tugas jiwa askep lansia

23
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya proses in menjadi beban bagi orang lain dibandingkan dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia harus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak normal. Pelayanan/asuhan keperawatan gangguan mental pada lanjut usia memerlukan pengetahuan khusus karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi klinis, ptogenesis, dan patofisiologi gangguan mental antara dewasa muda dan lanjut usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan. Faktor – faktor tersebut adalah sering adanya penyakit dan kecacatan medis penyerta, pemakaian banyak medikasi, dan peningkatan kerentanan terhadap gannguan kognitif. Program Epidemiologikal Catchment Area (ECA) dari National Institute of Mental Healt telah menemukan bahwa gangguan mental yang paling sering pada lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif, dan fobia. Lanjut usia juga memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat. Banyak gangguan mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan, atau bahkan dipulihkan. Sejumlah faktor resikopsikososial juga dapat mempredisposisiskan lanjut usia kepada gangguan mental. Faktor resiko tersebut adalah ilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak 1

Upload: chaken-matulessy

Post on 29-Nov-2015

570 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Jiwa Askep Lansia

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses

penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada

kenyataannya proses in menjadi beban bagi orang lain dibandingkan dengan proses

lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia harus mengerti sesuatu tentang

aspek penuaan yang normal dan tidak normal.

Pelayanan/asuhan keperawatan gangguan mental pada lanjut usia

memerlukan pengetahuan khusus karena kemungkinan perbedaan dalam

manifestasi klinis, ptogenesis, dan patofisiologi gangguan mental antara dewasa

muda dan lanjut usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu

dipertimbangkan. Faktor – faktor tersebut adalah sering adanya penyakit dan

kecacatan medis penyerta, pemakaian banyak medikasi, dan peningkatan

kerentanan terhadap gannguan kognitif.

Program Epidemiologikal Catchment Area (ECA) dari National Institute of

Mental Healt telah menemukan bahwa gangguan mental yang paling sering pada

lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif, dan fobia. Lanjut usia juga

memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat. Banyak

gangguan mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan, atau bahkan

dipulihkan. Sejumlah faktor resikopsikososial juga dapat mempredisposisiskan lanjut

usia kepada gangguan mental. Faktor resiko tersebut adalah ilangnya peranan

sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan

kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi

kognitif.

Saat ini udah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika mengalami

gangguan kejiwaan seperti demensia, psikosis, atau kondisi lainnya. Hal ini

menyebabkan perawat dan tenaga kesehatan profesional yang lai memiliki tanggung

jawab yang lebih untuk merawat Lansia dengan masalah kesehatan jiwa dan emosi.

Kesehatan mentl padaLansia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status fisiologi

dan psikologi, kepribadian, sosial support, sosial ekonomi dan pola hidup.

1

Page 2: Tugas Jiwa Askep Lansia

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan umum

Untuk dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan gangguan jiwa

pada Lansia.

2. Tujuan khusus

Setelah membaca makalah ini, pembaca akan memahami :

a. Pengertian lansia dan tugas perkembangannya.

b. Penyebab gangguan jiwa pada Lanjut Usia

c. Jenis gangguan jiwa pada lanjut usia.

d. Asuhan Keperawatan gangguan jiwa pada Lanjut Usia.

C. MANFAAT PENULISAN

1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan gangguan

jiwa pada Lansia

2. Memudahkan kita dalam memberikan perawatan pada Lansia yang mengalami

gangguan jiwa.

2

Page 3: Tugas Jiwa Askep Lansia

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Lanjut Usia ( Lansia ) adalah proses menua termasuk biologis, psikologis, dan

sosial dengan batasan umur sebagai berikut :

1. Dewasa menjelang Lansia ( 45 – 54 tahun ).

2. Lanjut Usia ( 55 – 64 tahun ).

3. Lansia dengan resiko tinggi ( > 65 tahun ).

WHO membagi Lansia MENJADI 3 kategori sebagai berikut :

1. Usia lanjut : 60 – 74 tahun.

2. Usia Tua : 75 – 89 tahun.

3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun.

Psikogeriatri adalah ilmu yang mempelajari gangguan psikologis/psikiatrik

pada lansia. Diperkirakan indonesia mulai tahun 1990 hingga 2023, lansia ( umur 60

tahun ke atas) akan meningkat hingga 41,4% ( Geriatric and Psychogeriatric

Workshop Training for Trainers ). Masalah yang paling banyak adalh demensia,

delirium, depresi, paranoid, dan ansietas. Gangguan yang lain sama dengan

gangguan jiwa pada orang dewasa muda.

Tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :

1. Menyesuaikan diri terhadap ketahanan dan kesehatan yang berkurang.

2. Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan berkurangnya pendapatan.

3. Menyesuaikan diri terhadap kemungkinan ditinggalkan pasangan hidup.

4. Mempertahankan kehidupan yang memuaskan dan mencari makna hidup.

5. Menjaga hubungan baik dengan anak.

6. Membina hubungan dengan teman sebaya dan berperan serta dalam organisasi

sosial.

3

Page 4: Tugas Jiwa Askep Lansia

B. ETIOLOGI

1. Masalah keluarga.

2. Masalah interpersonal.

3. Penyakit.

4. Masalah sosial.

C. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL PADA LANSIA

Pmeriksaan status mental pada lansia adalah sebagai berikut :

1. Penilaian fungsi : pengkajian dari aktivitas sehari – hari ( makan, kebutuhan

toilet, berpakaian )

2. Mood, perasaan, dan afek : perasaan kesepian, tidak berdaya, tidak berguna,

putus asa dan ide bunuh diri. Afek datar, tumpul, dan dangkal sangat mencolok

dengan adanya mood depresi dan kecemasan.

3. Gangguan persepsi : halusinasi dan ilusi ( terjadi gangguan orientasi realitas ).

4. Proses pikir : flight of idea, asosiasi longgar dan sirkumstansial.

5. Daya ingat : jangka panjang dan menengah.

6. Kaji riwayat keluarga : masalah yang ada dalam keluarga dan komunikasi dalam

keluarga.

7. Kaji interpersonal klien : tipe orang dan permasalahan yang dihadapi.

8. Kaji riwayat tidak menyenangkan masa lalu.

D. JENIS – JENIS GANGGUAN JIWA PADA LANJUT USIA

1. Skizofrenia

Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan

gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi

kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena

menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia

pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia).

Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan dengan

timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari kenyataan

yang terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara gangguan

parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia)

digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang memiliki gejala

paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat gejala waham dan

halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.

4

Page 5: Tugas Jiwa Askep Lansia

Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan

pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut

juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya

cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi

juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan

kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu,

tempat maupun orang.

Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham

kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada

keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita

sehingga ia merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu

dilakukan pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui

pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena

banyaknya gangguan paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli

beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional

dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis.

Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul

pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita).

Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di

satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita

dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri

paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak

menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya

sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan

biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak

terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.

Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe,

yaitu :

a. Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)

b. Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau

minum,dsb)

c. Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta,

dsb)

d. Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)

e. Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)

Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia adalah

skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga,

5

Page 6: Tugas Jiwa Askep Lansia

para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena

perangainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti

curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria

maupun wanita perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk

perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

2. Gangguan Jiwa Afektif

Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya

gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan

keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:

a. Gangguan Afektif tipe Depresif

Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor

penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan

hidup atau seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang

berat atau lama mengalami penderitaan.

Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan, pada

umur 40 - 50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia).

Pada usia perttangahan tersebut prosentase wanita lebih banyak dari laki-

laki, akan tetapi diatas umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang. Pada

wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang berarti

fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif lagi,

walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis

sebenarnya selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada

salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu

kesehatannya.

Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit

berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-

kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat

2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe neurotik

kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat untuk

sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu sehingga

kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu dan berakibat

bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tempat, maupun

waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa takut, dsb.

6

Page 7: Tugas Jiwa Askep Lansia

b. Gangguan Afektif tipe Manik

Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang

mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus yang

disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien

menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga

mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas kemampuannya,

pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang lain menjadi tidak

enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi

semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu ketika pasien menjadi

eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama

kemudia menjadi sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit

dimengerti.

3. Neurosis

Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia).

Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena

disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan

yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan

yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan

neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial

dalam memasuk tahap lanjut usia (lansia).

Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya

tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap

utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas

perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa

dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive

untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak

puas-puas untuk mandi.

Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Neurosis cemas dan panic

b. Neurosis obsesif kompulsif

c. Neurosis fobik

d. Neurosis histerik (konversi)

e. Gangguan somatoform

f. Hipokondriasis.

Pasien dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit, serta

tidak dapat diobati. Keluhannya sering menyangkut alat tubuh seperti alat

pencernaan, jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya. Pada

7

Page 8: Tugas Jiwa Askep Lansia

lansia yang menderita hipokondriasis penyakit yang menjadi keluhannya sering

berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang mungkin segera hilang, ia

mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini jika dituruti terus maka ia akan terus-

menerus minta diperiksa dokter; belum habis obat untuk penyakit yang satu

sudah minta diperiksa dokter untuk penyakit yang lain.

4. Delerium

Delerium merupakan Sindrom Otak Organik ( SOO ), yang ditandai

dengan fluktuasi kesadaran, apatis, somnolen, sopor, koma, sensitif, gangguan

proses berpikir. Konsentrasi pada lanjut usia akan mengalami kebingungan dan

persepsi halusinasi visual ( pada umumnya ). Psikomotor akan mengikuti

gangguan berpikir dan halusinasi.

5. Psikosa pada lansia

Gejala – gejala : awalnya idea of reference, waham ( keyakinan yang salah

dipertahankan ), terkadang sebagai penyerta demensia, schizofrenia.

6. Abuse pada lansia

Tindakan yang disengaja atau kelalaian terhadap lansia baik dalam bentuk

malnutrisi, fisik/tenaga atau luka fisik, psikologis oleh orang lain yang disebabkan

adanya kegagalan pemberian asuhan, nutrisi, pakaian, pelayanan medis,

rehabilitas, dan perlindungan yang dibutuhkan. Abuse merupakan suatu tindakan

kekerasan yang disegaja seperti kekerasan fisik, mental, dan psikologi, serta

jenis penyiksaan lainnya yang tidak dibenarkan.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Primer : pendekatan kepada komunitas/lingkungan pemberi dukungan pada

lansia, memperkuat koping individu dan keluarga, pola sehat lingkungan,

melihat tanda – tanda resiko tinggi.

b. Sekunder : diskusi, komunikasi yang efektif dengan keluarga.

c. Tersier : tidak menoleransi kekerasan, menghargai dan peduli pada anggota

keluarga, memprioritaskan kepada keamanan, tulus secara utuh dan

pendayagunaan.

8

Page 9: Tugas Jiwa Askep Lansia

E. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA

1. Pengkajian

Pengkajian psikososial lanjut usia (lansia) adalah tercapainya integritas diri yang

utuh. Pemahaman secara keseluruhan menyebabkan lansia berusaha

membimbing generasi berikutnya (anak dan cucu) berdasarkan sudut

pandangnya. Lansia yang tidak mencapai integritas diri akan merasa putus asa

dan menyesali masa lalunya karena tidak merasakan hidupnya bermakna.

a. Data Objektif

Data objektif pada klien lansia dengan gangguan jiwa adalah :

1) Aktivitas sosial berkurang

2) Perubahan anggota tubuh, baik struktur, bentuk mapun fungsi

b. Data Subjektif

Data subjektif pada klien lansia dengan gangguan jiwa adalah :

1) Klien mengungkapkan tidak berdaya, tidak berharga

2) Klien mengatakan merasa kehilangan

3) Klien merasa Kehidupanya selama ini tidak berarti

c. Analisa data

Data Masalah Keperawatan

Subjektif:

Klien Mengatakan Merasa kehilangan

Klien merasa Kehidupanya selama ini

tidak berarti

Objektif :

Aktifitas Sosial Berkurang

-

Putus Asa

Subjektif :

Klien mengungkapkan tidak berdaya, tidak

berharga

Objektif :

Perubahan anggota tubuh, baik struktur,

bentuk mapun fungsi

Gagguan Citra Tubuh

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko Putus Asa

b. Gangguan Citra Tubuh

9

Page 10: Tugas Jiwa Askep Lansia

3. Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tindakan keperawatan

Resiko Putus Asa 1. Diskusikan penyebab dan hambatan

dalam mencapai tugas perkembangan

lansia seperti adanya penyakit

2. Diskusikan cara mengatasi hambatan

dan motivasi keinginan lansia untuk

mengobati penyakit fisik yang

dialamnya

3. Bantu lansia besosialisasi secara

bertahap

4. Fasilitasi untuk ikut kelompok lansia

Gangguan Citra Tubuh 1. Diskusikan persepsi klien tentang citra

tubuhnya dahulu dan saat ini, perasaan

dan harapan terhadap citra tubunya

saat ini

2. Diskusi askep positif diri

3. Bantu klien untuk meningkatkan fungsi

bagian tubuh yang tergaggu

4. Intervensi

a. Diagnosa Keperawatan Resiko Putus Asa

Sp 1 – Lansia : Membina hubungan saling percaya dengan lansia dan

keluarga, menjelaskan karakteristik perkembangan psikososial lansia yang

normal dan menyimpang , menjelaskan cara mencapai karakteristik

perkembangan psikososial lansia yang normal melakukan tindakan untuk

mencapai perkembangan psikososial lansia yang normal

Orientasi

“ Selamat pagi/siang/sore, pak/bu. Saya perawat I dari dari RS....Nama Bapak/Ibu

siapa? Panggilanya apa? Bagaimana keadaan Kakek/Nenek yang tinggal di rumah ini?

Siapa namanya? Berapa usianya? Bagaimana kalau saya ingin berbincang-bincang

dengan kakek/Nenek tentang perkembangan lansia?” (bertemu kakek/nenek) “ Berapa

lama, Kek/Nek? Bagaimna kalau 30 menit saja? Di mana kita akan bicara, kek/nek? Di

10

Page 11: Tugas Jiwa Askep Lansia

ruangan ini? Baiklah, kita akan berbincang-bincang selama 30 menit, kek/nek.”

Kerja:

“Kek/Nek bagaimana keadaan saat ini? Dapatkah Kek/Nek menjelaskan pencapain

dalam kehidupan selama ini? Apa saja keberhasilan yang yang dirasakan selama

hidup?” (anda menganalisa hasil percakapan. Jika Kakek/Nenek menceritakan

keberhasilan dan merasa berarti, perkembangan mereka normal dan jika Kakek/Nenek

menceritakan kekecewaan dan kehilangan , perkembangan mereka menyimpang) “

selanjutnya, apa saja kegiatan Kakek/Nenek sehari-hari? Apakah ada pertemuan

keluarga, misalnya Kakek/Nenek mengunjungi anak/cucu? Atau anak/cucu

mengunjungi Kakek/Nenek. Bagaimana dengan teman-teman sebaya Kakek/Nenek,

masih sering bertemu? Apakah mereka di sekitar sini? Bagaiman kalau kita bentuk

teman-teman sebaya sambil bercerita pengalaman hidup.

Terminasi :

“ baiklah, kita sudah membicarakan tentang kehidupan Kakek/Nenek. Bagaiman

perasaan Kakek/Nenek? Masih ada hal yang ingin ditanyakan? Saya akan datang lagi

minggu depan untuk berbincang-bincang dengan Kakek/Nenek dan berbicara dengan

bapak/ibu untuk membahas cara merawat Kakek/Nenek. Sampai jumpa.”

b. Diagnosa keperawatan gangguan Citra Tubuh

SP 1 – Lansia : Membina hubungan saling percaya mendiskusikan tentang

citra tubuh, penerimaan terhadap citra tubuh, aspek positif dan cara

meningkatkan citra tubuh

Orientasi :

“selamat Pagi Nama aya I saya dari Rs...saya datang untuk merawat Kakek/Nenek.

Nama Kakek/Nenek siapa? Senang dipanggil apa? Bagiman perasaas Kakek/Nenek

hari ini? Bagaimana penyembuhan lukanya? Bagaiman kalau kita berbincang-bincang

tentang perasaan terhadap kaki Kakek/Nenek yang mengalami gangguan? (perhatikan

data-data tentang gangguan citra tubuh) “ mau berapa lama? Bagamana kalau 30

menit? Mau dimana kita berbincang-bincang?”

Kerja :

“ Bagaimana prasaan Kakek/Nenek terhadap kaki yang sudah mulai sembuh? Apa

harapan Kakek/Nenek untuk penyembuhan ini? Bagus sekali, Kakek/Nenek sudah

mengungkapkan perasaan dan harapan. Baik bagaimana kalau kita membicarakan

bagian tubuh yang lain yang masih dapat digunakan? Mari kita mulai.” (boleh mulai dari

11

Page 12: Tugas Jiwa Askep Lansia

unjung rambut sampai unjung kaki). Nah mata Kakek/Nenek awas ya. Bagus.

Bagaimana dengan kedua tangan Kakek/Nenek, dst.” (Buat daftar potensi tubuh yang

masih prima.). wah ternyata banyak sekali bagian tubuh Kakek/Nenek yang masih

berfungsi dengan baik yang perlu di syukuri.”

Terminasi :

“ bagaiman perasaan Kakek/Nenek setelah kita berbincang-bincang? Wah banyak sekli

bagian tubuh Kakek/Nenek yang masih berfungsi dengan baik (sebutkan beberapa

bagian tubuh yang masih berfunsi)” Baik, dua hari lagi dua hari lagi kita bertemu untuk

membicarakan cara meningkatkan citra tubuh Kakek/Nenek. Mau jam berapa? Baik,

sampai jumpa.”

F. PELAKSANAAN TERAPHY AKTIFITAS KELOMPOK PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

JIWA PADA LANSIA

1. Tujuan

a. Klien mampu memperkenalkan diri 

b. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok 

c. Klien mampu bercakap - cakap dengan anggota kelompok

d. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan

e. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain.

f. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatanTAK yang

telah dilakukan.

g. Klien dapat mengekspresikan perasaan melalui gambar dan mampu menceritakan pada

kelompok.

2. PENGORGANISASIAN

a. Leader (pemimpin)

1) Memimpin jalannya therapy aktivias kelompok 

2) Merencanakan, mengontrol dan mengatur jalannya therapy

3) Menyampaikan materi sesuai TAK 

4) Memimpin diskusi kelompok 

b. Co Leader 

1) Membuka acara

2) Mendampingi leader 

3) Mengambil alih posisi jika leader blocking

12

Page 13: Tugas Jiwa Askep Lansia

4) Menyerahkan kembali posisi kepada leader 

5) Menutup acara diskusi

c. Fasilitator 

1) Ikut serta dalam kegiatan kelompok

2) Memberikan stimulus/motivasi pada peserta lain untuk  berpartisipasi

aktif 

3) Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan peserta lainnya

4) Membantu melakukan evaluasi hasil

5) Menjadi role model. 

d. Observer 

1) Mengamati jalannya kegiatan sebagai acuan untuk evaluasi

2) Mencatat serta mengamati respon klien selama TAK berlangsung

3) Mencatat peserta yang aktif dan pasif dalam kelompok serta klienyang

drop out.

e. Tugas Peserta

1) Mengikuti seluruh kegiatan

2) Berperan aktif dalam kegiata

3) Megikuti proses evaluasi

3. PERSIAPAN LINGKUNGAN DAN WAKTU

a. Ruangan nyaman

b. Ventilasi baik

c. Suasana tenang

4. PERSIAPAN KLIEN

Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu Lansia dengan gangguan jiwa

5. PERSIAPAN ALAT

a. Tape recorder 

b. Kertas A4

c. Pensil tulis

d. Pensil warna

e. Meja

f. Kursi

g. Jadwal kegiatan klien

 

13

Page 14: Tugas Jiwa Askep Lansia

6. KEGIATAN

a. Persiapana

1) Membuat kontrak dengan klien tentang TAK yang sesuai dengan indikassi

2) Menyiapkan alat dan tempat bersama

b. Pembukaan (fase orientasi)

1) Perkenalan: salam terapeutik 

a) Salam dari terapis kepada klien

b) Terapis dan klien memakai papan nama

2) Evaluasi/validasi

a) Menanyakan perasaan klien saat ini

b) Menanyakan masalah yang dirasakan

c. Kontrak

1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mendengarkanmusik 

2) Terapis menjelaskan aturan main berikut: 

a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harusmeminta

izin kepada terapis 

b) Membuat kontrak waktu

c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

d) Proses kegiatan (fase kerja)

3) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan

4) Terapis membagikan name tag untuk tiap kliene

5) Evaluasi (fase terminasi) 

a) Sharing persepsi (evaluasi)

(1) Leader mengeksplorasi perasaan lansia setelah mengikuti

Terapi Aktifitas Kelompok. 

(2) Leader memberi umpan balik positif kepada lansia,

berupa pujian atas keberhasilan kelompok

(3) Leader meminta lansia untuk menyebutkan hal positif atau

kesukaan lansia yang lainnya secara bergantian.

(4) Leader memberi umpan balik positif berupa pujian kepada lansia yang

sudah menjawab atas pertanyaan dari leader.

(5) Kontrak yang akan datang

(a) Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang

(b) Menyepakati waktu dan tempat.

6) PenutupObserver membaca hasil observasi

14

Page 15: Tugas Jiwa Askep Lansia

7. EVALUASI

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja,

Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuanTAK.

8. PROGRAM ANTISIPASI MASALAH

a. Memotivasi klien yang tidak aktif selama TAK.Memberi kesempatan klien

menjawab sapaan perawat/terapis.

b. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit

1) Panggil nama klien

2) Menanyakan alas an klien meninggalkan permainan

3) Memberi penjelasan tentang tujuan permainan dan menjelaskan

bahwa klien dapat meninggalkan kegiatan setelah TAK selesai atau

klien mempunyai alasan yang tepat.

c. Bila klien lain yang ingin ikut:

Minta klien tersebut untuk meminta persetujuan dari peserta yang terpilih

9. Peraturan Kegiatan

a. Peserta diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir 

b. Peserta diharapkan menjawab setiap pertanyaan yang diberikan dalam

kertas 

c. Peserta tidak boleh berbicara bila belum diberi kesempatan; perserta

tidak  boleh memotong pembicaraan orang lain 

d. Peserta dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai

dilaksanakan 

e. Peserta yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi :

1) Peringatan lisan 

2) Dihukum : Menyanyi dan Menari.

3) Diharapkan berdiri dibelakang pemimpin selama lima menit

4) Dikeluarkan dari ruangan/kelompok

15

Page 16: Tugas Jiwa Askep Lansia

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan kejiwaan

harus menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan pengetahuan

gangguan fisiologis, proses penuaan yang normal, dan sosiokultural pada lansia

dan keluarganya. Sebagai pemberi pelayanan perawatan primer, perawat jiwa

lansia harus pandai dalam mengkaji kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status

perilaku. Perencanaan dan intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada

pasien dan keluarganya atau pemberi pelayanan lain.

Perawat jiwa lansia mengkaji penyediaan perawatan lain pada lansia untuk

mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan pasien. Perawat

jiwa lansia harus memiliki pengetahuan tentang efek pengobatan psikiatrik pada

lansia. Mereka dapat memimpin macam-macam kelompok seperti orientasi,

remotivasi, kehilangan dan kelompok sosialisasi dimana perawat dengan tingkat

ahli dapat memberikan psikoterapi.

B. Saran

1.  Diharapkan mahasiswa benar-benar mampu memahami tentang asuhan

keperawatan pada klien ganguan jiwa pada lansia

2. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan

dengan ganguan jiwa pada lansia

16

Page 17: Tugas Jiwa Askep Lansia

DAFTAR PUSTAKA

1. Satriadwipriangga.blogspot.com/2011/11/Asuhan – Keperawatan – gangguan – jiwa

– pada- lansia.html

2. Akkuocy.blogspot.com/2011/10/sedikit- berbagi – ilmu.html

3. Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa : CMHN, EGC

Jakarta 2011.

4. Buku Ajaran Keperawatan Jiwa/Farida Kusumawati dan Yudi Hartono – Jakarta :

Salemba Medika, 2011

5. Mary C. Townsend, RN, MN, CS Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri Edisi 5 .

EGC Jakrta 2010

17