paraplegia inf, hipesthesia dermatom th 6-7 inf, anemia ec suspek metastase tumor paru dx jenis ps...
DESCRIPTION
ghhyTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS REHABILITASI MEDIS
SEORANG LAKI-LAKI USIA 50 TAHUN DENGAN PARAPLEGIA INFERIOR, HIPESTHESIA DERMATOM THORACAL 6-7 INFERIOR,
ANEMIA e/c SUSPECT METASTASE TUMOR PARU KANAN JENIS ? ps 50-60
oleh:
Firman Kusuma A.
G0004099
Pembimbing
DR.Dr.Noer Rachma, Sp.RM
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR.MOEWARDI
2009
BAB I
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. Identitas Penderita
Nama : Tn. P
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kanthi RT 3/4, Domas, Bulukerto, Wonogiri
Tanggal Masuk : 22 Agustus 2009
Tanggal Periksa : 13 September 2009
No. RM : 96 69 72
B. Keluhan Utama : nyeri pada punggung
C. Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama: nyeri menjalar ke kedua
tangan dan kedua kaki
D. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan utama nyeri pada punggung
sejak 20 hari SMRS. Nyeri diawali dengan pegal-pegal dan panas pada
punggung sejak 2 bulan yang lalu kemudian makin lama makin berat. Nyeri
terasa menjalar sampai ke tangan dan kaki bagian atas. Adanya keluhan
pasien pada awalnya mendorong pasien untuk memeriksakan diri ke RSUD
Wonogiri. Pasien mondok selama 5 hari di RS tersebut akan tetapi keluhan
tidak kunjung membaik sehingga pasien memutuskan untuk APS.
Sehari setelahnya pasien mengeluh tidak dapat berjalan dan kedua
tungkai terasa kaku, nyeri kepala (-), pusing (-), mual (-), muntah (-). Selain
itu pasien kadang-kadang juga mengeluhkan batuk kering, akan tetapi tidak
sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, keluhan sesak didapatkan setelah
pasien mondok di RSDM. Didapatkan pula keluhan penurunan nafsu makan
dan BB sejak 2 bulan SMRS, tidak ada keluhan keringat dingin pada malam
hari. Tidak didapatkan penurunan kesadaran dan riwayat jatuh membentur
punggung.
E. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat sakit jantung : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat asma : disangkal
4. Riwayat batuk lama : (+) akan tetapi tidak sampai mengganggu
aktivitas sehari-hari
5. Riwayat sakit gula : disangkal
6. Riwayat sakit kuning : disangkal
7. Riwayat alergi : disangkal
8. Riwayat mondok : (+) di RSUD Wonogiri dengan keluhan yang
sama
F. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat sakit jantung : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat asma : disangkal
4. Riwayat batuk lama : disangkal
5. Riwayat sakit gula : disangkal
6. Riwayat sakit kuning : disangkal
7. Riwayat alergi : disangkal
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang laki-laki usia 50 tahun yang bekerja sebagai
petani. Pasien menikah dengan seorang istri. Saat ini, pasien tinggal
bersama istri dan 2 orang anaknya
H. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : (+) sejak usia muda, kurang lebih 6
batang/hari
Riwayat minum jamu : disangkal
Riwayat minum obat-obatan : disangkal
Riwayat minum minuman keras : disangkal
Riwayat olah raga teratur : disangkal
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Keadaan umum sakit sedang,
compos mentis, gizi kesan cukup
b. Tanda Vital :
c. Tensi : 130/80 mmHg
d. Respirasi : 28 x / menit
e. Nadi : 96 x / menit, reguler, isi dan tegangan cukup
f. Suhu : 36,7 ° C (per axiller)
g. Kulit
Warna kuning, ikterik (+), turgor kurang (-), hiperpigmentasi (-).
h. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut hitam, uban (-), lurus, mudah rontok (-),
mudah dicabut (-), moon face (-), atrofi M.temporalis (-).
i. Mata
Conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), katarak (-/-),
perdarahan palpebra (-/-), pupil isokor dengan diameter (3mm/3mm),
reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-).
j. Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-).
k. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi pembau baik,
foetor ex nasal (-).
l. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah kotor (-), papil
lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-), foetor ex ore (-).
m. Leher
JVP tidak meningkat , trachea ditengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran limfonodi cervical (-).
n. Limfonodi
Kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler, servikalis,
supraklavikularis, aksilaris dan inguinalis tidak membesar
o. Thorax
Bentuk simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan
toracoabdominal, sela iga melebar (-), muskulus pektoralis atrofi (-),
pembesaran KGB axilla (-/-).
p. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-)
q. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan=kiri
Palpasi : fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : redup mulai SIC V ke bawah/sonor
Auskultasi : SDV(+ /+), Suara tambahan (-/-)
2. Punggung : kifosis (-), lordosis (-), skoliosis(-), nyeri ketok
kostovertebra (-)
3. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+)
Perkusi : tympani, pekak alih (-). Liver span : 6 cm
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), Hepar teraba 2 cm BACD, 3 cm
BPX, konsistensi kenyal, dinding rata, lien tidak membesar.
a. Genitourinaria : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-).
b. Ekstremitas
Extr.supor
dextra
Extr.supor
dextra
Extr.infor
sinistra
Extr.infor
sinistra
Oedem - - + +
Pucat + + + +
Akral dingin - - - -
18.Range of Motion (ROM)Neck Aktif Pasif
Flexi 0-70o 0-70o
Extensi 0-40o 0-40o
Rotasi ke kanan 0-90o 0-90o
Rotasi ke kiri 0-90o 0-90o
Extremitas Superior Dextra Sinistra
Aktif Pasif Aktif Pasif
Shoulder Flexi 0-180o 0-180o 0-180o 0-180o
Extensi 0-30o 0-30o 0-30o 0-30o
Abduksi 0-150o 0-150o 0-150o 0-150o
Adduksi 0-75o 0-150o 0-150o 0-150o
Internal
rotasi
0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
External
rotasi
0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
Elbow Flexi 0-135o 0-135o 0-135o 0-135o
Extensi 135-180o 135-180o 135-180o 135-180o
Supinasi 0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
Pronasi 0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
Wrist Flexi 0-50o 0-50o 0-50o 0-50o
Extensi 0-70o 0-70o 0-70o 0-70o
Ulnar deviasi 0-30o 0-30o 0-30o 0-30o
Radius
deviasi
0-30o 0-30o 0-30o 0-30o
Finger MCP I flexi 0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
MCPII –IV
flexi
0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
DIP II – V
flexi
0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
PIP II - V
flexi
0-100o 0-100o 0-100o 0-100o
MCP I
extensi
0-30o 0-30o 0-30o 0-30o
Trunk ROM pasif ROM aktif
Flexi sde sde
Extensi sde sde
Rotasi sde sde
Extremitas Inferior Dextra Sinistra
Aktif Pasif Aktif Pasif
Hip Flexi 0o 0-100o 0o 0-100o
Extensi 0o 0-20o 0o 0-20o
Abduksi 0o 0-30o 0o 0-30o
Adduksi 0o 0-30o 0o 0-30o
Knee Flexi 0o 0-120o 0o 0-120o
Extensi 0o 120-150o 0o 120-150o
Ankle Dorsoflexi 0o 0-40o 0o 0-40o
Plantarflexi 0o 0-40o 0o 0-40o
Kesimpulan : ada keterbatasan ROM pada trunk karena nyeri dan
kelumpuhan pada ekstremitas inferior
19.Manual Muscle Testing (MMT)Ekstremitas Superior Dextra Sinistra
Shoulder Flexor M.deltoideus antor 5 5
M.biceps brachii 5 5
Extensor M.deltoideus antor 5 5
M.teres major 5 5
Abduktor M.deltoideus 5 5
M.biceps brachii 5 5
Adduktor M.latissimus dorsi 5 5
M.pectoralis major 5 5
Rotasi internal M.latissimus dorsi 5 5
M.pectoralis major 5 5
Rotasi eksternal M.teres major 5 5
M.pronator teres 5 5
Elbow Flexor M.biceps brachii 5 5
M.brachialis 5 5
Extensor M.triceps brachii 5 5
Supinator M.supinator 5 5
Pronator M.pronator teres 5 5
Wrist Flexor M.flexor carpi
radialis
5 5
Extensor M.extensor
digitorum
5 5
Abduktor M.extensor carpi
radialis
5 5
Adduktor M.extensor carpi
ulnaris
5 5
Finger Flexor M.flexor digitorum 5 5
Extensor M.extensor
digitorum
5 5
Extremitas Inferior Dextra Sinistra
Hip Flexor M.psoas major 0 0
Extensor M.gluteus maximus 0 0
Abduktor M.gluteus medius 0 0
Adduktor M.adductor longus 0 0
Knee Flexor Hamstring muscles 0 0
Extensor M.quadriceps
femoris
0 0
Ankle Flexor M.tibialis 0 0
Extensor M.soleus 0 0
20. Status Ambulasi
Barthel indeks
Activity ScoreFeeding0 = unable5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau membutuhkan modifikasi diet10 = independen
5
Bathing0 = dependen5 = independen (atau menggunakan shower)
0
Grooming0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur
0
Dressing0 = dependen5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan sendiri10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita, dll.
5
Bowel0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema)5 = occasional accident
0
10 = kontinensiaBladder0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu menangano sendiri5 = occasional accident10 = kontinensia
0
Toilet use0 = dependen5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri10 = independen (on and off, dressing)
0
Transfer0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)15 = independen
0
Mobility0 = immobile atau < 50 yard5 = wheelchair independen, > 50 yard10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun, tongkat) > 50 yard
0
Stairs 0 = unable5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)10 = independen
0
Total (0-100) 10
Kesimpulan status ambulansi: Total Assist
B. Status Psikiatri
1. Emosi : stabil
2. Afeksi : dalam batas normal
3. Proses berfikir : koheren
4. Kecerdasan : dalam batas normal
C. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Fungsi vegetatif : IV line, DC, O2
Fungsi Sensorik :
Fungsi motorik dan reflek
a. Kekuatan :
b. Tonus
c. Reflek fisiologis
Dextra Sinistra
Biceps +2 +2
Triceps +2 +2
Patella +1 +1
Achilles +1 +1
d. Reflek patologis
Dextra Sinistra
Hoffman-Trommer - -
Babinsky - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Schaeffer - -
Mandel-Bochtrew - -
Gordon - -
Rosolimo - -
N N
4 4
0 0
N N
5. Nervi craniales
N.III : Reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3/3)mm
N.VII : dalam batas normal
N.XII : dalam batas normal
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 22/8/09
Hb : 11,7 g/dl
Hct : 36,9 %
AE : 4,39 juta/ul
AL : 17,6 ribu/ul
AT : 291 ribu/ul
GD : A
GDS : 137 mg/dl
Ureum : 46 mg/dl
Creatinin : 0,7 mg/dl
Na : 135 mmol/L
K : 4,2 mmol/L
Cl : 97 mmol/L
Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 28/8/09
Hb : 5,4 g/dl
Hct : 16,1 %
AL : 11 ribu/ul
AT : 230 ribu/ul
AE : 2 juta/ul
SGOT : 157 mg/dl
SGPT : 132 mg/dl
Protein total : 440 g/dl
Albumin : 1,9 g/dl
Globulin : 2,5 g/dl
Asam Urat : 9,9 g/dl
Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 12/9/09
Hb : 11,7 g/dl
Hct : 35 %
AL : 11,9 ribu/ul
AT : 363 ribu/ul
AE : 4,01 juta/ul
HbSAg : non reaktif
SGOT : 92 u/l
SGPT : 102 u/l
Gamma GT : 817 u/l
ALP : 615 u/l
Albumin : 2,3 g/dl
Asam Urat : 2,5 g/dl
AGD tanggal 27/8/09
pH : 7,410
pCO2 : 22,7
pO2 : 114,1
HCO3 : 14,1
FiO2 : 0,23 O2 via kanul hidung 2 liter/mnt
Pemeriksaan GDT tanggal 28/8/09
Simpulan : Anemia hipokromik mikrositik dan netrofilia absolut
Suspect : defisiensi Fe disertai proses infeksi
DD penyakit kronis
B. Pemeriksaan Radiologis
Foto thorax AP/Lat tanggal 22/8/09
Cor : CTR tidak valid diukur, kesan konfigurasi HHD
Pulmo : tampak lesi nodul terutama di region parahiler
Kesan : menyokong gambaran metastase
Foto thoracolumbal tanggal 12/9/09
Kesan: kompresi pada V.L. 7, menyokong gambaran metastase
USG Abdomen tanggal 5/9/09
-Efusi Pleura dextra
-Hepar ukuran, echo struktur normal, tak tampak nodul
-pankreas, kedua ren, VF, VU, prostat dalam batas normal
Kesan : Efusi Pleura Dextra, tak tampak metastase pada hepar
ASSESMENT :
Klinis : Paraplegia inferior, Hipesthesia dermatom Thoracal 6-
7inferior, Anemia mikrositik hipokromik, dan Lekositosis
Topis : MS setinggi V.Th 6-7
Etiologis : metastase Tumor paru kanan jenis? Ps 50-60
IV. DAFTAR MASALAH
A. Problem Medis
Tumor Paru kanan jenis ? ps 50-60 dengan metastase ke V.Th 6-7
Paraplegia inferior
Hipestesia kedua tungkai
Anemia Hipokromik Mikrositik
B. Problem Rehabilitasi Medis
Fisioterapi : nyeri punggung dan kelumpuhan pada ek-
stremitas inferior, tidak bisa berjalan, imobilisasi yang lama.
Okupasi terapi : ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari aktivitas sehari-hari
Terapi wicara : (-)
Sosio-medik : memerlukan bantuan untuk aktivitas sehari-
hari
Psikologi : beban pikiran karena fungsi tubuh yang tidak
dapat kembali seperti semula
V. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Medikamentosa
Bedrest tidak total
Diet lunak TKTP 1700 kkal + ekstra putih telur
Infus NaCl 0,9% 30 tpm
Injeksi ceftriakson 2gr/24 jam
Injeksi ketorolac 1ampul/8jam
Injeksi Mecobalamin 1 ampul/12 jam
Injeksi ranitidin 1 ampul/12 jam
Curcuma 3x1
Lactulac Syr 3xC1
Antasid Syr 3xC1
Dulcolax Suppositoria ekstra
B. Terapi Rehabilitasi Medis
1. Fisioterapi :
a. mencegah ulcus decubitus: positioning dan turning setiap 2 jam
selama terjaga dan setiap 4 jam selama tidur.
b. ROM exercise aktif dan pasif
c. TENS dan terapi Panas superficial dan dalam
2. Speech terapi : tidak dilakukan
3. Occupational terapi : latihan aktivitas sehari-hari
4. Sosiomedik : memberikan edukasi kepada
keluarga dalam merawat dan membantu pasien
5. Orthesa-Prothesa : Korset sebagai eksternal fiksasi,
mencegah deformitas dan kerusakan lebih lanjut.
6. Psikologi : psikoterapi suportif kepada geriatric ,
menurunkan kecemasan, meningkatkan kepercayaan
diri pasien dan pengawasan status psikologis pasien.
Memberikan motivasi agar penderita dan keluarga mau
menjalankan program rehabilitasi.
7. Terapi rekreasi dilakukan sesuai kemampuan pasien
untuk mencegah depresi.
VI. IMPAIRMENT, DISABILITY, HANDYCAP
Impairment:
Disability : Penurunan fungsi angguta gerak bawah
Handicap: keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari, keterbartasan
melakukan sosialisasi.
VII. GOAL
Memperbaiki kekuatan otot pasien dan mencegah kekakuan sendi dan
terjadinya ulkus dekubitus pada pasien akibat imobilisasi lama
Mencegah komplikasi yang lebih buruk.
Mengembalikan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang diderita
pasien
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : malam
Ad sanam :malam
Ad bonam :malam
TINJAUAN PUSTAKA
Kanker Paru
Latar belakang
Kanker paru merupakan kanker kedua yang paling sering pada laki – laki, dan
penyebab kematian akibat kanker baik pada laki – laki dan wanita ( 32%). Diperkirakan
169,400 kasus baru pada tahun 2002 telah didiagnosa, yang merupakan 14 % dari semua
kanker . Setiap tahun kanker primer dari paru terjadi pada 94.000 laki – laki dan 78.000 pada
wanita di Amerika Serikat , 86% dari keseluruhannya meninggal setlah 5 tahun . hal ini
membuat kanker paru menjadi penyebab kematian tertinggi pada pria dan wanita untuk
segala jenis ras . Kejadian kanker juga berkisar antara 55 dan 65 tahun . Kematian kanker
paru sekitar 31% dari semua kejadian kanker pada pria dan sekitar 25% dari seluruh
kejadian kanker pada wanita. Diperkirakan sekitar 171.500 kasus baru dari kanker paru
didiagnosa di Amerika Serikat pada tahun 1998 . Kematian akibat kanker paru di AS sekitar
160.100 kematian setiap tahunnya , angka ini menjadikan kanker paru sebagai penyebab
kematian tertinggi akibat kanker di Amerika dan juga di Eropa. Penyakit kanker paru
digambarkan sebagai suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel paru. Kanker dapat
menyebabkan kematian dengan cara penekanan kanker terhadap organ – organ yang
disekitarnya, dan juga dengan cara menyebar ke tempat yang jauh melewati darah , limfe
dan permukaan. Biasanya gejala tumor paru tidak akan muncul pada stadium awal tetapi
akan muncul pada stadium akhir sehingga penyakit kanker paru sering terdiagnosa pada
pemerikasaan medis yang lain, biasanya pemerikasaan tersebut memerlukan foto thorax
ataupun CT scan thorax. Penyakit kanker paru merupakan penyebab kematian yang sering di
amerika serikat faktor yang sangat berperan adalah rokok , penangannya didasarkan pada
struktur histology dari kanker itu. Tindakan pembedahan sangat dianjurkan pada kanker tipe
tertentu.
Definisi
Kanker paru digolongkan sebagai penyakit yang ditandai dengan tidak terkendalinya
pertumbuhan sel paru. Kanker paru dapat membunuh dengan cara melakukan invasi yang
bersifat merusak ke jaringan atau organ disekitarnya yang masih sehat atau menyebar ke
bagian tubuh yang jauh melalui darah , limfa , dan permukaan serus . Sifat sel kanker yang
tidak normal ini sering dihubungkan dengan mutasi genetik , translokasi kromosom , dan
sekresi hormon serta enzim yang tidak normal. Setiap kanker paru memiliki bentuk klinis
yang berbeda – beda.
Epidemiologi
Kanker paru merupakan salah satu keganasan organ viseral yang paling banyak dan
umum ditemukan, tercatat dimana sepertiga dari seluruh kematian karena kanker
disebabkan oleh kanker paru dan merupakan kanker yang paling banyak berhubungan
dengan kematian karena kanker pada kedua jenis kelamin baik pria maupun wanita. Di
Amerika Serikat tercatat angka insidennya 172.000 kasus baru per tahun. Kanker paru
merupakan salah satu kanker yang paling letal di dunia, tercatat 3 juta kematian disebabkan
karena kanker paru. Akhir-akhir ini terjadi penurunan angka insidens pada laki-laki
sebaliknya terjadi peningkatan insidens pada wanita dimana meningkatnya kasus baru
kanker paru tipe NSCLC (non-small cell lung cancer) secara relatif pada wanita muda yang
bukan perokok.
Patofisiologi
Kebanyakan dari teori – teori tentang karsinogenesis melibatkan tiga langkah
penting yaitu inisiation, promotion dan progression. Begitu juga pada patofisiologi
terjadinya kanker paru. Inisiation Inisiasi diawali dengan kerusakan atau mutasi dari DNA
yang terjadi ketika sel – sel tubuh kita terpapar oleh berbagai zat ( seperti kimia , virus ,
radiasi ) selama replikasi DNA (transkripsi ) . Dalam kondisi normal , enzym akan mendeteksi
kerusakan dalam proses transkripsi dan memperbaikinya, tetapi kadang kerusakan ini tidak
terdeteksi. Ketika kerusakan ini berhasil dideteksi maka akan terjadi proses perbaikan dan
menghentikan pembelahan berikutnya , tetapi apabila kerusakan itu tidak berhasil dideteksi
maka akan menjadi mutasi yang permanen . Promotion Promosi ini melibatkan promoters
( paparan yang menyebabkan mutasi ) dapat terjadi segera setelah inisiasi atau beberapa
tahun berikutnya , pada kejadian kanker paru promoters yang paling sering adalah nikotin
pada rokok, yang mampu mengubah fungsi dari sel , respon dari sel terhadap hormon
pertumbuhan , dan komunikasi antar sel . Progression Para ahli percaya tahap ini
merupakan tahap yang paling bebahaya, dimana akan meng-invasi, metastase , dan menjadi
resisten terhadap obat . tahap ini bersivat irreversible.
Etiology
Merokok sampai saat ini merupakan faktor resiko utama dari kanker paru , sekitar
87% kanker paru diperkirakan disebabkan karena merokok dan sisanya dari perokok pasif.
Semakin lama seseorang terpapar dengan rokok maka semakin besar resiko menderita
kanker paru. Para perokok pasif ( secondhand smoker ) juga beresiko menderita kanker paru
sebesar 30% dari orang yang tidak merokok. Asbes juga dikatakan menjadi salah satu faktor
resiko terjadinya kanker paru dimana , para pekerja yang bergerak dibidang asbes dikatakan
mempunyai resiko sebesar 7 kali lebih besar menderita kanker paru ,terpapar oleh asbes
merupakan faktor resiko yang paling penting dari terjadinya kanker paru . Asbes
dihubungkan sebagai penyebab keganasan pada mesotel atau mesotelioma. Kanker jenis ini
berhubungan dengan tumor pada pleura dan bukan tipe dari kanker paru. Paparan asbes
meningkatkan resiko terjadinya kanker paru terutama pada perokok, resikonya 3 kali lebih
besar jika dibandingkan hanya dengan merokok saja. Sehingga resiko terjadinya kanker paru
pada perokok yang terpapar asbes meningkat menjadi 90 kali lipat. Radiasi- Radon
merupakan produk zat dari uranium 228 dan radium 226. menghirup gas radon dapat
menyebabkan terjadinya kanker paru, dikatakan radon menjadi penyebab terjadinya kanker
sebesar 5% dari semua kejadian kanker paru di United Kingdom , dimana berdasakan meta
analisi dikatakan bahwa dosis radon yang dapat menimbulkan faktor resiko sebesar 150
Bq/m3. Polusi udara-polusi udara juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kanker paru ,
termasuk diantaranya adalah hasil pembakaran dari batu bara dan kayu bakar dan
hidrokarbon dari minyak goreng panas, dibeberapa kota di dunia dikatakan polusi udara bisa
menyebabkan terjadinya kanker paru walaupun resikonya lebih kecil daripada merokok
Silica- Beberapa studi kohort mengatakan bahwa pada orang dengan silicosis memiliki
peningkatan ratio terhadap terjadinya kanker paru antara 2 sampai 4 kali lebih besar. Faktor
keturunan- Salah satu studi dari case-control menyebutkan bahwa resiko terjadinya kanker
paru pada mereka yang merokok dengan riwayat keluarga menderita kanker paru jauh lebih
besar dari mereka yang merokok pada kelompok kontrol studi yang lainnya di iceland juga
dikatakan bahwa resiko terjadinya kanker paru menjadi dua kali lebih besar pada sibling
atau orang tua menderita kanker paru. Makanan- Dimana dikatakan faktor makanan juga
menjadi salah satu faktor resiki terjadinya kanker paru , dimana rendahnya mengkonsumsi
makanan yang mengandung ß- karoten dapat menyebabkan terjadinya kanker paru
Patology
Berdasarkan kriteria WHO 1999 ada 4 jenis sel kanker paru berdasarkan
histologisnya yaitu karsinoma sel skuamus, adenokarsinoma, kanker tipe sel besar, dan
kanker tipe sel kecil.Untuk memudahkan pembagian jenis sel kanker tersebut dilakukan
pembagian sel kanker berdasarkan klinis dan tujuan terapinya yaitu kanker paru tipe sel
kecil (SCLC) dan kanker paru tipe bukan sel kecil (NSCLC).
Gejala Klinis
Pada satu populasi 1539 kanker paru dari new Hampshire and Vermont hanya 2%
( 28 pasien ) yang asimptomatis , kebanyakan dari penderita yang asimptomatis ini
terdiagnosa setelah dilakukan pemerikasaan rontgen , pada dasarnya gejala tumor paru ini
dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan gejala lokal yang timbul , penyakit metastatis dan
sindrome paraneoplastik. Kebanyakan manifestasi yang muncul berupa gejala lokal dan
metastase sedangkan paraneoplastik sindrome jarang bermanifestasi.
1. Gejala lokal
Gejala yang umunya terjadi pada penderita kanker paru adalah batuk , dimana
terjadi pada hampir 45%-75% dari semua pasien dan biasanya berhubungan dengan
produksi sputum , produksi sputum yang banyak dinamakan bronchorhea , terjadi pada
sekitar 15% pasien dengan carcinoma sel bronkoalveolar. Bronchorea sangat jarang
terjadi pada subtipe yang lain. Sesak terjadi pada sepertiga sampai setengah dari
seluruh pasien kanker paru. Ini juga merupakan gejala yang nonspesifik dan
berhubungan dengan penyakit COPD. Sulit bernafas pada pasien kanker paru mungkin
berhubungan dengan banyak faktor , termasuk obstruksi saluran nafas , obstruksi
pneumonitis atau atelektasis , penyebaran limfangitis , efusi pleura dan perikardial atau
penyakit tromboemboli. Hemoptisis juga dilaporkan pada 27% - 57% dari pasien kanker
paru . walaupun bronkhitis masih menjadi penyebab yang paling sering dari hemoptisis,
tetapi kanker paru terdiagnosa pada 19% - 29% semua pasien yang mengalami gejala
hemoptisis, pada kasus tersebut jumlah darah yang bercampur dengan dahak jumlahnya
sedikit. Nyeri dada terjadi pada seperempat sampai setengah pasien . Beberapa pasien
mengalamai nyeri yang intermiten pada hemithorax dimana tumor itu berada, hal ini
tidak menunjukan terjadinya invasi ke struktur yang berada didekatnya, tetapi pada
nyeri yang berat dan persisten menunjukan adanya invasi kanker ke dinding dada atau
mediastinum, dan sering dihubungkan dengan rib erosion. Whezing yang unilateral
jarang terjadi , tetapi ketika hal tersebut terjadi harus dicurigai adanya bronkogenik
karsinoma yang menyebabkan obstruksi saluran nafas. Obstruksi trakea mungkin akan
menimbulkan stridor. gejala ini selalu berhubungan dengan dispneu yang berat.
Penurunan berat badan juga telah dilaporkan pada 8%-68% dari semua kanker paru, ini
merupakan gejala yang bersifat lokal ,metastase atau sindrom paraneoplastik.
Kebanyakan penurunan berat badan pada kanker paru menunjukan adanya prognostik
yang buruk.
2. Penyakit Metastase
Sekitar 70% pasien dengan kanker paru muncul dengan gejala – gejala yang
menunjukan adanya metastase intrathorax atau extrathorax. Efusi pleura umumnya
disebabkan oleh penyebaran tumor ke pleura. Efusi perikardial juga dapat terjadi pada
penyebaran kanker ke perikardium dan epikardium. Serak , pada kanker paru
disebabkan oleh penekanan nervus rekuren laring , hal ini dilaporkan pada 2% sampai
18% kasus. Hal ini kebanyakan terjadi pada tumor sebelah kiri , karena nervus rekuren
berjalan mengelilingi arkus aorta. Vena cava superior sindrom mungkin timbul dari
penekanan atau invasi vena besar oleh kelenjar limenodus di mediastinum atau oleh
tumornya sendiri. Hal ini paling sering disebabkan oleh karsinoma tipe sel kecil. Gejala
dari sindrom vena cava superior termasuk sakit kepala, dengan perasaan penuh
dikepala dan sesak nafas. Tanda fisik yang biasa ditemukan seperti bengkak pada wajah
atau extremitas atas, plethora, pelebaran vena leher. Sindrom vena cava superior
ditemukan pada 4% dari 2000 pasien kanker paru. Brachial plexopathy sering
disebabkan oleh tumor di atas sulkus superior paru, yang sering disebut dengan
pancoast tumor , gejala yang muncul berupa perasaan nyeri pada daerah yang dipersarfi
oleh C-8, T-1 dan T-2, sindrom horner (enophthalmos, ptosis, miosis, and facial
anhidrosis), kerusakan pada tulang iga , dan atropi otot tangan, nyeri bahu dan
kelemahan kelopak mata. Biasanya keluhan sindrom horner dan sindrom pancoast
terjadi secara bersamaan. Organ yang paling sering terlibat pada metastase jauh dari
kanker paru adalah otak , tulang, liver , kelenjar adrenal dan kulit. Kanker paru dapat
bermetastase ke tulang, terutama tulang belakang , dapat juga bermetastase ke hati
yang menimbukan gejala lemah dan penurunan berat badan. sakit kepala ,mual ,
muntah, gejala fokal neurologik. kejang merupakan tanda adanya metastase ke otak.
3. Sindroma Paraneoplastik (Non metastatik)
Gejala yang ketiga adalah, yang menunjukan adanya manifestasi sistemik yang
non metastase (sindrom paraneoplastik) , gejala ini muncul akibat adanya produksi
substansi yang aktif oleh tumor paru itu sendiri atau respon tubuh sendiri terhadap
tumor. Secara klinis gejala ini muncul pada 10-20% pasien dengan kanker paru.
Gejalanya bersifat sistemik seperti terjadinya penurunan berat badan , anoreksia,
demam. Pada hematologi ditemukan adanya anemia , lekositosis. Pada sistem neurologi
ditemukan adanya demensia , ataksia , tremor dan neuropati perifer. Pada sistem
endokrin yang paling sering ditemukana adalah adanya sekresi yang berlebihan dari
hormon paratiroid ( hiperkalsemia).
Diagnosis
Kebanyakan dari kasus kanker paru ditegakkan dari hasil temuan foto rontgen
thorax .Definit diagnosa dari kanker paru mungkin ditegakkan dengan pemeriksaan sitologi
jaringan yang diperoleh dari tumornya sendiri. Teknik diagnostik spesifik adalah sitologi
sputum , bronkoskopi fiberoptik , biopsi pleural dan analisis cairan, fine needle aspiration
(FNA), mediastinoscopy, dan thorakotomi. Semua pasien dengan kanker paru seharusnya
dilakukan pemerikasaan CT-Scan thorax, dengan kontras bila mungkin. MRI juga dapat
dilakukan apabila dicurigai telah terjadi invasi ke pembuluh darah, bone scan dilakukan
apabila terdapat kecurigaan metastase ke tulang.
Deteksi dini Kanker Paru
Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi
intratorakal tersebut jinak atau ganas. Bila fasilitas ada , dengan teknik positron emission
tomografi (PET) dapat dibedakan kedua jenis kanker tersebut. Kemudian tentukan letaknya
apakah sentral atau perifer, yang bertujuan menentukan cara pengambilan jaringan tumor.
Pada foto thorax PA dan lateral dapat dilihat adanya gambaran massa di daerah hilus atau
parahiler atau apeks, lesi parenkim, obstruksi, kolaps di daerah peripleura dan pembesaran
mediastinum. Pemeriksaan CT-scan dada lebih sensitif dibandingkan dengan foto dada PA
karena dapat mendeteksi massa ukuran 3 mm. MRI biasanya dilakukan untuk mengetahui
adanya penyebaran tumor ke tulang belakang. Pemeriksaan Bone scanning juga dilakukan
untuk mengetahui adanya metastasis tumor ke tulang. Zat radioaktif yang dialirkan pada
pembuluh darah yang melayani tulang yang dicurigai telah mengalami metastasis akan
diserap oleh sel kanker yang kemudian di scan akan memperlihatkan gambaran berbeda
dari sel normal sekitarnya.
Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan sitologi dilakukan dengan pemeriksan sitologi sputum terutama pada
kasus tumor paru yang menginvasi saluran nafas dengan gejala batuk. Dalam pemeriksaan
mikroskopis akan ditemukan gambaran sel-sel kanker dalam sputum. Pemeriksaan ini tidak
invasif. Pada kanker yang letaknya sentral pemerikasaan sputum yang baik dapat
memberikan hasil yang positif sampai 67%-85% pada kasrsinoma sel skuamosa, dan saat ini
sedang dikembangkan pemerikasaan menggunakan immune staining dengan Mab dengan
antibody 624H12 untuk antigen SCLC dan antibody 703D4 untuk antigen NSCLC, laporan dari
National Cancer Institute menyatakan teknik ini memberikan hasil 91% sensitive dan 88%
spesifik.
Pemeriksaan Histopatologi
Merupakan standar baku penegakan diagnosis kanker paru. Pengumpulan bahannya
dapat melalui bronkoskopi, biopsi transtorakal, torakoskopi, mediastinoskopi dan
torakotomi. Hasil pemeriksaan dapat mengklasifikasikan tipe kanker. SCLC ditandai dengan
gambaran yang khas dari sel kecil mirip gandum dengan sitoplasma yang sedikit dalam
sarang-sarang atau kelompok tanpa organisasi skuamosa atau glandular. Pada karsinoma sel
skuamus ditandai dengan variasi sel-sel neoplasma yang berkeratin yang berdiferensiasi baik
sampai dengan tumor anaplastik dengan beberapa fokus diferensiasi. Pada adenokarsinoma
ditandai dengan sel-sel kanker berbentuk sel kelenjar dengan produksi musin dan dikelilingi
dengan jaringan desmoplastik di sekitarnya. Sedangkan pada karsinoma sel besar
menunjukkan gambaran histologi yang aneh dan tidak khas selain ketiga jenis lainnya, bisa
dalam bentuk skuamosa dan glandular dengan diferrensiasi buruk dengan sel datia, sel
jernih dan varian sel berbentuk kumparan di dalamnya. Teknik pengumpulannya dapat
dilakukan dengan beberapa cara.
Pemeriksaan Serologi
Beberapa petanda kanker paru yang dipakai sebagai penunjang diagnosis yaitu CEA
(carcinoma embryonic antigen), NSE (neuron-spesific enolase) dan Cyfra21-1
(Cytokeratinfragment19).
Staging Kanker Paru
Staging kanker paru menggunakan sistem TNM yaitu
T untuk tumor primernya,
N untuk terlibatnya kelenjar limfe
M untuk adanya metastase jauh
Sistem TNM ini biasanya digunakan pada jenis kanker bukan sel kecil (NSCLC) sedangkan
pada kanker tipe sel kecil biasa ditemukan dengan gambaran metastase yang jelas sehingga
prognosisnya tidak diperngaruhi oleh besar kecilnya tumor.
Sistem yang sering digunakan adalah limited stage disease dan extensive stage
disease: Staging pada kanker tipe bukan sel kecil (NSCLC )
I a :T1 N0 M0
I b : T2 N0 M0
II a : T1 N1 M0
II b : T2 N1 M0 ; T3 N0 M0
III a : T3 N1 M0 ; T1-3 N2 M0
IIIb : T1-4 N3 M0 ; T4 N1-3 M0
IV : T1-4 N1-3 M1
Keterangan :
Tx = terbukti ganas didapat dari secret bronkopulmoner, tapi tidak terlihat secara
bronkoskopis dan radiologist, tumor tidak bisa dinilai pada staging retreatment
Tis = carcinoma in situ (pre invasive carcinoma)
T1 = tumor, diameter < 3cm
T2 = tumor, diameter 3 cm atau terdapat atelektasis pada distal hilus
T3 = tumor ukuran apapun meluas ke pleura, dinding dada, diafragma, pericardium, < 2 cm dari karina, terdapat atelektasis total
T4 = tumor ukuran apapun invasi ke mediastinum atau terdapat efusi pleura maligna
N0 = tidak ada klenjar getah bening (KGB) yang terlibat
N1 = metastasis KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus
N2 = metastasis KGB mediastinal atau sub carina
N3 = metastasis KGB mediastinal kontra lateral atau hilus atau KGB skalenus atau supraklavikular
M0 = tidak ada metastasis jauh
M1 = metastasis jauh pada organ (otak, hati, dll)
Staging Kanker tipe sel kecil
A. Limited stage disease
Stage ini menunjukan adanya gambaran tumor yang terbatas pada hemithorax
dari tumor itu berasal ,mediastinum , KGB supraklavikula yang bisa dicakup oleh sinar
radiasi (tolerable radiation therapy port), tidak ada definisi yang Universal untuk
terminologi tersebut.
B. Extensive stage disease
Pada stage ini tumor terlalu luas untuk digolongkan dalam limited stage disease,
pasien dengan metastase(M1) digolongkan pada stage ini.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari kanker paru berupa :
Pembedahan
Radioterapi
Kemoterapi
kombinasi
Terapi dari kanker paru sangat ditentukan dari jenis sel kanker dan stadiumkankertersebut.
Pembedahan
Pembedahan merupakan tindakan yang bisa dilakukan pada NSCLC, lobektomi
umumnya dilakukan dalam penanganan pasien NSCLC stage I dan II, cara ini dapat
menghilangkan semua penyakit dengan tetap memperhatikan fungsi paru, pneumektomi
juga dapat dilakukan pada tumor proksimal yang luas, sleeve resection juga bisa dilakukan
pada tumor karina yang lebih dari 2 cm, Teknik VATS (video-assisted thoracoscopic
surgery )juga dapat dilakukan pada pasien dengan kanker paru ,merupakan teknologi yang
paling mutahir pada saat ini, meminimalisasi teknik invasi yang mampu menurunkan
morbiditas pembedahan, termasuk nyeri pasca operasi. VATS dapat dilakukan sebagai
tindakan diagnostik dan terapi, dan sebagai teknik reseksi segmental dan luas pada
penderita NSCLC. Terapi pembedahan pada pasien NSCLC stage I dan II mempunyai angka
keberhasilan yang bervarisi dimana 50% pasien NSCLC stage I dan 30% pasien NSCLC stage II
mampu bertahan selama 5 tahun.
Radioterapi
Terapi radiasi dilakukan pada penanganan kanker tipe NSCLC yang tidak bisa
dilakukan tindakan pembedahan, dan pada penanganan post operative dengan reseksi
(Stage II). Terapi radiasi juga digunakan sebagai terapi alternative utama pada pembedahan
pasien dengan teknik reseksi, selain itu juga dapat digunakan pada terapi paliatif dengan
komplikasi (sindrom vena cava superior, dll). Pasien yang melakukan terapi ini adalah pasien
yang tua, menolak tindakan pembedahan , dan mempunyai faktor komorbid yang signifikan.
Radiasi dapat dilakukan sebelum operasi untuk mengecilkan tumor atau setelah operasi
apabila diperlukan. Pada penelitian dengan 347 penderita kanker paru NSCLC stage I dengan
terapi radiasi , yang mampu bertahan selama 5 tahun adalah 27% dan sisanya rata – rata
hanya mampu bertahan selama 27,5 bulan.
Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi dengan menggunakan obat anti kanker yang
diberikan secara oral maupun intravena , obat anti kanker ini akan mencapai jaringan tubuh
melalui sistemik ,sehingga sering digunakan pada pasien dengan metastase yang luas,
kemoterapi digunakan pada penanganan kanker tipe SCLC. Kemotherapi digunakan sebagai
terapi baku pada NSCLC mulai dari pasien dengan stage IIIA dan untuk pengobatan paliatif,
kemotherapi adjuvant diberikan mulai dari stage II cara pemberian setelah terapi definitif
berupa pembedahan, radiotherapy atau kombinasi keduanya. Sedangkan kemoterapi
nonadjuvan diberikan mulai dari stage II dimana terapi definitive seperti pembedahan dan
radioterapi diberikan diantaranya. Ada juga pemberian kemoterapi bersama dengan
radioterapi yang disebut dengan kemoradioterai konkomitan, dimulai dari stage III. Obat
anti kanker ini selain membunuh sel kanker juga dapat merusak sel tubuh yang normal efek
samping yang mungkin muncul pada pemberian obat anti kanker adalah
mual ,muntah ,menurunnya nafsu makan, kerontokan rambut, dan timbulnya sariawan,
beberapa obat juga dilaporkan dapat menimbulkan gejala diare. Selain itu juga dapat
merusak produksi sel darah merah di sumsum tulang, sehingga dapat terjadi leukopenia dan
menimbulkan infeksi ,perdarahan minor, perasaan lemah. Cisplatin dan carboplatin
digunakan bersama dengan etoposide agar menimbulkan efek yang optimal pada terapi
SCLC beberapa obat yang baru pada saat ini seperti gemcitabine, paclitaxel, vinorelbine,
topotecan, and irinotecan menunjukan hasil yang menjanjikan pada SCLC. Immunoterapi
Pada dasarnya kanker paru dapat terjadi penurunan respon immun, sehingga pada pasien
kanker paru memungkinkan untuk diberikan peptide vaccine therapy ,yang bertujuan untuk
meningkatkan respon immune yang dapat membunuh sel kanker itu sendiri. Hal ini telah
dicoba pada pasien penderita SCLC. Hasilnya dapat meningkatkan five year survival rate dari
34% menjadi 75% dibandingkan kelompok Kontrol.
Prognosis
Prognosis pasien dengan kanker paru dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor klinis
dan faktor histopatologi. A. Faktor klinis meliputi : 1. Adanya gejala dan tanda yang masif
dan jelas. Gejala dan tanda yang masif dan jelas dari adanya tumor seperti batuk, batuk
darah, nyeri dada dan sesak memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan yang
asimptomatik. Dengan survival rate dalam lima tahun 41% berbanding 72%. 2. Keadaan
umum. Keadaan umum pasien mempengaruhi prognosis dimana pasien dengan keadaan
umum yang lebih baik memiliki prognosis lebih baik. Dengan survival rate selama lima tahun
7% lebih tinggi pada yang keadaan umum baik dibandingkan dengan keadaan umum yang
buruk. 3. Umur. Umur lebih tua memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan penderita
umur muda. 4. Jenis kelamin. Laki-laki dengan kanker paru memiliki prognosis yang lebih
buruk dibandingkan perempuan dengan perkecualian pada Adenocarcinoma. B. Faktor
histopatologi meliputi : 1. Status atau ukuran tumor. Semakin besar ukuran tumor prognosis
pasien semakin buruk. T1 memiliki survival rate dalam lima tahun sebesar 67-83%. T2
sebesar 50-65%. 2. Status kelenjar getah bening. Terlibatnya kelenjar getah bening pada
pasien kanker paru memperburuk prognosis pasien. Dengan perbandingan survival rate
selama lima tahun pada N1, N2 dan N3 sebesar 45% : 31% : 23%. 3. Status metastasis.
Adanya metastase jauh sel kanker memperburuk prognosis pasien. Dengan survival rate
selama lima tahun antara M0 berbanding M1 sebesar 50% : 14%. 4. Subtipe histologi.
Kanker paru tipe SCLC memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan NSCLC.
Sedangkan di antara karsinoma sel skuamus , Adenocarcinoma dan kanker sel besar
memiliki prognosis yang bervariasi. 5. Diferensiasi tumor. Tumor dengan diferensiasi buruk
memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan tumor yang berdiferensiasi
dengan baik. Dengan perbandingan survival rate selama lima tahun antara diferensiasi baik
berbanding diferensiasi buruk yaitu 87% : 71%. 6. Invasi pembuluh darah dan pembuluh
limfe. Adanya invasi tumor pada pembuluh darah dan limfe sekitarnya memberikan
prognosis yang lebih buruk dengan survival rate selam lima tahun sebesar 54%
dibandingkan dengan tanpa invasi sebesar 74%.
Kanker Paru-Paru Yang Menyebar Ke Tulang
Kanker paru-paru merupakan sumber penularan kanker ke tulang nomor 3, setelah
kanker payudara dan kanker prostat. Penderita biasanya berumur diatas 40 tahun dan usia
rata-rata dari penderita adalah sekitar 55 tahun. Selalu terdapat riwayat merokok. Penderita
mungkin tidak memiliki gejala selain lesi tulang yang nyeri. Jika seseorang mengalami
metastase dan sumber kankernya tidak dapat ditemukan, maka kemungkinan kankernya
berasal dari paru-paru atau ginjal. Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri. Fraktur
patologis biasanya didahului oleh nyeri yang semakin hebat beberapa minggu sebelumnya.
Pada beberapa kasus, penderita mencoba mengingkari atau tidak menghiraukan gejalanya.
Kadang lesi tulang diduganya sebagai otot yang tertarik atau kram, Gejala sistemik juga bisa
terjadi, seperti hiperkalsemia dan osteoartropati pulmoner hipertrofik (penebalan tulang
tubuler panjang dan pendek disertai clubbing finger/pembengkakan jari tangan yang
tampak seperti tabuh genderang). Kanker paru metastatik paling sering menyebar ke tulang
belakang, tulang rusuk, tulang panggul dan tulang panjang bagian proksimal.
Gambaran yang khas dari lesi ini adalah kemampuannya untuk menyebar ke tulang tangan
(50%) dan kaki (15%). Hal ini diduga terjadi karena kemampuan suatu tumor di paru untuk
mengalirkan sel-sel ganas secara langsung ke dalam aliran darah arteri, dimana kemudian
mereka dapat mengalir ke tempat yang lebih jaruh. Tumor lainnya mengalirkan sel-sel ganas
ke dalam vena, dimana kemudian sel-sel tersebut terlebih dahulu masuk ke dalam paru-
paru atau hati yang bertindak sebagai filter dan menangkap sel-sel tersebut. Kanker paru
metastatik biasanya muncul sebagai lesi litik dengan pinggiran yang tidak jelas, tanpa
matriks dan disertai kerusakan korteks. Lesi paru di dalam tulang juga bisa berupa lesi
blastik. Kanker paru yang menyebar ke tulang merupakan tumor yang paling agresif dan
memiliki prognosis yang sangat buruk. Rata-rata penderitanya bertahan hidup sekitar 6
bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Stabilisasi ortopedik pada tulang yang lemah
sebaiknya dilakukan sebelum terjadinya fraktur.
Anemia Penyakit Kronik
Anemia penyakit kronik dikenal juga dengan nama anemia gangguan kronik,
anemia sekunder, atau anemia sideropenik dengan siderosis retikuloendotelial.
Pengenalan akan adanya anemia penyakit kronik dimulai pada awal abad ke 19,
dimana pada waktu itu pada pasien–pasien tuberkulosis sering ditemukan muka
pucat. Lalu Cartwright dan Wintrobe pada tahun 1842 memperlihatkan adanya benda
– benda kecil di sampel darah pasien demam tifoid dan cacar air. Juga pada penyakit
infeksi lainnya seperti siphilis dan pneumonia. Nama yang dipergunakan waktu itu
adalah Anemia penyakit infeksi. Pada tahun 1962 setelah dilakukannya suatu studi
tentang infeksi dan ditemukannya gambaran yang sama pada penyakit–penyakit
kronik bukan infeksi seperti artritis reumatoid, nama anemia penyakit kronik
diperkenalkan.
Anemia penyakit kronik merupakan anemia terumum ke-dua yang
sering dijumpai di dunia, tetapi mungkin merupakan yang paling umum dijumpai
pada pasien–pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Anemia penyakit kronik
bukanlah diagnosis primer tetapi merupakan respons sekunder normal terhadap
berbagai penyakit di bagian tubuh manapun.
Defenisi anemia penyakit kronik
Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul setelah terjadinya proses
infeksi atau inflamasi kronik. Biasanya anemia akan muncul setelah penderita
mengalami penyakit tersebut selama 1–2 bulan. Tumor dulunya memang merupakan
salah satu penyebab anemia penyakit kronik, namun dari hasil studi yang terakhir
tumor tidak lagi dimasukkan sebagai penyebab anemia penyakit kronik.
Etiologi anemia penyakit kronik
Anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi
seperti infeksi kronik misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial; inflamasi kronik
misalnya artritis reumatoid, demam reumatik; lain–lain misalnya penyakit hati
alkaholik, gagal jantung kongestif dan idiopatik:
Tabel 5 Etiologi anemia penyakit kronik
No Infeksi kronik Inflamasi Lain–lain Idiopatik
kronik
1 Infeksi paru: abses,emfisema, tuberkulosis, bronkiektasis
Artritis reumat-oid
Penyakit hati al-kaholik
2 Endokarditis bakterial Demam reumatik
Gagal jantung kongestif
3 Infeksi saluran kemih kronik Lupus eritem-atosus sistemik (LES)
Tromboplebitis
4 Infeksi jamur kronik Trauma berat Penyakit jantung iskemik
5 Human immunodeficiency virus (HIV)
Abses steril
6 Meningitis Vaskulitis7 Osteomielitis Luka bakar8 Infeksi sistem reproduksi
wanitaOsteoartritis
(OA)9 Penyakit inflamasi pelvik
(PID: pelvic inflamatory disease)
Penyakit vaskular kolagen (Collagen vascular disease)
10 Polimialgia11 Trauma Panas12 Ulcus dekubitus13 Penyakit Crohn
Patogenesis anemia penyakit kronik
Mekanisme bagaimana terjadinya anemia pada penyakit kronik sampai
dengan sekarang masih banyak yang belum bisa dijelaskan walaupun telah dilakukan
banyak penelitian. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sitokin–sitokin proses in-
flamasi seperti tumor nekrosis faktor alfa (TNF a), interleukin 1 dan interferon gama
(.) yang diproduksi oleh sumsum tulang penderita anemia penyakit kronik akan
menghambat terjadinya proses eritropoesis. Pada pasien artritis reumatoid interleukin
6 juga meningkat tetapi sitokin ini bukan menghambat proses eritropoesis melainkan
meningkatkan volume plasma. Pada pasien anemia penyakit kronik
eritropoetin memang lebih rendah dari pasien anemia defisiensi besi, tetapi
tetap lebih tinggi dari orang – orang bukan penderita anemia.26 Dari sejumlah
penelitian disampaikan beberapa faktor yang kemungkinan memainkan
peranan penting terjadinya anemia pada penyakit kronik, antara lain :
1. Menurunnya umur hidup sel darah merah (eritrosit) sekitar 20–30% atau menjadi
sekitar 80 hari. Hal ini dibuktikan oleh Karl tahun 1969 pada
percobaan binatang yang menemukan pemendekan masa hidup eritrosit segera sete-
lah timbul panas. Juga pada pasien artritis reumatoid dijumpai
hal yang sama.
2. Tidak adanya reaksi sumsum tulang terhadap adanya anemia pada penyakit kronik.
Reaksi ini merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada penyakit kronik. Keja-
dian ini telah dibuktikan pada binatang percobaan yang menderita infeksi kronik, di-
mana proses eritropoesisnya dapat ditingkatkan dengan merangsang binatang tersebut
dengan
pemberian eritropoetin.
3. Sering ditemukannya sideroblast berkurang dalam sumsum tulang disertai deposit
besi bertambah dalam retikuloendotelial sistem, yang mana ini menunjukkan terjad-
inya gangguan pembebasan besi dari sel
retikuloendotelial yang mengakibatkan berkurangnya penyedian untuk
eritroblast.
4. Terjadinya metabolisme besi yang abnormal. Gambaran ini terlihat dari adanya
hipoferemia yang disebabkan oleh iron binding protein lactoferin yang berasal dari
makrofag dan mediator leukosit endogen yang berasal dari leukosit dan makrofag.
Hipoferemia dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang berespons terhadap pe-
mendekan masa hidup eritrosit dan juga menyebabkan berkurangnya produksi eritro-
poetin yang aktif secara biologis.
5. Adanya hambatan terhadap proliferasi sel progenitor eritroid yang dilakukan oleh
suatu faktor dalam serum atau suatu hasil dari makrofag sumsum tulang.
6. Kegagalan produksi transferin.
Gambaran klinis anemia penyakit kronik
Anemia pada penyakit kronik biasanya ringan sampai dengan sedang dan
munculnya setelah 1–2 bulan menderita sakit. Biasanya anemianya tidak bertambah
progresif atau stabil dan mengenai berat ringannya anemia pada seorang penderita
tergantung kepada berat dan lamanya menderita penyakit tersebut. Gambaran klinis
dari anemianya sering tertutupi oleh gejala klinis dari penyakit yang mendasari
(asimptomatik).Tetapi pada pasien–pasien dengan gangguan paru yang berat, demam,
atau fisik dalam keadaan lemah akan menimbulkan berkurangnya kapasitas daya
angkut oksigen dalam jumlah sedang, yang mana ini nantinya akan mencetuskan
gejala. Pada pasien–pasien lansia, oleh karena adanya penyakit vaskular degeneratif
kemungkinan akan ditemukan gejala–gejala kelelahan, lemah, klaudikasio intermiten,
muka pucat dan pada jantung keluhannya dapat berupa palpitasi dan angina pektoris
serta dapat terjadi gangguan serebral. Tanda fisik yang mungkin dapat dijumpai
antara lain muka pucat, konjungtiva pucat dan takikardi.
Diagnosa anemia penyakit kronik
Diagnosis anemia penyakit kronik dapat ditegakkan melalui beberapa
pemeriksaan, antara lain dari:
1. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka
pucat, konjungtiva pucat, cepat lelah, lemah, dan lain–lain.
2. Pemeriksaan laboratorium, antara lain:
a. Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya
sekitar 7–11 gr/dL.
b. Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik
atau mikrositik ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai
pada sepertiga pasien anemia penyakit kronik.
c. Volume korpuskuler rata–rata (MCV: Mean Corpuscular Volume):
normal atau menurun sedikit (= 80 fl).
d. Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL).
e. Mampu ikat besi (MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity):
menurun (< 250 mug / dL).
f. Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%).
g. Feritin serum: normal atau meninggi (> 100 ng/mL).
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sumsum tulang dan
konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte Protophorphyrin),
namun pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil pemeriksaan
sumsum tulang kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur sel–sel
sumsum tulang dipengaruhi oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi
protoporfirin eritrosit bebas memang cenderung meninggi pada pasien anemia
penyakit kronik tetapi peninggiannya berjalan lambat dan tidak setinggi pada pasien
anemia defisiensi besi. Peninggiannya juga sejalan dengan bertambah beratnya
anemia. Oleh karena itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas lebih
sering dilakukan pada pasien – pasien anemia defisiensi besi.
Penatalaksanaan anemia penyakit kronik
Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit
kronik, kecuali pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya. Biasanya
apabila penyakit yang mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan baik, maka
anemianya juga
akan membaik. Pemberian obat–obat hematinik seperti besi, asam
folat, atau vitamin B12 pada pasien anemia penyakit kronik, tidak ada
manfaatnya.
Belakangan ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang mungkin
dapat membantu pasien anemia penyakit kronik, antara lain:
1. Rekombinan eritropoetin (Epo), dapat diberikan pada pasien–pasien anemia pen-
yakit kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno Deficiency
Syndrome (AIDS), dan inflamatory bowel
disease. Dosisnya dapat dimulai dari 50–100 Unit/Kg, 3x seminggu,
pemberiannya secara intra venous (IV) atau subcutan (SC). Bila dalam 2–3 minggu
konsentrasi hemoglobin meningkat dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh
menduga bahwa eritroit respons. Bila dengan
dosis rendah responsnya belum adekuat, maka dosisnya dapat ditingkatkan sampai
150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada
respons, maka pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan penyebab
yang lain, seperti anemia defisiensi besi. Namun ada
pula yang menganjurkan dosis eritropoetin dapat diberikan hingga
10.000–20.000 Unit, 3x seminggu.32
2. Transfusi darah berupa packed red cell (PRC) dapat diberikan, bila anemianya te-
lah memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena anemian-
ya jarang sampai berat.
3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada
pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik
dan polimialgia. Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan
gejala–gejala polimialgia akan segera hilang
dengan cepat. Tetapi bila dalam beberapa hari tidak ada perbaikan, maka pemberian
kortikosteroid tersebut segera dihentikan.
4. Kobalt klorida, juga bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik
dengan cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi oleh karena
efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan.
REHABILITASI KANKER
Status fungsional pasien kanker dapat dikorelasikan dengan hasil akhir dari penyakit yang
mendasarinya. Skala Status Kinerja Karnofsky, suatu ukuran status fungsional pasien kanker
yang paling banyak dipergunakan, memungkinkan suatu pengkategorian yang konsisten.
Cocokkan tujuan rehabilitasi dengan tingkat fungsional pasien.
Tabel 1. Skala Status Kinerja Karnofsky
Kategori Umum Indeks Kriteria Spesifik
100 Normal, tanpa keluhan,
tanpa bukti penyakit
90 Dapat melakukan aktivitas
normal, tanda atau keluhan
minor penyakit
80 Melakukan aktivitas normal
dengan usaha, beberapa
tanda dan keluhan penyakit
70 Merawat diri sendiri, tidak
dapat melakukan aktivitas
normal atau melakukan
pekerjaan
60 Kadang-kadang memerlukan
bantuan dari orang lain,
tetapi dapat merawat
keperluan sehari-hari
50 Memerlukan bantuan yang
cukup besar dari orang lain
dan seringkali memerlukan
perawatan medis
40 Tidak mampu, memerlukan
perawatan dan bantuan
khusus
30 Sangat tidak mampu,
dianjurkan dirawat di RS,
memerlukan perawatan
suportif aktif
20 Sangat sakit, perlu
perawatan di RS,
memerlukan perawatan
suportif aktif
10 Sekarat
0 Meninggal
Penanganan
Regimen yang diperlukan untuk memelihara fungsi meliputi mobilisasi, aktivitas, nutrisi,
sistem pendukung sosial, dan pengendalian rasa nyeri. Keseluruhan program ini diterapkan
bersamaan dengan intervensi spesifik berdasarkan sistem organ yang terkena.
Mobilisasi
Melakukan terapi fisik di tempat tidur untuk mengajarkan kemandirian dalam mobilitas di
tempat tidur, melakukan aktivitas seperti berguling dari sisi ke sisi dan bergerak dari posisi
terlentang ke posisi duduk, dan juga ketrampilan berpindak dari tempat tidur ke kursi.
Aktivitas
Berikan semangat kepada pasien semangat untuk mandiri semampu mungkin seperti
berpakaian, merawat diri, makan, serta mengerahkan kekuatan sendiri untuk bergerak