makalah penatalaksanaan pada dekubitus

22
BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Pengertian Ulkus Dekubitus Dekubitus adalah nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama. (Potter & perry, 2005) Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. (Kadir, 2010) Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya tekanan jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. (Wicaksono, 2013) 2.2 Etiologi Menurut Braden dan Bergstrom (2000) ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas,

Upload: nurul-hidayati-putri-rohmania

Post on 29-Nov-2015

746 views

Category:

Documents


156 download

DESCRIPTION

makalah dekubitus. presure ulcer. tentang terjadinya luka tekan pada pasien yang bedrest

TRANSCRIPT

Page 1: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Ulkus Dekubitus

Dekubitus adalah nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika

jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal

dalam jangka waktu lama. (Potter & perry, 2005)

Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit,

bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada

suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah

setempat. (Kadir, 2010)

Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang

disebabkan karena adanya tekanan jaringan yang lunak diatas tulang yang

menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu

yang lama. (Wicaksono, 2013)

2.2 Etiologi

Menurut Braden dan Bergstrom (2000) ada dua hal utama yang

berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan

toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas

tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori

persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan

menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. 

A. Faktor intrinsik:

penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit yang menimbulkan

seperti DM, Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight,

Anemia, Hipoalbuminemia, Penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-

penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan tubuh.

B. Faktor Ekstrinsik:

Page 2: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau

peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap

tertentu, Duduk yang buruk, Posisi yang tidak tepat, Perubahan posisi

yang kurang.

Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :

a. Mobilitas dan aktivitas

Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi

tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien

yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah

posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan.

Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.

Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di

Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang

signifikan untuk perkembangan luka tekan.

b. Penurunan sensori persepsi

Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan

untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol.

Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka

tekan.

c. Kelembaban 

Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan

terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi

akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan

kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).

Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan

daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses

dapat merusak permukaan kulit.

d. Tenaga yang merobek ( shear )

Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan,

pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan

dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang

Page 3: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler

yang melebihi 30 derajad. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah,

sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya

masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah,

serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya

menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.

e. Pergesekan (friction)

Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang

berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak

permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian

sprei pasien yang tidak berhati-hati.

f. Nutrisi

Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya

diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan.

Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan

pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya

kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.

g. Usia

Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka

tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan.

Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin,

penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan

kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan

faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya

terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.

h. Tekanan arteriolar yang rendah

Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap

tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu

mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh

Nancy Bergstrom (1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan

diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.

i. Stress emosional

Page 4: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga

merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan.

j. Merokok

Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan

memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil

penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok

dengan perkembangan terhadap luka tekan.

k. Temperatur kulit

Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur

merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.

2.3. Patofisiologi

Menurut Potter & Perry tahun 2005 ada tiga elemen yang menjadi dasar

terjadinya dekubitus yaitu:

A. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler.

B. Durasi dan besarnya tekanan.

C. Toleransi jaringan.

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan

(Stortts, 1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya,

maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter & Perry, 2005).

Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada

tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau

menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi

hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32

mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka

pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,

2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan

akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit

mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot,

maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan

Page 5: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter &

Perry, 2005).

Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek

yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan

tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,

2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang

tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan

tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam Potter & Perry,

2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien

tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel

kulit di titik tekanan mengalami gangguan.

2.4. Klasifikasi Ulkus Dekubitus

Menurut NPUAP (1995 dalam Potter & Perry, 2005) ada perbandingan

luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu:

A. Derajat I: Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang

diperbesar. Kulit tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi

indikator

B. Derajat II: Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan

dermis. Luka superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau

lubang yang dangkal.

C. Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan

atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui

fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang

yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

D. Derajat IV: Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif,

nekrosis jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga

misalnya kerusakan jaringan epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan

kapsul sendi.

Page 6: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

2.5. Komplikasi Ulkus Dekubitus

Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun

dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi

yang dapat terjadi antara lain:

A. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.

B. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,

osteomielitis, dan arthritis septik.

C. Septikimia

D. Anemia

E. Hipoalbuminea

F. Kematian.

2.6. Tempat-tempat Terjadinya Dekubitus

Beberapa tempat yang paling sering terjdinya dekubitus adalah sakrum,

tumit, siku, maleolus lateral, trokonter besar, dan tuberostis iskial (Meehan, 1994).

Menurut Bouwhuizen (1986) dan menyebutkan daerah tubuh yang sering terkena

luka dekubitus adalah:

A. Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala,

daerah tulang belikat, daerah bokong dan tumit.

B. Pada penderita dengan posisi miring: daerah pinggir kepala (terutama daun

telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan

bagian atas jari-jari kaki.

C. Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, dan

lutut.

wijaya, 25/11/13,
Akan lebih menarik dan jelas jika ditampilkan gambaran lokasi dekubitusnya
Page 7: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

2.7. Pengkajian Luka dan Resiko Ulkus Dekubitus

Menurut Arif widodo dalam jurnalnya yang berjudul Uji Kepekaan Instrumen

Pengkajian Risiko Dekubitus Dalam Mendeteksi Dini Risiko Kejadian Dekubitus

tahun 2007 Skala pengkajian risiko dekubitus adalah suatu alat yang dapat

mendeteksi dekubitus selama pasien dirawat di rumah sakit. Ada beberapa skala

pengkajian yang ada pada saat ini, tetapi ada empat skala yang sering digunakan

untuk mendeteksi dekubitus, terutama di negara-negara maju

seperti Amerika dan Inggris. Empat skala itu adalah : Norton Scale, The

Braden Scale, The Modified Norton Scale, dan The Waterlow Scale. Akan tetapi

yang paling sering digunakan adalah 2 skala berikut ini :

Page 8: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

A. The Norton Scale(Skala Norton).

Pada awal tahun 1960, Norton memperkenalkan skala pengkajian

dekubitus untuk memprediksi timbulnya dekubitus pada pasien usia lanjut.

Skala ini diciptakan berdasarkan pengalaman klinik yang mencakup

lima variabel. Variabel tersebut adalah :

1) kondisi fisik

2) kondisi mental

3) aktifitas

4) mobilitas

5) inkontinensia

Maksimum skore yang dapat dicapai pada skala ini adalah 20. Skore lebih

dari 18 berarti risiko dekubitus masih rendah, 14-18 risiko sedang, 10-13

risiko tinggi dan kurang dari 10 termasuk kategori sangat tinggi. Validitas

skala ini juga sudah diteliti oleh beberapa studi dengan menampilkan

sensivitas dan spesifikasi pada area yang berbeda-beda. Keunggulan skala

ini adalah karena sangat simpel untuk digunakan dan tidak memerlukan

waktu yang lama untuk menggunakannya.

B. The Braden Scale(Skala Braden)

Skala Braden secara umum hampir sama dengan skala sebelumnya. Tetapi

ada beberapa tambahan komponen yang tidak dimiliki oleh skala

sebelumnya. Skala Braden diciptakan di Amerika pada area nursing home

(Braden, et all, 1987). Skala Braden terdiri dari 6 variabel yang meliputi

persepsi-sensori, kelembaban, tingkat aktifitas, mobilitas, nutrisi, dan

gesekan dengan permukaan kasur (matras). Skore maksimum pada skala

Braden adalah 23. Skore diatas 20 risiko rendah, 16-20 risiko sedang, 11-

15 risiko tinggi, dan kurang dari 10 risiko sangat tinggi. Seperti halnya

skala Norton, skala Braden juga sudah divalidasi oleh beberapa peneliti.

Page 9: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

2.8. Prinsip Manajemen Perawatan Ulkus Dekubitus

Prioritas dalam perawatan luka lokal pada dasarnya adalah sama

dengan luka apapun juga yaitu dengan menggunakan SOP (standar

operasional prosedur) yang sudah baku, yaitu :

Mengatasi perdarahan (hemostasis)

Mengeluarkan benda asing, yang dapat bertindak sebagai fokus infeksi

Melepaskan jaringan yang mengalami devitalisasi, krusta yang tebal,

dan pus

Menyediakan temperature, kelembaban, dan pH yang optimal untuk

sel-sel yang berperan dalam proses penyembuhan

Meningkatkan pembentukan jaringan granulasi dan epitilialisasi dan

melindungi luka dari trauma lebih lanjut serta masuknya

mikroorganisme patogen (Morison,2003).

Tujuannya adalah untuk melindungi individu dari kerusakan fisiologis

lebih lanjut, untuk menyingkirkan penyebab aktual atau potensial yang

memperlambat penyembuhan, dan untuk menciptakan suatu lingkungan lokal

yang optimal juga untuk rekonstruksi dan epitelialisasi vaskular dan jaringan

ikat. Beberapa prinsip perawatan luka secara lokal meliputi debridemen,

pembersihan, dan pemberian balutan. Ulkus dengan jaringan nekrotik harus

dilakukan debridemen. Prinsip perawatan luka menurut Morison (2003) adalah :

1) Membuang jaringan mati. Adanya jaringan nekrotik dapat memperlambat

penyembuhan serta mendorong terjadinya infeksi, dan seringkali menutupi

luas yang sebenarnya dari kerusakan jaringan. Debridemen bedah dengan

anestesi umum atau lokal merupakan metode yang paling cepat untuk

memperoleh lapisan luka yang bersih. Meskipun demikian tindakan

tersebut mungkin tidak perlu bagi lansia atau pasien yang sangat lemah,

dimana metode lain dapat dicoba dilakukan (Potter, 2006). Metode

debridemen yang digunakan harus tergantung dengan metode yang

Page 10: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

paling sesuai dengan kondisi klien dan tujuan perawatan. Perlu

diingat bahwa selama proses debridemen beberapa observasi luka

normal yang mungkin terjadi antara lain adalah adanya peningkatan

eksudat, bau dan bertambahnya ukuran luka. Setelah dekubitus berhasil

dilakukan debridemen dan mempunyai bagian dasar granulasi bersih,

maka tujuan perawatan luka lokal selanjutnya adalah memberikan

lingkungan yang tepat untuk penyembuhan luka dengan kelembaban

dan mendukung pembentukan jaringan granulasi baru.

2) Perawatan luka yang terinfeksi. Kebanyakan luka terbuka kronis didiami

oleh mikroorganisme yang sangat banyak yang tampaknya tidak

memperlambat proses penyembuhan. Sehingga hanya diperlukan

pengambilan hapusan luka guna mengidentifikasi mikroorganisme dan

menentukan sensitivitas mikroorgansme terhadap antibiotik, apabila luka

tersebut memperlihatkan tanda dan gejala klinis infek si, seperti nyeri

setempat dan eritema, edema lokal, eksudat berlebihan, pus dan bau busuk.

3) Perawatan luka dengan banyak eksudat. Sekalipun jaringan nekrotik dan

jaringan yang tampak jelas terinfeksi telah diangkat dari bidang luka,

luka dapat terus menghasilkan eksudat dalam jumlah banyak yang

dapat menembus non-oklusif dan meningkatkan resiko infeksi luka.

Volume eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut

diperlukan balutan yang bisa menyerap dan tidak melekat.

4) Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat. Bila jumlah

eksudat sudah berkurang, maka silastic foam merupakan suatu cara

pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada luka dalam yang

bersih dan berbentuk cawan, atau dekubitus luas di daerah sakrum.

5) Perawatan luka superfisial yang bersih dengan sedikit eksudat. Banyak

balutan yang sesuai untuk menangani luka superficial yang bersih.

Memberikan lingkungan yang lembab dengan terus menerus akan dapat

mendorong epitelialisasi yang cepat dan mengurangi rasa nyeri serta

melindungi permukaan luka dari kerusakan mekanis lebih lanjut dan

Page 11: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

kontaminasi. Balutan yang ideal adalah balutan yang dapat dibiarkan tidak

terganggu selama beberapa hari.

2.9. Prosedur Rawat luka Dekubitus

1. Atur posisi yang nyaman bagi klien sehingga area dekubitus dan kulit

disekitar dapat dijangkau dengan mudah.

2. Sediakan peralatan yang diperlukan disamping tempat tidur. Buka set steril

dan botol cairan topical.

a. Baskom untuk mencuci, air hangat, washlap dan handuk.

b. Obat pembersih

c. Obat topical sesuai resep dokter : untuk luka terinfeksi dan nekrotik.

Jangan gunakan pada luka bersih dan tidak terinfeksi.

Luka Nekrotik

Enzim : kolagenase, fibrinolisin, deoksiribonuklease atau

sutilain.

Luka Terinfeksi

Antiseptic : providone-iodine ( salep atau

cairan), merbromin ( cairan 5% atau 10%), atau

sodium hipoklorit (cairan 1:2 atau 1:20)

Obat-obat yang dapat mengoksidasi : benzoyl

peroksida (20%) atau hydrogen peroksida

(setengah kuat)

Butir-butir dekstranomer : debrisan.

d. Balutan steril

e. Plester hipoalergenik atau kain balutan adhesive

f. Sarung tangan bersih

g. Pasta protektif ( mis. Zink oxide )

h. Alat-alat untuk mengukur :

o Film transparan dan marker

o Penggaris metrik

o Kamera

3. Sisihkan alat tenun pasien agar tidak terkena ulkus.

Page 12: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

4. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.

5. Kaji dekubitus dan kulit sekitarnya

a. Catat dan dokumentasikan warna dan keadaan kulit disekitar ulkus.

b. Ukur diameter ulkus.

c. Ukur kedalaman ulkus.

6. Cuci perlahan-lahan kulit disekitar ulkus dengan air hangat.

7. Bilas seluruh area dengan air.

8. Keringkan dengan hati-hati menggunakan kasa.

9. Bersihkan luka dengan normal saline.

a. Gunakan alat irigasi yang menghasilkan tekanan antara 4 sampai 15

psi untuk ulkus yang dalam.

b.

Pemilihan balutan untuk dekubitus

Decubitus bukan hanya persoalan ‘lubang’ pada tubuh pasien tapi

merupakan issu yang sangat sensitive karena memberikan gambaran bagaimana

institusi kesehatan memberikan pelayanan dan bagaimana pasien menerima

pelayanan tersebut. Keberadaan decubitus (non avoidable) pada unit pelayanan

bisa menjadi gambaran kualitas asuhan keperawatan di unit tersebut. Saat ini

ratusan hingga ribuan jenis dressing tersedia, oleh karena itu dibutuhkan

keterampilan dan kemampuan perawat dalam memilih jenis dressing berdasarkan

kebutuhan luka dan kemampuan pasien. Pemilihan dan penggunaan dressing yang

tepat akan memfasiltiasi proses penyembuhan. Beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan dalam pemilihan dressing antara lain (Whitney., et al 2006):

a. Faktor luka (infeksi, nekrosis).

b. Luas, kedalaman dan keberadaan undermining atau tunneling.

c. Lokasi.

d. Jenis jaringan dasar luka.

e. Eksudat dan drainase luka.

f. Kondisi tepi luka.

g. Tujuan perawatan.

Page 13: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

h. Kebutuhan pasien (kontrol nyeri, kontrol bau).

i. Biaya.

j. Ketersediaan.

k. Kemudahan dalam penggunaan.

Kondisi luka harus dimonitor setiap penggantian dressing dan dikaji secara

berkala untuk menentukan apakah jenis dressing diganti atau dipertahankan.

Hydrocoloid direkomendasikan untuk dekubitus kategori II dan III dengan

kedalaman minimal (NPUAP/EPUAP, 2009). Hydrocoloid juga terbukti jauh

lebih efektif dibandingkan kasa dalam hal penurunan luas luka (Heyneman, Beele,

Vanderwee, and Defloor (2008) dan mempercepat laju penyembuhan bila

dibandingkan dengan kasa NaCl (Bouza, Saz, Munoz, and Amate 2005).

Payne, et. al (2009) menemukan bahwa penggunaan foam dressing pada

decubitus kategori II lebih murah cost efektif dan frekuensi penggantian balutan

menjadi berkurang bila dibandingkan dengan kasa NaCl.Dibutuhkan keterampilan

perawat dalam mengambil keputusan klinis dalam memilih balutan untuk

perawatan luka decubitus. Status luka dan masalah pada luka seperti eksudat,

nyeri, perdarahan, kondisi tepi luka merupakan faktor yang perlu diperhatikan

selain itu ketersediaan dan daya beli pasien jangan diabaikan. Bagaimanapun juga

dalam perawatan luka tidak ada satupun jenis balutan yang superior satus ama

lain, yang paling penting adalah keterampilan dan kemampuan perawat dalam

memilih balutan berdasarkan masalah dan kebutuhan luka termasuk

mempertimbangkan daya beli pasien.

Tabel 1. Balutan Luka Untuk Ulkus Dekubitus

No Jenis Balutan Mekanisme Kerja

Derajat Ulkus

Dekubitus

I II III IV

1 Balutan kasa

kering

menyerap drainase dari

permukaan luka√ √

2 Kasa basah/lembab

mempertahankan kelembapan

lingkungan luka, menyerap

√ √

wijaya, 26/11/13,
Sumbernya???
Page 14: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

drainase dari permukaan luka

3 Barier

transparan

mempertahankan kelembapan

lingkungan luka, menyerap

drainase dari permukaan luka

√ √

4 Hidrokoloid oklusif mencegah lingkungan

basah dan melindungi dari

kotoran, mempertahankan

kelembapan lingkungan luka

√ √ √

5 Hidrogel Mekanisme kerja:

mempertahankan kelembapan

lingkungan luka

√ √

6 Alginate mempertahankan kelembapan

lingkungan luka,

mengabsorbsieksudat

√ √

2.10.

Catatan

1. Kata pengantar tolong disusun lebih baik

2. Bab I tambahkan tujuannya dan cari sumber yang tepat, kalau ingin

pinjam khusus sumber dekubitus bisa hubungi bapak

3. Bab II tambahkan sesuai tujuan di Bab I dan tambahan masukan dari

bapak, khususnya harus tahu cara mengkaji risiko dekubitus dan

prinsip manajemennya. Beberapa bagian tinjauan pustaka sudah bagus

dengan diisi sumber pustakanya… tetap pertahankan evidence basednya

4. Bab III tolong ditambah ya.. tambahkan kasus dan gambarnya.. bisa di

cari diinternet dan bisa di deskripsikan sendiri cerita atau riwayatnya

5. Bab IV adalah kesimpulan dan saran sesuai dengan tujuan di bab I

Page 15: makalah penatalaksanaan pada dekubitus

6. Mohon segera kembali dikonsulkan dan mencari jadwal untuk

presentasi biar bs mengatur jadwal. Terima kasih