambulasi

Dependent

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium Darah

Rujukan

Hb : 9,2 gr/dl 13,5-18

Hct : 25 % 40-54

AE : 2,93 x 106 µL 4,6-6,2

AT : 118 x 103 µL 150-440

AL : 21,9 x 103 µL 4,5-11

Gol. Darah : A

GDP : 105 mg/dl 70-110

Ureum : 49 mg/dl 10-50

Creatinin : 0,4 mg/dl 0,7-1,3

Natrium : 126 mmol/l 135-145

Kalium : 4 mmol/l 3,3-5,1

Chlorida : 97 mmol/l 98-106

Protein total : 5,30 g/dl 6,4-8,3

Albumin : 2,7 g/dl 3,5-5,2

Globulin : 2,6 g/dl 2,7

Asam Urat : 5,1 mg/dl 2,4-6,1

10

Page 11: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

SEROLOGI

Tumor Marker Rujukan

PSA (Prostat) : 13,24 ng/ml 0,00-2,5

B. Pemeriksaan Radiologis

USG Abdomen

- Vesica Felea, pankreas, ren dextra, lien dalam batas normal

- Ukuran ren sinstra membesar ringan dengan pelebaran

- VU terisi cairan, tampak lesi hiperechoic, bentuk amorf, ukuran 4,3x

2,9x 4,9 cm

Kesan : curiga massa VU dengan hidronefrosis sinistra grade I

USG Urologi

11

Page 12: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

- ukuran dan ekostruktur kedua ren normal, SPC tak melebar, batu

negatif

- tampak lesi hiperechoic homogen di dinding inferior VU, ukuran 6,4x

6,4x 5,0 cm

- prostat ukuran dan ekostruktur normal

Kesan : massa VU kesan malignan

Foto Urethrografi

- kontras water soluble sebanyak 50cc dimasukkan per MUE, kontras

masuk lancar, reflux kontras di MUE (-)

- tampak kontras mengisi urethra s.d VU

- tak tampak ekstravasasi atau penyempitan

- tampak gambaran kontras tidak homogen di urethra pars bulbosa

- pelumuran kontras di VU tidak homogen, adanya lesi atau filling

defect belum padat disingkirkan

12

Page 13: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Kesan : - gambaran kontras tidak homogen di urethra pars bulbosa

yang antara lain dapat merupakan blood clot

- adanya lesi/ filling defect di VU belum dapat disingkirkan

IV. ASSESMENT

Klinis : Paraparese tipe UMN, hipestesia setinggi VTh VIII,

ulkus dekubitus

Topis : Medula Spinalis Vertebra Th VI

Etiologi : Suspect Metastase Carcinoma Vesica Urinaria

V. PENATALAKSANAAN

Terapi Medikamentosa :

1. Bed rest tidak total

2. Diet TKTP 1900 kkal

3. Infus NaCl 0,9% 20 tpm

4. Injeksi Ketorolac 1 ampul/12jam

5. Injeksi Ranitidin 1 ampul/8 jam

6. Injeksi Dexamethasone 1 ampul/8jam

7. Injeksi Ceftriaxone 2g/24 jam

8. Mecobalamin 500mg 3x1

VI. DAFTAR MASALAH

Problem Medis : Paraparese tipe UMN

Ulkus dekubitus regio sacrum

Problem Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi : Pasien tidak dapat menggerakkan anggota gerak

bawah (kelemahan spastic)

2. Terapi wicara : tidak ada

3. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas

sehari-hari

5. Ortesa-protesa : Keterbatasan mobilisasi

13

Page 14: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

6. Psikologi : Beban pikiran keluarga dalam menghadapi penyakit

penderita

Rehabilitasi Medik:

1. Fisioterapi :

a. Stretching exercise sendi yang kaku untuk mencegah kontraktur

b. Strengthening exercise untuk melatih kekuatan otot dan

mencegah atropi otot-otot

c. ROM exercise aktif dan pasif

d. Positioning dan turning (rubah posisi tiap 2 jam)

2. Terapi wicara : tidak dilakukan

3. Okupasi terapi :

Melatih keterampilan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

4. Sosiomedik :

a. Motivasi dan edukasi keluarga

tentang penyakit penderita

b. Motivasi dan edukasi keluarga

untuk membantu dan merawat penderita dengan selalu berusaha

menjalankan program di RS dan Home program

5. Ortesa-Protesa :

Memfasilitasi ambulasi dengan penggunaan kursi roda

6. Psikologi :

Psikoterapi suportif untuk mengurangi kecemasan keluarga

VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP

Impairment : Paraparese tipe UMN, ulkus dekubitus

Disability : Penurunan fungsi anggota gerak bawah

Handicap : Keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari dan kegiatan sosial

yang terhambat

14

Page 15: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

VIII. TUJUAN

1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat

waktu perawatan

2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat

memperburuk keadaan

3. Meminimalkan impairment, disability dan handicap

4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri

dalam menjalankan aktivitas sehari-hari

5. Edukasi perihal home exercise

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia

Ad sanam : dubia

Ad fungsionam : dubia

15

Page 16: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

TINJAUAN PUSTAKA

I. CARCINOMA VESICA URINARIA

Definisi

Karsinoma vesica urinaria atau kanker kandung kemih merupakan keadaan

abnormal di mana sel- sel kanker tumbuh di dalam kandung kemih. Kanker

kandung kemih terjadi empat kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada

wanita. Kanker kandung kemih sekitar 90% merupakan karsinoma sel

transisional. Kurang lebih 10% berupa karsinoma skuamosa, dan jarang sekali

adenokarsinoma yang berasal dari jaringan urakus. Karsinoma kandung kemih

dapat papiler, noduler, ulseratif, atau infiltratif. Derajat keganasan ditentukan

oleh tingkat diferensiasi dan penetrasi ke dalam dinding atau jaringan sekitar

kandung kemih.

Etiologi

Faktor yang mempengaruhi terjadinya karsinoma kandung kemih adalah zat

karsinogen, baik eksogen dari rokok atau bahan kimia, maupun endogen dari

hasil metabolisme. Penyebab lain diduga akibat pemakaian analgetik, sitostatik,

dan iritasi kronik oleh batu, sistosomiasis, atau radiasi.

Gambaran klinis

Gejala utama adalah hematuria makroskopik atau mikroskopik, biasanya

intermitten, dan sering tanpa nyeri. Terdapat gejala iritasi, yaitu disuria, tidak

dapat menahan kemih, dan polakisuria.

Diagnosis

Pemeriksaan bimanual sangat berguna untu menentukan infiltrasi. Pada

sistografi dan pielografi intravena tampak lesi defek isian dalam kandung kemih.

Endoskopi dilakukan untuk melihat bentuk dan besar tumor, perubahan dalam

kandung kemih, dan melakukan biopsi. Pemeriksaan sitologi membantu diagnosis.

Marker tumor kandung kemih untuk menentukan karakteristik selular dan marker

atau substansi yang dilepaskan oleh sel-sel kanker kandung kemih ke dalam urin.

16

Page 17: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Ultrasound atau sonography digunakan untuk melihat organ-organ internal

dan fungsinya, juga untuk menilai aliran darah melalui berbagai pembuluh darah.

CT scan menunjukkan gambaran rinci dari setiap bagian tubuh, termasuk tulang,

otot, lemak, dan organ. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dilakukan untuk

menghasilkan gambar lebih rinci dari organ dan struktur dalam tubuh. positron

emission tomography (PET) scan dapat menunjukkan area kanker yang mungkin

tidak dapat dilihat pada CT scan atau MRI.

Karsinoma kandung kemih perlu dibedakan dari tumor ureter yang menonjol

dalam kandung kemih karsinoma prostat, dan hipertrofi prostat. Untuk

membedakan kelainan ini dibutuhkan endoskopi dan biopsi.

Tingkat keganasan dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu diferensiasi baik

(G I), sedang (G II), dan kurang berdiferensiasi (G III). Tingkat penyebaran TNM

bergantung pada penyusupan tumor di dalam dinding kandung kemih dan

penyebaran metastasis.

TNM Karsinoma kandung kemih

T Tumor PrimerTis Karsinoma in situTa Karsinoma papilar terbatas pada epitelT1 Masuk jaringan subepitelT2 Masuk permukaan ototT3a Masuk otot lebih dari setengah ketebalanT3b Masuk jaringan lunak sekitar vesicaT4 Masuk struktur atau alat sekitar kandung

kemih (prostat, uterus, vagina, dinding panggul, dinding perut)

N Kelenjar LimfeN1 Kelenjar tunggal <2 cmN2 Kelenjar 2-5 cmN3 Kelenjar >5 cmM MetastaseM1 Terdapat metastase jauh

17

Page 18: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Tata laksana

Terapi endoskopik merupakan terapi baku karsinoma superfisialis melalui

reseksi transuretral tumor secara total. Rencana pascabedah selanjutnya sangat

menentukan hasil terapi. Sistoskopi untuk mengontrol kekambuhan biasanya

diadakan setiap tiga bulan selama satu tahun dan kemudian setiap enam bulan.

Radiasi diberikan setelah reseksi transuretral karsinoma kandung kemih

superfisialis atau setelah sistektomi. Radiasi juga dipakai untuk penyembuhan

pada stadium T3 yang tidak tahan pembedahan besar atau sebagai terapi paliatif

tumor T4. Kadang radiasi dipakai sebagai terapi paliatif untuk menghentikan

perdarahan atau gejal metastasis pada karsinoma lanjut.

Kemoterapi diberikan setelah reseksi transuretral karsinoma kandung kemih

superfisialis. Kemoterapi yang digunakan adalah thiotepa, 5- Fluorouracil (5-FU),

doxorubicin (adriamycin), dan mitomycin C. 5- Fluorouracil (5-FU) dan

doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang sering dipakai. Thiotepa dapat

dimasukkan ke dalam kandung kemih sebagai pengobatan topikal. Pasien

dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan

theotipa dan obat diabiarkan dalam kandung kemih selama dua jam.

Pembedahan dilakukan jika penyebaran karsinoma sudah sampai otot

kandung kemih. Terdapat tiga macam pembedahan, yaitu sistektomi parsial, total,

dan radikal. Indikasi sistektomi parsial adalah tumor soliter yang berbatas tegas

pada mukosa. Sistektomi total merupakan terapi definitif untuk karsinoma

superfisialis yang kambuh. Sistektomi radikal merupakan pilihan jika terapi lain

tidak berhasil atau timbul kekambuhan. Cara diversi kemih yang paling baik

adalah uretero-enterokutaneostomi dengan menggunakan sebagian usus halus

menurut Bricker atau urostoma kontinen dengan sejenis katup menurut Kock.

18

Page 19: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Prognosis

Prognosis tergantung pada tingkat perluasan dan derajat keganasan. Biasanya

pada karsinoma kandung kemih superfisial tidak akan mengalami metastasis

sehingga prognosis ketahanan hidup agak baik walaupun morbiditasnya cukup

berat. Penderita dengan karsinoma kandung kemih invasif mengalami riwayat

penyakit yang berbeda sekali. Sekitar 90% tidak mempunyai gambaran klinis

karsinoma superfisial dan setengahnya sudah bermetastasis jauh samar yang

sebagian besar menjadi jelas dalam waktu satu tahun. Prognosisnya buruk dalam

satu atau dua tahun.

II. LESI MEDULA SPINALIS

Segala sesuatu yang mengganggu fungsi atau merusak kawasan susunan

saraf pusat disebut lesi. Suatu lesi dapat berupa kerusakan pada jaringan

fungsional akibat perdarahan, thrombosis, atu embolisasi. Dapat juga karena

peradangan, degenerasi, dan penekanan oleh proses desak ruang dan sebagainya.

Tergantung pada jumlah motor neuron yang rusak, otot lumpuh ringan (paresis)

atau lumpuh mutlak (paralisis). Gambar kelumpuhan akibat lesi medulla spinalis

dapat berupa kelumpuhan UMN akibat lesi paralitik di susunan pyramidal dari

komponen UMN susunan neuromuscular serta kelumpuhan LMN yang

merupakan akibat lesi paralitik di “final common path”, motot end plate dan otot.

Kelumpuhan UMN dicirikan oleh tanda-tanda kelumpuhan UMN, yaitu:

1. Tonus otot meninggi atau

hipertonia

Gejala tersebut terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks

motorik tambahan terhadap inti-inti intrinsic medulla spinalis. Hipertonia

tidak akan bangkit, bahkan tonus otot menurun, bilamana lesi paralitik

merusak hanya korteks motorik primernya saja. Hipertonia kan menjadi

jelas bila korteks motorik tambahan ikut terlibat dalam lesi paralitik.

2. Hiperrefleksia

19

Page 20: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Refleks adalah gerak otot skeletal yang bangkit sebagai jawaban atas

suatu rangsangan. Gerak otot reflektorik yang timbul atas jawaban

stimulasi terhadap tendon dinamakan refleks tendon. Pada kerusakan pada

susunan UMN, refleks tendon lebih pekayang disebut sebagai

hiperrefleksia. Hiperrefleksia merupakan keadaan setelah impuls inhibisi

dari susunan pyramidal dan ekstrapiramidal tidak dapat disampaikan

kepada motorneuron.

3. Klonus

Hiperreflekasia sering diringi klonus. Tanda ini adalah gerak otot

reflektorik, yang bangkit secaraberulang-ulang selama perangsangan

masih berlangsung.

4. Reflek patologik

Pada kerusakan UMN dapat ditemukan adanya refleks-refleks yang tidak

dapat dibangkitkan pada orang-orang yang sehat, maka refleks ini disebut

sebagai refleks patologik. Pada tangan dikenal sebagai refleks Hoffmann

Tromner, pada kaki refleks patologik antara lain Babinski, Chaddock,

Oppenheim, Gordon, dan Achilles.

5. Tidak ada atropi pada otot-

otot yang lumpuh

Atrofi terjadi bila terjadi kerusakan motor neuron disusul musnahnya

serabut-serabut otot dalam kesatuan motoriknya, sehingga otot menjadi

kecil. Pada kerusakan yang mengenai serabut-serabut penghantar impuls

motorik UMN, motor neuron tidak silibatkan, maka otot-otot yang

lumpuh karena lesi UMN tidak akan memperlihatkan atropi. Namun

demikian otot yang lumpuh masih dapat mengecil bukan karena serabut

otot yang musnah, melaunkan otot menjadi kecil karena otot tidak

bergerak atau tidak digunakan, pengecilan otot ini disebut sebagai “disuse

atrophy”.

6. Reflek automatisme spinal

Gerakan yang bangkit akibat perangsangan yang datang dari bagian

susunan saraf pusat di bawah tingkat lesi dinamakan refleks automatisme

20

Page 21: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

spinal. Contohnya lengan yang lumpuh bergerak pada waktu penderita

menguap dan sebagainya.

Tanda-tanda kelumpuhan UMN yang tersebut di atas dapat seluruhnya atau

sebagian saja ditemukan pada tahap kedua masa setelah terjadinya lesi UMN.

Pada tahap pertamanya kurang lebih 1-2 minggu tanda-tanda kelumpuhan UMN

ini belum dapat disaksikan. Jangka waktu tahap pertama berbeda-beda

terggantung letak lesi. Tanda-tanda kelumpuhan LMN berbalikan dengan tanda

kelumpuhan UMN.

Tiap lesi di medulla spinalis yang merusak jaras kortikospinal lateral

menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian tubuh yang terletak di

bawah tingkat lesi. Lesi yang memotong melintang (tranversal) medulla spinalis

di tingkat servikal, misalnya pada C5 mengakibatkan kelumpuhan UMN pada

otot-otot tubuh yang berada di bawah C5, yaitu otot-otot kedua lengan, thoraks,

abdomen dan kedua tungkai. Kelumpuhan itu disebut tetrapleghi atau tetraparesis

(tergantung tingkat kelemahan yang terjadi).

Lesi transversal yang memotong medula spinalis pada tingkat torakal atau

tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada tigkat lesi terjadi

kelumpuhan LMN dan di bawah tingkat lesi terjadi kelumpuhan UMN.

Kelumpuhan LMN di tingkat lesi melanda kelompok otot yang merupakan

sebagian kecil dari muskulatur toraks atau abdomen. Maka kelumpuhan LMN di

tingkat lesi, jika melibatkan sebagian dari muskulatur toraks atau abdomen, tidak

begitu jelas seperti halnya jika kelumpuhan LMN di tingkat lesi itu melanda

sebagian muskulatur anggota gerak. Tingkat lesi transversal di medula spinalis

mudah terungkap oleh batas defisit sensorik. Di bawah batas tersebut, tanda-

tanda UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap, namun pada

toraks tanda-anda UMN tidak dapat diungkapkan. Tanda UMN satu-satunya

yang dapat dibangkitkan pada otot abdomen adalah hipertonia. Oleh karena tonus

otot abdominal meningkat maka refleks otot dinding perut meninggi sedangkan

refleks kulit dinding perut menghilang. Kelumpuhan yang melanda bagian bawah

tubuh tersebut dinamakan paraplegia. Jika kelumpuhan yang terjadi bersifat

parsial dan defisit sensorik yang tidak masif, dinamakan paraparesis.

21

Page 22: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

III.ULKUS DEKUBITUS

Definisi

Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dari

bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya

penekanan pada suatu area secara terus – menerus sehingga mengakibatkan

gangguan sirkulasi darah. Luka dekubitus adalah nekrosis pada jaringan lunak

antara tonjolan tulang dan permukaan padat, paling umum akibat imobilisasi.

Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) tahun 1989, ulkus

dekubitus adalah suatu daerah tertekan yang tidak nyeri dengan batas yang tegas,

biasanya batas penonjolan tulang, yang mengakibatkan terjadi iskemik, kematian

sel dan nekrosis jaringan.

Umumnya ulkus dekubitus terjadi pada penderita dengan penyakit kronik

yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer;

pressure ulcer, pressure sore, bed sore. Masalah ini menjadi problem yang cukup

serius baik di negara maju maupun di negara berkembang, karena mengakibatkan

meningkatnya biaya perawatan dan memperlambat program rehabilitasi bagi

penderita.

Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana

terdapat penonjolan tulang, yaitu sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu,

punggung dan kepala bagian belakang. Ulkus dekubitus terjadi jika tekanan yang

terjadi pada bagian tubuh melebihi kapasitas tekanan pengisian kapiler dan tidak

ada usaha untuk mengurangi atau memperbaikinya sehingga terjadi kerusakan

jaringan yang menetap. Bila tekanan yang terjadi kurang dari 32 mmHg atau ada

usaha untuk memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut maka ulkus dekubitus

dapat dicegah.

22

Page 23: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Gambar 1. Ulkus dekubitus regio gluteus

Etiologi dan Patogenesis

1. Faktor primer :

a. Tekanan dari luar yang menimbulkan iskemi setempat. Dalam keadaan

normal, tekanan intrakapilar arterial adalah ± 32 mm Hg dan tekanan ini

dapat meningkat mencapai maksimal 60 mm Hg yaitu pada keadaan

hiperemia.

b. Tekanan midkapilar adalah ± 20 mm Hg, Sedangkan tekanan pada daerah

vena adalah 13 - 15 mm Hg.

c. Efek destruksi jaringan yang berkaitan dengan keadaan iskemia dapat

terjadi dengan tekanan kapilar antara 32 - 60 mm Hg yang disebut sebagai

tekanan supra kapilar. Bila keadaan suprakapilar ini tercapai, akan terjadi

penurunan aliran darah kapilar yang disusul dengan keadaan iskemia

setempat.

d. Substansia H yang mirip dengan histamin dilepaskan oleh sel-sel yang

iskemik dan akumulasi metabolit seperti kalium, adenosin difosfat (ADP),

hidrogen dan asam laktat, diduga sebagai faktor yang menyebabkan

dilatasi pembuluh darah.

23

Page 24: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

e. Reaksi kompensasi sirkulasi akan tampak sebagai hiperemia dan reaksi

tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan sebelum periode kritis

terjadi yaitu 1 - 2 jam.

f. Kosiak (1959) membuktikan pada anjing bahwa tekanan dari luar sebesar

60 mm Hg selama 1 jam akan menimbulkan perubahan degeneratif secara

mikroskopik pada semua lapisan jaringan mulai dari kulit sampai tulang,

sedangkan dengan tekanan 35 mm Hg selama 4 jam perubahan

degeneratif tersebut tidak terlihat. Daniel dkk (1981) menyatakan bahwa

iskemia primer terjadi pada otot dan kerusakan jaringan kulit terjadi

kemudian sesuai dengan kenaikan besar dan lamanya tekanan.

g. Dulu faktor neurotropik disebutkan sebagai faktor penyebab utama ulkus

dekubitus, tetapi temyata hal tersebut tidak terbukti.

2. Faktor sekunder

Faktor-faktor yang menunjang terjadinya ulkus dekubitus antara lain:

gangguan saraf vasomotorik, sensorik, motorik, kontraktur sendi dan

spastisitas, gangguan sirkulasi perifer, malnutrisi dan hipoproteinemia,

anemia, keadaan patologis kulit pada gangguan hormonal, edema,

maserasi, infeksi, higiene kulit yang buruk, inkontinensia alvi dan urin,

kemunduran mental dan penurunan kesadaran.

Patofisiologi

Ulkus dekubitus dapat terbentuk karena ada beberapa faktor yang

mempengaruhinya. Allman (1989), Anthony (1992) dan Brand (1976) membagi

mekanisme terbentuknya ulkus dekubitus tergantung beberapa faktor

a. Tekanan yang Lama

Faktor yang paling penting dalam pembentukan ulkus dekubitus

adalah tekanan yang tidak terasa nyeri. Kosiak (1991) mengemukakan

bahwa tekanan yang lama yang melampaui tekanan kapiler jaringan pada

jaringan yang iskemik akan mengakibatkan terbentuknya ulkus dekubitus.

Hal ini karena tekanan yang lama akan mengurangi asupan oksigen dan

nutrisi pada jaringan tersebut sehingga akan menyebabkan iskemik dan

hipoksia kemudian menjadi nekrosis dan ulserasi.

24

Page 25: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Pada keadaan iskemik, sel-sel akan melepaskan substansia H  yang

mirip dengan histamine. Adanya substansi H dan akumulasi metabolit

seperti kalium, adenosine diphosphat (ADP), hidrogen dan asam laktat

akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Reaksi kompensasi sirkulasi

akan tampak sebagai hiperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila

tekanan dihilangkan sebelum periode kritis terjadi yaitu 1-2 jam. Suatu

penelitian histologis memperlihatkan bahwa tanda-tanda kerusakan awal

terjadi di dermis antara lain berupa dilatasi kapiler dan vena serta edema

dan kerusakan sel-sel endotel. Selanjutnya akan terbentuk perivaskuler

infiltrat, agregat platelet yang kemudian berkembang menjadi hemoragik

perivaskuler. Hal yang menarik, pada tahap awal ini, di epidermis tidak

didapatkan tanda-tanda nekrosis oleh karena sel-sel epidermis memiliki

kemampuan untuk bertahan hidup pada keadaan tanpa oksigen dalam

jangka waktu yang cukup lama. Selain itu, perubahan patologis oleh

karena tekanan eksternal tersebut terjadi lebih berat pada lapisan otot

daripada pada lapisan kulit dan subkutaneus.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Daniel dkk (1981) yang

mengemukakan bahwa iskemia primer terjadi pada otot dan kerusakan

jaringan kulit terjadi kemudian sesuai dengan kenaikan besar dan lamanya

tekanan.Pada tahun 1930, Land melakukan mikroinjeksi pada cabang

arteriol dari kapiler pada jari manusia untuk mempelajari tekanan darah

kapiler. Dia melaporkan bahwa tekanan darah arteriol sekitar 32 mmHg,

tekanan darah pada midkapiler sebesar 22 mmHg dan tekanan darah pada

venoul sebesar 12 mmHg. Tekanan pada arteriol dapat meningkat

menjadi 60 mmHg pada keadaan hiperemia.

Kosiak (1959) membuktikan pada anjing, bahwa tekanan eksternal

sebesar 60 mmHg selama 1 jam akan menimbulkan perubahan

degeneratif secara mikroskopis pada semua lapisan jaringan mulai dari

kulit sampai tulang, sedangkan dengan tekanan 35 mmHg selama 4 jam,

perubahan degeneratif tersebut tidak terlihat. Sumbatan total pada kapiler

masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa

25

Page 26: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami ulkus dekubitus

selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjammnya.

b. Tekanan antar Permukaan

Menurut NPUAP tekanan antar permukaan adalah tekanan tegak lurus

setiap unit daerah antara tubuh dan permukaan sandaran. Tekanan antar

permukaan dipengaruhi oleh kekakuan dan komposisi jaringan tubuh,

bentuk geometrik tubuh yang bersandar dan karakteristik pasien. Russ

(1991) menyatakan bahwa tekanan antar permukaan yang melebihi 32

mmHg akan menyebabkan mudahnya penutupan kapiler dan iskemik.

Faktor yang juga berpengaruh terhadap tekanan antar permukaan adalah

kolagen. Pada penderita sklerosis amiotropik lateral risiko untuk

terjadinya ulkus dekubitus berkurang karena adanya penebalan kulit dan

peningkatan kolagen dan densitasnya (Seiitsu, 1988; Watanebe, 1987).

c. Luncuran

Luncuran adalah tekanan mekanik yang langsung paralel terhadap

permukaan bidang. Luncuran mempunyai pengaruh terhadap

terbentuknya ulkus dekubitus terutama pada daerah sakrum. Brand (1976)

dan Reichel (1958) menjelaskan bahwa gerakan anguler dan vertikal atau

posisi setengah berbaring akan mempengaruhi jaringan dan pembuluh

darah daerah sacrum sehingga berisiko untuk mengalami kerusakan.

Penggunaan tempat tidur yang miring seperti pada bedah kepala dan leher

akan meningkatkan tekanan luncuran sehingga memudahkan terjadinya

ulkus dekubitus (Defloor, 2000).

d. Gesekan

Menurut Makebulst (1983), gesekan adalah gaya antar dua permukaan

yang saling berlawanan. Gesekan dapat menjadi faktor untuk terjadinya

ulkus dekubitus karena gesekan antar penderita dengan sandarannya akan

menyebabkan trauma makroskopis dan mikroskopis. Kelembaban,

maserasi dan kerusakan jaringan akan meningkatkan tekanan pada kulit.

26

Page 27: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Kelembaban yang terjadi akibat kehilangan cairan dan inkontinensia alvi

dan urin akan menyebabkan terjadinya maserasi jaringan sehingga kulit

cenderung lebih mudah menjadi rusak.

e. Immobilitas

Seorang penderita immobil pada tempat tidurnya secara pasif dan

berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai

60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg. Lindan dkk

menyebutkan bahwa pada pasien posisi telentang, tekanan eksternal 40-60

mmHg merupakan tekanan yang paling berpotensi untuk terbentuk ulkus

pada daerah sacrum, maleolus lateralis dan oksiput. Sedangkan pada

pasien posisi telungkup, thoraks dan genu mudah terjadi ulkus pada

tekanan 50 mmHg. Pada pasien posisi duduk, mudah terjadi ulkus bila

tekanan berkisar 100 mmHg terutama pada tuberositas ischii. Tekanan

akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis

jaringan kulit.

Pada penderita dengan paralisis, kelaian neurologi, atau dalam anestesi yang

lama, syaraf aferen tidak mampu untuk memberikan sistem balik sensoromotor.

Akibatnya, tanda-tanda tidak menyenangkan dari daerah yang tertekan tidak

diterima, sehingga tidak melakukan perubahan posisi.Berbeda dengan orang

tidur, untuk mengatasi tekanan yang lama pada daerah tertentu secara otomatis

akan terjadi perubahan posisi tubuh setiap 15 menit. Gerakan perubahan posisi

pada orang tidur biasanya lebih dari 20 kali setiap malam. Bila kurang dari 20

kali, maka akan berisiko untuk terjadinya ulkus dekubitus.

Lokasi Ulkus Dekubitus

Setiap bagian tubuh dapat terkena, tetapi umumnya terjadi pada daerah

tekanan dan penonjolan tulang.

1) Tuberositas ischii

Frekuensinya mencapai 30% dari lokasi tersering. Terjadi akibat tekanan

langsung pada keadaan duduk. Juga karena foot rest pada kursi roda yang

terlalu tinggi, sehingga berat badan tertumpu pada daerah ischium.

27

Page 28: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

2) Trochanter mayor

Frekuensinya mencapai 20% dari lokasi yang tersering. Terjadi karena

lama berbaring pada satu sisi, kursi roda terlalu sempit, osifikasi

heterotropik, skoliosis, yang mengakibatkan pindahnya berat badan ke sisi

panggul yang lain.

3) Sacrum

Frekuensinya mencapai 15% dari lokasi tersering. Terjadi pada penderita

yang lama berbaring terlentang, tidak mengubah posisi berbaring secara

teratur, salah posisi path waktu duduk di kursi roda juga dapat terjadi

karena penderita merosot di tempat tidur dengan sandaran miring, terlalu

lama kontak dengan urin, keringat ataupun feces.

4) Tumit

Frekuensinya mencapai 10% dari lokasi tersering. Keadaan spastik pada

anggota gerak bawah dapat menimbulkan tekanan dan gesekan tumit pada

tempat tidur atau pada foot rest kursi roda.

5) Lutut

Terjadi bila penderita lama berbaring telungkup, sedangkan sisi lateral

lutut terkena karena lama berbaring pada satu sisi.

6) Maleolus

Maleolus lateralis dapat terkena karena berbaring terlalu lama pada satu

sisi, trauma pada waktu pemindahan penderita, posisi foot rest kurang

baik. Maleolus medialis juga dapat terkena karena gesekan kedua

maleolus kanan dan kiri akibat keadaan spastik otot aduktor.

7) Siku

Dapat terkena bila siku sering dipakai sebagai penekan tubuh atau

pembantu mengubah posisi.

8) Jari kaki

Dapat terkena pada posisi telungkup, sepatu yang terlalu sempit dan

sebagainya.

9) Scapulae dan Processus spinosus vertebrae

Dapat terkena akibat terlalu lama berbaring terlentang dan gesekan yang

sering.

28

Page 29: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Gambar 2. Daerah-daerah Lokasi Ulkus Dekubitus

Manifestasi Klinis

Gejala klinik yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit yang

kemerahan sampai terbentuknya suatu ulkus. Kerusakan yang terjadi dapat

meliputi dermis, epidermis, jaringan otot sampai tulang. Tanda cidera awal

adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari, pada cidera

yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit, dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda

sistemik peradangan, termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih,

dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di Rumah

Sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil.

Klasifikasi berdasarkan gambaran klinis yang penting berkenaan dengan

penatalaksanaannya

Stadium 1 :

Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita

dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini umumnya reversibel

dan dapat sembuh dalam 5 - 10 hari.

29

Page 30: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Gambar 3. Stadium 1 Ulkus Dekubitus

Stadium 2 :

Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke

jaringanadiposa.Terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam

10 - 15 hari.

Gambar 4. Stadium 2 Ulkus Dekubitus

Stadium 3 :

Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah mulai

terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur fibril.

Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan fibrosis.

Kadang-kadang terdapat anemia dan infeksi sistemik. Biasanya sembuh dalam 3 -

8 minggu.

Gambar 5. Stadium 3 Ulkus Dekubitus

30

Page 31: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Stadium 4 :

Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi. Dapat

terjadi artritis septik atau osteomielitis dan sering diserti anemia. Dapat sembuh

dalam 3 - 6 bulan

Gambar 6. Stadium 4 Ulkus Dekubitus

Diagnostik Pemeriksaan

Diagnosis ulkus dekubitus biasanya tidak sulit. Diagnosisnya dapat

ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tetapi untuk

menegakkan diagnosis ulkus dekubitus diperlukan beberapa pemeriksaan

laboratorium dan penunjang lainnya.

Beberapa pemeriksaan yang penting untuk membantu menegakkan diagnosis

dan penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah :

1. Kultur dan analisis urin

Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah

ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada

trauma medula spinalis.

2. Kultur Tinja

Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat

leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous

colitis.

3. Biopsi

Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan

dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk

31

Page 32: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu,

biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus

dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.

4. Pemeriksaan Darah

Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih

dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan

sepsis.

5. Keadaan Nutrisi

Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses

penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin

level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level,

6. Radiologis

Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat

osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X, scan tulang

atau MRI.

Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4 walaupun dapat juga pada

ulkus yang superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:

Infeksi, sering brsifat multibakterial, baik yang aerobik ataupun anerobik.

Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis,

osteomielitis, artritis septik.

Septikemia.

Anemia.

Hipoalbuminemia.

Kematian

Penatalaksanaan

1. Pencegahan

Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan

ulkus dekubitus membutuhkan waktu dan biaya yang besar.

Tindakan pencegahan dapat dibagi atas

a) Umum :

32

Page 33: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis,

penderita dan keluarganya.

Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.

b) Khusus :

Mengurangi/menghindari tekanan luar yang berlebihan pada daerah

tubuh tertentu dengan cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur

sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur pada waktu duduk di

kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti

dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads,

sheepskin dan lain-lain.

Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan

sore), tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus

dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan

penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk

pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari

keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang

mengandung alkohol dan emolien.

2. Pengobatan

Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal,

sistemik ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar

reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus

ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain:

a) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus.

Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan

di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan

sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.

b) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya.

Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih

cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian,

pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti

33

Page 34: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

larutan NaC10,9%,larutan H202 3% dan NaC10,9%,larutan plasma dan

larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.

c) Mengangkat jaringan nekrotik.

Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari

bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan

jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan

nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan ulkus.

Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :

Sharp debridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).

Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolagenolitik, dan

fibrinolitik).

Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilas-an,

kompres dan hidroterapi)

d) Menurunkan dan mengatasi infeksi.

Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat

diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi

hams dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti

larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet

(terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.

e) Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan

epitelisasi.

Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain :

Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng

(Zn 0, Zn SO4).

Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap

sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferatif epitel, menambah

jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.

Radiasi infra merah,short wave diathermy, dan pengurutan dapat

membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan

vaskularisasi.

Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya

terhadap terapi ulkus dekubitus.

34

Page 35: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

f) Tindakan bedah

tindakan ini selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk

mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus

dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit

ataupun myocutaneous flap

3. Manajemen

Disesuaikan dengan stadiumnya

Managemen komprehensif untuk meminimalkan ketidakmampuan dan

meningkatkan kualitas hidup pasien

a. Fisioterapi

Tujuan: 1. Mengurangi Spasme otot

2. Pencegahan kontraktur

Cara : Positioning and Turning

Exercise Pasif dan Aktif

b. Psikologi

Tujuan: Memelihara status mental pasien dan keluarga, berupa emosi,

fungsi intelektual, dan fungsi persepsi

c. Okupasi Terapi

Tujuan: Melatih keterampilan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-

hari

d. Orthetik Prostetik

Tujuan: Memfasilitasi ambulasi dengan pembuatan crutch

e. Pekerja Sosial Medik

Tujuan: 1. Menilai situasi kehidupan pasien

2. Perantara dalam hubungan pasien/keluarga dan tim dokter

4. Pencegahan

Monitoring resiko ulkus dekubitus

Monitoring keadaan kulit secara teratur

35

Page 36: Paraparese UMN, Hipestesia Setinggi VTh VIII, Dan Ulkus Dekubitus Ec Suspek Metastase CA VU

Monitoring status mobilitas

Minimalkan terjadinya tekanan (Friction, Shear)

Monitoring inkontinensia

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2

Penerbit Jakarta: EGC.

Corwn elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Doengoes Marlyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :EGC

Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua.Yogyakarta: Gajahmada

University Press.

Huddak dan Gallo. 1996. Perawatan Kritis. Edisi VI, volume II, Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Acisculapus

Mahar Mardjono, Priguna Sidharta. 2004. Neurologi Klinis Dasar..Jakarta: Dian

Rakyat

Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran – EGC.

36