paraplegia inf, hipesthesia dermatom th 6-7 inf, anemia ec suspek metastase tumor paru dx jenis ps...

61
PRESENTASI KASUS REHABILITASI MEDIS SEORANG LAKI-LAKI USIA 50 TAHUN DENGAN PARAPLEGIA INFERIOR, HIPESTHESIA DERMATOM THORACAL 6-7 INFERIOR, ANEMIA e/c SUSPECT METASTASE TUMOR PARU KANAN JENIS ? ps 50-60 oleh: Firman Kusuma A. G0004099 Pembimbing DR.Dr.Noer Rachma, Sp.RM KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Upload: riza-setya-agrensa

Post on 18-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ghhy

TRANSCRIPT

Page 1: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

PRESENTASI KASUS REHABILITASI MEDIS

SEORANG LAKI-LAKI USIA 50 TAHUN DENGAN PARAPLEGIA INFERIOR, HIPESTHESIA DERMATOM THORACAL 6-7 INFERIOR,

ANEMIA e/c SUSPECT METASTASE TUMOR PARU KANAN JENIS ? ps 50-60

oleh:

Firman Kusuma A.

G0004099

Pembimbing

DR.Dr.Noer Rachma, Sp.RM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD DR.MOEWARDI

2009

Page 2: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

BAB I

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

A. Identitas Penderita

Nama : Tn. P

Umur : 50 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Alamat : Kanthi RT 3/4, Domas, Bulukerto, Wonogiri

Tanggal Masuk : 22 Agustus 2009

Tanggal Periksa : 13 September 2009

No. RM : 96 69 72

B. Keluhan Utama : nyeri pada punggung

C. Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama: nyeri menjalar ke kedua

tangan dan kedua kaki

D. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD dengan keluhan utama nyeri pada punggung

sejak 20 hari SMRS. Nyeri diawali dengan pegal-pegal dan panas pada

punggung sejak 2 bulan yang lalu kemudian makin lama makin berat. Nyeri

terasa menjalar sampai ke tangan dan kaki bagian atas. Adanya keluhan

pasien pada awalnya mendorong pasien untuk memeriksakan diri ke RSUD

Wonogiri. Pasien mondok selama 5 hari di RS tersebut akan tetapi keluhan

tidak kunjung membaik sehingga pasien memutuskan untuk APS.

Page 3: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Sehari setelahnya pasien mengeluh tidak dapat berjalan dan kedua

tungkai terasa kaku, nyeri kepala (-), pusing (-), mual (-), muntah (-). Selain

itu pasien kadang-kadang juga mengeluhkan batuk kering, akan tetapi tidak

sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, keluhan sesak didapatkan setelah

pasien mondok di RSDM. Didapatkan pula keluhan penurunan nafsu makan

dan BB sejak 2 bulan SMRS, tidak ada keluhan keringat dingin pada malam

hari. Tidak didapatkan penurunan kesadaran dan riwayat jatuh membentur

punggung.

E. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat sakit jantung : disangkal

2. Riwayat hipertensi : disangkal

3. Riwayat asma : disangkal

4. Riwayat batuk lama : (+) akan tetapi tidak sampai mengganggu

aktivitas sehari-hari

5. Riwayat sakit gula : disangkal

6. Riwayat sakit kuning : disangkal

7. Riwayat alergi : disangkal

8. Riwayat mondok : (+) di RSUD Wonogiri dengan keluhan yang

sama

F. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat sakit jantung : disangkal

2. Riwayat hipertensi : disangkal

3. Riwayat asma : disangkal

4. Riwayat batuk lama : disangkal

5. Riwayat sakit gula : disangkal

6. Riwayat sakit kuning : disangkal

7. Riwayat alergi : disangkal

Page 4: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki usia 50 tahun yang bekerja sebagai

petani. Pasien menikah dengan seorang istri. Saat ini, pasien tinggal

bersama istri dan 2 orang anaknya

H. Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok : (+) sejak usia muda, kurang lebih 6

batang/hari

Riwayat minum jamu : disangkal

Riwayat minum obat-obatan : disangkal

Riwayat minum minuman keras : disangkal

Riwayat olah raga teratur : disangkal

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

a. Keadaan Umum : Keadaan umum sakit sedang,

compos mentis, gizi kesan cukup

b. Tanda Vital :

c. Tensi : 130/80 mmHg

d. Respirasi : 28 x / menit

e. Nadi : 96 x / menit, reguler, isi dan tegangan cukup

f. Suhu : 36,7 ° C (per axiller)

g. Kulit

Warna kuning, ikterik (+), turgor kurang (-), hiperpigmentasi (-).

h. Kepala

Bentuk mesocephal, rambut hitam, uban (-), lurus, mudah rontok (-),

mudah dicabut (-), moon face (-), atrofi M.temporalis (-).

Page 5: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

i. Mata

Conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), katarak (-/-),

perdarahan palpebra (-/-), pupil isokor dengan diameter (3mm/3mm),

reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-).

j. Telinga

Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-).

k. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi pembau baik,

foetor ex nasal (-).

l. Mulut

Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah kotor (-), papil

lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-), foetor ex ore (-).

m. Leher

JVP tidak meningkat , trachea ditengah, simetris, pembesaran tiroid (-),

pembesaran limfonodi cervical (-).

n. Limfonodi

Kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler, servikalis,

supraklavikularis, aksilaris dan inguinalis tidak membesar

o. Thorax

Bentuk simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan

toracoabdominal, sela iga melebar (-), muskulus pektoralis atrofi (-),

pembesaran KGB axilla (-/-).

p. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,

reguler, bising (-), gallop (-)

Page 6: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

q. Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan=kiri

Palpasi : fremitus raba kanan=kiri

Perkusi : redup mulai SIC V ke bawah/sonor

Auskultasi : SDV(+ /+), Suara tambahan (-/-)

2. Punggung : kifosis (-), lordosis (-), skoliosis(-), nyeri ketok

kostovertebra (-)

3. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+)

Perkusi : tympani, pekak alih (-). Liver span : 6 cm

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), Hepar teraba 2 cm BACD, 3 cm

BPX, konsistensi kenyal, dinding rata, lien tidak membesar.

a. Genitourinaria : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-).

b. Ekstremitas

Extr.supor

dextra

Extr.supor

dextra

Extr.infor

sinistra

Extr.infor

sinistra

Oedem - - + +

Pucat + + + +

Akral dingin - - - -

18.Range of Motion (ROM)Neck Aktif Pasif

Flexi 0-70o 0-70o

Extensi 0-40o 0-40o

Rotasi ke kanan 0-90o 0-90o

Rotasi ke kiri 0-90o 0-90o

Extremitas Superior Dextra Sinistra

Page 7: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Aktif Pasif Aktif Pasif

Shoulder Flexi 0-180o 0-180o 0-180o 0-180o

Extensi 0-30o 0-30o 0-30o 0-30o

Abduksi 0-150o 0-150o 0-150o 0-150o

Adduksi 0-75o 0-150o 0-150o 0-150o

Internal

rotasi

0-90o 0-90o 0-90o 0-90o

External

rotasi

0-90o 0-90o 0-90o 0-90o

Elbow Flexi 0-135o 0-135o 0-135o 0-135o

Extensi 135-180o 135-180o 135-180o 135-180o

Supinasi 0-90o 0-90o 0-90o 0-90o

Pronasi 0-90o 0-90o 0-90o 0-90o

Wrist Flexi 0-50o 0-50o 0-50o 0-50o

Extensi 0-70o 0-70o 0-70o 0-70o

Ulnar deviasi 0-30o 0-30o 0-30o 0-30o

Radius

deviasi

0-30o 0-30o 0-30o 0-30o

Finger MCP I flexi 0-90o 0-90o 0-90o 0-90o

MCPII –IV

flexi

0-90o 0-90o 0-90o 0-90o

DIP II – V

flexi

0-90o 0-90o 0-90o 0-90o

PIP II - V

flexi

0-100o 0-100o 0-100o 0-100o

MCP I

extensi

0-30o 0-30o 0-30o 0-30o

Trunk ROM pasif ROM aktif

Page 8: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Flexi sde sde

Extensi sde sde

Rotasi sde sde

Extremitas Inferior Dextra Sinistra

Aktif Pasif Aktif Pasif

Hip Flexi 0o 0-100o 0o 0-100o

Extensi 0o 0-20o 0o 0-20o

Abduksi 0o 0-30o 0o 0-30o

Adduksi 0o 0-30o 0o 0-30o

Knee Flexi 0o 0-120o 0o 0-120o

Extensi 0o 120-150o 0o 120-150o

Ankle Dorsoflexi 0o 0-40o 0o 0-40o

Plantarflexi 0o 0-40o 0o 0-40o

Kesimpulan : ada keterbatasan ROM pada trunk karena nyeri dan

kelumpuhan pada ekstremitas inferior

19.Manual Muscle Testing (MMT)Ekstremitas Superior Dextra Sinistra

Shoulder Flexor M.deltoideus antor 5 5

M.biceps brachii 5 5

Extensor M.deltoideus antor 5 5

M.teres major 5 5

Abduktor M.deltoideus 5 5

M.biceps brachii 5 5

Adduktor M.latissimus dorsi 5 5

M.pectoralis major 5 5

Rotasi internal M.latissimus dorsi 5 5

M.pectoralis major 5 5

Page 9: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Rotasi eksternal M.teres major 5 5

M.pronator teres 5 5

Elbow Flexor M.biceps brachii 5 5

M.brachialis 5 5

Extensor M.triceps brachii 5 5

Supinator M.supinator 5 5

Pronator M.pronator teres 5 5

Wrist Flexor M.flexor carpi

radialis

5 5

Extensor M.extensor

digitorum

5 5

Abduktor M.extensor carpi

radialis

5 5

Adduktor M.extensor carpi

ulnaris

5 5

Finger Flexor M.flexor digitorum 5 5

Extensor M.extensor

digitorum

5 5

Extremitas Inferior Dextra Sinistra

Hip Flexor M.psoas major 0 0

Extensor M.gluteus maximus 0 0

Abduktor M.gluteus medius 0 0

Adduktor M.adductor longus 0 0

Knee Flexor Hamstring muscles 0 0

Extensor M.quadriceps

femoris

0 0

Ankle Flexor M.tibialis 0 0

Extensor M.soleus 0 0

Page 10: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

20. Status Ambulasi

Barthel indeks

Activity ScoreFeeding0 = unable5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau membutuhkan modifikasi diet10 = independen

5

Bathing0 = dependen5 = independen (atau menggunakan shower)

0

Grooming0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur

0

Dressing0 = dependen5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan sendiri10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita, dll.

5

Bowel0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema)5 = occasional accident

0

Page 11: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

10 = kontinensiaBladder0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu menangano sendiri5 = occasional accident10 = kontinensia

0

Toilet use0 = dependen5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri10 = independen (on and off, dressing)

0

Transfer0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)15 = independen

0

Mobility0 = immobile atau < 50 yard5 = wheelchair independen, > 50 yard10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun, tongkat) > 50 yard

0

Stairs 0 = unable5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)10 = independen

0

Total (0-100) 10

Kesimpulan status ambulansi: Total Assist

B. Status Psikiatri

1. Emosi : stabil

2. Afeksi : dalam batas normal

3. Proses berfikir : koheren

4. Kecerdasan : dalam batas normal

C. Status Neurologis

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fungsi luhur : dalam batas normal

Fungsi vegetatif : IV line, DC, O2

Page 12: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Fungsi Sensorik :

Fungsi motorik dan reflek

a. Kekuatan :

b. Tonus

c. Reflek fisiologis

Dextra Sinistra

Biceps +2 +2

Triceps +2 +2

Patella +1 +1

Achilles +1 +1

d. Reflek patologis

Dextra Sinistra

Hoffman-Trommer - -

Babinsky - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Schaeffer - -

Mandel-Bochtrew - -

Gordon - -

Rosolimo - -

N N

4 4

0 0

N N

Page 13: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

5. Nervi craniales

N.III : Reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3/3)mm

N.VII : dalam batas normal

N.XII : dalam batas normal

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 22/8/09

Hb : 11,7 g/dl

Hct : 36,9 %

AE : 4,39 juta/ul

AL : 17,6 ribu/ul

AT : 291 ribu/ul

GD : A

GDS : 137 mg/dl

Ureum : 46 mg/dl

Creatinin : 0,7 mg/dl

Na : 135 mmol/L

K : 4,2 mmol/L

Cl : 97 mmol/L

Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 28/8/09

Hb : 5,4 g/dl

Hct : 16,1 %

AL : 11 ribu/ul

AT : 230 ribu/ul

AE : 2 juta/ul

SGOT : 157 mg/dl

SGPT : 132 mg/dl

Protein total : 440 g/dl

Page 14: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Albumin : 1,9 g/dl

Globulin : 2,5 g/dl

Asam Urat : 9,9 g/dl

Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 12/9/09

Hb : 11,7 g/dl

Hct : 35 %

AL : 11,9 ribu/ul

AT : 363 ribu/ul

AE : 4,01 juta/ul

HbSAg : non reaktif

SGOT : 92 u/l

SGPT : 102 u/l

Gamma GT : 817 u/l

ALP : 615 u/l

Albumin : 2,3 g/dl

Asam Urat : 2,5 g/dl

AGD tanggal 27/8/09

pH : 7,410

pCO2 : 22,7

pO2 : 114,1

HCO3 : 14,1

FiO2 : 0,23 O2 via kanul hidung 2 liter/mnt

Pemeriksaan GDT tanggal 28/8/09

Simpulan : Anemia hipokromik mikrositik dan netrofilia absolut

Suspect : defisiensi Fe disertai proses infeksi

DD penyakit kronis

B. Pemeriksaan Radiologis

Foto thorax AP/Lat tanggal 22/8/09

Cor : CTR tidak valid diukur, kesan konfigurasi HHD

Page 15: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Pulmo : tampak lesi nodul terutama di region parahiler

Kesan : menyokong gambaran metastase

Foto thoracolumbal tanggal 12/9/09

Kesan: kompresi pada V.L. 7, menyokong gambaran metastase

Page 16: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

USG Abdomen tanggal 5/9/09

-Efusi Pleura dextra

-Hepar ukuran, echo struktur normal, tak tampak nodul

-pankreas, kedua ren, VF, VU, prostat dalam batas normal

Kesan : Efusi Pleura Dextra, tak tampak metastase pada hepar

ASSESMENT :

Klinis : Paraplegia inferior, Hipesthesia dermatom Thoracal 6-

7inferior, Anemia mikrositik hipokromik, dan Lekositosis

Topis : MS setinggi V.Th 6-7

Etiologis : metastase Tumor paru kanan jenis? Ps 50-60

Page 17: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

IV. DAFTAR MASALAH

A. Problem Medis

Tumor Paru kanan jenis ? ps 50-60 dengan metastase ke V.Th 6-7

Paraplegia inferior

Hipestesia kedua tungkai

Anemia Hipokromik Mikrositik

B. Problem Rehabilitasi Medis

Fisioterapi : nyeri punggung dan kelumpuhan pada ek-

stremitas inferior, tidak bisa berjalan, imobilisasi yang lama.

Okupasi terapi : ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

sehari-hari aktivitas sehari-hari

Terapi wicara : (-)

Sosio-medik : memerlukan bantuan untuk aktivitas sehari-

hari

Psikologi : beban pikiran karena fungsi tubuh yang tidak

dapat kembali seperti semula

V. PENATALAKSANAAN

A. Terapi Medikamentosa

Bedrest tidak total

Diet lunak TKTP 1700 kkal + ekstra putih telur

Infus NaCl 0,9% 30 tpm

Injeksi ceftriakson 2gr/24 jam

Injeksi ketorolac 1ampul/8jam

Injeksi Mecobalamin 1 ampul/12 jam

Injeksi ranitidin 1 ampul/12 jam

Curcuma 3x1

Lactulac Syr 3xC1

Antasid Syr 3xC1

Page 18: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Dulcolax Suppositoria ekstra

B. Terapi Rehabilitasi Medis

1. Fisioterapi :

a. mencegah ulcus decubitus: positioning dan turning setiap 2 jam

selama terjaga dan setiap 4 jam selama tidur.

b. ROM exercise aktif dan pasif

c. TENS dan terapi Panas superficial dan dalam

2. Speech terapi : tidak dilakukan

3. Occupational terapi : latihan aktivitas sehari-hari

4. Sosiomedik : memberikan edukasi kepada

keluarga dalam merawat dan membantu pasien

5. Orthesa-Prothesa : Korset sebagai eksternal fiksasi,

mencegah deformitas dan kerusakan lebih lanjut.

6. Psikologi : psikoterapi suportif kepada geriatric ,

menurunkan kecemasan, meningkatkan kepercayaan

diri pasien dan pengawasan status psikologis pasien.

Memberikan motivasi agar penderita dan keluarga mau

menjalankan program rehabilitasi.

7. Terapi rekreasi dilakukan sesuai kemampuan pasien

untuk mencegah depresi.

VI. IMPAIRMENT, DISABILITY, HANDYCAP

Impairment:

Disability : Penurunan fungsi angguta gerak bawah

Handicap: keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari, keterbartasan

melakukan sosialisasi.

VII. GOAL

Page 19: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Memperbaiki kekuatan otot pasien dan mencegah kekakuan sendi dan

terjadinya ulkus dekubitus pada pasien akibat imobilisasi lama

Mencegah komplikasi yang lebih buruk.

Mengembalikan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari

Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang diderita

pasien

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : malam

Ad sanam :malam

Ad bonam :malam

Page 20: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

TINJAUAN PUSTAKA

Kanker Paru

Latar belakang

Kanker paru merupakan kanker kedua yang paling sering pada laki – laki, dan

penyebab kematian akibat kanker baik pada laki – laki dan wanita ( 32%). Diperkirakan

169,400 kasus baru pada tahun 2002 telah didiagnosa, yang merupakan 14 % dari semua

kanker . Setiap tahun kanker primer dari paru terjadi pada 94.000 laki – laki dan 78.000 pada

wanita di Amerika Serikat , 86% dari keseluruhannya meninggal setlah 5 tahun . hal ini

membuat kanker paru menjadi penyebab kematian tertinggi pada pria dan wanita untuk

segala jenis ras . Kejadian kanker juga berkisar antara 55 dan 65 tahun . Kematian kanker

paru sekitar 31% dari semua kejadian kanker pada pria dan sekitar 25% dari seluruh

kejadian kanker pada wanita. Diperkirakan sekitar 171.500 kasus baru dari kanker paru

didiagnosa di Amerika Serikat pada tahun 1998 . Kematian akibat kanker paru di AS sekitar

160.100 kematian setiap tahunnya , angka ini menjadikan kanker paru sebagai penyebab

kematian tertinggi akibat kanker di Amerika dan juga di Eropa. Penyakit kanker paru

digambarkan sebagai suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel paru. Kanker dapat

menyebabkan kematian dengan cara penekanan kanker terhadap organ – organ yang

disekitarnya, dan juga dengan cara menyebar ke tempat yang jauh melewati darah , limfe

dan permukaan. Biasanya gejala tumor paru tidak akan muncul pada stadium awal tetapi

akan muncul pada stadium akhir sehingga penyakit kanker paru sering terdiagnosa pada

pemerikasaan medis yang lain, biasanya pemerikasaan tersebut memerlukan foto thorax

ataupun CT scan thorax. Penyakit kanker paru merupakan penyebab kematian yang sering di

amerika serikat faktor yang sangat berperan adalah rokok , penangannya didasarkan pada

struktur histology dari kanker itu. Tindakan pembedahan sangat dianjurkan pada kanker tipe

tertentu.

Page 21: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Definisi

Kanker paru digolongkan sebagai penyakit yang ditandai dengan tidak terkendalinya

pertumbuhan sel paru. Kanker paru dapat membunuh dengan cara melakukan invasi yang

bersifat merusak ke jaringan atau organ disekitarnya yang masih sehat atau menyebar ke

bagian tubuh yang jauh melalui darah , limfa , dan permukaan serus . Sifat sel kanker yang

tidak normal ini sering dihubungkan dengan mutasi genetik , translokasi kromosom , dan

sekresi hormon serta enzim yang tidak normal. Setiap kanker paru memiliki bentuk klinis

yang berbeda – beda.

Epidemiologi

Kanker paru merupakan salah satu keganasan organ viseral yang paling banyak dan

umum ditemukan, tercatat dimana sepertiga dari seluruh kematian karena kanker

disebabkan oleh kanker paru dan merupakan kanker yang paling banyak berhubungan

dengan kematian karena kanker pada kedua jenis kelamin baik pria maupun wanita. Di

Amerika Serikat tercatat angka insidennya 172.000 kasus baru per tahun. Kanker paru

merupakan salah satu kanker yang paling letal di dunia, tercatat 3 juta kematian disebabkan

karena kanker paru. Akhir-akhir ini terjadi penurunan angka insidens pada laki-laki

sebaliknya terjadi peningkatan insidens pada wanita dimana meningkatnya kasus baru

kanker paru tipe NSCLC (non-small cell lung cancer) secara relatif pada wanita muda yang

bukan perokok.

Patofisiologi

Kebanyakan dari teori – teori tentang karsinogenesis melibatkan tiga langkah

penting yaitu inisiation, promotion dan progression. Begitu juga pada patofisiologi

Page 22: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

terjadinya kanker paru. Inisiation Inisiasi diawali dengan kerusakan atau mutasi dari DNA

yang terjadi ketika sel – sel tubuh kita terpapar oleh berbagai zat ( seperti kimia , virus ,

radiasi ) selama replikasi DNA (transkripsi ) . Dalam kondisi normal , enzym akan mendeteksi

kerusakan dalam proses transkripsi dan memperbaikinya, tetapi kadang kerusakan ini tidak

terdeteksi. Ketika kerusakan ini berhasil dideteksi maka akan terjadi proses perbaikan dan

menghentikan pembelahan berikutnya , tetapi apabila kerusakan itu tidak berhasil dideteksi

maka akan menjadi mutasi yang permanen . Promotion Promosi ini melibatkan promoters

( paparan yang menyebabkan mutasi ) dapat terjadi segera setelah inisiasi atau beberapa

tahun berikutnya , pada kejadian kanker paru promoters yang paling sering adalah nikotin

pada rokok, yang mampu mengubah fungsi dari sel , respon dari sel terhadap hormon

pertumbuhan , dan komunikasi antar sel . Progression Para ahli percaya tahap ini

merupakan tahap yang paling bebahaya, dimana akan meng-invasi, metastase , dan menjadi

resisten terhadap obat . tahap ini bersivat irreversible.

Etiology

Merokok sampai saat ini merupakan faktor resiko utama dari kanker paru , sekitar

87% kanker paru diperkirakan disebabkan karena merokok dan sisanya dari perokok pasif.

Semakin lama seseorang terpapar dengan rokok maka semakin besar resiko menderita

kanker paru. Para perokok pasif ( secondhand smoker ) juga beresiko menderita kanker paru

sebesar 30% dari orang yang tidak merokok. Asbes juga dikatakan menjadi salah satu faktor

resiko terjadinya kanker paru dimana , para pekerja yang bergerak dibidang asbes dikatakan

mempunyai resiko sebesar 7 kali lebih besar menderita kanker paru ,terpapar oleh asbes

merupakan faktor resiko yang paling penting dari terjadinya kanker paru . Asbes

dihubungkan sebagai penyebab keganasan pada mesotel atau mesotelioma. Kanker jenis ini

berhubungan dengan tumor pada pleura dan bukan tipe dari kanker paru. Paparan asbes

meningkatkan resiko terjadinya kanker paru terutama pada perokok, resikonya 3 kali lebih

besar jika dibandingkan hanya dengan merokok saja. Sehingga resiko terjadinya kanker paru

pada perokok yang terpapar asbes meningkat menjadi 90 kali lipat. Radiasi- Radon

Page 23: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

merupakan produk zat dari uranium 228 dan radium 226. menghirup gas radon dapat

menyebabkan terjadinya kanker paru, dikatakan radon menjadi penyebab terjadinya kanker

sebesar 5% dari semua kejadian kanker paru di United Kingdom , dimana berdasakan meta

analisi dikatakan bahwa dosis radon yang dapat menimbulkan faktor resiko sebesar 150

Bq/m3. Polusi udara-polusi udara juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kanker paru ,

termasuk diantaranya adalah hasil pembakaran dari batu bara dan kayu bakar dan

hidrokarbon dari minyak goreng panas, dibeberapa kota di dunia dikatakan polusi udara bisa

menyebabkan terjadinya kanker paru walaupun resikonya lebih kecil daripada merokok

Silica- Beberapa studi kohort mengatakan bahwa pada orang dengan silicosis memiliki

peningkatan ratio terhadap terjadinya kanker paru antara 2 sampai 4 kali lebih besar. Faktor

keturunan- Salah satu studi dari case-control menyebutkan bahwa resiko terjadinya kanker

paru pada mereka yang merokok dengan riwayat keluarga menderita kanker paru jauh lebih

besar dari mereka yang merokok pada kelompok kontrol studi yang lainnya di iceland juga

dikatakan bahwa resiko terjadinya kanker paru menjadi dua kali lebih besar pada sibling

atau orang tua menderita kanker paru. Makanan- Dimana dikatakan faktor makanan juga

menjadi salah satu faktor resiki terjadinya kanker paru , dimana rendahnya mengkonsumsi

makanan yang mengandung ß- karoten dapat menyebabkan terjadinya kanker paru

Patology

Berdasarkan kriteria WHO 1999 ada 4 jenis sel kanker paru berdasarkan

histologisnya yaitu karsinoma sel skuamus, adenokarsinoma, kanker tipe sel besar, dan

kanker tipe sel kecil.Untuk memudahkan pembagian jenis sel kanker tersebut dilakukan

pembagian sel kanker berdasarkan klinis dan tujuan terapinya yaitu kanker paru tipe sel

kecil (SCLC) dan kanker paru tipe bukan sel kecil (NSCLC).

Page 24: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Gejala Klinis

Pada satu populasi 1539 kanker paru dari new Hampshire and Vermont hanya 2%

( 28 pasien ) yang asimptomatis , kebanyakan dari penderita yang asimptomatis ini

terdiagnosa setelah dilakukan pemerikasaan rontgen , pada dasarnya gejala tumor paru ini

dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan gejala lokal yang timbul , penyakit metastatis dan

sindrome paraneoplastik. Kebanyakan manifestasi yang muncul berupa gejala lokal dan

metastase sedangkan paraneoplastik sindrome jarang bermanifestasi.

1. Gejala lokal

Gejala yang umunya terjadi pada penderita kanker paru adalah batuk , dimana

terjadi pada hampir 45%-75% dari semua pasien dan biasanya berhubungan dengan

produksi sputum , produksi sputum yang banyak dinamakan bronchorhea , terjadi pada

sekitar 15% pasien dengan carcinoma sel bronkoalveolar. Bronchorea sangat jarang

terjadi pada subtipe yang lain. Sesak terjadi pada sepertiga sampai setengah dari

seluruh pasien kanker paru. Ini juga merupakan gejala yang nonspesifik dan

berhubungan dengan penyakit COPD. Sulit bernafas pada pasien kanker paru mungkin

berhubungan dengan banyak faktor , termasuk obstruksi saluran nafas , obstruksi

pneumonitis atau atelektasis , penyebaran limfangitis , efusi pleura dan perikardial atau

penyakit tromboemboli. Hemoptisis juga dilaporkan pada 27% - 57% dari pasien kanker

paru . walaupun bronkhitis masih menjadi penyebab yang paling sering dari hemoptisis,

tetapi kanker paru terdiagnosa pada 19% - 29% semua pasien yang mengalami gejala

hemoptisis, pada kasus tersebut jumlah darah yang bercampur dengan dahak jumlahnya

sedikit. Nyeri dada terjadi pada seperempat sampai setengah pasien . Beberapa pasien

mengalamai nyeri yang intermiten pada hemithorax dimana tumor itu berada, hal ini

tidak menunjukan terjadinya invasi ke struktur yang berada didekatnya, tetapi pada

nyeri yang berat dan persisten menunjukan adanya invasi kanker ke dinding dada atau

mediastinum, dan sering dihubungkan dengan rib erosion. Whezing yang unilateral

jarang terjadi , tetapi ketika hal tersebut terjadi harus dicurigai adanya bronkogenik

Page 25: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

karsinoma yang menyebabkan obstruksi saluran nafas. Obstruksi trakea mungkin akan

menimbulkan stridor. gejala ini selalu berhubungan dengan dispneu yang berat.

Penurunan berat badan juga telah dilaporkan pada 8%-68% dari semua kanker paru, ini

merupakan gejala yang bersifat lokal ,metastase atau sindrom paraneoplastik.

Kebanyakan penurunan berat badan pada kanker paru menunjukan adanya prognostik

yang buruk.

2. Penyakit Metastase

Sekitar 70% pasien dengan kanker paru muncul dengan gejala – gejala yang

menunjukan adanya metastase intrathorax atau extrathorax. Efusi pleura umumnya

disebabkan oleh penyebaran tumor ke pleura. Efusi perikardial juga dapat terjadi pada

penyebaran kanker ke perikardium dan epikardium. Serak , pada kanker paru

disebabkan oleh penekanan nervus rekuren laring , hal ini dilaporkan pada 2% sampai

18% kasus. Hal ini kebanyakan terjadi pada tumor sebelah kiri , karena nervus rekuren

berjalan mengelilingi arkus aorta. Vena cava superior sindrom mungkin timbul dari

penekanan atau invasi vena besar oleh kelenjar limenodus di mediastinum atau oleh

tumornya sendiri. Hal ini paling sering disebabkan oleh karsinoma tipe sel kecil. Gejala

dari sindrom vena cava superior termasuk sakit kepala, dengan perasaan penuh

dikepala dan sesak nafas. Tanda fisik yang biasa ditemukan seperti bengkak pada wajah

atau extremitas atas, plethora, pelebaran vena leher. Sindrom vena cava superior

ditemukan pada 4% dari 2000 pasien kanker paru. Brachial plexopathy sering

disebabkan oleh tumor di atas sulkus superior paru, yang sering disebut dengan

pancoast tumor , gejala yang muncul berupa perasaan nyeri pada daerah yang dipersarfi

oleh C-8, T-1 dan T-2, sindrom horner (enophthalmos, ptosis, miosis, and facial

anhidrosis), kerusakan pada tulang iga , dan atropi otot tangan, nyeri bahu dan

kelemahan kelopak mata. Biasanya keluhan sindrom horner dan sindrom pancoast

terjadi secara bersamaan. Organ yang paling sering terlibat pada metastase jauh dari

kanker paru adalah otak , tulang, liver , kelenjar adrenal dan kulit. Kanker paru dapat

bermetastase ke tulang, terutama tulang belakang , dapat juga bermetastase ke hati

Page 26: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

yang menimbukan gejala lemah dan penurunan berat badan. sakit kepala ,mual ,

muntah, gejala fokal neurologik. kejang merupakan tanda adanya metastase ke otak.

3. Sindroma Paraneoplastik (Non metastatik)

Gejala yang ketiga adalah, yang menunjukan adanya manifestasi sistemik yang

non metastase (sindrom paraneoplastik) , gejala ini muncul akibat adanya produksi

substansi yang aktif oleh tumor paru itu sendiri atau respon tubuh sendiri terhadap

tumor. Secara klinis gejala ini muncul pada 10-20% pasien dengan kanker paru.

Gejalanya bersifat sistemik seperti terjadinya penurunan berat badan , anoreksia,

demam. Pada hematologi ditemukan adanya anemia , lekositosis. Pada sistem neurologi

ditemukan adanya demensia , ataksia , tremor dan neuropati perifer. Pada sistem

endokrin yang paling sering ditemukana adalah adanya sekresi yang berlebihan dari

hormon paratiroid ( hiperkalsemia).

Diagnosis

Kebanyakan dari kasus kanker paru ditegakkan dari hasil temuan foto rontgen

thorax .Definit diagnosa dari kanker paru mungkin ditegakkan dengan pemeriksaan sitologi

jaringan yang diperoleh dari tumornya sendiri. Teknik diagnostik spesifik adalah sitologi

sputum , bronkoskopi fiberoptik , biopsi pleural dan analisis cairan, fine needle aspiration

(FNA), mediastinoscopy, dan thorakotomi. Semua pasien dengan kanker paru seharusnya

dilakukan pemerikasaan CT-Scan thorax, dengan kontras bila mungkin. MRI juga dapat

dilakukan apabila dicurigai telah terjadi invasi ke pembuluh darah, bone scan dilakukan

apabila terdapat kecurigaan metastase ke tulang.

Deteksi dini Kanker Paru

Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi

intratorakal tersebut jinak atau ganas. Bila fasilitas ada , dengan teknik positron emission

Page 27: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

tomografi (PET) dapat dibedakan kedua jenis kanker tersebut. Kemudian tentukan letaknya

apakah sentral atau perifer, yang bertujuan menentukan cara pengambilan jaringan tumor.

Pada foto thorax PA dan lateral dapat dilihat adanya gambaran massa di daerah hilus atau

parahiler atau apeks, lesi parenkim, obstruksi, kolaps di daerah peripleura dan pembesaran

mediastinum. Pemeriksaan CT-scan dada lebih sensitif dibandingkan dengan foto dada PA

karena dapat mendeteksi massa ukuran 3 mm. MRI biasanya dilakukan untuk mengetahui

adanya penyebaran tumor ke tulang belakang. Pemeriksaan Bone scanning juga dilakukan

untuk mengetahui adanya metastasis tumor ke tulang. Zat radioaktif yang dialirkan pada

pembuluh darah yang melayani tulang yang dicurigai telah mengalami metastasis akan

diserap oleh sel kanker yang kemudian di scan akan memperlihatkan gambaran berbeda

dari sel normal sekitarnya.

Pemeriksaan Sitologi

Pemeriksaan sitologi dilakukan dengan pemeriksan sitologi sputum terutama pada

kasus tumor paru yang menginvasi saluran nafas dengan gejala batuk. Dalam pemeriksaan

mikroskopis akan ditemukan gambaran sel-sel kanker dalam sputum. Pemeriksaan ini tidak

invasif. Pada kanker yang letaknya sentral pemerikasaan sputum yang baik dapat

memberikan hasil yang positif sampai 67%-85% pada kasrsinoma sel skuamosa, dan saat ini

sedang dikembangkan pemerikasaan menggunakan immune staining dengan Mab dengan

antibody 624H12 untuk antigen SCLC dan antibody 703D4 untuk antigen NSCLC, laporan dari

National Cancer Institute menyatakan teknik ini memberikan hasil 91% sensitive dan 88%

spesifik.

Pemeriksaan Histopatologi

Merupakan standar baku penegakan diagnosis kanker paru. Pengumpulan bahannya

dapat melalui bronkoskopi, biopsi transtorakal, torakoskopi, mediastinoskopi dan

torakotomi. Hasil pemeriksaan dapat mengklasifikasikan tipe kanker. SCLC ditandai dengan

gambaran yang khas dari sel kecil mirip gandum dengan sitoplasma yang sedikit dalam

Page 28: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

sarang-sarang atau kelompok tanpa organisasi skuamosa atau glandular. Pada karsinoma sel

skuamus ditandai dengan variasi sel-sel neoplasma yang berkeratin yang berdiferensiasi baik

sampai dengan tumor anaplastik dengan beberapa fokus diferensiasi. Pada adenokarsinoma

ditandai dengan sel-sel kanker berbentuk sel kelenjar dengan produksi musin dan dikelilingi

dengan jaringan desmoplastik di sekitarnya. Sedangkan pada karsinoma sel besar

menunjukkan gambaran histologi yang aneh dan tidak khas selain ketiga jenis lainnya, bisa

dalam bentuk skuamosa dan glandular dengan diferrensiasi buruk dengan sel datia, sel

jernih dan varian sel berbentuk kumparan di dalamnya. Teknik pengumpulannya dapat

dilakukan dengan beberapa cara.

Pemeriksaan Serologi

Beberapa petanda kanker paru yang dipakai sebagai penunjang diagnosis yaitu CEA

(carcinoma embryonic antigen), NSE (neuron-spesific enolase) dan Cyfra21-1

(Cytokeratinfragment19).

Staging Kanker Paru

Staging kanker paru menggunakan sistem TNM yaitu

T untuk tumor primernya,

N untuk terlibatnya kelenjar limfe

M untuk adanya metastase jauh

Sistem TNM ini biasanya digunakan pada jenis kanker bukan sel kecil (NSCLC) sedangkan

pada kanker tipe sel kecil biasa ditemukan dengan gambaran metastase yang jelas sehingga

prognosisnya tidak diperngaruhi oleh besar kecilnya tumor.

Sistem yang sering digunakan adalah limited stage disease dan extensive stage

disease: Staging pada kanker tipe bukan sel kecil (NSCLC )

I a :T1 N0 M0

Page 29: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

I b : T2 N0 M0

II a : T1 N1 M0

II b : T2 N1 M0 ; T3 N0 M0

III a : T3 N1 M0 ; T1-3 N2 M0

IIIb : T1-4 N3 M0 ; T4 N1-3 M0

IV : T1-4 N1-3 M1

Keterangan :

Tx = terbukti ganas didapat dari secret bronkopulmoner, tapi tidak terlihat secara

bronkoskopis dan radiologist, tumor tidak bisa dinilai pada staging retreatment

Tis = carcinoma in situ (pre invasive carcinoma)

T1 = tumor, diameter < 3cm

T2 = tumor, diameter 3 cm atau terdapat atelektasis pada distal hilus

T3 = tumor ukuran apapun meluas ke pleura, dinding dada, diafragma, pericardium, < 2 cm dari karina, terdapat atelektasis total

T4 = tumor ukuran apapun invasi ke mediastinum atau terdapat efusi pleura maligna

N0 = tidak ada klenjar getah bening (KGB) yang terlibat

N1 = metastasis KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus

N2 = metastasis KGB mediastinal atau sub carina

N3 = metastasis KGB mediastinal kontra lateral atau hilus atau KGB skalenus atau supraklavikular

M0 = tidak ada metastasis jauh

M1 = metastasis jauh pada organ (otak, hati, dll)

Page 30: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Staging Kanker tipe sel kecil

A. Limited stage disease

Stage ini menunjukan adanya gambaran tumor yang terbatas pada hemithorax

dari tumor itu berasal ,mediastinum , KGB supraklavikula yang bisa dicakup oleh sinar

radiasi (tolerable radiation therapy port), tidak ada definisi yang Universal untuk

terminologi tersebut.

B. Extensive stage disease

Pada stage ini tumor terlalu luas untuk digolongkan dalam limited stage disease,

pasien dengan metastase(M1) digolongkan pada stage ini.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari kanker paru berupa :

Pembedahan

Radioterapi

Kemoterapi

kombinasi

Terapi dari kanker paru sangat ditentukan dari jenis sel kanker dan stadiumkankertersebut.

Pembedahan

Pembedahan merupakan tindakan yang bisa dilakukan pada NSCLC, lobektomi

umumnya dilakukan dalam penanganan pasien NSCLC stage I dan II, cara ini dapat

menghilangkan semua penyakit dengan tetap memperhatikan fungsi paru, pneumektomi

juga dapat dilakukan pada tumor proksimal yang luas, sleeve resection juga bisa dilakukan

Page 31: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

pada tumor karina yang lebih dari 2 cm, Teknik VATS (video-assisted thoracoscopic

surgery )juga dapat dilakukan pada pasien dengan kanker paru ,merupakan teknologi yang

paling mutahir pada saat ini, meminimalisasi teknik invasi yang mampu menurunkan

morbiditas pembedahan, termasuk nyeri pasca operasi. VATS dapat dilakukan sebagai

tindakan diagnostik dan terapi, dan sebagai teknik reseksi segmental dan luas pada

penderita NSCLC. Terapi pembedahan pada pasien NSCLC stage I dan II mempunyai angka

keberhasilan yang bervarisi dimana 50% pasien NSCLC stage I dan 30% pasien NSCLC stage II

mampu bertahan selama 5 tahun.

Radioterapi

Terapi radiasi dilakukan pada penanganan kanker tipe NSCLC yang tidak bisa

dilakukan tindakan pembedahan, dan pada penanganan post operative dengan reseksi

(Stage II). Terapi radiasi juga digunakan sebagai terapi alternative utama pada pembedahan

pasien dengan teknik reseksi, selain itu juga dapat digunakan pada terapi paliatif dengan

komplikasi (sindrom vena cava superior, dll). Pasien yang melakukan terapi ini adalah pasien

yang tua, menolak tindakan pembedahan , dan mempunyai faktor komorbid yang signifikan.

Radiasi dapat dilakukan sebelum operasi untuk mengecilkan tumor atau setelah operasi

apabila diperlukan. Pada penelitian dengan 347 penderita kanker paru NSCLC stage I dengan

terapi radiasi , yang mampu bertahan selama 5 tahun adalah 27% dan sisanya rata – rata

hanya mampu bertahan selama 27,5 bulan.

Kemoterapi

Kemoterapi merupakan terapi dengan menggunakan obat anti kanker yang

diberikan secara oral maupun intravena , obat anti kanker ini akan mencapai jaringan tubuh

melalui sistemik ,sehingga sering digunakan pada pasien dengan metastase yang luas,

kemoterapi digunakan pada penanganan kanker tipe SCLC. Kemotherapi digunakan sebagai

Page 32: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

terapi baku pada NSCLC mulai dari pasien dengan stage IIIA dan untuk pengobatan paliatif,

kemotherapi adjuvant diberikan mulai dari stage II cara pemberian setelah terapi definitif

berupa pembedahan, radiotherapy atau kombinasi keduanya. Sedangkan kemoterapi

nonadjuvan diberikan mulai dari stage II dimana terapi definitive seperti pembedahan dan

radioterapi diberikan diantaranya. Ada juga pemberian kemoterapi bersama dengan

radioterapi yang disebut dengan kemoradioterai konkomitan, dimulai dari stage III. Obat

anti kanker ini selain membunuh sel kanker juga dapat merusak sel tubuh yang normal efek

samping yang mungkin muncul pada pemberian obat anti kanker adalah

mual ,muntah ,menurunnya nafsu makan, kerontokan rambut, dan timbulnya sariawan,

beberapa obat juga dilaporkan dapat menimbulkan gejala diare. Selain itu juga dapat

merusak produksi sel darah merah di sumsum tulang, sehingga dapat terjadi leukopenia dan

menimbulkan infeksi ,perdarahan minor, perasaan lemah. Cisplatin dan carboplatin

digunakan bersama dengan etoposide agar menimbulkan efek yang optimal pada terapi

SCLC beberapa obat yang baru pada saat ini seperti gemcitabine, paclitaxel, vinorelbine,

topotecan, and irinotecan menunjukan hasil yang menjanjikan pada SCLC. Immunoterapi

Pada dasarnya kanker paru dapat terjadi penurunan respon immun, sehingga pada pasien

kanker paru memungkinkan untuk diberikan peptide vaccine therapy ,yang bertujuan untuk

meningkatkan respon immune yang dapat membunuh sel kanker itu sendiri. Hal ini telah

dicoba pada pasien penderita SCLC. Hasilnya dapat meningkatkan five year survival rate dari

34% menjadi 75% dibandingkan kelompok Kontrol.

Prognosis

Prognosis pasien dengan kanker paru dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor klinis

dan faktor histopatologi. A. Faktor klinis meliputi : 1. Adanya gejala dan tanda yang masif

dan jelas. Gejala dan tanda yang masif dan jelas dari adanya tumor seperti batuk, batuk

darah, nyeri dada dan sesak memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan yang

asimptomatik. Dengan survival rate dalam lima tahun 41% berbanding 72%. 2. Keadaan

umum. Keadaan umum pasien mempengaruhi prognosis dimana pasien dengan keadaan

Page 33: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

umum yang lebih baik memiliki prognosis lebih baik. Dengan survival rate selama lima tahun

7% lebih tinggi pada yang keadaan umum baik dibandingkan dengan keadaan umum yang

buruk. 3. Umur. Umur lebih tua memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan penderita

umur muda. 4. Jenis kelamin. Laki-laki dengan kanker paru memiliki prognosis yang lebih

buruk dibandingkan perempuan dengan perkecualian pada Adenocarcinoma. B. Faktor

histopatologi meliputi : 1. Status atau ukuran tumor. Semakin besar ukuran tumor prognosis

pasien semakin buruk. T1 memiliki survival rate dalam lima tahun sebesar 67-83%. T2

sebesar 50-65%. 2. Status kelenjar getah bening. Terlibatnya kelenjar getah bening pada

pasien kanker paru memperburuk prognosis pasien. Dengan perbandingan survival rate

selama lima tahun pada N1, N2 dan N3 sebesar 45% : 31% : 23%. 3. Status metastasis.

Adanya metastase jauh sel kanker memperburuk prognosis pasien. Dengan survival rate

selama lima tahun antara M0 berbanding M1 sebesar 50% : 14%. 4. Subtipe histologi.

Kanker paru tipe SCLC memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan NSCLC.

Sedangkan di antara karsinoma sel skuamus , Adenocarcinoma dan kanker sel besar

memiliki prognosis yang bervariasi. 5. Diferensiasi tumor. Tumor dengan diferensiasi buruk

memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan tumor yang berdiferensiasi

dengan baik. Dengan perbandingan survival rate selama lima tahun antara diferensiasi baik

berbanding diferensiasi buruk yaitu 87% : 71%. 6. Invasi pembuluh darah dan pembuluh

limfe. Adanya invasi tumor pada pembuluh darah dan limfe sekitarnya memberikan

prognosis yang lebih buruk dengan survival rate selam lima tahun sebesar 54%

dibandingkan dengan tanpa invasi sebesar 74%.

Kanker Paru-Paru Yang Menyebar Ke Tulang

Kanker paru-paru merupakan sumber penularan kanker ke tulang nomor 3, setelah

kanker payudara dan kanker prostat. Penderita biasanya berumur diatas 40 tahun dan usia

rata-rata dari penderita adalah sekitar 55 tahun. Selalu terdapat riwayat merokok. Penderita

mungkin tidak memiliki gejala selain lesi tulang yang nyeri. Jika seseorang mengalami

metastase dan sumber kankernya tidak dapat ditemukan, maka kemungkinan kankernya

Page 34: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

berasal dari paru-paru atau ginjal. Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri. Fraktur

patologis biasanya didahului oleh nyeri yang semakin hebat beberapa minggu sebelumnya.

Pada beberapa kasus, penderita mencoba mengingkari atau tidak menghiraukan gejalanya.

Kadang lesi tulang diduganya sebagai otot yang tertarik atau kram, Gejala sistemik juga bisa

terjadi, seperti hiperkalsemia dan osteoartropati pulmoner hipertrofik (penebalan tulang

tubuler panjang dan pendek disertai clubbing finger/pembengkakan jari tangan yang

tampak seperti tabuh genderang). Kanker paru metastatik paling sering menyebar ke tulang

belakang, tulang rusuk, tulang panggul dan tulang panjang bagian proksimal.

Gambaran yang khas dari lesi ini adalah kemampuannya untuk menyebar ke tulang tangan

(50%) dan kaki (15%). Hal ini diduga terjadi karena kemampuan suatu tumor di paru untuk

mengalirkan sel-sel ganas secara langsung ke dalam aliran darah arteri, dimana kemudian

mereka dapat mengalir ke tempat yang lebih jaruh. Tumor lainnya mengalirkan sel-sel ganas

ke dalam vena, dimana kemudian sel-sel tersebut terlebih dahulu masuk ke dalam paru-

paru atau hati yang bertindak sebagai filter dan menangkap sel-sel tersebut. Kanker paru

metastatik biasanya muncul sebagai lesi litik dengan pinggiran yang tidak jelas, tanpa

matriks dan disertai kerusakan korteks. Lesi paru di dalam tulang juga bisa berupa lesi

blastik. Kanker paru yang menyebar ke tulang merupakan tumor yang paling agresif dan

memiliki prognosis yang sangat buruk. Rata-rata penderitanya bertahan hidup sekitar 6

bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Stabilisasi ortopedik pada tulang yang lemah

sebaiknya dilakukan sebelum terjadinya fraktur.

Anemia Penyakit Kronik

Anemia penyakit kronik dikenal juga dengan nama anemia gangguan kronik,

anemia sekunder, atau anemia sideropenik dengan siderosis retikuloendotelial.

Pengenalan akan adanya anemia penyakit kronik dimulai pada awal abad ke 19,

dimana pada waktu itu pada pasien–pasien tuberkulosis sering ditemukan muka

Page 35: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

pucat. Lalu Cartwright dan Wintrobe pada tahun 1842 memperlihatkan adanya benda

– benda kecil di sampel darah pasien demam tifoid dan cacar air. Juga pada penyakit

infeksi lainnya seperti siphilis dan pneumonia. Nama yang dipergunakan waktu itu

adalah Anemia penyakit infeksi. Pada tahun 1962 setelah dilakukannya suatu studi

tentang infeksi dan ditemukannya gambaran yang sama pada penyakit–penyakit

kronik bukan infeksi seperti artritis reumatoid, nama anemia penyakit kronik

diperkenalkan.

Anemia penyakit kronik merupakan anemia terumum ke-dua yang

sering dijumpai di dunia, tetapi mungkin merupakan yang paling umum dijumpai

pada pasien–pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Anemia penyakit kronik

bukanlah diagnosis primer tetapi merupakan respons sekunder normal terhadap

berbagai penyakit di bagian tubuh manapun.

Defenisi anemia penyakit kronik

Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul setelah terjadinya proses

infeksi atau inflamasi kronik. Biasanya anemia akan muncul setelah penderita

mengalami penyakit tersebut selama 1–2 bulan. Tumor dulunya memang merupakan

salah satu penyebab anemia penyakit kronik, namun dari hasil studi yang terakhir

tumor tidak lagi dimasukkan sebagai penyebab anemia penyakit kronik.

Etiologi anemia penyakit kronik

Anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi

seperti infeksi kronik misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial; inflamasi kronik

misalnya artritis reumatoid, demam reumatik; lain–lain misalnya penyakit hati

alkaholik, gagal jantung kongestif dan idiopatik:

Tabel 5 Etiologi anemia penyakit kronik

No Infeksi kronik Inflamasi Lain–lain Idiopatik

Page 36: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

kronik

1 Infeksi paru: abses,emfisema, tuberkulosis, bronkiektasis

Artritis reumat-oid

Penyakit hati al-kaholik

2 Endokarditis bakterial Demam reumatik

Gagal jantung kongestif

3 Infeksi saluran kemih kronik Lupus eritem-atosus sistemik (LES)

Tromboplebitis

4 Infeksi jamur kronik Trauma berat Penyakit jantung iskemik

5 Human immunodeficiency virus (HIV)

Abses steril

6 Meningitis Vaskulitis7 Osteomielitis Luka bakar8 Infeksi sistem reproduksi

wanitaOsteoartritis

(OA)9 Penyakit inflamasi pelvik

(PID: pelvic inflamatory disease)

Penyakit vaskular kolagen (Collagen vascular disease)

10 Polimialgia11 Trauma Panas12 Ulcus dekubitus13 Penyakit Crohn

Patogenesis anemia penyakit kronik

Mekanisme bagaimana terjadinya anemia pada penyakit kronik sampai

dengan sekarang masih banyak yang belum bisa dijelaskan walaupun telah dilakukan

banyak penelitian. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sitokin–sitokin proses in-

flamasi seperti tumor nekrosis faktor alfa (TNF a), interleukin 1 dan interferon gama

(.) yang diproduksi oleh sumsum tulang penderita anemia penyakit kronik akan

menghambat terjadinya proses eritropoesis. Pada pasien artritis reumatoid interleukin

Page 37: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

6 juga meningkat tetapi sitokin ini bukan menghambat proses eritropoesis melainkan

meningkatkan volume plasma. Pada pasien anemia penyakit kronik

eritropoetin memang lebih rendah dari pasien anemia defisiensi besi, tetapi

tetap lebih tinggi dari orang – orang bukan penderita anemia.26 Dari sejumlah

penelitian disampaikan beberapa faktor yang kemungkinan memainkan

peranan penting terjadinya anemia pada penyakit kronik, antara lain :

1. Menurunnya umur hidup sel darah merah (eritrosit) sekitar 20–30% atau menjadi

sekitar 80 hari. Hal ini dibuktikan oleh Karl tahun 1969 pada

percobaan binatang yang menemukan pemendekan masa hidup eritrosit segera sete-

lah timbul panas. Juga pada pasien artritis reumatoid dijumpai

hal yang sama.

2. Tidak adanya reaksi sumsum tulang terhadap adanya anemia pada penyakit kronik.

Reaksi ini merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada penyakit kronik. Keja-

dian ini telah dibuktikan pada binatang percobaan yang menderita infeksi kronik, di-

mana proses eritropoesisnya dapat ditingkatkan dengan merangsang binatang tersebut

dengan

pemberian eritropoetin.

3. Sering ditemukannya sideroblast berkurang dalam sumsum tulang disertai deposit

besi bertambah dalam retikuloendotelial sistem, yang mana ini menunjukkan terjad-

inya gangguan pembebasan besi dari sel

retikuloendotelial yang mengakibatkan berkurangnya penyedian untuk

eritroblast.

4. Terjadinya metabolisme besi yang abnormal. Gambaran ini terlihat dari adanya

hipoferemia yang disebabkan oleh iron binding protein lactoferin yang berasal dari

makrofag dan mediator leukosit endogen yang berasal dari leukosit dan makrofag.

Hipoferemia dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang berespons terhadap pe-

mendekan masa hidup eritrosit dan juga menyebabkan berkurangnya produksi eritro-

poetin yang aktif secara biologis.

Page 38: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

5. Adanya hambatan terhadap proliferasi sel progenitor eritroid yang dilakukan oleh

suatu faktor dalam serum atau suatu hasil dari makrofag sumsum tulang.

6. Kegagalan produksi transferin.

Gambaran klinis anemia penyakit kronik

Anemia pada penyakit kronik biasanya ringan sampai dengan sedang dan

munculnya setelah 1–2 bulan menderita sakit. Biasanya anemianya tidak bertambah

progresif atau stabil dan mengenai berat ringannya anemia pada seorang penderita

tergantung kepada berat dan lamanya menderita penyakit tersebut. Gambaran klinis

dari anemianya sering tertutupi oleh gejala klinis dari penyakit yang mendasari

(asimptomatik).Tetapi pada pasien–pasien dengan gangguan paru yang berat, demam,

atau fisik dalam keadaan lemah akan menimbulkan berkurangnya kapasitas daya

angkut oksigen dalam jumlah sedang, yang mana ini nantinya akan mencetuskan

gejala. Pada pasien–pasien lansia, oleh karena adanya penyakit vaskular degeneratif

kemungkinan akan ditemukan gejala–gejala kelelahan, lemah, klaudikasio intermiten,

muka pucat dan pada jantung keluhannya dapat berupa palpitasi dan angina pektoris

serta dapat terjadi gangguan serebral. Tanda fisik yang mungkin dapat dijumpai

antara lain muka pucat, konjungtiva pucat dan takikardi.

Diagnosa anemia penyakit kronik

Diagnosis anemia penyakit kronik dapat ditegakkan melalui beberapa

pemeriksaan, antara lain dari:

1. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka

pucat, konjungtiva pucat, cepat lelah, lemah, dan lain–lain.

2. Pemeriksaan laboratorium, antara lain:

a. Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya

sekitar 7–11 gr/dL.

b. Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik

atau mikrositik ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai

Page 39: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

pada sepertiga pasien anemia penyakit kronik.

c. Volume korpuskuler rata–rata (MCV: Mean Corpuscular Volume):

normal atau menurun sedikit (= 80 fl).

d. Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL).

e. Mampu ikat besi (MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity):

menurun (< 250 mug / dL).

f. Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%).

g. Feritin serum: normal atau meninggi (> 100 ng/mL).

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sumsum tulang dan

konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte Protophorphyrin),

namun pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil pemeriksaan

sumsum tulang kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur sel–sel

sumsum tulang dipengaruhi oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi

protoporfirin eritrosit bebas memang cenderung meninggi pada pasien anemia

penyakit kronik tetapi peninggiannya berjalan lambat dan tidak setinggi pada pasien

anemia defisiensi besi. Peninggiannya juga sejalan dengan bertambah beratnya

anemia. Oleh karena itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas lebih

sering dilakukan pada pasien – pasien anemia defisiensi besi.

Penatalaksanaan anemia penyakit kronik

Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit

kronik, kecuali pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya. Biasanya

apabila penyakit yang mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan baik, maka

anemianya juga

akan membaik. Pemberian obat–obat hematinik seperti besi, asam

folat, atau vitamin B12 pada pasien anemia penyakit kronik, tidak ada

manfaatnya.

Belakangan ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang mungkin

dapat membantu pasien anemia penyakit kronik, antara lain:

Page 40: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

1. Rekombinan eritropoetin (Epo), dapat diberikan pada pasien–pasien anemia pen-

yakit kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno Deficiency

Syndrome (AIDS), dan inflamatory bowel

disease. Dosisnya dapat dimulai dari 50–100 Unit/Kg, 3x seminggu,

pemberiannya secara intra venous (IV) atau subcutan (SC). Bila dalam 2–3 minggu

konsentrasi hemoglobin meningkat dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh

menduga bahwa eritroit respons. Bila dengan

dosis rendah responsnya belum adekuat, maka dosisnya dapat ditingkatkan sampai

150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada

respons, maka pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan penyebab

yang lain, seperti anemia defisiensi besi. Namun ada

pula yang menganjurkan dosis eritropoetin dapat diberikan hingga

10.000–20.000 Unit, 3x seminggu.32

2. Transfusi darah berupa packed red cell (PRC) dapat diberikan, bila anemianya te-

lah memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena anemian-

ya jarang sampai berat.

3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada

pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik

dan polimialgia. Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan

gejala–gejala polimialgia akan segera hilang

dengan cepat. Tetapi bila dalam beberapa hari tidak ada perbaikan, maka pemberian

kortikosteroid tersebut segera dihentikan.

4. Kobalt klorida, juga bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik

dengan cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi oleh karena

efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan.

Page 41: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

REHABILITASI KANKER

Status fungsional pasien kanker dapat dikorelasikan dengan hasil akhir dari penyakit yang

mendasarinya. Skala Status Kinerja Karnofsky, suatu ukuran status fungsional pasien kanker

yang paling banyak dipergunakan, memungkinkan suatu pengkategorian yang konsisten.

Cocokkan tujuan rehabilitasi dengan tingkat fungsional pasien.

Tabel 1. Skala Status Kinerja Karnofsky

Kategori Umum Indeks Kriteria Spesifik

100 Normal, tanpa keluhan,

tanpa bukti penyakit

90 Dapat melakukan aktivitas

normal, tanda atau keluhan

minor penyakit

80 Melakukan aktivitas normal

dengan usaha, beberapa

tanda dan keluhan penyakit

Page 42: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

70 Merawat diri sendiri, tidak

dapat melakukan aktivitas

normal atau melakukan

pekerjaan

60 Kadang-kadang memerlukan

bantuan dari orang lain,

tetapi dapat merawat

keperluan sehari-hari

50 Memerlukan bantuan yang

cukup besar dari orang lain

dan seringkali memerlukan

perawatan medis

40 Tidak mampu, memerlukan

perawatan dan bantuan

khusus

30 Sangat tidak mampu,

dianjurkan dirawat di RS,

memerlukan perawatan

suportif aktif

20 Sangat sakit, perlu

perawatan di RS,

memerlukan perawatan

suportif aktif

10 Sekarat

0 Meninggal

Page 43: Paraplegia Inf, Hipesthesia Dermatom Th 6-7 Inf, Anemia Ec Suspek Metastase Tumor Paru Dx Jenis Ps 50-60

Penanganan

Regimen yang diperlukan untuk memelihara fungsi meliputi mobilisasi, aktivitas, nutrisi,

sistem pendukung sosial, dan pengendalian rasa nyeri. Keseluruhan program ini diterapkan

bersamaan dengan intervensi spesifik berdasarkan sistem organ yang terkena.

Mobilisasi

Melakukan terapi fisik di tempat tidur untuk mengajarkan kemandirian dalam mobilitas di

tempat tidur, melakukan aktivitas seperti berguling dari sisi ke sisi dan bergerak dari posisi

terlentang ke posisi duduk, dan juga ketrampilan berpindak dari tempat tidur ke kursi.

Aktivitas

Berikan semangat kepada pasien semangat untuk mandiri semampu mungkin seperti

berpakaian, merawat diri, makan, serta mengerahkan kekuatan sendiri untuk bergerak