responsi ulkus dekubitus
DESCRIPTION
endokrinTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan kondisi fisik,
mental, fungsional dan sosial yang muncul pada perawatan fase akut, penyakit
kronis, rehabilitasi pencegahan, sosial dan situasi akhir hayat dari pasien lanjut
usia. WHO (2002) menggunakan usia 60 tahun sebagai cutoff pasien geriatri.
Cabang Ilmu yang kelompok pasien ini memiliki kerapuhan yang sangat dan
penyakit aktif yang multipel, yang membutuhkan pendekatan yang holistik. Ilmu
Geriatri melampaui pengobatan yang berbasis organ dan menawarkan terapi
dengan setting multidisplin dengan tujuan untuk mengoptimalisasi status
fungsional para lansia dan memperbaiki kualitas hidup dan otonomi lansia.
Ulkus dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit
normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan
tulang dan tidak sembuh dengan urutan waktu yang biasa. Gangguan ini dapat
terjadi pada semua kelompok usia, tetapi hal ini merupakan masalah yang
khusus pada lanjut usia. Biasanya terdapat warna kemerahan pada daerah
bagian tulang yang menonjol, atau bagian kulit yang mengelupas, terkoyak,
timbulnya blister dan nekrosis kulit (Potter dan Perry,2005)
Ulkus dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderita lanjut usia. Di negara –
negara maju, prosentase terjadinya decubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi
dalam dua minggu pertama perawatan. Sensus sehari pada sebuah rumah sakit
daerah di London; yang melibatkan kasus bedah orthopedi, geriatri dan psikiatri,
didapatkan 25 % dari seluruh kasus adalah penderita dengan dekubitus, dimana
10% nya adalah penderita dengan usia kurang dari 70 tahun sedangkan 40 %
nya adalah usia lanjut di daerah predisposisi untuk terjadinya dekubitus adalah
40% pada sacrum, 20 % pada tumit, 15% pada tuberositas os ischia dan 10%
sendi panggul (Wicaksono, 2013)
Adanya ulkus dekubitus mengganggu proses pemulihan pasien, mungkin
juga diikuti komplikasi dengan nyeri dan infeksi sehingga menambah panjang
lama perawatan. Ulkus dekubitus dapat menjadi sangat progresif dan sulit untuk
disembuhkan. Komplikasi ulkus dekubitus sangat sering dan mengancam
kehidupan. Komplikasi ulkus dekubitus serius dan tersering adalah infeksi. Pada
kelompok pasien geriatri dengan multipatologi dan daya cadangan faali yang
2
menurun, infeksi dapat pula menjadi sepsis, yaitu suatu respons sistemik
terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (Pendland, 2005)
Ulkus dekubitus dan sepsis termasuk dalam daftar masalah kesehatan
dan daftar penyakit individu yang harus dikuasai dokter umum menurut SKDI
2012. Oleh karena itu, pada makalah ini kami akan membahas lebih dalam
mengenai ulkus dekubitus beserta penatalaksanaan dari komplikasi tersering
ulkus dekubitus, yaitu sepsis, sehingga akan menambah pengetahuan dan
memudahkan dokter umum dalam mengenali dan menatalaksana permasalahan
ini sesuai kompetensinya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ulkus Dekubitus
2.1.1 Definisi
Ulkus dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan di
bawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya
penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan
gangguan sirkulasi darah setempat (Nuralaila, dr. Gadis.2006). Ulkus dekubitus
ini disebabkan karena tekanan yang berlebihan dan gesekan kuat yang terjadi
pada jaringan atau tulang yang menonjol (Moore and Cowman,2007)
Sedangkan MOH (2001) mendefinisikan ulkus dekubitus adalah sebagai suatu
area kerusakan kulit, otot dan jaringan dibawahnya yang terlokalisir akibat
peregangan, gesekan dan penekanan yang terus menerus. Black dan Hokarison
(2005) mendefinisikan ulkus decubitus adalah lesi pada kulit yang disebabkan
karena adanya tekanan yang berlebihan dan mengakibatkan kerusakan pada
bagian dasar jaringan. Tekanan akan mengganggu mikrosirkulasi jaringan lokal
dan mengakibatkan hipoksia, serta memperlancar pembuangan metabolik yang
dapat menyebabkan nekrosis (Bryant,2007)
2.1.2 Etiologi
Ulkus dekubitusdisebabkan oleh tekanan yang cukup kuat dalam jangka
waktu lebih pendek atau dengan tekanan yang rendah dalam jangka waktu yang
lebih lama sehingga mengganggu jalannya aliran darah ke kapiler. Kebutuhan
oksigen dan nutrisi jaringan juga terganggu.Tekanan ini lebih besar dari tekanan
arteri yang menyebabkan gangguan aliran darah sehingga terjadi iskemia dan
kerusakan jaringan.Tekanan darah kapiler berkisar antara 16-33 mmHg. Pada
usia lanjut yang mengalami immobilisasi tidak dapat merubah posisi, maka
tekanan pada sakrum akan terjadi sekitar 60–70 mmHg atau tumit sekitar 35-45
mmHg, tekanan ini melebihi tekanan kapiler sehingga berakibat timbulnya daerah
iskemia yang bila berlanjut akan terjadi nekrosis sehingga timbul ulkus decubitus.
Daerah yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah sacrum, tumit, tuberosita
ischail, trochanter major dan malleolus lateral (Nuralia, dr. Gadis.2012).Menurut
Bouten, ulkus dekubitus disebabkan oleh 3 teori, teori pertama karena tekanan
yang terus menerus pada jaringan tertentu yang menyebabkan kerusakan pada
jaringan karena terhambatnya alirah darah ke kapiler yang akhirnya jaringan
4
menjadi hipoksia. Teori yang kedua menjelaskan bahwa ulkus dekubitus dapat
disebabkan karena tegangan geser.Gesekan ini mengakibatkan keadaan yang
lebih parah dan secara signifikan mempercepat timbulnya ulkus dekubitus.Teori
yang terakhir ditujukan pada interstitium diantara sel dan kapiler terminal.
Tekanan mekanis dari luar akan mengubah tekanan interstitial, aliran cairan
interstitial, dan konsentrasi dari molekul dan ion. Tekanan ini juga mempengaruhi
transport nutrisi ke dalam sel yang dimana sel berfungsi sebagai drainase limfatik
produk buangan metabolisme tubuh (Bouten, Carlijn V.C.1996). Daerah yang
paling sering terjadi ulkus dekubitus adalah sakrum, tumit, tuberosita ischial,
trochanter major dan malleolus lateral.Berikut gambar 2.2.1 lokasi yang paling
sering terjadi ulkus dekubitus
Gambar 2.1 Lokasi dan Persentase Ulkus Dekubitus. 1: studi Yeoman dan
Hardy, 2: studi Dansereaou
2.1.3 Epidemiologi
Epidemiologi ulkus decubitus bervariasi di beberapa tempat, insiden
berkisar antara 0,4% - 38% di unit perawatan akut, 2,2 % - 23,9% di unit long
term care (perawatan) jangka panjang, 0% - 7% di home care (perawatan di
rumah) (Lyder CH,2003). Fasilitas perawatan akut di amerika serikat
5
memperkirakan 2,5 juta luka tekan ditangani setiap tahunnya (Reddy et al,2006).
Ayello (2007) menyebutkan prevalensi ulkus dekubitus 10-17% di perawatan
akut, 0-29% di perawatan rumah, 2,3-28% di tatanan perawatan jangka panjang,
dengan rentang insiden 0,4 – 38% di perawatan akut dan 2,2 – 23,9 % di
tatanan perawatan jangka panjang. Prevalensi ulkus dekubitus di Indonesia
dilaporkan dari RS Dr. Sardjito Yogyakarta sebesar 40 % (Purwaningsih,2001).
Di RS Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Oktober 2002 ditemukan kejadian
ulkus dekubitus sebesar 38,18% (Setyati,2002). Laporan mutu dari RS Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada tahun 2009 menunjukkan rata – rata
angka kejadian ulkus dekubitus periode November – Desember 2009 di Unit
Bedah pada tiga ruangan yaitu Mawar 0,5, Kutilang 12,8% dan Gelatik 0,45%.
2.1.4 Faktor Resiko
Terdapat 2faktor resiko pada ulkus dekubitus, faktor ekstrinsik dan faktor
intrinsik. Faktor ekstrinsik atau faktor dari lingkungan terdiri dari tekanan,
gesekan, kelembapan, panas, tinggal lama di internal care unit, istirahat dalam
waktu lama, menjalani proses operasi dalam waktu lama, dan menunggu waktu
operasi dalam waktu yang lama.Sedangkan pada faktor intrinsik berhubungan
dengan struktur, fungsi tubuh dan faktor personal. Faktor tersebut meliputi
malnutrisi, diabetes mellitus, memiliki riwayat memiliki ulkus dekubitus
sebelumnya, riwayat kandung kencing dan buang air besar inkontinen, usia
lanjut, penyakit kardiovaskular, penyakit saluran pernafasan, terganggunya
persepsi sensoris, serum albumin yang rendah, kadar hemoglobin yang rendah,
menurunnya status mental, jenis kelamin, patah tulang, edema, penyakit kritis,
menurunnya aliran darah, stroke, terganggunya mobilitas, dan berat badan
(Campbell,2009).
Sedangkan menurut Hartman, faktor resiko untuk ulkus decubitus dibagi
menjadi faktor resiko primer dan faktor resiko sekunder.Faktor resiko primer
terdapat pada orang yang mengalami imobilisasi. Imobilisasi sendiri ada 2
kriteria, imobilisasi total dan imobilisasi relative. Pada kasus imobilisasi total
apabila pergerakan spontan sudah tidak didapatkan, contohnya pada pasien
tidak sadar, pasien dengan bius total. Sedangkan imobilisasi relative didapatkan
gerakan spontan didapatkan terbatas, contohnya karena pengaruh obat yang
ada efek mengantuk/sedasi, patah tulang, sakit parah, multiple sclerosis,
paraplegia, hemiplegia, dan polyneuropathy. Sedangkan pada faktor resiko
sekunder, meliputi tidak cukupnya aliran darah ke kulit, demam, inkontinesia,
6
keadaan umum yang lemah, dan penuaan fisiologis pada kulit (Hartmann
AG,2008).
Berikut tabel pembagianfactor resiko dari ulkus decubitus.
Tabel 2.1. Faktor Resiko Ulkus Dekubitus (Bluestein, Am Fam Physician:2008;78(10):1186-1194)
Intrinsik Ekstrensik Mobilitas terbatas− Spinal cord injury− Cerebrovascular accident− Gangguan neurologi
progresif(Parkinson, Alzheimer, multiple sclerosi)
− Nyeri − Fraktur − Perawatan setelah operasi− Koma atau tidur− Arthropathies Nutrisi Buruk− Anoreksia− Dehidrasi− Geligi yang buruk/tidak sehat/tidak
bergigi− Keterbatasan diet/gizi− Lemahnya indera penciuman dan
pengecap− Kemiskinan atau kurangnya
asupan makanan Komorbiditas− Diabetes mellitus− Depresi atau psikosis− Vasculitis atau penyakit vaskuler
kolaen lainnya − Penyakit vaskuler perifer− Penurunan sensasi nyeri− Immunodefciency atau
penggunaan terapi kortikosteroid− Gagal jantung kongesti− Keganasan − Gagal ginjal− Penyakit paru obstruktif kronik− Dementia Aging skin− Elastisitas menurun− Aliran darah kulit menurun− Perubahab pH kulit− Flattening of rete ridges− Hilangnya lemak subkutan− Aliran darah dermal-epidermal
Penekanan dari permukaan yang keras (tempat tidur, kursi roda, tandu)
Gesekan karena ketidakmampuan pasien bergerak di tempat tidur
Pergeseran karena pergerakan otot Kelembapan
− Inkontinensia urin atau alvi− Keringat berlebihan− Aliran udara pada luka
7
menurun
Sedangkan menurut Braden dan Bergstrom (1987) dalam Handayani (2010)
faktor – faktor yang berhubungan dengan resiko terjadinya ulkus decubitus
diuraikan sebagai berikut :
2.1.4.1 Faktor Tekanan
Efek patologis tekanan yang berlebihan dihubungkan dengan intensitas
tekanan dan
durasi tekanan
2.1.4.1.1 Intensitas Tekanan
Intensitas tekanan menggambarkan besarnya tekanan antar muka
kulit bagian luar dengan permukaan matras. Jika tekanan antar muka
melebihi tekanan kapiler maka pembuluh kapiler akan kolaps dan
selanjutnya jaringan akan hipoksia dan iskemi. Tekanan kapiler rata – rata
diperkirakan 32 mmHg di arteriol, 30 – 40 mmHg di akhir arteri, 25 mmHg
di pertengahan arteri, 12 mmHg di vena, dan 10-14 mmHg di bagian akhir
vena. Lindan (1961) dalam Bryant (2007) mengukur tekanan antar muka
laki – laki dewasa sehat dalam posisi supine, prone, sidelying dan duduk
di atas bed percobaan mendapatkan data tekanan antar muka antara 10
0 100 mmHg. Tekanan antar muka 300 mmHg ditemukan pada posisi
duduk tanpa alas kursi (Kosiak dalam Bryant, 2000). Pada individu sehat,
tekanan antar muka tidak selalu akan mengakibatkan hipoksia karena
individu sehat mempunyai kemampuan mengenali sensasi dengan baik
sehingga mampu berpindah posisi ketika merasa tidak nyaman, tapi pada
individu yang tidak mampu mengenali sensasi ataupun tidak mampu
berpindah posisi dengan sendirinya tekanan antar muka akan berisiko
mengakibatkan hipoksia.
2.1.4.1.2 Faktor Durasi Tekanan
Durasi tekanan digambar kan sebagai lama periode waktu
tekanan yang diterima oleh jaringan. Hubungan antara intensitas dan
durasi tekanan dengan terbentuknya iskemi jaringan. Secara lebih
spesifik dinyatakan intensitas tekanan yang rendah dalam waktu yang
lama dapat membuat kerusakan jaringan dan sebaliknya intensitas
tekanan tinggi dalam waktu singkat juga akan mengakibatkan kerusakan
jaringan (Bryant, 2007).
8
Potter and Perry (2005) menyatakan luka akan terjadi sebagai
hubungan antara waktu dan tekanan. Semakin besar tekanan dan
durasinya, maka semakin besar insiden terbentuknya luka. Kulit dan
jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa stekanan, namun pada
tekanan eksternal yang besar dan melebihi dari tekanan kapiler akan
menurunkan aliran darah ke jaringan sekitarnya, jika tekanan dihilangkan
pada saat sebelum titik kritis maka sirkulasi ke jaringan tersebut akan
pulih kembali.
2.1.4.1.3 Faktor Toleransi Jaringan
Faktor toleransi jaringan dideskripsikan sebagai kemampuan kulit
dan struktur pendukungnya untuk menahan tekanan tana akibat yang
merugikan. Kemampuan tersebut dilakukan dengan cara
mendistribusikan tekanan yang diterima ke seluruh permukaan jaringan
sehingga tidak bertumpu pada satu lokasi. Integritas kulit yang baik,
jaringan kolagen, kelmbapan pembuluh limfe, pembuluh darah, jaringan
lemak dan jaringan penyambung berperan dalam baik atau tidaknya
toleransi jaringan seorang individu. Konsep toleransi jaringan ini pertama
kali didiskusikan oleh Trumble (1930) dan selanjutnya Hussain (1953)
membuktikan dengan sensitisasi otot tikus dengan 50 mmHg tekanan
dalam waktu 1 jam terjadi degenerasi jaringan Pada jaringan yang kurang
baik akan lebih mudah mengalami ulkus decubitus disbanding jaringan
yang toleransinya baik jika diberi intensitas tekanan yang sama
(Bryant,2007).
2.1.5 Tipe Ulkus Dekubitus
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus
decubitus dan perbedaan temperature dari ulkus dengan kulit sekitarnya,
decubitus dapat dibagi menjadi tiga tipe :
1. Tipe normal
2. Tipe arteriosklerotik
3. Tipe terminal
Ulkus dekubitus tipe normal, mempunyai beda temperatur sampai dibawah
lebih kurang 2,5℃ dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam
perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat
akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh – pembuluh darah sebenarnya
baik.Ulkus dekubitus tipe arteriosklerotik, mempunyai beda temperatur kurang
9
dari 1℃ antara daerah ulkus dengan kullit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan
gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterosklerotik) ikut
berperan untuk terjadinya decubitus disamping faktor tekanan. Dengan
perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.Sedangkan untuk
ulkus dekubitus tipe terminal terjadi pada penderita yang akan meninggal dan
tidak dapat menyembuh (Nuralaila, dr. Gadis,2006).
2.1.6 Patofisiologi Ulkus Dekubitus
Patofisiologi dari ulkus decubitus dimulai dari meningkatnya tekanan
cairan interstitial, lalu terjadi penurunan sirkulasi arteri, akibat tertekannya arteri
yang terlalu lama, maka kapiler akan kolaps dan mengalami thrombosis. Terjadi
kehilangan cairan interstitial melalui kapiler.Tidak lama kemudian, terjadi edema
pada jaringan, lalu terjadi lisis pada jaringan. Setelah lisis, maka nutrisi dan
oksigen jaringan akan menurun. Pada akhirnya terjadi proses inflamasi lalu
iskemik,tidak lama kemudian jaringan nekrosis / mati dan ulkus muncul (Rappi,
Laurie and Hamm,Rose, 2009).
Tekanan darah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg – 33 mmHg. Kulit
akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih
berkisar pada batas – batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang
penderita imobilisasi pada tempat tidur secara pasif dan berbaring di atas kasur
busa biasa maka tekanan daerah sacrum akan mencapai 60 – 70 mmHg, dan
daerah tumit mencapai 30 – 45 mmHg. Tekanan ini akan menimbulkan daerah
iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis jaringan kulit. Percobaan pada
binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversible
bila kurang dari 2 jam. Seseorang yang terpaksa berbaring berminggu minggu
tidak akan mengalami dekubitus selama dapat berganti posisi perjamnya
(Ichwani, 2011).
Selain faktor tekanan ada beberapa faktor lain yang dapat memengaruhi
timbulnya dekubitus yaitu sebagai berikut :
- Terjadinya regangan pada kulit oleh karena tubuh bergerak melorot ke
bawah pada penderita yang berada pada posisi setengah duduk atau
separuh berbaring
- Pada penderita usia lanjut yang cachectis atau sangat kurus, kulit pada
daerah yang terkena yang terkena tekanan dapat terlipat oleh karena
gesekan dengan alas tempat tidur sehingga kulit seakan akan tertinggal
10
dari bagian tubuh yang lain (Ichwani, 2011). Berikut bagan alur terjadinya
ulkus dekubitus.
Gambar 2.2 Bagan Alur Patofisiologi Ulkus Dekubitus (Bryant. 2008)
2.1.7 Lokasi Ulkus Dekubitus
Lokasi ulkus dekubitus seebenarnya bisa terjadi diseluruh permukaan
tubuh bila mendapat penekanan secara terus menerus.Namun yang paling
sering terbentuk pada daerah kulit diatas tulang yang menonjol. Lokasi tersebut
diantaranya adalah
- Tuberositas Ischii (Frekuensinya mencapai 30%) dari lokasi tersering
- Trochanter Mayor (Frekuensinya mencapai 20% dari lokasi tersering
TEKANAN
Oklusi pembuluh darah
Hipoksia jaringan
Pallor
Tekanan dihilangkan Tekanan menetap
Hiperemia Reaktif
Hipoksia berubah
Resolusi
Iskemi Jaringan
Akumulasi sampah metabolik
Akumulasi protein di ruang interstitial
meningkat
Kebocoran kapiler karena permeabilitas
meningkat
Edema jaringan
Perfusi buruk
ULKUS DEKUBITUS
11
- Sacrum (Frekuensinya mencapai 15%) dari lokasi tersering
- Tumit (Frekuensinya mencapai 10%) dari lokasi tersering
- Maleolous
- Genu
- Lainnya meliputi cubiti scapula dan processus spinosus vertebrae
Gambar 2.3. Lokasi yang Beresiko Mengalami Ulkus Dekubitus (Handayani,
2010)
2.1.8 Diagnosis Ulkus Dekubitus
Diagnosis ulkus dekubitus ditentukan berdasarkan atas gejala maupun tanda yang ditemukan pada kulit. Gejala klinis biasanya berupa kulit kemerahan sampai terbentuknya ulkus. Kerusakan dapat meliputi epidermis, dermis, jaringan otot sampai tulang. Kerusakan area di bawah ulkus dapat lebih besar daripada ukuran ulkus itu sendiri (Firdausi,2011) Tipe ulkus dekubitus ada tiga yaitu tipe normal, arteriosklerosis dan terminal, seperti pada tabel 2.2.2 (Ichwani,2011)Tabel 2.2.Tipe Ulkus DekubitusTipe Manifestasi Klinis Perkiraan
Lama Perawatan
Normal Beda temperatur dengan kulit sekitarnya hingga dibawah lebih kurang 2,5ºC
6 Minggu
Arterioskeloris Selain faktor tekanan, terdapat gangguan aliran darah akibat arteriosklerosis. Beda temperatur dengan kulit sekitarnya < 1ºC
16 Minggu
Terminal Terjadinya pada pasien yang akan
meninggal
Tidak sembuh
12
Setiap pasien yang mempunyai faktor resiko terjadinya ulkus dekubitus
harus dilakukan penilaian resiko terjadinya ulkus dekubitus yang meliputi status
kesehatan secara umum, pemeriksaan kondisi kulit, identifikasi adanya ulkus
dekubitus sebelumnya, dan penentuan nilai Braden Score atau Norton score
sebagaimana dianjurkan oleh Agency for Health care policy and Reserch
(AHCPR)(Firdausi,2011).
Tabel 2.3 Skor NortonNama penderita Skor Tanggal
Kondisi FisikBaikLumayanBurukSangat buruk
4321
KesadaranKompos mentisApatisSoporStupor/koma
4321
AktivitasAmbulanAmbulan dengan bantuanHanya bisa dudukTiduran
4321
MobilitasBergerak bebasSedikit terbatasSangat terbatasTidak bisa bergerak
4321
InkontinensiaTidakKadang-kadangSering inkontinensi urinInkontinensia urin dan alvi
4321
Keterangan :Skor ≥ 14:: resiko sangat kecil, Skor 12-13 : resiko sedang, Skor ≤ 12 : resiko 50 kali lebih besar
Penilaian ulkus meliputi evaluasi medis pasien secara lengkap. Riwayat
penyakit meliputi onset dan durasi ulkus, perawatan ulkus sebelumnya, faktor
resiko, dan masalah kesehatan dan pengobatan lainnya. Faktor lain seperti
kesehatan psikologi, prilaku dan status kognitif,sosial dan sumber penghasilan,
dan terjangkaunya fasilitas pelayanan kesehatan juga merupakan hal yang
penting pada penilaian awal pasien dan mungkin akan berdampak pada rencana
terapi. Adanya ulkus dekubitus dapat menunjukkan pasien tidak dapat
13
menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan. Pasien tersebut mungkin
memerlukan pelayanan perawatan atau tenaga kesehatan perlu pelatihan.
Pasien dengan gangguan komunikasi dan sensorik lebih rentan terjadi ulkus
dekubitus karena meraka tidak merasakan nyeri atau mereka menyatakan tidak
merasa nyaman dengan cara tidak khas (Bluestein D dan Javaheri A,2008).
Penilainya ulkus dekubitus juga melihat jumlah, lokasi dan ukuran
(panjang,lebar dan kedalaman) dan menilai adanya eksudat, bau, saluran sinus,
nekrosis, eskar formation, tunneling, undermining, infeksi, penyembuhan
(granulation and epithelialization) dan tepi luka. Stadium tersebut bisa sulit
ditentukan sampai pengelupasan kulit dan eschar di lepaskan dari dasar luka.
Paling penting adalah menentukan stadium ulkus dekubitus, menurut National
Pressure Ulcer Advisory Panel’s staging system (NPUAP) ada 6 stadium ulkus
dekubitus seperti terlihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Stadium Ulkus Dekubitus (NPUAP, 2014)
Stadium 1Reaksi peradangan terbatas pada epidermis,tampak sebagai daerah kemerahan/eritema, indurasi atau lecet
Stadium 2Reaksi lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemak subkutan. Tampak sebagai ulkus yang dangkal, tepi jelas dan perubahan warna pigmen kulit
Stadium 3Ulkus lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan, menggaung dan berbatasan dengan fascia otot
Stadium 4Perluasan ulkus menembus otot sehingga tampak tulang di dasar ulkus serta dapat mengakibatkan infeksi pada tulang dan sendi
UnstageableDasar ulkus tertutup lapisan berwarna kuning, coklat, abu-abu atau hijau
14
Dicurigai Deep Tissue InjuryPerubahan warna kulit menjadi merah keungungan pada kulit yang utuh, bila berisi darah, perabaan terasa lunak seperti bubur, nyeri, lebih hangat atau dingin dibanding jaringan sekitarnya
2.1.9 Pencegahan Ulkus Dekubitus
Banyak tinjauan literatur mengindikasikan bahwa luka dapat
dicegah.Meskipun kewaspadaan perawat dalam memberikan perawatan tidak
dapat sepenuhnya mencegah terjadinya ulkus dekubitus dan perburukannya
pada beberapa individu yang sangat berisiko tinggi. Dalam kasus seperti ini,
tindakan intensif yang dilakukan harus ditujukan untuk mengurangi faktor risiko,
melaksanakan langkah – langkah pencegahandan mengatasi ulkus dekubitus.
Upaya pencegahan luka tekan dinyatakan dalam beberapa literature (Handayani,
2010) yang merujuk kepada beberapa hasil penelitian dan evidence secara garis
besar terdiri dari upaya – upaya :
2.1.9.1 Pengkajian risiko dengan menggunakan tool
Beberapa tool pengkajian telah dikembangkan seperti Braden,s
Scale, Norton’s, Waterflow’s, clinical judgement dan lain – lain. Namun
menurut AHCPR(2008) hanya Braden’s Scale dan Norton’s yang telah
dan sedang di uji secara ekstensif. Braden’s Scale telah diuji
penggunannya pada setting perawatan medical bedah, perawatan intensif
dan nursing home. Sedangkan Norton’s telah diuji pemakaiannya pada
unit perawatan usia lanjut di rumah sakit.
2.1.9.2 Perawatan kulit
Perawatan kulit bertujuan untuk mencegah terjadinya ulkus
dekubitus melalui upaya – upaya mempertahankan dan memperbaiki
toleransi kulit terhadap tekanan. Perawatan kulit menurut Deasley (2009)
terdiri dari tindakan – tindakan seperti :
- Pengkajian kulit dan resiko ulkus dekubitus
- Massage
- Manajemen kulit kering
- Manajemen kulit lembab yang berlebihan
2.1.9.3 Dukungan permukaan
Dukungan permukaan termasuk pelapisan (ditempatkan di atas
tempat tidur standar) atau kasur khusus.Ada 2 jenis dukungan permukaan
statis tanpa bergerak dan dinamis dengan bagian yang bergerak yang
15
dijalankan oleh energy.Matras udara dan air efektif tetapi mungkin bocor,
jadi mereka perlu terus – menerus dirawat. Kadang – kadang digunakan
glove yang diisi dengan air atau bantalan donat. Namun bantalan donat
kini mulai ditinggalkan karena terbukti menimbulkan efek tekanan baru
pada area pinggir donat. Termasuk upaya memperbaiki dukungan
permukaan adalah menjaga alat tenun.Tetap licin dan kencang, kasur
yang rata dan tebal serta pemberian bantal pada area – area berisiko
tekanan seperti tumit, siku, bahu dan sakrum (Handayani,2010)
2.1.9.4 Nutrisi
Nutrisi adalah faktor pendukung yang penting untuk
mempertahankan kulit yang sehat dan elastis. Pemberian secara oral,
parenteral maupun melalui sonde feeding sama efektifnya asalkan jumlah
yang diberikan cukup sesuai kebutuhan. Suplemen nutrisi dapat diberikan
jika diperlukan. Beberapa penelitian menunjukkan nutrient yang penting
untuk pencegahan dan proses penyembuhan luka tekan adalah protein,
vitamin C, kalori, zat besi dan zink (Handayani,2010)
2.1.9.5 Posisi dan reposisi
Karena penyebab utama luka tekan adalah yang terus menerus di
suatu tempat maka menghindari penekanan terus menerus di satu tempat
dengan cara reposisi menjadi penting. Hasil penelitian Defloor et al (2005)
dari Reddy et al (2006) menyatakan perubahan posisi setiap 4 jam diatas
matras busa khusus mampu menurunkan insiden luka tekan
dibandingkan dengan reposisi setiap 2 jam diatas kasus standar.
Beberapa penelitian yang juga menganjurkan penggunaan posisi miring
30° dengan cara mengganjal bantal dibagian bokong dan salah satu kaki
(Handayani,2010). Seluruh upaya pencegahan luka tekan dilaksanakan
secara multidisiplin karena pencegahan luka tekan menjadi tanggung
jawab tidak hanya perawat, dokter tetapi juga keluarga pasien dan semua
orang yang terlibat dalam perawatan pasien.Skema 2.2.6 menjelaskan
pathway pencegahan ulkus decubitus.
16
17
Gambar 2.4 Bagan Alur Pengkajian dan Pencegahan Ulkus Dekubitus dari IEWCAP (2008)
2.1.10 Manajemen Ulkus Dekubitus
Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah
terjadinyadekubitus dengan mengenal penderita dengan resiko tinggi terjadinya decubitus,
misalnya pada penderita yang im-mobil dan konfusio (Nuralia, dr. Gadis, 2006).
Usaha untuk meramalkan akan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai
system skor dari Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya resiko tinggi untuk
terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita
(Nuralia, dr. Gadis, 2006).
Penerimaan
Pengkajian kulit dengan seksama (termasuk riwayat)
Ya Membuat perencanaan individu untuk mengatasi dan mencegah erusakan
kulit lebih lanjut
Pengkajian risiko ulkus decubitus harian :Braden’s scale atau tool yang telah validReview holistic lengkap untuk faktor risiko
Braden score > 18
Apakah ada resiko kerusakan kulit atau ulkus
dekubitus
Braden score < 18 atau faktor resiko lain
Membuat intervensi dengan target masing – masing area resiko dan
termasuk rencana perawatan individu
Review hasil rencana dan tindakan
Pengkajian risiko ulkus decubitus
harian
Tidak
YaTidak
Braden ScoreBerisiko 15 – 18Risiko sedang 13 – 14Risiko tinggi 10 – 12Risiko sangat tinggi <9
18
Tindakan berikutnya adalah menjaga kebersihan penderita khususnya kulit,
dengan memandikan setiap hari.Sesudah dikeringkan dengan baik dan digosok
dengan lotion, terutama di bagian kulit yang ada pada tonjolan – tonjolan
tulang.Sebaiknya masase untuk melancarkan sirkulasi darah. Semua
eksreta/sekreta, harus dibersihkan dengan hati – hati agar tidak menyebabkan
lecet pada kulit penderita (Nuralia, dr. Gadis, 2006).
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun
setelah terjadinya dekubitus adalah :
a. Meningkatkan status kesehatan penderita :
o Umum : Memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita misalnya
anemia diatasi, hipoalbuminemi dikoreksi, nutrisi dan hidrasi yang cukup,
vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan.
o Khusus : Coba mengatasi / mengobati penyakit – penyakit yang
ada pada penderita, misalnya diabetes yang belum terkontrol baik, paru,
dan sebagainya.
b. Mengurangi/memeratakan factor tekanan yang mengganggu aliran darah :
o Alih posisi/alih baring / tidur selang seling, paling lama tiap dua jam
Keberatan cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang
kadang –
kadang sudah sangat kurang, dan dapat mengganggu istrahat penderita
bahkan
menyakitkan.
o Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekanan yang terjadi pada tubuh
penderita, misalnya :
o Kasur dengan gelombang tekanan udara yang naik turun
o Kasur air yang temperature airnya dapat diatur
Keberatan perlengkapan canggih ini adalah harganya mahal,
perawatannya sendiri harus baik dan dapat rusak (Nuralia, dr. Gadis.2006)
Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat
terganggu, dapat dikurangi antara lain :
Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya,
atau sudah memungkinkan untuk duduk di kursi. Bantuan dai balok penyangga
kedua kaki, bantal – bantal kecil untuk menahan tubuh penderita, “kue donat”
untuk tumit, dapat mendukung usaha pencegahan dan pengobatan decubitus. Di
19
luar negeri sering dimanfaatkan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal
sebagai alas tubuh penderita (Nuralia, dr. Gadis, 2006)
Begitu tampak darah yang hiperemis pada tubuh penderita, khususnya
pada tempat tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha – usaha di atas
harus dikerjakan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi.
Sebab, sekali terjadi kerusakan jaringan upaya penyembuhan akan lebih rumit
(Ichwani, 2011).
o Pada suspected deep tissue injury dan Dekubitus stadium I
Kulit kemerahan dibersihkan hati – hati dengan air hangat dan abun, diberi
lotion, pemijatan secara hati – hati 2 – 3 kali sehari.
o Dekubitus stadium II
Perawatan luka secara septik dan aseptik.Daerah yang terkena diberi
rangsang dingin dan panas berganti ganti untuk merangsang sirkulasi.Salep
topical dapat diberikan untuk merangsang jaringan granulasi.
o Dekubitus stadium III
Usahakan luka selalu bersih, eksudat sedapatnya dapat mengalir
keluar.Pembalut tidak terlalu tebal agar jaringan tetap mendapatkan oksigen
dan penguapan secara optimal.Kelembapan luka dijaga tetap bersih, hal ini
untuk mempermudah regenerasi sel – sel kulit.Luka yang kotor dapat
dibersihkan dengan cadiran NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik juga dapat
diberikan
o Dekubitus stadium IV
Penatalaksanaan seperti derajat III.Dilakukan nekrotomi, agar jaringan –
jaringan dapat timbul dan tidak terhalang jaringan nekrotik. Beberapa usaha
untuk mempercepat penyembuhan luka antara lain adalah preparat enzim,
fototerapi dengan infra merah monokromatik, obat anti-agregaai platelet
untuk maksud preventif dan preparat topical yang mengandung kolagenase.
o Pada dekubitus yang unstageable harus dilakukan debridemen sebelum
dilakukan terapi selanjutnya.
(Ichwani, 2011)
Debridement adalah membersihkan jaringan nekrotik dan debris yang
memicu infeksi, menghambat granula dan penyembuhan.Penentuan stadium
ulkus juga tidak dapat dilakukan dengan tepat jika jaringan nekrotik belum
dibersihkan.Terdapat tiga prosedur debridemen yang umum digunakan yaitu
debridemen enzimatis, debridemen mekanik, dan debridemen tajam.Sedangkan
20
untuk dressing luka, bertujuan untuk memelihara kelembapan luka. Kelembapan
luka yang baik akan meningkatkan kecepatan penyembuhan dibandingkan
apabila luka dibiarkan terpapar udara. Pemilihan jenis dressing tergantung pada
kondisi ulkus dan karakteristik dressing.Berikut adalah tabel pilihan berbagai
jenis dressing untuk ulkus dekibitus (Ichwani, 2011).
Tabel 2.5 Pilihan Berbagai Jenis Dressing untuk Ulkus Dekubitus
AgentMechanism
of ActionDressing Changes
Benefits Side Effects Notes
Hydrocolloid Maintains moist environment
Change 3 to 7 days, depending on drying
Accelerates rate of healing compared to dry dressing
None Five trials have shown improved rate healing compared to dry dressings; no difference among types of hydrocolloid has been found
Hydogel Mainstains moist environment
Daily to four times per day depending on drying
Accelerates rate of healing compared to dry dressing
None Moist trials have not shown inferiority compared to hydroclloid dressings
Film Dressing Protects wound
Daily or less frequently
Use insuperficial ulcer may protect undamaged skin
None Most trials have not shown inferiority compared to hydrocolloid dressings
Alginates Absorbent maintains moist environment when sufficient wound fluid is present
Daily to less frequently depending on exudate
Absorbs exudates
None May be useful in overly moist wound; may be used under other dressing or sequentially with other dressings
Moist saline gauze
Mainstains moist environment
Three times daily or more frequently
Mainstains moist environment
May macerate healthy tissue
Most trials show superiority of hydrocolloid dressing
Petroleum gauze
dressing
Maintains moist environment
Daily to four times daily
Maintains moist environment
None May require more frequent dressings changes
Hypertonic saline wet
gauze dressing
Maintains moist environment
Twice daily to more frequently
Has antimicrobial activity
Hypertonicity may damage healthy tissue
Iodine solution wet
gauze dressing
Broad spectrum antiseptic
Daily to four times daily
Has antimicrobial activity
May damage healthy tissue
Specifically not recommended by some experts due to potential toxicity fibroblasts
(Ichwani, 2011)
21
Pemberian antibiotika pada penderita ulkus dekubitus stadium tertentu
juga diperlukan.Khususnya antibiotika topikal jika didapatkan koloni bakteri
sangat banyak namun penggunaan rutin secara umum tidak
direkomendasikan.Pemberian antibiotika sistemik hanya diindiksikan pada pasien
dengan sepsis, selulitis dan osteomyelitis. Pemberian antibiotika awal
berspektrum luas untuk kuman gram – positif dan negative serta anaerob dapat
diberikan sambil menunggu hasil kultur. Ampicilin-sulbactam, imipenem,
meropenem, tikarsilin klavunat, piperasilin tazobactan, serta kombinasi
klindamisin dengan siprofloksasin atau aminoglikosida merupakan pilihan yang
sesuai untuk terapi inisial (Ichwani, 2011).
2.1.11 KIE Pasien Ulkus Dekubitus
Edukasi pada pasien bertujuan agar pasien dan keluarga terlibat aktif
dalam perawatan ulkus. Pemahaman pasien bias mencegah timbulnya ulkus
baru, dan penunggu pasien (caregiver) menjadi lebih faham pada pencegahan
dan perawatan ulkus dekubitus di rumah. Berikut adalah tabel edukasi pasien
ulkus decubitus (Nuralia, dr. Gadis.2012).
Tabel 2.6 Topik Edukasi yang Diberikan pada Pasien
No Topik Edukasi
1 Ciri – ciri kulit yang sehat dan kulit yang tidak sehat
2 Faktor resiko ulkus decubitus dan strategi mencegahnya
3 Penilaian kulit, perawatan dan pembersihan
4 Nutrisi yang bagus untuk mencegah ulkus dan membantu penyembuhan
ulkus decubitus
5 Teknik untuk mengurangi tekanan : memiringkan pasien / turning,
memposisikan yang benar/posisioning, alat bantu mengurangi
tekanan/devices dan support surfaces
6 Teknik untuk mencegah trauma karena friction dan shear
7 Mengurangi nyeri
2.2 Sepsis
2.2.1 Definisi Sepsis
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya
respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme.
Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ
berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.
22
2.2.2 Derajat Sepsis
Menurut Guntur (2008), sepsis dapat diklasifikasikan sebagai berikut
Tabel 2.7 Derajat Sepsis
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Ditandai dengan .2 gejala sebagai berikut:a) Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)b) Takipnea (resp >20/menit)c) Tachycardia (nadi >100/menit)d) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia
<4.000/mm> atau 10% cell imatureSepsis SIRS disertai focus infeksi yang jelasSepsis Berat Sepsis yang disertai hipoperfusi jaringan atau
disfungsi organ.Sepsis-induced Hipotensi
Tekanan sistolik < 90 mmHg atau MAP < 70 mmHg atau sistolik menurun > 40 mmHg pada kondisi tidak ada penyebab hipotensi lainnya.
Syok Septic Sepsis induced hypotension yang menetap walaupun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat
2.3 Penatalaksanaan Ulkus Dekubitus dengan Sepsis
Penatalaksanaan ulkus dekubitus harus dilakukan dengan baik dan
terpadu, karena proses penyembuhannya yang membutuhkan waktu yang lama.
Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR) telah membuat standar
baku dalam penatalaksanaan ulkus dekubitus (Bergstrom, 1994). Ketika ulkus
dekubitus telah terbentuk, maka pengobatan harus diberikan dengan segera.
Pengobatan yang diberikan dapat berupa tempat tidur yang termodifikasi baik
untuk penderita ulkus dekubitus, pemberian salap, krim, ointment, solution, kasa,
gelombang ultrasonik, atau lampu panas ultraviolet, gula, dan tindakan bedah.
Pemilihan terapi, tergantung pada stadium ulkus dekubitus dan tujuan
pengobatan.seperti proteksi, pelembaban dan membuang jaringan nekrosis. Hal
yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah
1. Perawatan luka harus dibedakan ke dalam metode operatif dan
nonoperatif.
2. Perawatan luka dengan metode nonoperatif dilakukan untuk ulkus
dekubitus stadium 1 dan 2, sedangkan untuk stadium 3 dan 4 harus
menggunakan metode operatif.
3. Sekitar 70-90% ulkus dekubitus adalah superfisial dan sembuh dengan
penyembuhan sekunder.
4. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus.
23
Secara umum penatalaksanaan ulkus dekubitus dibagi menjadi
nonmedikamentosa dan medikamentosa.
A. Nonmedikamentosa
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan nonmedikamentosa adalah
meliputi pengaturan diet dan rehabilitasi medik. Seperti telah disebutkan di atas,
nutrisi adalah faktor risiko untuk terjadinya ulkus dekubitus.
Pemberian diet yang tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral akan
meningkatkan status gizi penderita ulkus dekubitus. Meningkatnya status gizi
penderita ini akan memperbaik sistem imun penderita sehingga mempercepat
penyembuha ulkus dekubitus.
Terapi rehabilitasi medik yang diberikan untuk penyembuhan ulkus
dekubitus adalah dengan radiasi infra merah, short wave diathermy, dan
pengurutan. Tujuan terapi ini adalah untuk memberikan efek peningkatan
vaskularisasi sehibgga dapat membantu penyembuhan ulkus. Sedangkan
penggunaan terapi ultrasonik, sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya
terhadap terapi ulkus dekubitus.
B. Medikamentosa
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan metode medikamentosa meliputi:
1. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya
Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih
cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian,
pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan
NaC1 0,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan
Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
Kompres yang diberikan pada ulkus dekubitus adalah semipermiabel dan
tertutup, yang memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan transfer
penguapan air dari kulit dan mencegah maserasi kulit. Selain itu, kompres
dapat mencegah terjadinya infeksi sekunder dan mencegah faktor trauma.
Tetapi, kompres ini tidak berfungsi baik pada pasien dengan diaforesis dan
eksudat yang banyak.
Beberapa kategori untuk kompres dan topikal yang dapat digunakan
adalah antimikrobial, moisturizer, emollient, topical circulatory stimulant,
kompres semipermiabel, kompres kalsium alginate, kompres hidrokoloid dan
24
hidrogel, penyerap eksudat, kompres dari basah/lembab ke kering dan ezim
dan cairan atau gel pembentuk film.
Table 2.8 Delapan Tipe Kompres Mayor dan karakteristiknya
Major Dressing Categories
Key Performance Characteristics
Alginates (sheets and fillers)
Exudate absorption, obliterate dead space, and autolytic debridement
Foams (sheets and fillers)
Obliterate dead space, retain moisture, exudate absorption, and mechanical debridement
Gauzes (woven and nonwoven)
Obliterate dead space, retain moisture, absorb exudate, and mechanical debridement
Hydrocolloids (wafers and fillers)
Occlusion, moisture retention, obliterate dead space, and autolytic debridement
Hydrogels (sheets and fillers)
Retain moisture and autolytic debridement
Transparent films Occlusion, retain moisture, and autolytic debridement
Wound fillers Obliterate dead space, absorb exudate, retain moisture, and autolytic debridement
Wound pouches Exudate control
2. Mengangkat jaringan nekrotik.
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari
bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan
jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan
nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan ulkus. Terdapat 7 metode
yang dapat dilakukan antara lain,
Autolytic debridement. Metode ini menggunakan balutan
yang lembab untuk memicu autolisis oleh enzim tubuh. Prosesnya lambat
tetapi tidak menimbulkan nyeri.
Biological debridement, or maggot debridement therapy.
Metode ini menggunakan maggot (belatung) untuk memakan jaringan
nekrosis. Oleh karena itu dapat membersihkan ulkus dari bakteri. Pada
Januari 2004, FDA menyetujui maggot sebagai live medical devic untuk
ulkus dekubitus.
Chemical debridement, or enzymatic debridement. Metode
ini menggunakan enzim untuk membuang jaringan nekrosis.
25
Mechanical debridement. Teknik ini menggunakan gaya
untuk membuang jaringan nekrosis. Caranya dengan menggunakan kasa
basah lalu membiarkannya kering di atas luka kemudian mengangkatnya.
Teknik ini kurang baik karena kemungkinan jaringan yang sehat akan ikut
terbuang. Pada ulkus stadium 4, pengeringan yang berlebihan dapat
memicu terjadinya patah tulang atau pengerasan ligamen.
Sharp debridement. Teknik ini menggunakan skalpel atau
intrumen serupa untuk membuang jaringan yang sudah mati.
Surgical debridement. Ini adalah metode yang paling
dikenal. Ahli bedah dapat membuang jaringan nekrosis dengan cepat
tanpa menimbulkan nyeri.
Ultrasound-assisted wound therap. Metode ini memisahkan
jaringan nekrosis dari jaringan yang sehat dengan gelombang ultrasonik.
3. Menurunkan dan mengatasi infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat
diberikan bila penderita mengalami sepsis dan selulitis. Ulkus yang terinfeksi
harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti
larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet
(terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
Antibiotik sistemik kurang dianjurkan untuk pengobatan ulkus dekubitus
karena akan menimbulkan resistensi. Antibiotik sistemik yang dapat
diberikan meliputi gologan penicillins, cephalosporins, aminoglycosides,
fluoroquinolones, dan sulfonamides. Antibiotik lainnya yang dpat digunakan
adalah clindamycin, metronidazole dan trimethoprim.
4. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi.
Untuk mempercepat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi pada
ulkus dekubitus sehingga mempercepat penyembuhan dapat diberikan:
Bahan-bahan topikal misalnya: salep asam salisilat 2%,
preparat seng (ZnO, ZnSO4).
Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik
terhadap sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferatif epitel,
menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.
5. Tindakan bedah
26
Tindakan bedah bertujuan untuk membersihkan ulkus dan mempercepat
penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III &
IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit, myocutaneous flap, skin graft
serta intervensi lainnya terhadap ulkus.
Intervensi terbaru terhadap ulkus dekubitus adalah Negative Pressure
Wound Therapy, yang merupakan aplikasi tekanan negatif topikal pada luka.
Teknik ini menggunakan busa yang ditempatkan pada rongga ulkus yang
dibungkus oleh sebuah lapisan yang kedap udara. Dengan demikian,
eksudat dapat dikeluarkan dan material infeksi ditambahkan untuk
membantu tubuh membentuk jaringan granulasi dan membentuk kulit baru.
Terapi ini harus dievaluasi setiap dua minggu untuk menetukan terapi
selanjutnya.
27
BAB III
RINGKASAN
Ulkus dekubitus adalah suatu daerah tertekan yang tidak nyeri dengan
batas yang tegas, biasanya batas penonjolan tulang, yang mengakibatkan terjadi
iskemik, kematian sel dan nekrosis jaringan (NPUAP, 1989).
Prevalensi ulkus dekubitus pada rumah sakit sekitar 17-25% dan dua dari
tiga pasien yang berusia 70 tahun atau lebih akan mengalami ulkus dekubitus. Di
antara pasien dengan kelainan neurologi, angka kejadian ulkus dekubitus setiap
tahun sekitar 5-8% dan ulkus dekubitus dinyatakan sebagai 7-8% penyebab
kematian pada paraplegia. Mortalitas pada pasien dengan ulkus dekubitus
meningkat sampai 50%. Sekitar 60.000 orang meninggal setiap tahun karena
ulkus dekubitus dan mortalitas meningkat menjadi empat sampai lima kali.
Infeksi kuman yang sering dijumpai pada ulkus dekubitus adalah Proteus
mirabilis, group D streptococci, Escherichia coli, Staphylococcus species,
Pseudomonas species, Corynebacterium dan Bacteroides sp. Komplikasi yang
dapat terjadi berupa osteomyelitis, amiloidosis sistemik, selulitis, abses sinus,
arthritis septic, karsinoma sel skuamousa, fistula periuretra dan osifikasi
heterotopik.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, mekanisme terbentuknya
ulkus dekubitus dibagi menjadi patomekanikal dan patofisilogi. Faktor
patomekanikal meliputi tekanan yang lama, gaya luncuran, gesekan, dan
immobilitas. Sedangkan faktor patofisiologi meliputi demam, anemia, infeksi,
iskemik, hipoksemia, hipotensi, malnutrisi, trauma medula spinalis, penyakit
neurologi, kurus, usia yang tua dan metabolisme yang tinggi.
Setiap bagian tubuh dapat terkena ulkus dekubitus, tetapi bagian tubuh
yang paling sering terjadi ulkus dekubitus adalah daerah tekanan dan penonjolan
tulang. Gejala klinik yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit yang
kemerahan sampai terbentuknya suatu ulkus. Berdasarkan gejala klinis, NPUAP
mengklasifikasikan ulkus dekubitus menjadi empat stadium, yakni stadium1,
stadium 2, stadium 3 dan stadium 4. Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk
28
penyembuhannya ulkus dekubitus dibagi menjadi tiga yakni tipe normal, tipe
arterioskelerosis dan tipe terminal
Diagnosis ulkus dekubitus ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang seperti kultur dan analisis urin, kultur tinja,
biopsi dan kultur, pemeriksaan darah, pemeriksaan keadaan nutrisi, dan
pemeriksaan radiologis.
Penatalaksanaan ulkus dekubitus meliputi nonmedikamentosa (istirahat,
diet, dan rehabilitasi medik) dan terapi medikamentosa yang terdiri dari
mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya, mengangkat
jaringan nekrotik, menurunkan dan mengatasi infeksi, merangsang dan
membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi dan tindakan bedah.
29
DAFTAR PUSTAKA
Aloma ‘cookie’ gender, MSN RN CRRN. Pressure Ulcer prevention dan
Management. ARN network:2008; 8-9
Bluestein D dan Javaheri A. Pressure Ulcers: Prevention, Evaluation,
and
Management. Am Fam Physician:2008;78(10):1186-1194
Bouten, Carlijn V.C.1996.Etiology and Pathology of Pressure Sore: a
literature review.Department of Computational and Experimental Mechanics of
the Eindhoven University of Technology, in co-operation with the department of
Movement Sciences of
the University of Limburg, The Netherlands.
Bryant. 2008. Acute Chronic Wounds Nursing Management. Statewide
quality branch, rural and regional health and agedcare division of victorian state
government, department of health, Australia.
Brandon J Wihelmi. 2006. Pressure Ulcers, Surgical Treatment and
Principles. http://www.emedicine.com/plastic/topic462.htm diakses pada tanggal
27 November 2013
Campbell, Karen E. 2009.A New Model to Identify Shared Risk Factors for
Pressure Ulcers and Fraility in Older Adults. Rehabilitation Nursing, Vol.34, No 6
Dealey, C. (2009). Skin Care and Pressure Ulcer.Lippincot William &
Wilkins Adv wound care diakses dari www.WOUNDCAREJOURNAL.com
Firdausi H. Ulkus dekubitus. PKB:2011;101-105
Hartmann AG, Paul. 2008. Phase-Spesific wound management of
decubitus ulcer. Heidenheim. Germany
Handayani, Ririn Sri. 2010. Efektivitas Penggunaan Virgin Coconut Oil
(VCO) dengan Massage untuk Pencegahan Luka Tekan Grade I pada Paeien
yang Berisiko Mengalami Luka Tekan di RSUD. Hj. Abdoel Moeloek Provinsi
Lampung. Tesis. Diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ichwani J. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Imobilisasi dan
komplikasi akibat imobilisasi pada orang usia lanjut. PKB IPD:2011:146-157
Nurlaila, dr. Gadis.2006. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut).Balai Penerbit FKUI,Jakarta
30
Nurlaila, dr. Gadis.2012. Workshop Geriatric Medicine. Pertemua Ilmiah
Tahunan XII.Tanggal 2 November 2011 diadakan di Rumah Sakit Dr. Saiful
Anwar Malang
Moore, Z.E.H and Cowman,S. 2007. Risk assessment tools for prevention
of pressure ulcers.The Cochrane Database of Systematic Reviews, 3.
Mukti, E.N. 1998. Penelusuran hasil penelitian tentang intervensi
keperawatan dalam pencegahan terjadinya luka decubitus pada orang dewasa.
JKI Vol 2 No 1, Jakarta : FIK-UI
Potter, P.A. Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep
Proses, dan Praktik. Edisi 4, Volume 2 Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk.
Jakarta:EGC. 2005
Rappl, Laurie.Rose, Hamm. 2009. Pathophysiology, Prevention, and
Treatment of Pressure Ulcers. Combine Section Meeting;Las Vegas, NV,
February,9-12.
Setiati,Siti. Roosheroe, Arya Govinda. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam ; Edisi V. Interna Publishing;Jakarta
Kadir,Subhan.2007.Dekubitus.http://subhankadir.wordpress.com/2007/08/20/
dekubitus/ Diakses pada tanggal 27 November 2013)
Wicaksono, Emirza Nur. 2013. Ulkus Dekubitus. Diakses dari www.
Emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id pada tanggal 27 November 2013