tugas ujian jiwa

Upload: azka1991

Post on 13-Oct-2015

38 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

19

1. Apa hubungan migren dengan stress?Jawab:

Patofisiologi Tension Type Headache. Pada penderita tension type headache (TTH) didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang menjalar kekepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat insersinya. TTH adalah kondisi stress mental, non-physiological motor stress, dan miofasial lokal yang melepaskan zat iritatif ataupun kombinasi dari ke tiganya yang menstimuli perifer kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi supraspinal pain, kemudian berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing2 individu mempunyai sifat self limiting yang berbeda bedaa dalam hal intensitas nyeri kepalanya.Pengukuran tekanan palpasi terhadap otot perikranial dilakukan dengan alat palporneter (yang diketernukan oleh Atkins, 1992) sehingga dapat mendapatkan skor nyeritekan terhadap otot tersebut. Langemark & Olesen tahun 1987 (yang dikutip oleh Bendtsen) telah menernukan metode palpasi manual untuk penelitian nyeri kepala dengan cara palpasi secara cepat bilateral dengan cara memutar jari ke2 dan ke 3 ke otot yang diperiksa, nyeri tekan yang terinduksi dinilai dengan skor Total Tenderness Scoring system. Yaitu suatu sistem skor dengan 4 point penilaian kombinasi antara reaksi behaviour dengan reaksi verbal dari penderita:Pada penelitian Bendtsen tabun 1996 terhadap penderita chronic tension type headache (yang dikutip oleh Bendtsew8) teryata otot yang mempunyai nilai Local tenderness score tertinggi adalah otot Trapezeus, insersi otot leher dan otot sternocleidomastoid. Nyeri tekan otot perikranial secara signifikan berkorelasi dengan intensitas maupun frekwensi serangan tension type headache kronik. Belum diketahui secara jelas apakah nyeri tekan otot tersebut mendahului atau sebab akibat daripada nyeri kepala, atau nyeri kepala yang timbul dahulu baru timbul nyeri tekan otot. Pada migren dapat juga terjadi nyeri tekan otot, akan tetapi tidak selalu berkorelasi dengan intensitas maupun frekwensi serangan migren.Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga struktur fascia dan tendonnya. Dalam keadaan normal nyeri miofascial di mediasi oleh serabut kecil bermyelin (Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan serabut tebal yang bermyelin (A _dan AB) dalam keadaan normal mengantarkan sensasi yang ringan/ tidak merusak (inocuous). Pada rangsang noxious dan inocuous event, seperti misalnya proses iskemik, stimuli mekanik, maka mediator kimiawi terangsang dan timbul proses sensitisasi serabut Aa dan serabut C yang berperan menambah rasa nyeri tekan pada tension type headache. Pada zaman dekade sebelum ini dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan leher yang dapat menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension type headache sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle contraction headache. Akan tetapi pada akhir2 ini pada beberapa penelitian2 yang menggunakan EMG( elektromiografi) pada penderita tension type headache ternyata hanya menunjukkan sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak mengakibatkan iskemik otot,jika meskipun terjadi kenaikan aktifitas otot maka akan terjadi pula adaptasi protektif terhadap nyeri. Peninggian aktifitas otot itupun bisa juga terjadi tanpa adanya nyeri kepala.

Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial trigger point yang berukuran kecil beberapa milimeter saja (tidak terdapat pada semua otot) Mediator kimiawi substansi endogen seperti serotonin( dilepas dari platelet), bradikinin( dilepas dari belahan precursor plasma molekul kallin) dan Kalium (yang dilepas dari sel otot), SP dan CGRP dari aferens otot berperan sebagai stimulan sensitisasi terhadap nosiseptor otot skelet. Jadi dianggap yang lebih sahih pada saat ini adalah peran miofascial terhadap timbulnya tension type headache. Untuk jenis TTH episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi otot sefalik secara involunter, berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory activity, dan hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan terhadap timbulnya nyeri pada Tension type Headache. Semua nilai ambangpressure pain detection, thermal & electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun ekstrasefalik.Stress dan depresi pada umumnya berperan sebagai faktor pencetus(87%), exacerbasi maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala. Prevalensi life time depresi pada penduduk adalah sekitar 17%. Pada penderita depresi dijumpai adanya defisit kadar serotonin dan noradrenalin di otaknya.

2. Sebutkan macam-macam gangguan kecemasan ?Jawab: DSM-IV menuliskan gangguan kecemasan berikut ini :a. Gangguan panik dengan dan tanpa agoraphobia b. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panicc. Fobia spesifik dan sosial d. Gangguan obsesif-kompulsife. Gangguan stress pascatraumatikf. Gangguan stress akut g. Gangguan kecemasan umum h. Gangguan kecemasan karena kondisi medis umum i. Gangguan kecemasan akibat zat j. Gangguan kecemasan depresif campuran 3. Hubungan kecemasan dengan pascatrauma?Jawab : Menurut definisinya, stressor adalah faktor penyebab utama dalam perkembangan gangguan strespascatraumatik. Tetapi tidak setiap orang mengalami gangguan stress pascatraumatik setelah suatu peristiwa traumatic: walaupun stressor adalah diperlukan, stressor tidak cukup untuk menyebabkan gangguan. Klinisi harus mempertimbangkan juga faktor biologis individual yang telah ada sebelumnya, faktor psikososisal sebelumnya, dan peristiwa yang terjadi setelah trauma. Sebagai contoh, menjadi bagian dalam suatu kelompok yang dapat bertahan hidup setelah suaru bencana sering kali memungkinkan seseorang mengatasi trauma karena ada orang lain yang mengalaminya bersama-sama. Tetapi, rasa bersalah orang yang dapat bertahan hidup kadang-kadang mempersulit penatalaksanaan gangguan stress pascatraumatik. Penelitian terakhir pada ganguan stress pascatraumatik telah sanggar menekankan pada respons subjektif seseorang terhadpa trauma ketimbnag beratnya stressor itu sendiri. Walaupun gejala gangguan stress pascatraumatik pernah dianggap secara langsung sebanding dengan berat stressor, penelitian empiris telah membuktikan sebaliknya. Sebagai akibatnya, konsesus yang tumbuh adalah bahwa gangguan memiliki pengaruh pada arti subjektif stressor bagi pasien. Bahkan jika dihdapakan dengan trauma yang berat, sebagian besar orang tidak mengalami gejala gangguan stress pascatraumatik. Demikian juga, peristiwa yang mungkin tampaknya biasa atau kurang berbahata bagi kebanyakan orang mungkin menyebabkan gangguan stress pascatraumatik pada beberapa orang karena arti subjektif dari peristiwa tersebut. Faktor kerentanan yang merupakan prediposisi yang tampaknya memainkan peranan penting dalam menentukan apakah ganguan berkembang adalah adanya trauma masa anak-anak, sifat gangguan kepribadaian ambang, paranoid, dependen atau antisocial, system pendukung yang adekuat, kerentanan konstitusional genetika pada penyakit psikiatrik, perubahan hidup penuh stress yang baru terjadi , persepsi lokus control eksternal, bukannya internal, dan penggunaan alcohol yang baru

Faktor Psikodinamika Model kognitif dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa orang yang terkena adalah tidak mampu untuk memproses atau merasionalisasikan trauma yang mencetuskan gangguan. Mereka terus mengalami stress dan berusaha untuk tidak mengalami kemblai stress dengan teknik menghidar. Sesuai dengan kemampuan parsial mereka untuk mengatasi peristiwa secara kognitif, pasien mengalami periode mengakui peristiwa dan menghambtanya secara berganti-ganti.Model perilaku dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa gangguan memiliki dua fase dalam perkembangnya. Pertama, trauma (stimulus yang tidak dibiasakan) adalah dipasangkan, melalui pembiasaan klasik, dengan stimulus yang dibiasakan (pengingat fisik atau mental terhadap trauma). Kedua, melalui pelajaran instrumental, pasien mengembangkan pola penghindaran terhadap stimulus yang dibiasakan mampu stimulus yang tidak dibiasakan. Model psikoanalitik dari gangguan menghipotesiskan bahwa trauma telah mereaktivasi konflik psikologis yang sebelumnya diam dan belum terpecahkan. Penghidupan kembali trauma masa anak-anak menyebabkan regresi dan penggunaan mekanisme pertahanan represi, penyangkalan, dan meruntuhkan. Ego hidup kembali dan dengan demikian berusaha menguasai dan menurunkan kecemasan. Pasien juga mendapatkan tujuan sekunder dari dunia luar, peningkatan perhatian atau simpati, dan pemuasan kebutuhan ketergantungan. Tujuan tersebut mendorong gangguan dan persistensinya. Suatu pandangan kognitif tentang gangguan stress pascatraumatik adalah bahwa otak mencoba untuk memproses sejumlah besar informasi yang dicetuskan oleh trauma dengan periode menerima dan menghambat peristiwa secara berganti-ganti.

Faktor Biologis Teori biologis tentang gangguan stress pasctraumatik telah dikembangkan dari penelitian praklinik dari model stress pada binatang dan dari pengukuran variable biologi dari populasi klinis dengan gangguan pascatraumatik. Banyak system neurotrasmiter telah dilibatkan dalam kumpulan data tersebut. Model praklinik pada binatang tentang ketidakberdayaan, pembangkitan dan sensitisasi yang dipelajari telah menimbulkan teori tentang norepinefrin, dopamine, opiate endogen dan reseptor benzodiazepine dan sumbu hipotalamus hipofisis adrenal. Pada populasin klinis, data telah mendukung hipotesis bahwa system noradrenergic dan opiate endogen dan reseptor benzodiazepine dan sumbu hipotalamus hipofisis adrenal adalah hiperaktif pada sekurang-kurangnya beberapa pasien dengan gangguan stress pascatraumatik. Peningkatan aktivitas dan responssivitas system saraf otonom, seperti dibuktikan oleh peninggian kecepatan denyut jantung dan pembacaan tekanan darah dan arsitektur tidur yang abnormal.

4. Dinamika terjadinya cemas dan depresi?Jawab:Psikodinamika ialah suatu pendekatan konseptual yang memandang proses-prosesmental sebagai gerakan dan interaksi kuantitas-kuantitas energi psikik yang berlangsung intra-individual (antar bagian-bagian struktur psikis) dan inter-individual (antar orang). Berkaitan dengan definisi tersebut, psikodinamika mempelajari struktur (yaitu kepribadian), kekuatan (yaitu dorongan, drive, libido, instincts), gerakan (movement, action), pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development), serta tentang maksud dan tujuan fenomena-fenomena psikologik yang ada pada seseorang.Struktur kepribadian seseorang terdiri atas 3 komponen yaitu id, ego dan superego. Id (naluri, drive, instincts), telah ada sejak individu dilahirkan ke dunia ini.Selain mempunyai struktur (yang bentuknya belum jelas ketika lahir), id juga mempunyai kekuatan berupa dorongan. Dorongan ini merupakan dorongan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia, antara lain insting bernapas, lapar, dan seks. Id biasanya mendominasi individu pada usia bayi hingga lebih kurang satu setengah tahun. Dalam perkembangannya, sebagian dari id akan mengalami diferensiasi menjadi ego. Ego terbentuk karena pertentangan (konflik) antara id dengan lingkungan yang tidakselalu dapat memenuhi kebutuhannya. Prinsip yang dianut oleh id yaitu pleasureprinciple, sedangkan ego menganut prinsip realitas, bahwa kebutuhan atau dorongan dapat ditunda sesuai dengan realitas yang ada. Superego terbentuk dari hasil absorbsi dan pengambilan nilai-nilai norma dalam kultur, agama, hal-hal kebaikan yang ditanamkan oleh orang tua, jadi bukan merupakan diferensiasi dari id sebagaimana ego. Superego merupakan wakil orang tua dalam dirianak, yang mengingatkan akan hal-hal yang baik dan buruk, yang boleh dan yang tidak. Terbentuk pada usia antara 3 hingga 5 atau 6 tahun.Ketiga elemen struktur kepribadian tersebut saling berinteraksi, dengan kandungan energi psikis yang terdistribusi secara merata sesuai tingkat perkembangan individu. Bila terjadi konflik di antaranya, individu akan mengalami ketegangan, ketidakpuasan, kecemasan, dan atau gejala-gejala psikologik lain. Sebaliknya, bilaseorang anak tidak pernah mengalami konflik sama sekali pun (disebut sebagai pemanjaan atau over indulgence), akan mengalami hal yang sama. Menurut Freud, konflik perlu dialami dalam batas tertentu agar seorang individu belajar menunda keinginan, menyadari realitas sehingga mampu mengatasi masalah-masalah yang dialami dalam hidupnya nanti. Tetapi, kalau konflik yang dialami itu berlebihan dan berat derajatnya, maka perkembangan kepribadian individu tidak akan optimal, perkembanganitu akan terhambat karena ada sebagian energi psikik yang tertahan pada suatu fase perkembangan tertentu (disebut sebagai fiksasi), sehingga energi yang bergerak ke fase berikutnya akan berkurang jumlahnya. Bila pada suatu saat, misalnya pada fase selanjutnya atau setelah dewasa nantinya, individu mengalami suatu tekanan atau stressor psikososial yang relatif berat untuknya, ia dapat kembali ke fase perkembangan saat fiksasi itu dialami (disebut sebagai regresi).

a. Psikodinamika Gangguan KecemasanMenurut pandangan psikodinamika, kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa terdapat suatu dorongan dari idyang tidak dapat diterima atau mendapat tekananyang besar dari superego dalam merealisasikan (memuaskan) dorongan tersebut. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan yang muncul dari dalam diri manusia. Jika kecemasan naik di atas tingkat terendah dari karakteristik atau fungsinya sebagai sinyal, maka kecemasan dapat timbul sebagai gangguansudah melebihi ambang batas karakteristik atau fungsinya sebagaisinyalyang akan bermanifestasi dengan serangan panik yang hebat. Idealnya, penggunaan represi menyebabkan terjadinya pemulihan keseimbangan psikologis tanpa pembentukan gejala, karena represi yang efektif dapat menahan dorongan dan afek serta khayalan yang menyertainya, menahan keduanya agar tetap dibawah kontrol kesadaran. Jika represi tidak berhasil, maka mekanisme pertahanan lain (seperti konversi, pengalihan, dan regresi) akan diperankan secara maksimal dan akan menunjukkan gejala-gejala berupa gangguan neurotik yang klasik seperti histeria, fobia, dan neurosis obsesif-kompulsif.b. Psikodinamika Gangguan DepresiTeori psikodinamika klasik menegenai depresi dari Freud (1917/1957) meyakini bahwa depresi mewakili kemarahan yang diarahkan ke dalam diri sendiri dan bukan terhadap orang-orang yang dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada self setelah mengalami kehilangan yang sebenarnya atau ancaman kehilangan dari orang-orang yang dianggap penting ini.Freud mempercayai bahwa mourning (berduka) adalah proses yang sehat karena dengan berduka seseorang akhirnya dapat melepaskan dirinya sendiri secara psikologis dari seseorang yang hilang karena kematian, perpisahan, perceraian, atau alasan lainnya. Namun, rasa duka yang patologis tidak mendukung perpisahan yang sehat. Malahan, hal ini akan memupuk depresi yang tak berkesudahan. Rasa duka yang patologis cenderung terjadi pada orang yang memiliki perasaan ambivalen yang kuat (suatu kombinasi dari perasaan positif (cinta) dan negatif (marah, permusuhan)) terhadap orang yang telah pergi atau ditakutkan kepergiannya. Freud menteorikan bahwa saat orang merasa kehilangan, atau bahkan takut kehilangan, figure penting dari orang yang kepadanya mereka miliki perasaan ambivalen, perasaan marah mereka terhadap orang tersebut berubah menjadi kemarahan yang ekstrem. Namun, kemarahan yang ekstrem tersebut memicu rasa bersalah, yang justru mencegah mereka untuk mengarahkan rasa marah secara langsung kepada orang yang telah pergi.Untuk mempertahankan hubungan psikologis dengan objek yang hilang, mereka mengintrojeksikan, atau membawa ke dalam, suatu representasi mental dari objek itu. Mereka kemudian menyatukan orang lain tersebut ke dalam self. Sekarang kemarahan terarah ke dalam, berhadapan dengan bagian dari self yang mewakili representasi di dalam dari orang yang hilang. Hal ini menimbulkan self-hatred, yang nantinya akan menimbulkan depresi.Meskipun juga menekankan pentingnya kehilangan, model psikodinamika terbaru lebih berfokus pada isu-isu yang berhubungan dengan perasaaan individual akan self-worth atau self-esteem. Suatu model, yang disebut model self-focusing, mempertimbangkan bagaimana orang mengalokasikan proses atensi mereka setelah suatu kehilangan (kematian orang yang dicintai, kegagalan personal, dll.). Menurut model ini, orang yang mudah terkena depresi mengalami suatu periode self-examination (self-focusing) yang intens setelah terjadinya suatu kehilangan atau kekecewaan yang besar. Mereka menjadi terpaku pada pikiran-pikiran mengenai objek (orang yang dicintai) atau tujuan penting yang hilang dan tetap tidak dapat merelakan harapan akan entah bagaimana cara mendapatkannya kembali.

5. Sebutkan gejala gangguan kecemasan secara lengkap?Jawab: Diare Pusing, melayang Hiperhidrosis Hiperrefleksia Hipertensi Palpitasi Midriasis pupil Gelisah (misalnya, mondar-mandir) Sinkop Takikardia Rasa gatal di anggota gerak Tremor Gangguan lambung (mual,nyeri ulu hati) Frekuensi urin, hesitansi, urgensi.

6. Apa yang dimaksud dengan kepribadian?Jawab:Kepribadian menurut Kaplan didefinisikan sebagai totalitas sifat emosional dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya. Ada empat macam kepribadian dasar manusia, antara lain koleris, melankolis, plegmatis, dan sanguinis.

a. KolerisTipe kepribadian koleris suka sekali mengatur orang, menunjuk-nujung atau memberi perintah-perintah pada orang lain. Ia tak ingin ada yang hanya memeperhatikan aktivitasnya. Akibat sifatnya yang cenderung memerintah itu membuat banyak individu dengan kepribadian koleris tidak memiliki banyak teman. Orang-orang berusaha menghindar, menjauh agar tak jadi `korban karakternya yang suka `ngatur dan tak mau kalah. Tipe koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka memiliki rasa, percaya diri yang sangat tinggi dan superior sehingga individu dengan kepribadian koleris memiliki ketegasan, kuat, cepat dan tangkas dalam mengerjakan sesuatu.

b. MelankolisPribadi melankolis lebih cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, tersusun sesuai pola. Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data, angka-angka dan sering sekali memikirkan segalanya secara mendalam. Dalam sebuah pertemuan, contohnya pribadi sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan, sedangkan tipe melankolis cenderung menganalisa, memikirkan, mempertimbangkan, lalu kalau bicara pastilah apa yang ia katakan betul-betul hasil yang ia pikirkan secara mendalam sekali. kepribadian melankolis selalu ingin serba sempurna. Segala sesuatu ingin teratur.

c. PlegmatisKelompok kepribadian plegmatis tidak menyukai terjadi konflik, karena itu apa saja akandi lakukan untuk menghindari terjadinya suatu konflik atau masalah. Baginya kedamaian adalah segala-galanya. Jika timbul masalah atau pertengkaran, pribadi ini akan berusaha mencari solusi yang damai tanpa timbul pertengkaran. Kepribadian plegmatis mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya tidak terus berkepanjangan. Pribadi phlegmatis cenderung kurang bersemangat, kurang teratur dan pendiam. Tipe ini merupakan pendengar yang baik, tapi akan menunda-nunda dalam pengambilan keputusan.

d. SanguinisKepribadian ini cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang lain. Hidupnya penuh dengan bunga warna-warni. Mereka senang sekali bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan transparan. Pada suatu saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu. Namun individu dengan pribadi sanguinis sedikit pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir pendek, dan hidupnya serba tidak beratur. Kemungkinan besar ia pun kurang mampu berdisiplin dengan waktu.Kepribadian melankolis memiliki kecenderungan mengalami anxietas dan depresi. Pada kepribadian melankolis, individu cenderung pendiam, pemendam isi peresaan dan pikiran, disosial, pesimis, mudah cemas, dan tidak stabil.

7. Sebutkan macam-macam gangguan kepribadian?Jawab:Gangguan kepribadian dikelompokan ke dalam tiga kelompok dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat yaitu :a. Kelompok A (orang dengan gangguan ini sering tampak aneh dan eksentrik) terdiri dari : Gangguan kepribadian paranoid Gangguan kepribadian schizoid Gangguan kepribadian skizotipalb. Kelompok B (orang dengan gangguan ini sering tampak dramatic, emosional, dan tidak menentu) terdiri dari : Gangguan kepribadian antisocial Gangguan kepribadian ambang Gangguan kepribadian histrionic Gangguan kepribadian narsistikc. Kelompok C (orang dengan gangguan ini sering tampak cemas atau ketakutan) terdiri dari : Gangguan kepribadian menghindar Gangguan kepribadian dependen Gangguan kepribadian obsesif-komplusif Gangguan kepribadian yang tidak ditentukan (Gangguan kepribadian pasif-agresif dan Gangguan kepribadian depresif).Gangguan kepribadian yang tidak termasuk dalam klasifikasi DSM-IV antara lain : Gangguan kepribadian sadomasokistik Gangguan kepribadian sadistic.8. Kepribadian apa yang cenderung terjadi kecemasan?Jawab:Kepribadian melankolis memiliki kecenderungan mengalami anxietas dan depresi. Pada kepribadian melankolis, individu cenderung pendiam, pemendam isi peresaan dan pikiran, disosial, pesimis, mudah cemas, dan tidak stabil.

9. Apa perbedaan cemas dengan takut?Jawab:Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar dan konfliktual. Sedangakan ketakutan, suatu sinyal berupa yang menyadarkan, harus dibedakan dengan kecemasan. Rasa takut adalah respon dari suatu ancaman yang asalnya diketahui, eksternal, jelas atau bukan bersifat konflik.

10. Sebutkan macam-macam gangguan somatofom?Jawab:Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contoh nyeri, mual dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Adapun macam-macam gangguan somotoform menurut DSM-IV yakni: a. Gangguan SomatisasiGangguan somatisasi ditandai oleh banyak gejala somatic yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang. Gangguan ini bersifat kronis dengan onset sebelum usia 30 tahun, dan disertai dengan penderitaan psikologis, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, serta prilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. Gangguan ini lebih sering terjadi pada perempuan dengan perbandingan 5 banding 1 dengan laki-laki. Sering kali gangguan mulai saat usia remaja. Dari hasil penelitian, dikemukakan bahwa gangguan ini biasanya disertai dengan gangguan mental lainnya. Sekitar dua per tiga dari pasien gangguan somatisasi memiliki gejala psikiatrik yang dapat diidentifikasi. Ada beberapa sifat atau ciri kepribadian yang sering kali menyertai antara lain ciri penghindar, paranoid, mengalahkan diri sendiri, dan obsesif kompulsif.Beberapa penelitian mengatakan adanya hubungan neuropsikologis dengan gangguan somatisasi, dimana pasien dengan gangguan perhatian dan funngsi kognitif dapat menyebabkan persepsi dan penilaian yang salah terhadap input somatosensorik. Penegakan diagnosis gangguan somatisasi dapat dilakukan bila onset terjadi sebelum usia 30 tahun, dengan selama perjalanan penyekit, pasien mengalami sekurangnya empat gejala nyeri, dua gejala gastrointestinal, satu gejala seksual, dan satu gejala neurologis semu, yang semuanya tidak dapat dijelaskan sepenuhnya melalui pemeriksaan fisik dan penunjang.

b. Gangguan KonversiGangguan konversi adalah suatu gangguan yang ditandai dengan adanya satu atau lebih gejala neurologis yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang ada. Gangguan ini lebih sering terjadi pada perempuan dengan perbandingan 2-5 berbanding 1. Onset gangguan konversi dapat terjadi pada semua usia. Gangguan ini sering sekali disertai dengan diagnosis komorbid gangguan depresif berat, gangguan kecemasan dan skizofrenia. Gangguan ini juga berhubungan dengan gangguan kepribadian pasif-agresif, dependen, antisosial, dan histrionik. Gangguan depresif dan kecemasan juga memiliki hubungan dengan gangguan konversi dimana pasien yang memiliki gejala tersebut berada dalam risiko tinggi bunuh diri.Diagnosis gangguan konversi dapat ditegakan bila terdapat gangguan dengan gejala yang hanya mempengaruhi fungsi motorik dan sensorik saja, yaitu gejala neurologis seperti, paralisis, kebutaan dan mutisme (paling sering). Gejala lain yang dapat muncul antara lain: gejala sensorik seperti anestesia, parastesia, ketulian, tunnel vision; gejala motorik seperti kelainan pergerakan, cara berjalan, kelemahan, paresis, dan paralisis; gejala kejang seperti kejang semu.

c. HipokondriasisHipokondriasis merupakan tidak akuratnya interpretasi yang dibentuk dari suatu gejala atau sensasi fisik yang menyebabkan ketakutan akan menderita penyakit serius meskipun tidak ditemukan kelainan medis. Anggapan ini menyebabkan penderitaan emosional yang dapat menggangu fungsi peranan personal, sosial dan pekerjan. Pada pasien hipokondriasis terjadi misinterpretasi gejala tubuh yang terjadi akibat peningkatan dan pembesaran sensasi somatic, sehingga mereka akan memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah terhadap gangguan fisik. Sebagai contoh, ketika pada orang nirmal dirasakan tekanan abdominal, pada pasien hipokondriasis akan dirasakan sebagai nyeri abdomen. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang memiliki masalah yang berat dan sulit terpecahkan. Peranan sakit ini dianggap jalan keluar karena pasien yang sakit akan dibiarkan menghindari kewajiban. Gangguan yang paling sering dihubungkan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan.Diagnosis hipkondriasis mengharuskan pasien terpreokupasi dengan keyakinan palsu bahwa ia menderita penyakit berat dan keyakinan palsu tersebut berdasarkan pada misinterpretasi tanda atau sensasi fisik. Keyakinan harus berlangsung sekurangnya 6 bulan dan bukan merupakan intensitas waham. Pada pasien hipokondriasis seringkali tilikan didapatkan buruk bila pasien tidak secara konsisten mengetahui bahwa permasalahan tentang penyakit itu luas.

d. Gangguan Dismorfik TubuhGangguan dismorfik tubuh merupakan suatu preokupasi kecacatan tubuh yang dikhayalkan atau suatu penonjolan distorsi dari cacat yang minimal atau kecil. Onset terjadi pada usia 15 sampai 20 tahun dengan wanita agak lebih sering dibandingkan laki-laki. Suatu penelitian menyebutkan lebih dari 90 persen pasien gangguan dismorfik pernah mengalami episode depresif berat dalam hidupnya; 70 persen mengalami gangguan kecemasan; dan kira-kira 30 persen pernah mengalami gangguan psikotik.Penegakan diagnosis ganggua dismorfik mengharuskan suatu preokupasi dengan kecacatan dalam penampilan yang tidak nyata atau penekanan yang berlebihan terhadap kecacatan ringan, yang dapat menyebabakan penderitaan emosional dan mengganggu kemampuan pasien dalam berfungsi pada kehidupan sehari-hari. Kabanyakan gangguan dismorfik tubuh tidak terdiagnosis karena pasien lebih sering datang ke dokter ahli penyakit kulit, penyakit dalam, dan dokter ahli bedah daripada ke dokter psikiatrik.

e. Gangguan NyeriGejala utama gangguan nyeri adalah adanya nyeri pada suatu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medik atau neurologis nonpsikiatrik. Gangguan ini sering juga disebut sebagai psikogenik pain. Usia puncak onset terjadi pada dekade keempat dan kelima, kemungkinan karena telah menurunnya toleransi terhadap nyeri dengan bertambahnya usia.Pasien dengan gangguan nyeri sering kali memiliki riwayat perawatan medis dan bedah yang panjang, mengunjungi banyak dokter, dan meminta banyak pengobatan. Beberapa peneliti yakin bahwa nyeri kronis merupakan varian dari gangguan depresif, dimana hal ini merupakan bentuj depresi yang tersamar atau mengalami somatisasi. Gejala depresif yang paling menonjol dari pasien gangguan nyeri adalah anergia, anhedonia, penurunan libido, insomnia, dan mudah tersinggung.

11. Sebutkan macam-macam nyeri dan jelaskan dengan gambar?Jawab:Klasifikasi Nyeri

NyeriNyeriPsikogenikNyeriNeurogenikNyeriNosiseptifViseralSomatikSuperfisialDeepOtot, Tulang, SendiKulitSaraf periferNerve rootsSaraf pusatPsikodinamikPrilakuNyeri dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama berdasarkan sumbernya, yaitu nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik, dan nyeri psikogenik.

a. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya stimuli noksius (trauma, penyakit atau proses radang). Dapat diklasifikasikan menjadi nyeri viseral, bila berasal dari rangsangan pada organ viseral, atau nyeri somatik, bila berasal dari jaringan seperti kulit, otot, tulang atau sendi. Nyeri somatik sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu superfisial (dari kulit) dan dalam (dari yang lain).Pada nyeri nosiseptik system saraf nyeri berfungsi secara normal, secara umum ada hubungan yang jelas antara persepsi dan intensitas stimuli dan nyerinya mengindikasikan kerusakan jaringan. Perbedaan yang terjadi dari bagaimana stimuli diproses melalui tipe jaringan menyebabkan timbulnya perbedaan karakteristik. Sebagai contoh nyeri somatik superfisial digambarkan sebagai sensasi tajam dengan lokasi yang jelas, atau rasa terbakar. Nyeri somatik dalam digambarkan sebagai sensasi tumpul yang difus. Sedang nyeri viseral digambarkan sebagai sensasi cramping dalam yang sering disertai nyeri alih (nyerinya pada daerah lain).

b. Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya kerusakan atau disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat. Penyebabnya adalah trauma, radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi (herpes zooster), tumor, toksin, dan penyakit neurologis primer. Dapat dikategorikan berdasarkan sumber atau letak terjadinya gangguan utama yaitu sentral dan perifer. Dapat juga dibagi menjadi peripheral mononeuropathy dan polyneuropathy, deafferentation pain, sympathetically maintained pain, dan central pain.Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya. Kondisi kronik dapat terjadi bila terjadi perubahan patofisiologis yang menetap setelah penyebab utama nyeri hilang. Sensitisasi berperan dalam proses ini. Walaupun proses sensitisasi sentral akan berhenti bila tidak ada sinyal stimuli noksius, namun cedera saraf dapat membuat perubahan di SSP yang menetap. Sensitisasi menjelaskan mengapa pada nyeri neuropatik memberikan gejala hiperalgesia, alodinia ataupun nyeri yang persisten.Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting, seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer, timbulnya aktifitas listrik ektopik secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi struktur, adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme inhibisi dari sentral yang normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada koneksi neural, dimana serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari yang normal.c. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak berhubungandengan nyeri nosiseptifmaupun nyeri neuropatik dan disertai gejala psikis yang nyata.

12. Apa yang dimaksud dengan gangguan cemas menyeluruh?Jawab: adalah kekhawatiran yang berlebihan dan meresap disertai oleh berbagai gejala somatic yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

13. Cara kerja maprotiline?Jawab:Menurunkan ambilan kembali norepineprin dan serotonin dan menghambat reseptor asetilkolin muskarinik dan histamine. Maprotiline memiliki aktivitas antikolinergik yang paling kecil. Pemberian jangka panjang obat ini menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenergic-B dan kemungkinan penurunan yang serupa dalam jumlah reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2).

14. Bagaimana Cara kerja dari diazepam?Jawab:Benzodiazepin adalah obat hipnotik-sedatif terpenting. Semua struktur yang pada benzodiazepine menunjukkan 1,4-benzodiazepin. Kebanyakan mengandung gugusan karboksamid dalam dalam struktur cincin heterosiklik beranggota 7. Substituen pada posisi 7 ini sangat penting dalam aktivitas hipnotik-sedatif.Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepine memiliki empat daya kerja seperti efek anxiolitas, hipnotik-sedatif, antikonvulsan, dan relaksan otot. Setiap efek berbeda-beda tergantung pada derivatnya dan berdasarkan pengaruh GABA pada SSP. Benzodiazepine menimbulkan efek hasrat tidur bila diberi dalam dosis tinggi pada malam hari. Dan memberikan efek sedasi jika diberikan dalam dosis rendah pada siang hari.Masing-masing derivate mempunyai efek yang menonjol diantara tiga efek lainnya. Sebagai contoh; diazepam mempunyai efek anxiolitas yang lebih menonjol sehingga sering digunakan sebagai tranquilizer.Keuntungan yang bisa didapat dari penggunaan benzodiazepine adalah tidak merintangi tidur REM. Sebelumnya, diperkirakan bahwa zat ini tidak menimbulkan toleransi. Akan tetapi, ternyata zat ini juga menimbulkan toleransi jika digunakan dalam 1-2 minggu.

Penggolongan BenzodiazepineBerdasarkan lama kerjanya, benzodiazepine dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok:1. Long acting.Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif. Metabolit aktif desmetil biasanya bersifat anxiolitas. Sehingga biasanya, zat long acting lebih banyak digunakan sebagai obat tidur walaupun efek induknya yang paling menonjol adalah sedative-hipnotik.2. Short actingObat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang.3. Ultra short actingLama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini.Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangant menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan. Semakin kuat zat berikatan pada reseptornya, semakin lama juga waktu kerjanya.

Mekanisme KerjaBenzodiazepin terikat pada saluran molekul klorida yang berfungsi sebagai reseptor GABA. Saluran ini mengandung reseptor GABA dimana banyak obat yang mempengaruhi SSP terikat pada saluran ini. Benzodiazepin terikat secara alosterikal pada saluran ini yang menyebabkan peningkatan afinitas GABA pada reseptornya. Dengan meningkatnya afinitas GABA pada reseptornya ini, maka efek eksitasi dari asetil kolin dihambat.

Gambar 1. mekanisme kerja benzodiazepin

Gambar 2. Action of Benzodiazepines at a synapse

DiazepamDiazepam atau biasanya dikenal dengan Valium merupakan sebuah turunan narkoba. Diazepam merupakan obat anti cemas (antianxietas atau tranquilizer), sedatif-hipnotik, dan obat anti kejang (antikonvulsan). Efek sampingnya, pada pemakaian kronik dapat menimbulkan ketergantungan jiwa dan raga, menimbulkan rasa kantuk, berkurangnya daya konsentrasi dan reaksi.

NordazepamNordazepam yang dikenal sebagai desoxydemoxepam, nordiazepam dan desmethyldiazepam, adalah derivatif 1,4-benzodiazepin. Seperti turunan benzodiazepin lain, nordazepam sebagai antikonvulsi ,anxiolitic ,relaksasi otot dan obat penenang. Namun, nordazepam seringkali digunakan dalam pengobatan kecemasan (antiaxietas). Nordazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam, chlordiazepoxide, clorazepate, prazepam, dan medazepam.

OxsazepamOxazepam merupakan metabolit aktif diazepam. Oxazepam bertindak sebagai antiaxietas, hipnotik, sedatif, dan menyebabkan kelemahan otot rangka. Ini memiliki periode pendek operasi, itu dianggap sebagai paling aman obat berasal dari benzodiazepin (dalam pengobatan pasien yang lebih tua).

TemazepamTemazepam (nama dagang Restoril) merupakan 3-hydroxy intermediate-acting Benzodiazepine. Obat ini diresepkan untuk pengobatan jangka pendek sulit tidur pada pasien yang mengalami kesulitan mempertahankan tidur. Selain itu, temazepam merupakan anxiolitik (anti-kecemasan), antikonvulsan , dan relaksasi otot rangka.

LorazepamLorazepam (nama patennya Ativan dan Temesta) merupakan benzodiazepin berpotensi tinggi obat. Lorazepam memiliki semua lima efek benzodiazepin intrinsik seperti: anxiolitik, amnesik ,obat penenang/hipnotis, antikonvulsi dan relaksasi otot Lorazepam digunakan untuk pengobatan jangka pendek kegelisahan, insomnia, kejang akut termasuk epileptikus status dan sedasi pasien dirawat di rumah sakit, serta obat penenang pasien agresif.LormetazepamLormetazepam (generik) dikenal sebagai methyllorazepam dengan nama paten seperti: Noctamid, Ergocalm, Loramet, Dilamet, Sedaben, Stilaze, Nocton, Pronoctan, Noctamide, Loretam, Minias, Aldosomnil. Lormetazepam merupakan 3-hidroksi derivat benzodiazepin yang memiliki khasiat sebagai hipnotis, antianxietas, antikonvulsi, sedatif, dan relaksan otot rangka.

FarmakodinamikSedasiSedasi dapat didefinisikan sebagai menurunnya tingkat respon stimulus yang tetap dengan penurunan dalam aktivitas dan ide spontan. Perubahan ini terjadi pada dosis yang rendah.

HipnotikZat-zat benzodiazepin dapat menimbulkan efek hipnotik jika diberikan dalam dosis besar. Efeknya pada pola tidur normal adalah dengan menurunkan masa laten mulainya tidur, peningkatan lamanya tidur NREM tahap 2, penurunan lamanya tidur REM, dan penurunan lamanya tidur gelombang lambat.

AnestesiEfek dalam dosis tinggi dapat mnekan susunan saraf pusat ke titik yang dikenal sebagai stadium III anestesi umum. Efek ini tergantung pada sifat fisikokimia yang menentukan kecepatan mulai dan lama efek zat tersebut.Dalam penggunaannya dalam bedah, selain efek anestesi, juga dimanfaatkan efek amnesia retrogradnya. Sehingga pasien bedah operatif tidak mengingat kejadian menyeramkan selama proses bedah.

Efek AntikonvulsiKebanyakan zat hipnotik-sedatif sanggup menghambat perkembangan dan penyebaran naktivitas epileptiformis dalam susunan saraf pusat.

Relaksan OtotBeberapa zat hipnotik sedatif dalam goglongan benzodiazepin mempunyai efek inhibisi atas refleks polisinaptik dan transmisi internunsius, dan pada dosis tinggi bisa menekan transmisi pada sambungan neuromuskular otot rangka.

FarmakokinetikBenzodiazepin merupakan basa lemah yang sangat efektif diarbsorbsi pada pH tinggi yang ditemukan dalam duodenum. Rearbsorbsi di usus berlangsung dengan baik karena sifat lipofil dari benzodiazepin dengan kadar maksimal dicapai pada sampai 2 jam. Pengecualian adalah pada penggunaan klordiazepoksida, oksazepam dan lorazepam. Karena sifatnya yang kurang lipofilik, maka kadar maksimumnya baru tercapai pada 1-4 jam. Distribusi terutama di otak, hati dan jantung. Beberapa diantara zat benzodiazepin mengalami siklus enterohepatik.Jika diberikan suposituria, rearbsorbsinya agak lambat. Tetapi bila diberikan dalam bentuk larutan rektal khusus, rearbsorbsinya sangat cepat. Oleh karena itu bentuk ini sangat sering diberikan pada keadaan darurat seperti pada kejang demam.Karena zat-zat ini bersifat lipofilik, maka sawar plasenta mampu ditembus dan zat-zat ini dapat mencapai janin. Namun karena aliran darah ke palsenta relatif lambat, maka kecepatan dicapainya darah janin relatif lebih lambat dibandingkan ke sistem saraf pusat. Akan tetapi, jika zat ini diberikan saat sebelum lahir, maka akan menimbulkan penekanan fungsi vital neonatus.Metabolisme di hati sangat bertanggung jawab terhadap pembersihan dan eliminasidari semua benzodiazepin. Kebanyakan benzodiazepin mengalami fase oksidasi, demetilasi, dan hidroksilasi menjadi bentuk aktif. Kemudian dikonjugasi mendai glukoronida oleh enzim glukoronil transferase.Kebanyakan hasil metabolit benzodiazepin golongan long acting adalah dalam bentuk aktif yang mempunyai waktu paruh yang lebih lama dari induknya. Sehingga lebih dapat menyebabkan efek hang over dari pada golongan short acting pada penggunaan dosis ganda.Yang perlu diwaspadai adalah pada penggunaan golongan short acting lebih dapat menyebabkan efek abstinens. Efek ini timbul karena penggunaannya dapat menekan zat endogen. Sehingga pada penghentian mendadak, zat endogen tidak dapat mencapai maksimal dalam waktu cepat. Sehingga terjadilah gejala abstinens yang lebih parah daripada sebelum penggunaan zat tersebut.15. Prognosis bonam?Jawab: Onset pada usia tua Faktor pencetus jelas Onsetnya akut Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan baik Stressor jelas Sudah menikah System pendukung baik. Gejala neurologis tidak ada