case mati 2 lmnh metastase

55
LIMFOMA MALIGNUM HODGKIN Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit dan organ lain. Di negara maju limfoma malignum relatif jarang yaitu kira-kira 2 % dari kanker yang ada. Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini merupakan terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara dan kulit. Pada sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini angka harapan kehidupan 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh (kuratif) berkat manajemen tumor yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan radioterapi. 1 EPIDEMIOLOGI 1

Upload: guptaja-kusumah-nagara

Post on 28-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Mati 2 Lmnh Metastase

LIMFOMA MALIGNUM HODGKIN

Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem

limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan

umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan

kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar

sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit dan organ

lain.

Di negara maju limfoma malignum relatif jarang yaitu kira-kira 2 % dari

kanker yang ada. Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia,

tumor ini merupakan terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara dan kulit.

Pada sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan

penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih

merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis

kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini angka harapan kehidupan 5 tahun

meningkat dan bahkan sembuh (kuratif) berkat manajemen tumor yang tepat dan

tersedianya kemoterapi dan radioterapi.1

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian Penyakit Hodgkin yang berdasarkan populasi di Indonesia

belum ada. Pada KOPAPDI II di Surabaya tahun 1973 dilaporkan bahwa di bagian

penyakit dalam RS. Dr.Sutomo Surabaya antara tahun 1963-1972 (9 tahun) telah

dirawat 26.815 pasien, dimana 81 diantaranya adalah limfoma malignum dan 12

orang adalah penyakit Hodgkin. Pada KOPAPDI VIII tahun 1990 di Yogya

dilaporkan bahwa selama 1 tahun di bagian penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito

dirawat 2246 pasien, 32 di antaranya adalah limfoma malignum dan semuanya adalah

limfoma Non Hodgkin. Dari laporan-laporan tersebut di atas terlihat bahwa di

Indonesia limfoma non-Hodgkin lebih banyak dari penyakit Hodgkin, dan pria selalu

lebih banyak daripada wanita.1

1

Page 2: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Pada limfoma non Hodgkin terdapat peningkatan insidensi yang linear seiring

dengan usia. Sebaliknya, pada penyakit Hodgkin di Amerika Serikat dan di negara-

negara barat yang telah berkembang, kurva insidensi spesifik umur berbentuk

bimodal dengan puncak awal pada orang dewasa muda (15-35 tahun). Dan puncak

kedua setelah 50 tahun. Penyakit Hodgkin lebih prevalen pada laki-laki dan bila

kurva insidensi spesifik umur dibandingkan dengan distribusi jenis kelamin pasien,

maka peningkatan prevalensi laki-laki lebih nyata pada dewasa muda. Pada penyakit

Hodgkin anak, predominasi laki-laki ini lebih mencolok dengan lebih dari 80%

pasien adalah laki-laki. Hal ini menyebabkan beberapa peneliti beranggapan bahwa

terdapat peningkatan kerentanan yang berhubungan dengan faktor genetik terkait seks

dan hormonal.2

PATOLOGI

Penyakit Hodgkin merupakan suatu tumor ganas yang berhubungan erat

dengan limfoma malignum. Oleh karena itu untuk membahas mengenai patologi dari

penyakit Hodgkin ada baiknya kita mengetahui tentang klasifikasi dari penyakit-

penyakit tersebut3. Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah

menurut Lukas dan Butler sesuai keputusan symposium penyakit Hodgkin dan Ann

Arbor. Menurut klasifikasi ini penyakit Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :

1. Tipe Lymphocyte Predominant

2. Tipe Mixed Cellularity

3. Tipe Lymphocyte Depleted

4. Tipe Nodular Sclerosis

Namun ada bentuk-bentuk yang tumpang tindih (campuran), misalnya

golongan Nodular Sclerosis (NS) ada yang limfositnya banyak (Lymphocyte

Predominant NS=LP- NS), ada yang limfositnya sedikit (Lymphocyte-Depleted

NS=LD-NS) dan sebagainya. Demikian pula golongan Mixed Cellularity (MC), ada

yang limfositnya banyak (LP-MC), ada yang sedikit (LD-MC).1

Penyakit ini mula-mula terlokalisasi pada daerah limfonodus perifer tunggal

dan perkembangan selanjutnya dengan penjalaran di dalam sistem limfatik. Mungkin

2

Page 3: Case Mati 2 Lmnh Metastase

bahwa sel Reed-Sternberg yang khas dan sel lebih kecil, abnormal, bersifat neoplastik

dan mungkin bahwa sel radang yang terdapat bersamaan menunjukkan

respon.hipersensitivitas untuk hospes. Setelah tersimpan dalam limfonodus untuk

jangka waktu yang bervariasi, perkembangan alamiah penyakit ini adalah menyebar

ke jaringan non limfatik3

PATOGENESIS

Asal-usul penyakit Hodgkin tidak diketahui. Pada masa lalu, diyakini bahwa

penyakit Hodgkin merupakan reaksi radang luar biasa (mungkin terhadap agen

infeksi) yang berperilaku seperti neoplasma. Tetapi, kini secara luas diterima bahwa

penyakit Hodgkin merupakan kelainan neoplasi dan bahwa sel Reed-Sternberg

merupakan sel transformasi. Tetapi asal-usul sel Reed-Sternberg tetap menjadi teka-

teki. Sel Reed- Sternberg tidak membawa penanda permukaan sel B atau T. Tidak

seperti monosit, tidak memiliki komplemen dan reseptor Fc. Beberapa pengkaji telah

menentukan berdasarkan dari penderita dengan jalur sel penyakit Hodgkin, yang

agaknya berasal dari sel Reed- Sternberg.4

Sel-sel yang mirip Reed-Sternberg dari perbenihan ini tampak menimbulkan

antigen permukaan dengan sejumlah kecil sel “dendrit” pada daerah parafolikel nodus

limfatik. Mungkin termasuk kelas antigen HLA II sel dendrit positif, yang aktif dalam

pengenalan antigen oleh sel T. Berkurangnya kapasitas “memberitahukan” antigen

berkaitan dengan transformasi neoplasi sel “dendritik”, mungkin menjelaskan adanya

gangguan imunitas sel-T, yang begitu umum terjadi pada penyakit Hodgkin.

Meskipun demikian, saran-saran tentang asal-usul sel Reed-Sternberg ini kini harus

dianggap belum memadai, sampai ada bukti yang lebih meyakinkan.

Diketahui bahwa sel Reed-Sternberg mewakili komponen maligna penyakit

Hodgkin. Apakah yang menyebabkan transformasi ini. Selama bertahun-tahun

etiologi infeksi penyakit Hodgkin telah diduga. Beberapa laporan telah

menghubungkan infeksi virus Epstein-Barr (EBV) dengan penyakit Hodgkin. Tetapi

tidak ada rangkaian asam nukleat EBV pada sel RS yang dibiakkan, tidak mendukung

peran EBV sebagai penyebab penyakit Hodgkin. Perhatian terhadap etiologi infeksi

3

Page 4: Case Mati 2 Lmnh Metastase

penyakit Hodgkin telah diperhatikan akibat laporan yang menunjukkan kemungkinan

adanya suatu “pengelompokan” penyakit Hodgkin diantara pelajar sekolah menengah

tertentu.5 Tetapi penelitian lain telah gagal memastikan dugaan penyebaran horizontal

penyakit Hodgkin.6

Pada banyak pasien, penyakit terlokalisasi pada mulanya pada daerah

limfonodus perifer tunggal dan perkembangan selanjutnya dengan penjalaran didalam

sistem lmfatik. Mungkin bahwa sel Reed-Sternberg yang khas, abnormal yang

menyertai (sekarang diduga berasal dari histiosit) bersifat neoplastik dan mungkin

bahwa sel radang yang terdapat bersamaan menunjukkan respon hipersensitivitas oleh

hospes, manfaat yang menentukan pola evolusi. Setelah tersimpan dalam limfonodus

untuk jangka waktu yang bervariasi, perkembangan alamiah penyakit ini adalah

menyebar untuk mengikutsertakan jaringan non-limfatik.6

ETIOLOGI

Banyak kemajuan telah dicapai dalam bidang biologi penyakit ini. Meskipun

masih banyak yang belum mapan. Seperti pada keganasan yang lain penyebab

penyakit Hodgkin ini multifaktorial dan belum jelas benar. Perubahan genetik,

disregulasi gen-gen faktor pertumbuhan, virus dan efek imunologis, semuanya dapat

merupakan faktor tumorigenik penyakit ini.

Tentang asal usul sel datia Reed-Sternberg masih ada silang pendapat sampai

sekarang. Limfoma Hodgkin ataupun limfoma non Hodgkin kemungkinan ada

kaitannya dengan keluarga. Apabila salah satu anggota keluarga menderita limfoma

Hodgkin, maka resiko anggota lain terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan

orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada orang hidup berkelompok insiden

limfoma Hodgkin cenderung lebih banyak.1

GAMBARAN KLINIS

Penyakit Hodgkin biasanya timbul sebagai penyakit lokal dan kemudian

menyebar ke struktur limfoid didekatnya dan akhirnya meluas ke jaringan non

limfoid dengan kemungkinan kematian pasien. Pasien penyakit Hodgkin umumnya

4

Page 5: Case Mati 2 Lmnh Metastase

datang dengan adanya massa atau kelompok kelenjar limfe yang padat, mudah

digerakkan dan biasanya tidak nyeri tekan. Sekitar separuh pasien datang dengan

adenopati di leher atau daerah supraklavikula dan lebih dari 70 persen pasien datang

dengan pembesaran kelenjar getah bening superfisial. Karena kelenjar tersebut

umumnya tidak nyeri, maka deteksi oleh pasien mungkin terlambat sampai kelenjar

limfe cukup besar. Sekitar 60 persen pasien datang dengan adenopati mediastinum.

Hal ini kadang-kadang pertama kali dideteksi pada pemeriksaan sinar-x toraks rutin.

Kelenjar limfe yang terkena pada penyakit Hodgkin cenderung sentripetal atau aksial

dan berlainan dengan yang terkena pada limfoma non Hodgkin yang memperlihatkan

kecenderungan sentrifugal mengenai kelenjar limfe epitroklear, cincin waldeyer dan

abdomen.

Pada 2-5 persen pasien, kelenjar limfe atau jaringan lain yang terkena

penyakit Hodgkin dapat tersa nyeri setelah minum minuman beralkohol.

Pertumbuhan kelenjar limfe cukup bervariasi, beberapa lesi dapat menetap dalam

jangka lama, sedangkan pada kelenjar yang lain terjadi regresi spontan dan temporer.

Sebagian besar pasien penyakit Hodgkin tidak atau sedikit mengalami gejala

yang berkaitan dengan penyakitnya. Gejala terssering adalah demam ringan yang

mungkin disertai keringat malam. Untuk sebagian pasien, keringat malam mungkin

merupakan satu-satunya keluhan. Beberapa pasien mungkin mengalami demam naik

turun disertai banyak keringat malam (demam Pel-Epstein). Demam ini dapat

menetap selama beberapa minggu, diikuti oleh interval afebris. Demam dan keringat

malam lebih sering ditemukan pada pasien tua dan pada pasien dengan penyakit

stadium lanjut.

Gejala awal penting lainnya adalah penurunan berat badan lebih dari 10

persen dalam 6 bulan atau kurang tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang sering

ditemukan adalah rasa lemah, malaise dan cepat lelah. Pruritus terdapat pada sekitar

10 persen pasien pada saat diagnosis, gejala ini biasanya generalisata dan mungkin

berkaitan dengan ruam kulit atau walaupun jarang merupakan satu-satunya gejala

penyakit.

5

Page 6: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Kelainan mediastinum, paru, pleura atau perikardium mungkin disertai batuk,

nyeri dada, sesak napas atau osteoartropi hipertrofik, keterlibatan tulang mungkin

disertai nyeri tulang. Kadang-kadang pasien datang dengan gejala sumbatan vena

kava superior sebagai gejala awal. Kompresi mendadak korda spinalis dapat

merupakan gejala awal tetapi biasanya merupakan penyulit penyakit progresif

stadium lanjut. Nyeri kepala atau gangguan penglihatan dapat ditemukan pada pasien

dengan penyakit Hodgkin intrakranium dan keterlibatan abdomen menimbulkan nyeri

abdomen, gangguan usus dan bahkan asites.1

STADIUM PENYAKIT.

Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging :

• Clinical staging

Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.

• Pathological staging.

Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada

jaringan yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi

organ, yaitu : hepar, paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang, kulit.

Staging yang dianut saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang di

modifikasi sesuai konferensi Cotswald.1 Staging menurut sistem Ann Arbor

modifikasi Costwald.

Stage I : Penyakit menyerang satu regio kelenjar getah bening atau satu struktur

limfoid (misal : limpa, timus, cincin Waldeyer).

Stage II : Penyakit menyerang dua atau lebih regio kelenjar pada satu sisi diafragma,

jumlah regio yang diserang dinyatakan dengan subskrip angka, misal : II2,

II3, dsb.

Stage III : Penyakit menyerang regio atau struktur limfoid di atas dan di bawah

diafragma.

III1 : menyerang kelenjar splenikus hiler, seliakal, dan portal

III2 : menyerang kelenjar para-aortal, mesenterial dan iliakal.

6

Page 7: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Stage IV : Penyakit menyerang organ-organ ekstra nodul, kecuali yang tergolong E

(E: bila primer menyerang satu organ ekstra nodal).

A : bila tanpa gejala sistemik

B : bila disertai gejala sistemik yaitu: panas badan ≥ 38˚C yang tak jelas sebabnya;

penurunan berat badan 10 % atau berkeringat malam atau setiap kombinasi dari

3 gejala itu selama 6 bulan terakhir penyakit ini.

X : bila ada bulky mass (≥ 1/3 lebar thorax dan ≥ 10 cm untuk ukuran kelenjar).

S : bila limpa (spleen) terkena

Untuk menentukan luasnya penyakit diperlukan prosedur staging tertentu.

Prosedur yang diperlukan untuk menentukan tingkat (stadium) penyakit Hodgkin.1

I. Riwayat dan pemeriksaan :

Identifikasi gejala-gejala sistemik

II. Prosedur-prosedur radiologis :

• Foto dada biasa

• CT-Scan dada (bila foto dada abnormal)

• CT-Scan abdomen dan pelvis

• Limfografi bipedal

III. Prosedur-prosedur hematologis :

• Darah lengkap dan hitung jenis

• LED

• Aspirasi dan biopsy sumsum tulang

IV. Prosedur biokimiawi

• Tes faal hati

• Serum albumin, LDH, Ca

V. Prosedur untuk hal-hal khusus :

• Laparatomi (diagnostic dan staging)

• USG abdomen

• MRI

• Gallium scanning

• Technetium bone scan

7

Page 8: Case Mati 2 Lmnh Metastase

• Scan hati dan limpa

DIAGNOSIS KLINIS 1,4

1. KLINIS (ANAMNESIS)

Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di

leher, aksila ataupun lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-

kadang disertai demam, keringat dan gatal

2. PEMERIKSAAN FISIK

Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikular,

aksiler dan inguinal. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT

perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin waldeyer ikut terlibat.

Apabila area ini terlihat perlu diperiksa gastrointestinal sebab sering terlihat

bersama-sama.

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan

bagian penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang

luas penyakit. atau keterlibatan organ spesifik. Pada pasien penyakit Hodgkin serta

pada penyakit neoplastik atau kronik lainnya mungkin ditemukan anemia

normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan penurunan kadar

besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau

meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat,

terutama pada pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan.

Eosinofilia absolute perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada

pasien yang menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolute limfositopenia

absolut (<1000 sel per milimeter kubik) biasanya terjadi pada pasien dengan

penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan evaluasi terhadap banyak pemeriksaan

sebagai indikator keparahan penyakit.

Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik, tetapi

pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih

terdapat penyakit residual. Uji lain yang abnormal adalah peningkatan kadar

8

Page 9: Case Mati 2 Lmnh Metastase

tembaga, kalsium, asam laktat, fosfatase alkali, lisozim, globulin, protein C-reaktif

dan reaktan fase akut lain dalam serum.1

SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis

pendahuluan limfadenopati untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti

reaksi hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan limfoma

malignum.

Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsy aspirasi LH ataupun LNH adalah

adanya negatif palsu dianjurkan melakukan biopsy aspirasi multiple hole di beberapa

tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai

dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.

HISTOPATOLOGI

Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtype

histopatologi walaupun sitologi biopsy aspirasi jelas LH ataupun LNH. Biopsi

dilakukan bukan sekedar mengambil jaringan, namun harus diperhatikan apakah

jaringan biopsy tersebut dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi biasanya

dipilih pada rantai KGB di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian

belakang dan submandibular tidak dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar

biopsy dilakukan dibawah anestesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat

suntik local terhadap arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan

jaringan

RADIOLOGI

Termasuk didalamnya :

1. foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal

2. Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB didaerah iliaka dan pasca

aortal

9

Page 10: Case Mati 2 Lmnh Metastase

3. USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan sekaligus

menuntun biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi.

4. CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH

LAPAROTOMI

Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada iliaka

para aotal dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat kemajuan

teknologi radiologi misalnya USG dan CT Scan ditambah sitologi biopsy aspirasi

jarum halus, tindakan laparotomi dapat dihindari atau sekurang-kurangnya

diminimalisasi.

DIAGNOSIS BANDING4,5

Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non

Hodgkin pada pasien dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis

bakteri atau virus, mononucleosis infeksiosa dan toksoplasmosis harus disingkirkan.

Keganasan lain, misalnya limfoma non Hodgkin, kanker nasofaring dan kanker tiroid

dapat menimbulkan adenopati leher local. Adenopati ketiak harus dibedakan dengan

limfoma non Hodgkin dan kanker payudara.

Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan tumor

lain. Pada pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan mediastinum,

terutama karsinoma sel kecil dan non sel kecil. Medistinitis reaktif dan adenopati

hilus akibat histoplasmosis dapat mirip dengan limfoma, karena penyakit tersebut

timbul pada pasien asimtomatik. Penyakit abdomen primer dengan hepatomegali,

splenomegali dan adenopati massif jarang ditemukan, dan penyakit neoplastik lain,

terutama limfoma non Hodgkin harus disingkirkan dalam keadaan ini.

PENATALAKSANAAN1

Terapi dapat dilihat dari beberapa aspek:

a. Penyakit yang sudah atau belum pernah diobati.

10

Page 11: Case Mati 2 Lmnh Metastase

b. Penyakit yang dini (st I+II) atau yang sudah lanjut (st III+IV)

c. Akan memakai sarana-terapi-tunggal (radioterapi atau kemoterapi saja) atau

sarana terapi kombinasi (sarana terapi kombinasi bukan kemoterapi-

kombinasi)

Kemoterapi penyakit ini dapat kemoterapi tunggal (memakai satu obat),

kemoterapi kombinasi (memakai banyak obat) dan akhir-akhir ini dikembangkan

kemoterapi dosis tinggi plus pencangkokan Stem Cell Autologus untuk rescue

(penyelamatan) aplasi sistem darah yang diakibatkan oleh kemoterapi dosis tinggi

tadi. (KDT + rPSC autologus).

I. Kasus-kasus yang sebelumnya belum pernah diobati (terapi awal)

I.1. Radioterapi saja.

Secara histories radioterapi saja dapat kuratif untuk penyakit Hodgkin dini (st

I+II) A. kurabilitasnya menurun bila ada penyakit dibawah diafragma, karena itu

untuk stadium IA dan IIA yang direncanakan akan diberi terapi radiasi kuratif

saja perlu dilakukan staging laparotomy untuk memastikan ada tidaknya lesi

dibawah diafragma. Bila ada lesi di bawah diafragma maka radioterapi saja tidak

cukup perlu ditambah dengan kemoterapi. Apabila bila ada tanda-tanda prognosis

yang buruk seperti : B symptoms dan bulky tumor, perlu kombinasi radioterapi +

kemoterapi (kombinasi sarana pengobatan = combined modality therapy) karena

radioterapi saja tidak lagi kuratif. Untuk kemoterapinya biasanya MOPP 6x

dianggap cukup sebagai adjuvan (tambahan) pada radioterapi. Bila tidak ada lesi

dibawah diafragma (dibuktikan denganstaging-laparotomy) untuk stadium IA

diberikan radioterapi extended field, untuk stadium IIA diberikan total nodal

irradiation (TNI), dianggap cukup kuratif.

I.2. Kombinasi radioterapi + kemoterapi.

Untuk semua keadaan dimana ada penyakit dibawah diafragma radioterapi

harus ditambah dengan kemoterapi adjuvant, baru dianggap kuratif. Terapi

dengan kombinasi modalitas ini juga diindikasikan bila penyakitnya stadium IIA

tetapi pasien menolak laparotomi atau memang tidak akan dilakukan laparotomi

karena ada kontraindikasi.

11

Page 12: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Untuk stadium yang lanjut (st III dan IV) terapi kuratif utama adalah

kemoterapi. Kalau ada lesi yang besar (bulky mass) dengan tambahan huruf X

pada stadiumnya, maka pada tempat ini ditambahkan radioterapi adjuvant dosis

kuratif, sesudah kemoterapi.

Kombinasi radio + kemoterapi ini juga dianjurkan pada mereka yang

menunjukkan tanda-tanda prognosis yang buruk, yaitu :

1. Massa mediastinum yang besar.

2. B-symtoms.

3. kelainan dihilus paru.

4. histologinya bukan Lymphocytic predominant dan

5. Stadium ≥ III.

I.3. Kemoterapi

Semula kemoterapi sebagai terapi utama diberikan untuk stadium III dan IV

saja, namun sering terjadi relaps, terutama bila ada bulky mass karena itu untuk

tempat-tempat yang lesinya bulky sesudah kemoterapi perlu radioterapi adjuvant

pada tempat yang semula ada bulky mass tadi. Dengan cara ini angka

kesembuhan nya cukup tinggi. Banyak ahli Onkologi Medis memberi

kemoterapi sebagai terapi utama sejak stadium II ditambah dengan radioterapi

adjuvant pada bulky mass, dengan demikian keperluan staging laparotomy

makin sedikit, bahkan tidak diperlukan lagi karena tindakan ini terlalu invasif,

sedangkan hasilnya sama saja, namun masih ada silang pendapat terutama antara

ahli radioterapi dengan ahli onkologi medis.

Banyak regimen kemoterapi yang dibuat untuk penyakit Hodgkin. Ada yang

mengunakan alkylating agent, ada yang tidak. Alkylating agent dicurigai sebagai

penyebab timbulnya kanker sekunder dan sterilitas. Adrianisin menyebabkan

kelainan jantung; Bleomisin kelainan paru; terutama bila dikombinasikan dengan

radioterapi mediastinum. Regimen-regimen yang kuratif selalu menggunakan

kombinasi obat. Regimen yang menggunakan alkylating agent, misalnya MOPP :

- M = Mustard nitrogen 6mg/sqm i.v. hari ke 1,8

- O = Onkovin = Vinkristin 1,2 mg/sqm i.v. hari ke 1,8

12

Page 13: Case Mati 2 Lmnh Metastase

- P = Prokarbazin 100 mg/sqm p.o hari ke 1-14

- P = Prednison 40 mg/sqm p.o. hari ke 1-14 diulang selang 28 hari bila

memenuhi syarat.

Modifikasi regimen MOPP ini juga ada yaitu COPP dan LOPP.

Pada COPP M diganti dengan C + Cyclophosphamide 800 mg/sqm i.v. hari ke

1,8 atau 3x50 mg/sqm p.o. dd hari ke 1-14. sedangkan pada LOPP M diganti

dengan L + Leukeren = Chlorambucil 8 mg/sm dd p.o. hari ke1-14. Regimen

yang tanpa alkylating agent misalnya ABVD atau ABV saja.

A = Adriamisin 25 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

B = Bleomisin 10 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

V = Vinblastin 6 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

(D)= Dacarbazine 150 mg/sqm i.v. hari ke 1-5 diulang selang 4 minggu

Jadi kedua regimen itu dipakai sebagai terapi awal. Kedua regimen itu tidak

cross resistant. Sesuai dengan hipotesis dari Goldie dan Coldman dapat dipakai

MOPP dulu, atau ABV(D) dulu atau begantian MOPP-ABVD-MOPP- ABVD dst

atau regimen hibrida MOPP-ABV(D), hasilnya sama baik, namun masih ada

silang pendapat.

II. Terapi kasus yang telah diobati sebelumnya

Disini dimaksudkan terapi untuk kasus yang relaps, refrakter sejak terapi

awal, atau setelah diobati beberapa kali. Kadang-kadang MOPP atau ABVD

masih dapat dipakai untuk mendapatkan remisi karena dua regimen ini non-cross-

resistant, namun angka remisinya kecil dan cepat kambuh lagi. Kalau kedua

regimen baku itu tidak dapat menolong lagi dipakai regimen-regimen lain yang

digolongkan dalam salvage-therapy (terapi penyelamatan).

EFUSI PLEURA MALIGNA

Definisi

Penumpukan cairan di rongga pleura lebih dari normal di sebut dengan efusi

pleura. Banyak keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya penumpukan cairan

13

Page 14: Case Mati 2 Lmnh Metastase

tersebut seperti infeksi paru, kelainan jantung, sirosis hepatis, SLE, dan keganasan.

Keganasan dapat di sebabkan oleh keganasan di pleura yaitu mesetelioma, paru dan

ekstra paru seperti Ca mamae, keganasan di gynekologi, lymphoma malignum dll.

Efusi pleura malignan adalah penumpukan cairan pleura yang di sebabkan oleh

langsung oleh proses keganasan yang menyebar sampai ke pleura di mana di temukan

sel-sel ganas dalam cairan ataupun biopsy pleura.7

Efusi pleura malignan (EPM) sering di sebabkan oleh tumor paru 37.5%,

ca mamae 16.8%, limpoma 11.5%, traktus urinarius 9.4%, abdomen 6.9%, tidak di

ketahui 10.7% dan lain-lainnya 7.3%.8 Waren dkk medapatkan tumor mamae

penyebab terbanyak yaitu 50%, paru 25%, ginekologi 12% dan lain lain 13%.9

Diagnosis EPM

1. Gejala klinis

Gejala klinis dapat berasal dari gejala tumor primernya di tambah dengan

gejala efusi pleura. Gejala klinis EPM yang sering di temukan pada pasien adalah

sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada dan penurunan berat badan. Sesak nafas akan

berkurang saat istirahat dan tidur miring kearah yang sakit dan bertambah berat

saat aktivitas.7,8 Pemeriksaan fisis sangat membantu dalam menegakan diagnosis

efusi pleura sebelum melakukan pemeriksaan penunjang yang lain.

2. Rontgen torak dan USG

Pemeriksaan rontgen torak PA sangat penting dalam membantu menegakan

diagnosis efusi pleura. Rontgen torak PA akan tampak kelainan bila cairan telah

berjumlah lebih kurang 300 cc dengan gambaran secara radiologis sudut

kostoprenicusnya tumpul. Untuk memastikan apakah gambaran dengan sudut

kosto prenicus merupakan cairan dapat di lakukan ro lateral decubitus.

Pemeriksaan dengan CT Scan akan memberikan hasil yang lebih sensitif

dimana dengan jumlah cairan lebih kurang 50 cc akan terdeteksi. Keuntungan

lainnya dengan melakukan CT scan torak akan kelihatan massa tumor kalau tumor

primernya berasal dari paru. Dengan CT Scan dapat juga di curigai suatu

gambaran tumor mesotelioma yang merupakan tumor primer dari pleura berupa

gambaran permukaan dari pleura bergerigi seperti mata gergaji.

14

Page 15: Case Mati 2 Lmnh Metastase

3. Analisa cairan pleura

Gambaran analisa cairan pleura curiga terhadap proses keganasan adalah

secara makroskopis cairan serohemoragis atau hemoragis. Cairan bersifat eksudat

dengan criteria light positif. Gambaran mikroskopis di dapatkan sel erytrosit,

limposit dan eosinofil meningkat. Glukosa dan pH yang menurun juga merupakan

prognosis yang jelek7,8

4. Sitologi dan histopatologi

Sitologi cairan pleura adalah pemeriksaaan yang dilakukan terhadap cairan

pleura. Cairan pleura akan memberikan hasil lebih positif bila cairannya lebih

banyak dan yang di kirim ke bagian patologi anatomi cairan yang bagian bawah /

endapan. Beberapa laporan seperti kepositifan hanya sekitar 40%, Pemeriksaan

histopatologi dengan melakukan biopsy pleura merupakan pemeriksaan yang lebih

spesifik di bandingkan pemeriksaan sitologi. Sensitifitasnya lebih rendah di

bandingkan sitologi karena pemeriksaan yang di lakukan secara blind dalam

membiopsi pleura hanya sekitar 20%.

Penatalaksanaan EPM

Penatalaksanaan EPM ada dua permasalahan yang di hadapi yaitu terhadap

tumor primer dan kedua terhadap efusi pleuranya sebagai tindakan suportif.

Penatalaksanaan terhadap tumor primernya / kausal, apabila dapat ditemukan atau di

tentukan jenis tumor primernya maka dilakukan penatalaksanaan terhadap tumor

primernya. Pemberian kemoterapi terhadap tumor primernya secara otomatis efusi

pleura akan berkurang sesuai dengan respon terhadap tumor primernya. Apabila tidak

di temukannya tumor primer atau tidak dapat di lakukan penatalaksanan terhadap

tumor primernya maka tindakan selanjutnya adalah tindakan terhadap EPM.9

Banyak pilihan dalam penatalaksanaan EPM seperti :

1. Punksi pleura (torakosintesis) berulang

2. Thorak tube,

3. Pleurodesis, pleuroperitoneum shunt dan Pleurektomi

15

Page 16: Case Mati 2 Lmnh Metastase

ILUSTRASI KASUS

Telah di rawat seorang pasien laki-laki berumur 23 tahun di Bangsal Penyakit

Dalam sejak tanggal 27 Maret 2012 dengan:

Keluhan Utama:

Sesak nafas meningkat sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

Sesak nafas meningkat sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, sesak

sudah dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Sesak tidak menciut, tidak

dipengaruhi oleh cuaca, makanan dan aktivitas. Riwayat terbangun malam

hari karena sesak tidak ada. Pasien sudah berobat ke BP4 karena keluhannya

ini dan sudah diperiksa dahak dengan hasil negatif.

Benjolan di ketiak, sela paha dan leher sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan

awalnya di ketiak kiri sebesar biji kacang hijau. Benjolan makin lama makin

banyak. Benjolan kemudian menyebar ke ketiak kanan, sela paha, kemudian

ke leher.

Bengkak di dada kiri sejak 8 bulan yang lalu. Bengkak makin lama makin

besar dan sampai ke bahu. Nyeri tidak ada.

Batuk-batuk meningkat sejak 1 bulan ini. Batuk kadang-kadang berdahak,

berwarna putih. Batuk darah tidak ada. Batuk ini sudah dirasakan sejak 8

bulan yang lalu, hilang timbul. Riwayat batuk darah tidak ada.

Demam dirasakan hilang timbul, tidak tinggi, tidak menggigil, berkeringat

sejak 6 bulan yang lalu.

Letih dan lesu dirasakan sejak 5 bulan yang lalu

Kulit gatal-gatal sejak 5 bulan lalu.

Nafsu makan biasa

Penurunan berat badan + 4 Kg dalam 4 bulan ini.

Nyeri dada tidak ada.

BAB biasa.

BAK biasa.

16

Page 17: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat mendapat radiasi tidak ada.

Riwayat mendapat obat TB tidak ada.

Riwayat sakit jantung tidak ada.

Riwayat sakit asma tidak ada.

Riwayat sakit kuning tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tak ada keluarga yang menderita sakit tumor.

Riwayat Pekerjaan, sosial, ekonomi, kebiasaan

Pasien tidak bekerja

Belum menikah

Pasien adalah anak pertama dari sembilan bersaudara.

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 98x/ menit, reguler, pengisian cukup

Nafas : 30x/menit

Suhu : 36,9 °C

Keadaan umum : sedang

Keadaan gizi : sedang

Berat badan : 53 Kg

Tinggi badan : 170 cm

BMI : 18,33 (normoweight)

Edema : (+)

Ikterus : (-)

Anemis : (+)

Sianosis : (-)

Kulit : tampak krusta bekas garukan di punggung

Kelenjar getah bening :

17

Page 18: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Regio submandibularis: teraba 3 buah massa dengan ukuran 0,5x0,5x0,5cm,

permukaan rata,konsistensi kenyal padat,tidak terfixir, NT (-),tanda radang (-).

Regio coli dextra: teraba massa multiple dengan berbagai ukuran. 1 buah

massa ukuran 2x1x1cm permukaan rata, konsistensi kenyal padat, tidak

terfixir, NT (-) , tanda radang (-) dan 5 buah massa dengan ukuran

0,5x0,5x0,5cm, permukaan rata, konsistensi kenyal padat,tidak terfixir, NT(-),

tanda radang (-).

Regio coli sinistra: teraba massa multiple dengan berbagai ukuran. 1 buah

massa dengan ukuran 2x1x1cm permukaan rata, konsistensi kenyal padat,

tidak terfixir, NT (-), tanda radang (-) dan 4 buah massa dengan ukuran

0,5x0,5x0,5cm, permukaan rata,konsistensi kenyal padat, tidak terfixir, NT(-)

tanda radang (-)

Regio axilla dextra: teraba massa multiple dengan berbagai ukuran. 1 buah

massa dengan ukuran 1x0,5x0,5cm, permukaan rata, konsistensi kenyal padat,

tidak terfixir, NT (-), tanda radang (-) dan 3 buah massa dengan ukuran

0,5x0,5x0,5cm, permukaan rata,konsistensi kenyal padat, tidak terfixir, NT(-),

tanda radang (-).

Regio axilla sinistra: teraba massa dengan ukuran 6x5x4cm, permukaan rata,

konsistensi kenyal padat, tidak terfixir, NT (-), tanda radang (-).

Regio inguinal dextra: teraba massa multiple dengan berbagai ukuran. 1 buah

massa dengan ukuran 1x1x1cm, permukaan rata, konsistensi kenyal padat,

tidak terfixir, NT (-), tanda radang (-) dan 1 buah massa dengan ukuran

0,5x0,5x0,5cm, permukaan rata,konsistensi kenyal padat, tidak terfixir, NT (-)

tanda radang (-).

Regio inguinal sinistra: teraba massa multiple dengan berbagai ukuran. 1 buah

massa dengan ukuran 3x2x1cm, permukaan rata, konsistensi kenyal padat,

tidak terfixir, NT (-), tanda radang (-) dan teraba 1 buah massa dengan ukuran

2x1x1cm, permukaan rata,konsistensi kenyal padat,tidak terfixir, NT (-),tanda

radang (-).

Kepala : tak ada kelainan

18

Page 19: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Rambut : rontok (+)

Mata : konjunctiva anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : tak ada kelainan

Hidung : tak ada kelainan

Tenggorokan : tak ada kelainan

Gigi dan mulut : caries (+), gigi lengkap

Leher : JVP 5 - 2 cmH2O

kelenjar tiroid tak teraba

Paru Depan

Inspeksi : Stasis : asimetris, kiri lebih cembung dari kanan.

Dinamis : pergerakan kiri tertinggal dari kanan.

Palpasi : Fremitus kiri melemah dibanding kanan.

Perkusi : Kiri : pekak

Kanan : sonor, redup setinggi RIC V kebawah

Batas pekak hepar setinggi RIC IV

Auskultasi :Kiri :suara nafas lemah sampai menghilang,ronchi(-)

wheezing (-).

Kanan : bronchovesikuler, ronchi (+) basah halus

nyaring dibasal paru, wheezing (-).

Paru Belakang

Inspeksi : Statis : asimetris, kiri lebih cembung dari kanan

Dinamis : pergerakan kiri tertinggal dari kanan.

Palpasi : Fremitus kiri melemah dibanding kanan

Perkusi : Kiri : pekak

Kanan : sonor, redup setinggi Thorakal VII kebawah

Auskultasi : Kiri : suara nafas lemah sampai menghilang,ronchi(-)

wheezing (-).

Kanan : bronchovesikuler, ronchi (+) basah halus

nyaring dibasal paru, wheezing (-).

Jantung :

19

Page 20: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus tidak teraba

Perkusi : batas jantung sukar dinilai, Thrill (-), pinggang jantung sukar

dinilai

Auskultasi : bunyi jantung menjauh, irama jantung reguler, M1 > M2,

P2 <A2,bising (-)

Abdomen :

Inspeksi : tampak membuncit

Palpasi : hepar teraba 2 jari bac, 3 jari bpx, pinggir tumpul, permukaan

rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-), lien tidak teraba

Perkusi : timpani, shiffting dullness (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : nyeri tekan, nyeri ketok sudut CVA (-)

Alat kelamin : tak ada kelainan

Anus : tak ada kelainan

Anggota gerak : reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-, edema +/+

Hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang :

Darah :

Hemoglobin : 7.1 gr/dl

Hematokrit : 22,9 %

Trombosit : 838.000/mm3

LED : 36 mm/jam

Leukosit : 26.200 / mm3

Hitung jenis : 0/1/1/90/6/2

GDS : 81 mg/dl

Ureum : 78 mg/dl

20

Page 21: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Kreatinin : 1 mg/dl

Na/K/Cl : 140/3,5/109 mmol/L

Gambaran darah tepi : hipokrom, anisositosis, normokrom, polikromasi

Urinalisis :

Leukosit: 1-2 /LPB Eritrosit/silinder/kristal: (-)

Epitel : (+) gepeng Urobilinogen (+)

Protein (-), Glukosa (-), Bilirubin (-)

Feses :

Makroskopik : warna coklat, konsistensi lunak, darah (-), lendir (-)

Makroskopik : eritrosit (-), leukosit (-), amuba (-), cacing (-).

EKG :

- Irama : sinus - ST elevasi (-)

- HR : 98 x /1’ - ST depresi (-)

- Aksis : normal - Q patologis (-)

- Gel P : normal - SV1 + RV6 : 7 mm

- PR interval : 0,2 detik - R/S di V1 < 1

- QRS komplek : 0,08 detik - T inverted (-)

Kesan : Sinus Rythm dengan Low Voltage

Analisa Gas Darah :

pH : 7,44

pCO2 : 40 mmHg

pO2 : 64 mmHg

HCO3- : 27,2 mmol/L

BEecf : 3,0 mmol/L

SO2c : 93 %

21

Page 22: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Kesan : Hipoksia sedang

Daftar Masalah :

- Limfoma Malignum

-Bronkopneumonia dextra

- Anemia

- Trombositosis reaktif

- Efusi pericardial

Diagnosis Kerja :

Limfoma Malignum

Bronkopneumonia dextra

Anemia sedang mikrositik hipokrom ec penyakit kronik

Trombositosis reaktif

Efusi pericardial ec metastase

Diagnosis Banding :

Limfadenitis TB

Tumor paru sinistra

Anemia sedang mikrositik hipokrom ec defisiensi besi

Terapi :

Istirahat / MB TKTP / O2 4l/1’

IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf

Ceftriaxon injeksi 1 x 2 gram

Paracetamol 3 x 500 mg

Ascardia 1 x 80 mg

Ambroxol syr 3 x 15 ml

Interhistin 3 x 1tablet

NTR 3 x 1 tablet

Pemeriksaan Anjuran :

22

Page 23: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Darah perifer lengkap (hematokrit, jumlah eritrosit, MCV, MCH, MCHC,

retikulosit), SI ,TIBC, Feritin

SGOT, SGPT, Albumin, Globulin

Kultur sputum

Sitologi sputum

Exp.Rontgen Thorak PA dan lateral

BAJAH

USG Abdomen

CT scan thorak

Echocardiografi

Follow Up

28 Maret 2012

S/Batuk (+), demam (-), sesak nafas (+)

O/ KU sedang Kesadaran: CMC TD: 130/80mmHg

HR 88x /1’ reguler Nafas : 30 x/1’ Suhu : 36,9oC

Laboratorium :

- Hemoglobin : 7,8 g/dl

- Leukosit : 26.100/mm3

- Hitung jenis : 0/0/3/93/3/1

- Trombosit : 908.000/mm3

- Eritrosit : 3,5 juta/mm3

- MCV/MCH/MCHC : 71 fL/22,6 pg/31,7 %

- Hematokrit : 25 %

23

Page 24: Case Mati 2 Lmnh Metastase

- Retikulosit : 150/00

- SI : 14ug/dL

- TIBC : 79mg/dL

- Saturasi transferin : 17,7%

- Gambaran darah tepi

Eritrosit : normokrom, anisositosis, hipokrom, polikromasi,

Fragmentosit (+)

Leukosit : Jumlah meningkat dengan neutrofilia shift to the right,

limfopenia

Trombosit : Jumlah meningkat

- Protein total : 4,9 g/dL

- Albumin : 1,9 g/dL

- Globulin : 3 g/dL

- SGOT : 23 u/l

- SGPT : 16 u/l

Analisa Gas Darah Ulang :

pH : 7,40

pCO2 : 38 mmHg

pO2 : 105 mmHg

HCO3- : 26 mmol/L

BEecf : 2,8 mmol/L

SO2c : 98 %

Kesan : normo AGD

Ekspertise Rontgen Thorak :

Pulmo : Perselubungan in homogen masif di hemithorak kiri lebih padat di

hemithorak atas

24

Page 25: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Cor : Tidak valid dinilai

Kesan : Effusi Pleura Sinistra

Susp. Massa paru sinistra

DD/ Massa di mediastinum

A/ Hipoalbuminemia ec keganasan ec metastase Limfoma Malignum

P/ Tranfusi Albumin 20% 100cc

Konsul Konsultan Hematologi Onkologi Medik :

Kesan : Limfoma Malignum

Anemia sedang mikrositik hipokrom ec penyakit kronis

Advis : - BAJAH

- CT scan Thorak

Konsul Konsultan Kardiologi :

Kesan : Efusi Pericardial

Advis : Echocardiography

29 Maret 2012

S/Batuk (+), demam (-), sesak nafas (+)

O/ KU sedang Kesadaran: CMC TD: 120/80 mmHg

HR 92x /1’ reguler Nafas : 28 x/1’ Suhu : 36,6oC

Keluar Hasil BAJAH :

I. Sediaan hapus BAJAH KGB axilla tampak sebaran sel-sel limfosit, epiteloid,

makrofag dan adanya datia.

Diagnosa : Limadenitis chronic spesifik ( mycobacterial process )

II. Sediaan hapus BAJAH di regio pectoral tampak latar belakang eritrosit, sebaran

makrofag, limfosit dan debris, seluler serta beberapa epiteloid.

Diagnosa : Sesuai untuk suatu Radang chronic spesifik

Konsul Konsultan Pulmonologi :

25

Page 26: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Kesan : Limadenitis TB DD/ Limfadenitis proses non spesifik

Advis : Biopsi

31 Maret 2012

S/Batuk (+), demam (-), sesak nafas (+)

O/ KU sedang Kesadaran: CMC TD: 130/80 mmHg

HR 92x /1’ reguler Nafas : 28 x/1’ Suhu : 36,6oC

Keluar hasil laboratorium :

- Protein total : 4,9 g/dL

- Albumin : 1,9 g/dL

- Globulin : 3 g/dL

Kesan : hipoalbuminemia

Sikap : tranfusi albumin 20% 100cc

2 April 2012

S/Batuk (+), demam (-), sesak nafas (+)

O/ KU sedang Kesadaran: CMC TD: 120/80 mmHg

HR 88x /1’ regular Nafas : 28 x/1’ Suhu : 36,6oC

Paru Depan

Inspeksi : Stasis : asimetris, kiri lebih cembung dari kanan.

Dinamis : pergerakan kiri tertinggal dari kanan.

Palpasi : Fremitus kiri melemah dibanding kanan

Perkusi : Kiri : pekak

Kanan : pekak setinggi RIC V kebawah

Auskultasi :Kiri :suara nafas lemah sampai menghilang, ronchi(-),

wheezing (-).

Kanan : bronchovesikuler, lemah sampai menghilang

setinggi RIC V kebawah, ronchi (+) basah halus

nyaring, wheezing (-).

26

Page 27: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Paru Belakang

Inspeksi : Statis : asimetris, kiri lebih cembung dari kanan

Dinamis : pergerakan kiri tertinggal dari kanan.

Palpasi : Fremitus kiri melemah dibanding kanan

Perkusi : Kiri : pekak

Kanan : pekak setinggi Thorakal VII kebawah

Auskultasi : Kiri : lemah sampai menghilang, ronchi (-),wheezing

(-).

Kanan : bronchovesikuler, lemah sampai menghilang

setinggi Thorakal VII kebawah,ronchi (+) basah halus

nyaring, wheezing(-).

Kesan : Efusi pleura dextra ec keganasan ec metastase limfoma malignum

Sikap : Analisa cairan pleura

Sitologi cairan pleura

Rontgen ulang thorak PA

Keluar hasil Kultur sputum :

Candida Spp

Sikap : Fluconazol 1 x 150 mg

Keluar hasil Sitologi sputum :

Dalam sediaan hapus sputum mikroskopik, tampak sebaran ringan sel-sel epitel

gepeng superfisial, tak tampak alveolar macrophage dalam sediaan ini. Tak tampak

sel-sel lainnya dalam sediaan ini.

Keluar hasil laboratorium :

- Protein total : 4,8 g/dL

- Albumin : 1,9 g/dL

- Globulin : 2,9 g/dL

Kesan : hipoalbuminemia

27

Page 28: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Sikap : tranfusi albumin 20% 100cc

Hasil Analisa Cairan Pleura :

- LDH : 341 u/L

- Jumlah sel : 900/mmu

- PMN : 0 %

- MN : 0 %

- Glukosa : 123 mg/ dL

- Protein : 2,2 g/dL

- Rivalta : (+)

Kesan : Transudat ( berdasarkan kriteria Light )

Konsul Konsultan Pulmonologi :

Kesan : Transudat

Advis : Biopsi

Expertise Rontgen Thorak PA :

Pulmo : tampak gambaran perselubungan in homogen di hemithorak kiri setinggi

RIC I dan setinggi RIC VIII dan XI di hemithorak kanan

Cor : tidak valid dinilai

Kesan : Efusi pleura bilateral

CT scan Thorak :

Tampak gambaran pericardial efusi.

Tampak gambaran efusi pleura dextra dan sinistra ( tu.dextra ).

Tampak gambaran penebalan pleura dengan noduler di hemithorak sinistra.

Tampak gambaran massa dengan densitas isodens, in homogen, batas tidak

tegas, di mediastinum anterior sinistra.

Trakhea, main bronkhus kanan dan kiri terbuka.

Pembesaran KGB perihiler, sub carina sulit dinilai.

Tampak gambaran soft tissue mass yang meluas di regio colli, dinding

thorak dan axilla sinistra.

28

Page 29: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Kesan : Tumor mediastinum anterior sinistra ( susp.malignant thymoma ) dengan

asites, pericardial efusi, metastase pleura sinistra, dan susp. Lympadenitis

DD/ Lymphoma Malignum ?

Konsul Konsultan hematologi Onkologi Medik :

Kesan : Limfoma Malignum

Advis : Biopsi KGB

3 April 2012

S/Batuk (+), demam (-), sesak nafas (+)

O/ KU sedang Kesadaran: CMC TD: 130/80 mmHg

HR 84x /1’ reguler Nafas : 30 x/1’ Suhu : 36,5oC

USG Abdomen :

Hepar : tampak membesar, tepi rata, sudut tumpul, parenkim homogen, asites (+).

Lien : besar dan bentuk normal

Aorta : tidak tampak pembesaran KGB para aorta

Ginjal : parenkim hiper echoid,rasio korteks medula tidak jelas, batu (-)

Kesan : hepatomegali ( non spesifik ) dan asites dengan efusi pleura dextra dengan

susp.CKD

Hasil Sitologi Cairan Pleura :

Sediaan hapus cairan pleura tampak latar belakang debris, sebaran sel-sel limfosit,

makrofag mesothel reaktif, plasma. Tampak beberapa sel dengan inti besar dan

khromatin kasar.

Diagnosa : Pleuritis Chronic non spesifik dengan beberapa sel yang mencurigakan

keganasannya.

29

Page 30: Case Mati 2 Lmnh Metastase

Konsul Konsultan Pulmonologi :

Kesan : Efusi pleura ec metastase Limfoma Malignum

Advis : Atasi penyakit dasar

4 April 2012

S/Batuk (+), demam (-), sesak nafas (+)

O/ KU sedang Kesadaran: CMC TD: 130/80 mmHg

HR 96x /1’ reguler Nafas : 28 x/1’ Suhu : 36,6oC

Echocardiography :

Dimensi ruang jantung LV dilatasi

Kontraktilitas LV EF 70%, TAPSE 2,55 cm

Normokinetik Global

Katup-katup struktur dan fungsi baik

Regurgitasi (-)

Tampak effusi pericard diseluruh segmen jantung ( posterior, apex ,

anterior septal, lateral ) dengan diameter 0,85 cm.

Kesimpulan : LV dilatasi

Pericardial effusion minimal

Disfungsi diastolik grade II

Konsul Konsultan Kardiologi :

Kesan : Efusi pericardial minimal

Advis : Terapi konservatif

7 April 2012

S/ Batuk (+),demam (-), sesak nafas (+)

O/ KU sedang Kesadaran: CMC TD: 130/80 mmHg

30

Page 31: Case Mati 2 Lmnh Metastase

HR 88x /1’ reguler Nafas : 28 x/1’ Suhu : 36,8oC

Keluar hasil biopsi :

Tampak jaringan kelenjer getah bening yang fibrotik mengandung proliferasi sel-sel

loimfoid terdiri atas limfosit matur, histiosit dengan inti spindel, eosinofil. Tampak

adanya sel-sel dengan inti vesikuler, khromatin kasar, membran inti nyata

(monokulear hodgkin cell ) serta sel-sel datia dengan inti banyak, popcorn dan sel

lakunar. Sel-sel limfoid inti dipisahkan oleh septa-septa jaringan ikat yang

mengandung sebukan sel-sel plasma, eosinofil, histiosit dan netrofil, tampak pula

daerah nekrotik.

Diagnosa : limfoma malignan hodgkin sub type nodular sclerosis.

Konsul Konsultan Hematologi Onkologi Medik :

Kesan : Limfoma Malignum Hodgkin

Advis : Siapkan Kemoterapi

Coomb Test

9 April 2012

S/ Batuk (+),demam (-), sesak nafas (+)

O/ KU sedang Kesadaran: CMC TD: 130/80 mmHg

HR 90x /1’ reguler Nafas : 32 x/1’ Suhu : 36,6oC

Hasil Coomb Test : ICT (-) , DCT (+)

Konsul Konsultan Hematologi Onkologi Medik :

Kesan : Limfoma Malignum Hodgkin dengan AIHA

Advis : Metilprednisolon 0,8mg/Kg BB/hari dosis terbagi ( 16mg-16mg-12mg ).

Siapkan kemoterapi

Tranfusi WRC post dexamethason 1 ampul s/d Hb > 10

12 April 2012

31

Page 32: Case Mati 2 Lmnh Metastase

S/ Batuk (+),demam (-), sesak nafas (+)

O/ KU sedang Kesadaran: CMC TD: 130/80 mmHg

HR 88x /1’ reguler Nafas : 30 x/1’ Suhu : 36,5oC `

Hasil laboratorium :

Hemoglobin : 10,2 g/dL

Leukosit : 28.700/mm3

Hematokrit : 26 %

Trombosit : 684.000/mm3s

Dilakukan kemoterapi dengan protokol Sitostatik ABVD

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 23 tahun di Bangsal Penyakit Dalam

dengan diagnosa akhir :

- Limfoma Malignum Hodgkin stadium IV subtype nodulas sklerotik

- Efusi pleura dextra ec metastase limfoma malignum hodgkin

- Auto imun Hemolitik anemia

32

Page 33: Case Mati 2 Lmnh Metastase

- Trombositosis reaktif

- Pericadrial efusion

Limfoma malignum Hodgkin ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik

dan dibuktikan dengan pemeriksaan BAJAH & biopsi. Stadium limfoma malignum

hodgkin pada pasien ini adalah stadium IV dimana menurut literatur, staging

Limfoma Malignum berdasarkan Sistem Ann Arbor modifikasi Costwald, suatu

limfoma dikatakan stadium IV jika penyakit menyerang organ-organ extra nodul atau

jaringan dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening, yang pada pasien ini

sudah menyerang pleura.

Masalah pada pasien ini adalah terdapatnya efusi pleura dextra yang diduga

merupakan metastase dari Limfoma Malignum Hodgkin. Hal ini sesuai dengan

literatur yang mengatakan bahwa efusi pleura sering disebabkan tumor paru 37,5%,

ca mammae 16,8%, dan limfoma dengan angka kejadian 11,5 %.

Dalam penatalaksanaannya yang terpenting adalah penatalaksanaan terhadap

penyakit dasarnya yaitu Limfoma Malignum Hodgkin dengan memberikan

kemoterapi dalam hal ini pasien diberi kemoterapi sitostatik protokol ABVD

(Adriamycin, Bleomycin, Vinblastine, Dacarbazine ). Hal ini sesuai dengan guideline

yang dikeluarkan oleh National Comprehensive Cancer Network tahun 2004,

kemoterapi yang direkomendasikan adalah ABVD sebagai kemoterapi terpilih.

Untuk memprediksi masa bebas progresi penyakit FFR ( Freedom From

Progression ) pada pasien ini yaitu 42%, dimana pada pasien ini terdapat enam faktor

risiko independen yaitu jenis kelamin, stadium IV, Hemoglobin < 10 gr%, leukosit >

15.000/, limfosit < 8% leukosit, serum albumin < 4%.

33

Page 34: Case Mati 2 Lmnh Metastase

DAFTAR PUSTAKA

1. Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, dkk. Penyakit hodgkin dalam Buku ajar

ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi IV. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2007

2. Isselbacher K.J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. HARRISON Prinsip- prinsip

Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta, 2000.

34

Page 35: Case Mati 2 Lmnh Metastase

3. Tambunan W G Dr, Handojo M, et al. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis

Kanker Terbanyak di Indonesia. Cetakan III. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta, 1995.

4. Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta Haematologi

(Essential Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta, 1996.

5. Diehl V, et al : Characteristic of Hodgkin’s disease derived cell lines cancer treat.

Rep. 66: 615, 1982

6. Vianna N J, and Polan, A K : Epidemiologic evidence for transmission of

Hodgkin’s disease N. Engl J. Med. 289-499, 1973.

7. Light RW. Pleural Diseases, 5th ed. Philadelphia: Lippincoot Williams & Wilkins,

2007

8. Halim, H., Penyakit-penyakit pleura dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

II, Edisi IV. Editor Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I dkk. Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta, 2007

9. Heffner JE, Klein JS. Recent Advances in the Diagnosis and Management of

Malignant Pleural Effusions. Mayo Clin Proc. 2008

35

Page 36: Case Mati 2 Lmnh Metastase

sPROTOKOL PEMBERIAN SITOTASTIK ABVD

PADA PENDERITA LIMFOMA MALIGNUM HODGKIN

Nama : Yudi Zarman BB : 56 kg

sUmur : 23 Tahun TB : 170 cm

No. RM : 73-90-21 BSA : 1,65 m2

A A A A A A

B B Istirahat B B B B

D D D D D D

V V V V V V

1 15 28 1 15 28 1 15

1 Siklus 1 Siklus 1 Siklus

Prosedur pemberian kemoterapi

1. IVFD NaCL 0,9 % 8 jam/kolf

2. Premedikasi :

a. Injeksi Ondansentron 32 mg IV

b. Ranitidin inj 1 amp IV

c. Dexametason 2 ampul IV

d. Injeksi Dipenhidramin 50 mg IV

3. 30 menit kemudian pastikan infuse tidak ada kebocoran

4. Bolus pelan-pelan Doxorubin 25 mg/m2 ( 41,25 mg ) dalam NaCl 0,9 %

selama 30 menit

5. Lancarkan NaCl 0,9 % selama 5 menit

36

Page 37: Case Mati 2 Lmnh Metastase

6. Injeksi Bleomycin 10 mg/m2 (16,5mg) bolus IV (pelan)

7. Lancarkan NaCl 0,9 % selama 5 menit

8. Injeksi Vincristin 6 mg/m2 (10mg) bolus IV (pelan)

9. Lancarkan NaCl 0,9 % selama 5 menit

10. Injeksi Dacarbazin 375 mg/m2 (618 mg) bolus IV (pelan)

11. Pengobatan dilakukan selama 6 siklus dengan jarak 28 hari (3 minggu)

37