ulkus dekubitus dan pemvigus vulgaris

67
Presentasi Kasus REHABILITASI MEDIK SEORANG WANITA USIA 30 TAHUN DENGAN ULKUS DEKUBITUS DAN PEMVIGUS VULGARIS Oleh : Rabi’atul Adawiyah G99142009 Pembimbing : dr. Trilastiti Widowati, M.Kes., Sp.KFR

Upload: rachmaniabudiati

Post on 10-Apr-2016

78 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Referat Rehabilitasi Medik

TRANSCRIPT

Page 1: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Presentasi Kasus

REHABILITASI MEDIK

SEORANG WANITA USIA 30 TAHUN DENGAN ULKUS DEKUBITUS DAN

PEMVIGUS VULGARIS

Oleh :

Rabi’atul Adawiyah

G99142009

Pembimbing :

dr. Trilastiti Widowati, M.Kes., Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS

A. Identitas Pasien

1. Nama : Ny. SW

2. Usia : 30 tahun

3. Jenis Kelamin : Wanita

4. Agama : Islam

5. Pekerjaan : Swasta

6. Alamat : Prandon RT/RW: 004/002 Karang Tengah-Prandon

Ngawi, Jawa Timur

7. Status Pernikahan : Sudah menikah

8. Tanggal Masuk : 18 Juni 2015

9. Tanggal Periksa : 28 Juli 2015

10. No. RM : 01305041

B. Keluhan Utama

Panas di bagian punggung, gatal.

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Kurang lebih 1 tahun yang lalu pasien mengeluh muncul luka lepuh di wajah

dan dada. Kemudian pasien berobat ke dokter umum namun lesi hilang timbul

tidak pernah betul-betul membaik.

Kurang lebih 1 bulan yang lalu muncul lepuhan-lepuhan dalam jumlah banyak

di bagian dada dan meluas hingga ke wajah dan punggung. Selanjutnya pasien

berobat ke dokter spesialis kulit dan kelamin, dan dirawat selama 4 hari di

RSUD Ngawi. Oleh dokter spesialis kulit dan kelamin tersebut, pasien

akhirnya di rujuk ke RSDM.

2

Page 3: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit serupa : (+) 1 tahun terakhir kambuh-kambuhan

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat sakit gula : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat sakit gula : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat asma : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat merokok : disangkal

Riwayat minum alkohol : disangkal

Riwayat olahraga : tidak berolahraga

Pasien makan sehari tiga kali, porsi sedang dengan nasi lauk pauk tempe, sayur

dan terkadang ikan dan telur.

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang wanita yang sudah menikah. Saat ini pasien mondok di

RS Dr Moewardi dengan menggunakan fasilitas BPJS.

3

Page 4: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum sakit sedang, compos mentis E4V5M6, gizi kesan kurang.

B. Tanda Vital (28 Juli 2015)

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 98 x / menit, isi cukup, irama teratur, simetris

Respirasi : 18x / menit, teratur

Suhu : 35,7º C per aksiler

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-); ikterik (-); petechie (-); venectasi (-); spider

naevi (-); hiperpigmentasi (-); hipopigmentasi (-); erosi (+); plakat eritema

multiple diskret; krusta; ulkus di regio occipital, scapula, elbow, sacrum,

lumbal, femur, cruris

D. Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam, mudah

rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-), moonface (-)

E. Mata

Strabismus (+/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), pupil isokor

(3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-)

F. Hidung

Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

G. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)

4

Page 5: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah simetris, lidah tremor (-), stomatitis (-),

mukosa pucat (-), gusi berdarah (-)

I. Leher

Simetris, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar

J. Thorax

a. Retraksi -, simetris

b. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-)

c. Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor/Sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)

suara tambahan RBK (-/-), wheezing (-/-)

K. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Peristaltik (+) normal, bising (+)

5

Page 6: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

L. Ektremitas

Oedem Akral dingin

- - - -

- - - -

- Pada ekstremitas atas terdapat ulkus di regio elbow

- Pada ekstremitas bawah terdapat ulkus di regio femur dan cruris

M. Status Psikiatri

Deskripsi Umum

1. Penampilan : Wanita, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif

4. Pembicaraan : Normal

5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup

Afek dan Mood

Afek : Appropiate

Mood : Eutimik

Gangguan Persepsi

Halusinasi : (-)

Ilusi : (-)

Proses Pikir

Bentuk : realistik

Isi : waham (-)

Arus : koheren

Sensorium dan Kognitif

Daya konsentrasi : baik

Orientasi : Orang : baik

6

Page 7: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Waktu : baik

Tempat : baik

Daya Ingat : Jangka panjang : baik

Jangka pendek : baik

Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik

Insight : Baik

N. Status Neurologis

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Koordinasi : dalam batas normal

Fungsi Otonom : terpasang IV line; BAB dan BAK normal, disadari

Nervus Cranialis : N. III : reflek cahaya (+/+) ; pupil isokor

N III, IV, VI : dalam batas normal

N V : reflek kornea (+/+)

N. VII : dalam batas normal

N XII : dalam batas normal

Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)

Tanda Brudzinski I : (-)

Tanda Brudzinski II : (-)

Tanda Brudzinski III : (-)

Tanda Brudzinski IV: (-)

Tanda Kernig : (-)

Fungsi Sensorik

- Rasa Ekseteroseptik Lengan Tungkai

Suhu ( + / + ) ( + / + )

Nyeri ( + / + ) ( + / + )

Rabaan ( + / + ) ( + / + )

- Rasa Propioseptik Lengan Tungkai

7

Page 8: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Rasa Getar tidak dilakukan

Rasa Posisi ( + / + ) ( + / + )

Rasa Nyeri Tekan ( + / + ) ( + / + )

Rasa Nyeri Tusukan ( + / + ) ( + / + )

Fungsi Motorik dan Reflek

Kekuatan : 5 5

5 5

Tonus : N N

N N

Reflek fisiologis: +2 +2

+2 +2

Reflek patologis: - -

- -

O. Range of Motion

NECK ROM Pasif ROM AktifFleksi 0 - 70º 0 - 70ºEkstensi 0 - 40º 0 - 40ºLateral bending kanan 0 - 60º 0 - 60ºLateral bending kiri 0 - 60º 0 - 60ºRotasi kanan 0 - 90º 0 - 90ºRotasi kiri 0 - 90º 0 - 90º

Ektremitas Superior ROM Pasif ROM AktifDekstra Sinistra Dekstra Sinistra

Shoulder Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºEktensi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50ºAbduksi 0-180º 0-180º 0-180º 0-180º

8

Page 9: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Adduksi 0-75º 0-75º 0-75º 0-75ºEksternal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºInternal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Elbow

Fleksi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150ºEkstensi 0-150 º 0-150 º 0-150 º 0-150 ºPronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºSupinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Wrist

Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºEkstensi 0-70º 0-70º 0-70º 0-70ºUlnar Deviasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºRadius deviasi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20º

Finger MCP I Fleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50ºMCP II-IV fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºDIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºPIP II-V fleksi 0-100º 0-100º 0-100º 0-100ºMCP I Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

Trunk

Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºEkstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºRight Lateral Bending

0-35º 0-35º 0-35º 0-35º

Left Lateral Bending

0-35º 0-35º 0-35º 0-35º

Ektremitas Inferior ROM Pasif ROM AktifDekstra Sinistra Dekstra Sinistra

Hip

Fleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-120ºEktensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºAbduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-45ºAdduksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºEksorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºEndorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

Knee Fleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-120ºEkstensi 0 º 0 º 0 º 0 º

Ankle

Dorsofleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºPlantarfleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºEversi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50ºInversi 0-40º 0-40º 0-40º 0-40º

9

Page 10: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

P. Manual Muscle Testing (MMT)

NECKFleksor M. Sternocleidomastoideum 5Ekstensor M. Sternocleidomastoideum 5

TRUNKFleksor M. Rectus Abdominis 5

Ektensor Thoracic group 5Lumbal group 5

Rotator M. Obliquus Eksternus Abdominis 5Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5

Ektremitas Superior Dekstra Sinistra

Shoulder

Fleksor M. Deltoideus anterior 5 5M. Bisepss anterior 5 5

Ekstensor M. Deltoideu 5 5M. Teres Mayor 5 5

Abduktor M. Deltoideus 5 5M. Biseps 5 5

Adduktor M. Latissimus dorsi 5 5M. Pectoralis mayor 5 5

Internal Rotasi M. Latissimus dorsi 5 5M. Pectoralis mayor 5 5

Eksternal Rotasi

M. Teres mayor 5 5M. Infra supinatus 5 5

Elbow

Fleksor M. Biseps 5 5M. Brachilais 5 5

Eksternsor M. Triseps 5 5Supinator M. Supinatus 5 5Pronator M. Pronator teres 5 5

Wrist

Fleksor M. Fleksor carpi radialis 5 5Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5Abduktor M. Ekstensor carpi radialis 5 5Adduktor M. Ekstensor carpi ulnaris 5 5

Finger Fleksor M. Fleksor digitorum 5 5Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5

Ektremitas Inferior Dekstra SinistraHip Fleksor M. Psoas mayor 5 5

Ekstensor M. Gluteus maksimus 5 5

10

Page 11: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Abduktor M. Gluteus medius 5 5Adduktor M. Adduktor longus 5 5

Knee Fleksor Hamstring muscle 5 5Ekstensor Quadriceps femoris 5 5

Ankle Fleksor M. Tibialis 5 5Ekstensor M. Soleus 5 5

Q. Pengukuran Skor ADL (Activity Daily Living) menurut Indeks Barthel

NO FUNGSI SKOR KETERANGAN

1 Mengendalikan rangsang

pembuangan tinja

2 Dapat mengendalikan rangsang

pembuangan tinja

2 Mengendalikan rangsang

berkemih

2 Dapat mengendalikan rangsang

berkemih

3 Membersihkan diri (seka muka,

sisir rambut, sikat gigi)

1 mandiri

4 Penggunaan jamban, masuk dan

keluar (melepaskan, memakai

celana, membersihkan, menyiram)

0 Dependent (bergantung)

5 Makan 1 Membutuhkan bantuan

6 Berubah sikap dari berbaring ke

duduk

1 Bantuan dari 1-2 orang untuk bisa

duduk

7 Berpindah/ berjalan 0 Immobile atau berjalan < 50 yards

8 Memakai baju 1 Sebagian dibantu

9 Naik turun tangga 0 Tidak dapat

10 Mandi 0 Dependent

Total Skor ADL: 8, Status ambulasi: ketergantungan berat

11

Page 12: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium Darah

Tanggal: 16 Juli 2015

Pemeriksaan Hasil Satuan RujukanHb

HctALATAE

11.4338.22524.15

g/dL%

ribu/uLribu/uLjuta/uL

12.0 – 15.633 – 45

4.5 – 11.0150-4504.10-5.10

NatriumKaliumKlorida

1283.493

mmol/Lmmol/Lmmol/L

136 – 1453.3 – 5.198-106

MCVMCH

MCHC

80.227.534.3

/umpg

g/dl

80.0-96.028.0-33.033.0-36.0

EosinofilBasofil

NeutrofilLimfositMonosit

0.20.0087.108.203.70

%%%%%

0.00-4.000.00-2.00

55.00-80.0022.00-44.000.00-7.00

SGOTSGPT

49168

u/lu/l

<31<34

albumin 3.2 g/dl 3.5-5.2

B. Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi (18 Juni 2015)

Eritrosit : normokrom, normosit, polikromasi, eritroblast (+)

Leukosit : jumlah meningkat, neutrofilia, hipergranulasi neutrofil

sel blas (-), metamyelosit

Trombosit : jumlah dalam batas normal, trombosit besar, penyebaran merata

Kesimpulan : Anemia normokromik normositik dengan shift to the left dan

neutrofilia absolut suspek ec proses kronis DD defisiensi Fe

disertai proses infeksi

12

Page 13: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Gambar 1. Ulkus dekubitus dan pemvigus vulgaris

E. ASSESSMENT

1. Ulkus dekubitus grade II regio occipital, scapula, elbow, lumbal, sacrum,

femur, cruris

2. Pemvigus vulgaris

F. DAFTAR MASALAH

Masalah Medis : Ulkus dekubitus grade II regio occipital, scapula, elbow,

lumbal, sacrum, femur, cruris; pemvigus vulgaris

Problem Rehabilitasi Medik

13

Page 14: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

1. Fisioterapi : adanya deconditioning syndrome akibat tirah baring

lama

2. Speech Terapi : -

3. Ocupasi Terapi : keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari

4. Sosiomedik : terkadang membutuhkan bantuan untuk melakukan

kegiatan sehari-hari

5. Ortesa-protesa : -

6. Psikologi : kecemasan pasien dan keluarga dalam menghadapi

penyakit pasien

G. PLAN

Medikamentosa

1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

2. Injeksi ranitidin 1 ampul/12 jam

3. Colcept tab 2-0-2

4. Curcuma tab 3x1

5. NAC 3x200 mg

6. Cetirizine tab 1x10 mg (1-0-0)

7. Metil prednisolon 32 mg/hari

Medikasi:

Kompres NaCl 0,9% 15 menit + asam fusidat + intrasite gel + woundress

Rehabilitasi Medik:

1. Fisioterapi :

a. Alih baring tiap 2 jam

b. General ROM exercise

c. Strengthening

d. Mobilisasi bertahap (latihan duduk)

2. Terapi wicara : -

3. Okupasi terapi : latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

14

Page 15: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

4. Sosiomedik :

- Menilai situasi kehidupan pasien

- Mengembalikan peran social pasien dalam keluarga dan lingkungan

- Motivasi dan edukasi keluarga untuk membantu dan merawat penderita

dengan selalu berusaha menjalankan program di RS dan Home program

5. Ortesa-Protesa : -

6. Psikologi : Psikoterapi suportif untuk mengurangi kecemasan pasien

dan keluarga dalam menghadapi penyakit pasien.

Planning :

Planning terapi : perbaikan keadaan umum, pasien mondok untuk

penatalaksanaan bagian kulit kelamin dan rehabilitasi

medik

Planning monitoring : evaluasi hasil medika mentosa dan rehabilitasi medik

TUJUAN

Jangka Pendek

1. Perbaikan keadaan umum

2. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring lama, pneumonia, atrofi

otot, hipotensi ortostatik dan lain sebagainya.

Jangka Panjang

1. Mengurangi impairment, disabilitas, dan handicap yang dialami pasien

2. Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot

3. Meningkatkan dan memelihara ROM

4. Meningkatkan ADL

5. Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang diderita

pasien

IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP

15

Page 16: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Impairment : Ulkus dekubitus grade II region occipital, scapula, elbow, lumbal,

sacrum, femur, cruris; pemvigus vulgaris

Disability : Mobilisasi terganggu, keterbatasan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari (membersihkan diri, mandi, penggunaan jamban, dll)

Handicap : Kesulitan dalam melakukan pekerjaan, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungan

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

16

Page 17: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

1. PEMVIGUS VULGARIS

Pendahuluan

Pemphigus berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata pemphix yang artinya

gelembung atau bula. Pemphigus vulgaris adalah penyakit autoimmune berupa

bula yang bersifat kronik, dapat mengenai membran mukosa maupun kulit dan

ditemukannya antibodi IgG yang bersirkulasi dan terikat pada permukaan sel

keratinosit, menyebabkan timbulnya suatu reaksi pemisahan sel-sel epidermis

diakibatkan karena tidak adanya kohesi antara sel-sel epidermis, proses ini

disebut akantolisis dan akhirnya terbentuknya bula di suprabasal.

Etiologi

Pemfigus vulgaris mengenai semua ras dan jenis kelamin dengan perbandingan yang

sama. Penyakit ini banyak terjadi pada usia paruh baya dan jarang terjadi pada anak-

anak. Tetapi di India, pasien pemfigus vulgaris lebih banyak terjadi pada usia muda.

Ras Yahudi, terutama Yahudi Ashkenazi memiliki kerentanan terhadap pemfigus

vulgaris. Di Afrika Selatan, pemfigus vulgaris lebih banyak terjadi pada populasi

India daripada warga kulit hitam dan kaukasia. Kasus pemfigus lebih jarang

ditemukan di negara-negara barat.

Predisposisi pemfigus terkait dengan faktor genetik. Anggota keluarga generasi

pertama dari penderita pemfigus lebih rentan terhadap penyakit ini daripada

kelompok kontrol dan memiliki antibodi antidesmoglein sirkulasi yang lebih tinggi.

Genotip MHC kelas II tertentu sering ditemukan pada pasien pemfigus vulgaris dari

semua ras. Alela subtype HLA-DRB1 0402 dan DRB1 0503 memberi risiko

terjadinya pemfigus dan menyebabkan adanya perubahan struktural pada ikatan

peptide, berpengaruh pada presentasi antigen dan pengenalan oleh sel T. Di Inggris

dan India, pasien dengan haplotip desmoglein tertentu juga memiliki risiko pemfigus

vulgaris dan hal ini tampaknya menambah efek yang diakibatkan oleh HLA-DR.

Kerentanan juga dapat disebabkan pengkodean immunoglobulin oleh gen atau oleh

gen dalam pemrosesan pada antigen HLA kelas I.

17

Page 18: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Terdapat beberapa klasifikasi pemfigus yang dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Gambar 2 Klasifikasi Pemfigus

Sumber : Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th Edition

Identifikasi target antigen spesifik untuk autoantibodi pada penyakit bula autoimun

melibatkan penelitian mengenai berbagai komponen desmosome dan kompleks

adhesi yang menghubungkan dermis-epidermis. Pemfigus dapat terjadi pada pasien

yang memiliki berbagai jenis gangguan lainnya yang dikarakteristikkan dengan

gangguan iminologis tertentu. Timoma atau miastenia gravis dilaporkan terdapat pada

beberapa pasien pemfigus. Pemfigus juga dapat terjadi pada pasien lupus

eritematosus. Pemfigus dilaporkan terjadi pada pasien dengan penyakit

limfoproliferatif seperti tumor Castleman. DNA virus terdeteksi pada beberapa

biopsy kulit atau sel mononuclear dari sampel darah perifer pasien pemfigus dan

18

Page 19: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

dapat muncul bersamaan dengan infeksi HIV. Penelitian epidemiologis pada pasien

pemfigus vulgaris di Iran menunjukkan adanya korelasi positif dengan penggunaan

kontrasepsi oral dan paparan pestisida serta kemungkinan efek protektif dari

kebiasaan merokok terhadap kejadian pemfigus vulgaris.

Epidemiologi

a. Insidensi

Secara global, insidensi pemfigus vulgaris tercatat sebanyak 0.5-3.2 kasus per

100.000 populasi. Kejadian pemfigus vulgaris mewakili 70% dari seluruh kasus

pemfigus dan merupakan penyakit bula autoimun yang tersering di negara-negara

timur, seperti India, Malaysia, China, dan Timur Tengah. Insidensi PV meningkat

pada populasi keturunan Yahudi Ashkenazi dan Mediterania, kecenderungan

familial ini merupakan faktor predisposisi genetik pada kejadian pemfigus

vulgaris. Predominansi etnis ini tidak ada dalam kasus pemfigus foliaseus (PF).

Karena itu, di area dimana terdapat dominasi kelompok keturunan Yahudi, Timur

Tengah, dan Mediterania, rasio PV : PF cenderung lebih tinggi. Sebagai contoh, di

New York, Los Angeles, dan Kroasia, rasio PV : PF sebesar 5 : 1, di Iran 12:1,

sedangkan di Finlandia hanya 0.5 : 0.1, dan di Singapura 2:1. Insidensi pemfigus

vulgaris bervariasi berdasarkan lokasi. Di Jerussalem, insidensi PV diperkirakan

1,6 kasus per 100.000 populasi per tahun dan di Iran 10 kasus per 100.000

populasi, Finlandia jauh lebih rendah 0,76 kasus per per juta populasi. Di Prancis

dan Jerman, 1 kasus per juta populasi per tahun.

b. Mortalitas dan Morbidias

Pemfigus vulgarisa dalah penyakit mukokutaneus autoimun yang berpotensi

mengancam jiwa dengan mortalitas sebesar 5-15%. Mortalitas pasien pemfigus

vulgaris tiga kali lebih tinggi daripada populasi pada umumnya, Komplikasi

sekunder terkait dengan penggunaan kortikosteroid dosis tinggi. Morbiditas dan

mortalitas terkait dengan luas lesi, dosis maksimum steroid sistemik yang

19

Page 20: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

diperlukan untuk induksi remisi, dan adaya penyakit penyerta. Prognosis semakin

buruk pada pasien dengan pemfigus vulgaris ekstensif dan pasien usia tua.

Pemfigus vulgaris melibatkan lesi pada jaringan mukosa pada 50-70% pasien. Hal

ini menyebabkan terbatasnya asupan nutrisi karena disfagia. Bula dan erosi akibat

bula yang pecah bersifat nyeri sehingga membatasi aktivitas penderita.

Gambaran klinis

➢ Keadaan umum penderita umumnya jelek.

➢ Membran mukosa

Lesi pada pemphigus vulgaris pertamakali berkembang pada membran

mukosa terutama pada mulut, yang terdapat pada 50 – 70 % pasien. Bula

yang utuh jarang ditemukan pada mulut disebabkan bula mudah pecah dan

dapat timbul erosi.

Pada umumnya erosi terdapat pada buccal, ginggiva, palatum, dengan bentuk

yang tidak teratur, sakit dan lambat untuk menyembuh. Erosi dapat meluas ke

larynx yang menyebabkan sakit tenggorokan dan pasien kesulitan untuk

makan ataupun minum. Permukaan mukosa lain yang dapat terlibat yaitu

konjungtiva, esophagus, labia, vagina, cervix, penis, urethra, dan anus.

➢ Kulit

Kelainan kulit dapat bersifat lokal ataupun generalisata, terasa panas, sakit

tanpa disertai pruritus dan tempat predileksinya adalah badan, umbilicus, kulit

kepala, wajah, ketiak, daerah yang terkena tekanan dan lipat paha.

Timbul pertama kali berupa bula yang lembek (berdinding kendur) berisi

cairan jernih pada kulit normal atau dengan dasar erithematous. Bula

mudah pecah dan yang utuh jarang di jumpai disebabkan atap bula terdiri dari

sebagian kecil bagian atas epidermis. Kemudian timbul erosi yang sakit,

mudah berdarah dan cenderung meluas, kemudian erosi ditutupi krusta yang

menyebabkan lambat untuk menyembuh. Lesi yang menyembuh

meninggalkan daerah hiperpigmentasi tanpa terjadi parut.

Pada bula yang aktif dapat di temukan Nikolsky sign yang menggambarkan

20

Page 21: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

tidak adanya kohesi antara sel-sel epidermis yaitu dengan cara :

- menekan dan menggeser kulit diantara dua bula dengan ujung jari,

mengakibatkan kulit yang terlihat normal akan terkelupas.

- Menekan diatas bula dengan ujung jari, akibatnya cairan bula akan

melebar dari tempat penekanan disebut bulla spread phenomenon.

Gambar 3 Bula mudah pecah pada kulit yang tampak normal

Sumber : Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 6th

Edition

Gambar 4 Erosi pada Membran mukosa (bibir dan dinding esophagus)

21

Page 22: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Sumber : American Association of Family Physician, 2013

Gambar 5 Erosi Mudah Berdarah dan Sukar Menyembuh

Sumber : Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 6 th

Edition

Patogenesis

22

Page 23: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Antibodi IgG mengikat pemphigus vulgaris antigen yaitu desmoglein 3 pada

permukaan sel keratinosit, mengakibatkan terbentuk dan dilepaskannya

plasminogen activator sehingga merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin

yang terbentuk menyebabkan kerusakan desmosom sehingga terjadi penarikan

tonofilamen dari sitoplasma keratinosit, akibatnya terjadi pemisahan sel–sel

keratinosit (tidak adanya kohesi antara sel-sel) proses ini disebut akantolisis.

Kemudian terbentuk celah di suprabasal dan akhirnya terbentuk bula yang

sebenarnya .

Histopatologis

Biopsi kulit dilakukan dengan cara punch biopsi pada bula yang baru timbul atau

pada kulit yang berdekatan dengan bula.

Perubahan awal ditandai dengan pembengkakan intersellular dan hilangnya

jembatan interselluler pada bagian paling bawah epidermis. Mengakibatkan

hilangnya hubungan antara sel-sel epidermis yang disebut akantolisis, hal ini

menyebabkan terbentuknya celah dan akhirnya membentuk bula di suprabasal.

Sel basal walaupun terpisah satu dengan lainnya yang disebabkan oleh hilangnya

jembatan antar sel, tetap melekat pada dermis (basement membran) seperti susunan

batu nisan (row of tombstones).

Di dalam rongga bula mengandung sel akantolisis yang dapat di lihat dengan

pemeriksaan sitologi yaitu Tzanck smear (pewarnaan giemsa), yang diambil dari

dasar bula atau erosi pada mulut. Sel yang akantolisis mempunyai inti yang kecil

dan hiperkromatik, sitoplasmanya sering dikelilingi halo.

Pada perbatasan epidermis adakalanya menunjukkan spongiosis dengan eosinophil

yang masuk kedalam epidermis disebut eosinophilic spongiotic.

Immunopatologi

➢ Immunofluorescen langsung

Menunjukkan endapan antibodi IgG, C3 di substansi interselluler epidermis.

➢ Immunofluorescen tidak langsung

Serum : dideteksi sirkulasi antibodi IgG interselluler, terdapat pada 80 - 90 %

23

Page 24: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

penderita.

Diagnosis

Cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pemfigus vulgaris :

1) Tidak adanya adhesi pada epidermis, dengan :

a. Nikolsky Sign : penekanan datau penggosokan pada lesi menyebabkan

terbentuknya lesi, epidermis terlepas, dan tampak seperti kertas basah.

b. Bullae spread phenomenon : bula ditekan isinya tampak menjauhi tekanan

2) Tzanck test: bahan diambil dari dasar bula, dicat dengan giemsa tampak sel

akantolitik atau sel tzanck

3) Biopsi bahan diambil dari dasar bula yang baru timbul, kecil, dan utuh. Dicari

adanya bula intraepidemal.

4) Pemeriksaan laboratorium yang tidak spesifik : Leukositosis,, Eosinofilia, Serum

protein rendah, Gangguan elektrolit, Anemia, Peningkatan laju endap darah

5) Pemeriksaan imunofloresensi direk dan indirek. Autoantibodi ditemukan pada

serum pasien dengan imonofloresensi indirek dan kemudian dengan

imunofloresensi direk pada kulit pasien. Pemeriksaan dengan ELISA

memberikan hasil yang lebih sensitive dan spesifik daripada imunofloresensi

(dapat membedakan pemfigus vulgaris dan pemfigus foliaseus. DIbandingkan

dengan imunofolresensi, pemeriksaan ELISA juga memiliki korelasi lebih baik

dengan aktivitas penyakit

Diagnosis Banding

Pemphigus vulgaris dapat di diagnosa banding dengan :

➢ Pemfigoid bulosa

Letak bula : subepidermal

Immunofluorescen : IgG berbentuk seperti pita di membran basalis.

24

Page 25: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

➢ Dermatitis herpetiformis

Letak vesikel : subepidermal.

Immunofluorescen : IgA berbentuk granular di papilla dermis.

Terapi Pemfigus Vulgaris

Penatalaksanaan pemfigus vulgaris terutama pada fase akut, harus di bawah

pengawasan yang ketat untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Terapi

antimikroba sistemik diperlukan untuk pasien dengan infeksi sekunder. Untuk terapi

topikal, dilakukan kompres dengan Aluminium Diasetat 5%, perak nitrat 0.005%,

atau solusio kalium permanganate 0,01% pada area yang terkena setiap 4 jam. Hal ini

diperlukan untuk melepaskan debris kulit dari area bula dan mengurangi risiko

infeksi sekunder. Kortikosteroid dosis tinggi diperlukan untuk mengontrol kondisi

pasien. Dosis harus diturunkan perlahan-lahan ketika sudah terjadi stabilisasi hingga

mencapai dosis terendah untuk memelihara remisi. Prednisolon atau prednisone oral

dapat digunakan sebagai pilihan terapi. Tambahan obat-obatan imunosupresif seperti

Azathioprine atau Cyclophosphamid digunakan apabila pasien tidak dapat

menoleransi kortikosteroid dosis minimum untuk menjaga kondisi remisi. Efek

imunosupresif muncul perlahan-lahan dan biasanya tidak terdeteksi sampai 4-6

minggu setelah dosis awal. Kortikosteroid harus sudah dihentikan sebelum

penghentian terapi imunosupresif.

Penatalaksanaan penderita Pemfigus Vulgaris berdasarkan Pedoman Diagnosis dan

Terapi RSUD dr.Soetomo adalah sebagai berikut :

1) Penanganan lesi luas diperlukan rawat inap untuk pengobatan dan perawatan

yang tepat.

2) Topikal :

a. Lesi Basah : kompres garam faali (NaCl0.9%)

b. Lesi Kering : talcum Acidum Salicylicum 2%.

3) Sistemik :

25

Page 26: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

a. Antibiotik: bila timbul infeksi sekunder, dengan sebelumnya dilakukan:

pemeriksaan gram, kultur dan tes sensitivitas, Antibiotik spectrum luas 7-10

hari

b. Kortikosteroid : merupakan obat pilihan untuk pemfigus vulgaris, diberikan

Dexamethasone atau sejenisnya. Dosis : bila keras dapat diberikan 3-4 mg

Dexamethasone/hari. Bila setelah beberapa hari tidak timbul bula baru, dosis

dapat diturunkan pelan-pelan dan diberi tambahan Azathioprine untuk

mencegah relaps, sampai dengan dosis terandah yang tidak menimbulkan bula

baru.

c. Imunosupresan : Untuk mengurangi dosis kortikosteroid dapat diberikan

Azathioprine (Imuran) 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 kali 1 tablet.

Prognosis

Derajat keparahan perjalanan penyakit pemfigus vulgaris bervariasi, tetapi mayoritas

pasien meninggal sebelum penghentian terapi steroid. Terapi kortikosteroid sendiri

telah dapat mengurangi angka mortalitas sebesar 5-15%. Pemfigus vulgaris yang

yang tidak mendapatkan terapi adekuat akan berakibat fatal karena penderita rentan

terhadap infeksi serta gangguan yang muncul akibat ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada tahun-tahun awal munculnya

gejala, dan jika pasien dapat bertahan lebih dari 5 tahun, prognosisny akan lebih baik.

Pemfigus vulgaris pada stadium awal akan lebih mudah dikontrol daripada yang

sudah bermanifestasi luas, tingkat mortalitas akan meningkat apabila terjadi

keterlamabatan terapi.

Morbiditas dan mortalitas terkait dengan luasnya lesi, dosis kortikosteroid maksimum

yang diperlukan untuk menginduksi remisi, dan adanya penyakit penyerta. Prognosis

akan cenderung lebih buruk pada pasien berusia lanjut dan yang disertai penyakit

lain. Prognosis akan lebih baik jika terjadi pada anak-anak. Pada sebagian kecil kasus

pemfigus vulgaris,dilaporkan terjadi transisi menjadi pemfigus foliaseus.

Komplikasi

26

Page 27: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Infeksi sekunder, baik yang bersifat sistemik maupun terlokalisasi pada kulit dapat

terjadi karena penggunaan imunosupresan dan adanya erosi multipel. Infeksi

kutaneus dapat memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan risiko

timbulnya jaringan parut. Terapi imunosupresan jangka panjang dapat berakibat pada

infeksi dan keganasan sekunder ( seperti Kaposi Sarkoma), karena adanya gangguan

imunitas. Retardasi pertumbuhan dilaporkan terjadi pad aanak-anak yang

mendapatkan terapi kortikosteroid dan imunosupresan sistemik. Supresi sumsum

tulang dilaporkan terjadi pada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresan.

Peningkatan insidensi leukemia dan limfoma juga dilaporkan terjadi pada

imunosupresan jangka panjang. Gangguan respon imun yang disebabkan oleh

kortikosterod dan agen imunosupresif lainnya dapat mengakibatkan penyebaran

infeksi secara luas. Kortikosteroid menekan tanda-tanda infeksi sehingga berakibat

terjadinya septicemia. Osteoporosis dan insufisiensi adrenal dilaporkan terjadi setelah

penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

Edukasi

Pasien dan keluarganya harus diberikan edukasi mengenai :

a. Meminimalisasi kemungkinan terjadinya trauma pad akulit karena kulit pasien

sangat rapuh akibat penyakitnya sendiri maupun efek samping dari steroid

sistemik dan topikal.

b. Pemahaman bahwa penyakit yang diderita adalah penyakit yang bersifat kronis.

c. Terapi yang diberikan dosis obat, efek samping, dan gejala toksisitas obat

sehingga jika terjadi dapat segera menghubungi dokter.

d. Perawatan luka yang adekuat.

27

Page 28: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Kesimpulan

Pemphigus vulgaris adalah penyakit autoimmune berupa bula bersifat kronik yang

dapat mengenai membran mukosa dan kulit dengan karakteristik histopatologis di

jumpai adanya akantolisis disebabkan tidak adanya kohesi antara sel-sel epidermis,

sel akantolisis ini dapat dilihat dengan Tzanck smear dan dengan pemeriksaan

immunofluorescen secara langsung maupun tidak langsung dapat dijumpai antibodi

IgG yang bersirkulasi dan berikatan dipermukaan sel keratinosit dan akhirnya akan

terbentuk bula di suprabasal.

2. ULKUS DEKUBITUS

Dekubitus adalah kerusakan/ kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan

menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area

yang secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah

setempat. Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan

tidak dilindungi cukup dengan lemak subkutan, misalnya daerah sacrum, trokanter

mayor, dan spina ischiadica superior anterior, tumit dan siku (Pranarka, 2009).

Umumnya ulkus dekubitus terjadi pada penderita dengan penyakit kronik yang

berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer; pressure

ulcer, pressure sore, bed sore. Masalah ini menjadi problem yang cukup serius baik

di negara maju maupun di negara berkembang, karena mengakibatkan

meningkatnya biaya perawatan dan memperlambat program rehabilitasi bagi

penderita. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya dekubitus meliputi

faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik tersebut yaitu penipisan sel

kulit, elastisitas kulit yang berkurang, penurunan perfusi kulit secara progresif,

sejumlah penyakit yang seperti DM yang menunjukkan insufisiensi kardiovaskuler

perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler seperti pada sistem pernapasan

sehingga tingkat oksigenisasi darah pada kulit menurun, status gizi underweight

atau kebalikannya overweight, anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit

28

Page 29: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, keadaan dehidrasi.

Sedangkan faktor ekstrinsik yang menyebabkan dekubitus antara lain kebersihan

tempat tidur yang kurang, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang kurang,

alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan

penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya

dekubitus. Menurut Potter & Perry (2005), ada berbagai faktor yang menjadi

predisposisi terjadi luka dekubitus pada pasien yaitu:

Gangguan Input Sensorik

Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan

beresiko tinggi menggalami gangguan integritas kulit dari pada pasien yang

sensasinya normal. Pasien yang mempunyai persesi sensorik yang utuh terhadap

nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan

tekanan atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika pasien sadar dan berorientasi,

mereka dapat mengubah atau meminta bantuan untuk mengubah posisi.

Gangguan Fungsi Motorik

Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi terhadap

dekubitus. Pasien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi, tidak mampu mengubah

posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini meningkatkan

peluang terjadinya dekubitus. Pada pasien yang mengalami cedera medulla spinalis

terdapat gangguan motorik dan sensorik. Angka kejadian dekubitus pada pasien

yang mengalami cedera medula spinalis diperkirakan sebesar 85%, dan komplikasi

luka ataupun berkaitan dengan luka merupakan penyebab kematian pada 8%

populasi ini (Ruller & Cooney, 1981 dalam Potter & Perry, 2005).

Perubahan tingkat kesadaran

Pasien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat kesadaran tidak

mampu melindungi dirinya sendiri dari luka dekubitus. Pasien bingung atau

disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu memahami

bagaimana menghilangkan tekanan itu. Pasien koma tidak dapat merasakan tekanan

dan tidak mampu mengubah ke posisi yang labih baik. Selain itu pada pasien yang

29

Page 30: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

mengalami perubahan tingkat kesadaran lebih mudah menjadi binggung. Beberapa

contoh adalah pada pasien yang berada di ruang operasi dan untuk perawatan

intensif dengan pemberian sedasi.

Gips, Traksi, Alat Ortotik dan Peralatan Lain

Gips dan traksi mengurangi mobilisasi pasien dan ekstermitasnya. Pasien yang

menggunakan gips beresiko tinggi terjadi dekubitus karena adanya gaya friksi

eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik

kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat

dikeringkan atau ekstremitasnya bengkak.

Peralatan ortotik seperti penyangga leher digunakan pada pengobatan pasien

yang mengalami fraktur spinal servikal bagian atas. Luka dekubitus marupakan

potensi komplikasi dari alat penyangga leher ini. Sebuah studi yang dilakukan

plaiser dkk, (1994) mengukur jumlah tekanan pada tulang tengkorak dan wajah yang

diberikan oleh emapt jenis penyangga leher yang berbeda dengan subjek berada

posisi terlentang dan upright (bagian atas lebih tinggi). Hasilnya menunjukkan

bahwa pada beberapa penyangga leher, terdapat tekanan yang menutup kapiler.

Perawat perlu waspada terhadap resiko kerusakan kulit pada klien yang

menggunakan penyangga leher ini. Perawat harus mengkaji kulit yang berada di

bawah penyangga leher, alat penopang (braces), atau alat ortotik lain untuk

mengobservasi tanda-tanda kerusakan kulit (Potter & Perry, 2005).

Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat tekanan.

Tetapi, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan resiko terjadi luka

dekubitus yang terjadi luka dekubitus yang lebih lanjut pada pasien. Menurut Potter

& Perry (2005) ada 10 faktor yang mempengaruhi pembentukan luka dekubitus

antara lain:

Gaya Gesek

Gaya gesek merupakan tekanan yang dberikan pada kulit dengan arah pararel

terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry 2005). Gaya ini

terjadi saat pasien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya diatas saat tempat

30

Page 31: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

tidur dengan cara didorong atau di geser kebawah saat berada pada posisi fowler

yang tinggi. Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan menempel

pada permukaan tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser sesuai dengan

arah gerakan tubuh. Tulang pasien bergeser kearah kulit dan memberi gaya pada

kulit (Maklebust & Sieggren, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Kapiler jaringan

yang berada di bawahnya tertekan dan terbeban oleh tekanan tersebut. Akibatnya,

tak lama setelah itu akan terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian

menyebabkan hipoksi, perdarahan dan nekrosis pada lapisan jaringan. Selain itu,

terdapat penurunan aliran darah kapiler akibat tekanan eksternal pada kulit. Lemak

subkutan lebih rentan terhadap gesek dan hasil tekanan dari struktur tulang yang

berada di bawahnya.akhirnya pada kulit akan terbuka sebuah saluran sebagai

drainase dari area nekrotik. Perlu di ingat bahwa cedera ini melibatkan lapisan

jaringan bagian dalam dan paling sering dimulai dari kontrol, seperti berada di

bawah jaringan rusak. Dengan mempertahankan tinggi bagian kepala tempat tidur

dibawah 30 derajat dapat menghindarkan cedera yang diakibatkan gaya gesek

(AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Brayan dkk, 1992 dalam Potter &

Perry, 2005 mengatakan juga bahwa gaya gesek tidak mungkin tanpa disertai friksi.

Friksi

Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan pada kulit saat digeser pada

permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHPCR, 1994 dalam Potter &

Perry, 2005) . Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi

mempengaruhi epedermis atau lapisan kulit bagian atas, yang terkelupas ketika

pasien mengubah posisinya. Seringkali terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit

(Wysocki & Bryant, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Karena cara terjadi luka

seperti ini, maka perawat sering menyebut luka bakar seprei ”sheet burns” (Bryant

et el, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Cedera ini terjadi pada pasien gelisah,

pasien yang gerakan nya tidak terkontrol, seperti kondisi kejang, dan pasien yang

kulitnya diseret dari pada diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubahan

posisi (Maklebust & Siegreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Tindakan

31

Page 32: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara lain sebagai berikut:

memindahkan klien secara tepat dengn mengunakan teknik mengangkat siku dan

tumit yang benar, meletakkan benda-benda dibawah siku dan tumit seperti

pelindung dari kulit domba, penutup kulit, dan membran transparan dan balutan

hidrokoloid untuk melindungi kulit, dan menggunakan pelembab untuk

mempertahankan hidrasi epidermis (Potter & Perry, 2005) .

Kelembaban

Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan terjadinya

kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatan resiko

pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat (Reuler & Cooney, 1981 dalam

Potter & Perry, 2005). Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap faktor

fisik lain seperti tekenan atau gaya gesek (Potter & Perry, 2005).

Pasien imobilisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan higienisnya sendiri,

tergantung untuk menjaga kulit pasien tetap kering dan utuh. Untuk itu perawat

harus memasukkan higienis dalam rencana perawatan. Kelembaban kulit dapat

berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem yang mengalirkan

oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontensia. Beberapa cairan tubuh seperti

urine, feses, dan inkontensia menyebabkan erosi kulit dan meningkatkan resiko

terjadi luka akibat tekanan pada pasien (Potter & Perry, 2005).

Nutrisi Buruk

Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan yang

serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan

diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan

meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab kedua hanya

pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis, dekubitus yang tidak

sembuh (Hanan & scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Pasien yang

mengalami malnutrisi mengalami defisiensi protein dan keseimbangan nitrogen

negatif dan tidak adekuat asupan vitamin C (Shekleton & Litwack, 1991 dalam

Potter & Perry, 2005). Status nutrisi buruk dapat diabaikan jika pasien mempunyai

32

Page 33: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

berat badan sama dengan atau lebih dari berat badan ideal. Pasien dengan status

nutrisi buruk biasa mengalami hipoalbuminunea (level albumin serum dibawah

3g/100 ml) dan anemia (Nalto, 1983 ; Steinberg 1990 dalam Potter & Perry, 2005).

Albumin adalah ukuran variable yang biasa digunakan untuk mengevaluasi status

protein pasien. Pasien yang albumin serumnya dibawah 3g/100 ml beresiko tinggi.

Selain itu, level albumin rendah dihubungkan dengan lambatnya penyembuhan luka

(Kaminski et el, 1989); Hanan & Scheele, 1991). Walaupun kadar albumin serum

kurang tepat memperlihatkan perubahan protein viseral, tapi albumin merupakan

prediktor malnutrisi yang terbaik untuk semua kelompok manusia (Hanan &

Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).

Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka dekubitus, level total

protein dibawah 5,4 g/100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang akan

menyebabkan edema interstisial dan penurunan oksigen ke jaringan (Hanan &

Scheele 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Edema akan menurunkan toleransi kulit

dan jaringan yang berada di bawahnya terhadap tekanan, friksi, dan gaya gesek.

Selain itu, penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang

menyebabkan cedera jaringan (Potter & Perry, 2005).

Anemia

Pasien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin

mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi jumlah

oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu metabolisme sel

dan mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2005).

Kakeksia

Kakeksia merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai

kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat seperti

kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini meningkatkan resiko

luka dekubitus pada pasien. Pada dasarnya pasien kakesia mengalami kehilangan

jaringan adipose yang berguna untuk melindungi tonjolan tulang dari tekanan

( Potter & Perry, 2005).

33

Page 34: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Obesitas

Obesitas dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adipose pada jumlah kecil

berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari tekanan.

Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh vaskularisasi yang

buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang berada dibawahnya

semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi (Potter & Perry, 2005).

Demam

Infeksi disebabkan adanya patogen dalam tubuh. Pasien infeksi biasa mengalami

demam. Infeksi dan demam menigkatkan kebutuhan metabolik tubuh, membuat

jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin rentan mengalami iskemi

akibat (Skheleton & Litwalk, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Selain itu demam

menyebabkan diaporesis (keringatan) dan meningkatkan kelembaban kulit, yang

selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit pasien (Potter & Perry,

2005).

Gangguan Sirkulasi Perifer

Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan mengalami

kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi pada pasien yang menderita penyakit

vaskuler, pasien syok atau yang mendapatkan pengobatan sejenis vasopresor (Potter

& Perry, 2005).

Usia

Studi yang dilakukan oleh kane et el (1989) mencatat adanya luka dekubitus

yang terbasar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun. Lansia mempunyai

potensi besar untuk mengalami dekubitus oleh karena berkaitan dengan perubahan

kulit akibat bertambahnya usia, kecenderungan lansia yang lebih sering berbaring

pada satu posisi oleh karena itu imobilisasi akan memperlancar resiko terjadinya

dekubitus pada lansia. Imobilsasi berlangsung lama hampir pasti dapat

menyebabkan dekubitus menurut pranaka (1999), ada tiga faktor penyebab

dekubitus pada lansia yaitu:

34

Page 35: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

a. Faktor kondisi fisik lansia itu sendiri (perubahan kulit, status gizi, penyakit-

penyakit neurogenik, pembuluh darah dan keadaan hidrasi atau cairan tubuh).

b. Faktor perawatan yang diberikan oleh petugas kesehatan

c. Faktor kebersihan tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor atau peralatan

medik yang menyebabkan lansia terfiksasi pada suatu sikap tertentu.

Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan berikan tindakan medik

sesuai dengan apa yang dihadapi. Berikut adalah stadium pada dekubitus beserta

penatalaksanaanya (Pranarka, 2009) :

1. Dekubitus derajat I

Merupakan dekubitus dengan reaksi peradangan masih terbatas pada

epidermis. Kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan

sabun, diberi lotion, kemudian dimassase 2 sampai 3 kali/hari.

Gambar 1.

Ulkus dekubitus derajat I

2. Dekubitus derajat II

Pada dekubitus ini sudah terjadi ulkus yang dangkal. Perawatan luka

harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan

digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk

meransang sirkulasi. Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk

35

Page 36: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

merangsang tumbuhnya jaringan muda/granulasi. Penggantian balut dan salep ini

jangan terlalu sering karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan

yang diharapkan.

Gambar 2. Ulkus dekubitus derajat 2

3. Dekubitus derajat III

Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot

dan sering sudah ada infeksi. Usahakan luka selalu bersih dan eksudat

diusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya

transparan sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan penguapan.

Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-

sel kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik

sistemik mungkin diperlukan.

Gambar 3.

Ulkus Dekubitus derajat 3

36

Page 37: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

4. Dekubitus derajat IV

Ada perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering disertai jaringan

nekrotik. Semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik

yang ada harus dibersihkan, sebab akan menghalangi pertumbuhan

jaringan/epitelisasi. Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini,

dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga

merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang dan luka bersih,

penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan. Usaha untuk mempercepat

penyembuhan luka antara lain dengan memberikan oksigenisasi pada daerah

luka, tindakan dengan ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh

darah dan sampai pada transplantasi kulit setempat. Angka mortalitas dekubitus

derajat IV ini dapat mencapai 40%.

Gambar 4. Ulkus Dekubitus derajat 4

Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana

terdapat penonjolan tulang, yaitu sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu,

punggung dan kepala bagian belakang. Ulkus dekubitus terjadi jika tekanan yang

terjadi pada bagian tubuh melebihi kapasitas tekanan pengisian kapiler dan tidak ada

usaha untuk mengurangi atau memperbaikinya sehingga terjadi kerusakan jaringan

yang menetap. Bila tekanan yang terjadi kurang dari 32 mmHg atau ada usaha untuk

memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut maka ulkus dekubitus dapat dicegah.

37

Page 38: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus

dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus

dapat dibagi menjadi tiga (Pranarka, 2009):

1. Tipe Normal

Mempunyai beda temperatur ≤ 2,5oC dibandingkan kulit sekitarnya dan

akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Terjadi karena iskemia jaringan

setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah

sebenarnya baik.

2. Tipe Arteriosklerosis

Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan

kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat

penyakit pada pembuluh darah (arterosklerotik) ikut perperan untuk terjadinya

dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan

sembuh dalam 16 minggu.

3. Tipe Terminal

Terjadi pada pasien dengan tingkat keparahan tinggi, sulit untuk sembuh.

Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun

dapat terjadi pada luka yang superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara

lain:

a. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.

b. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,

osteomielitis, dan arthritis septik.

c. Septikimia

d. Animea

e. Hipoalbuminea

f. Kematian.

38

Page 39: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah

terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya

dekubitus, misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio. Usaha untuk

meramalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai sistem skor

Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya

dekubitus, skor 12-13 memiliki risiko sedang, skor < 12 berkaitan dengan

peningkatan risiko 50 kali lebih besar untuk mendapatkan ulkus dekubitus,

sedangkan skor > 14 memiliki risiko yang sangat kecil. Skor tersebut meliputi

(Pranarka, 2009) :

Item Skor

Kondisi fisik

Baik

Sedang

Buruk

Sangat Buruk

4

3

2

1

Kesadaran

Komposmentis

Apatis

Konfus/soporus

Stupor/koma

4

3

2

1

Aktivitas

Ambulan

Ambulan dengan bantuan

Hanya bisa duduk

Tiduran

4

3

2

1

Mobilitas

Bergerak bebas

Sedikit terbatas

4

3

39

Page 40: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Sangat terbatas

Tak bisa bergerak

2

1

Inkontinensia

Tidak

Kadang-kadang

Sering inkontinensia urin

Inkontinensia alvi dan urin

4

3

2

1

Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit,

dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok

dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang.

Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua

ekskret/sekret harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet

pada kulit penderita.

Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah

terjadinya dekubitus meliputi:

1. Meningkatkan status kesehatan penderita, misalnya mengatasi anemia,

mengoreksi hipoalbuminemia, nutirisi dan hidrasi yang cukup, pemberian

vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn), serta mencoba mengatasi/mengoabati

penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM.

2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah,

melalui:

a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam.

b. Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekan yang terjadi pada tubuh

penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun,

kasur air yang temperatur airnya dapat diatur (kasur dekubitus).

c. Mengurangi regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi

darah setempat terganggu.

40

Page 41: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus

dekubitus membutuhkan waktu dan biaya yang besar.

Tindakan pencegahan dapat dibagi atas

a) Umum :

Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita

dan keluarganya.

Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.

b) Khusus :

Mengurangi/menghindari tekanan luar yang berlebihan pada daerah tubuh

tertentu dengan cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur

sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur pada waktu duduk di

kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti

dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads,

sheepskin dan lain-lain.

Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore),

tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus

dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan

penderita lain ataupun keluarganya.Perawatan kulit termasuk pembersihan

dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan

feces. Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol

dan emolien.

Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik

ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi

penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada

beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain:

a) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus.

41

Page 42: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di

tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh

selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.

b) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya.

Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat

dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian,

pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan

NaC10,9%,larutan H202 3% dan NaC10,9%,larutan plasma dan larutan

Burowi serta larutan antiseptik lainnya.

c) Mengangkat jaringan nekrotik.

Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari

bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan

jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan

nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan ulkus.

Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :

Sharp debridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).

Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolagenolitik, dan

fibrinolitik).

Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilas-an,

kompres dan hidroterapi)

d) Menurunkan dan mengatasi infeksi.

Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat

diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi

hams dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti

larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet

(terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.

e) Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.

Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain :

42

Page 43: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng

(Zn 0, Zn SO4).

Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap

sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferatif epitel, menambah

jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.

Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat

membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan

vaskularisasi.

Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya

terhadap terapi ulkus dekubitus.

f) Tindakan bedah

tindakan ini selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk

mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus

stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun

myocutaneous flap

43

Page 44: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

DAFTAR PUSTAKA

Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Anhalt GJ, Pemphigus Vulgaris and the Phemphigus Disease Spektrum in Cutaneus

Medicine and Surgery, vol 2A,W.B. Saunders Company, 1996 : 651-55

Arisman. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC

Barbara, CL. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).

Bandung

Bergfeld F.W Maichel B, Intraepidermal Vesikular Bullous and pustuler

Dermatoses, Farmer R. Evan, Hood F.A editor in Pathology of the skin,

United State of America, Predice- Hall Internasional Inc, 1990 : 128-31.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:

Waluyo

Burton JL, Rook, Bullous Eruption in :Textbook of Dermatology, vol 3, 6th edition,

Blackwell Science, 1998 : 1849-65.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa:

Tim PSIK UNPAD Edisi-6. EGC : Jakarta

De Carvalho Parahym AM, De Melo Luciana RB, De Morais Vera LL, Neves RP.

44

Page 45: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

2009. Candidiasis in pediatric patients with cancer interned in a university hospital.

Brazilian J Microbiology; 40(2).

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan

untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa;

Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M.. Jakarta : EGC

Domonkos AN, Arnold HN, Odom RD, Chronik Blistering Dermatoses in Andrews

Disease of the skin, 7th edition , Philadelphia, W.B. Saunders Company, 2000

: 574-79.

Dorland, W.A Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Ed.31. Jakarta : EGC

Habif T.P, Pemphigus in A color guide to diagnosis and therapy , 3th edition, St

Louis, Mosby–year Book , 1996 : 508-13.

Kariosentono H, Epidermolisis Bulosa dalam Harahap M, Penyunting Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin, Jakarta, Hipokrates, 2000 : 134-37.

Lever W.F, Pemphigus Vulgaris, Histopatology of the skin, 6thedition, Philadelphia,

JB Lipincott company, 1983 :104-9.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius.

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By

Mosby-Year book.Inc,Newyork

Moshella SL, Autoimmune Bullous Disease in Textbook of Dermatology, vol 2,

2ndedition, New York, W.B.Saunders Company, 1992 :656-63.

Potter & Perry. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan. Edisi Keempat. Vol.2.

Jakarta: EGC.

Pranarka, K. Dekubitus. 2009. Dalam : Martono, H.H. dan Pranarka, K. (eds). Buku Ajar

Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-4. Jakarta :

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 272-83

Saanin S. 2005. Peningkatan tekanan intracranial. In Neurosurgery (topic ilmu) M.

Djamil hospital. FK UNAD Padang. http:/www.angelfire.com/nc/neurosurgery

(diakses 18 Maret 2015)

45

Page 46: Ulkus Dekubitus Dan Pemvigus Vulgaris

Soebroto, Ikhsan. 2009. Cara Mudah Menghadapi Problem Anemia. Yogyakarta:

Bangkit!

Stanley Jr, Pemphigus in Dermatology in General medicine, 4th edition, MC Graw-

Hill, 1993 : 606-13.

The Ohio State University, Temple University. 2005. Oral candidiasis: current concepts

In the diagnosis and management in the institutionalized elderly patient a review.

Dental Forum; 2(33) : 65-70.

Wiryadi E Benny, Dermato Vesikobulosa Kronik dalam : Djuanda A dkk editor, Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke3, FKUI,1999 :186-90.

46